Anda di halaman 1dari 90

LAPORAN PENDAHULUAN

TUJUH KASUS GANGGUAN JIWA; WAHAM, HALUSINASI,


ISOLASI SOSIAL, HARGA DIRI RENDAH, PERILAKU
KEKERASAN, DEFISIT PERAWATAN DIRI DAN RISIKO
BUNUH DIRI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas pada Stase Keperawatan Jiwa dalam


Program Pendidikan Profesi Ners

Disusun Oleh:
ANI NURAENI
191FK09059

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BAHKTI KENCANA TASIKMALYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perubahan Proses Pikir: Waham

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


A. Definisi
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus,
tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya klien (Aziz R, 2003).

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
b. Neurobiologis : adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
c. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan glutamat.
d. Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

C. Tanda dan Gejala


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinninya (tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan
6. Takut dan sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersingung

D. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul


1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
3. Perubahan isi pikir : waham

E. Akibat Yang Sering Muncul


1. Gangguan fungsi kognitif (perubahan daya ingat)
Cara berpikir magis dan primitif, perhatian, isi pikir, bentuk dan
pengorganisasian bicara (tangensial, neologisme, sirkumtansial)
2. Fungsi persepsi
Depersonalisasi dan halusinasi
3. Fungsi emosi
Afek datar, afek tidak sesuai, reaksi berlebihan, ambivalen
4. Fungsi motorik
Imfulsif gerakan tiba-tiba dan spontan, manerisme, stereotopik gerakan yang
diulang-ulang, tidak bertujuan, tidak dipengaruhi stimulus yang jelas, katatonia.
5. Fungsi sosial : kesepian
6. Isolasi sosial, menarik diri dan harga diri rendah.

F. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari pengalaman yang
menakutkan dengan respon neurobiologist yang maladaptive meliputi: regresi
berhubungan dengan masalah proses informasi dengan upaya untuk mengatasi
ansietas, proyeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi, menarik diri,
pada keluarga: mengingkari.
G. Fase-fase
Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1. Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya klien sangat miskin dan
menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk
melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi
terpenuhi tetapi kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya
ia seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap sangat
cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan dalam kelompoknya. Waham terjadi
karena sangat pentingnya pengakuan bahwa ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi
juga oleh rendahnya penghargaan saat tumbuh kembang ( life span history ).
2. Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta dorongan kebutuhan yang
tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui kemampuannya.
Misalnya, saat lingkungan sudah banyak yang kaya, menggunakan teknologi
komunikasi yang canggih, berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas,
seseorang tetap memasang self ideal  yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self
reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman, pengaruh,
support system semuanya sangat rendah.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah sesuatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima
lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum
terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan
koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak
dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu yang
dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang. Dari
sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma ( Super
Ego ) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya. Keyakinan
sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya
klien lebih sering menyendiri dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul sering
berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi
( rantai yang hilang ). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham
dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang
keyakinan klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi sosial.

H. Jenis Waham
Tanda dan gejala waham berdasarkan jenisnya meliputi :
a) Waham kebesaran: individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus yang diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya ini pejabat di separtemen kesehatan lho!” atau, “Saya punya
tambang emas.”
b) Waham curiga: individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan/mencederai dirinya dan siucapkan berulang kali, tetapi
tidak sesuai kenyataan. Contoh, “Saya tidak tahu seluruh saudara saya ingin
menghancurkan hidup saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya.”
c) Waham agama: individu memiliki keyakinan terhadap terhadap suatu agama
secara berlebihan dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh, “Kalau saya mau masuk surga, saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari.”
d) Waham somatic: individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya
terganggu atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan. Misalnya, “Saya sakit kanker.” (Kenyataannya pada
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia sakit kanker).
e) Waham nihilistik: Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di
dunia/meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, ”Ini kan alam kubur ya, sewmua yang ada disini adalah roh-roh”.
f) Waham sisip pikir : keyakinan klien bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan ke dalam pikirannya.
g) Waham siar pikir : keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun ia tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang
tersebut
h) Waham kontrol pikir : keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh
kekuatan di luar dirinya.

I. Rentang Respon

III. A. POHON MASALAH


Resiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan Proses Pikir: Waham

Harga Diri Rendah


B. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
- Perubahan Isi Pikir : Waham
- Resiko mencederai diri sendiri dan lingkungan
- Gangguan konsep diri : harga diri rendah
- Kerusakan komunikasi verbal

IV. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


PERENCANAAN
No Diagnosa
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI

Gangguan TUM : 1.1 Setelah ... X interaksi - Bina hubungan saling percaya
proses Klien dapat mengontrol klien : dengan klien
pikir : wahamnya a. Mau menerima a. Beri salam
waham TUK : kehadiran perawat b. Perkenalkan diri,
disampingnya Tanyakan nama, serta
1. Klien dapat
b. Mengatakan mau nama panggilan yang
membina hubungan
menerima bantuan disukai
saling percaya
perawat c. Jelaskan tujuan interaksi
dengan perawat
c. Tidak menunjukkan d. Yakinkan klien dalam
tanda-tanda curiga keadaan aman dan
d. Mengijinkan duduk perawat siap menolong
disamping dan mendampinginya
e. Yakinkan bahwa
kerahasiaan klien akan
tetap terjaga
f. Tunjukkan sikap terbuka
dan jujur
g. Perhatikan kebutuhan
dasar dan bantu pasien
memenuhinya
TUK : 1.2 Setelah ... X interaksi - Bantu klien untuk
2. Klien dapat Klien : mengungkapkan perasaan dan
mengidentifikasi a. Klien menceritakan pikirannya
perasaan yang ide-ide dan perasaan a. Diskusikan dengan klien
muncul secara yang muncul secara pengalaman yang dialami
berulang dalam berulang dalam selama ini termasuk
pikiran klien pikirannya hubungan dengan orang
yang berarti, lingkungan
kerja, sekolah, dsb
b. Dengarkan pernyataan
klien dengan empati
tanpa mendukung atau
menentang pernyataan
wahamnya
c. Katakan perawat dapat
memahami apa yang
diceritakan klien
TUK : 1.3 Setelah ... X interaksi - Bantu klien mengidentifikasi
3. Klien dapat klien kebutuhan yang tidak
mengidentifikasi a. Dapat menyebutkan terpenuhi serta kejadian yang
stresor atau pencetus kejadian sesuai menjadi faktor pencetus
wahamnya dengan urutan waktu wahamnya
serta harapan atau a. Diskusikan dengan klien
kebutuhan dasar yang tentang kejadian-kejadian
tidak terpenuhi traumatik yang
seperti harga diri, menimbulkan rasa takut,
rasa aman, dsb ansietas maupun perasaan
b. Dapat menyebutkan tidak dihargai
hubungan antara b. Diskusikan kebutuhan
kejadian traumatik atau harapan yang belum
kebutuhan tidak terpenuhi
terpenuhi dengan c. Diskusikan cara-cara
wahamnya mengatasi kebutuhan
yang tidak terpenuhi dan
kejadian traumatik
d. Diskusikan dengan klien
antara kejadian-kejadian
tersebut dengan
wahamnya
TUK 1.4 Setelah ... X interaksi - Bantu klien mengidentifikasi
4. Klien dapat klien menyebutkan keyakinan yang salam tentan
mengidentifikasi perbedaan pengalaman situasi yang nyata (bila klien
wahamnya nyata dengan pengalaman sudah siap)
wahamnya a. Diskusikan dengan klien
pengalaman wahamnya
tanpa berargumentasi
b. Katakan kepada klien
akan keraguan perawat
tehadap pernyataan klien
c. Diskusikan dengan klien
respon perasaan terhadap
wahamnya
d. Diskusikan frekuensi,
intensitas dan durasi
terjadinya waham
e. Bantu klien membedakan
situasi nyata dengan
situasi yang
dipersepsikan salah oleh
klien
TUK 1.5 Setelah ... X interaksi - Diskusikan tentang
5. Klien dapat klien menjelaskan pengalaman-pengalaman
mengidentifikasi gangguan fungsi hidup yang tidak menguntungkan
konsekuensi dari sehari-hari yang sebagai akibat dari wahamnya
wahamnya diakibatkan ide-ide atau seperti :Hambatan dalam
pikirannya yang tidak berinteraksi dengan keluarga,
sesuai dengan kenyataan Hambatan dalam interaksi
seperti : dengan orang lain dalam
a. Hubungan dengan melakukan aktivitas sehari-
keluarga hari
b. Hubungan dengan - Ajak klien melihat bahwa
orang lain waham tersebut adalah
c. Aktivitas sehari-hari masalah yang
d. Pekerjaan membutuhkan bantuan
e. Sekolah dari orang lain
f. Prestasi, dsb - Diskusikan dengan klien
tentang orang atau tempat
ia dapat meminta bantuan
apabila wahamnya timbul
atau sulit di kendalikan

TUK 1.6 Setelah ...X interaksi klien - Diskusikan hobi atau aktivitas
6. Klien dapat melakukan aktivitas yang yang disukainya
melakukan teknik konstruktif sesuai dengan - Anjurkan klien memilih dan
distraksi sebagai cara minatnya yang dapat melakukan aktivitas yang
menghentikan pikiran menglihkan fokus klien membutuhkan perhatian dan
yang terpusat pada dari wahamnya keterampilan
wahamnya - Ikut sertakan klien dalam
aktivitas fisik yang
membutuhkan perhatian
sebagai pengisi waktu luang
- Libatkan klien pada topik-
topik yang nyata
- Anjurkan klien untuk
bertanggung jawab secara
personal dalam
mempertahankan atau
meningkatkan kesehatan dan
pemulihannya
- Beri penghargaan bagi setiap
upaya klien yang positif
TUK 1.7 Setelah ... X interaksi - Diskusikan pentingnya peran
7. Klien mendapat keluarga dapat keluarga sebagai pendukung
dukungan keluarga menjelaskan tentang cara untuk mengatasi waham
mempraktekkan cara - Diskusikan potensi keluarga
merawat klien waham untuk membantu klien
mengatasi waham
- Jelaskan pada keluarga
tentang
a. Pengertian waham
b. Tanda gejala waham
c. Penyebap dan akibat
waham
d. Cara merawat klien
waham
- Latih keluarga cara merawat
waham
- Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatih
- Beri pujian pada keluarga
atas keterlibatannya merawat
klien di rumah
TUK 1.8 Setelah ... X interaksi - Diskusikan dengan klien
8. Klien dapat dengan klien, dapat tentang manfaat dan
memanfaatkan obat mendemonstrasikan kerugian tidak minum obat
dengan baik penggunaan obat dengan - Pantau klien saat
baik penggunaan obat, beri pujian
jika klien menggunakan obat
1.9 Setelah ... X interaksi dengan benar
klien menyebutkan akibat - Diskusikan akibat klien
berhenti minum obat berhenti minum obat tanpa
tanpa konsultasi dengan konsultasi dengan dokter
dokter - Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada perawat
atau dokter jika terjadi hal-
hal yang tidak diinginkan.

V. Implementasi Keperawatan

Masalah TIndakan Keperawatan untuk Pasien TIndakan Keperawatan untuk

Keperawatan Keluarga

Waham SP I p SP I k

1. Membantu orientasi realita 1. Mendiskusikan masalah yang


2. Mendiskusikan kebutuhan yang dirasakan keluarga dalam merawat
tidak terpenuhi pasien
3. Membantu pasien memenuhi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
kebutuhannya gejala waham, dan jenis waham
4. Menganjurkan pasien memasukkan yang dialami pasien beserta proses
dalam jadwal kegiatan harian terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat
SP II p pasien waham

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan SP II k


harian pasien
2. Berdiskusi tentang kemampuan 1. Melatih keluarga mempraktekkan
yang dimiliki cara merawat pasien dengan waham
3. Melatih kemampuan yang dimiliki 2. Melatih keluarga melakukan cara
merawat langsung kepada pasien
SP III p waham

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan SP III k


harian pasien 1. Membantu keluarga membuat
2. Memberikan pendidikan kesehatan jadwal aktifitas di rumah termasuk
tentang penggunaan obat secara minum obat
teratur 2. Mendiskusikan sumber rujukan
3. Menganjurkan pasien memasukkan yang bisa dijangkau keluarga.
dalam jadwal kegiatan harian

VI. EVALUASI

Evaluasi dilakukan setelah melaksanakan implenetasi dari rencana keperawatana yang


telah dilakukan.
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI

A. Definisi
Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra
sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin
organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1998).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001). Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi.

B. Etiologi
Etiologi, Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

C. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan persepsi
maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut
tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu
hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,
rentang respon tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif

 Pikiran logis  Kadang-kadang  Waham


 Persepsi akurat proses pikir  Halusinasi
 Emosi konsisten terganggu (distorsi  Sulit berespons
dengan pikiran  Perilaku
pengalaman  Ilusi disorganisasi
 Perilaku sesuai  Menarik diri  Isolasi sosial
 Hubungan sosial  Reaksi emosi >/<
harmonis  Perilaku tidak biasa

D. Jenis Halusinasi
Menurut  Stuart (2007), jenis halusinasi antara lain :
1) Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.

5) Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7) Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicara sendiri,pergerakan mata cepat, diam,
asyik dengan pengalaman sensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentang perhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit, kesukaran
berhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi (Stuart & Sudden, 1998)
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,
paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Penglihatan Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa
sesuatu yang menyenangkan /sesuatu
yang menakutkan seperti monster.

Penciuman Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan


tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda
mati atau orang lain.

kanestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Kinestetik Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak

F. Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):
1) Comforting
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa
yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat,
diam dan asyik.

2) Condemning
Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai
lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung,
pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan
kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
3) Controling
Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi
dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan
orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain
dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
4) Consquering
Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti
perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

G. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain, yaitu (Residen bagian Psikiatri UCLA, 1990):
1) Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan anti-
psikosis.

KELAS KIMIA NAMA GENERIK DOSIS HARIAN


(DAGANG)
Fenotiazin Asetofenazin (Tidal) 60 - 120 mg
Klopromazin (Thorazine) 30 - 800 mg
Flufenazine (Prolixine, Permiti) 1 - 40 mg
Mesoridazin (Serentil) 30 - 400 mg
Perfenazin (Trilafon) 12 - 64 mg
Proklorperazin (Compazine) 15 - 150 mg
Promazin (Sparine) 40 - 1200 mg
Tiodazin (Mellaril) 150 - 800 mg
Trifluoperazin (Stelazine) 2 - 40 mg
Trifluopromazine (Vesprin) 60 - 150 mg
Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) 75 - 600 mg
Tiotiksen (Navane) 8 - 30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1 - 100 mg
Dibenzondiazepin Klozapin (Clorazil) 300 - 900 mg
Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20 - 150 mg
Dihidroindolon Molindone (Moban) 15 - 225 mg

2) Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Therapy (ECT)


3) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK).

H. Pathway (Keliat, 2005)

Akibat Resiko perilaku mencederai diri sendiri

Core Problem Halusinasi pendengaran dan penglihatan

Isolasi sosial
Penyebab

Gangguan konsep diri: harga diri rendah


kronis

I. Masalah Keperawatan yang Perlu Dikaji


1) Mengkaji Jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70%
halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar atau
suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu, pengecap,
perabaan, senestik dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat dilakukan dengan
mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara verbal apa yang sedang
dialami oleh pasien.
2) Mengkaji Isi Halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata apabila
halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk bayangan yang
dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi penglihatan, bau apa
yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi
pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh bila halusinasi perabaan.

3) Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi


Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya halusinasi
yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus
pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi tindakan
untuk pencegahan terjadinya halusinasi. Informasi ini penting untuk
mengidentifikasi pencetus
Data Subjektif
a. Tidak mampu memecahkan masalah halusinasi (misalnya: mendengar suara-
suara atau melihat bayangan)
b. Mengeluh cemas dan khawatir
Data Objektif
a. Mudah tersinggung
b. Apatis dan cenderung menarik diri
c. Tampak gelisah, perubahan perilaku dan pola komunikasi kadang berhenti
bicara seolah-olah mendengar sesuatu
d. Menggerakan bibirnya tanpa menimbulkan suara
e. Menyeringai dan tertawa yang tidak sesuai
f. Gerakan mata yang cepat
g. Pikiran yang berubah-ubah dan konsentrasi rendah
h. Kadang tampak ketakutan
i. Respon-respon yang tidak sesuai (tidak mampu berespon terhadap petunjuk
yang komplek)

J. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko mencedrai diri b.d halusinasi pendengaran
2) Gangguan persepsi sensori b.d menarik diri
3) Isolasi social: menarik diri b.d harga diri rendah kronis

K. Rencana Tindakan Keperawatan


No Perencanaan
Tgl Dx Keperawatan
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan sensori TUM: Klien dapat Setelah 1x interaksi klien 1. Bina hubungan saling percaya
persepsi: mengontrol menunjukkan tanda – tanda dengan menggunakan prinsip
halusinasi halusinasi yang percaya kepada perawat : komunikasi terapeutik :
dialaminya 1. Ekspresi wajah a. Sapa klien dengan ramah
(lihat/dengar/peng
Tuk 1 : bersahabat. baik verbal maupun non verbal
hidu/raba/kecap) 2. Menunjukkan rasa b. Perkenalkan nama, nama
Klien dapat membina senang. panggilan dan tujuan perawat
hubungan saling 3. Ada kontak mata. berkenalan
percaya 4. Mau berjabat tangan. c. Tanyakan nama lengkap
5. Mau menyebutkan dan nama panggilan yang
nama. disukai klien
6. Mau menjawab salam. d. Buat kontrak yang jelas
7. Mau duduk e. Tunjukkan sikap jujur dan
berdampingan dengan menepati janji setiap kali
perawat. interaksi
8. Bersedia f. Tunjukan sikap empati dan
mengungkapkan masalah menerima apa adanya
yang dihadapi. g. Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan dasar
klien
h. Tanyakan perasaan klien
dan masalah yang dihadapi
klien
i. Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien

TUK 2 : Setelah 1x interaksi klien 2.1. Adakan kontak sering dan


Klien dapat mengenal menyebutkan : singkat secara bertahap
halusinasinya 1. Isi 2.2. Observasi tingkah laku
2. Waktu klien terkait dengan
3. Frekunsi halusinasinya (* dengar
4. Situasi dan kondisi /lihat /penghidu /raba
yang menimbulkan halusinasi /kecap), jika menemukan
klien yang sedang
halusinasi:
1. Tanyakan apakah klien
mengalami sesuatu
( halusinasi dengar/ lihat/
penghidu /raba/ kecap )
2. Jika klien menjawab ya,
tanyakan apa yang sedang
dialaminya
3. Katakan bahwa perawat
percaya klien mengalami
hal tersebut, namun
perawat sendiri tidak
mengalaminya ( dengan
nada bersahabat tanpa
menuduh atau
menghakimi)
4. Katakan bahwa ada klien
lain yang mengalami hal
yang sama.
5. Katakan bahwa perawat
akan membantu klien
2.3 Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi
tentang adanya pengalaman
halusinasi, diskusikan dengan
klien :

1. Isi, waktu dan frekuensi


terjadinya halusinasi
( pagi, siang, sore, malam
atau sering dan kadang –
kadang )
2. Situasi dan kondisi yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi
2. Setelah 1x interaksi klien 2.4Diskusikan dengan klien apa
menyatakan perasaan dan yang dirasakan jika terjadi
responnya saat mengalami halusinasi dan beri kesempatan
halusinasi : untuk mengungkapkan
 Marah perasaannya.
 Takut 2.3. Diskusikan dengan klien
 Sedih apa yang dilakukan untuk
 Senang mengatasi perasaan tersebut.
 Cemas 2.4. Diskusikan tentang dampak
 Jengkel yang akan dialaminya bila
klien menikmati
halusinasinya.

TUK 3 : 3.1. Setelah 1x interaksi klien 3.1. Identifikasi bersama klien cara
Klien dapat menyebutkan tindakan atau tindakan yang
mengontrol yang biasanya dilakukan dilakukan jika terjadi
halusinasinya untuk mengendalikan halusinasi (tidur, marah,
halusinasinya menyibukan diri dll)
3.2. Setelah 1x interaksi klien 3.2. Diskusikan cara yang
menyebutkan cara baru digunakan klien,
mengontrol halusinasi  Jika cara yang digunakan
adaptif beri pujian.
3.3. Setelah 1x interaksi klien  Jika cara yang digunakan
dapat memilih dan maladaptif diskusikan
memperagakan cara kerugian cara tersebut
mengatasi halusinasi 3.3. Diskusikan cara baru untuk
(dengar/lihat/penghidu/raba/ memutus/ mengontrol
kecap ) timbulnya halusinasi :
j. Katakan pada diri sendiri
3.4. Setelah 1x interaksi klien bahwa ini tidak nyata
melaksanakan cara yang ( “saya tidak mau dengar/
telah dipilih untuk lihat/ penghidu/ raba /kecap
mengendalikan pada saat halusinasi terjadi)
halusinasinya k. Menemui orang lain
3.5. Setelah 1x pertemuan klien (perawat/teman/anggota
mengikuti terapi aktivitas keluarga) untuk
kelompok menceritakan tentang
halusinasinya.
l.
Membuat dan
melaksanakan jadwal
kegiatan sehari hari yang
telah di susun.
m. Meminta keluarga/teman/
perawat menyapa jika
sedang berhalusinasi.
3.4 Bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan latih
untuk mencobanya.

3.5 Beri kesempatan untuk


melakukan cara yang dipilih dan
dilatih.
3.6. Pantau pelaksanaan yang telah
dipilih dan dilatih , jika berhasil
beri pujian
3.7. Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi
realita, stimulasi persepsi

TUK 4 : 4.1. Setelah 1x pertemuan 4.1 Buat kontrak dengan


Klien dapat dukungan keluarga, keluarga keluarga untuk pertemuan
dari keluarga dalam menyatakan setuju untuk ( waktu, tempat dan topik )
mengontrol mengikuti pertemuan 4.2 Diskusikan dengan keluarga (
halusinasinya dengan perawat pada saat pertemuan
4.2. Setelah 1x interaksi keluarga/ kunjungan rumah)
keluarga menyebutkan n. Pengertian halusinasi
pengertian, tanda dan o. Tanda dan gejala halusinasi
gejala, proses terjadinya p. Proses terjadinya halusinasi
halusinasi dan tindakan q. Cara yang dapat dilakukan
untuk mengendali kan klien dan keluarga untuk
halusinasi memutus halusinasi
r. Obat- obatan halusinasi
s. Cara merawat anggota
keluarga yang halusinasi di
rumah ( beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri,
makan bersama, bepergian
bersama, memantau obat –
obatan dan cara
pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi )
t. Beri informasi waktu
kontrol ke rumah sakit dan
bagaimana cara mencari
bantuan jika halusinasi
tidak tidak dapat diatasi di
rumah
TUK 5 : 1.2 Setelah 1x interaksi klien 5.1 Diskusikan dengan klien
Klien dapat menyebutkan; tentang manfaat dan kerugian
memanfaatkan obat 2. Manfaat minum obat tidak minum obat, nama ,
dengan baik 3. Kerugian tidak minum obat warna, dosis, cara , efek
4. Nama,warna,dosis, efek terapi dan efek samping
terapi dan efek samping penggunan obat
obat
4.2 Setelah 1x interaksi klien
mendemontrasikan 5.2 Pantau klien saat penggunaan
penggunaan obat dgn benar obat
4.3 Setelah 1x interaksi klien 5.3 Beri pujian jika klien
menyebutkan akibat menggunakan obat dengan
berhenti minum obat tanpa benar
konsultasi dokter 5.4 Diskusikan akibat berhenti
minum obat tanpa konsultasi
dengan dokter
5.5 Anjurkan klien untuk
konsultasi kepada
dokter/perawat jika terjadi hal
– hal yang tidak di inginkan .
Isolasi Sosial TUM: Klien dapat
berinteraksi dengan
orang lain

TUK:
1. Klien dapat 1. Setelah 1X interaksi klien
membina hubungan menunjukkan tanda-tanda
saling percaya percaya kepada / terhadap
perawat:
o Wajah cerah, tersenyum
o Mau berkenalan 1.1.Bina hubungan saling percaya
o Ada kontak mata dengan:
o Bersedia menceritakan • Beri salam setiap
perasaan berinteraksi.
o Bersedia mengungkapkan • Perkenalkan nama, nama
masalahnya panggilan perawat dan tujuan
o Bersedia mengungkapkan perawat berkenalan
masalahnya • Tanyakan dan panggil nama
kesukaan klien
• Tunjukkan sikap jujur dan
menepati janji setiap kali
berinteraksi
• Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi kllien
• Buat kontrak interaksi yang
jelas
• Dengarkan dengan penuh
perhatian ekspresi perasaan
klien
2. Klien mampu 2.Setelah 1 x interaksi klien 2.1 Tanyakan pada klien tentang:
menyebutkan dapat menyebutkan minimal • Orang yang tinggal serumah /
penyebab menarik satu penyebab menarik diri dari: teman sekamar klien
diri o diri sendiri • Orang yang paling dekat
o orang lain dengan klien di rumah/ di
o lingkungan ruang perawatan
• Apa yang membuat klien
dekat dengan orang tersebut
• Orang yang tidak dekat
dengan klien di rumah/di
ruang perawatan
• Apa yang membuat klien
tidak dekat dengan orang
tersebut
• Upaya yang sudah dilakukan
agar dekat dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien
penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul dengan
orang lain.
2.3 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya
3. Klien mampu 3. Setelah 1x interaksi 3.1. Tanyakan pada klien
menyebutkan dengan klien dapat tentang :
keuntungan menyebutkan keuntungan • Manfaat hubungan sosial.
berhubungan sosial berhubungan sosial, misalnya • Kerugian menarik diri.
dan kerugian menarik o banyak teman 3.2. Diskusikan bersama klien
diri. o tidak kesepian tentang manfaat berhubungan
o bisa diskusi sosial dan kerugian menarik
o saling menolong, diri.
dan kerugian menarik diri, 3.3. Beri pujian terhadap
misalnya: kemampuan klien
o sendiri mengungkapkan
o kesepian perasaannya.
o tidak bisa diskusi

4. Klien dapat 4. Setelah 1x interaksi klien 4.1 Observasi perilaku klien saat
melaksanakan dapat melaksanakan hubungan berhubungan sosial .
hubungan sosial sosial secara bertahap dengan: 4.2 Beri motivasi dan bantu klien
secara bertahap o Perawat untuk berkenalan /
o Perawat lain berkomunikasi dengan :
o Klien lain • Perawat lain
• Klien lain
• Kelompok
4.3 Libatkan klien dalam
4.4 Diskusikan jadwal harian yang
dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan
klien bersosialisasi
4.5 Beri motivasi klien untuk
melakukan kegiatan sesuai
dengan jadwal yang telah
dibuat.
4.6 Beri pujian terhadap
kemampuan klien
memperluas pergaulannya
melalui aktivitas yang
dilaksanakan.

5.1. Diskusikan dengan klien


5. Klien mampu 5. Setelah 1x interaksi klien tentang perasaannya setelah
menjelaskan dapat menjelaskan perasaannya berhubungan sosial dengan :
perasaannya setelah berhubungan sosial • Orang lain
setelah dengan : • Kelompok
berhubungan o Orang lain
sosial.
6. Klien mendapat 6.1. Setelah 1X pertemuan 6.1. Diskusikan pentingnya peran
dukungan keluarga dapat menjelaskan serta keluarga sebagai
keluarga dalam tentang : pendukung untuk mengatasi
memperluas o Pengertian menarik diri prilaku menarik diri.
hubungan sosial o Tanda dan gejala menarik 6.2. Diskusikan potensi keluarga
diri untuk membantu klien
o Penyebab dan akibat mengatasi perilaku menarik
menarik diri diri
o Cara merawat klien 6.3. Jelaskan pada keluarga
menarik diri tentang :
• Pengertian menarik diri
• Tanda dan gejala menarik
diri
• Penyebab dan akibat menarik
diri
• Cara merawat klien menarik
diri
6.4. Latih keluarga cara merawat
klien menarik diri.
6.5. Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatihkan
6.6. Beri motivasi keluarga agar
membantu klien untuk
bersosialisasi.
6.7. Beri pujian kepada keluarga
atas keterlibatannya merawat
klien di rumah sakit.
7.1. Diskusikan dengan klien
tentang manfaat dan kerugian
7. Klien dapat tidak minum obat, nama ,
memanfaatkan warna, dosis, cara , efek
obat dengan 7.1. Setelah 1x interaksi klien terapi dan efek samping
baik. menyebutkan; penggunan obat
• Manfaat minum obat 7.2. Pantau klien saat
• Kerugian tidak minum penggunaan obat
obat 7.3. Beri pujian jika klien
• Nama,warna,dosis, efek menggunakan obat dengan
terapi dan efek samping obat benar
7.2. Setelah 1x interaksi klien 7.4. Diskusikan akibat berhenti
mendemontrasikan penggunaan minum obat tanpa konsultasi
obat dgn benar dengan dokter
7.3. Setelah 1x interaksi klien 7.5. Anjurkan klien untuk
menyebutkan akibat berhenti konsultasi kepada
minum obat tanpa konsultasi dokter/perawat jika terjadi
dokter hal – hal yang tidak di
inginkan .
Resiko Perilaku TUM: Klien dapat 1. Setelah 1 x pertemuan klien 1. Bina hubungan saling percaya
Kekerasan mengontrol perilaku menunjukkan tanda-tanda dengan:
kekerasan percaya kepada perawat: a. Beri salam setiap
 Wajah cerah, berinteraksi.
TUK: tersenyum b. Perkenalkan nama, nama
 Mau berkenalan panggilan perawat dan
8. Klien dapat  Ada kontak mata tujuan perawat berinteraksi
 Bersedia c. Tanyakan dan panggil
membina
menceritakan nama kesukaan klien
hubungan saling d. Tunjukkan sikap empati,
perasaan
percaya jujur dan menepati janji
1. Setelah 1x pertemuan setiap kali berinteraksi
9. Klien dapat e. Tanyakan perasaan klien
klien menceritakan
mengidentifikasi dan masalah yang dihadapi
penyebab perilaku
penyebab klien
kekerasan yang f. Buat kontrak interaksi yang
perilaku
dilakukannya: jelas
kekerasan yang
Dengarkan dengan penuh
dilakukannya  Menceritakan perhatian ungkapan perasaan klien
penyebab perasaan
10. Klien dapat
jengkel/kesal baik dari 2. Bantu klien mengungkapkan
mengidentifikasi perasaan marahnya:
diri sendiri maupun
tanda-tanda g. Motivasi klien untuk
lingkungannya
perilaku menceritakan penyebab
kekerasan rasa kesal atau jengkelnya
2. Setelah 1x pertemuan
h. Dengarkan tanpa menyela
klien menceritakan atau memberi penilaian
11. Klien dapat
tanda-tanda saat terjadi setiap ungkapan perasaan
mengidentifikasi
perilaku kekerasan klien
jenis perilaku
3. Bantu klien mengungkapkan
kekerasan yang
 Tanda fisik : mata tanda-tanda perilaku kekerasan
pernah merah, tangan yang dialaminya:
dilakukannya mengepal, ekspresi
tegang, dan lain-lain. i. Motivasi klien
12. Klien dapat  Tanda emosional : menceritakan kondisi fisik
mengidentifikasi perasaan marah, (tanda-tanda fisik) saat
akibat perilaku jengkel, bicara kasar. perilaku kekerasan terjadi
kekerasan  Tanda sosial : j. Motivasi klien
bermusuhan yang menceritakan kondisi
13. Klien dapat dialami saat terjadi emosinya (tanda-tanda
mengidentifikasi perilaku kekerasan. emosional) saat terjadi
cara konstruktif perilaku kekerasan
3. Setelah 1x pertemuan Motivasi klien menceritakan
dalam
klien menjelaskan: kondisi hubungan dengan orang
mengungkapkan lain (tanda-tanda sosial) saat
kemarahan  Jenis-jenis ekspresi terjadi perilaku kekerasan
kemarahan yang 4. Diskusikan dengan klien perilaku
14. Klien dapat selama ini telah kekerasan yang dilakukannya
mendemonstrasi dilakukannya selama ini:
kan cara  Perasaannya saat
mengontrol melakukan kekerasan k. Motivasi klien
perilaku  Efektivitas cara yang menceritakan jenis-jenis
kekerasan dipakai dalam tindak kekerasan yang
menyelesaikan masalah selama ini pernah
15. Klien mendapat 4. Setelah 1x pertemuan dilakukannya.
dukungan klien menjelaskan l. Motivasi klien
akibat tindak kekerasan menceritakan perasaan
keluarga untuk
yang dilakukannya klien setelah tindak
mengontrol kekerasan tersebut terjadi
perilaku  Diri sendiri : luka, Diskusikan apakah dengan tindak
kekerasan dijauhi teman, dll kekerasan yang dilakukannya
masalah yang dialami teratasi
16. Klien  Orang lain/keluarga : 5.Diskusikan dengan klien akibat
menggunakan luka, tersinggung, negatif (kerugian) cara yang
obat sesuai dilakukan pada:
program yang 5. Setelah 1x pertemuan
klien : m. Diri sendiri
telah ditetapkan
n. Orang lain/keluarga
 Menjelaskan cara-cara Lingkungan
6. Diskusikan dengan klien:
sehat mengungkapkan
marah o. Apakah klien mau
mempelajari cara baru
6. Setelah 1x pertemuan mengungkapkan marah
klien memperagakan yang sehat
cara mengontrol p. Jelaskan berbagai alternatif
perilaku kekerasan: pilihan untuk
mengungkapkan marah
 Fisik: tarik nafas selain perilaku kekerasan
dalam, memukul yang diketahui klien.
q. Jelaskan cara-cara sehat
bantal/kasur
untuk mengungkapkan
marah:
 Verbal:
 Cara fisik: nafas dalam,
mengungkapkan
pukul bantal atau
perasaan kesal/jengkel
kasur, olah raga.
pada orang lain tanpa
 Verbal:
menyakiti
mengungkapkan bahwa
 Spiritual: zikir/doa, dirinya sedang kesal
meditasi sesuai kepada orang lain.
agamanya  Sosial: latihan asertif
dengan orang lain.
7. Setelah 1x interaksi Spiritual: sembahyang/doa, zikir,
keluarga: meditasi, dsb sesuai keyakinan
 cara merawat klien agamanya masing-masing
dengan perilaku
kekerasan 7. 1. Diskusikan cara yang mungkin
 Mengungkapkan rasa dipilih dan anjurkan klien
puas dalam merawat memilih cara yang mungkin
klien Menjelaskan untuk mengungkapkan
kemarahan.
8. Setelah 3x interaksi
7.2. Latih klien memperagakan cara
pertemuan klien dapat
yang dipilih:
menjelaskan:
r. Peragakan cara
 Manfaat minum obat melaksanakan cara yang
 Kerugian tidak minum dipilih.
obat s. Jelaskan manfaat cara
 Nama obat tersebut
 Bentuk dan warna obat t. Anjurkan klien menirukan
 Dosis yang diberikan peragaan yang sudah
kepadanya dilakukan.
 Waktu pemakaian u. Beri penguatan pada klien,
 Cara pemakaian perbaiki cara yang masih
 Efek yang dirasakan belum sempurna
7.3. Anjurkan klien menggunakan
8. Setelah 1x pertemuan cara yang sudah dilatih saat
klien menggunakan marah/jengkel
obat sesuai program
8.1. Diskusikan pentingnya peran
serta keluarga sebagai pendukung
klien untuk

perilaku kekerasan.

8.2. Diskusikan potensi keluarga


untuk membantu klien
mengatasi perilaku kekerasan

8.3. Jelaskan pengertian, penyebab,


akibat dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.

8.4. Peragakan cara merawat klien


(menangani perilaku
kekerasan)

8.5.Beri kesempatan keluarga


untuk memperagakan ulang

8.6. Beri pujian kepada keluarga


setelah peragaan

8.7. Tanyakan perasaan keluarga


setelah mencoba cara yang
dilatihkan
9.1. Jelaskan manfaat
menggunakan obat secara
teratur dan kerugian jika tidak
menggunakan obat

9.2. Jelaskan kepada klien:

v. Jenis obat (nama, warna


dan bentuk obat)
w. Dosis yang tepat untuk
klien
x. Waktu pemakaian
y. Cara pemakaian
z. Efek yang akan dirasakan
klien
9.3. Anjurkan klien:

aa. Minta dan menggunakan


obat tepat waktu
bb. Lapor ke perawat/dokter
jika mengalami efek yang
tidak biasa
Beri pujian terhadap kedisiplinan
klien menggunakan obat.

L. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Pasien Keluarga
Halusinasi SP I SP I
1. Mengidentifikasi jenis 1. Mendiskusikan masalah
halusinasi pasien yang dirasakan keluarga dalam
2. Mengidentifikasi isi merawat pasien
halusinasi pasien 2. Menjelaskan
3. Mengidentifikasi waktu pengertian, tanda dan gejala
halusinasi pasien halusinasi, dan jenis halusinasi
4. Mengidentifikasi yang dialami pasien beserta
frekuensi halusinasi pasien proses terjadinya
5. Mengidentifikasi situasi 3. Menjelaskan cara-cara
yang menimbulkan halusinasi merawat pasien halusinasi
6. Mengidentifikasi
respons pasien terhadap
halusinasi
7. Melatih pasien cara
kontrol halusinasi dengan
menghardik
8. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

SP II SP II
1. Memvalidasi masalah 1. Melatih keluarga
dan latihan sebelumnya. mempraktekkan cara merawat
2. Melatih pasien cara pasien dengan halusinasi
kontrol halusinasi dengan 2. Melatih keluarga
berbincang dengan orang lain melakukan cara merawat
3. Membimbing pasien langsung kepada pasien
memasukkan dalam jadwal halusinasi
kegiatan harian.
SP III SP III
1. Memvalidasi masalah 1. Membantu keluarga
dan latihan sebelumnya. membuat jadual aktivitas di
2. Melatih pasien cara rumah termasuk minum obat
kontrol halusinasi dengan (discharge planning)
kegiatan (yang biasa 2. Menjelaskan follow up
dilakukan pasien). pasien setelah pulang
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
SP IV
1. Memvalidasi masalah
dan latihan sebelumnya.
2. Menjelaskan cara
kontrol halusinasi dengan
teratur minum obat (prinsip 5
benar minum obat).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.
LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI

 Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan


atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak
mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
 Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari
interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009). 
 Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau
mengancam (Wilkinson, 2007).
 Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ).
Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan
orang lain (Budi Anna Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk
menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang
lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial
budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi
Anna Kelliat, 2006).

B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku
curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis
maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting
karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat menstimulus
anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus dapat
memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya,
maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak
mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan, berkompetensi
dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman
sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal
dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya
hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi hubungan intim
dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan kelompok maupun
teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik akan terjadi
apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut,
yang seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap untuk
membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai pekerjaan.
Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi
dan menerima (mutuality). 
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap
dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan yang
interdependen antara orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.
Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak,
hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi
kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak diselesaikan secara
terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh
karena norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota
tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi
skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita
skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot apabila salah
diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi kembar dizigot
persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi, pembesaran
ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik,
diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal
maupun eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi
sosial.
b. Stressor Biokimia
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik
serta tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan
meningkatkan dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO
adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka menurunnya
MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena
dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun
penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku
psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala
psikotik diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel
otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada
tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang
berasal dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas
untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara
hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai
usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang
mengancam dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-
masing tingkah laku adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi
dan regrasi.

C. POHON MASALAH
D. TANDA DAN GEJALA
Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.

E. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


1. Masalah keperawatan:
a. Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi…
b. Isolasi sosial: menarik diri
c. Gangguan konsep diri: harga diri rendah

2. Data yang perlu dikaji


a. Resiko perubahan persepsi sensori : halusinasi
Data Subjektif:

▪ Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan


dengan stimulus nyata
▪ Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
▪ Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
▪ Klien merasa makan sesuatu
▪ Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
▪ Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan
didengar
▪ Klien ingin memukul/melempar barang-barang

Data Objektif:

▪ Klien berbicara dan tertawa sendiri


▪ Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
▪ Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
▪ Disorientasi

b. Isolasi Sosial : menarik diri


Data Subyektif:

Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.

Data Obyektif:

Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

c. Gangguan konsep diri : harga diri rendah


Data subyektif:

▪ Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
Data obyektif:

▪ Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih


alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL


1. Isolasi Sosial
2. Halusinasi
3. Harga diri Rendah

G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


No. DX. Rencana Rasional
Keperawatan Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1. Isolasi Sosial TUM : Klien


mampu
berinteraksi
dengan orang lain

TUK 1 : Klien
dapat membina Setelah 2 X interaksi 1. Bina hubungan Hubungan saling
hubungan saling klien menunjukan saling percaya percaya merupakan
percaya tanda-tanda percaya dengan : langkah awal untuk
kepada atau terhadap - beri salam setiap melakukan interaksi
perawat : berinteraksi
- Wajah cerah, - Perkenalkan nama,
tersenyum nama panggilan
- Mau berkenalan perawat, dan tujuan
- Ada kontak mata perawat berkrnalan
- Bersedia - Tanyakan dan
menceritakan perasaan panggil nama
- Berseddia kesukaan klien
mengungkapkan - Tunjukan sikap
masalahnya jujur dan menepati
janji setiap kali
berinteraksi
- Tanyakan perasaan
dan masalah yang
dihadapi klien
- Buat kontrak
interaksi yang jelas
- Dengarkan dengan
penuh perhatian
ekspresi perasaan
klien
TUK 2 : 2.Setelah 2 kali 1.Tanyakan pada Dengan mengetahu
Klien mampu interaksi klien dapat klien tentang : tanda-tanda dan
menyebutkan menyebutkan minimal - Orang yang tinggal gejala, kita dapat
penyebab  tanda satu penyebab serumah atau menentukan langkah
dan gejala isolasi menarik diri : dengan sekamar intervensi selanjutnya
sosial -Diri Sendiri klien
- Orang lain - Orang yang paling
- Lingkungan dekat ddengan klien
           dirumah atau
diruangan perawatan
- Apa yang membuat
klien dekat dengan
orang tersebut
- Orang yang tidak
dekat dengan klien
dirumah atau
diruangan perawat
- Apa yang membuat
klien tidak dekat
dengan orang
tersebut
- Upaya yang sudah
dilakukan agar dekat
dengan orang
tersebut

2.Diskusikan dengan
klien penyebab
menarik diri / tidak
mau bergaul dengan
orang lain

3.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaanya

TUK 3 : 3.Setelah 2 X interaksi 1.Tanyakan pada Reinforcement dpat


Klien mampu dengan klien dapat klien tentang : meningkatkan harga
menyebutkan menyebutkan - Manfaat hubungan diri klien
keuntungan keuntungan sosiial
berhubungan berhubungan sosial, - Kerugian menarik
sosial dan misalnya : diri
kerugian menarik -Banyak teman
diri - Tidak kesepian 2.Diskusikan
- Saling menolong bersama klien
tentang manfaat
Dean kerugian berhubungan sosial
menarik diri dan kerugian
misalnya : menarik diri
-Sendiri
- Kesepian 3.Beri pujian
- Tidak bisa diskusi terhadap
           kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya

TUK 4 : 4.Setelah 2 X interaksi 1.Observasi perilaku Mengetahui sejauh


Klien dapat klien dapat klien tentang mana pengetahuan
melaksanakan melaksanakan berhubungan sosial klien tentang
hubungan sosial hubungan soosial berhubungan dengan
secara bertahap secara bertahaap 2.Beri motivasi dan orang lain
dengan : bantuu klien untuk
-Perawat berkenalan /
- Perawat lain berkomunikasi
- Kelompok dengan perawat lain,
klien lain, kelompok

3.Libatkan klien
dalam terapi
aktivitas kelompok
sosialisasi

4.Diskusikan jadwal
harian yang
dilakukan untuk
meningkatkan
kemampuan klien
bersosialisasi

5.Beri motivasi klien


untuk melakukan
kegiatan sesuai
jadwal yang telah
dibuat

6.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
memperluas
pergaulanya melalui
aktifitas yang
dilaksanakan

TUK 5 : 5.Setelah 2X interaksi 1.Diskusikan dengan Agar klien lebih


Klien mampu klien dapat klien tentang percaya diri untuk
menjelaskan menyebutkan perasaanya setelah berhungan dengan
perasaanya setelh perasaanya setelah berhbungan sosial orang lain
berhubungan berhubungan sosial dengan :
sosial dengan : -Orang lain
-Orang lain - Kelompok
- Kelompok
2.Beri pujian
terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaaanya

TUK : 6 1.Setelah 2X kali 1.Diskusikan Agar klien lebih


Klien mendapat pertemuan, keluarga pentingya peran percaya diri dan tau
dukungan keluarga dapat menjelaskan : serta keluarganay akibat tidak
dalam memperluas -pengertian menarik sebagai pendukung berhubungan dengan
hubyngan sosial diri untuk mengatasi orang lain
-tanda dan gejala perilaku menarik
menarik diri diri
-penyebab dan akibat 2.Diskusikan potensi
menarik diri keluarga untuk
-cara merawat klien membantu klien
menarik diri mengatasi perilaku
menarik diri
3.Jelaskan pada
keluarga tentang :
2.Setelah 2X -pengertian menarik
pertemuan, keluarga diri
dapat mempraktekkan -tanda dan gejala
cara merawat klien menarik diri
menarik diri -penyebab dan
akibat menarik diri
-cara merawat klien
menarik diri

4.Latih keluarga
cara merawat klien
menarik diri

5.Tanyakan
perasaan keluarga
setelah mencoba
cara yang dilatihkan

6.Beri motivasi
keluarga agar
membantu klien
bersosialisasi

7.Beri pujian pada


keluarga atas
keterlibatannya
merawat klien
dirumah sakit
TUK 7 : 7.1 Setelah 2X 1.Diskusikan dengan Minum obat dapat
Klien dapat interaksi klien klien tentang menyembuhkan
memanfaatkan menyebutkan : manfaaat dan penyakit klien
obat dengan baik -manfaat minum obat kerugian tidak
-kerugian tidak minum obat, nama,
meminum obat warna, dosis, cara,
-nama, warna, dosis, efek terapi, dan efek
efek terapi, efek samping
samping obat penggunaan obat.

7.2.Setelah...kali 2.Pantau klien saat


interaksi klien penggunaan obat
mendemonstrasikan
penggunaan obat 3.Beri pujian jika
dengan benar klien menggunakan
obat dengan benar
7.3.Setelah...kali
interaksi klien dapt 4.Diskusikan
menyebutkan akibat berhenti minum obat
berhenti minum obat tanpa konsultasi
tanpa konsultasi dengan dokter
dokter
5.Anjurkan klien
untuk konsultasi
kepada dokter atau
perawat jika terjadi
hal-hal yang tidak
diinginkan

2 Halusinasi TUM : klien dapat


mengontrol
halusinasi

TUK :1
Klien dapat
membantu 1.1.Setelah 2X 1.bina hubungan Hubungan saling
hubungan saling interaksi dengan klien, saling percaya percaya merupakan
percaya klien menunjukkan dengan prinsip langkah awal untuk
tanda percaya kepada komunikasi melakukan interaksi
perawat : teraupetik :
-ekpresi bersahabat -sapa klien dengan
-ada kontak mata ramah , baik verbal
-menunjukkan rasa maupun non verbal
senang - perkenalkan nama
-mau berjabat tangan lengkap, nama
-mau duduk panggilan dan tujuan
berdampingan dengan berkenalan
perawat - tanyakan nama
-mengungkapkan yang disukai klien
masalah yang -buat kontrak yang
dihadapi jelas
-tunjukkan sikap
jujur dan menepati
janji
-beri perhatian
kepada klien dan
perhatian kebutuhan
dasar klien
-tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang dihadapi klien

1. adakan kontrak
langsung dan
singkat secara
2.1.setelah 2X bertahap
TUK 2 : interaksi klien 2. observasi tingkah Mengetahui apakah
klien dapat menyebutkan laku klien terkait halusinasi datang dan
mengenal -isi dengan menentukan tindakan
halusinasinya -waktu halusinasinya. yang tepat atas
-frekuensi -tanyakan apakah halusinasinya
-situasi dan kondisi klien mengalami
yang menimbulkan halusinasi
halusinasi -jika klien
menjawabnya,
tanyakan apa yang
dialaminya
-katakan bahwa
perawat percaya

1.identifikasi
bersama klien cara
atau tindakan yang
TUK : 3 1.setelah ... kali dilakukan jika
klien dapat interaksi klien terjadi halusinasi Klien dapat
mengontrol menyebutkan tindakan 2. diskusikan cara melakukan tindakan
halusinasi yang biasanya yang digunakan yang tepat saat
dilakukan untuk klien halusinasinya muncul
mengendalikan -jika cara yang
halusinasinya digunakan adaptif,
2. setelah... kali beri pujian
interaksi klien -jika cara yang
menyebutkan cara digunkan maladaptif
baru mengontrol diskusikan kerugian
halusinasi cara tersebut
3. setelah .. kali 3. diskusikan cara
interaksi klien dapat baru untuk
memilih dan mengontrol
memperagakan cara halusinasi
megatasi halusinasi -katakan pada diri
4. setelah.. klia sendiri ini tidak
interaksi, klen nyata (saya tidak
melaksanakan cara mau mendengar)
yang telah dipilih -menemui orang
untuk mengendalikan tua /perawat untuk
halusinasi dengar menceritakan
5. setelah  2X tentang
interaksi, klien halusinasinya
mengikuti terapi -membuat dan
aktivitas kelompok melaksanakan
jadwal kegiatan
sehari-hari yang
telah disususn
TUK : 4 1.setelah 2X interaksi 1.diskusikan denagn Minum obat dapa
klien dapat klien dapat klien tentang mengurangi halusinasi
memanfaatkan menyebutkan  : manfaat dan klien
obat dengan baik -manfaat dari minum kerugian tidak
obat minum obat, nama,
-kerugian tidak warna, dosis, dan
minum obat efek terapi dan efek
-nama, warna, dosis, samping
efek terapi dan efek penggunaan obat
samping obat 2. pantau klien saat
2. setelah ... kali penggunaan obat
interaksi klien 3. beri pujian bila
mendemonstrasikan klien menggunakan
penggunaan obat obat dengan benar
dengan benar 4. diskusikan akibat
3. setelah.. kali berhenti minum obat
interaksi tanpa konsultasi
klienmenyebutkan denagn dokter
akibat berhenti minum 5. anjurkan klien
obat untuk konsultasi
kepada
dokter/perawat jika
terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.

1.bina hubungan
saling percaya
a.sapa klien dengan
TUM : 1.klien dapat ramah, baik verbal
3. Harga Diri Klien dapat mengungkapkan maupun nonverbal
rendah melakukan perasaannya b.perkenalkan diri Hubungan saling
hubungan sosial 2.ekspresi wajah dengan sopan percaya akan
secara bertahap bersahabat c.tanya nama menimbulkan
3.ada kontak mata lengkap klien dan kepercayaan klien
TUK 1 : 4.menunjukkan rasa nama panggilan pada perawat
Klien dapat senang yang disukai klien sehingga akan
membina 5.mau berjabat tangan d.jelaskan tujuan memudahkan dalam
hubungan saling 6.mau menjawab pertemuan, jujur dan pelaksanaan tindakan
percaya salam menepati janji selanjutnya
7.klien mau duduk e.tunjukkan sikap
berdampingan empati dan
8.klien mau menerima klien apa
mengutarakan adanya
masalah yang f.beri perhatian pada
dihadapi klien

2.beri kesempatan
untuk
mengungkapkan
perasaannya tentang
penyakit yang
dideritanya

3.sediakan waktu
untuk mendengarkan
klien

4.katakan pada klien


bahwa ia adalah
seorang yang
berharga dan
bertanggungjawab
serta mampu
menolong dirinya
sendiri
1.diskusikan
kemampuan dan
aspek positif yang
dimiliki klien dan
beri pujian
Klien mampu /reinforcement atas
TUK 2 : mempertahankan kemampuan
Klien dapat aspek positif yang mengungkapkan Pujian akan
mengidentifikasi dimiliki perasaannya meningkatkan harga
kemampuan dan 2.saat bertemu klien, diri klien
aspek positif yang hindarkan memberi
dimiliki penilaian negatif.
Utamakan memberi
pujian yang realistis

1.diskusikan
kemampuan klien
yangmasih dapat
digunakan selama
sakit
2.diskusikan juga
kemampuan yang
1.kebutuhan klien dapat dilanjutkan
terpenuhi penggunaan di
TUK 3 : 2.klien dapat rumah sakit dan Peningkatan
Klien dapat melakukan aktivitas dirumah nanti kemampuan
menilai terarah mendorong klien
kemampuan yang untuk mandiri
dapat digunakan

1.rencanakan
bersama klien
aktivitas yang masih
dapat dilakukan
setiap hari sesuai
kemampuan :
kegiatan mandiri,
1.klien mampu kegiatan dengan
TUK 4: beraktivitas sesuai bantuan minimal,
Klien dapat kemampuan kegiatan dengan Pelaksanaan kegiatan
menetapkan dan 2.klien mengikuti bantuan total secara mandiri modal
merencanakan terapi aktivitas 2.tingkatkan awal untuk m
kegiatan sesuai kelompok kegiatan sesuai eningkatkan harga diri
dengan dengan toleransi rendah
kemampuan yang kondisi klien
dimiliki 3.beri contoh cara
pelaksanaan
kegiatan yang boleh
klien lakukan
(sering klien takut
melaksanakanny)
1.beri kesempatan
klien untuk mencoba
kegiatan yang
direncanakan
2.beri pujian atas
keberhasilan klien
3.diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan
Klien mampu dirumah
TUK 5 : beraktivitas sesuai Dengan aktivitas klien
Klien dapat kemampuan akan mengetahui
melakukan kemampuannya
kegiatan sesuai 1.beri pendidikan
kondisi sakit dan kesehatan pada
kemampuannya keluarga klien
tentang cara
merawat klien harga
diri rendah
2.bantu keluarga
memberi dukungan
selama klien dirawat
3.bantu keluarga
TUK 6 : 1.klien mampu menyiapkan Perhatian keluarga
Klien dapat melakukan apa yang lingkungan dirumah dan pengertian
memanfaatkan diajarkan keluarga akan dapat
sistem pendukung 2.klien mau membantu
yang ada memberikan meningkatkanharga
dukungan diri klien.
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH

I. Kasus (Masalah Utama)

Gangguan konsep diri : harga diri rendah

II. Proses Terjadinya Masalah

a. Pengertian

Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif


terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa
gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Gangguan harga diri atau
harga diri rendah dapat terjadi secara :

1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,


kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja dll. Pada
klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang
kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopan (pemasangan kateter, pemeriksaan perianal, dll),
harapan akan struktur, bentuk dan ffungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai.

2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama.

Tanda dan gejala

 Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit
 Rasa bersalah terhadap diri sendiri
 Merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu
 Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
 Percaya diri kurang
 Mencederai diri
b. Penyebab

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,


harapan orang tua ang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pda orang lain dan ideal
diri yang tidak realistik.
Stressor pencetus munkin ditimbulkan dari sumber internal dan eksternal,
seperti : trauma fisik maupun psikis, ketegangan peran, transisi peran situasi
dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluargamelalui kelahiran atau
kematian, serta transisi peran sehat sakit sebagai transisi dari keadaan sehat
dan keadaan sakit.
c. Tanda dan gejala

- Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit
- Rasa bersalah terhadap diri sendiri
- Merendahkan martabat sendiri, merasa tidak mampu
- Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
- Percaya diri kurang
- Mencederai diri
- Konsentrasi menurun
- Menyangkalfek labil
- Regresi perkembangan

d. Akibat

Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan


gangguan interaksi sosial : menarik diri, dan memicu munculnya perilaku
kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Isolasi social merupakan suatu keadaan dimana individu dan kelompok


mengalami kebutuhan meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk melakukan kontak. (Copernitto LJm 1998).
Tanda dan gejala
Data Subyektif
a. Klien mengatakan kesepian
b. Klien mengatakan tidak mempunyai teman
c. Klien mengatakan lebih sering di rumah, sendiri
d. Klien mengatakan tidak dapat berhubungan social

Data Obyektif
a. Menyendiri
b. Diam
c. Ekspresi wajah murung, sedih
d. Sering larut dalam pikiranya sendiri

Sedangkan perilaku kekerasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang


melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada
diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Tanda dan gejala :


Data subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar suara-suara yang mengancam,
menyuruh melakukan pencederaan pada diri sendiri, orang lain atau
lingkungan
b. Mengatakan takut, cemas atau khatir

Data Obyektif :
a. Wajah tegang dan merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot, rahang menutup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah

III. Pohon Masalah

Isolasi sosial : menarik diri Perilaku kekerasan

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Berduka disfungsional

IV. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji


1. Masalah keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Berduka disfungsional
2. Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan harga diri rendah
a. Data Subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
b. Data Obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.

V. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah
2. Isolasi sosial : menarik diri

VI. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
a. Tujuan umum : klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
b. Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
1.2. Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang,
1.3. Bbuat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
1.4. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
1.5. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
1.6. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
2.3. Utamakan memberi pujian yang realistis
2.4. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuan
4.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Diagnosa 2: Menarik diri


Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain

Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan
tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan
perasaan penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,
tanda-tanda serta penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial

Tindakan:

4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :

▪ K–P

▪ K – P – P lain

▪ K – P – P lain – K lain

▪ K – Kel/Klp/Masy

4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.

4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu

4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain

Tindakan:

5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan


orang lain

5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain.

5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan


manfaat berhubungan dengan oranglain
6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

Tindakan:

6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

▪ Salam, perkenalan diri

▪ Jelaskan tujuan

▪ Buat kontrak

▪ Eksplorasi perasaan klien

6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

▪ Perilaku menarik diri

▪ Penyebab perilaku menarik diri

▪ Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi

▪ Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk


berkomunikasi dengan orang lain.

6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu

6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

1.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


1.1.1 Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk meluk
ai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka peril
aku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri,orang lain, d
an lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat sedang b
erlangsung perilaku kekerasan terdahulu. (Yosep, 2010).
1.2 Etiologi/Faktor Yang Berhubungan
Menurut Sujuono Riyadi (2009), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku k
ekerasan yaitu:
1.2.1 Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
(1) Instinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh su
atu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
(2) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis terhadap s
timulus eksternal, internal maaupun lingkungan. Dalaam hal ini sist
em limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.
2) Faktor psikologis
(1) Frustasion aggression theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulas
i frustasi terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai sesuatu
gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong individu
berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
(2) Behaviororal theory (teori perilaku).
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila terse
dia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang dite
rima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekera
san dirumah atau luar rumah. Semua aspek ini menstimulasi indivi
du mengadopsi perilaku kekerasan.
(3) Existentinal theory (teori eksistensi)
Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan dasar manusia apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui perilaku konstrukti
f maka individu akan memenuhi kebutuhannya melalui perilaku de
struktif.
3) Faktor social kultural
(1) Social environment theory (teori lingkungan)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam mene
kspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam (pas
if agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kek
erasan akan menciptaakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
(2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalu
i proses sosialisasi.
1.2.2 Faktor prespitasi
Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan seringkali berkaitan dengan:
1) Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau simbolis solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perke
lahian massal dan sebagainya.
2) Ekspesi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial eko
nomi.
3) Kesulitan dalam dialog untuk memecahkan masalah cenderung melaku
kan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
4) Adanya riwayat perilaku anti social meliputi penyalahgunaan obat dan
alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat mengha
dapi rasa frustasi.
5)

1.3 Mekanisme Koping

Menurut stuart dan laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain:
1.3.1 Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan p
enyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengur
angi ketegangan akibat rasa marah.
1.3.2 Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau k
einginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang m
enyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerja
nya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, me
ncumbunya.
1.3.3 Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayaka
n masuk kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pad
a orangtuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua meru
pakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan, sehingga perasaan b
enci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
1.3.4 Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspr
esikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan d
an menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kas
ar.
1.3.5 Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya berm
usuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mul
anya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun m
arah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena mengg
ambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang perangan denga
n temennya.
1.4 Tanda Dan Gejala

Menurut yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi ta


nda dan gejala perilaku kekerasan:

1) Muka merah dan tegang


2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatupkan rahang dengan kuat
9) Mengepalkan tangan
10) Jalan mondar-mandir
1.5 Penatalaksanaan
1.5.1 Farmakologi:
a) Obat anti psikosis:Penotizin
b) Obat anti depresi:Amitripilin
c) Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
d) Obat anti insomnia:Phneobarbital
1.5.2 Non-Farmakologi:
a) Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga
membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian
b) Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan,
keterampilan sosial, atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan
bermain untuk mengembalikan keadaan klien karena masalah
sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang
lain.
c) Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain
untuk mengembalikan kesadaran diri.
1.6 Pohon Masalah

Gangguan Konsep Diri:Harga Diri Rendah

Perilaku Kekerasan

Resiko Menciderai Diri Sendiri,Orang


Lain dan Lingkungan

1.7 Diagnosis Keperawatan


Diagnosis keperawatan dari pohon masalah pada gambar diatas adalah
sebagai berikut :
1) Risiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
2) Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah kronis.
3) Gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan defisit
perawatan diri mandi dan berhias.
4) Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik berhubungan
dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien di rumah.

2.1 RENCANA KEPERAWATAN PERILAKU KEKERASAN

Diagnos Perencanaan
No.D a Tujuan Kriteria
Tgl Intervensi Rasional
x Keperaw Evaluasi
atan
1 2 3 4 5 6 7
Perilaku 1.Klien da 1.1 klien mau memba 1.1.1 beri salam/ panggi  Hubungan sali
kekerasa pat membi las salam l nama klien ng percaya mer
n na hubung 1.2 klien mau menjab 1.1.2 sebutkan nama per upakan landasa
an saling p at tangan awat sambil jabat tanga nn utama untu
ercaya 1.3 klien mau menye n k hubungan sel
butkan nama 1.1.3 jelaskan maksud h anjutnya.
1.4 klien mau terseny ubungan interaksi
um 1.1.4 jelaskan tentang k
1.5 klien mau kontak ontrak yang akan dibuat
mata 1.1.5 beri rasa aman dan
1.6 klien mengetahui sikap empati
nama perawat 1.1.6 lakukan kontak si
1.7 menyediakan wa ngkat tapi sering
ktu untuk kontrak
2.Klien 2.1 Klien dapat 2.1.1 Beri kesempatan  Beri
dapat mengungkapkan untuk mengungkapkan kesempatan
mengindet perasaannya perasaannya untuk
ifikasi 2.2 Klien dapat 2.1.2 Bantu klien untuk mengungkapka
penyebab mengungkapkan mengungkapkan n perasaannya
perilaku penyebab perasaan penyebab jengkel/kesal dapat
kekerasan jengkel//kesal (dari membantu
diri sendiri,dari mengurangi
lingkungan/orang stress dan
lain) penyebab
perasaan
jengkel/kesal
dapat diketahui
3.Klien 3.1 Klien dapat 3.1.1 Anjurkan klien  Untuk
dapat mengungkapkan mengungkapkan apa mengetahui hal
mengident perasaan saat yang dialami saat yang dialami
ifikasi marah/jengkel marah/jengkel dan dirasa saat
tanda- 3.2 Klien dapat 3.1.2 Observasi tanda jengkel
tanda menyimpulkan perilaku kekerasan pada  Untuk
perilaku tanda-tanda klien mengetahui
kekerasan jengkel/kesal yang 3.1.3 Simpulkan tanda-tanda
dialami bersama klien tanda- klien
tanda jengkel/kesal jengkel/kesal
yang dialami klien  Menarik
kesimpulan
bersama klien
supaya klien
mengetahui
secara garis
besar tanda-
tanda
marah/kesal
4.Klien 4.1 Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien  Mengeksploras
dapat mengungkapkan untuk mengungkapkan i perasaan
mengident perilaku kekerasan perilaku kekerasan yang klien terhadap
ifikasi yang biasa dilakukan biasa dilakukan klien perilaku
perilaku 4.2 Klien dapat 4.1.2 Bantu klien kekerasan
kekerasan bermain peran bermain peran sesuai yang biasa
yang biasa dengan perilaku dengan perilaku dilakukan
dilakukan kekerasan yang biasa kekerasan yang biasa  Untuk
dilakukan dilakukan mengetahui
4.3 Klien dapat 4.1.3 Bicarakan dengan perilaku
mengetahui cara klien apakah cara yang kekerasan
yang biasa dapat klien lakukan yang biasa
menyesuaikan masalahnya selesai? dilakukan dan
masalah atau tidak dengan
bantuan
perawat bisa
membedakan
perilaku
konstruktif dan
destruktif
 Dapat
membantu
klien dapat
menemukan
cara yang
dapat
menyelesaikan
masalah
5.Klien 5.1 Klien dapat 5.1.1 Bicarakan  Membantu
dapat menjelaskan akibat akibat/kerugian dari klien untuk
mengident dari cara yang cara yang dilakukan menilai
ifikasi digunakan klien klien perilaku
akibat 5.1.2 Bersama klien kekerasan
perilaku menyimpulkan akibat yang
kekerasan vara yang digunakan dilakukannya
oleh klien  Dengan
mengetahui
akibat perilaku
kekerasan
diharapkan
klien dapat
merubah
perilaku
destruktif yang
dilakukannya
menjadi
perilaku yang
konstruktif.
6.Klien 6.1 Klien dapat 6.1.1 Tanyakan pada  Agar klien
dapat melakukan cara klien “apakah ia ingin dapat
mengident berespon terhadap mempelajari cara baru mempelajari
ifikasi kemarahan secara yang sehat?” cara yang lain
cara konstruktif 6.1.2 Berikan pujian yang
konstrukti jika klien mengetahui konstruktif
f dalam cara lain yang sehat  Dengan
merespon 6.1.3 Diskusikan mengidentifika
terhadap dengan klien cara lain si cara yang
kemaraha yang sehat konstruktif
n  Secara fisik:tarik dalam
nafas dalam jika merespon
sedang terhadap
kesal/memukul kemarahan
bantal/kasur atau dapat
olah raga atau membantu
pekerjaan yang klien
memerlukan menemukan
tenaga cara yang baik
 Secara untuk
verbal:katakana mengurangi
bahwa anda sedang kejengkelanny
kesal/tersinggung/j a sehinga klien
engkel (saya kesal tidak stress
anda berkata lagi
seperti itu;saya  Reinforcement
marah karena positif dapat
mama tidak memotivasi
memenuhi klien
keinginan saya meningkatkan
 Secara harga dirinya
sosial:lakukan  Berdiskusi
dalan kelompok dengan klien
cara-cara marah untuk memilih
yang sehat;latihan cara yang lain
asentif.Latihan sesuai dengan
manajemen kemampuan
perilaku kekerasan klien
 Secara
spiritual:anjurkan
klien
sembahyang,berdo
’a/ibadah
lain;meminta pada
Tuhan untuk diberi
kesabaran,mengad
u pada Tuhan
kekerasan/kejengk
elan.
7.Klien 7.1 Klien dapat 7.1.1 Bantu klien  Memberikan
dapat mendemonstrasikan memilih cara yang stimulasi
mendemo cara mengontrol paling tepat untuk klien kepada klien
nstrasikan perilaku kekerasan: 7.1.2 Bantu klien untuk menilai
cara  Fisik:tarik nafas mengidentifikasi respon
mengontro dalam,olah manfaat cara dipilih perilaku
l cara raga,menyiram 7.1.3 Bantu keluarga kekerasan
mengontro tanaman klien untuk secara tepat
l perilaku  Verbal:mengata menstimulasi cara  Membantu
kekerasan kannya secara tersebut (role play) klien dalam
langsung 7.1.4 Berreinforcement mebuat
dengan tidak positif atau keberhasilan keputusan
menyakiti klien menstimulasi cara terhadap cara
 Spiritual:semba tersebut yang telah
hyang,berdo’a 7.1.5 Anjurkan klien dipilihnya
atau ibadah lain untuk menggunakan dengan melihat
cara yang telah manfaatnya
dipelajari saat  Agar klien
jengkel/marah mengetahui
cara marah
yang
konstruktif
 Pujian dapat
meningkatkan
motivasi dan
harga diri klien
 Agar klien
dapat
melaksanakan
cara yang telah
dipilihnya jika
ia sedang kesal
atau marah
8.Klien 8.1 Keluarga klien  Identifikasi  Kemampuan
mendapat dapat: kemampuan keluarga dalam
dukungan  Menyebutkan keluarga merawat mengidentifika
keluarga cara merawat klien dari sikap si akan
dalam klien yang apa yang telah memungkinka
mengontro berperilaku dilakukan keluarga n keluarga
l perilaku kekerasan terhadap klien untuk
kekerasan  Mengungkapka selama ini melakukan
n rasa puas  Jelaskan peran penilaian
dalam merawat serta keluarga terhadap
klien dalam merawat perilaku
klien kekerasan
 Jelaskan cara-cara  Meningkatkan
merawat klien: pengetahuan
 Terkait dengan keluarga
cara mengontrol tentang cara
perilaku marah merawat klien
secara konstruktif sehingga
 Sikap keluarga
tenang,bicara terlibat dalam
tenang dan jelas perawatan
 Membantu klien klien
mengenal  Agar keluarga
penyebab ia marah dapat merawat
 Bantu keluarga klien dengan
mendemonstrasika perilaku
n cara merawat kekerasan
klien  Agar keluarga
 Bantu keluarga mengetahui
mengungkapkan cara merawat
perasaannya klien melalui
setelah melakukan demonstrasi
demonstrasi yang dilihat
keluarga
secara
langsung
 Mengeksploras
i perasaan
keluarga
setelah
melakukan
demonstrasi
9.Klien 9.1 Klien dapat 9.1.1 Jelaskan jenis-  Klien dan
dapat menyebutkan obat- jenis obat yang keluarga dapat
mengguna obatan yang diminum klien pada mengetahui
kan obat- diminum dan klien keluarga nama-nama
obatan kegunaannya 9.1.2 Diskusikan obat yang
yang (jenis,waktu,dan manfaat minum obat diminum oleh
diminum efek) dan kerugian berhenti klien
dan 9.2 Klien dapat minum obat tanpa  Klien dan
kegunaann minum obat sesuai seizing dokter keluarga dapat
ya program pengobatan 9.2.1 Jelaskan prinsip mengetahui
(jenis,wak benar minum obat (baca kegunaan obat
tu,dosis nama yang tertera pada yang
dan efek) botol obat,dosis dikonsumsi
obat,waktu dan cara klien
minum)  Klien dan
9.2.2 Ajarkan klien keluarga
minta obat dan minum mengetahui
tepat waktu prinsip benar
9.2.3 Anjurkan klien agar tidak
melaporkan pada terjadi
perawat/dokter jika kesalahan
merasakan efek yang dalam
tidak menyenangkan mengkonsumsi
9.2.4 Beri pujian,jika obat
klien minum obat  Klien dapat
dengan benar memiliki
kesadaran
pentingnya
minum obat
dan bersedia
minum obat
dengan
kesadaran
sendiri
 Mengetahui
efek samping
sedini
mungkin
sehingga
tindakan dapat
dilakukan
sesegera
mungkin untuk
menghindari
komplikasi
 Reinforcement
positif dapat
memotivasi
keluarga dan
klien serta
dapat
meningkatkan
harga diri
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. Kasus (Masalah Utama)


Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak
menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan diri,
makan, berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri
(toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering mengalami ketidakpedulian
merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan menyebabkan
pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun masyarakat (Yusuf, Rizky &
Hanik,2015:154)
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan BAB
atau BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri diantaranya mandi, makan dan minum secara mandiri,
berhias secara mandiri, dan toileting.

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kurang perawatan diri
adalah, Perkembangan. Dalam perkembangan, keluarga yang terlalu
melindungi dan memanjakan klien dapat menimbulkan perkembangan
inisiatif dan keterampilan. Lalu faktor predisposisi selanjutnya adalah Faktor
Biologis, beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri secara mandiri. Faktor selanjutnya adalah
kemampuan realitas yang menurun. Klien dengan gangguan jiwa mempunyai
kemampuan realitas yang kurang, sehingga menyebabkan ketidak pedulian
dirinya terhadap lingkungan termasuk perawatan diri. Selanjutnya adalah
faktor Sosial, kurang dukungan serta latihan kemampuan dari lingkungannya,
menyebabkan klien merasa
B. Faktor Presipitasi.
Yang merupakan factor presipitasi defisit perawatan diri adalah
kurangnya atau penurunan motivasi, kerusakan kognisi, atau perseptual,
cemas, lelah / lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu
kurang mampu melakukan perawatan diri. Sedangkan menurut Depkes tahun
2000 faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah body Image,
praktik social, status sosial ekonomi, pengetahuan, budaya, kebiasaan dan
kondisi fisik.
Berikut penjabarannya. gambaran individu terhadap dirinya sangat
mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik
sehingga individu tidak perduli dengan dirinya. Pada anak anak selalu
dimanja dalam kebersihan diri maka,kemungkinan akan terjadi perubahan
pola personal hygiene.
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan, seperti sabun, sikat gigi,
shampoo dan alat mandi lainnya yang membutuhkan uang untuk
menyediakannya.
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang
baik dapat meningkatkan kesehatan, misalnya pada pasien penderita DM
yang harus menjaga kebersihan kakinya. Pada factor Budaya, terdapat
budaya di sebagian masyarakat tertentu jika individu sakit tidak boleh
dimandikan. Ada pula kebiasaan seseorang yang enggan menggunakan
produk tertentu dalam perawatan diri, missal sabun, shampoo, dll.
Sedangkan, untuk factor kondisi fisik, pada keadaan tertentu / sakit
kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk
melakukan nya.

C. Jenis-Jenis Defisit Perawatan Diri


Menurut Nanda (2012),jenis perawatan diri terdiri dari :
1. Defisit perawatan diri : mandi
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan
mandi/beraktivitas perawatan diri untuk diri sendiri.
2. Defisit perawatan diri : berpakaian
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
berpakaian dan berhias untuk diri sendiri
3. Defisit perawatan diri : makan
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas makan
secara mandiri
4. Defisit perawatan diri : eliminasi / toileting
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas
eliminasi sendiri.

D. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala defisit perawatan diri menurut Fitria (2009) adalah
sebagai berikut :
1) Mandi/Hygiene
Klien mengalami ketidakmampuan dalam membersihkan badan,memperoleh
atau mendapatkan sumber air,mengatur suhu atau aliran air
mandi,mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk
dan keluar kamar mandi
2) Berpakaian/berhias
Klien mempunyai kelemahan dalam meletakkan atau mengambil potongan
pakaian ,menanggalkan pakaian,serta memperoleh atau menukar
pakaian.Klien juga memiliki ketidakmampuan untuk mengenakan pakaian
dalam,memilih pakaian,mengambil pakaian dan mengenakan sepatu
3) Makan
Klien mempunyai ketidakmampuan dalam menelan makanan,mempersiapkan
makanan,melengkapi makanan,mencerna makanan menurut cara yang
diterima masyarakat,serta mencerna cukup makanan dengan aman
4) Eliminasi
Klien memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan dalam mendapatkan
jamban atau kamar kecil,duduk atau bangkit dari jamban,memanipulasi
pakaian untuk toileting,membersihkan diri setelah BAB/BAK dengan
tepat,dan menyiram toilet atau kamar kecil.

E. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Pola perawatan diri Kadang perawatan tidak melakukan perawatan


seimbang diri tidak seimbang diri

Gambar 1. Rentang Respon Defisit Perawatan Diri

Keterangan :
1. Pola perawatan diri seimbang : saat klien mendapatkan stresor dan mampu
untuk berperilaku adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien
seimbang, klien masih melakukan perawatan diri.
2. Kadang perawatan diri kadang tidak : saat klien mendapatkan stresor
kadang kadang klien tidak memperhatikan perawatan dirinya.
3. Tidak melakukan perawatan diri : klien mengatakan dia tidak peduli dan
tidak bisa melakukan perawatan saat stresor.

G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongan nya di bagi 2 (Stuart &
Sundeen, 2000), yaitu :
 Mekanisme Koping Adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya adalah :
Klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri.
 Mekanisme Koping Mal Adaptif
Mekanisme koping yang menghambat, fungsi integrasi, memecah
pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Kategori nya adalah : Tidak mau merawat diri.
III.Penjabaran Masalah
a) Pohon Masalah

Effect Gangguan pemeliharaan Kesehatan


(BAB/BAK, mandi, makan, minum)

Core problem Defisit perawatan diri

Causa Menurunnya motivasi dalam


Perawatan diri

Isolasi sosial : menarik diri

Gambar 2: Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri


(Sumber : Keliat, 2006)

b) Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji :


Masalah yang ditemukan adalah : Defisit Perawatan Diri (SP 1 Kebersihan
Diri, SP 1 Makan, SP 1 Toileting (BAB / BAK), SP 1 Berhias)
Contoh data yang biasa ditemukan dalam Defisit Perawatan Diri :
Kebersihan Diri adalah :
a) Data Subjektif :
Pasien merasa lemah,malas untuk beraktivitas,dan merasa tidak berdaya
b) Data Objektif :
Rambut kotor acak-acakan,badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan
gigi bau,kulit kusam dan kotor,kuku panjang dan tidak terawat.
c) Mekanisme Koping :
Regresi, penyangkalan, isolasi social menarik diri, intelektualisasi.
Defisit perawatan diri bukan merupakan bagian dari komponen pohon
masalah (causa,core problem,effect) tetapi sebagai masalah pendukung.
a) Effect
b) Core Problem
c) Causa
d) Defisit Perawatan Diri.

c) Diagnosa keperawatan
 Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan merawat kebersihan diri
 Menurunnya motivasi dalam merawat diri

d) Rencana keperawatan
Tgl No.Dx Dx. Perencanaan
Keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi
I Defisit TUM :
Perawatan Diri : Klien dapat
Merawat melakukan
Kebersihan Diri perawatan diri
secara mandiri
1.   Setelah …x1.      Bina hubungan
TUK 1 : interaksi klien saling percaya
Klien dapat menunjukkan dengan :
membina tanda – tanda         Beri salam setiap
hubungan percaya pada berinteraksi
saling percaya perawat :          Perkenalkan nama,
         Wajah cerah, nama panggilan
tersenyum perawat, dan tujuan
         Mau berkenalan perawat berinteraksi.
         Ada kontak         Tanyakan dan
mata panggil nama
         Bersedia kesukaan klien
menceritakan          Tunjukkan sikap
perasaan empati, jujur dan
         Bersedia menepati janji setiap
mengungkapkan kali berinteraksi.
masalahnya          Tanyakan perasaan
klien dan masalah
yang dihadapi klien
         Buat kontrak
interaksi yang jelas
         Dengarkan dengan
empati
         Penuhi kebutuhan
dasar klien

TUK 2 : 2.    Dalam…x 2. diskusikan dengan


Klien interaksi klien klien :
mengetahui menyebutkan :          Penyebab klien
pentingnya          Penyebab tidak tidak merawat diri
perawatan diri merawat diri          Manfaat menjaga
         Manfaat perawatan diri untuk
menjaga keadaan fisik, mental
perawatan diri dan sosial
         Tanda-tanda         Tanda-tanda
bersih dan rapi perawatan diri yang
         Gangguan yang baik
dialami jika         Penyakit atau
perawatan diri gangguan kesehatan
tidak diperhatikan yang bisa dialami oleh
klien bila perawatan
diri tidak adekuat

TUK 3 : 3.1 Dalam …x


3.1 diskusika frekuensi
Klien interaksi klien menjaga perawatan
mengetahui menyebutkan diri selama ini
cara-cara frekuensi menjaga          Mandi
melakukan perawatan diri :           Gosok gigi
perawatan diri          Frekuensi mandi          Keramas
         Frekuensi gosok          Berpakain
gigi           Berhias
         Frekuensi          Gunting kuku
keramas 3.2 diskusikan cara praktek
         Frekuensi ganti perawatan diri yang
pakaian baik dan benar
         Frekuensi          Mandi
berhias           Gosok gigi
         Frekuensi          Keramas
gunting kuku           Berpakain
3.2 Dalam …x          Berhias
interaksi klien          Gunting kuku
menjelaskan cara 3.3 berikan pujian untuk
menjaga setiap respon kliken
perawatan diri : yang positif
         Cara mandi
         Cara gosok gigi
         Cara keramas
         Cara berpakaian
         Cara berhias
         Cara gunting
kuku

TUK 4 : 4. Dalam …x interaksi 4.1 Bantu klien saat


Klien dapat klien perawatan diri :
melaksanakan mempraktekan          Mandi
perawatan diri perawatan diri         Gosok gigi
dengan bantuan dengan dibantu         Keramas
perawat oleh perawat :          Berpakain
         Mandi          Berhias
         Gosok gigi          Gunting kuku
         Keramas 4.2 Beri pujian setelah klien
         Berpakain selesai melaksanakan
         Berhias perawatan diri
         Gunting kuku

TUK 5 : 5. Dalam …x interaksi 5.1 Pantau klien dalam


Klien dapat klien melaksanakan
melaksanakan melaksanakan perawatan diri :
perawatan praktek perawatan         Mandi
secara mandiri diri secara mandiri         Gosok gigi
:          Keramas
         Mandi 2x sehari         Berpakain
         Gosok gigi         Berhias
sehabis makan          Gunting kuku
         Keramas 2x 5.2 Beri pujian saat
seminggu klien melaksanakan
         Ganti pakaian perawatan diri secara
1x sehari mandiri
         Berhias sehabis
mandi
         Gunting kuku
setelah mulai
panjang
TUK 6 : 6.1 Dalam …x 6.1 Diskusikan dengan
Klien interaksi keluarga keluarga :
mendapatkan menjelaskan cara-         Penyebab klien
dukungan cara membantu tidak melaksanakan
keluarga untuk klien dalam perawatan diri
meningkatkan memenuhi          Tindakan yang telah
perawatan diri kebutuhan dilakukan klien
perawatan dirinya selama di Rumah
6.2 Dalam …x Sakit dalam menjaga
interaksi keluarga perawatan diri dan
menyiapakan kemajuan yang telah
sarana perawatan dialami oleh klien
diri klien : sabun         Dukungan yang
mandi, pasta gigi, bisa diberika oleh
sikat gigi, sampo, keluarga untuk
handuk, pakaian meningkatkan
bersih, sandal dan kemempuan klien
alat berhias dalam perawatan diri
6.3 Keluarga 6.2 Diskusikan denagn
mempraktekan keluarga tentang :
perawatan diri         Sarana yang
kepada klien diperlukan untuk
menjaga perawatan
diri klien
         Anjurkan kepada
keluarga menyiapkan
sarana tersebut
6.3 Diskusikan dengan
keluarga hal-hal yang
perlu dilakukan
keluarga dalam
perawatan diri :
         Anjurkan keluarga
untuk mempraktekan
perawatan diri
(mandi, gosok gigi,
keramas, ganti baju,
berhias dan gunting
kuku)
         Ingatkan klien
waktu mandi, gosok
gigi, keramas, ganti
baju, berhias dan
gunting kuku
         Bantu jika klien
mengalami hambatan
dalam perawatan diri
         Berikan pujian atas
keberhasilan klien
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO BUNUH DIRI

A. Pengertian
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang
dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh
diri disebabkan karena stress yang tinggi dan berkepanjangan dimana individu
gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi
masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi,
dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat
merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusasaan
(Stuart, 2006).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008). Menciderai diri
adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir
dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.  (Budi Anna Kelihat,
2000).
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku “Keperawatan Jiwa”
dinyatakan sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini
dapat mengarah pada kematian (2007). 
Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri
memiliki 4 pengertian, antara lain:
a. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional
b. Bunuh diri dilakukan dengan intensi
c. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri
d. Bunuh diri bisa terjadi secara tidak langsung (aktif) atau tidak langsung
(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan
kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.

Menurut Shives (2008) mengemukakan rentang harapan putus harapan


merupakan rentang adaptif maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum
berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan
individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain:
1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.
Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan
masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang
bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan
koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan
merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya :
Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan
merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya dapat berakhir
dengan bunuh diri.
a) Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai
dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada
saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.

b) Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk
mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir
individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Laraia, 2005).

Respon Adaptif Respon Mal-


adaptif
Self Growth Indirect Self Self Suicide
Enchancement Promoting Destructive Injury
Risk Taking Behavior

B. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
 Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak
akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara
non verbal.
 Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah.
 Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh
diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
 Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong
seseorang untuk bunuh diri.
 Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.

 Bunuh diri egoistik


Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor
dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala menurut Fitria (2009):
 Mempunyai ide untuk bunuh diri
 Mengungkapkan keinginan untuk mati
 Impulsif
 Menunjukan perilaku yang mencurigakan
 Mendekati orang lain dengan ancaman
 Menyentuh orang lain dengan cara menakutkan
 Latar belakang keluarga

D. Faktor yang mempengaruhi


1. Faktor Mood dan Biokimiawi otak
Ghansyam pandey menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam manusia
bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa
sendiri. Pandey mengetahui faktor tersebut setelah melakukan eksperimen
terhadap otak 34 remaja yang 17 diantaranya meninggal akibat bunuh diri.
Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak
pelaku bunuh diri lebih rendah dibanding mereka yang meninggal bukan
karena bunuh diri.
Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama.
Depresi timbul karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan
yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan
kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor riwayat gangguan mental
Dalam otak kita gterdapat berbagai jaringan, termasuk pembuluh darah.
Di dalamnya juga terdapat serotonin, adrenalin, dan dopamin. Ketiga
cairan dalam otak itu bisa menjadi petunjuk dalam
neurotransmiter(gelombang/gerakan dalam otak) kejiwaan manusia.
Karena itu, kita harus waspadai bila terjadi peningkatan kadar ketiga
cairan itu di dalam otak. Biasanya, bila kita lihat dari hasil otopsi para
korban kasus bunuh diri, cairan otak ini tinggi, terutama serotonin.
Apa penyebab umum yang meningkatkan kadar cairan otak itu? Sebagai
contoh adanya masalah yang membebani seseorang sehingga terjadi stress
atau depresi. Itulah yang sering membuat kadar cairan otak meningkat.
3. Faktor meniru, imitasi, dan pembelajaran
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban
memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu,
bisa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Proses
pembelajran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori
seseorang. Memori itu bisa menyebabkan perubahan kimia lewat
pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Sering
kali banyak yang idak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai
keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien
sudah diperiksa psikiater/dokter. Kita perlu memperhatikan bahwa orang
yang pernah mencoba bunuh diri denngan cra yang halus, seperti minum
racun bisa melakukan cara lain yang lebih keras dari yang pertama bila
yang sebelumnya tidak berhasil.
4. Faktor isolasi sosial dan Human Relations
Secara umum, stress muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat
terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam
masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa
terisolasi, kehilangan hubungan atau terputusnya hubungan dengan orang
lain yang disayangi. Padahal hubungan interpersonal merupakan sifat
alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena
perasaan bersalah. Suami membunuh istri, kemudian dilanjutkan
membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya perasaan aman dan ancaman kebutuhan dasar
Penyebab bunuh diri yang lain adalah rasa tidak aman. Rasa tidak aman
merupakan penyebab terjadinyabanyak kasus bunuh diri di Jakarta dan
sekitarnya akhir-akhir ini. tidak adanya rasa aman untuk menjalankan
usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka
berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap
bunuh diri.
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang
perilaku resiko bunuh diri meliputi:

 Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
 Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko
bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan depresi.
 Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan
yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting
yang berhubungan dengan bunuh diri.
 Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
resiko untuk perilaku resiko bunuh diri
 Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat
menimbulkan perilaku resiko bunuh diri.

E. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadian yang
memalukan, seperti masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum,
kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan. Selain itu, mengetahui
seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau terpengaruh media
untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk melakukan
perilaku bunuh diri.

F. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh
karena itu, perawat harus mengkaji faktor resiko bunuh diri pada pasien.
G. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam
kehidupan dapat melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara
sadar memilih untuk bunuh diri.

H. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang
berhubungan dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah
penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

I. Gambaran klinis dan diagnosis


Dalam mengenali pasien yang cenderung bunuh diri merupakan satu
tugas yang penting namun sulit dilaksanakan. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa resiko bunuh diri yang berhasil akan meningkat pada
jenis pria, berkulit putih, umur lanjut, dan isolasi sosial. Pasien dengan riwayat
keluarga percobaan bunuh diri atau bunuh diri yang berhasil membuat resiko
makin tinggi juga, demikian pula pasien dengan nyeri kronik, pembedahan
yang baru terjadi, atau mengidap penyakit fisik kronik. Demikian pula pasien
yang tidak mempunyai pekerjaan, tinggal sendiri, yang mengatur masalah–
masalahnya secara teratur, dan hari ulang tahun dari kematian anggota
keluarga.
Delapan puluh persen pasien yang melaksanakan bunuh diri dan
berhasil, biasanya mengidap gangguan afetif dan 25% biasanya bergantung
pada alkohol. Bunuh diri merupakan 15% sebab kematian pada kedua
kelompok orang diatas. Sedangkan resiko tinggi untuk peminum alkohol
dalam kurun waktu 6 bulan setelah suatu kehilangan anggota keluarga.
Skizofrenia merupakan gangguan yang jarang, oleh sebab itu menjadi faktor
pengurangan angka bunuh diri pada kasus ini, namun 10% dari para pasien
skizofrenik meninggal akibat bunuh diri.
Harapan yang terbaik bagi upaya pencegahan bunuh diri terletak pada
penemuan dan terapi sedini mungkin dari gangguan psikiatri yang
menyebabkannya.
Peran dari upaya bunuh diri yang terdahulu dalam menilai resiko
bunuh diri saat mendatang amat kompleks, kebanyakan dari para korban
bunuh diri yang berhasil tidak pernah mencoba pada masa sebelumnya,
biasanya mereka akan berhasil pada percobaan pertama. Walaupun para
pelaku yang mencoba bunuh diri masa lampau menunjukkan perilaku yang
mampu merusak diri, hanya 10% para pelaku percobaan bunuh diri yang
berhasil dalam 10 tahun.
Sejumlah cukup besar orang yang secara sengaja melakukan tindak
merusak diri seperti memotong nadi atau membakar diri dengan cara yang
jelas tidak mematikan tanpa keinginan sungguh untuk membunuh diri.
Berbagai motif mungkin berada dibelakang ini, termasuk manipulasi secara
sengaja dan amarah yang tak sadar terhadap orang lain yang berarti dalam
hidupnya. Secara diagnostik, pasien dapat memenuhi kriteria untuk gangguan
anti sosial atau ambang, atau perilaku itu dapat berada bersama dengan
gagasan aneh yang lain dan perilaku skizofrenik.
Yang paling merisaukan dan menantang secara medikolegal ialah
peristiwa parasuisida (usaha percobaan bunuh diri) berulang, dan biasanya
berperilaku bunuh diri yang mendekati letal sedangkaan ia menyangkal
adanya gagasan bunuh diri itu. Varian yang paling sering dijumpai ialah
pasien yang minum obat overdosis secara berulang dan tidak bertujuan. Pasien
macam ini biasanya mempunyai gangguan kepribadian tanpa gejala psikiatrik
gawat. Mereka sering meminta dipulangkan dari rumah sakit secepatnya
setelah pulih dari intosikasi akutnya, kadang lebih cepat lebih senang, dan
ternyata sulit untuk menentukan perawatan dengan agak paksa. Namun
demikian, lebih bijaksana untuk menahan orang semacam ini secara paksa
atau involunter bila frekuensi perilaku parasuisidanya meningkat.

J. Pedoman wawancara dan psikoterapi


Awali pembicaraan dengan bertanya pada pasien apakah ia pernah merasa
ingin menyerah saja terhadapa hidup ini? atau mereka merasa lebih baik mati.
Pendekatan seperti ini membewa stigma kecil saja dan dapa diterima oleh
kebanyakan orang. Lalu bicaralah soal tepatnya apa yang dipikirkan oleh
pasien? Dan catatlah semua pikiran itu. Begitu masalahnya telah mulai
diperbincangkan, gunakan kata seperti “bunuh diri” dan mati daripada
“cidera” atau “melukai” karena beberapa pasien bingung dengan kata-kata itu
dan kebanyakan mereka tidak mau mencederai dirinya, walaupun bila mereka
ingin membunuh dirinya.
Ajukan pertanyaan seperti : berapa sering pikiran bunuh diri anda? Apakah
pikiran bunuh diri anda makin meningkat? Apakah anda hanya punya pikiran
yang kurang baik saja atau pernahkah anda merencanakan cara bunuh dirinya?
Apakah pikiran bunuh diri anda hanya sepintas saja atau benar-benar serius?
Pertimbangkan umur pasien dan kecanggihan serta keinginan dan cara bunuh
dirinya. Cocokkan ucapan dan rencana dari cara yang akan dilakukan itu.

K. Pohon Masalah

Resiko perilaku kekerasan Akibat

Resiko Bunuh Diri Core Problem

Isolasi Sosial
Penyebab

Harga Diri Rendah Penyebab

L. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI

1. Pengkajian Faktor Resiko Perilaku bunuh Diri

 Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria

 Usia: lebih tua, masalah semakin banyak

 Status perkawinan: menikah dapat menurunkan resiko, hidup sendiri


merupakan masalah.

 Riwayat keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh


diri / penyalahgunaan zat.

 Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang


dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan social.

 Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.

 Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.

2. Masalah keperawatan

 Resiko Perilaku bunuh diri

DS : menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.

DO : ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuhdiri.

 Koping maladaptive

DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.

DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko bunuh diri
Tujuan umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan khusus :
 Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:

 Perkenalkan diri dengan klien

 Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.

 Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.

 Bersifat hangat dan bersahabat.

 Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.


 Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan :

 Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan


(pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).

 Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh


perawat.

 Awasi klien secara ketat setiap saat.


 Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:

 Dengarkan keluhan yang dirasakan.

 Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan,


ketakutan dan keputusasaan.

 Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana


harapannya.

 Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti


penderitaan, kematian, dan lain lain.

 Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang


menunjukkan keinginan untuk hidup.
 Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:

 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi


keputusasaannya.

 Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.

 Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal:


hubungan antar sesama, keyakinan, hal hal untuk
diselesaikan).
 Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:

 Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang


menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca
buku favorit, menulis surat dll.)

 Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia


sayang, dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.

 Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang


mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan
telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah
tersebut dengan koping yang efektif

Diagnosa 2 : Gangguan konsep diri: harga diri rendah


Tujuan umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan
yang dapat digunakan untuk diri sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke
rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan
yang bermanfaat sesuai kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan
sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem
pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

1. Diagnosa2 : Resiko mencederai diri sendiri, orang


lain dan lingkungan
2. Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan
3. Tujuan khusus :

- Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya

- Pasien mampu mengungkapkan perasaannya

- Pasien mampu meningkatkan harga dirinya

- Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik

4. Tindakan :

- Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang


lain dan lingkungan

- Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :

o Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya

o Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan


yang positif
o Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting

o Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh


pasien
o Merencanakan yang dapat pasien lakukan

- Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :

o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya

o Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara


penyelesian masalah
o Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah
yang lebih baik

N. RENCANA TINDAKAN KPERAWATAN


a. Ancaman atau percobaan bunuh diri
1. Intervensi pada pasien
a) Tujuan keperawatan
Pasien tetap aman dan selamat.
b) Tindakan keperawatan
Melindubgi pasien dengan cara:

 Temani pasien terus-menerus sampai pasein dapat dipindahkan


ke tempat yang aman

 Jauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya: pisau, silet,


gelas, dan tali pinggang)

 Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya jika


pasien mendapatkan obatnya.
 Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa anda akan
melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

Anda mungkin juga menyukai