Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II (KMB II)

“ASUHAN KEPERAWATAN MIASTENIA GRAVIS”

Dosen : Dewi

Disusun oleh :

1. Dwi Ana Pertiwi (108118013)


2. Rizqi Aprilia Hebas (108118014)
3. Fery Akbar Rizky (108118015)
4. Siska Bella Octavia (108118016)
5. Silfia Triara Lestari (108118017)
6. Cindy Febri Yanti (108118018)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Miastenia gravis adalah kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot
secara cepat dengan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama
dari normal). Myasthenia gravis mempengaruhi sekitar 400 per 1 juta orang. Kelemahan otot yang
parah yang disebabkan oleh penyakit tersebut membawa sejumlah komplikasi lain, termasuk
kesulitan  bernapas, kesulitan mengunyah dan menelan, bicaracadel, kelopak mata murung dan
kabur atau penglihatan ganda.

Myasthenia gravis dapat mempengaruhi orang-orang dari segala umur. Namun lebih sering
terjadi pada para wanita, yaitu wanita berusia antara 20 dan 40 tahun. Pada laki-laki lebih dari 60
tahun. Dan jarang terjadi selama masa kanak-kanak.

Siapapun bisa mewarisi kecenderungan terhadap kelainan autoimun ini. Sekitar 65% orang
yang mengalami myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar thymus, dan sekitar 10%
memiliki tumor pada kelenjar thymus (thymoma). Sekitar setengah thymoma adalah kanker
(malignant). Beberapa orang dengan gangguan tersebut tidak memiliki antibodi untuk reseptor
acetylcholine tetapi memiliki antibodi terhadap enzim yang berhubungan dengan pembentukan
persimpangan neuromuskular sebagai pengganti. Orang ini bisa memerlukan pengobatan berbeda.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi dari Myasthenia Gravis ?


2. Bagaimana Patofisiologi dari Myasthenia Gravis ?
3. Apa saja Klasifikasi dari Myasthenia Gravis ?
4. Apa Penyebab dari Myasthenia Gravis ?
5. Bagaimana Tanda dan Gejala Myasthenia Gravis ?
6. Bagaimana Pengobatan Myasthenia Gravis ?
7. Bagaimana Pencegahan Myasthenia Gravis ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Myasthenia Gravis ?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Definisi dari Myasthenia Gravis


2. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari Myasthenia Gravis
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari Myasthenia Gravis
4. Untuk Mengetahui Penyebab dari Myasthenia Gravis
5. Untuk Mengetahui Tanda dan Gejala Myasthenia Gravis
6. Untuk Mengetahui Pengobatan Myasthenia Gravis
7. Untuk Mengetahui Pencegahan Myasthenia Gravis
8. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Myasthenia Gravis
BAB II

ISI

A. DEFINISI

Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan
kelelahan otot−otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin pada sambungan
neuromuscular.Miastenia gravis dapat terjadi akibat gangguan sistem saraf perifer yang ditandai
dengan pembentukan autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin yang terdapat di daerah motor
and−plate otot rangka. Autoantibodi igG secara kompetitif berikatan dengan reseptor asetilkolin
dan mencegah peningkatan asetilkolin ke reseptor sehingga mecegah kontraksi otot. Miastenia
gravis pada awalnya dapat menyebabkan kelemahan otot yang mengontrol gerakan bola mata atau
dapat mempengaruhi seluruh tubuh.

B. PATOFISIOLOGI

Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu kelemahan
abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara terus−menerus dan disertai
dengan kelelahan saat beraktivitas.Penyakit ini timbul karena adanya gangguan dari
synaptictransmission atau pada neuromuscular junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi
transmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang
(volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi
kelelahan pada otot−otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial.Miastenia
gravis merupakan sindroma klinis akibat kegagalan transmisi neuromuskuler yang
disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor asetilkolin oleh autoantibodi.Sehingga
dalam hal ini, miastenia gravis merupakan penyakit autoimun yang spesifik organ.Antibodi
reseptor asetilkolin terdapat didalam serum pada hampir semua pasien.Antibodi ini merupakan
antibodi IgG dan dapat melewati plasenta pada kehamilan.

Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka
membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan
dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor
asetilkolin pada membran postsinaps.Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas
terhadap natrium dan kalium secara tiba−tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal
sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial
aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang
sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut
otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan
oleh enzim asetilkolinesterase.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.Abnormalitas dalam
penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran
presinaps.Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka
jarak antara membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin
dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu
jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan−lipatan membran postsinaps motor end
plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung
lama.

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi:

1. Kelompok I: Miastenia okular

Hanya menyerang otot−otot ocular, disertai ptosis dan diplopia.Sangat ringan, tidak ada
kasus kematian.
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan

Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot−otot rangka dan
bulbar.Sistem pernapasan tidak terkena.Respon terhadap terapi obat baik.Angka
kematian rendah.

3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang

Awitan bertahap dan sering disertai gejala−gejala ocular, lalu berlanjut semakin berat
dengan terserangnya seluruh otot−otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia, dan sukar
mengunyah lebih nyata dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan.Otot−otot
pernapasan tidak terkena.Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktifitas
pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah.
4. Kelompok III: Miastenia berat akut

Awitan yang cepat dengan kelemahan otot−otot rangka dan bulbar yang berat disertai
mulai terserangnya otot−otot pernapasan.Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam
waktu 6 bulan.Respons terhadap obat buruk.Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun
krisis gabungan keduanya tinggi.Tingkat kematian tinggi.
5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut

Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah awitan gejala−gejala
kelompok I atau II.Miastenia gravis berkembang secara perlahan−lahan atau secara
tiba−tiba.Respons terhadap obat dan prognosis buruk.

D. PENYEBAB

Miastenia gravis diduga merupakan gangguan otoimun yang merusak fungsi reseptor
asetilkolin dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular.Keadaan ini sering bermanifestasi
sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat.Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisir
pada sekelompok otot tertentu saja.

Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau penggunaan obat−obatan
tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi),
quinine (digunakan untuk mengobati malaria), dan procainamide (digunakan untuk mengobati
kelainan ritme jantung). Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita
yang mengalami myasthenia gravis.Antibodi melawan acetylcholine, yang beredar di dalam darah,
bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju janin.Pada beberapa kasus, bayi mengalami
kelemahan otot yang hilang beberapa hari sampai beberapa minggu setelah lahir.Sisa 88% bayi
tidak terkena.

E. TANDA DAN GEJALA

Peristiwa pada gejala−gejala yang memperburuk sering terjadi. Pada waktu yang lain,
gejala−gejala kemungkinan kecil atau tidak ada. Gejala−gejala yang paling sering terjadi sebagai
berikut:

a. Kelemahan otat mata yang menyebabkan ptosis ( turunnya kelopak mata).

b. kelemahan otot wajah, leher dan tenggorokan yang menyebabkan kesulitan makan dan
menelan.
c. Penyebaran kelemahan otot yang berkelanjutan. Pada awalnya terjadi keletihan ringan
dengan pemulihan kekuatan setelah beristirahat. Namun pada akhirnya kekuatan tidak
pulih lagi setelah melakukan istrahat.
d. Pada sistem pernapasan, terserangnya otot−otot pernapasan terlihat dari adanya batuk
yang lemah, dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak lagi mampu
membersihkan lender dari trakea dan cabang− cabangnya.
e. Gangguan emosi atau stres. Kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila mereka
berada dalam keadaan tegang

F. PENGOBATAN

Secara garis besar, pengobatan Miastenia gravis berdasarkan 3 prinsip,yaitu:

1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler:

Istirahat
Dengan istirahat, banyaknya ACh dengan rangsangan saraf akan bertambah sehingga
serat−serat otot yang kekurangan AChR di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi.
a. Memblokir pemecahan Ach

Dengan anti kolinesterase, seperti prostigmin, piridostigmin, edroponium atau


ambenonium diberikan sesuai toleransi penderita, biasanya dimulai dosis kecil sampai
dicapai dosis optimal. Pada bayi dapat dimulai dengan dosis 10 mg piridostigmin per os
dan pada anak besar 30 mg , kelebihan dosis dapat menyebabkan krisis kolinergik.

2. Mempengaruhi proses imunologik

a. Timektomi

Tujuan neurologi utama dari Thymectomi ini adalah tercapainya perbaikan signifikan
dari kelemahan pasien, mengurangi dosis obat yang harus dikonsumsi pasien, serta
idealnya adalah kesembuhan yang permanen dari pasien.Timektomi dianjurkan pada
MG tanpa timoma yang telah berlangsung 3−5 tahun. Dengan timektomi, setelah 3
tahun ± 25% penderita akan mengalami remisi klinik dan 40−50% mengalami
perbaikan.
b. Kortikosteroid

Diberikan prednison dosis tunggal atau alternating untuk mencegah efek


samping.Dimulai dengan dosis kecil, dinaikkan perlahan−lahan sampai dicapai dosis
yang diinginkan.Kerja kortikosteroid untuk mencegah kerusakan jaringan oleh pengaruh
imunologik atau bekerja langsung pada transmisi neromuskuler.
c. Imunosupresif
Yaitu dengan menggunakan Azathioprine, Cyclophosphamide (CPM),
Cyclosporine,.Namun biasanya digunakan azathioprin (imuran) dengan dosis 2½ mgƒkg
BB.Azathioprine merupakan obat yang secara relatif dapat ditoleransi dengan baik oleh
tubuh dan secara umum memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan
obat imunosupresif lainnya.Perbaikan lambat sesudah 3−12bulan.Kombinasi
azathioprine dan kortikosteroid lebih efektif yang dianjurkan terutama pada
kasus−kasus berat.
d. Plasma exchange

Berguna untuk mengurangi kadar anti−AChR; bila kadar dapat diturunkan sampai 50%
akan terjadi perbaikan klinik.

G. PENCEGAHAN
Seperti pada penyakit autoimun lainnya, tidak ada yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya myasthenia gravis, karena bukan disebabkan oleh sesuatu yang bisa kita hindari.

H. ASKEP

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis kelamin,dannstatus
2. Keluhan utama : kelemahan otot
3. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada riwayat dan presentasi
klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah
istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan
setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata
pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
4. Pemeriksaan fisik :

 B1(breathing): dispnea,resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut, kelemahan


otot diafragma
 B2(bleeding) : hipotensi / hipertensi .takikardi / bradikardi
 B3(brain)       : kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi okular,jatuhnya
mata atau dipoblia
 B4(bladder)   : menurunkan fungsi kandung kemih,retensi urine,hilangnya sensasi
saat berkemih
 B5(bowel)     : kesulitan mengunyah-menelan,disfagia, dan peristaltik usus turun,
hipersalivasi,hipersekresi
 B6(bone)       : gangguan aktifitas / mobilitas fisik,kelemahan otot yang berlebih
B. Diagnosa keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
2. Resiko cedera bd fungsi indra penglihatan tidak optimal
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata,
gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral

C. Intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi polapernapasan klien
kembali efektif
Kriteria hasil :
 Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal
 Bunyi nafas terdengar jelas
 Respirator terpasang dengan optimal

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji Kemampuan ventilasi  Untuk klien dengan penurunan
kapasitasventilasi, perawat
mengkaji frekuensipernapasan,
kedalaman, dna bunyi
nafas,pantau hasil tes fungsi paru-
paru tidal, kapasitas vital,
kekuatan inspirasi),dengan interval
yang sering dalammendeteksi
masalah pau-paru,
sebelumperubahan kadar gas darah
arteri dansebelum tampak gejala
klinik.

2. Kaji kualitas, frekuensi,Dan  Dengan mengkaji kualitas,


kedalaman frekuensi, dankedalaman
pernapasan,laporkansetiap pernapasan, kita dapatmengetahui
perubahan yang terjadi. sejauh mana perubahan
kondisiklien.

3. Baringkan klien dalamposisi  Penurunan diafragma memperluas


yang nyamandalam posisi daerah dada sehingga ekspansi
duduk paru bisa maksimal

4. Observasi tanda-tanda vital  Peningkatan RR dan takikardi


(nadi,RR) merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru

2. Resiko cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak optimal


Tujuan: Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
 Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan faktor resiko dan
melindungi diri dari cedera.
 Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji kemampuan klien dalam  Menjadi data dasar dalam
melakukan aktivitas melakukan intervensi selanjutnya

2. Atur cara beraktivitas klien  Sasaran klien adalah memperbaiki


sesuai kemampuan kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan dalampengobatan, klien
harus belajar tentangfakta-faakta
dasar mengenai agen-
agenantikolinesterase-kerja,
waktu, penyesuaiandosis, gejala-
gejala kelebihan dosis, danefek
toksik. Dan yang penting
padapengguaan medikasi dengan
tepat waktuadalah ketegasan.
3. Evaluasi Kemampuan  Menilai singkat keberhasilan dari
aktivitas motorik terapi yang boleh diberikan

3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata,


gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
Tujuan: Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu
mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat
Kriteria hasil :
 Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi
 Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi Rasionalisasi
1. Kaji komunikasi verbal klien.  Kelemahan otot-otot bicara klien
krisis miastenia gravis dapat
berakibat pada komunikasi

2. Lakukan metode komunikasi  Teknik untuk meningkatkan


yang idealsesuai dengan komunikasimeliputi
kondisiklien mendengarkan klien,
mengulangiapa yang mereka coba
komunikasikan dengan jelas dan
membuktikan yang
diinformasikan, berbicara dengan
klienterhadap kedipan mata
mereka dan ataugoyangkan jari-
jari tangan atau kaki
untukmenjawab ya/tidak. Setelah
periode krisis klien selalu mampu
mengenal kebutuhan mereka.
3. Beri peringatan bahwaklien  Untuk kenyamanan yang
di ruang inimengalami berhubungan dengan
gangguanberbicara, sediakan ketidakmampuan komunikasi
bel khusus bila perlu

4. Antisipasi dan bantu  Membantu menurunkan frustasi


kebutuhan klien oleh karenaketergantungan atau
ketidakmampuanberkomunikasi

5. Ucapkan langsung kepada  Mengurangi kebingungan atau


klien dengan berbicara pelan kecemasanterhadap banyaknya
dan tenang,gunakan informasi. Memajukanstimulasi
pertanyaan denganjawaban komunikasi ingatan dan kata-kata.
”ya” atau”tidak” dan
perhatikanrespon klien

6. Kolaborasi: konsultasi ke ahli  Mengkaji kemampuan verbal


terapi bicara individual,sensorik, dan motorik,
serta fungsi kognitif untuk
mengidentifikasi defisit
dankebutuhan terapi

Anda mungkin juga menyukai