TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Bengkulu 14
Return Idler, merupakan bagian yang berfungsi sebagai penyangga belt.
Band Pulley, merupakan pembelok belt ke pengencang belt.
Take Up Pulley, merupakan bagian yang berfungsi sebagai pengencang
dari pada belt.
Carring Idler, merupakan bagian penyangga utama belt.
Counter Weight, merupakan pemberat untuk mengencangkan belt [9].
Universitas Bengkulu 15
3.3 Belt Tension
Belt tension merupakan salah satu sistem keamanan pada belt conveyor
yang digunakan untuk mengukur atau memonitor kekencangan ataupun
kekendoran dari belt conveyor itu sendiri. Adapun fungsi dari belt tension sendiri
yaitu untuk memberikan peringatan apabila terjadi kekencangan atau kekendoran
pada belt yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada belt conveyor. Adapun
yang bekerja untuk mendeteksi kekencangan ataupun kekendoran pada belt
tension ini adalah load cell, yang nantinya akan mendeteksi adanya tekanan dari
material atau beban yang didapat dari tekanan atau gaya berat material yang
berada di belt conveyor, yang selanjutnya akan diubah menjadi sinyal elektrik
yang akan dikirmkan ke belt tension yang selanjutnya akan dapat kita lihat pada
indikator pembacaannya. Fungsi dari pada belt tension itu sendiri yaitu selain
untuk monitoring kekencangan dan kekenduran dari pada belt conveyer juga
memberi peringatan (warning) dan juga untuk menghentikan sistem yang berjalan
(tripping).
Terdapat dua jenis belt tension yang digunakan, yaitu Belt tension Analog
dan Belt tension Digital. Jenis Belt tension Analog lebih banyak digunakan,
sedangkan hanya dua unit belt conveyor yang menggunakan jenis Belt tension
Digital, karena belt tension digital sendiri merupakan pembaharuan dari belt
tension analog. Belt tension digital difungsikan pada belt conveyor CE 40 dan CE
41. Visulisasi belt tension digital dapat dilihat pada Gambar 3.2 [9].
Universitas Bengkulu 16
Gambar 3.2 Gambar Belt Tension Digital.
Berdasarkan Gambar 3.2 Parameter yang ditampilkan oleh belt tension
sudah menggunakan tampilan digital, pada tampilan tersebut terdapat parameter
rentang warning, parameter rentang tripping, nilai aktual kekencangan belt, dan
lain-lain. Pada bagian bawah terdapat beberapa indikasi berupa lampu untuk
menunjukkan keadaan belt conveyor diantaranya indikasi warning minimum dan
maksimum, indikasi tripping minimum dan maksimum, serta indikasi power
ready untuk menunjukkan indikasi belt tension sedang dalam kondisi stand by.
n. Pm .η . M s
w=
v
(3.1)
dengan:
n = Jumlah Motor
Universitas Bengkulu 17
Pm = Daya Motor (W)
Warning Tripping
Minimum (%) Maksimum (%) Minimum (%) Maksimum (%)
15 20 20 30
Berdasarkan Tabel 3.1 toleransi nilai warning minimum adalah 15% dan
toleransi nilai warning maksimum adalah 20%. Sedangkan toleransi nilai tripping
minimum adalah 20% dan toleransi nilai tripping maksimum adalah 30%.
Besarnya persentase toleransi kekencangan pada belt conveyor dapat dihitung
dengan menggunakan Persamaan 3.4.
mact −m p
mT = x 100 % (3.3)
mp
dengan:
mT = Toleransi kekencangan (%)
mact = Berat aktual (Ton)
Universitas Bengkulu 18
mp = Berat Set Point (Ton)
Universitas Bengkulu 19
menjauhi drive pulley sehingga belt akan mengencang, sebaliknya saat perintah
reverse diberikan maka tersioning drive akan menggerakkan take up pulley
mendekati drive pulley sehingga belt akan mengendur.
Perintah pergerakan tensioning drive dapat dikendalikan secara manual
dengan memutar knob yang ada pada operating box. Visalisasi operating box
dapat dilihat pada Gambar 3.4
Universitas Bengkulu 20
maupun arus refrensi untuk menentukan nilai maksimum dan minimumnya.
Sensor load cell yang digunakan pada belt tension adalah jenis load cell compress
dengan kapasitas 50 Ton. Visualisasi load cell compress dapat dilihat pada
Gambar 3.5 [9].
Universitas Bengkulu 21
dengan:
V max = Tegangan keluaran maksimal load cell (Volt)
V sig = Rated output load cell (Volt)
V ext = Tegangan eksitasi (Volt)
V max . m act
V out = (3.5)
m max
dengan:
V out = Tegangan keluaran load cell (Volt)
V max = Tegangan keluaran maksimal load cell (Volt)
mact = Berat aktual (Ton)
m max = Berat maksimal (Ton)
Universitas Bengkulu 22
Data analog akan menjadi masukan dan diproses oleh ADC, proses yang
terjadi dalam ADC adalah pencuplikan, pengkuantisasian dan pengkodean.
Selanjutnya keluaran ADC akan berupa data Digital. Diagram blok proses ADC
dapat dilihat pada Gambar 3.6 [9].
3.7.1 Pencuplikan
Pencuplikan merupakan proses mengambil suatu nilai pasti (diskrit)
dalam suatu data kontinu dalam satu titik waktu tertentu dengan periode yang
tetap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat ilustrasi pada Gambar 3.7 [9].
3.7.2 Pengkuantisasian
Pengkuantisasian adalah proses pengelompokan data diskrit yang
didapatkan pada proses pertama ke dalam kelompok- kelompok data.
Kuantisasi, dalam matematika dan pemrosesan sinyal digital, adalah proses
pemetaan nilai input seperti pembulatan nilai. Visualisasi Penkuantisasian dalam
ADC dapat dilihat pada Gambar 3.8 [9].
Universitas Bengkulu 23
Gambar 3.8 Proses Peng-kuantisasi-an dalam ADC.
3.7.3 Pengkodean
Pengkodean adalah meng-kode-kan data hasil kuantisasi ke dalam bentuk
digital (0/1) atau dalam suatu nilai biner. Visualisasi pengkodean dalam ADC
dapat dilihat pada Gambar 3.9 [9].
Universitas Bengkulu 24
3.8 Precision Calibrator
Precision calibrator bisa menggantikan satu atau lebih transduser untuk
memeriksa kalibrasi, linearitas, sensitivitas, atau untuk pemecahan masalah
umum indikator, perekam, atau sebuah sistem pengukur beban atau kekuatan
yang lengkap. Precision calibrator juga bisa digunakan dengan Suplai DC atau
AC yang diketahui untuk pengecekan dan mengkalibrasi belt tension. Bentuk
fisik dari precision calibrator dapat dilihat pada Gambar 3.10 [9].
Universitas Bengkulu 25