Ketentuan Pidana:
Pasal 72
1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan
Ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak
cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
432 hlm; 20 cm
”Writers should be read but not seen. Rarely are they a winsome
sight.”
~Edna Ferber
20
33
54
64
Alex melepaskan headphone yang terpasang di kepalanya de
ngan kasar dan melemparkannya ke atas tempat tidur. Ia
menjauhi keyboard-nya dan berjalan mondar-mandir di kamar.
Ini benar-benar menjengkelkan. Bermain piano dengan satu
tangan terasa sangat menyedihkan. Ditambah lagi, ia belum
mendapat inspirasi untuk melanjutkan lagunya.
Semua ini gara-gara tangannya yang cacat!
Dan tangannya cacat gara-gara gadis itu!
Omong-omong soal gadis itu...
Alex berhenti melangkah dan menatap pintu kamar tidur
nya. Ia memiringkan kepalanya sedikit, memasang telinga.
Hening. Tidak terdengar apa-apa.
Beberapa menit setelah Alex masuk ke kamarnya tadi, ia
Posisi tubuh di mana penari berdiri dengan satu kaki dan kaki lain diangkat
lurus ke belakang dengan sudut lebih dari 90° sehingga tubuhnya condong ke
depan untuk menyeimbangkan kaki belakang
Lompatan panjang dan horizontal, diawali dengan satu kaki dan mendarat
dengan kaki lain. Juga dikenal sebagai split di udara.
Berputar dengan bertumpu pada satu kaki.
82
84
89
113
117
Hari ini adalah hari yang melelahkan, pikir Mia sambil me
nelan pil terakhir yang ada di telapak tangan kirinya, lalu
merangkak ke atas ranjang. Melelahkan, namun menyenang
kan.
119
Sangat menyenangkan malah. Mia tersenyum sendiri se
mentara meringkuk di balik selimut, mencari posisi yang
enak. Suasana hati Alex Hirano yang baik, kunjungan ke
Juilliard, kembali menari di atas panggung—walaupun hanya
sebentar dan bukan untuk pertunjukan apa pun, berkenalan
dan mengobrol dengan pasangan Moratti.
Mia mendesah senang. Tubuhnya terasa berat. Kelopak
matanya juga mulai terasa berat. Hal terakhir yang terlintas
dalam benak Mia sebelum ia tertidur adalah semoga suasana
hati Alex Hirano tetap baik untuk seterusnya.
Malam itu adalah malam pertama dalam tiga minggu ter
akhir ketika Mia akhirnya berhasil tidur selama enam jam
tanpa terbangun.
134
135
”Ray, kau ada di mana?”
”Aku bersama teman-temanku. Main boling. Kenapa?”
”Bukankah seharusnya kau makan malam bersama
Clark?”
”Ah, itu... Kencannya batal.”
”Batal? Kenapa?”
”Katanya dia kurang enak badan, jadi kencannya ditunda
sampai...”
”Kurang enak badan?”
”Ya, begitulah katanya.”
Alex menutup ponsel dengan kening berkerut samar. Gadis
itu sakit?
146
”Clark... Clark...”
Mia mendengar suara yang tidak asing itu memanggil
namanya dengan pelan. Matanya terasa berat, tetapi ia me
maksa diri membukanya dan mendapati dirinya duduk ber
sandar pada Alex Hirano.
Mia menegakkan tubuh dan memandang berkeliling. ”Di
mana aku?” tanyanya dengan suara mengantuk.
”Di apartemenku,” sahut Alex. ”Aku belum membawamu
ke mana-mana.”
Mia mengerjapkan matanya untuk menyadarkan diri dan
tersenyum malu. ”Maaf, aku ketiduran.”
Alex tersenyum dan berdiri. ”Ayo, aku akan mengantarmu
pulang.”
150
Mia keluar dari lift dan alisnya terangkat heran melihat Alex
Hirano berdiri di depan pintu apartemennya yang tertutup.
”Kenapa kau berdiri di situ?” tanya Mia heran.
”Aku baru saja mau meneleponmu,” kata Alex tanpa men
jawab pertanyaan Mia.
”Oh, ya? Ada apa?”
156
Namun Alex lagi-lagi tidak menjawab pertanyaannya.
Laki-laki itu menatap wajah Mia dengan kening berkerut sa
mar, lalu berkata, ”Kau masih terlihat agak pucat. Bagaimana
keadaanmu pagi ini?”
Mia mengerjap dan berdeham. ”Aku sudah sehat,” sahut
nya. Tanpa sadar ia mundur selangkah, tidak ingin Alex
mengulurkan tangan dan meraba keningnya seperti kemarin,
karena tindakan laki-laki itu tidak berakibat baik bagi jan
tungnya. Sungguh. ”Jadi kenapa kau ingin meneleponku?” ta
nya Mia.
”Untuk menyuruhmu tidak usah datang hari ini,” sahut
Alex ringan.
”Oh? Memangnya kenapa?” Mia melirik pintu apartemen
yang tertutup dengan curiga. Apakah ada wanita...? Matanya
163
177
180
205
214
240
”Mia, kau melamun?”
Mia tersentak dan mengalihkan pandangannya dari Alex
Hirano yang sedang berdansa dengan gadis cantik berambut
gelap panjang dan kembali memandang Aaron. ”Maaf, kau
mengatakan sesuatu?”
”Aku tadi berkata bahwa kita akan sering bertemu seka
rang karena aku akan tinggal di New York selama satu bulan
ke depan, selama pertunjukan kami di sini.”
”Oh, begitu,” gumam Mia sambil tersenyum lebar. ”Ya, itu
bagus sekali.”
”Jadi apakah kau punya waktu luang besok siang? Mungkin
kita bisa makan siang bersama?”
”Oh.” Teringat bahwa waktu luangnya kini tergantung pada
Alex Hirano, Mia otomatis kembali memandang ke arah
Mia baru saja keluar dari kamar kecil dan hendak kembali
ke ruang pesta ketika dadanya tiba-tiba terasa sakit. Rasa
sakitnya begitu mendadak sampai ia harus berhenti melang
kah dan menggapai dinding untuk menahan tubuhnya. Ka
rena tidak ingin membuat kehebohan, Mia bergegas meng
hampiri salah satu pintu kaca di dekatnya dan mendapati
245
dirinya berada di taman kecil yang sepi dan disinari bulan.
Udara dingin bulan Desember menerjangnya, tetapi Mia
tidak sempat merasakan dinginnya karena begitu ia mengin
jakkan kaki di taman itu, rasa sakit di dadanya kembali me
nyerangnya. Ia mengerang tertahan dan memejamkan mata
erat-erat. Ia berusaha mengatur napas selagi jatuh terduduk
di salah satu bangku kayu yang berderet di jalan setapak ta
man itu.
Obat, pikir Mia sambil menggigit bibir menahan sakit.
Obatku. Dengan susah payah karena tangannya gemetar, ia
berusaha membuka tas tangan kecilnya dan menuangkan isi
nya yang tidak seberapa ke bangku. Ia meraih tabung plastik
kecil itu dengan panik, membuka tutupnya dan mengeluarkan
sebutir pil yang kemudian dimasukkannya ke dalam mulut.
267
Sialan! gerutu Alex dalam hati. Terkutuklah dirinya. Begitu
kata-kata itu meluncur dari mulutnya, ia langsung sadar
ucapannya terdengar salah. Teramat sangat salah. Ia bisa me
lihat ekspresi Mia berubah dari marah menjadi... menjadi
sesuatu yang membuat Alex ingin melukai dirinya sendiri.
Oh, ya, ia memang marah pada gadis itu karena merahasia
kan kondisi jantungnya. Menurut Alex, Mia benar-benar bo
doh karena mengambil risiko memperparah kondisi jantung
nya dengan membiarkan Alex memperlakukannya seperti
pengurus rumah. Demi Tuhan, Alex bukan monster. Kalau
dia tahu kondisi Mia sejak awal, dia pasti tidak akan me
maksa Mia datang membersihkan apartemennya dan me
nyiapkan makanan untuknya setiap hari.
275
Alex merasa frustrasi sepanjang hari ini. Tidak ada yang bisa
memperbaiki suasana hatinya yang buruk. Semua terlihat
salah di matanya. Semua terasa salah baginya. Tidak ada satu
hal pun yang membuatnya senang. Udara Desember yang
dingin membuatnya marah, suara orang-orang yang meng
obrol di dekatnya membuat kepalanya seolah-olah dihantam
palu, alunan musik di studio ayahnya yang biasanya selalu
bisa menenangkan dirinya hari ini malah terdengar sumbang,
jelek, dan membuatnya semakin jengkel. Pokoknya, hari ini
Alex terlihat begitu menakutkan dan berkali-kali membentak
siapa pun yang kebetulan ada di dekatnya sampai orang-
orang menjauhinya seperti wabah penyakit. Tidak ada yang
berani mendekatinya. Kecuali ayahnya.
304
320
”Aku bukan orang cacat, kau tahu?” tegur Mia ketika Alex
kembali ke ruang duduk sambil membawa sepanci sup jamur
dan semangkuk salad.
Alex meletakkan panci sup dan mangkuk salad di atas
meja rendah di hadapan Mia, lalu menoleh menatap gadis
339
yang duduk memberengut di sofa. ”Astaga, aku tahu kau ti
dak cacat,” katanya dan duduk di samping Mia. ”Tapi berhu
bung tanganku sudah sembuh, sekarang aku bisa menyiapkan
makanan sendiri tanpa perlu membuat dapurku berantakan.
Kau sedang sakit, jadi aku menyuruhmu duduk manis di sini.
Apakah aku salah?”
Mia masih memberengut, tetapi tidak berkata apa-apa.
”Sekarang makanlah,” kata Alex sambil menuangkan sup
ke mangkuk Mia. ”Kuharap rasanya tidak terlalu parah.”
Kali ini Mia mendengus dan tersenyum. ”Mari kita lihat
kemampuan memasakmu.”
”Hei, aku tidak sepenuhnya tidak berguna di dapur, kau
tahu?” protes Alex, pura-pura tersinggung. ”Dulu aku me
mintamu memasak untukku karena aku tidak bisa memasak
346
Alex melongok ke dalam kamar yang ditempati Mia. Setelah
melihat gadis itu sudah tertidur pulas, ia memastikan pintu
kamar tidak tertutup rapat supaya ia bisa mendengar apabila
gadis itu memanggilnya atau membutuhkan sesuatu. Ia kem
bali ke ruang duduk dan memandang berkeliling, memastikan
semuanya sudah beres sebelum ia sendiri masuk ke kamarnya
dan bersiap-siap tidur.
Ia berdiri tepat di tempat Mia berdiri satu jam yang lalu
ketika ia menyatakan perasaannya secara tidak langsung. Se
telah mendengar pengakuan Alex, Mia tidak bereaksi selama
tiga puluh detik penuh. Kemudian ia mengerjap, tersenyum
kecil, dan bergumam, ”Baiklah. Kalau kau sudah tahu akhir
ceritanya, jangan lupa ceritakan padaku.”
Alex harus mengakui bahwa ia merasa kecewa mendengar
Alex tertawa kecil dan menutup ponsel. Kata gadis itu ha
diah untuknya ada di apartemennya?
”Telepon dari Mia?”
Alex mengangkat wajah dan menoleh menatap Ray yang
berdiri di ambang pintu ruang duduk. Ray melangkah masuk
dan duduk di kursi berlengan di samping kursi Alex, di dekat
perapian.
”Di mana Mom dan Dad?” tanya Alex tanpa menjawab
pertanyaan Ray.
”Mom di dapur bersama Nenek dan Dad bermain catur
dengan Kakek di ruang kerja.”
Dee bertepuk tangan dua kali dan berseru, ”Oke, bagus se
kali, Anak-anak. Latihan kita sampai di sini dulu. Besok kita
lanjutkan lagi.”
Mia mengusap kening dengan punggung tangan dan ber
usaha mengatur napasnya yang tersengal.
”Mia sayang, kau luar biasa,” puji Dee sambil menepuk
bahu Mia ketika Mia berjalan melewatinya ke arah bangku
tempat ia meletakkan tasnya. Mia mengucapkan terima kasih
dengan pelan karena masih agak sulit bernapas. Kemudian ia
menjatuhkan diri di samping tasnya, mengeluarkan botol air
minumnya dan meneguknya.
373
405
Hari ini adalah hari kelima belas Alex datang ke rumah sakit
dan diberitahu bahwa Mia masih tidak mau menemuinya.
Alex hanya bisa tersenyum lesu kepada Mrs. Clark yang ter
lihat tersiksa karena tidak bisa membiarkan Alex masuk ke
kamar rawat Mia. Tanpa berkata apa-apa, Alex duduk di
bangku tidak nyaman yang sudah sering didudukinya selama
dua minggu terakhir.
Lima menit kemudian pintu kamar rawat Mia terbuka.
Alex mendongak dan melihat ayah Mia melangkah ke luar.
422
424
Kembali ke apartemennya yang sunyi dan hampa malam itu,
Alex menyalakan lampu ruang duduk dan mengempaskan
diri ke sofa. Ia meletakkan camcorder dari Mr. Clark di atas
meja. Setelah mengamati benda itu sejenak dengan ragu,
akhirnya ia meraih camcorder itu dan menyalakannya.
Gambar yang muncul menggantikan layar hitam kecil di
sana membuat napas Alex tercekat dan ia hampir menjatuh
kan camcorder di tangannya.
”Hai, Alex,” kata Mia yang menatap lurus ke arah Alex
dari layar.
Mendadak mata Alex terasa perih sementara seluruh emosi
yang berhasil dipendamnya selama ini muncul kembali ke
permukaan dan menerjangnya, membuatnya hampir tidak
bisa bernapas. Melihat wajah Mia di layar, mendengar Mia
430
Penerbit
PT Gramedia Pustaka Utama “Walaupun tidak ada hal lain di
Kompas Gramedia Building
Blok I, Lantai 5 dunia ini yang bisa kaupercayai,
Jl. Palmerah Barat 29-37
Jakarta 10270 percayalah bahwa aku mencintaimu.
www.gramediapustakautama.com
Sepenuh hatiku.”