Abstrak: Gambaran diagnostik memaikan peran signifikan untuk diagnosis dan terapi
komplikasi pneumonia pada anak-anak dan radiografi thorax adalah pilihan modalitasnya.
Disisi lain, Computed tomography (CT) tidak menjadi alat/cara utama untuk anak-anak
dengan pneumonia komunitas yang didapat dan sebagian besar dipesan ketika komplikasi
pneumonia dicurigai atau sulit dalam membedakan pneumonia dari patologi yang lain. Jurnal
ini menguraikan tentang dimana CT perlu dipertimbangkan pada anak-anak dengan
pneumonia, menggambarkan gambaran klinis dari parenkim dan komplikasi pleura dari
pneumonia, mendiskusikan bagaimana CT mungkin memainkan peran lebih luas di Negara
berkembang dengan HIV dan tuberkulosis banyak terjadi, membuat catatan peran CT-scan
dalam mengidentifikasi gagalnya aspirasi benda asing dan terakhir, mengatasi masalah
radiasi.
Kata kunci: Anak-anak. Computed tomography. Emfiema. Paru. Abses paru. Pneumonia
nekrotikans. Pneumonia.
Pendahuluan
Telah terjadi peningkatan yang signifikan di rumah sakit untuk terjadinya komplikasi
dari pneumonia komunitas yang didapat di Negara maju maupun Negara berkembang. Dalam
hal ini berkontribusi besar pada penyakit infeksi HIV dan tuberkulosis di Negara
berkembang, yang berakibat pada meningkatnya angka kejadian, kegagalan terapi dan
sulitnya membuat diagnose klinis. Anak-anak dengan pneumonia yang tidak merespon baik
terhadap pengobatan harus diteliti lebih lanjut untuk komplikasi parenkimal supuratif yang
mungkin terjadi. Berdasarkan Panduan British Thoracic Society, jika anak-anak mengeluh
tetap demam atau tidak membaik dalam 48 jam setelah pengobatan, anak tersebut harus
dievaluasi kembali untuk kemungkinan komplikasi. Terdapat spectrum dari parenkimal
supuratif pada komplikasi pneumonia. Pediatric Infectious Disease Society dan Infectious
Disease Society of Amerika mendata komplikasi dibawah ini yang berhubungan dengan
community-acquired pneumonia pada anak-anak: efusi pleura atau emfiema, pneumothorax,
abses paru, fistula bronkopleural dan necrotizing pneumonia. Beberapa komplikasi telah
dilaporkan menyebabkan hingga 53% anak-anak dirawat dengan pneumonia. Harris dkk.,
mengindikasikan bahwa anak-anak beresiko terkena infeksi paru yang lebih berat yang
mengakibatkan nanah dan abses paru. Diantara faktor predisposisi yang mendasari kelainan
1
congenital tersebut seperti kista dan sekuestrasi, bronkiektasis, kelainan neurologic dan
defisiensi imun. Juga dicatat organism yang merespon terhadap terjadinya necrotiing
pneumonia dan abses paru lebih sering adalah kelompok pneumokokus dan S. aureus. Hal ini
disebabkan karena sebagian “pergeseran spectral strain pneumokokus setelah pengenalan
vaksis pneumokokus dan munculnya resistensi metisilin S. aureus”. Sebagai tambahan, peran
lain adalah HIV dan tuberculosis sebagai agen penyebab dari necrotizing pneumonia pada
anak-anak yang tinggal di daerah pendapatan rendah sampai sedang masih perlu dijelaskan.
Identifikasi pasien dengan parenkimal supuratif dan komplikasi pleural dari pneumonia
penting karena terapi antibiotic IV jangka panjang diperlukan dan bedah drainase dan
dekortikasi perlu dipertimbangkan.
Gambaran diagnostic penting dalam menegakkan diagnosis dan terapi dari komplikasi
pneumonia pada anak-anak. Radiografi thorax polos mewakili modalitas pilihan pencitraan
untuk beberapa penyakit paru, termasuk community-acquired pneumonia. Disisi lain,
Computed tomography (CT) tidak menjadi alat/cara utama untuk anak-anak dengan
pneumonia community-acquired dan sebagian besar dipesan ketika komplikasi pneumonia
dicurigai atau sulit dalam membedakan pneumonia dari patologi yang lain. Jurnal ini
menguraikan tentang dimana CT perlu dipertimbangkan pada anak-anak dengan pneumonia,
menggambarkan gambaran klinis dari parenkimal dan komplikasi pleura dari pneumonia,
mendiskusikan bagaimana CT mungkin memainkan peran lebih luas di Negara berkembang
dengan HIV dan tuberkulosis banyak terjadi, membuat catatan peran CT-scan dalam
mengidentifikasi gagalnya aspirasi benda asing dan terakhir, mengatasi masalah radiasi.
2
Perubahan patologi ini bisa dibedakan pada CT, memungkinkan untuk pertimbahan pilihan
manajemen yang berbeda. Tambahan, CT bisa menyarankan TB sebagai penyebab yang
mungkin dengan memperlihatkan limfadenopati yang khas atau adanya benda asing.
Pneumonia necrotizing merupakan komplikasi yang berat dari pneumonia community-
acquired yang mengakibatkan likuefasi dan kavitasi jaringan paru. Kepastian insidensi dari
komplikasi ini pada anak-anak dengan pneumonia community-acquired tidak diketahui,
Gambar 1. Gambaan rontgen thorax pada anak laki-laki usia 3 tahun yang gagal merespon terapi
antibiotic dan membentuk pneumonia eskpansi. Rontgen thorak AP (a) dan thorax lateral (b)
memperlihatkan warna opaque pada lobus kanan atas, sebuah bagian yang menonjol pada bagian
inferior (panah putih) dan massa pada medistinal (panah hitam di a). Ini didiagnosis sebagai
pnemunia ekspnasil, tetapi rontgen tidak dapat membedakan penyebabnya apakah konginetal atau
mengalami nekrosis atau perubahan supuratif. Organisme yang terlibat yaitu Klebsiella pneumonia.
namun peningkatan kasusnya telah dilaporkan, kemungkinan karena deteksi dini dari
peningkatan penggunakan CT thorax. Lai dkk. melaporkan tingginya frekuensi penggunaan
CT thorax hingga 34%. Nekrosis paru dapat dilihat dari rontgen thorax, namun diagnosis
pasti hanya bisa dinilai dari CT. Radiologist menghasilnya informasi yang lebih rinci tentang
anatomi dan patologi menggunakan CT disbanding rontgen thorax. Dalam konteks
mendiagnosis pneumonia necrotizing atau komplikasi lainnya untuk pneumonia community-
acquired pada anak-anak, CT lebih sensitive dan akurat, menggambarkan patologi sebelum
menjadi jelas pada radiografi thorax. Deteksi dan membedakan komplikasi parenkim paru
memerlukan peningkatan kontras CT. Penelitian Donnelly dkk., semua pemeriksaan CT
dilakukan pada anak-anak yang tidak merepon terapi pada pneumonia acquired-community
(ketika radiografi thorax tidak memberikan kontribusi) menunjukkan minimal satu temuan
yang signifikan. Kompliaksi parenkim supuratif terlihat pada CT dapat dianggap sebagai
evolusi kejadian eksudasi, diikuti nekrosis paru, hingga kavitasi atau abses dan kemungkinan
berkembang menjadi fistula bronkopleural, tetapi sejak CT tidak dilakukan secara berurutan,
3
secara temporal pada anak-anak (satu CT scan hanya mewakili momen dalam waktu) dan
karena intervensi dapat mengganggu proses, masing-masing dari komplikasi ini dapat
dipertimbangkan secara individual.
Gambar 2. Mewakili kotas CT axial dari thorax anak laki-laki berusia 3 tahun dengan pneumonia,
yang tidak merespon terapi antibiotic. a Pneumonia nekrotikans pada lobus tengah kanan
menunjukkan densitas yang rendah, area likuefasi paru (panah putih). Selain itu, terdapat efusi pleura
kanan yang mengandung kantung udara (panah hitam) dihasilkan dari drainase. b berlawanan dengan
proses kavitasi di bagian tengah dari nekrosis paru (panah putih), konsolidasi lobus kanan bawah
menunjukkan peningkatan (panah hitam).
Pneumonia nekrotikans didiagnosis dari CT ketika secara signifikan bagian paru yang
terkonsolidasi menunjukan difus atau rendaman rendah merata dan penurunan atau
peningkatan setelah pemberian media kontras IV (Gambar 2). Nekrosis kavitas diidentifikasi
sebagai area dominan nekrosis dengan kombinasi hilangnya arsitektur parenkim paru normal,
menurunnya perbaikan parenkim dan berkembangnya rongga berdinding tipis multiple yang
terisi dengan cairan atau udara dan tidak memiliki batas tegas (Gambar 3). Abses paru
didiagnosis dengan CT ketika adanya kavitas paru dikelilingi peningkatan dinding berbatas
tegas yang terisi udara atau cairan (Gambar 4). Perbedaan antara pneumonia nekrotikans dan
abses paru didasarkan pada visualisasi kontras dinding abses dan penting ketika memulai
terapi intervensi agresif karena ini bisa menjadi terapi untuk abses paru dan berbahaya untuk
pneumonia nekrotikans. Fistula bronkopleura hanya bisa didiagnosis dengan CT ketika
hubungan antara paru dan rongga pleura di visualisasikan secara langsung (Gambar 5).
4
Gambar 3. CT axial pada anak perempuan usia 2 tahun dengan sisi nekrosis pneumonia sebelah kiri
dan tumpukan pericardial (panah putih) pada proses drainase. terdapat peningktan yang buruk dari
paru kiri dan kavitas berdinding tipis dengan udara tanpa memperlihatkan nekrosis kavitas (panah
hitam).
5
Gambar 4. Abses paru pada anak laki-laki usia 2 tahun yang gagal merespon terhadap terapi
antibiotik pada pneumonia. a Rontgen thorax menunjukkan sebiah densitas opaque ekspansil pada
paru kanan dengan bentuk konveks pada bagian superior (panah putih) dan massa medistinum (panah
hitam). b CT axial menunjukkan abses besar (panah hitam) pada paru kanan dengan batas tegas,
dinding tebal yang menunjukkan beberapa peningkatan (panah hitam) dan pergeseran mediastinum ke
kiri.
evaluasi lanjutan penyakit parenkim” terkait dengan efusi (Gambar 8 dan 9). Pediatric
Infectious Disease Society dan Infectious Disease Society of America mencatat bahwa
meskipun riwayat dan pemeriksaan fisik dapat menyarankan kemungkinan keterlibatan efusi
pada anak dengan pneumonia komunitas yang didapat, rontgen dada harus digunakan untuk
konfirmasi sedangkan US thorax atau CT sebaiknya dilakukan ketika radiografi dada tidak
dapat disimpulkan (Gambar 10). Identifikasi komplikasi parenkim seperti pneumonia
nekrotikans atau abses bersamaan dengan efusi penting karena temuan ini akan memastikan
pengobatan dengan antibiotik jangka panjang.
CT thorax sering dilakukan untuk menggambarkan anatomi, dan untuk merencakan
jenis perawatan bedah termasuk “drainase tabung dada (dengan atau tanpa trombolitik),
torakoskopi, atau torakotomi terbuka dan dekortikasi”.
Fistula bronkopleura terbentuk sebagai komplikasi dari pneumonia jika nekrosis paru meluas
melalui pleura. Fistula bronkopleura dikaitkan dengan morbiditas yang tinggi (Gambar 5).
6
Gambar 5. Seorang anak perempuan 3 tahun yang tidak mereposn antibiotik dianggap terkena
pneumonia, napas pendek dan diwajibkan intubasi. a Rontgen dada menunjukkan paru kanan kolaps
dengan curiga kavitasi (panah putih), gas terlokalisasi di rongga pleura (panah hitam), curiga fistula
bronkopleura. b CT axial dada menunjukkan are yang tidak meningkat dari paru kanan menunjukkan
pneumonia nekrotikans (panah hitam), dan kavitas perifer dari lobus tengah kanan berhubungan
dengan pneumothorax (panah putih).
dan TB. Gejala TB pada anak-anak dengan HIV mungkin tumpang tindih dengan tanda dan
gejala dari infeksi lainnya seperti HIV sendiri dan TB sulit dibedakan dengan pneumonia
akut. Anak-anak dengan HIV yang lebih dewasa kwmungkinan juga terbentuk pneumonitis
limfoid interstisial, yang mana membuat mereka lebih rentan terkena infeksi paru akut. CT-
scan dada, diindikasikan untuk mendiagnosa pneumonitis limfoid interstisial dan gejala TB
jika dipertimbangkan dalam diagnosis banding (Gambar 11). Limfadenopati berhubungan
dengan pneumonitis limfoid interstisial tidak memiliki lingkarang klasik atau “seperti
cincing” layaknya TB. Infeksi polimikroba yang penting pada pneumonia akut diakui dengan
baik dan angka signifikan dari pathogen ini telah dilaporkan sebagai penyebab dari
pneumonia pada anak-anak dengan HIV, termasuk kombinasi dari bakteri, virus,
Pneumocystis jirovicii dan infeksi mikobkterial. Penyebab tersering dari pneumonia bacterial
akut pada HIV adalah kelompok Strep. pneumonia dan Staph. aureus; merupakan bakteri
gram negative. E. coli dan spesies Salmonella Pseudominaspenting dan Mikoplasma juga
ditemukan. Angka mortalitas meningkat signifikan dengan angka peningkatan dari pathogen
– anak dengan pneumonia polimikroba 10x berisiko lebih sekarat. Karena anak yang
terinfeksi HIV dengan pneumonia lebih memiliki penyakit yang berat dan karena angka
komplikasi tiggi pada anak dengan HIV, ambang batas untuk melakukan CT (jika tersedia)
7
Gambar 6. USG dada kanan longitudinal Gambar 7. USG dada kanan longitudinal
pada anak perempuan usia 6 tahun pada anak laki-laki berusia 5 tahun
menunjukkan efusi yang besar (panah menunjukkan suspek klinis emfiema dengan
putih) berupa konsolidasi dibawah paru adanya efusi kompleks yang terlokalisasi
(panah hitam) dan sinus costophrenicus dan benang fibrin (panah putih). Tidak ada
yang terisi, bagian depan dan belakang. pergeseran posisi paru dan pasien
Pasien disarankan drainase karena ukuran disarankan untuk operasi intervensi.
efusi dan gejalanya.
harus lebih rendah dari anak dengan pneumonia komunitas yang didapat yang tidak
imunokompromise.
8
Tuberkulosis – komplikasi parenkimal
Pneumonia ekspansil disebebkan oleh M. tuberculosis sulit dibedakan dari penyebab
lainnya dari pneumonia ekspansil karena karakteristik hilus tuberkulos limfadenopati sering
tertutupi penyakit parenkim pada rontgen dada. Lobus atas terlibat dalam 75% kasus. CT
dada mungkin menjadi diagnostic dari TB ketika terdapat satu dari tiga kemungkinan pola:
(1) densitas opaque homogen dengan tidak adanya bukti likuefasi dari lobus yang terkena dan
Gambar 9. Seorang anak perempuan 6 tahun dengan emfiema, memiliki drainage pada dada kanan.
CT axial pada jaringan lunak (a) dan jendela paru (b) menunjukkan emfiema paru (panah hitam)
dengan area yang menurun densitas rendah (panah putih di a) mengindikasikan pneumonia nekrotikan
tanpa kavitasi.
Gambar 11. Anak laki-laki usia 5 tahun dengan HIV dan pneumonia episodic akut. a Rontgen thorax
AP menunjukkan area konsolidasi air-space pada lobus kanan atas paru (tanda panah) dan
menunjukkan penyebaran nodul-nodul kecil di kedua lapang paru. b CT axial mengkonfirmasi proses
air-space di paru kanan bawah (tanda panah) dan penyebaran nodul-nodul mempengaruhi komponen
interstisial parenkim paru dan menghasilkan fine lacework pattern, tipikal HIV yang berhubungan
dengan pneumonitis limfoid interstisial.
saluran udara paten terlihat sebagai bronkogram udara, (2) opaque homogeny dengan area
nekrosis likuefasi dengan obstruksi glandular yang terlihat pada saluran napas dan tidak
adanya udara bronkogram atau (3) kombinasi (1) dan (2) (Gambar 12).
9
Gambar 12. Seorang anak perempuan usia 2 tahun dengan TB, menunjukkan perkembangan nekrosis
paru. a CT axial pada cabang utama aorta menunjukkan densitas rendah pratrakeal dextra dan
limfadenopati mediatinal anterior (panah putih), berhubungan dengan TB yaitu adanya kavitas udara
(*) dan air fluid level pad alobus kiri atas menunjukkan nekrosis paru. Beberapa konsolidasi paru
terlihat meningkat pada bagian posterior (panah hitam). Terdapat fusi bilateral. b CT axial pada aliran
keluar utama paru menunjukkan densitas rendah posisi medial dan posterior yang tidak meningkat
area nekrosis dari kiri konsolidasi paru (panah putih) terlihat kavitas medial sangat tertutup
berhubungan dengan rongga pleura (panah hitam yang panjang). Terapat juga kantung kecil uda pada
rongga pleura posterior (panah hitam yang pendek). c CT axial diagfragma anterior menunjukkan
kavitasi dan lobus kiri bawah dengan air-flui level (panah hitam) seperti formasi abses yang terlihat
jelas penebalan dindingnya, terlihat tumpukan cairan (panah putih).
Gambar 13. Seorang anak laki-laki usia 9 tahun dengan batuk 6 bulan, gambaran CT menunjukkan
lobus kanan bawah persisten opasifikasi air-space pada radiografi thorax menunjukkan densitas benda
asing (panah putih) pada potongan axial (a) rekonstruksi koronal (b) lobus kanan bawah posterior
segmen atelektasis.
Anak dengan TB rentan terkena abses mediastium. Lesi ini tidak bisa didiagnosis dengan
radiografi dada, tetapi CT mungkin menunjukkan massa perifer dengan kerusakan limfadenopati yang
terpusat dan terbentuk gambaran abses. Anak ini menunjukkan demam naik-turun, tidak merespon
terhadap antibiotic rutin, dan kadang merespon lama terhadap terapi TB.
10
Aspirasi benda asing
Aspirasi benda asing sering menunjukkan tanda dan gejala sistem pernapasan yang tidak
spesifik, yang berakibat pada terlambatnya diagnostic dan menyebabkan penyakit saluran napas yang
kronis. Walaupun hal ini jarang terjadi pada orang dewasa, obstruksi bronchial (sebagai contoh dari
aspirasi benda asing) perlu dipertimgkan sebagai penyebab pneumonia persisten pada anak-anak.
Diagnosis perlu dipertimbangkan pada pasien dengan pneumonia akut, terutama jika terdapat
kurangnya ventilasi secara signifikan pada area yang terlibat yang terlihat pada radiografi dada.
Diagnostic definitif dari aspirasi benda asaing adalah dengan bronkoskopi, namun pada Negara
berkemabng yang sulit mendapatkan pelayanan bronkoskopi bisa menggunakan CT-scan sebagai
modalitas diagnostic yang utama, terutama sejak benda asing organic tidak tampak pada radiografi
dada (Gambar 13). Jarang terjadi anak dengan aspirasi beda asing mungkin menunjukkan emfiema
dan fistula bronkopleura. Pada kasus ini, CT-scan mendekati dalam menentukan jenis dan kerangka
waktu dalam intervensi yang dibutuhkan.
hubungan antara kebisingan yang disebutkan di atas dan ketebalan irisan, gambar-gambar ini
akan muncul lebih ribut. Jika ahli radiologi masih menemukan gambar-gambar ini diagnostic
kelebihan dosis adalah 100%. Pada pemeriksaan selanjutnya, dosis diturunkan 20% (mis.,
pengaturan referensi mA) dan prosedur ini diulang. Setelah beberapa pemeriksaan, Ahli
radiologi akan menolak untuk menurunkan dosis dan itu pada titik ini bahwa dosis optimal
untuk protokol CT adalah mapan. Kemungkinan lebih lanjut untuk menghemat radiasi adalah
untuk menargetkan pemeriksaan ke pertanyaan klinis. Di pemeriksaan tindak lanjut dari
komunitas rumit yang diperoleh pneumonia (mis., untuk abses, empiema), arus tabung dapat
dikurangi lebih lanjut (mis., diskon 30-50%), karena proses yang mendasarinya sudah
diketahui dan itu mungkin CT scan tindak lanjut hanya diperlukan untuk itu resolusi
dokumen atau penyakit residual. CT baru teknologi memungkinkan pemindaian lebih cepat
pada dosis yang jauh lebih rendah, dengan demikian juga menghindari perlunya anestesi dan
memungkinkan pemindaian tindak lanjut dilakukan dengan aman, dalam beberapa kasus.
Kesimpulan
CT perlu dilakukan pada dosis radiasi yang dapat diterima oleh anak-anak dan
diindikasikan untuk mendiagnosis komplikasi yang terkait dengan pneumonia, ketika pasien
gagal merespon terapi, ketika rontgen thorax ragu, ketika emfiema didiagnosa dengan USG
dan ketika di Negara tersebut banyak kasus HIV dan TB. Walaupun USG pasti untuk
13
menunjukkan dan mengevaluasi efusi, CT penting untuk menunjukkan dasar paru dalam
mencari hubungan nekrosis atau formasi abses. CT lebih baik dari rontgen dan resiko kanker
perlu dipertimbangkan karena banyak keuntungan yang didapatkan, agar tidak menolak
keuntungan dari ketepatan dan kecepatan diagnosis.
14