LP Efusi Pleura
LP Efusi Pleura
EFUSI PLEURA
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan viseral dan pariental, proses penyakit primer jarang terjadi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain (Suzanne, 2002).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam
rongga pleura berupa transudat dan eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi di kapiler dan pleura viseralis
(Muttaqin, 2012).
1.2 Etiologi
Penyebab efusi pleura dibedakan atas :
a. Transudat
Pleuritis serosa, serofibronosa dan fibrinosa semuanya disebabkan oleh proses
yang pada hakikatnya sama. Eksudasi fibrinosa umumnya pada fase
perkembangan awal, mungkin bermanifestasi sebagai eksudat serosa atau
serofibrinosa, tetapi akhirnya akan muncul reaksi eksudativa yang lebih parah.
Efusi pleura ini disebabkan oleh gagal jantung kongestif, emboli paru,
sirosishati (penyakit intrabdominanl), dialisis peritoneal, hipoalbuminemia,
sindrom nefrotik, glomerulonefritis akut, retensi garam, atau pasca by-pass
koroner.
b. Eksudat
Penimbunan non-inflamatorik cairan serosa di dalam rongga pleura disebut
hidrotoraks. Eksudat terjadi akibat peradangan dan infiltrasi pada pleura atau
jaringan yang berdekatan dengan pleura. Kerusakan pada dinding kapiler darah
menyebabkan terbentuknya cairan kaya protein yang keluar dari pembuluh
darah dan berkumpul pada rongga pleura. Penyebab efusi pleura eksudatif
adalah neoplasma, infeksi, penyakit jaringan ikat, penyakit, intraabdominal, dan
imunologik. Bendungan pada pembuluh limfa juga dapat menyebabkan efusi
pleura eksudatif. Klitotoraks adalah penimbunan cairan seperti susu, biasanya
berasal dari pembuluh limfa, di rongga pleura. Kilus tampak putih susu karena
mengandung emulsi halus lemak.
c. Penyebab lain
- Gagal jantung
- Kadar protein darah yang rendah
- Sirosis
- Pneumonia
- Blastomikosis
- Emboliparu
- Perikarditis
- Tumor Pleura
- Pemasangan NGT yang tdk baik
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya effusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan
dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk
secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi
karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstitial submesotelial
kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan
pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.
Pada kondisi tertentu rongga pleura dapat terjadi penimbunan cairan berupa
transudat maupun eksudat. Transudat terjadi pada peningkatan tekanan vena
pulmonalis, misalnya pada gagal jatung kongestif. Pada kasus ini keseimbangan
kekuatan menyebabkan pengeluaran cairan dari pmbuluh darah. Transudasi juga
dapat terjadi pada hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal.
Penimbunan transudat dalam rongga pleura disebuthidrotoraks. Cairan pleura
cenderung tertimbun pada dasar paru akibat gaya gravitasi.
Penimbunan eksudat disebabkan oleh peradangan atau keganasan pleura, dan akibat
peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan absorpsi getah bening.Jika efusi
pleura mengandung nanah, keadaan ini disebut empiema. Empiema disebabkan oleh
prluasan infeksi dari struktur yang berdekatan dan dapat merupakan komplikasi dari
pneumonia, abses paru atau perforasi karsinoma ke dalam rongga pleura. Bila efusi
pleura berupa cairan hemoragis disebut hemotoraks dan biasanya disebabkan karena
trauma maupun keganasan.
Di dalam rongga pleura terdapat kurang lebih 5-15 ml cairan yang cukup untuk
membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini
dihasilkan oleh kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hidrostatik, tekanan
koloid dan daya tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru
dan pleura viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20 %) mengalir ke dalam pembuluh
limfe sehingga pasase cairan di sini mencapai 1 liter seharinya.
1.6 Komplikasi
a. Fibro thoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditanganidengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis
akibat efusi pleura yang tidak ditangani dengan drainase yang baik. jika
fibrothoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada
jaringan-jaringan yang berada dibawahnya pembedahan pengupasan
(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura
tersebut.
b. Atelektaksis
Atelektasis merupakan pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis
Pada fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atelektaksis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan baru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
1.7 Penatalaksanaan
Pada efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi
melalui selang iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau bila
empiemanya multiokuler, perlu tindakan operatif. Mungkin sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik. Pengobatan
secara sistemik hendaknya segera dilakukan, tetapi terapi ini tidak berarti bila tidak
diiringi pengeluaran cairan yang adequate.
Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan
pleurodesis yakni melengketkan pleura viseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang
dipakai adalah tetrasiklin, Bleomicin, Corynecbaterium parvum dll.
a. Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
b. Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
c. Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
d. Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis),
menghilangkan dyspnea. Pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang di
masukkan di antara sel iga tepatnya di dalang rongga pleura, misalnya push pada
emfhisema atau untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam rongga pleura.
e. Water seal drainage (WSD) : Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi
menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1
– 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya edema paru,
jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutya baru
dapat dilakukan 1 jam kemudian.
f. Antibiotika jika terdapat empiema.
g. Operatif.
1.8 Patway
EFUSI PLEURA (sumber : R. Sjamsuhidayati, 1997 : 526)
perembesan protein
meningkat menurun
absorbsi menurun
akumulasi
cairan
penurunan pemasangan
ekaspansi paru WSD
2.3 Perencanaan
Tujuan & Kriteria Hasil
No. Diagnosa Intervensi (NIC) Rasional
(NOC)
2.3.1 Pola nafas Setelah dilakukan 1. Monitor rata- 1. Mengetahui irama,
tidak asuhan keperawatan rata, irama, kedalaman dan
efektif selama... x 24 jam kedalaman dan usaha respirasi,
diharapkan pola nafas usaha respirasi serta funsi paru
klien efektif, dengan apakah
kriteria hasil : mengembang
1. Memiliki RR dengan baik atau
dalam batas tidak.
normal 2. Perhatikan 2. Penggunaan otot –
2. Mampu inspirasi pergerakan otot asesorius dan
dalam dada, amati otot bantu lainnya
3. Memiliki dada kesemetrisan, dalam bernafas
yang mengembang penggunaan menunjukan
secara simetris oto-otot bahwa, klien
4. Dapat bernafas aksesoris, dan mengalami
dengan mudah retraksi otot kesulitan dalam
5. Tidak supraklavikuler bernafas secara
menggunakan otot- dan interkostal normal.
otot tambahan
dalam bernafas 3. Monitor 3. Suara nafas
6. Tidak mengalami respirasi yang tambahan, seperti
dispnea berbunyi, mendengkur atau
seperti ronchi, bisa
mendengkur dikatakan terdapat
(ronchi) sekret yang
menumpuk di
dalam saluran
pernafasan.
5. Monitor 5. Peningkatan
peningkatan ketidakmampuan
ketidakmampu istirahat, serta
an istirahat, kecemasan dapat
kecemasan, memperberat
dan haus udara, sistem pernafasan.
perhatikan Selain itu untuk
perubahan pada mengetahui tingkat
SaO2, SvO2, distribusi dan
CO2 akhir- tranfortasi oksigen
tidal, dan nilai dalam darah
gas darah arteri
(AGD), dengan
tepat
6. Monitor 6. Mengetahui
kualitas dari tingkat distribusi
nadi, suhu, dan tranfortasi
warna, dan oksigen dalam
kelembaban darah, dan sitem
kulit lainnya di seluruh
tubuh.
5. Kolaborasi
5. Mengurangi
pemberian obat
gangguan tidur.
tidur.
6. Diskusikan
6. Meningkatkan pola
dengan pasien
tidur yang baik
dan keluarga
secara mandiri.
tentang teknik
tidur pasien.
7. Instruksikan 7. Mengetahui
untuk perkembangan pola
memonitor tidur tidur pasien
pasien.
.
8. Monitor waktu 8. Mengetahui
makan dan pengaruh waktu
minum dengan makan dan minum
waktu tidur. terhadap pola tidur
pasien.
9. Mengetahui
9. Monitor/catat
perkembangan pola
kebutuhan tidur
tidur pasien.
pasien setiap
hari dan jam.
Dalam melakukan pengkajian fisik secara isnpeksi, maka perawat perlu memahami kondisi
system pernapasan dalam rongga thorak secara imajiner. Hal ini sangat berguna bagi
perawat pemeriksa kondisi normal dan abnormal dari interpretasi pemeriksaan fisik.
Dengan mengacu pada torak, lokasi ditetapkan baik secara horizontal dan vertical, rujukan
horizontal dibuat dalam istilah iga atau spasium interkostal dibawah jari-jari pemeriksa.
Pada permukaan anterior, mengidentifikasi iga spesifik dimudahkan dengan mencari letak
sudut (sudut Louis) tempat bertemunya sendi manubrium tubuh dengan sternum pada garis
tengah. Sendi iga kedua bertemu dengan sternum pada patokan yang menonjol. Iga lainnya
dapat diidentifikasi dengan menghitung kebawah dari iga kedua. Spasium interkostal
disebut dengan nama iga yang dapat tepat di atas spasium interkostal tersebut. Lokasi iga-
iga pada permukaan posterior toraks tampak lebih sulit. Langkah pertama adalah
mengidentifikasi prosesus spinosus. Hal ini diselesaikan dengan menemukan prosesus yang
paling menonjol, vertebra servikalis ketujuh (vertebra prominen). Jika leher sedikit
difleksikan, prosesus spinosus servikalis ketujuh akan menonjol. Vertebra lainnya
kemudian dapat diidentifikasi dengan menghitung ke bawah.
Beberapa garis imajiner digunakan sebagai rujukan vertikel atau patokan untuk
mengidentifikasi letak temuan toraks. Jika lengan diabduksi 90 derajat, garis imajiner
vertical dapat ditarik dari lipat aksila anterior, dari tengah-tengah aksila, dan dari lipat
aksila posterior. Garis-garis ini secara berurutan disebut garis aksila anterior, garis mid
aksila, dan garis aksila posterior.
Lobus paru mungkin terletak pada permukaan dinding dada dengan posisi garis antara
lobus atas dan bawah pada sebelah kiri dimulai pada prosesus spinosus toraksik keempat
kea rah posterior, berlanjut ke sekitarnya melampui iga kelima garis mid aksila dan bertemu
iga keenam pada sternum.
Bentuk dada
Penilaian bentuk dada secara inspeksi untuk melihat seberapa jauh kelainan yang terjadi
pada klien. Bentuk dada normal pada orang dewasa adalah diameter anteroposterior dalam
proporsi terhadap diameter lateral.
Pengebalan anatomis kurvatura sangat penting pada setiap segmen dari tulang belakang,
orientasi yang baik dari perawat terhadap pengenalan kurvatura tulang belakang akan
memudahkan perawat dalam mengenal adanya deformitas pada setiap segemen dari tulang
belakang. Deformitas tulang belakang, yang sering terjadi yang perlu diperhatikan meliputi
skoliosis (pembekakan pada tulang belakang kea rah lateral), kifosis (kenaikan kurvatura
tulang belakang bagian dada), dan lordosis (membebek, kurvatura/pembengkokan tulang
belakang bagian pinggang yang berlebihan).
Gerakan dinding dada unilateral yang berkurang dapat disebabkan oleh fibrosis paru yang
terlokalisir, konsolidasi, kolaps, efusi pleura, atau pneumotoraks. Berkurangnya gerakan
dinding dada bilateral menunjukkan adanya kelainan difus seperti hambatan jalan nafas
kronik atau fibrosis paru difus. Ekskursi diafragmatik yang menurun mungkin tampak pada
klien dengan efusi pleural dan emfisema. Peningkatan dalam tekanan intraabdomen, seperti
yang terjadi pada kehamilan atau asistes dapat menyebabkan letak diafragma menjadi
tinggi.
Palpasi
Tujuan pemeriksaan palpasi rongga dada meliputi :
1) Untuk melihat adanya kelainan pada dinding toraks. Kelainan yang mungkin didapatkan
pada pemeriksaan ini antara lain nyeri tekan dan adanya emfisema sunkutis
2) Menyatakan adanya tanda-tanda penyakit paru dengan memeriksa :
a) Gerakan dinding toraks anterior/ekskursi pernapasan.
- Letakkan kedua tangan pada dada klien sehingga kedua ibu jari pemeriksa terletak
digaris tengah di atas sternum.
- Ketika klien mengambil napas dalam-dalam, maka kedua ibu jari tangan harus
bergerak secara simetris dan terpisah satu sama lain minimal 5 cm. ekspansi yang
berkurang pada satu sisi menunjukkan adanya lesi pada sisi tersebut.
Perkusi toraks
Perkusi menentukan dinding dada dan struktur dibawahnya dalam gerakan, menghasilkan
vibrasi taktil dan dapat terdengar. Pemeriksa menggunakan perkusi untuk menentukan
apakah jaringan dibawahnya terisi oleh udara, cairan, bahan padat, atau tidak. Pemeriksa
juga meggunakan perkusi untuk memperkirakan ukuran dan letak struktur tertentu di dalam
toraks (contoh : diafragma, jantung, hepar, dan lain-lain).
Prosedur : perkusi biasanya dimulai dengan toraks posterior, klien dalam posisi duduk
dengan kepala fleksi ke depan dan lengan disilangkan diatas pangkuan. Posisi ini akan
memisahkan scapula dengan lebar dan memajan area paru lebih luas untuk pengkajian.
Prosedur tersebut adalah sebagai berikut : perkusi kedua bagian atau bahu, temukan letak
seluas 5 cm bunyi resonan diatas kedua apeks paru.
Nada yang timbul dipengaruhi oleh ketebalan dinding dada, juga oleh struktur-struktur di
bawahnya. Perkusi pada struktur yang padat seperti hepar atau daerah konsolidasi paru
menimbulkan nada yang redup. Perkusi pada daerah yang berisi cairan seperti efusi pleura
menimbulkan nada yang sangat redup atau nada pekak. Perkusi pada paru yang normal
menimbulkan nada sonor dan perkusi pada struktur yang berongga, seperti usus atau
pneumotoraks, menimbulkan nada hipersonor.
Perkusi dada : dengan tangan kiri pada dinding dada dan jari-jari agak terpisah dan sejajar
dengan iga-iga, jari tengan ditekan dengan lembut pada dinding dada. Kemudian ujung jari
tengah tangan kanan dipakai untuk mengetuk pada falang media dan jari tengah tangan kiri.
Jari yang melakukan perkusi harus cepat diangkat sehingga nada yang timbul tidak
terendam. Jari yang melakukan perkusi harus dalam keadaan setengah fleksi dan gerakan
mengayun yang dijatuhkan harus dilakukan pada sendi pergelangan tangan dan bukannya
pada lengan bawah.
III. Daftar pustaka
Wilkinson, Judith M (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nanda NIC NOC :
Edisi 9. Jakarta : EGC
http://www.academia.edu/11697330/laporan_pendahuluan_asuhan_keperawatan_klien
_dengan_efusi_pleura_bilateral
(……………………………. ) (………………………………)