Disusun Oleh:
ANI NURAENI
191FK09059
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu
F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri,
pada keluarga: mengingkari.
G. Fase-fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya
ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi
karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang
tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas,
seseorang tetap memasang self ideal yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self
reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh,
support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan
koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang
dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari
sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super
Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya
klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi
( rantai yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham
dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.
H. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya
tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.
I. Rentang Respon
Gangguan TUM : 1.1 Setelah ... X interaksi - Bina hubungan saling percaya
proses Klien dapat mengontrol klien : dengan klien
pikir : wahamnya a. Mau menerima a. Beri salam
waham TUK : kehadiran perawat b. Perkenalkan diri,
disampingnya Tanyakan nama, serta
1. Klien dapat
b. Mengatakan mau nama panggilan yang
membina hubungan
menerima bantuan disukai
saling percaya
perawat c. Jelaskan tujuan interaksi
dengan perawat
c. Tidak menunjukkan d. Yakinkan klien dalam
tanda-tanda curiga keadaan aman dan
d. Mengijinkan duduk perawat siap menolong
disamping dan mendampinginya
e. Yakinkan bahwa
kerahasiaan klien akan
tetap terjaga
f. Tunjukkan sikap terbuka
dan jujur
g. Perhatikan kebutuhan
dasar dan bantu pasien
memenuhinya
TUK : 1.2 Setelah ... X interaksi - Bantu klien untuk
2. Klien dapat Klien : mengungkapkan perasaan dan
mengidentifikasi a. Klien menceritakan pikirannya
perasaan yang ide-ide dan perasaan a. Diskusikan dengan klien
muncul secara yang muncul secara pengalaman yang dialami
berulang dalam berulang dalam selama ini termasuk
pikiran klien pikirannya hubungan dengan orang
yang berarti, lingkungan
kerja, sekolah, dsb
b. Dengarkan pernyataan
klien dengan empati
tanpa mendukung atau
menentang pernyataan
wahamnya
c. Katakan perawat dapat
memahami apa yang
diceritakan klien
TUK : 1.3 Setelah ... X interaksi - Bantu klien mengidentifikasi
3. Klien dapat klien kebutuhan yang tidak
mengidentifikasi a. Dapat menyebutkan terpenuhi serta kejadian yang
stresor atau pencetus kejadian sesuai menjadi faktor pencetus
wahamnya dengan urutan waktu wahamnya
serta harapan atau a. Diskusikan dengan klien
kebutuhan dasar yang tentang kejadian-kejadian
tidak terpenuhi traumatik yang
seperti harga diri, menimbulkan rasa takut,
rasa aman, dsb ansietas maupun perasaan
b. Dapat menyebutkan tidak dihargai
hubungan antara b. Diskusikan kebutuhan
kejadian traumatik atau harapan yang belum
kebutuhan tidak terpenuhi
terpenuhi dengan c. Diskusikan cara-cara
wahamnya mengatasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi dan
kejadian traumatik
d. Diskusikan dengan klien
antara kejadian-kejadian
tersebut dengan
wahamnya
TUK 1.4 Setelah ... X interaksi - Bantu klien mengidentifikasi
4. Klien dapat klien menyebutkan keyakinan yang salam tentan
mengidentifikasi perbedaan pengalaman situasi yang nyata (bila klien
wahamnya nyata dengan pengalaman sudah siap)
wahamnya a. Diskusikan dengan klien
pengalaman wahamnya
tanpa berargumentasi
b. Katakan kepada klien
akan keraguan perawat
tehadap pernyataan klien
c. Diskusikan dengan klien
respon perasaan terhadap
wahamnya
d. Diskusikan frekuensi,
intensitas dan durasi
terjadinya waham
e. Bantu klien membedakan
situasi nyata dengan
situasi yang
dipersepsikan salah oleh
klien
TUK 1.5 Setelah ... X interaksi - Diskusikan tentang
5. Klien dapat klien menjelaskan pengalaman-pengalaman
mengidentifikasi gangguan fungsi hidup yang tidak menguntungkan
konsekuensi dari sehari-hari yang sebagai akibat dari wahamnya
wahamnya diakibatkan ide-ide atau seperti :Hambatan dalam
pikirannya yang tidak berinteraksi dengan keluarga,
sesuai dengan kenyataan Hambatan dalam interaksi
seperti : dengan orang lain dalam
a. Hubungan dengan melakukan aktivitas sehari-
keluarga hari
b. Hubungan dengan - Ajak klien melihat bahwa
orang lain waham tersebut adalah
c. Aktivitas sehari-hari masalah yang
d. Pekerjaan membutuhkan bantuan
e. Sekolah dari orang lain
f. Prestasi, dsb - Diskusikan dengan klien
tentang orang atau tempat
ia dapat meminta bantuan
apabila wahamnya timbul
atau sulit di kendalikan
TUK 1.6 Setelah ...X interaksi klien - Diskusikan hobi atau aktivitas
6. Klien dapat melakukan aktivitas yang yang disukainya
melakukan teknik konstruktif sesuai dengan - Anjurkan klien memilih dan
distraksi sebagai cara minatnya yang dapat melakukan aktivitas yang
menghentikan pikiran menglihkan fokus klien membutuhkan perhatian dan
yang terpusat pada dari wahamnya keterampilan
wahamnya - Ikut sertakan klien dalam
aktivitas fisik yang
membutuhkan perhatian
sebagai pengisi waktu luang
- Libatkan klien pada topik-
topik yang nyata
- Anjurkan klien untuk
bertanggung jawab secara
personal dalam
mempertahankan atau
meningkatkan kesehatan dan
pemulihannya
- Beri penghargaan bagi setiap
upaya klien yang positif
TUK 1.7 Setelah ... X interaksi - Diskusikan pentingnya peran
7. Klien mendapat keluarga dapat keluarga sebagai pendukung
dukungan keluarga menjelaskan tentang cara untuk mengatasi waham
mempraktekkan cara - Diskusikan potensi keluarga
merawat klien waham untuk membantu klien
mengatasi waham
- Jelaskan pada keluarga
tentang
a. Pengertian waham
b. Tanda gejala waham
c. Penyebap dan akibat
waham
d. Cara merawat klien
waham
- Latih keluarga cara merawat
waham
- Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatih
- Beri pujian pada keluarga
atas keterlibatannya merawat
klien di rumah
TUK 1.8 Setelah ... X interaksi - Diskusikan dengan klien
8. Klien dapat dengan klien, dapat tentang manfaat dan
memanfaatkan obat mendemonstrasikan kerugian tidak minum obat
dengan baik penggunaan obat dengan - Pantau klien saat
baik penggunaan obat, beri pujian
jika klien menggunakan obat
1.9 Setelah ... X interaksi dengan benar
klien menyebutkan akibat - Diskusikan akibat klien
berhenti minum obat berhenti minum obat tanpa
tanpa konsultasi dengan konsultasi dengan dokter
dokter - Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada perawat
atau dokter jika terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.
V. Implementasi Keperawatan
Keperawatan Keluarga
Waham SP I p SP I k
VI. EVALUASI
A. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.
B. Etiologi
Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
D. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
1) Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5) Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
E. Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri,pergerakan mata cepat, diam,
asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit, kesukaran
berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi (Stuart & Sudden, 1998)
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.
F. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1) Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.
2) Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3) Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4) Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain, yaitu (Residen bagian Psikiatri UCLA, 1990):
1) Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan anti-
psikosis.
Isolasi sosial
Penyebab
J. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko mencedrai diri b.d halusinasi pendengaran
2) Gangguan persepsi sensori b.d menarik diri
3) Isolasi social: menarik diri b.d harga diri rendah kronis
Gangguan sensori TUM: Klien dapat Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya
persepsi: mengontrol menunjukkan tanda – tanda dengan menggunakan prinsip
halusinasi halusinasi yang percaya kepada perawat : komunikasi terapeutik :
dialaminya 1. Ekspresi wajah a. Sapa klien dengan ramah
(lihat/dengar/peng
Tuk 1 : bersahabat. baik verbal maupun non verbal
hidu/raba/kecap) 2. Menunjukkan rasa b. Perkenalkan nama, nama
Klien dapat membina senang. panggilan dan tujuan perawat
hubungan saling 3. Ada kontak mata. berkenalan
percaya 4. Mau berjabat tangan. c. Tanyakan nama lengkap
5. Mau menyebutkan dan nama panggilan yang
nama. disukai klien
6. Mau menjawab salam. d. Buat kontrak yang jelas
7. Mau duduk e. Tunjukkan sikap jujur dan
berdampingan dengan menepati janji setiap kali
perawat. interaksi
8. Bersedia f. Tunjukan sikap empati dan
mengungkapkan masalah menerima apa adanya
yang dihadapi. g. Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
h. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
klien
i. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien
TUK 3 : 3.1. Setelah 1x interaksi klien 3.1. Identifikasi bersama klien cara
Klien dapat menyebutkan tindakan atau tindakan yang
mengontrol yang biasanya dilakukan dilakukan jika terjadi
halusinasinya untuk mengendalikan halusinasi (tidur, marah,
halusinasinya menyibukan diri dll)
3.2. Setelah 1x interaksi klien 3.2. Diskusikan cara yang
menyebutkan cara baru digunakan klien,
mengontrol halusinasi Jika cara yang digunakan
adaptif beri pujian.
3.3. Setelah 1x interaksi klien Jika cara yang digunakan
dapat memilih dan maladaptif diskusikan
memperagakan cara kerugian cara tersebut
mengatasi halusinasi 3.3. Diskusikan cara baru untuk
(dengar/lihat/penghidu/raba/ memutus/ mengontrol
kecap ) timbulnya halusinasi :
j. Katakan pada diri sendiri
3.4. Setelah 1x interaksi klien bahwa ini tidak nyata
melaksanakan cara yang ( “saya tidak mau dengar/
telah dipilih untuk lihat/ penghidu/ raba /kecap
mengendalikan pada saat halusinasi terjadi)
halusinasinya k. Menemui orang lain
3.5. Setelah 1x pertemuan klien (perawat/teman/anggota
mengikuti terapi aktivitas keluarga) untuk
kelompok menceritakan tentang
halusinasinya.
l.
Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari yang
telah di susun.
m. Meminta keluarga/teman/
perawat menyapa jika
sedang berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan latih
untuk mencobanya.
TUK:
1. Klien dapat 1. Setelah 1X interaksi klien
membina hubungan menunjukkan tanda-tanda
saling percaya percaya kepada / terhadap
perawat:
o Wajah cerah, tersenyum
o Mau berkenalan 1.1.Bina hubungan saling percaya
o Ada kontak mata dengan:
o Bersedia menceritakan • Beri salam setiap
perasaan berinteraksi.
o Bersedia mengungkapkan • Perkenalkan nama, nama
masalahnya panggilan perawat dan tujuan
o Bersedia mengungkapkan perawat berkenalan
masalahnya • Tanyakan dan panggil nama
kesukaan klien
• Tunjukkan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
berinteraksi
• Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi kllien
• Buat kontrak interaksi yang
jelas
• Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien
2. Klien mampu 2.Setelah 1 x interaksi klien 2.1 Tanyakan pada klien tentang:
menyebutkan dapat menyebutkan minimal • Orang yang tinggal serumah /
penyebab menarik satu penyebab menarik diri dari: teman sekamar klien
diri o diri sendiri • Orang yang paling dekat
o orang lain dengan klien di rumah/ di
o lingkungan ruang perawatan
• Apa yang membuat klien
dekat dengan orang tersebut
• Orang yang tidak dekat
dengan klien di rumah/di
ruang perawatan
• Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang
tersebut
• Upaya yang sudah dilakukan
agar dekat dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien
penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul dengan
orang lain.
2.3 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Klien mampu 3. Setelah 1x interaksi 3.1. Tanyakan pada klien
menyebutkan dengan klien dapat tentang :
keuntungan menyebutkan keuntungan • Manfaat hubungan sosial.
berhubungan sosial berhubungan sosial, misalnya • Kerugian menarik diri.
dan kerugian menarik o banyak teman 3.2. Diskusikan bersama klien
diri. o tidak kesepian tentang manfaat berhubungan
o bisa diskusi sosial dan kerugian menarik
o saling menolong, diri.
dan kerugian menarik diri, 3.3. Beri pujian terhadap
misalnya: kemampuan klien
o sendiri mengungkapkan
o kesepian perasaannya.
o tidak bisa diskusi
4. Klien dapat 4. Setelah 1x interaksi klien 4.1 Observasi perilaku klien saat
melaksanakan dapat melaksanakan hubungan berhubungan sosial .
hubungan sosial sosial secara bertahap dengan: 4.2 Beri motivasi dan bantu klien
secara bertahap o Perawat untuk berkenalan /
o Perawat lain berkomunikasi dengan :
o Klien lain • Perawat lain
• Klien lain
• Kelompok
4.3 Libatkan klien dalam
4.4 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan
klien bersosialisasi
4.5 Beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan sesuai
dengan jadwal yang telah
dibuat.
4.6 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
memperluas pergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakan.
perilaku kekerasan.
SP II SP II
1. Memvalidasi masalah 1. Melatih keluarga
dan latihan sebelumnya. mempraktekkan cara merawat
2. Melatih pasien cara pasien dengan halusinasi
kontrol halusinasi dengan 2. Melatih keluarga
berbincang dengan orang lain melakukan cara merawat
3. Membimbing pasien langsung kepada pasien
memasukkan dalam jadwal halusinasi
kegiatan harian.
SP III SP III
1. Memvalidasi masalah 1. Membantu keluarga
dan latihan sebelumnya. membuat jadual aktivitas di
2. Melatih pasien cara rumah termasuk minum obat
kontrol halusinasi dengan (discharge planning)
kegiatan (yang biasa 2. Menjelaskan follow up
dilakukan pasien). pasien setelah pulang
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP IV
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara
kontrol halusinasi dengan
teratur minum obat (prinsip 5
benar minum obat).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis
maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting
karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus
anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal
dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim
dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun
teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi
apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut,
yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi
dan menerima (mutuality).
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap
dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.
Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
Sikap bermusuhan/hostilitas
Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
Ekspresi emosi yang tinggi
Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku
psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada
tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang
berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai
usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-
masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi
dan regrasi.
C. POHON MASALAH
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data Obyektif:
▪ Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
TUK 1 : Klien
dapat membina Setelah 2 X interaksi 1. Bina hubungan Hubungan saling
hubungan saling klien menunjukan saling percaya percaya merupakan
percaya tanda-tanda percaya dengan : langkah awal untuk
kepada atau terhadap - beri salam setiap melakukan interaksi
perawat : berinteraksi
- Wajah cerah, - Perkenalkan nama,
tersenyum nama panggilan
- Mau berkenalan perawat, dan tujuan
- Ada kontak mata perawat berkrnalan
- Bersedia - Tanyakan dan
menceritakan perasaan panggil nama
- Berseddia kesukaan klien
mengungkapkan - Tunjukan sikap
masalahnya jujur dan menepati
janji setiap kali
berinteraksi
- Tanyakan perasaan
dan masalah yang
dihadapi klien
- Buat kontrak
interaksi yang jelas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
ekspresi perasaan
klien
TUK 2 : 2.Setelah 2 kali 1.Tanyakan pada Dengan mengetahu
Klien mampu interaksi klien dapat klien tentang : tanda-tanda dan
menyebutkan menyebutkan minimal - Orang yang tinggal gejala, kita dapat
penyebab tanda satu penyebab serumah atau menentukan langkah
dan gejala isolasi menarik diri : dengan sekamar intervensi selanjutnya
sosial -Diri Sendiri klien
- Orang lain - Orang yang paling
- Lingkungan dekat ddengan klien
dirumah atau
diruangan perawatan
- Apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
- Orang yang tidak
dekat dengan klien
dirumah atau
diruangan perawat
- Apa yang membuat
klien tidak dekat
dengan orang
tersebut
- Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang
tersebut
2.Diskusikan dengan
klien penyebab
menarik diri / tidak
mau bergaul dengan
orang lain
3.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya
3.Libatkan klien
dalam terapi
aktivitas kelompok
sosialisasi
4.Diskusikan jadwal
harian yang
dilakukan untuk
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi
6.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
memperluas
pergaulanya melalui
aktifitas yang
dilaksanakan
4.Latih keluarga
cara merawat klien
menarik diri
5.Tanyakan
perasaan keluarga
setelah mencoba
cara yang dilatihkan
6.Beri motivasi
keluarga agar
membantu klien
bersosialisasi
TUK :1
Klien dapat
membantu 1.1.Setelah 2X 1.bina hubungan Hubungan saling
hubungan saling interaksi dengan klien, saling percaya percaya merupakan
percaya klien menunjukkan dengan prinsip langkah awal untuk
tanda percaya kepada komunikasi melakukan interaksi
perawat : teraupetik :
-ekpresi bersahabat -sapa klien dengan
-ada kontak mata ramah , baik verbal
-menunjukkan rasa maupun non verbal
senang - perkenalkan nama
-mau berjabat tangan lengkap, nama
-mau duduk panggilan dan tujuan
berdampingan dengan berkenalan
perawat - tanyakan nama
-mengungkapkan yang disukai klien
masalah yang -buat kontrak yang
dihadapi jelas
-tunjukkan sikap
jujur dan menepati
janji
-beri perhatian
kepada klien dan
perhatian kebutuhan
dasar klien
-tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang dihadapi klien
1. adakan kontrak
langsung dan
singkat secara
2.1.setelah 2X bertahap
TUK 2 : interaksi klien 2. observasi tingkah Mengetahui apakah
klien dapat menyebutkan laku klien terkait halusinasi datang dan
mengenal -isi dengan menentukan tindakan
halusinasinya -waktu halusinasinya. yang tepat atas
-frekuensi -tanyakan apakah halusinasinya
-situasi dan kondisi klien mengalami
yang menimbulkan halusinasi
halusinasi -jika klien
menjawabnya,
tanyakan apa yang
dialaminya
-katakan bahwa
perawat percaya
1.identifikasi
bersama klien cara
atau tindakan yang
TUK : 3 1.setelah ... kali dilakukan jika
klien dapat interaksi klien terjadi halusinasi Klien dapat
mengontrol menyebutkan tindakan 2. diskusikan cara melakukan tindakan
halusinasi yang biasanya yang digunakan yang tepat saat
dilakukan untuk klien halusinasinya muncul
mengendalikan -jika cara yang
halusinasinya digunakan adaptif,
2. setelah... kali beri pujian
interaksi klien -jika cara yang
menyebutkan cara digunkan maladaptif
baru mengontrol diskusikan kerugian
halusinasi cara tersebut
3. setelah .. kali 3. diskusikan cara
interaksi klien dapat baru untuk
memilih dan mengontrol
memperagakan cara halusinasi
megatasi halusinasi -katakan pada diri
4. setelah.. klia sendiri ini tidak
interaksi, klen nyata (saya tidak
melaksanakan cara mau mendengar)
yang telah dipilih -menemui orang
untuk mengendalikan tua /perawat untuk
halusinasi dengar menceritakan
5. setelah 2X tentang
interaksi, klien halusinasinya
mengikuti terapi -membuat dan
aktivitas kelompok melaksanakan
jadwal kegiatan
sehari-hari yang
telah disususn
TUK : 4 1.setelah 2X interaksi 1.diskusikan denagn Minum obat dapa
klien dapat klien dapat klien tentang mengurangi halusinasi
memanfaatkan menyebutkan : manfaat dan klien
obat dengan baik -manfaat dari minum kerugian tidak
obat minum obat, nama,
-kerugian tidak warna, dosis, dan
minum obat efek terapi dan efek
-nama, warna, dosis, samping
efek terapi dan efek penggunaan obat
samping obat 2. pantau klien saat
2. setelah ... kali penggunaan obat
interaksi klien 3. beri pujian bila
mendemonstrasikan klien menggunakan
penggunaan obat obat dengan benar
dengan benar 4. diskusikan akibat
3. setelah.. kali berhenti minum obat
interaksi tanpa konsultasi
klienmenyebutkan denagn dokter
akibat berhenti minum 5. anjurkan klien
obat untuk konsultasi
kepada
dokter/perawat jika
terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
1.bina hubungan
saling percaya
a.sapa klien dengan
TUM : 1.klien dapat ramah, baik verbal
3. Harga Diri Klien dapat mengungkapkan maupun nonverbal
rendah melakukan perasaannya b.perkenalkan diri Hubungan saling
hubungan sosial 2.ekspresi wajah dengan sopan percaya akan
secara bertahap bersahabat c.tanya nama menimbulkan
3.ada kontak mata lengkap klien dan kepercayaan klien
TUK 1 : 4.menunjukkan rasa nama panggilan pada perawat
Klien dapat senang yang disukai klien sehingga akan
membina 5.mau berjabat tangan d.jelaskan tujuan memudahkan dalam
hubungan saling 6.mau menjawab pertemuan, jujur dan pelaksanaan tindakan
percaya salam menepati janji selanjutnya
7.klien mau duduk e.tunjukkan sikap
berdampingan empati dan
8.klien mau menerima klien apa
mengutarakan adanya
masalah yang f.beri perhatian pada
dihadapi klien
2.beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perasaannya tentang
penyakit yang
dideritanya
3.sediakan waktu
untuk mendengarkan
klien
1.diskusikan
kemampuan klien
yangmasih dapat
digunakan selama
sakit
2.diskusikan juga
kemampuan yang
1.kebutuhan klien dapat dilanjutkan
terpenuhi penggunaan di
TUK 3 : 2.klien dapat rumah sakit dan Peningkatan
Klien dapat melakukan aktivitas dirumah nanti kemampuan
menilai terarah mendorong klien
kemampuan yang untuk mandiri
dapat digunakan
1.rencanakan
bersama klien
aktivitas yang masih
dapat dilakukan
setiap hari sesuai
kemampuan :
kegiatan mandiri,
1.klien mampu kegiatan dengan
TUK 4: beraktivitas sesuai bantuan minimal,
Klien dapat kemampuan kegiatan dengan Pelaksanaan kegiatan
menetapkan dan 2.klien mengikuti bantuan total secara mandiri modal
merencanakan terapi aktivitas 2.tingkatkan awal untuk m
kegiatan sesuai kelompok kegiatan sesuai eningkatkan harga diri
dengan dengan toleransi rendah
kemampuan yang kondisi klien
dimiliki 3.beri contoh cara
pelaksanaan
kegiatan yang boleh
klien lakukan
(sering klien takut
melaksanakanny)
1.beri kesempatan
klien untuk mencoba
kegiatan yang
direncanakan
2.beri pujian atas
keberhasilan klien
3.diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan
Klien mampu dirumah
TUK 5 : beraktivitas sesuai Dengan aktivitas klien
Klien dapat kemampuan akan mengetahui
melakukan kemampuannya
kegiatan sesuai 1.beri pendidikan
kondisi sakit dan kesehatan pada
kemampuannya keluarga klien
tentang cara
merawat klien harga
diri rendah
2.bantu keluarga
memberi dukungan
selama klien dirawat
3.bantu keluarga
TUK 6 : 1.klien mampu menyiapkan Perhatian keluarga
Klien dapat melakukan apa yang lingkungan dirumah dan pengertian
memanfaatkan diajarkan keluarga akan dapat
sistem pendukung 2.klien mau membantu
yang ada memberikan meningkatkanharga
dukungan diri klien.
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH
a. Pengertian
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit
Rasa bersalah terhadap diri sendiri
Merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu
Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
Percaya diri kurang
Mencederai diri
b. Penyebab
- Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit
- Rasa bersalah terhadap diri sendiri
- Merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu
- Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
- Percaya diri kurang
- Mencederai diri
- Konsentrasi menurun
- Menyangkalfek labil
- Regresi perkembangan
d. Akibat
Data Obyektif
a. Menyendiri
b. Diam
c. Ekspresi wajah murung, sedih
d. Sering larut dalam pikiranya sendiri
Data Obyektif :
a. Wajah tegang dan merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot, rahang menutup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
Berduka disfungsional
V. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Isolasi sosial : menarik diri
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Tindakan:
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
▪ K–P
▪ K – P – P lain
▪ K – P – P lain – K lain
▪ K – Kel/Klp/Masy
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
Tindakan:
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain.
Tindakan:
▪ Jelaskan tujuan
▪ Buat kontrak
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN
Menurut stuart dan laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
1.3.1 Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan p
enyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengur
angi ketegangan akibat rasa marah.
1.3.2 Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau k
einginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang m
enyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerja
nya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, me
ncumbunya.
1.3.3 Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayaka
n masuk kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pad
a orangtuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua meru
pakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan, sehingga perasaan b
enci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
1.3.4 Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspr
esikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan d
an menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kas
ar.
1.3.5 Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya berm
usuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mul
anya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun m
arah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena mengg
ambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang perangan denga
n temennya.
1.4 Tanda Dan Gejala
Perilaku Kekerasan
Diagnos Perencanaan
No.D a Tujuan Kriteria
Tgl Intervensi Rasional
x Keperaw Evaluasi
atan
1 2 3 4 5 6 7
Perilaku 1.Klien da 1.1 klien mau memba 1.1.1 beri salam/ panggi Hubungan sali
kekerasa pat membi las salam l nama klien ng percaya mer
n na hubung 1.2 klien mau menjab 1.1.2 sebutkan nama per upakan landasa
an saling p at tangan awat sambil jabat tanga nn utama untu
ercaya 1.3 klien mau menye n k hubungan sel
butkan nama 1.1.3 jelaskan maksud h anjutnya.
1.4 klien mau terseny ubungan interaksi
um 1.1.4 jelaskan tentang k
1.5 klien mau kontak ontrak yang akan dibuat
mata 1.1.5 beri rasa aman dan
1.6 klien mengetahui sikap empati
nama perawat 1.1.6 lakukan kontak si
1.7 menyediakan wa ngkat tapi sering
ktu untuk kontrak
2.Klien 2.1 Klien dapat 2.1.1 Beri kesempatan Beri
dapat mengungkapkan untuk mengungkapkan kesempatan
mengindet perasaannya perasaannya untuk
ifikasi 2.2 Klien dapat 2.1.2 Bantu klien untuk mengungkapka
penyebab mengungkapkan mengungkapkan n perasaannya
perilaku penyebab perasaan penyebab jengkel/kesal dapat
kekerasan jengkel//kesal (dari membantu
diri sendiri,dari mengurangi
lingkungan/orang stress dan
lain) penyebab
perasaan
jengkel/kesal
dapat diketahui
3.Klien 3.1 Klien dapat 3.1.1 Anjurkan klien Untuk
dapat mengungkapkan mengungkapkan apa mengetahui hal
mengident perasaan saat yang dialami saat yang dialami
ifikasi marah/jengkel marah/jengkel dan dirasa saat
tanda- 3.2 Klien dapat 3.1.2 Observasi tanda jengkel
tanda menyimpulkan perilaku kekerasan pada Untuk
perilaku tanda-tanda klien mengetahui
kekerasan jengkel/kesal yang 3.1.3 Simpulkan tanda-tanda
dialami bersama klien tanda- klien
tanda jengkel/kesal jengkel/kesal
yang dialami klien Menarik
kesimpulan
bersama klien
supaya klien
mengetahui
secara garis
besar tanda-
tanda
marah/kesal
4.Klien 4.1 Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien Mengeksploras
dapat mengungkapkan untuk mengungkapkan i perasaan
mengident perilaku kekerasan perilaku kekerasan yang klien terhadap
ifikasi yang biasa dilakukan biasa dilakukan klien perilaku
perilaku 4.2 Klien dapat 4.1.2 Bantu klien kekerasan
kekerasan bermain peran bermain peran sesuai yang biasa
yang biasa dengan perilaku dengan perilaku dilakukan
dilakukan kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa Untuk
dilakukan dilakukan mengetahui
4.3 Klien dapat 4.1.3 Bicarakan dengan perilaku
mengetahui cara klien apakah cara yang kekerasan
yang biasa dapat klien lakukan yang biasa
menyesuaikan masalahnya selesai? dilakukan dan
masalah atau tidak dengan
bantuan
perawat bisa
membedakan
perilaku
konstruktif dan
destruktif
Dapat
membantu
klien dapat
menemukan
cara yang
dapat
menyelesaikan
masalah
5.Klien 5.1 Klien dapat 5.1.1 Bicarakan Membantu
dapat menjelaskan akibat akibat/kerugian dari klien untuk
mengident dari cara yang cara yang dilakukan menilai
ifikasi digunakan klien klien perilaku
akibat 5.1.2 Bersama klien kekerasan
perilaku menyimpulkan akibat yang
kekerasan vara yang digunakan dilakukannya
oleh klien Dengan
mengetahui
akibat perilaku
kekerasan
diharapkan
klien dapat
merubah
perilaku
destruktif yang
dilakukannya
menjadi
perilaku yang
konstruktif.
6.Klien 6.1 Klien dapat 6.1.1 Tanyakan pada Agar klien
dapat melakukan cara klien “apakah ia ingin dapat
mengident berespon terhadap mempelajari cara baru mempelajari
ifikasi kemarahan secara yang sehat?” cara yang lain
cara konstruktif 6.1.2 Berikan pujian yang
konstrukti jika klien mengetahui konstruktif
f dalam cara lain yang sehat Dengan
merespon 6.1.3 Diskusikan mengidentifika
terhadap dengan klien cara lain si cara yang
kemaraha yang sehat konstruktif
n Secara fisik:tarik dalam
nafas dalam jika merespon
sedang terhadap
kesal/memukul kemarahan
bantal/kasur atau dapat
olah raga atau membantu
pekerjaan yang klien
memerlukan menemukan
tenaga cara yang baik
Secara untuk
verbal:katakana mengurangi
bahwa anda sedang kejengkelanny
kesal/tersinggung/j a sehinga klien
engkel (saya kesal tidak stress
anda berkata lagi
seperti itu;saya Reinforcement
marah karena positif dapat
mama tidak memotivasi
memenuhi klien
keinginan saya meningkatkan
Secara harga dirinya
sosial:lakukan Berdiskusi
dalan kelompok dengan klien
cara-cara marah untuk memilih
yang sehat;latihan cara yang lain
asentif.Latihan sesuai dengan
manajemen kemampuan
perilaku kekerasan klien
Secara
spiritual:anjurkan
klien
sembahyang,berdo
’a/ibadah
lain;meminta pada
Tuhan untuk diberi
kesabaran,mengad
u pada Tuhan
kekerasan/kejengk
elan.
7.Klien 7.1 Klien dapat 7.1.1 Bantu klien Memberikan
dapat mendemonstrasikan memilih cara yang stimulasi
mendemo cara mengontrol paling tepat untuk klien kepada klien
nstrasikan perilaku kekerasan: 7.1.2 Bantu klien untuk menilai
cara Fisik:tarik nafas mengidentifikasi respon
mengontro dalam,olah manfaat cara dipilih perilaku
l cara raga,menyiram 7.1.3 Bantu keluarga kekerasan
mengontro tanaman klien untuk secara tepat
l perilaku Verbal:mengata menstimulasi cara Membantu
kekerasan kannya secara tersebut (role play) klien dalam
langsung 7.1.4 Berreinforcement mebuat
dengan tidak positif atau keberhasilan keputusan
menyakiti klien menstimulasi cara terhadap cara
Spiritual:semba tersebut yang telah
hyang,berdo’a 7.1.5 Anjurkan klien dipilihnya
atau ibadah lain untuk menggunakan dengan melihat
cara yang telah manfaatnya
dipelajari saat Agar klien
jengkel/marah mengetahui
cara marah
yang
konstruktif
Pujian dapat
meningkatkan
motivasi dan
harga diri klien
Agar klien
dapat
melaksanakan
cara yang telah
dipilihnya jika
ia sedang kesal
atau marah
8.Klien 8.1 Keluarga klien Identifikasi Kemampuan
mendapat dapat: kemampuan keluarga dalam
dukungan Menyebutkan keluarga merawat mengidentifika
keluarga cara merawat klien dari sikap si akan
dalam klien yang apa yang telah memungkinka
mengontro berperilaku dilakukan keluarga n keluarga
l perilaku kekerasan terhadap klien untuk
kekerasan Mengungkapka selama ini melakukan
n rasa puas Jelaskan peran penilaian
dalam merawat serta keluarga terhadap
klien dalam merawat perilaku
klien kekerasan
Jelaskan cara-cara Meningkatkan
merawat klien: pengetahuan
Terkait dengan keluarga
cara mengontrol tentang cara
perilaku marah merawat klien
secara konstruktif sehingga
Sikap keluarga
tenang,bicara terlibat dalam
tenang dan jelas perawatan
Membantu klien klien
mengenal Agar keluarga
penyebab ia marah dapat merawat
Bantu keluarga klien dengan
mendemonstrasika perilaku
n cara merawat kekerasan
klien Agar keluarga
Bantu keluarga mengetahui
mengungkapkan cara merawat
perasaannya klien melalui
setelah melakukan demonstrasi
demonstrasi yang dilihat
keluarga
secara
langsung
Mengeksploras
i perasaan
keluarga
setelah
melakukan
demonstrasi
9.Klien 9.1 Klien dapat 9.1.1 Jelaskan jenis- Klien dan
dapat menyebutkan obat- jenis obat yang keluarga dapat
mengguna obatan yang diminum klien pada mengetahui
kan obat- diminum dan klien keluarga nama-nama
obatan kegunaannya 9.1.2 Diskusikan obat yang
yang (jenis,waktu,dan manfaat minum obat diminum oleh
diminum efek) dan kerugian berhenti klien
dan 9.2 Klien dapat minum obat tanpa Klien dan
kegunaann minum obat sesuai seizing dokter keluarga dapat
ya program pengobatan 9.2.1 Jelaskan prinsip mengetahui
(jenis,wak benar minum obat (baca kegunaan obat
tu,dosis nama yang tertera pada yang
dan efek) botol obat,dosis dikonsumsi
obat,waktu dan cara klien
minum) Klien dan
9.2.2 Ajarkan klien keluarga
minta obat dan minum mengetahui
tepat waktu prinsip benar
9.2.3 Anjurkan klien agar tidak
melaporkan pada terjadi
perawat/dokter jika kesalahan
merasakan efek yang dalam
tidak menyenangkan mengkonsumsi
9.2.4 Beri pujian,jika obat
klien minum obat Klien dapat
dengan benar memiliki
kesadaran
pentingnya
minum obat
dan bersedia
minum obat
dengan
kesadaran
sendiri
Mengetahui
efek samping
sedini
mungkin
sehingga
tindakan dapat
dilakukan
sesegera
mungkin untuk
menghindari
komplikasi
Reinforcement
positif dapat
memotivasi
keluarga dan
klien serta
dapat
meningkatkan
harga diri
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI
E. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan nya di bagi 2 (Stuart &
Sundeen, 2000), yaitu :
Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah :
Klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
Mekanisme Koping Mal Adaptif
Mekanisme koping yang menghambat, fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategori nya adalah : Tidak mau merawat diri.
III.Penjabaran Masalah
a) Pohon Masalah
c) Diagnosa keperawatan
Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan merawat kebersihan diri
Menurunnya motivasi dalam merawat diri
d) Rencana keperawatan
Tgl No.Dx Dx. Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi
I Defisit TUM :
Perawatan Diri : Klien dapat
Merawat melakukan
Kebersihan Diri perawatan diri
secara mandiri
1. Setelah …x1. Bina hubungan
TUK 1 : interaksi klien saling percaya
Klien dapat menunjukkan dengan :
membina tanda – tanda Beri salam setiap
hubungan percaya pada berinteraksi
saling percaya perawat : Perkenalkan nama,
Wajah cerah, nama panggilan
tersenyum perawat, dan tujuan
Mau berkenalan perawat berinteraksi.
Ada kontak Tanyakan dan
mata panggil nama
Bersedia kesukaan klien
menceritakan Tunjukkan sikap
perasaan empati, jujur dan
Bersedia menepati janji setiap
mengungkapkan kali berinteraksi.
masalahnya Tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang dihadapi klien
Buat kontrak
interaksi yang jelas
Dengarkan dengan
empati
Penuhi kebutuhan
dasar klien
A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Budi Anna Kelihat,
2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa”
dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini
dapat mengarah pada kematian (2007).
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.
b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).
B. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak
akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara
non verbal.
Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh
diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
Mempunyai ide untuk bunuh diri
Mengungkapkan keinginan untuk mati
Impulsif
Menunjukan perilaku yang mencurigakan
Mendekati orang lain dengan ancaman
Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
Latar belakang keluarga
Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting
yang berhubungan dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.
E. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum,
kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media
untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk melakukan
perilaku bunuh diri.
F. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh
karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.
G. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara
sadar memilih untuk bunuh diri.
H. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.
K. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
Penyebab
Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.
2. Masalah keperawatan
DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.
Koping maladaptive
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
4. Tindakan :