Anda di halaman 1dari 10

NAMA : MARCEL PRASTIKO ARTHANA

NIM : 1915051013

KELAS : PTI 1C

UJIAN TENGAH SEMESTER PENDIDIKAN KEJURUAN

Kasus 1 :

a. Analisalah,menurut pendapat saudara peran dan fungsi


vocationalisation pada Pendidikan Kejuruan.
Menurut pendapat saya, Vocational Education merupakan pendidikan
menengah yang mengarahkan peserta didik untuk memiliki softskill dan
pengalaman untuk dapat bekerja di bidang yang diminatinya sesuai dengan
skill atau kemampuan yang mereka miliki. Peran Vocational Education
adalah membekali peserta didik dengan keterampilan yang dapat digunakan
nanti di pasar tenaga kerja dan menyiapkan peserta didik untuk menjadi SDM
yang menjadi tenaga ahli yang nantinya dapat menaikan perekonomian dan
devisa di negara Indonesia. Selain itu, kurikulum yang nantinya diajarkan di
Vocational Education harus sesuai dengan apa yang ada di dunia industri
pada saat ini yaitu industri 4.0 ,agar nantinya peserta didik dapat memahami
apa yang sebenarnya akan mereka hadapi nantinya saat lulus dan bekerja.
Selain itu, harus memahami posisinya di masyarakat, melatih individu untuk
memenuhi tuntutan pasar tenaga kerja dan menciptakan kondisi kerja yang
lebih baik yang artinya Vocational Education akan efisien jika sesuai dengan
kebutuhan seseorang yang memerlukan, akan efektif ketika yang dilakukan
lewat pengajaran, kompetensi dan penilaian berbasis kinerja. Contoh peran
Vocational Education adalah ketika melamar sebuah perusahaan di bidang
komisi seketaris maka kompetensi dan keterampilan peserta didik yang harus
di miliki adalah, pertama kemampuan untuk mengalokasikan waktu,
mengembangkan dan memprioritaskan tujuan, mengalokasikan uang dan
menyiapkan anggaran, kedua kemampuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
data, menggunakan cara untuk memperolehnya, dan mengatur dan
menyimpannya, ketiga kemampuan untuk berpartisipasi sebagai anggota tim,
dan berkomunikasi yang baik dengan klien, dan yang terakhir tahu
bagaimana sistem sosial, organisasi dan teknologi bekerja dan bagaimana
cara mengoperasikannya. Persyaratan kompetensi dan keterampilan yang
harus di penuhi ini akan di ajarkan pada Vocational Education.

b. Strategi implementasi Vocationalisation pada Pendidikan Kejuruan di


Indonesia.
Menurut pendapat saya, strategi implementasi vocationalisation yaitu
membentuk sebuah kesiapan para peserta didik agar bisa terjun ke dunia kerja
yang dimana setiap peserta didik sebelum memilih jurusan yang mereka
inginkan,mereka terlebih dahulu harus mengetahui bakat,minat dan
keterampilan mereka masing-masing. Hal ini merupakan sebuah awal bagi
peserta didik dalam mengimplementasikan vocationalisation pada pendidikan
kejuruan,yang mana masalah salah memasuki jurusan masih terdapat di
dalam pendidikan kejuruan di Indonesia. Hal inilah yang akan mengurangi
kesiapan peserta didik di dalam menjalani vocationalitation. Selanjutnya
strategi yang harus dilakukan di Indonesia dalam pendidikan kejuruan yaitu
mengatur kurikulumnya. Pengaturan kurikulum ini bertujuan agar para
peserta didik dapat mempersiapkan diri,mental dan juga beradaptasi dengan
dunia kerja yang akan mereka hadapi nantinya,agar nantinya mereka bisa
menunjukkan kinerja yang baik sesuai dengan bakat mereka. Ada beberapa
prinsip dari implementasi vocationalisation yang harus terpenuhi, yang
pertama Synthesis of knowledge, Skills and Attributes, Pengusaha, baik secara
nasional maupun internasional, perlu memberikan keterampilan generik yang
lebih luas kepada kaum muda - yang beragam digambarkan sebagai
keterampilan untuk dipekerjakan, keterampilan utama, kompetensi inti - yang
dianggap penting bagi dunia di luar sekolah dan bukan hanya dunia kerja atau
akademisi. Pembelajaran kejuruan ini melibatkan pembelajaran tentang 'apa',
'bagaimana' dan 'di mana'. Ini menyatukan konten, proses dan konteks. Yang
kedua adalah Flexibility Implementasi Vocational Education membutuhkan
fleksibilitas dalam waktu, tempat, dan kecepatan belajar. Ada banyak upaya
untuk menyediakan kurikulum yang akan memenuhi tujuan tersebut misalnya
melalui Peningkatan Program Fleksibilitas (IFP) dan Young Apprenticeships
(YA).

References
Acquah, D. K. (2014). Research in Post-Compulsory Education . Challenges and
opportunities for vocational education and training in the light of Raising
the Participation Age , 2-7.

Hyland, T. (2018). Journal of Vocational Education & Training. Embodied


learning in vocational education and training, 6-11.

Psacharopoulos, G. ( 2006). Journal of Vocational Education & Training .


Vocational education and training today: challenges and responses, 4-8.

Smith, S. H. ( 2018). Journal of Vocational Education & Training. Innovation and


VET student work placement, 8-13.

Kasus 2 :

a. Implementasi pendidikan kejuruan yang ada saat dalam pemenuhan


kesiapan akses menuju dunia kerja, ditinjau berdasarkan penerapan
kurikulum, metode pembelajaran, sarana dan prasarana laboratorium /
workshop, kualitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
 Penerapan Kurikulum
Implementasi pendidikan kejuruan saat ini sudah sesuai dengan
kebutuhan industri 4.0 . Hal ini bertujuan agar para peserta didik nantinya
dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi dunia kerja nantinya.
Kurikulum ini juga bertujuan agar para peserta didik dapat menyesuaikan
keterampilan dan softskill agar dapat diimplementasikan dengan sesuai di
dunia kerja. Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Teknis dan Kejuruan di
Delta State Colleges of Education memuat kurikulum dengan tujuan yang
pertama, untuk menyediakan tenaga kerja terlatih dalam sains, teknologi,
dan perdagangan terapan, khususnya di tingkat subprofesional. Kedua
untuk menyediakan orang-orang yang dapat menerapkan pengetahuan
ilmiah untuk perbaikan dan solusi masalah lingkungan untuk penggunaan
dan kenyamanan manusia. Ketiga untuk memberikan pengetahuan teknis
dan keterampilan kejuruan yang diperlukan untuk pengembangan
pertanian, industri, komersial dan ekonomi. Keempat untuk memberikan
pengantar studi profesional di bidang teknik dan teknologi lainnya.
Kelima untuk memberikan pelatihan dan memberikan keterampilan yang
diperlukan yang mengarah pada produksi pengrajin, teknisi, dan personel
terampil lainnya yang akan giat dan wiraswasta. Ini merupakan
kurikulum yang akan digunakan pada industry 4.0.
 Metode pembelajaran
Metode pembelajaran dalam pendidikan kejuruan masih kurang. Hal ini
dikarenakan kurang cakapnya tenaga pendidik didalam mendidik para
peserta didik atau tenaga pendidik yang kurang memiliki pengalaman.
Oleh karena itu perlu adanya solusi dalam mengatasi hal tersebut salah
satunya adalah praktek kerja lapangan jadi tidak hanya peserta didik yang
melakukan praktek kerja lapangan melainkan tenaga pendidik juga harus
memiliki pengalaman. Selain itu, hal lain yang menyebabkan kurangnya
metode pembelajaran dalam pendidikan kejuruan adalah sarana dan
prasarana yang kurang memadai, jadi proses pembelajaran tidak dapat
berjalan dengan baik.
 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di dalam pendidikan kejuruan saat ini
belum memadai. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa sekolah yang
kurang dalam hal sarana dan prasarana. Ini dikarenakan oleh kendala
biaya yang dihadapi sekolah, oleh karena itu mereka tidak dapat
menyediakan sarana dan prasarana yang sesuai atau bahkan sama persis
dengan sarana dan prasana yang ada di industri.
 Kualitas tenaga pendidik dan tenaga kependidikan
Kualitas tenaga pendidik di pendidikan kejuruan saat belum cukup
memadai. Hal ini dikarenakan oleh kebanyakan tenaga pendidik yang
mengajar tidak sesuai dengan keterampilannya dan hanya mengandalkan
instruktur saja di dalam proses pembelajaran. Inilah yang menyebabkan
kualitas tenaga pendidik di pendidikan kejuruan kurang memadai.
b. Strategi Link and Match
Program link and match ini dapat diumpamakan sebagai sebuah simbiosis
mutualisme antara perusahaan dengan institusi perguruan tinggi. Hal ini akan
tercipta melalui program seperti contohnya ketika perusahaan memiliki
sebuah permasalahan maka institusi dengan fasilitas yang ada bisa
menemukan sebuah solusi bagi permasalahan tersebut. Sedangkan untuk
Institusi bisa mengirimkan SDM untuk ditingkatkan secara skill dan
selanjutnya SDM bisa langsung diserap perusahaan yang secara tidak
langsung mengurangi pengangguran. Hal ini diterapkan agar nantinya
perguruan tinggi dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan
industri dan juga dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Dengan
demikian maka para lulusan juga dapat bekerja sesuai dengan bakatnya dan
dapat menghidupi kehidupannya. Pada link and match pemerintah juga harus
mendukung progam ini dengan membantu sekolah untuk mendapatkan
perusahaan yang dapat di ajak kerja sama begitu juga sebaliknya dengan
membantu perusahaan dalam mencari karyawan yang terampil dan kompeten
di bidang yang dibutuhkan.

References
AR, M. ( 2016 ). The International Journal of Social Sciences . VOCATIONAL
SCHOOL-INDUSTRY PARTNERSHIP IN IMPROVING GRADUATE
COMPETENCY , 2-9.

Bruijn, E. d. ( 2012). Teachers and Teaching: theory and practice . Teaching in


innovative vocational education in the Netherlands , 4-9.

Calder, J. ( 2012 ). Open flexsible learning vocational education and training .


New York: Third Avenue.

Ltd, N. ( 1968). The changing role of staff development for teachers and trainers
in vocational education and training . Kensington Park : NCVER Ltd .
Serumu, I. (2015 ). Global Advanced Research Journal of Educational Research
and Review. Challenges of Implementing Technical and Vocational
Education and Training (TVET) Curriculum in Delta State Colleges of
Education , 2-9.

Tóth, P. ( 2012 ). Acta Polytechnica Hungarica . Learning Strategies and Styles in


Vocational Education , 8-17.

Kasus 3 :

a. Gambaran deskripsi implementasi Pendidikan Kejuruan di beberapa


Negara (Jerman,Amerika, dan Australia)

 Jerman

Di negara Jerman implementasi pendidikan kejuruan lebih ditekankan


pada Hautptschule dan Realschule yaitu jenjang pendidikan yang lebih
menekankan pada peserta didik yang ingin langsung bekerja,dan bagi
peserta didik yang ingin melanjutkan ke Universitas pendidikan yang
harus ditempuh adalah melalui Gymnasium. Title yang didapat setelah
lulus dari Universita di Jerman maupun di Indonesia hampir sama,gelar
S2 di Jerman setara dengan gelar master di Indonesia dan langsung dapat
mengikuti program Doktoran atau Ph.D.

 Amerika

Implementasi pendidikan kejuruan di Amerika yaitu vocational tecnichal


institutes,junior of community college atau undergraduated program.
Dimana nantinya setelah lulus para peserta didik dapat bekerja sesuai
dengan bakat dan minat mereka dan juga jurusan yang mereka ambil
sebelumnya diperguruan tinggi.

 Australia

Implementasi pendidikan kejuruan di Australia yaitu Pendidikan


Kejuruan dan Pelatihan ( Vocational Education and Training). Pada
tingkatan ini para peserta didik dilatih secara khusus sesuai dengan bakat
dan minatnya masing-masing lalu setelah mereka lulus,mereka dapat
langsung bekerja atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi lagi.

b. Deskripsi sajikan dalam bentuk table yang dapat membedakan


implementasi pendidikan kejuruan dibeberapa negara tersebut

Jerman Amerika Australia


Di negara Jerman Implementasi pendidikan Implementasi
implementasi pendidikan kejuruan di Amerika pendidikan kejuruan
kejuruan lebih ditekankan yaitu vocational tecnichal di Australia yaitu
pada Hautptschule dan institutes, junior of Pendidikan Kejuruan
Realschule yaitu jenjang community college atau dan Pelatihan
pendidikan yang lebih undergraduated program. ( Vocational
menekankan pada peserta Dimana nantinya setelah Education and
didik yang ingin langsung lulus para peserta didik Training). Pada
bekerja, dan bagi peserta dapat bekerja sesuai tingkatan ini para
didik yang ingin dengan bakat dan minat peserta didik dilatih
melanjutkan ke Universitas mereka dan juga jurusan secara khusus sesuai
pendidikan yang harus yang mereka ambil dengan bakat dan
ditempuh adalah melalui sebelumnya diperguruan minatnya masing-
Gymnasium. Title yang tinggi. masing lalu setelah
didapat setelah lulus dari mereka lulus,mereka
Universita di Jerman dapat langsung
maupun di Indonesia bekerja atau
hampir sama, gelar S2 di melanjutkan
Jerman setara dengan gelar pendidikan ke jenjang
master di Indonesia dan yang lebih tinggi lagi.
langsung dapat mengikuti
program Doktor atau Ph.D.
c. Berikan deskripsi jenjang atau tahapan pendidikan di beberapa negara
tersebut :
 Jerman
Struktur pendidikan di negara Jerman dimulai dari tahap pra sekolah
yang disebut dengan Kindegarten atau di Indonesia disebut dengan
Taman Kanak-Kanak. Pendidikan ini dimulai dari umur 3-6 tahun,
pendidikan ini dinamakan “Vorschulische Einrichtungen” yang artinya
Persiapan Sebelum Pendidikan. Setelah melalui masa pra
pendidikan,selanjutnya adalah Pendidikan Dasar yang dimulai dari umur
7 samapai 10 tahun yang disebut dengan “Grundschule” atau Sekolah
Dasar. Pada jenjang pendidikan ini peserta didik dapat memilih jenjang
yang mereka inginkan yaitu Hautptschule yaitu kelas 5-9/10,Realschule
yaitu kelas 5-10,Gesamtschule yaitu kelas 5-13, dan Gymnasium yaitu
kelas 5-13 dan untuk memasuki tahapan ini para peserta didik hrus
melalui masa orientasi. Masa Orientasi ini dilakukan untuk melihat
kemampuan dan bakat peserta didik ,pada tahapan ini pula bisa dilihat
kemana tujuan dari peserta didik selanjutnya. Hautptschule dan
Realschule lebih menekankan pada peserta didik yang ingin langsung
bekerja,dan bagi peserta didik yang ingin melanjutkan ke Universitas
pendidikan yang harus ditempuh adalah melalui Gymnasium. Title yang
didapat setelah lulus dari Universita di Jerman maupun di Indonesia
hampir sama,gelar S2 di Jerman setara dengan gelar master di Indonesia
dan langsung dapat mengikuti program Doktoran atau Ph.D. Di Jerman
dikenal dengan dua jenis pendidikan tinggi yaitu Fachhochschule dan
Universitat. Fachhochschule jika di Indonesia hamper mirip dengan
Politeknik yang lebih banyak ke penerapan aplikasi dan nantinya setelah
lulus dapat langsung bekerja, sedangkan Universitat hampir mirip
dengan Universitas yang ada di Indonesia yang dimana nantinya setelah
lulus dapat langsung bekerja dibidang akademik.
 Amerika
Di negara Amerika jenjang pendidikan dimulai dari Kindergarten atau
taman kanak-kanak dimana jenjang pendidikan ini dimulau pada umur 5
sampai 6 tahun. Setelah itu,jenjang pendidikan dilanjutkan lagi di
jenjang pendidikan menengah yang dibagi menjadi dua yaitu Middle
School/ Junior High School yang dimulai sixth, seventh, eighth and
ninth grade. Setelah itu dilanjutkan ke jenjang berikutnya yaitu Senior
High School. Setelah melalui jenjang pendidikan tersebut peserta didik
dapat melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi yaitu vocational tecnichal
institutes,junior of community college atau undergraduated program.
 Australia
Sistem pendidikan di negara Australia dimulai dari Kindergarten atau
yang disebut dengan Taman Kanak-Kanak dan setelah itu dilanjutkan
dari kelas 1 sampai dengan kelas 12. System penerapan pendidikan di
negara Jerman sendiri dibedakan menjadi 5 yaitu Primary School atau
sekolah dasar yaitu taman kanak-kanak sampai dengan kelas 6 atau
7,setelah itu dilanjutkan dengan Secondary atau High School yaitu kelas
7 atau 8 sampai dengan kelas 10,lalu dilanjutkan pada tingkatan
Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan ( Vocational Education and
Training) dan Sekolah Menengah Atas ( Senior High School/Senior
Secondary School/College) yaitu kelas 11 atau 12 sampai dengan
Pendidikan tinggi atau University. Setelah menempuh pendidikan dasar
dan pendidikan menengah,banyak pilihan bagi peserta didik ingin
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi.

References
Employment, N. B. (1992). Australian Vocational Certificate Training System. Canberra,
Australian Capital Territory: Australian Government Publishing Service.

Levesque, K. (2000). Vocational Education in the United States: Toward the Year 2000.
Statistical Analysis Report. Washington, DC.: Numerical/Quantitative Data;
Reports - Research.
Munch, J. (1991). Vocational Training in the Federal Republic of Germany. Third
Edition. Berlin (Germany).: European Centre for the Development of Vocational
Training, .
TRAMPUSCH, C. (2009). Governance: An International Journal of Policy,
Administration, and Institutions. Europeanization and Institutional Change in
Vocational Education and Training in Austria and Germany, 2-23.

Anda mungkin juga menyukai