Anda di halaman 1dari 4

JAWABAN RESEP 1

DRP (Drug Related Problem)


a. Bellaphen mempunyai indikasi yang berlawanan dengan coffein, karena bellaphen
mengandung Phenobarbital yang bekerja mendepresi SSP sehingga memberi efek sedatif
sedangkan coffein bekerja dengan menstimulasi SSP sehingga memberi efek
meningkatkan semangat, menghilangkan rasa kantuk, dll.
b. Dosis coffein pada resep under-dose karena berdasarkan literatur, dosis coffein sebagai
adjuvant analgetik adalah 50 mg sedangkan pada resep tertera 20 mg.
Care Plan
a. Mengkonfirmasikan kepada dokter penulis resep mengenai pemisahan Bellaphen dari
obat yang lain.
b. Mengkonfirmasikan kepada dokter penulis resep untuk menaikkan dosis coffein menjadi
50 mg.

KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)


1. Informasikan mengenai nama obat, aturan pakai, kegunaan masing-masing obat, dan
cara penyimpanan yang benar.
2. Informasikan untuk meminum obat secara teratur agar tercapai efek yang diinginkan.
3. Asam mefenamat dan coffein digunakan untuk menghilangkan nyeri atau migren
pada saat sedang bekerja atau beraktivitas karena tidak menimbulkan kantuk dengan
aturan pakai 1x sehari 1 kapsul, diminum bila perlu, setelah makan.
4. Bellaphen digunakan untuk menghilangkan nyeri atau migren pada saat istirahat atau
hendak istirahat dengan aturan pakai maks. 3x sehari 1 tablet, bila perlu dan diminum
setelah makan.
5. Informasikan untuk menghindari hal-hal yang dapat memicu timbulnya gejala atau
penyebab penyakit seperti stres, terlambat makan, makanan pedas, alkohol, merokok.
6. Perbanyak istirahat dan minum air putih, tidur atau beristirahat dalam ruangan yang
gelap dan tenang.
7. Jika gejala sudah tidak dirasakan lagi, maka pengobatan dapat dihentikan.
Monitoring
a. Kondisi pasien, gejala yang dirasakan pasien, semakin membaik atau tidak.
b. Memeriksa kemungkinan terjadinya alergi dan efek samping
Evaluasi
a. Keberhasilan terapi: pasien sembuh atau tidak, gejala atau keluhan hilang/tidak, pasien
dapat beraktivitas seperti biasa.
b. Ada/tidaknya gejala/keluhan dan penyakit lain yang timbul setelah/selama pengobatan.

JAWABAN RESEP KE-2


DRP
a. Penatalaksanaan terapi pada kasus ini kurang tepat, karena pada kasus ini pasien
termasuk penderita TBC kategori I yang seharusnya mendapat terapi dengan INH +
Rifampisin + Pyrazinamid dengan dosis pemberian 1 x sehari untuk fase awal selam 2
bulan. Sedangkan dalam resep, pasien hanya mendapat Rifampisin + Pyrazinamid + Vit.
B6.
b. Dosis Rifampisin yang diberikan pada resep under-dose, dimana maksimum terapi untuk
anak dengan berat badan 20-33 kg adalah 300 mg/hari sedangkan pada resep tertera 270
mg/hari.
c. Dosis terapi untuk berat badan 20-33 kg adalah 600 mg. sedangkan pada resep, dosis
Pyrazinamid tertera 625 mg. Jadi, dosis yang diberikan pada resep over-dose.
Care Plan
a. Mengkonfirmasikan pada dokter untuk menambah INH dengan dosis 1 x sehari
200 mg selama 2 bulan karena pasien termasuk kategoti I.
b. Konfirmasi ke dokter penulis resep untuk meningkatkan dosis rifampisin menjadi 300
mg/hari selama 2 bulan karena dosis pada resep under-dose.
c. Konfirmasi ke dokter penulis resep untuk menurunkan dosis Pyrazinamid menjadi 600
mg/hari selama 2 bulan karena dosis pada resep over-dose.

KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)


1. Berikan informasi pada pasien tentang aturan pakai obat, hal ini untuk menghindari
kesalahan dalam pemakaian obat. Dijelaskan pula bahwa dalam meminum obat harus
teratur dan jangan sampai berhenti karena dalam terapi ini adalah untuk
memusnahkan kuman dan menghindari kambuhnya penyakit serta terjadinya
resistensi. Untuk INH dan Vit. B6 digunakan 1x sehari 1 tablet, diminum sampai
habis sesudah makan. Sedangkan Rifampisin yang merupakan antibiotic diminum 1x
1 tablet sebelum makan dan harus dihabiskan. Pyrazinamid diminum 2x sehari 1
tablet, sesudah makan.
2. Pasien diberi informasi tentang bahaya ketidakpatuhan terhadap minum obat akan
mengakibatkan kegagalan terapi dan basil TBC yang ada dalam tubuh menjadi lebih
kebal terhadap obat, sehingga pengobatan akan menjadi semakin sulit, selain itu
pengobatan harus dimulai dari awal lagi.Oleh karena itu orang tua atau saudara
disarankan agar menjadi pengawas minum obat (PMO).
3. Pasien harus diberi informasi tentang efek samping yang mungkin timbul dari
pemberian obat diatas misalnya kejang, mual, muntah, anoreksia. Urin, tinja, air
ludah, keringat dan air mata berwarna agak kemerahan karena penggunaan
rifampisin, juga cara mengenal gejala gangguan fungsi hati dan dinasehatkan untuk
menghentikan obat serta memeriksakan diri bila timbul Nausea persisten, muntah-
muntah, lesu dan ikterus.
4. Beritahu pasien agar segera periksa kedokter sebelum obat habis (2 hari sebelum obat
habis) untuk menghindari putus obat (fase intensif 2 bulan), dan selama pengobatan
disarankan untuk melakukan tes BTA setiap 2 bulan guna menentukan pengobatan
selanjutnya.
5. Beri penjelasan pada pasien untuk memperbaki pola makan agar tuguh lebih kuat, dan
bila perlu berikan suplemen seperti imunos tablet untuk menambah nafsu makan, dan
juga untuk memperbaiki kondisi tubuh yang tadinya turun.
6. Memberi informasi pada pasien tentang tujuan pengobatan dan yakinkan kepada
pasien bahwa TBC bisa disembuhkan asalkan pasien patuh pada pengobatan.
7. Hindari asap rokok untuk mencegah kekambuhan penyakit.
8. Anjurkan pasien untuk hidup bersih dan sehat, agar tidak terjadi penularan pada
anggota keluarga yang lain, misalnya dengan menggunakan alat makan seperti piring,
sendok ataupun gelas sendiri, tidak bercampur/bergantian dengan anggota keluarga
lain.
9. Beritahu PMO, bila lupa minum obat, obat langsung diminum saat ingat namun tidak
boleh lebih dari 1 x sehari.
Monitoring
a. Kepatuhan pasien minum obat, guna mencegah terjadinya resistensi dan untuk mencapai
efek terapi yang diinginkan.
b. Monitor apakah sakit yang diderita pasien berkurang atau bertambah parah. Adakah
gejala lain yang muncul setelah menjalani pengobatan.
c. Monitor adanya efek samping seperti mual, muntah, urin kemerahan, bila terjadi mual
muntah berlebih, lakukan tes fungsi hati SGPT/SGOT, kreatinin serum darahnya dan
konsultasikan hasilnya pada dokter.
d. Memeriksa hasil tes BTA untuk melihat perkembangan bakterinya didalam sputum, juga
dilihat foto rontgen pasien dan nilai LED (laju endap darah) untuk melihat apakah masih
ada infeksi pada pasien.
Evaluasi
d. Keberhasilan terapi: pasien sembuh atau tidak, gejala atau keluhan hilang/tidak.
Kepatuhan pasien minum obat dapat dilihat dari sisa obat, sesuai/tidak.
e. Perhatikan adanya gejala atau penyakit lain karena reaksi dari obat, selama pengobatan.
f. Perhatikan hasil pemeriksaan sputum, LED, foto rontgen, SGPT/SGOT dan kreatinin
ureum darahnya apakah menunjukkan nilai normal atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai