Anda di halaman 1dari 2

1.

Tujuan hukum yang dikemukakannya tersebut oleh berbagai pakar diidentikkan juga sebagai tujuan
hukum Adapun tiga tujuan hukum tersebut adalah kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
Suatu hukum yang baik setidaknya harus memenuhi tiga hal pokok yang sangat prinsipil yang hendak
dicapai, yaitu : Keadilan, Kepastian dan Kemanfaatan. Setelah dilihat dan ditelaah dari ketiga sisi yang
menunjang sebagai landasan dalam mencapai tujuan hukum yang diharapkan.Maka jelaslah ketiga hal
tersebut berhubungan erat agar menjadikan hukum, baik dalam artian formil yang sempit maupun dalam
arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek
hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan
kewenangan oleh Undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tetapi jika ketiga hal tersebut dikaitkan dengan kenyataan yang
ada dalam kenyataanya sering sekali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan kemanfaatan, atau
antara keadilan dengan kepastian hukum, antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan. Sebagai
contoh dalam kasus-kasus hukum tertentu, kalau hakim menginginkan keputusannya adil (menerut persepsi
keadilan yang dianut oleh hukum tersebut tentunya) bagi si penggugat atau tergugat atau bagi si terdakwa,
maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas,sebaliknya kalau kemanfaatan
masyarakat luas dipuaskan, perasaan keadilan bagi orang tertentu terpaksa dikorbankannya. Maka dari itu
pertama-tama kita harus memprioritaskan keadilan barulah kemanfaatan dan terakhir adalah kepastian
hukum. Idealnya diusahakan agar setiap putusan hukum, baik yang dilakukan oleh hakim, jaksa, pengacara
maupun aparat hukum lainnya, seyogyanya ketiga nilai dasar hukum itu dapat diwujudkan secara bersama-
sama, tetapi manakala tidak mungkin, maka haruslah diprioritaskan keadilan, kemanfaatan dan kepastian
hukum.
Selanjutnya di dalam prakteknya penegakan hukum dapat terjadi dilematik yang saling berbenturan antara
ketiga unsur tujuan hukum diatas, dimana dengan pengutamaan “ kepastian hukum “ maka ada
kemungkinan unsur-unsur lain diabaikan atau dikorbankan. Demikian juga jika unsur “ kemanfaatan “ lebih
diutamakan, maka kepastian hukum dan keadilan dapat dikorbankan. Jadi kesimpulanya dari ketiga unsur
tujuan hukum tersebut diatas harus mendapat perhatian secara Proporsional yang seimbang.
2. A. Menurut Van Vollenhoven: “Hukum adat adalah aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang-orang
pribumi dan timur asing, yang di satu pihak mempunyai sangsi (maka dikatakan hukum) dan di lain pihak
tidak dikodifikasi (maka dikatakan adat)
b. Tingkah laku Positif yaitu hukum yang dinyatakan berlaku di sini dan kini. Sanksi yaitu reaksi/konsekuensi
dari pihak lain atas pelanggaran suatu norma (hukum). Kodifikasi yaitu pembukuan sistematis suatu
daerah/lapangan/bidang hukum tertentu sebagai kesatuan secara bulat (semua bagian diatur), lengkap
(yang diatur segala unsurnya) dan tuntas (yang diatur semua soal yang mungkin timbul).
Mengenai definisi hukum adat, C. Van Vollenhoven berpendapat bahwa apabila seorang hakim menghadapi
kenyataan bahwa ada peraturan tingkah laku yang oleh masyarakat dianggap patut dan mengikat para
warga masyarakat serta ada perasaan umum peraturan-peraturan itu harus dipertahankan oleh para
penjabat hukum, maka peraturan-peraturan adat tadi bersifat hukum. Pendapat tersebut dikemukakan
dalam kaitannya untuk membedakan antara Adat dengan Hukum Adat.
Contohnya : Hukum Adat di Papua
Hukum adat di Papua lebih dihormati daripada hukum nasional, sehingga meskipun suatu peristiwa telah
diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, masyarakat akan tetap meminta untuk
memberlakukan hukum adat.
Contoh hukum adat di Papua yang diberlakukan kepada seseorang yang mengakibatkan seseorang
meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas adalah diminta untuk mengganti kerugian dengan uang dan
ternak babi.
Jumlah yang diminta dalam penggantian kerugian tersebut relatif besar sehingga bisa dipastikan akan
memberatkan pelaku untuk membayar biaya ganti rugi dalam bentuk kas dan ternak babi.
3. -Hukum adat masih digunakan dalam lapangan hukum perdata, khususnya dalam perkara waris.
-Secara faktual, masih banyak terdapat eksistensi kehidupan masyarakat adat di pelosok pedalaman
nusantara
-Hukum adat sebagai hukum asli bangsa merupakan sumber serta bahan potensial untuk pembentukan
hukum positif Indonesia dan pembangunan tata hukum Indonesia
4. Berpikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai hakikat, atau berpikir
secara global/menyeluruh, atau berpikir yang dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut
pandang ilmu pengetahuan. Berfikir yang demikian ini debagai upaya untuk dapat berpikir secara tepat dan
benar serta dapat dipertanggungjawabkan.

Pola pikir tradisional mengandung unsur-unsur sebagai berikut.


a. Bersifat sederhana dan memiliki daya pakai serta produktivitas yang relatif rendah.
b. Bersifat tetap atau monoton.
c. Berkaitan erat dengan tradisi masyarakat atau hal-hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat.
d. Dalam beberapa hal memiliki sifat irasional, yaitu tidak mengikuti perkembangan zaman dan tidak
berdasarkan akal pikiran manusia..
Masyarakat di Indonesia, khususnya masyarakat petani, masih percaya
bahwa kebahagiaan hidup manusia merupakan nasib yang sudah
digariskan, bukan karena keberhasilan usaha manusia.

Anda mungkin juga menyukai