Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

CEDERA KEPALA

I. KONSEP MEDIS

A. Definisi

Latar Belakang

Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang

paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek

tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu

yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk

melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum

tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala

kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin

akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang

mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan

maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang

tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural

hematom. Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat

emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang

memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan.

Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena

dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada

middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal.

Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri

maka hematom akan cepat terjadi.

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan

hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara

1
Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan

angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH

adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh. 60 %

penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan

jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka

kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan

lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding

perempuan dengan perbandingan 4:1.

 Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya

trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek

sekunder dari trauma yang terjadi. Disebut cedera kepala sedang bila

GCS 9-12, kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam

bahkan sampai berhari-hari. Resiko utama pasien yang mengalami cedera

kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak

sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK.

 Epidural hematom (EDH) adalah adanya pengumpulan darah diantara

tulang tengkorakdan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-

cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh

darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat

terjadi dalam beberapa jam sampai 1 – 2 hari. Lokasi yang paling sering

yaitu dilobus temporalis dan parietalis.

 Menurut Brown CV, Weng J, Craniotomy/ trepanase adalah Operasi

untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan maksud untuk

mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. Menurut Hamilton MG,

Frizzell JB, Tranmer BI, Craniectomy adalah operasi pengangkatan

sebagian tengkorak. Sedangkan menurut Chesnut RM, Gautille T, Blunt

BA, Craniotomi adalah prosedur untuk menghapus luka di otak melalui

lubang di tengkorak (kranium). Dari ketiga pendapat diatas dapat


2
disimpulkan bahwa pengertian dari Craniotomi adalah Operasi membuka

tengkorak (tempurung kepala) untuk mengetahui dan memperbaiki

kerusakan yang diakibatkan oleh adanya luka yang ada di otak.

 Klasifikasi cedera kepala:

Berdasarkan patologi:

1. Cedera kepala primer

Merupakan akibat cedera awal,. Cedera awal menyebabkan

gangguan integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel diarea

tersebut, yang menyebabkan kematian sel.

2. Cedera kepala sekunder

Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak

lebih lanjut yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan

TIK yang tak terkendali, meliputi respon fisiologis cedera otak,

termasuk edema serebral, perubahan biokomia,dan perubahan

hemodinamik serebral, iskemia cerebral, hipotensi sistemik, dan

infeksi lokal atau sistemik.

Berdasarkan jenis cedera:

1. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang

tengkorak dan laserasi duameter. Trauma yang menembus

tengkorak dan jaringan otak.

2. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan

geger otak ringan dengan cedera cerebral yang luas.

Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgown Coma

Scale) :

1. Cedera kepal ringan/ minor

- GCS 14-15

- Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang

dari 30 menit.
3
- Tidak ada fraktur tengkorak

- Tidak ada kontusia cerebral, hematoma.

2. Cedera kepala sedang

- GCS 9-13

- Kehilangan kesadaran dan amnesia lebih dari 30 menit

tetapi kurang dari 24 jam

- Dapat mengalami fraktur tengkorak

- Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma

intrakranial

3. Cedera kepala berat

- GCS 3-8

- Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari

24 jam

- Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma

intra kranial.

Skala koma Glasgow:

Dewasa Respon Bayi dan anak-anak


Buka Mata(Eye)

Spontan 4 Spontan

Berdasarkan perintah verbal 3 Berdasarkan suara

Berdasarkan rangsang nyeri 2 Berdasarkan rangsang nyeri

Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon

4
Respon Verbal

Orientasi baik 5 Senyum, orientasi terhadap

obyek

Percakapan kacau 4 Menangis tetapi dapat

ditenangkan

Kata-kata kacau 3 Menangis dan tidak dapat

ditenangkan

Mengerang 2 Mengerang dan agitatif

Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon

Respon Motorik

Menurut perintah 6 Aktif

Melokalisir rangsang nyeri 5 Melokalisir rangsang yeri

Menjauhi rangsang nyeri 4 Menjauhi rangsang nyeri

Fleksi abnormal 3 Fleksi abnormal

Ekstensi abnormal 2 Ekstensi abnormal

Tidak memberi respon 1 Tidak memberi respon


Skor 14-15 12-13 11-12 8-10 <5
Kondisi Compos Mentis Apatis Samnolen Stupo
Sumber: Ilmu Bedah Saraf satyanegara : hal 18

B. Etiologi

5
EDH sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada

permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma Epidural dapat

terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa

menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala

pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala,

yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi

pembuluh darah.

 Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi,

akselerasi-deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.

1. Cedera Akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam

kepala yang tidak bergerak (mis. Alat pemukul menghantam

kepala atau peluru yang ditembakkan kekepala)

2. Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur

obyek diam, seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika

kepala membentur kaca depan mobil.

3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus

kecelakaan kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik

4. Cedera Coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang

menyebabkan otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat

mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan serta area

kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien

dipukul dibagian belakang kepala.

5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan

otak berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan

peregangan atau robeknya neuron dalam substansia alba serta

robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian

dalam rongga tengkorak.

C. Manifestasi Klinik
6
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan di

belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran

hidung atau telinga. Hematoma antara durameter dan tulang, biasanya

sumber perdarahannya adalah robeknya arteri meningea media. Ditandai

dengan penurunan kesadaran dengan ketidaksamaan neurologis sisi kiri

dan kanan (hemiparese/plegi, pupil anisikor, ferleks patologis satu sisi)..

Gambaran CT Scan area hiperdens dengan bentuk bikonvek atau

lentikuler diantara 2 satura. Jika perdarahan > 20cc atau >1 cm midline

shift > 5 mm dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan.

Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain:

- Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

- Bingung

- Penglihatan kabur

- Susah bicara

- Nyeri kepala yang hebat

- Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

- Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.

- Mual

- Pusing

- Berkeringat

- Pucat

- Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.

D. Patofisiologi

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak

dan durameter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila

salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering

terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom

dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital arteri meningea media
7
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan

antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan

yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma

akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga

hematom bertambah besar.

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan

tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini

menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah

pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda

neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.Tekanan dari herniasi

unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di

medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini

terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf

ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada

lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan

kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat

cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya

hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang

berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-

tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan

deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan

terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala

terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera

sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan

nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur

menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita

sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid


8
interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural

hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper

selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak

terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak

pernah mengalami fase sadar.

E. Komplikasi

Komplikasi post operasi craniotomi

Komplikasi yang mungkin timbul pada pasien post operasi craniotomi

antara lain :

1. Edema cerebral

2. Perdarahan subdural, epidural, dan intracerebral

3. Hypovolemik syok

4. Hydrocephalus

5. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit (SIADH atau Diabetes

Insipidus)

6. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan tromboplebitis.

Tromboplebitis postoperasi biasanya timbul 7 - 14 hari setelah

operasi. Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas

dari dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai

emboli ke paru-paru, hati, dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu

latihan kaki post operasi, ambulatif dini.

7. Infeksi.

Infeksi luka sering muncul pada 36 - 46 jam setelah operasi.

Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah

stapilokokus aurens, organisme; gram positif. Stapilokokus

mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang

9
paling penting adalah perawatan luka dengan memperhatikan aseptik

dan antiseptik.

8. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka atau

eviserasi. Dehisensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka.

Eviserasi luka adalah keluarnya organorgan dalam melalui insisi.

Faktor penyebab dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka,

kesalahan menutup waktu pembedahan.

 Komplikasi lain yang dapat terjadi :

- Perdarahan ulang

- Kebocoran cairan otak

- Infekso pada luka atau sepsis

- Timbulnya edea cerebri

- Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK

- Nyeri kepala setelah penderita sadar

- Konvulsi

F. Penatalaksanaan

a. Medis

Penatalaksanaan medis pada pasien post craniotomy antara lain:

1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema

serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.

2. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi

asodilatasi.

3. Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20

% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.

4. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau

untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.

5. Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah

tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5


10
%,amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya

kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.

6. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita

mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi

natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak

terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa

8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya

bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube

(2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure

nitrogennya.

7. Pe mbedahan.

Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah

saraf, merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tahapan

yang saling berkaitan satu sama lain dalam mengambil keputusan

dalam melakukan tindakan pembedahan antara lain adalah

sebagai berkut :

1. Tahap I :

a.Penilaian awal pertolongan pertama, denganmemprioritaskan

penilaian yaitu :

Ø Airway : Jalan Nafas

- Membebaskan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda

asing

- Bila perlu dipasang endotrakeal

Ø Breathing : Pernafasan

- Bila pola pernafasan terganggu dilakukan nafas buatan atau

ventilasi dengan respirator.

Ø Cirkulation : Peredaran darah

- Mengalami hipovolemik syok


11
- Infus dengan cairan kristaloid

- Ringer lactat, Nacl 0,9%, D5% ,),45 salin

Ø Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan

Ø Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post

trauma, sebab cedera, nyeri kepala, muntah.

Ø Pemeriksaan fisik umum dan neurologist.

Ø Monitor EKG.

b. Diagnosis dari pemeriksaan laborat dan foto penunjang telah

dijelaskan didepan.

c. Indikasi konsul bedah saraf :

- Coma berlangsung > 6 jam.

- Penurunan kesadaran ( gg neurologos progresif)

- Adanya tanda-tanda neurologist fokal, sudah ada sejak terjadi

cedera kepala.

- Kejang lokal atau umum post trauma.

- Perdarahan intra cranial.

2. Tahap II : Observasi perjalanan klinis dan perawatan suportif.

3. Tahap III :

a. Indikasi pembedahan

- Perlukaan pada kulit kepala.

- Fraktur tulang kepala

- Hematoma intracranial.

- Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan

atau laserasi otak

- Subdural higroma

- Kebocoran cairan serebrospinal.

12
b. Kontra indikasi

- Adanya tanda renjatan / shock, bukan karena trauma tapi karena

sebab lain missal : rupture alat viscera ( rupture hepar, lien,

ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.

- Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi

cahaya negative, denyut nadi dan respirasi irregular.

c. Tujuan pembedahan

- Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang nekrose

- Mengangkat tulang yang menekan jaringan otak

- Mengurangi tekanan intracranial

- Mengontrol perdarahan

- Menutup / memperbaiki durameter yang rusak

- Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau

kepentingan kosmetik.

d. Pesiapan pembedahan

- Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas

- Pasang infuse

- Observasi tanda-tanda vital

- Pemeriksaan laboratorium

- Pemberian antibiotic profilaksi

- Pasang NGT, DC

- Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan

4. Tahap IV :

a. Pembedahan spesifik

- Debridemen

- Kraniotomi yang cukup luas

- EDH bila CT Scan menunjukkan lesi yang jelas, bila < 1,5 – 1cm

belum perlu operasi


13
- Hematom intra serebral dan kontusio serebri dengan efek massa

yang jelas.

- Intra ventrikuler hematoma 9 kraniotomi – aspirasi hematoma,

bila timbul tanda-tanda hidrosepalus dilakukan vpshunt)

- Pada laserasi otak

- Pada fraktur kepala terbuka dan fraktur yang menekan tertutup

b. Keperawatan

Penatalaksanaan Perawatan pada pasien post operasi Craniotomi

adalah:

1. Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.

2. Mempercepat penyembuhan.

3. Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin seperti sebelum

operasi.

4. Mempertahankan konsep diri pasien.

5. Mempersiapkan pasien pulang.

* Perawatan Pasca Operasi pada pasien craniostomi antara lain

1. Tindakan keperawatan post operasi

a. Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output

b. Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.

c. Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati,

jangan sampai drain tercabut.

d. Perawatan luka operasi secara steril.

2. Makanan

Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan

menelan makanan sesudah pembedahan. makanan yang dianjurkan

pada pasien post operasi adalah makanan tinggi protein dan vitamin

C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka,


14
sedangkan vitamin C yang mengandung antioksidan membantu

meningkatkan daya tahan tubuh untuk pencegahan infeksi.

Pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral).

Biasanya makanan baru diberikan jika Perut tidak kembung,

Peristaltik usus normal, Flatus positif, dan Bowel movement

positif

3. Mobilisasi

Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar

keadaanya stabil. Biasanya posisi awal adalah terlentang, tapi juga

harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi dekubitus.

Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk

melakukan ambulasi dini.

4. Pemenuhan kebutuhan eliminasi

a. Sistem Perkemihan.

Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam

post anesthesia inhalasi, IV, spinal.

b. Sistem Gastrointestinal.

1). 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat􀀀Mual

muntah menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat

meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta TIO

meningkat.

2). Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus.

3). Jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.

4) . Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post

operatif dengan decompresi dan drainase lambung.

c. Meningkatkan istirahat.

d. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.

e. Memonitor perdarahan.
15
f. Mencegah obstruksi usus.

g. Irigasi atau pemberian obat.

H. Pemeriksaan Penunjang

a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,

menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. indikasi ct

scan nyeri kepala atau muntah-muntan, penurunan GCS lebih 1

point, adanya leteralisasi yang tidak sesuai, tidak ada perubahan

selama 3 hari perawatan dan luka tembus akibat benda tajam atau

peluru.

b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti

pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.

c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrakranial.

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan

1. BREATHING

Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama

jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,

frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia

breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana

karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada

jalan napas.

16
2. BLOOD:

Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah

bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan

transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan

mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda

peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung

(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

3. BRAIN

a. Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi

adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran

sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,

kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan

hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada

nervus cranialis, maka dapat terjadi :

b. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,

konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan

memori).

c. Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia,

kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

d. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada

mata.

e. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.

f. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus

vagus

g. menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.

h. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh

kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.

17
4. BLADER

Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,

inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

5. BOWEL

Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,

muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan

selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses

eliminasi alvi.

6. BONE

Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi.

Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi

dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-

otot antagonis yang terjadi karena

rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan

refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

B. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri akut b.d agent cidera biologis kontraktur (terputusnya jaringan

tulang; tindakan invasi).

2. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan persepsi/kognitif, terapi

pembatasan/kewaspadaan keamanan, misal tirah baring, immobilisasi.

3. Kerusakan memori b.d hipoksia, gangguan neurologis.

4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas,

ditandai dengan dispnea.

5. Resiko kekurangan volume cairan b.d perubahan kadar elektrolit

serum (muntah).

6. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d trauma jaringan otak.

7. Resiko perdarahan b.d trauma, riwayat jatuh.

18
8. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d penurunan ruangan

untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral.

9. Resiko infeksi.

10. Resiko cidera b.d penurunan tingkat kesadaran, gelisah, agitasi,

gerakan involunter dan kejang.

11. Ansietas

19
C. Intervensi keperawatan

20
D. Evaluasi

Kriteria Evaluasi

Hasil yang diharapkan setelah perawatan pasien post operasi, meliputi;

1. Tidak timbul nyeri luka selama penyembuhan.

2. Luka insisi normal tanpa infeksi.

3. Tidak timbul komplikasi.

4. Pola eliminasi lancar.

5. Pasien tetap dalam tingkat optimal tanpa cacat.

6. Kehilangan berat badan minimal atau tetap normal.

7. Sebelum pulang, pasien mengetahui tentang :

a) Pengobatan lanjutan.

b) Jenis obat yang diberikan.

c) Diet.

d) Batas kegiatan dan rencana kegiatan di rumah.

 Discharge Planning

1. Jangan terjadi cedera kepala yang kedua kalinya.

2. Jika mengendarai kendaraan biasakan untuk mentaati peraturan

sehingga dapat menghindarkan dari kecelakaan.

3. Segera bawa ke rumah sakit jika terjadi muntah dan sakit kepala

yang tak tertahankan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer C suzanne, Bare Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Mansjoer, dkk. 2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius

Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta : EGC

NANDA International Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017.
Edisi 10. Jakarta :EGC

NANDA International Inc. 2016.Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC

Nurarif, A.H. & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis
Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja

Oda Debora. 2013. Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Salemba Medika

Judith m.Wilkinson.2016. Diagnosis Keperawatan Edisi 10 .Jakarta:EGC

22

Anda mungkin juga menyukai