Anda di halaman 1dari 274

KONSEP DASAR DAN PENERAPAN SISTEM INFORMASI

KESEHATAN

Penyusun:

Tim Pengajar FKM-UNSRAT

© Fakultas Kesehatan Masyarakat UNSRAT

Kampus UNSRAT Manado

Telepon (0431)863886, 863786 • Fax (0431)822568, 827532

Homepage: http://www.unsrat.ac.id
Daftar Isi .............................................................................................................................. i

Bab 1 Konsep Dasar Sistem Informasi Kesehatan...........................................................

Bab 2 Peran Sistem Informasi Kesehatan Dalam Manajemen Kesehatan .......................

Bab 3 Sistem Informasi Manajemen ................................................................................

Bab 4 Pendekatan Sistem dan Pengembangan SIK .........................................................

Bab 5 identifikasi Kebutuhan Informasi dan Penerapan Indikator ..................................

Bab 6 Pengumpulan Data Secara Rutin dan Sewaktu-waktu...........................................

Bab 7 Proses Mengolah Data Menjadi Informasi ............................................................

Bab 8 Manajemen Sistem Inforamsi Kesehatan ..............................................................

Bab 9 Sistem informasi Kesehatan Di Indonesia .............................................................

Bab 10 Sistem Informasi Rumah Sakit ..............................................................................

Bab 11 Sistem Informasi Manajemen Puskesmas .............................................................

Bab 12 Sistem Informasi Geografis dan Penerapanya .......................................................

Kepustakaan ..........................................................................................................................

Lampiran-lampiran ...............................................................................................................

1
BAB I
KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI

Organization without Information is nothing.

K
eberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh
tersedianya data dan informasi kesehatan. Data dan informasi ini sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan di bidang kesehatan.

Untuk mendapatkan data dan informasi kesehatan yang berkualitas diperlukan suatu
sistem informasi kesehatan yang adekuat. Pembangunan Sistem Informasi Kesehatan
yang adekuat dalam menghasillkan informasi yang berkualitas dalam pengambilan
keputusan di bidang kesehatan membutuhkan pengetahuan konsep dasar system informasi
kesehatan itu sendiri dan dasar-dasar dalam pengembangannya.

Untuk dapat lebih memahami secara konseptual dan aplikasi Sistem Informasi Kesehatan,
kita mulai dengan memahami konsep dasar Sistem Informasi Kesehatan yang berisi
definisi dan kerangka dasar Sistem Informasi Kesehatan.

1. Pengertian Sistem
Pengertian sistem yang menekankan pada komponen-komponennya seperti yang
disampaikan oleh beberapa ahli di bawah ini:

1. Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yg terintegrasi dengan maksud yang


sama untuk mencapai suatu tujuan (McLeod, 1995)

2. Gabungan dari beberapa komponen yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
umum (Sauerborn dan Lippeveld, 2000)

3. Suatu tatanan dimana terjadi suatu kesatuan usaha dari berbagai unsur yang
saling berkaitan secara teratur menuju pencapaian tujuan dalam suatu lingkungan
tertentu

2
Sedangkan pengertian sistem Pengertian sistem yang menekankan pada prosedur,
menurut pendapat FitzGeald (1981) yang dikutif oleh Sauerborn dan Lippeveld (2000) :
―sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan ,
berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan
suatu sasaran tertentu.
Pengertian sistem yang menekankan komponen-komponennya merupakan definisi
yang lebih luas dan banyak diterima, karena kenyataannya suatu sistem dapat terdiri dari
beberapa subsistem atau sistem bagian.

Ciri yang mendasari suatu sistem adalah :


1. Pencapaian suatu tujuan

2. Mempunyai struktur tertentu

3. Terdiri dari komponen-komponen

4. Adanya kesatuan usaha berbagai komponen

5. Saling berhubungan yang teratur

6. Komponen-Komponen Sistem
Berdasarkan komponen-komponennya bentuk sistem terdiri dari:
1. Sistem Sederhana, yang hanya terdiri dari 3 komponen, yaitu: masukan (input),
proses (process), dan keluaran(output).

2. Sistem dengan Pengendalian Umpan Balik, yang terdiri dari komponen-


komponen masukan, proses, keluaran, pengendalian, umpan balik dan
lingkungan.

Saling berhubungan fungsional yang teratur antar komponen-komponen sistem


digambarkan pada gambar 1.1 sebagai berikut :

Gambar 1.1 Hubungan fungsional antar komponen system

3
Komponen-komponen fungsional yang melandasi sistem menurut Siregar (1992)
yaitu sebagai berikut :
1. Masukan ada 2 macam :

1. Masukan yang diolah oleh proses sistem (materi atau masalah)

2. Masukan yang dibutuhkan untuk mengolah dalam proses sistem.

3. Proses
Proses merupakan komponen sistem yang berfungsi untuk mengolah sehingga dihasilkan
keluaran atau kegiatan yang mengubah masukan menjadi keluaran.
4. Keluaran
Keluaran merupakan hasil kerja langsung dari suatu sistem, bentuknya harus nyata, dapat
dilihat dan diukur.
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan kegiatan dalam sistem dimana dengan adanya umpan balik ini
dapat dilakukan penyesuaian secara otomatis terhadap masukan dan proses sehingga
diperoleh keluaran yang sesuai.

6. Kontrol
Kontrol berfungsi untuk mengendalikan kerja sistem sehingga proses-proses yang
dilakukan sistem dapat menghasilkan keluaran sesuai dengan tujuan.

7. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat dimana sistem hidup. Lingkungan mempunyai pengaruh
terhadap sistem dan sebaliknya lingkungan dapat dipengaruhi sistem (Siregar,1992).

1. Pengertian Data dan Informasi


4
Data merupakan bentuk jamak dari kata datum (Latin) yang berarti sebagian kecil
dari informasi atau sebuah fakta yang diketahui atau diperkirakan yang digunakan sebagai
dasar dari teori, kesimpulan atau inferens.

Data itu sendiri mempunyai arti informasi yang faktual merupakan fakta-fakta atau
gambaran-gambaran yang didapat dari eksperimen atau survey yang digunakan sebagai
dasar dalam perhitungan atau penyusunan kesimpulan.

Dalam sistem informasi (ilmu komputer) data merupakan informasi perhitungan dari
pengolahan komputer berupa angka, teks, gambar, suara dalam bentuk yang cocok untuk
penyimpanan dan pengolahan oleh komputer.

Dalam statistik data adalah himpunan angka-angka yang merupakan nilai dari unit
sampel kita sebagai hasil dari mengamati/mengukur.

Ditinjau dari jenis data dapat kita tentukan :

1. Data diskrit : data dalam bentuk bilangan bulat atau data yang didapat dari hasil
perhitungan. Misalnya : jumlah anak dalam keluarga, jumlah penderita TBC Paru
dll.

2. Data kontinyu : data dalam bentuk rangkaian data yang dapat dalam bentuk desimal
dan didapatkan dari pengukuran. Misalnya : Tinggi Badan, berat badan, panjang
badan dll.

3. Data kuantitatif : data dalam bentuk bilangan (numerik) misalnya jumlah balita
yang diimunisasi dll.

4. Data kualitatif : data yang dalam bentuk kualitatif (kategorial). Misalnya :


pernyataan terhadap KB setuju, kurang setuju, tidak setuju.

Ditinjau dari sumbernya data dibagi atas :

1. Data primer : data yang dikumpulkan oleh penelitinya sendiri.

2. Data sekunder : data yang diambil dari suatu sumber dan biasanya data itu sudah
dikompilasi lebih dahulu oleh instansi atau yang punya data.

5
Sedangkan informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan
lebih berarti bagi yang menerimanya. Sauerborn meringkasnya menjadi kumpulan fakta
atau data yang sangat berguna.

2. Transformasi Data menjadi Informasi

Menurut Siregar (1992), alih bentuk data menjadi informasi melalui empat langkah
pokok yaitu pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data dan analisis data.
Selanjutnya diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 1.2. Transformasi Data Menjadi Informasi Dengan Empat Langkah

Proses pengumpulan data diawali dengan ketersediaan data pada sumber data baik
dalam bentuk hasil pencatatan dan pelaporan ataupun hasil survei.
Pengolahan data dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan perangkat
komputer .

6
Proses pengolahan data atau transformasi adalah kegiatan-kegiatan mengubah data
menjadi informasi dengan cara tertentu sesuai dengan keperluan terhadap informasi yang
dihasilkan. Umumnya terdapat empat kelompok cara pengolahan data yaitu klasifikasi,
sortir, kalkulasi dan kesimpulan.
Klasifikasi adalah mengelompokkan data berdasarkan kesamaan karakteristik ke
dalam grup atau kelas. Sebagai contoh data PHBS dikelompokan dahulu berdasarkan
karakteristik datanya antara lain nama Desa, nama Kecamatan dan Kabupaten.
Selanjutnya mengelompokan data kepala keluarga kemudian kelompok kondisi PHBS
perilaku, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Kalkulasi adalah kegiatan pengolahan data dalam bentuk penghitungan angka-angka
(arithmetic). Manipulasi angka-angka dari data disebut kalkulasi berupa penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, pemangkatan, pengakaran dan sebagainya.
Sortir merupakan prosedur penyusunan data dengan urutan. Penyortiran dapat
dilakukan dengan dua urutan yaitu urutan angka dan urutan abjad. Hal ini dimaksudkan
terutama untuk memudahkan pencarian data catatan pada waktu data catatan ditampilkan
pada layar monitor ataupun setelah dicetak menjadi informasi hardcopy.
Penyimpulan dimaksudkan agar data menjadi bernilai melalui proses pemadatan atau
peringkasan dari deretan data yang telah diinput dan diolah. Sederetan angka-angka dapat
diolah menjadi kesimpulan baik dalam bentuk jumlah, persentase, pengurangan dan
manipulasi lainnya sehingga memberi nilai dari data tersebut menjadi suatu informasi.

Sistem Informasi
1. Pengertian Sistem Informasi
Menurut Siregar (1995) sistem informasi adalah suatu sistem yang dapat
menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan secara tepat guna dan tepat waktu
untuk semua macam proses pengambilan keputusan pada berbagai jenjang dalam suatu
organisasi.
Sistem informasi memiliki tiga elemen utama, yaitu data yang menyediakan
informasi, prosedur yang memberitahu pengguna bagaimana mengoperasikan sistem
informasi, dan orang-orang yang membuat produk, menyelesaikan masalah, membuat
keputusan, dan menggunakan sistem informasi tersebut. Orang-orang dalam sistem
informasi membuat prosedur untuk mengolah dan memanipulasi data sehingga
menghasilkan informasi dan menyebarkan informasi tersebut ke lingkungan.

7
Model dasar sistem adalah masukan, pengolahan, dan keluaran. Fungsi pengolahan
informasi sering membutuhkan data yang telah dikumpulkan dan diolah dalam waktu
periode sebelumnya. Oleh karena itu pada model sistem informasi ditambahkan pula
media penyimpan data (data base) maka fungsi pengolahan informasi bukan lagi
mengubah data menjadi informasi tetapi juga menyimpan data untuk penggunaan
lanjutan.
Skema dasar sistem informasi dapat ditunjukkan pada Gambar 1.3 (Davis, 1999).

Model dasar ini berguna dalam memahami bukan saja keseluruhan sistem
pengolahan informasi, tetapi juga untuk penerapan pengolahan informasi secara
tersendiri. Setiap penerapan dapat dianalisis menjadi masukan, penyimpanan,
pengolahan dan keluaran.

Keberhasilan suatu sistem informasi sangat bergantung pada sistem basis data.
Semakin lengkap, akurat dan mudah dalam menampilkan kembali data yang ada dalam
sistem basis data maka akan semakin tinggi kualitas sistem informasi tersebut. Basis data
(database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan lainnya,
tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak untuk
memanipulasinya. Data perlu disimpan di dalam basis data untuk keperluan penyediaan
informasi lebih lanjut (Jogiyanto, 1999).

2. Komponen Sistem Informasi


Komponen sistem informasi berdasarkan Burch dan Grudnisky (1986), seperti dikutip
oleh Jogianto (1999) disebut dengan istilah blok bangunan yang terdiri dari:
1. Blok masukan, merupakan input data yang masuk ke dalam sistem informasi,
termasuk didalamnya adalah metode-metode dan media yang digunakan,
biasanya berupa dokumen-dokumen dasar.
8
2. Blok model, terdiri dari kombinasi prosedur, logika dan model matematik yang
akan memanipulasi data masukan dan data yang tersimpan di basis data dengan
cara yang sudah ditentukan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan.

3. Blok keluaran, merupakan produk sistem informasi berupa informasi yang


berkualitas dan dokumentasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen
serta semua pemakai sistem.

4. Blok teknologi, yang merupakan perangkat kerja untuk menerima masukan,


menjalankan model, menyimpan dan mengakses data, menghasilkan dan
mengirimkan keluaran dan membantu pengendalian sistem secara keseluruhan.
Teknologi terdiri dari 3 bagian utama, yaitu teknisi, perangkat lunak, dan
perangkat keras.

5. Blok basis data, merupakan kumpulan data yang saling berhubungan satu
dengan lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat
lunak untuk mengubahnya. Data di dalam basis data perlu diorganisasikan
sedemikian rupa, sehingga informasi yang dihasilkan berkualitas.

6. Blok kendali, merupakan mekanisme yang dirancang dan diterapkan untuk


meyakinkan bahwa hal-hal yang dapat merusak sistem dapat dicegah ataupun bila
terlanjur terjadi kesalahan-kesalahan dapat cepat diatasi.

Kesatuan dari komponen-komponen tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar 1.4.

9
3. Jenis-Jenis Sistem Informasi
Sistem informasi dikembangkan untuk berbagai tujuan, sehingga terdapat beberapa jenis
sistem informasi, diantaranya:

1. Sistem pengolahan transaksi, adalah sistem informasi yang terkomputerisasi yang


dikembangkan untuk memproses data dalam jumlah besar untuk transaksi bisnis
rutin dan inventarisasi. Sistem ini merupakan sistem tanpa batas yang
memungkinkan organisasi bisa berinteraksi dengan lingkungan eksternal.

2. Sistem otomasi perkantoran, sistem yang dipakai untuk menganalisis informasi


sedemikian rupa untuk mengubah data atau menggantikannya dengan cara-cara
tertentu sebelum membaginya atau menyebarkannya secara keseluruhan, kepada
organisasi dan kadang-kadang di luar itu.

3. Sistem kerja pengetahuan, adalah sistem yang mendukung para pekerja profesional
seperti ilmuwan, insinyur dan doktor untuk membantu mereka menciptakan
pengetahuan baru dan memungkinkan mereka menerapkannya pada organisasi atau
masyarakat.

10
4. Sistem informasi manajemen, merupakan sistem yang menghasilkan informasi
untuk kepentingan manajerial atau proses-proses manajemen (perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan penilaian) kegiatan organisasi.

5. Sistem pendukung keputusan, merupakan sistem informasi terkomputerisasi di


atas sistem informasi manajemen yang lebih menekankan pada fungsi mendukung
pengambilan keputusan di seluruh tahapnya, walaupun keputusan akhir masih tetap
wewenang khusus pembuat keputusan.

6. Sistem ahli dan kecerdasan buatan, merupakan sistem yang menggunakan


pendekatan kecerdasan buatan untuk menyelesaikan masalah melalui pengguna
bisnis dan secara efektif menggunakan pengetahuan seorang ahli untuk
menyelesaikan masalah yang ada dalam suatu organisasi.

Sistem Informasi Kesehatan


1. Batasan Sistem Informasi Kesehatan
Beberapa batasan sistem informasi kesehatan:

1. “Sistem informasi kesehatan adalah mekanisme pengumpulan, pengolahan, analisis


dan pengiriman informasi yang dibutuhkan untuk mengorganisasikan dan
mengoperasikan pelayanan kesehatan dan juga untuk penelitian dan pelatihan”.

2. “Sistem informasi kesehatan adalah sejumlah komponen dan prosedur yang


terorganisir dengan tujuan untuk menghasilkan informasi untuk meningkatkan
keputusan manajemen pelayanan kesehatan pada setiap tingkat sistem kesehatan.”

2. Komponen Sistem Informasi Kesehatan

Seperti sistem lainnya, sistem informasi kesehatan terdiri dari komponen yang
saling berhubungan yang dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu:2

a. Proses informasi, yang terdiri dari: 2


1. Pengumpulan data

2. Pengiriman data

3. Pengolahan data

4. Analisis data

11
5. Penyajian informasi

Pemantauan dan penilaian proses tersebut memungkinkan gabungan masukan yang


benar menghasilkan tipe keluaran yang benar pada waktu yang tepat. Sistem informasi
dapat menyediakan informasi yang tepat dan relevan hanya jika setiap komponen proses
informasi terstruktur dengan baik.

b. Manajemen sistem informasi, yang terdiri dari:


1. Sumber daya sistem informasi kesehatan meliputi orang-orang (perencana,
manajer, ahli statistik, ahli epidemiologi, pengumpul data), perangkat keras
(register, telepon, komputer), perangkat lunak (kertas karbon, format laporan,
program pengolah data) dan sumber dana.
2. Aturan-aturan organisasi, misalnya penggunaan standar diagnosa dan
penanganan, uraian tugas petugas, prosedur manajemen distribusi, prosedur
pemeliharaan komputer yang memungkinkan efisiensi penggunaan sumber daya
sistem informasi kesehatan.

Oleh karena itu dalam merancang atau merancang kembali sistem informasi
kesehatan dibutuhkan penekanan pada pengaturan yang sistematis setiap komponen baik
proses informasi maupun manajemen sistem informasi tersebut.2

3. Masalah-masalah Sistem Informasi Kesehatan


Pada banyak negara sistem informasi kesehatan tidak adekuat dalam menyediakan
dukungan dalam manajemen program. Lippeveld (2000) menyimpulkan alasannya dalam
lima hal:
a. Irelevansi informasi yang didapat dengan kebutuhan

b. Kualitas data yang kurang

c. Duplikasi data dan tidak efisiennya informasi

d. Tidak tepat waktu dalam melaporkan dan menindaklanjuti

e. Informasinya kurang berguna


Menurut Bambang dkk. (1991) terdapat beberapa masalah pada sistem informasi
kesehatan di Indonesia diantaranya:

12
1. Data yang harus dicatat dan dilaporkan di unit-unit operasional sangat banyak,
sehingga beban para petugas menjadi berat.

2. Proses pengolahan data menjadi lama, sehingga hasil pengolahan data menjadi
lama, menyebabkan hasilnya menjadi tidak tepat waktu ketika disajikan dan
diumpanbalikkan.

3. Data yang dikumpulkan terlalu banyak dibanding kebutuhannya, maka banyak


data yang akhirnya tidak dimanfaatkan.

Keney (1999)11 menyimpulkan bahwa terdapat beberapa masalah dalam


pengumpulan data kesehatan maternal diantaranya kualitas, kelengkapan dan ketersediaan
infromasi yang tidak adekuat yang menyebabkan keterbatasan dalam penggunaanya
untuk menetapkan kebijakan.

13
BAB 2
Peran Sistem Informasi Kesehatan Dalam Manajemen Kesehatan

P
embangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh
semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui pengelolaan


pembangunan kesehatan yang disusun dalam Sistem Kesehatan Nasional. Komponen
pengelolaan kese-hatan tersebut dikelompokkan dalam tujuh subsistem, yaitu :

1. Upaya kesehatan

2. Penelitian dan pengembangan kesehatan

3. Pembiayaan kesehatan

4. Sumber daya manusia kesehatan

5. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan

6. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan, dan

7. Pemberdayaan masyarakat.

Tantangan pembangunan kesehatan menuntut adanya dukungan sumber daya yang


cukup serta arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat. Namun,
seringkali para pembuat kebijakan di bidang kesehatan mengalami kesulitan dalam hal
pengambilan keputusan yang tepat karena keterbatasan atau ketidaktersediaan data dan
informasi yang akurat, tepat, dan cepat. Data dan informasi merupakan sumber daya yang
sangat strategis dalam pengelolaan pembangunan kesehatan yaitu pada proses
manajemen, pengambilan keputusan, kepemerintahan dan penerapan akuntabilitas.

Sistem Informasi merupakan “jiwa” dari suatu proses manajemen, demikian pula
Sistem Informasi Kesehatan merupakan “jiwa” dari manajemen kesehatan. Sistem

14
Informasi Kesehatan (SIK) sebagai bagian penting dari manajemen kesehatan terus
berkembang selaras dengan perkembangan organisasi. Dengan adanya perubahan sistem
kesehatan mengakibatkan terjadinya perubahan pada SIK, namun sayangnya perubahan
sistem kesehatan di lapangan tidak secepat dengan yang diperkirakan oleh para
pengambil keputusan.

Hal ini tampak nyata ketika sistem kesehatan berubah dari sentralisasi ke
desentralisasi, SIK tidak berfungsi sebagaimana layaknya. SIK yang selama ini telah
dikembangkan, (meskipun masih terfragmentasi) secara Nasional tidak berfungsi, alur
laporan dari pelayanan kesehatan ke jenjang administrasi kabupaten/kota hingga ke pusat
banyak yang terhambat.

SIK membantu dalam proses pengambilan keputusan untuk (a) pelaksanaan


pelayanan kesehatan sehari-hari, (b) intervensi cepat dalam penanggulangan masalah
kesehatan, dan (c) untuk mendukung manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota,
provinsi dan pusat terutama dalam penyusunan rencana jangka pendek, jangka menengah
dan jangka panjang. SIK yang baik adalah sistem informasi yang mampu menghasilkan
data/informasi yang akurat dan tepat waktu.

SIK telah digunakan untuk mendukung kegiatan pelayanan kesehatan sehari-hari


yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit,
terutama dalam penanganan pasien dan intervensi penanggulangan masalah kesehatan.
Sebaliknya dalam hal manajemen kesehatan di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan
pusat, SIK belum banyak berperan karena belum menghasilkan data/informasi yang
akurat dan tepat waktu.

Manajemen Kesehatan

Secara umum manajemen merupakan suatu kegiatan untuk mengatur orang lain
guna mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Hal ini berdasarkan beberapa
pendapat ahli berikut :

1. Manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang /lebih untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan)
yang tidak dapat dicapai oleh hanya satu orang saja. (Evancevich)

15
2. Manajemen adalah proses dimana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan
dan diawasi (Encyclopaedia of sosial sciences)

3. Manajemen membuat tujuan tercapai melalui kegiatan-kegiatan orang lain dan


fungsi-fungsinya dapat dipecahkan sekurang-kurangnya 2 tanggung jawab utama
(perencanaan dan pengawasan)

4. Manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan dengan


menggunakan orang lain (Robert D. Terry).

Dalam bidang kesehatan masyarakat, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan


atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna
meningkatkan kesehatan masyarakat melalui program kesehatan. Dengan kata lain
manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem
pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen
adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat. (Notoatmodjo, 2003)

Sedangkan Fungsi manajemen, menurut beberapa ahli mengandung berbagai


komponen sebagai berikut :

1. Menurut L. Gullick manajemen mengandung beberapa unsur antara lain


Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgetting

2. Menurut George Terry – Planning, Organizing, Actuating, Controlling

3. Menurut Koonzt O’ Donnel – Planning, Organizing, Staffing, Directing,


Controlling

4. Menurut H. Fayol – Planning, Organizing, Commanding, Coordinating,


Controlling

Berbagai komponen fungsi manajemen diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Planning (perencanaan) adalah sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan


tujuan organisasi sampai dengan menetapkan alternative kegiatan untuk
pencapaiannya.

16
2. Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan menajemen untuk
menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan
memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.

3. Actuating (directing, commanding, motivating, staffing, coordinating) atau fungsi


penggerakan pelaksanaan adalah proses bimbingan kepada staff agar mereka
mampu bekerja secara optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan
ketrampilan yang telah dimiliki, dan dukungan sumber daya yang tersedia.

4. Controlling (monitoring) atau pengawasan dan pengendalian (wasdal) adalah


proses untuk mengamati secara terus menerus pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan koreksi jika terjadi
penyimpangan.

Dari sisi manajemen berdasarkan sasaran, terdapat tiga jenis manajemen kesehatan
yang diperlukan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yaitu manajemen
pasien/klien, manajemen unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan.

1. Manajemen Pasien/Klien

Fungsi utama dari manajemen pasien/klien adalah memberikan pelayanan


kesehatan kuratif, preventif dan promotif yang bermutu kepada pasien dan klien, baik di
tingkat pelayanan kesehatan dasar maupun di tingkat pelayanan kesehatan rujukan.

Pelayanan kesehatan yang bermutu dirumuskan secara berbeda sesuai dengan


tingkat pelayanannya. Di tingkat pelayanan kesehatan dasar, peiayanan kesehatan yang
bermutu berarti pelayanan kesehatan yang paripuma (komprehensif), terintegrasi, dan
berkelanjutan. Fokusnya adalah pada pasien dan klien dengan lingkungan sosio-kultural
terdekatnya. Mutu pelayanan kesehatan di tingkat rujukan sangat tergantung kepada
masukan yang berupa sumber daya manusia dan teknologi. Karena itu, mutu pelayanan
rujukan dapat dilihat dari kecanggihan teknologinya.

Pemakai informasi di tingkat manajemen pasien/klien adalah para penyelenggara


pelayanan kesehatan, yaitu dokter, bidan, dan petugas paramedik lainnya. Di samping itu
juga para kader kesehatan dan para dukun. Suatu Sistem Informasi Kesehatan yang
dirancang dengan baik akan merupakan dukungan utama bagi peningkatan mutu

17
pelayanan kesehatan yang mereka selenggarakan. Informasi yang mereka butuhkan itu
akan digunakan untuk membuat keputusan yang tepat, misalnya:

1. Tanggal, diagnosis, dan pengobatan yang diberikan dalam kunjungan yang lalu
akan membantu si pemberi pelayanan kesehatan dalam membuat keputusan
terhadap seorang penderita tuberkulosis yang berkunjung ke Puskesmas (dalam
rangka keparipurnaan pelayanan).

2. Seorang anak usia 2 tahun dibawa oleh ibunya karena menderita bercak-bercak
pada kulit dan diare. Punyakah pemberi pelayanan informasi yang iepat untuk
mengetahui apakah anak tersebut menderita campak dan apakah ia telah
divaksinasi? (dalam rangka integrasi pelayanan).

3. Dalam rangka memutuskan vaksin apa yang akan diberikan kepada seorang anak
usia 8 bulan yang dibawa ibunya ke Puskesmas, petugas kesehatan perlu
mengetahui jenis vaksin apa yang pernah didapat si anak dan bilamana
didapatnya (dalam rangka keparipurnaan dan kelanjutan pelayanan).

4. Hasil-hasil patologis dari spesimen biopsi cervix akan membantu ahli bedah
memutuskan perlu-tidaknya melakukan histerektomi (dalam rangka kelanjutan
pelayanan).

2. Manajemen Unit Kesehatan

Tujuan manajemen umum dari suatu unit kesehatan adalah untuk memberikan
pelayanan kesehatan terhadap suatu penduduk tertentu di dalam wilayah kerja
pelayanannya dengan sumber daya yang ada. Unit-unit kesehatan dapat diklasifikasikan
menurut tingkat konsentrasi sumber dayanya menjadi: unit-unit pelayanan kesehatan
dasar dan unit-unit pelayanan kesehatan rujukan. Setiap jenis unit kesehatan memiliki
fungsi-fungsi manajemennya sendiri. Namun demikian pada dasamya fungsi-fungsi itu
dapat dibedakan atas fangsi-fungsi pemberian pelayanan kesehatan, dan fungsi-fungsi
administratif.

Fungsi-fungsi pemberian pelayanan kesehatan ditetapkan berdasarkan kebutuhan


kesehatan dari masyarakat yang dilayani oleh unit kesehatan yang bersangkutan. Unit
pelayanan kesehatan dasar memberikan paket pelayanan pemeliharaan kesehatan umum.
Terdapat banyak perbedaan dalam bentuk penyediaan pelayanan kesehatan dasar ini,
18
yaitu misalnya apotik, Posyandu, Puskesmas Pembantu, Puskesmas, Klinik, Balai
Kesehatan Masyarakat, dan lain-lain. Sarana-sarana yang berbeda ini bisa jadi memiliki
fungsi yang berbeda pula. Beberapa di antaranya hanya memberikan pelayanan kuratif.
Tetapi yang lain seperti Puskesmas misalnya memiliki paling sedikit lima jenis
pelayanan, yaitu kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, kesehatan lingkungan,
dan pengobatan (pelayanan kuratif). Kerapkali tersedianya tenaga kesehatan merupakan
faktor pembeda dalam fungsi atau jenis pelayanan dari unit-unit pelayanan kesehatan
dasar.

Unit-unit pelayanan kesehatan rujukan seperti rumah sakit dan klinik rawat jalan
khusus menyediakan pelayanan dan teknik-teknik yang kerumitannya tidak dapat
ditangani oleh unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah Sakit Kabupaten/Kota merupakan
unit pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama (primer), Rumah Sakit Provinsi
merupakan unit pelayanan kesehatan rujukan tingkat kedua (sekunder), dan Rumah Sakit
Pusat merupakan unit pelayanan kesehatan rujukan tingkat ketiga (tersier). Di Rumah
Sakit Kabupaten/Kota harus diselenggarakan paling sedikit empat pelayanan spesialistik,
yaitu: obsetrik dan genekologi, anak, bedah, dan penyakit dalam.

Informasi yang disiapkan dengan baik di unit-unit kesehatan akan membantu


pembuatan keputusan-keputusan dalam unit kesehatan tersebut. Contohnya adalah
sebagai berikut:

1. Suatu Puskesmas harus memberikan pengobatan kepada pasien-pasien


tuberkulosis. Kepala Puskesmas ingin mengetahui berapa orang pasien di antara
mereka yang berobat ke Puskesmas yang menghentikan pengobatan sebelum
waktunya (angka "drop out"). Informasi ini dapat digunakan untuk memutuskan
perlu-tidaknya melakukan peningkatan kegiatan tindak lanjut (follow up)
terhadap para pasien tuberkulosis.

2. Salah satu fungsi dari Puskesmas adalah memberikan pelayanan perawatan


prakelahiran (prenatal care) kepada semua perempuan hamil di wilayah kerjanya,
dan merujuk mereka yang berisiko ke Rumah Sakit Kabupaten/Kota. Dalam
beberapa bulan terakhir, sejumlah perempuan dari desa-desa sekitar dilaporkan
meninggal pada saat melahirkan atau tidak lama setelah melahirkan. Kepala
Puskesmas dan bidan Puskesmas ingin mengetahui berapa orang perempuan dari
antara perempuan yang diperkirakan hamil di wilayah kerja Puskesmas
19
memperoleh pelayanan prenatal care. Informasi ini akan membantu mereka
dalam mereorganisasi kegiatan-kegiatan prenatal care secara lebih efektif.

3. Sebuah Rumah Sakit Kabupaten dengan 200 tempat tidur menyediakan


pelayanan rawat inap kepada sekitar 200.000 penduduk. Selama setahun, tempat
tidur yang disediakan selalu penuh, dan kerapkali bahkan digunakan tempat tidur
lipat tambahan untuk merawat pasien. Dalam hal ini Direktur Rumah Sakit ingin
mengetahui berapa rata-rata lama menginap (ALOS - Average Length Of Stay)
dari pasien-pasien di setiap instalasi untuk memutuskan perlu-tidaknya
menambah tempat tidur, atau mengubah prosedur pengeluaran pasien.

4. Rumah Sakit rujukan tersier berfungsi sesuai dengan anggaran tahunan yang
tersedia. Pemasukan dana berasal dari subsidi pemerintah, dari pembayaran
asuransi kesehatan, dan dari pembayaran para pasien. Dalam rangka menyusun
anggaran tahunan, Direktur Umum dan Keuangan akan memerlukan data dan
informasi tentang pemasukan tahun lain menurut sumbernya, dan pengeluaran-
pengeluaran tahun lalu menurut pusat-pusat biaya.

3. Manajemen Sistem Kesehatan

Tujuan dari manajemen Sistem Kesehatan adalah untuk mengkoordinasikan dan


memberikan dukungan perencanaan dan manajemen kepada tingkat penyedia pelayanan
kesehatan. Beberapa contoh dari fungsi manajemen Sistem Kesehatan adalah sebagai
berikut:

1. penetapan kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan kesehatan

2. koordinasi lintas sektoral

3. perencanaan strategis dan penyusiinan program kesehatan

4. penganggaran dan alokasi sumber daya finansial

5. pengorganisasian sistem, termasuk mekanisme rujukan

6. pengembangan tenaga kesehatan, termasuk pendidikan berkelanjutan

7. manajemen sumber daya, mencakup keuangan, tenaga kesehatan, dan informasi


kesehatan
20
8. manajemen dan distribusi peralatan, bahan, dan obat

9. surveilans penyakit

10. penyehatan lingkungan

11. pengawasan terhadap pelayanan-pelayanan kesehatan.

Fungsi-fungsi manajemen terhadap sistem kesehatan berbeda antara satu tingkat


administrasi dengan tingkat administrasi lainnya. Fungsi-fungsi itu ditetapkan dengan
mengacu pembagian kewenangan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan.

Menurut UU No. 22 tahun 1999, Daerah Provinsi memiliki kewenangan


desentralisasi terbatas, sedangkan Daerah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan
desentralisasi luas. Di lain pihak, Pemerintah Pusat diizinkan oleh UU tersebut untuk
mendelegasikan kewenangan kepada Daerah Provinsi sebagai wakil dari Pemerintah
Pusat (dekonsentrasi). Kewenangan dekonsentrasi ini tidak boleh didelegasikan sampai
ke tingkat Kabupaten/Kota. Dengan demikian, UU memberikan kewenangan
dekonsentrasi ini secara luas kepada Daerah Provinsi.

Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah


dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, yang merupakan tindak lanjut atau
penjabaran dari UU No. 22 tahun 1999, mengurai kewenangan desentralisasi terbatas
Daerah Provinsi ini.

Sedangkan kewenangan dekonsentrasi untuk Daerah Provinsi, karena memang


tidak diatur dalam PP No. 25 tahun 2000, didapat dari Surat Edaran Menteri Kesehatan &
Kesejahteraan Sosial R.I. (SE Menkes & Kesos) No. 1107 tahun 2000.

UU No. 22 tahun 1999 menyatakan bahwa Daerah Kabupaten/Kota memiliki


kewenangan desentralisasi luas. Kewenangan Daerah Kabupaten/ Kota di bidang
kesehatan juga tidak diatur dalam PP No. 25 tahun 2000 karena UU No. 22 tahun 1999
pada dasarnya meletakkan semua kewenangan pemerintahan pada Daerah Kabupaten/
Kota (kecuali lima kewenangan sebagaimana disebut dalam Pasal 7 UU No.22 tahun
1999). Namun demikian, demi kejelasan, Menteri Kesehatan & Kesejahteraan Sosial
dalam Kepmenkes & Kesos Nomor 1747/Menkes-Kesos/ SK/XII /2000 tentang Pedoman

21
Penetapan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota,
merinci kewenangan untuk Daerah Kabupaten/Kota yang disebut sebagai kewenangan
minimal.

Peran Sistem Informasi Kesehatan

Pada hakikatnya suatu Sistem Informasi Kesehatan tidak dapat berjalan sendiri.
Sistem Informasi Kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan yang
komprehensif, yang memberikan pelayanan kesehatan secara terpadu, meliputi baik
pelayanan kuratif, pelayanan rahabilitatif, maupun pencegahan penyakit, dan peningkatan
kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan harus dapat mengupayakan dihasilkannya
informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan di berbagai tingkat Sistem
Kesehatan. Sistem Kesehatan memang terdiri atas berbagai tingkat sejak dari tingkat
paling bawah, tingkat menengah, sampai ke tingkat pusat. Dengan berlakunya konsep
desentralisasi dan otonomi daerah, Sistem Kesehatan di setiap tingkat harus dapat mandiri
(selfpropeled), walaupun berkaitan satu sama lain.

Sesuai dengan pembagian wilayah di Indonesia yang berlaku saat ini, tingkat-
tingkat itu adalah sebagai berikut:

1. Tingkat Kecamatan, di mana terdapat Puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar


lain.

2. Tingkat Kabupaten/Kota, di mana terdapat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,


Rumah Sakit Kabupaten/Kota, dan rujukan primer lain.

3. Tingkat Provinsi, di mana terdapat Dinas Kesehatan Provinsi, Rumah Sakit


Provinsi, dan pelayanan rujukan sekunder lain.

4. Tingkat Pusat, di mana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan
pelayanan kesehatan rujukan tersier lain.

Setiap tingkat menyediakan pelayanan kesehatan yang berbeda, memiliki sumber


daya yang berbeda, dan mempraktekkan fungsi-fungsi manajemen yang berbeda pula.
Idealnya, sumber daya harus sebanyak mungkin terdapat di kecamatan agar masyarakat
memiliki akses yang optimal terhadap pelayanan kesehatan. Akan tetapi dalam rangka

22
desentralisasi ternyata dihadapi banyak kendala, khususnya berkaitan dengan ketenagaan,
sarana dan peralatan, yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan ekonomi negara.

Fungsi khusus yang dimiliki setiap tingkat mengakibatkan perbedaan dalam


pengambilan keputusan. Dari sisi manajemen, fungsi-fungsi dalam Sistem Kesehatan
dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) Manajemen Pasien/Klien, (2)
Manajemen Unit Kesehatan, dan (3) Manajemen Sistem Kesehatan.

Manajemen pasien/klien dan manajemen unit kesehatan berkaitan secara langsung


dengan pelayanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif kepada masyarakat. Dalam
hal ini tercakup interaksi antara petugas-petugas unit kesehatan dengan masyarakat di
wilayah pelayanannya. Manajemen pasien/klien dan manajemen unit dipraktikkan baik di
pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas dan lain-lain), pelayanan kesehatan rujukan
(Rumah Sakit dan lain-lain), serta di Dinas Kesehatan. Keputusan-keputusan yang dibuat
dalam rangka manajemen pasien/klien dan manajemen unit kesehatan disebut keputusan-
keputusan operasional. Manajer, dalam manajemen pasien/klien adalah semua petugas
kesehatan yang melayani pasien/klien. Sedangkan manajer dalam manajemen unit adalah
pimpinan dari unit yang bersangkutan (Kepala Puskesmas, Direktur Rumah Sakit, Kepala
Dinas Kesehatan). Manajemen Sistem Kesehatan berfungsi memberikan dukungan
manajerial dan koordinasi terhadap tingkat manajemen unit kesehatan dan manajemen
pasien/klien. Keputusan-keputusan yang dibuat dalam rangka manajemen sistem
kesehatan disebut keputusan-keputusan strategis. Adapun manajer dalam manajemen
Sistem Kesehatan adalah Kepala Dinas Kesehatan dan pihak-pihak lain yang dapat
mempengaruhi keputusannya (stakeholders).

Dengan mengenali fungsi spesifik dari setiap tingkat manajemen kesehatan, akan
dapat dikenali pula siapa saja pemakai informasi kesehatan (yaitu para manajer
kesehatan) dari keputusan-keputusan apa yang harus mereka buat. Hal ini akan membantu
dalam perumusan kebutuhan informasi di setiap tingkat dan penetapan data apa yang
harus dikumpulkan, cara dan instrumen pengumpulannya, pengiriman datanya, prosedur
pengolahan datanya, pengemasan informasinya, dan penyajian informasinya.

23
BAB 3
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

s istem Informasi Manajemen adalah sebuah sistem yang cukup kompleks. Sistem
ini dapat berjalan dengan baik apabila semua proses didukung dengan teknologi
yang tinggi, sumber daya yang berkualitas, dan yang paling penting komitmen
perusahaan. Sistem Informasi Manajemen berguna untuk mendukung fungsi operasi,
manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.

Sistem Informasi Manajemen bertujuan menghasilkan informasi yang berguna


untuk perusahaan. Kegiatan ini mendukung proses bisnis perusahaan dan perlu
diperhatikan untuk kelangsungan perusahaan. Oleh karena itu, komitmen perusahaan

24
untuk menjalankan Sistem Informasi Manajemen haruslah sangat tinggi agar proses yang
terjadi dilantai produksi menjadi menguntungkan bagi perusahaan.

Supaya informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat berguna bagi
manajamen, maka analis sistem harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan informasi yang
dibutuhkannya, yaitu dengan mengetahui kegiatan-kegiatan untuk masing-masing tingkat
(level) manajemen dan tipe keputusan yang diambilnya. Berdasarkan pada pengertian-
pengertian di atas, maka terlihat bahwa tujuan dibentuknya Sistem Informasi Manajemen
adalah supaya organisasi memiliki informasi yang bermanfaat dalam pembuatan
keputusan manajemen, baik yang menyangkut keputusan-keputusan rutin maupun
keputusan-keputusan yang strategis. Sehingga SIM adalah suatu sistem yang
menyediakan kepada pengelola organisasi data maupun informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas-tugas organisasi.

Konsep Dasar Sistem Informasi Manajemen

Definisi dan Struktur Sistem Informasi Manajemen

Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang


memastikan bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang
dipilih bekerja.

Sistem informasi manajemen (manajement information system atau sering dikenal


dengan singkatannya MIS) merupakan penerapan sistem informasi di dalam organisasi
untuk mendukung informasi-informasi yang dibutuhkan oleh semua tingkatan
manajemen.

SIM (sistem informasi manajemen) dapat didefenisikan sebagai kumpulan dari


interaksi sistem-sistem informasi yang bertanggung jawab mengumpulkan dan mengolah
data untuk menyediakan informasi yang berguna untuk semua tingkatan manajemen di
dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian.

Secara teori, komputer tidak harus digunakan di dalam SIM, tetapi kenyataannya
tidaklah mungkin SIM yang komplek dapat berfungsi tanpa melibatkan elemen komputer.
Lebih lanjut, bahwa SIM selalu berhubungan dengan pengolahan informasi yang
didasarkan pada komputer (computer-based information processing).

25
SIM merupakan kumpulan dari sistem-sistem informasi. SIM tergantung dari besar
kecilnya organisasi dapat terdiri dari sistem-sistem informasi sebagai berikut :

1. Sistem informasi akuntansi (accounting information system),menyediakan


informasi dari transaksi keuangan.

2. Sistem informasi pemasaran (marketing information system), menyediakan


informasi untuk penjualan, promosi penjualan, kegiatan-kegiatan pemasaran,
kegiatan-kegiatan penelitian pasar dan lain sebagainya yang berhubungan dengan
pemasaran.

3. Sistem informasi manajemen persediaan (inventory management information


system).

4. Sistem informasi personalia (personnel information systems)

5. Sistem informasi distribusi (distribution information systems)

6. Sistem informasi pembelian (purchasing information systems)

7. Sistem informasi kekayaan (treasury information systems)

8. Sistem informasi analisis kredit (credit analiysis information systems)

9. Sistem informasi penelitian dan pengembangan (research and development


information systems)

10. Sistem informasi teknik (engineering information systems)

Semua sistem-sistem informasi tersebut dimaksudkan untuk memberikan informasi


kepada semua tingkatan manajemen, yaitu manajemen tingkat bawah (lower level
management), managemen tingkat menengah (middle level management) dan manajemen
tingkat atas (top level management).

Top level management dengan executive management dapat terdiri dari direktur
utama (president), direktur (vise-president) dan eksekutif lainnya di fungsi-fungsi
pemasaran, pembelian, teknik, produksi, keuangan dan akuntansi. Sedang middle level
management dapat terdiri dari manajer-manajer devisi dan manajer-manajer cabang.

26
Lower level management disebut degan operating management dapat meliputi mandor
dan pengawas.

Top level management disebut juga dengan strategic level, middle level
management dengan tactical level dan lower management dengan tehcnical level.

Gambar 3.1. Informasi dan SIM untuk semua tingkat manajemen

Evolusi/Perkembangan Konsep Sistem Informasi Manajemen

Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang


memastikan bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang
dipilih bekerja.

Gagasan sebuah sistem informasi untuk mendukung manajemen dan pengambilan


keputusan telah ada sebelum dipakainya komputer, yang memperluas kemampuan
27
keorganisasian untukmenerapkan sistem semacam itu. Perluasan kemampuan tersebut
sedemikian menyolok sehingga SIM dianggap sesuatu yang baru karena baru kini dapat
dipakai. Banyak dari gagasan yang merupakan bagian SIM berkembang/ berevolusi dari
bagian ilmu pengetahuan lain.

Ada empat bidang pokok konsep dan pengembangan sistem yang sangat penting
dalam melacak asala mula konsep SIM yaitu: (1) akuntansi manajerial; (2) ilmu
pengetahuan manajemen; (3) teori manajemen; dan (4) pengolahan komputer.

Akuntansi Manajerial

Disini perlu dianggap bahwa bidang akuntansi dibagi atas dua bidang pokok, yaitu
akuntansi keuangan dan akuntansi manajerial. Akuntansi keuangan (financial accounting)
berhubungan dengan pengukuran pendapatan dalam suatu periode tertentu, misal dalam
satu bulan atau satu tahun (laporan rugi-laba/income statement) dan melaporkan status
keuangan pada akhir periode (neraca). Karena sebuah organisasi beroperasi secara terus
menerus sepanjang waktu, pengukuran pendapatan untuk suatu jangka waktu tertentu
meliputi pertanyaan-pertanyaan pengukuran penerimaan dalam suatu periode dan
mengenali serta membandingkan biaya yang timbul untuk menghitung laba.

Sistem pelaporan untuk organisasi yang dikembangkan oleh akuntansi manajerial


pada umumnya mencerminkan gagasan akuntansi pertanggungjawaban (responsibility
accounting) dan akuntansi keuntungan (profitability accounting). Laporan tersebut
disusun untuk menunjukkan adanya penyimpangan dari rencana prestasi dan sebab-sebab
penyimpangan tersebut.

Analisis biaya dipakai dalam akuntansi manajerial untuk menentukan biaya yang
paling relevan dalam pengambilan keputusan. Biaya yang relevan ini dapat berupa biaya
penuh (full cost), biaya langsung (direct cost), biaya marjinal (marginal cost), biaya
penggantian (replacement cost), biaya peluang (opportunity cost) atau lain-lainnya.

Akuntansi manajerial juga menggunakan teknik keputusan yang berorientasi pada


biaya seperti penganggaran modal, analisis impas dan penetapan harga transfer.
Singkatnya, akuntansi keuangan adalah sebuah sistem informasi dengan aturan dan
pengolahan ke arah menyuguhkan informasi yang tepat bagi penanam modal dan pemberi

28
kredit. Akuntansi manajerial adalah sebuah sistem informasi yang berorientasi pada
manajemen internal serta pengendalian dan karenanya berhubungan erat dengan SIM.

Ilmu Pengetahuan Manajemen

Ilmu manajemen atau penelitian operasional adalah penerapan metode ilmiah dan
teknik-teknik analisis kuantitatif terhadap masalah manajemen. Beberapa di antara
konsep-konsep pokoknya adalah:

1. Penekanan ancangan sistematis dalam pemecahan persoalan dan penerapan


metode ilmiah pada penelitian.

2. Memakai model matematis dan prosedur matematis serta statistis dalam analisis.

3. Bertujuan mencari keputusan optimal atau kebijakan optimal.

Ilmu pengetahuan manajemen dalam penyelesaiannya cenderung memakai kriteria


ekonomis atau teknik daripada kriteria perilaku, dengan penekanan metode teknis dalam
memecahkan persoalan. Keberhasilan ilmu pengetahuan manajemen di dalam organisasi
yang paling menyolok adalah pada persoalan operasional dan keputusan taktis. Misalnya
manajemen sediaan barang (inventory management) telah mendapat perhatian besar,
demikian pula penjadualan produksi, penentuan letak pabrik, penjaluran angkutan
(transportation routing), dan analisis penanaman modal.

Beberapa teknik umum sehubungan dengan ilmu pengetahuan manajemen adalah:

1. Pemrograman linier (linear programming)

2. Pemrograman integer (integer programming)

3. Pemrograman dinamis (dynamic programming)

4. Teori pengantrian (queueing theory)

5. Teori permainan (game theory)

6. Teori keputusan (decision theory)

7. Simulasi (simulation)

29
Ilmu pengetahuan manajemen adalah sebuah perkembangan penting dalam sistem
informasi manajemen berdasarkan komputer, karena ilmu pengetahuan manajemen telah
mengembangkan prosedur-prosedur untuk analisis dan pemecahan berdasarkan komputer
dalam banyak jenis persoalan keputusan. Ancangan sistematis dalam pemecahan
persoalan, pemakaian model, teknik-teknik ilmu pengetahuan manajemen, dan algoritma
pemecahan berdasarkan komputer umumnya digabungkan dalam rancangan SIM.

Teori Manajemen

Dalam memahami evolusi konsep SIM, perkembangan terakhir dalam teori


manajemen cukup pesat. Bila dalam ilmu pengetahuan manajemen perkembangannya
menekankan optimisasi sebagai tujuan, maka teori manajemen sekarang menekankan
pemuasan dan mempertimbangkan keterbatasan manusia dalam mencari pemecahan.
Sejumlah periset manajemen telah memusatkan perhatian pada segi-segi keperilakuan dan
motivasi pada struktur keorganisasian serta sistem dalam organisasi.

Perkembangan dalam teori manajemen ini penting untuk merancang SIM, karena
membantu dalam memahami peranan sistem manusia/mesin serta bermanfaat untuk
mengembangkan model-model keputusan.

Pengolahan Komputer

Semula komputer tidak direncanakan untuk pengolahan informasi, tetapi kini


terutama justru diterapkan dalam bidang ini. Persyaratan teknis sebuah sistem informasi
manajemen berdasarkan komputer secara singkat dapat dilihat pada tabel 3.1.

30
Tabel 3.1. Persyaratan Teknis SIM berbasis computer

Pengguna Sistem Informasi Manajemen

Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang memastikan


bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang dipilih
bekerja. Kebanyakan pengguna sistem informasi manajemen berbasis komputer seperti
terlihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2. Pengguna SIM berbasis computer

31
Petugas administrasi dapat merasakan bertambahnya kebutuhan akan masukan
(input) pada saat upaya SIM dimulai dan sebuah data base sedang disusun. Prosedur baru
untuk mengendalikan data akan ditetapkan. Proses administrasi akan berubah dengan
memakai alat-alat online seperti unit peraga, alat pencetak, dan alat untuk memasukkan
data.

Para petugas di seluruh bagian organisasi akan diminta melaporkan informasi


yang sebelumnya mereka simpan dalam arsip atau ―catatan rahasia‖ mereka sendiri. Para
penyelia tingkat pertama akan membutuhkan lebih banyak masukan data tetapi akan
merasakan peningkatan besar dalam pemerolehan informasi. Informasi keadaan juga akan
dicapai secara jauh lebih mudah. Model-model keputusan dapat membantu perkiraan
pertama dalam pemecahan persoalan misalnya penjadualan.

Laporan cenderung menjadi lebih informatif dan cepat. Analisis dan laporan
khusus lebih mudah diperoleh. Umpan balik berbagai prestasi menjadi lebih besar
frekuensinya. Staf ahli yang membantu manajemen tingkat lebih tinggi mendapat manfaat
besar dari kemampuan SIM. Database diselidiki untuk kemungkinan sesuatu persoalan.
Datanya dianalisis guna menemukan pemecahan yang mungkin.

Model perencanaan dipakai untuk menghasilkan pendekatan pertama rencanayang akan


diperiksa manajer. Model dasar tersebut memberikan cara-cara penelitian dan rancangan,
sementara para staf ahli merumuskan data untuk kebutuhan manajerial.

Model perencanaan dipakai untuk menghasilkan pendekatan pertama rencana


yang akan diperiksa manajer. Model dasar tersebut memberikan cara-cara penelitian dan
rancangan, sementara para staf ahli merumuskan data untuk kebutuhan manajerial.

Manajer pada semua tingkat mempunyai kemampuan baru untuk memperoleh


informasi yang relevan dengan fungsi mereka. Untuk pengambilan keputusan, sistem
tersebut dapat memberikan saran pemecahan yang optimal secara langsung atau dapat
memberikan analisis manusia/mesin dan prosedur keputusan untuk membantu dalam
mencapai sebuah keputusan yang baik. Sebagai contoh, seorang manajer untuk suatu
sediaan barang akan memprogram pengambilan keputusan dalam banyak kasus, misalnya
perihal jumlah pesanan. Dalam situasi rumit seperti pesanan sebuah tempat muatan
kendaraan untuk mencapai pembelian yang ekonomis, mungkin algoritma optimisasi
tidak dipakai, tetapi sebuah prosedur keputusan diadakan untuk membantu manajer dalam

32
mencapai sebuah pemecahan yang memuaskan. Perencanaan dibantu oleh model
perencanaan disertai sebuah dialog manusia/mesin untuk mengadakan percobaan
pemecahan.

Secara ringkas, pengolahan rutin paling sedikit terpengaruh oleh penerapan


ancangan SIM. Petugas administrasi akan menyiapkan data yang kurang lebih sama,
tetapi akan terdapat persyaratan data tambahan, dan semakin banyak alat onlie dipakai.
Persyaratan data pada semua tingkat personalia akan berkembang, tetapi akan terjadi
peningkatan tersedianya informasi terbaru yang akurat. Laporan, jawaban atas permintaan
informasi, analisis, perencanaan dan pengambilan keputusan akan mendapat pengolahan
dan dukungan informasi lebih baik.

Pokok-Pokok Sistem Informasi Manajemen

Sebuah sistem informasi manajemen bukanlah sekedar suatu perkembangan


teknologis. SIM berhubungan dengan organisasi dan dengan manusia pengolahnya. Oleh
sebab itu pemahaman utuh terhadap sistem informasi keorganisasian berdasarkan
komputer harus juga termasuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan
informasi, pemakaian informasi, dan nilai informasi.

Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang


memastikan bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang
dipilih bekerja.

Sebuah sistem informasi manajemen mengandung elemen-elemen fisik sebagai


berikut:

1. Perangkat keras komputer

2. Perangkat lunak

1. Perangkat lunak sistem umum

2. Perangkat lunak terapan umum

3. Program aplikasi

33
4. Database (data yang tersimpan dalam media penyimpanan komputer)

5. Prosedur

6. Petugas Pengoperasian

Dalam hal penerapan, sebuah subsistem terapan yang lengkap terdiri dari:

1. Program untuk melaksanakan pengolahan komputer

2. Prosedur untuk membuat terapan menjadi operasional (formulir, petunjuk untuk


operator, petunjuk untuk pemakai, dan seterusnya).

Subsistem terapan dapat diuraikan dalam bentuk fungsi keorganisasian yang


mendukung (pemasaran, produksi, dan sebagainya) atau dalam bentuk jenis kegiatan
yang tengah dilaksanakan.

Subsistem fungsi keorganisasian

Fungsi-fungsi keorganisasian agak terpisah dalam hal kegiatan dan ditentukan


secara manajerial sebagai tanggung jawab sendiri-sendiri. Karena itu sebuah SIM dapat
dipandang sebagai sebuah gabungan sistem-sistem informasi, sebuah sistem untuk setiap
fungsi utama keorganisasian. Subsistem-subsistem akan berbeda pada organisasi satu
dengan lainnya.

Tetapi gagasan dasarnya tetap sama untuk mengenali fungsi-fungsi pokok atas mana
subsistem dapat dirancang. Subsistem ini dapat pula dibagi menjadi beberapa subsistem
yang lebih kecil sepeti terlihat pada tabel 3.3.

34
Tabel 3.3. Subsitem Fungsional Pokok SIM

Sebagai contoh, subsistem personalia dapat dibagi lagi menjadi perekrutan


personalia, catatan personalia, penilaian personalia, dan administrasi gaji.

Subsistem Kegiatan

Satu ancangan lain untuk memahami struktur sebuah sistem informasi adalah
dalam bentuk subsistem yang melaksanakan berbagai kegiatan. Beberapa subsistem
kegiatan akan bermanfaat bagi lebih dari satu subsistem fungsi keorganisasian; sedangkan
lainnya mungkin akan berguna untuk hanya satu fungsi.

Contoh subsistem kegiatan pokok seperti terlihat pada tabel 3.4.

Tabel 3.4. Subsitem Fungsional Pokok SIM

35
Subsistem kegiatan ini memakai data di dalam data base dan kemampuan mendapat
kembali yang berada dalam sistem manajemen data base.

Konsep Organisasi dan Manajemen

Struktur Keorganisasian

Struktur keorganisasian adalah susunan sub-subsistem dengan hubungan wewenang


dan tanggung jawabnya. Ada beberapa struktur dasar yang banyak digunakan. Keadaan
dalam mana setiap struktur menguntungkan menjadi dasar untuk mengubah struktur
keorganisasian dalam menanggapi perubahan kondisi, seperti perbaikan sistem
pengolahan informasi dan perbaikan dalam sistem keputusan.

Struktur Hirarki

Struktur keorganisasian dasar adalah sebuah struktur hirarki dengan manajemen


puncak paling atas dalam bagan, manajemen menengah/madya di tengah, dan manajemen
bawahan di tempat paling bawah.

36
Gambar 3.2. Organisasi hirarki dasar dengan spesialisasi fungsional dan hubungan lini
serta staf.

Bagan berbentuk sebuah piramida karena manajemen puncak jumlahnya relative


sedikit terhadap manajemen tingkat lebih rendah. Organisasi dalam gambar 3.2. tersusun
secara fungsional; yaitu sub-subsistem pokok di bawah direktur merupakan fungsi
organisasi seperti manufaktur, pemasaran dan akuntansi.

Spesialisasi

Organisasi membagi pekerjaan atas tugas-tugas khusus hingga menimbulkan


spesialisasi. Akuntan dalam fungsi akuntansi mengkhususkan dalam akuntansi. Petugas
pemasaran mengkhususkan dalam pemasaran. Spesialisasi dapat berlanjut sedemikian
sehingga dalam sebuah fungsi terdapat para spesialis untuk bidang-bidang lebih kecil-
perpanjakan, riset pasar, dan seterusnya.

Hubungan Lini dan Staf

Lini (garis utuh) menjelaskan wewenang perintah langsung dari fungsi-fungsi


dalam organisasi. Manajer pemasaran menerima laporan dari para manajer penjualan.
Para manajer penjualan menerima laporan dari para wiraniaga. Wewenang mengalir dari
atas ke bawah. Posisi-posisi staf (garis putus) berhubungan dengan kegiatan-kegiatan
37
pendukung seperti analisis dan konsultasi. Mereka tidak memiliki wewenang atas petugas
operasi. Bila para ahli riset pemasaran merumuskan sebuah strategi pemasaran baru, ahli
tersebut tidak dapat melaksanakannya dengan memerintah para wiraniaga
menggunakannya. Manajer pemasaran harus diyakinkan dahulu dan harus memerintahkan
penggunaannya pada para manajer penjualan, yang akan memberi instruksi pada para
wiraniaga

Wewenang dan Tanggung jawab

Wewenang adalah hak untuk memerintah (kepemimpinan). Bila seseorang


memiliki tanggung jawab untuk sebuah kegiatan, ia harus memiliki wewenang.
Wewenang dibuktikan melalui pengendalian atas sumber daya, ganjaran, dan fungsi, dan
pelimpahan kuasa untuk mengambil keputusan sehubungan dengan hal-hal tersebut.

Rentang Kendali

Rentang kendali (span of control) menunjukkan banyaknya bawahan yang


diawasi oleh seorang penyelia (yaitu banyaknya yang melapor pada sang atasan). Jumlah
ini tidak ditentukan berdasarkan teori manajemen tradisional, tetapi secara mudahnya
adalah bahwa jumlahnya harus kecil (tiga sampai tujuh). Riset terakhir menunjukkan
bahwa rentang kendali yang efektif tergantung pada banyaknya komunikasi yang
diperlukan antara atasan dengan bawahannya. Akibatnya, batas pengolahan informasi
pada manusia menjadi variabel pembatasnya.

Interaksi Manusia dalam Organisasi

Teori manajemen pada mulanya agak bersifat mekanis dalam pandangannya atas
interaksi manusia. Tujuan para anggota sebuah organisasi dianggap konsisten dengan
tujuan organisasi (atau setidaknya terlebur dengan tujuan organisasi). Para karyawan
dianggap konsisten dengan tujuan organisasi). Para karyawan dianggap menanggapi
positif terhadap wewenang dan didorong oleh imbalan keuangan. Gerakan hubungan
kemanusiaan yang dimulai dengan telaah Hawthorne yang terkenal antara tahun 1927 dan
1932 telah membentuk konsep tentang organisasi sebgai sebuah sistem sosial.

Motivasi ternyata didasari oleh lebih dari sekedar imbalan ekonomis. Kelompok
kerja, rekan sekerja dan sebagainya ternyata penting. Gaya kepemimpinan dianjurkan

38
yang lebih meningkatkan kepuasan pekerja dalam organisasi. Hasil-hasil riset keperilkuan
(behavioral research) tidak menunjuk kepada seperangkat tunggal prinsip tertentu, tetapi
sebagian besar riset memperlihatkan perlunya mempertimbangkan kebutuhan manusia
dalam merancang organisasi.

Motivasi adalah alasan seseorang untuk menjalankan sesuatu kegiatan. Hal ini
biasanya dijelaskan dalam istilah dorongan atau kebutuhan manusia. Kebutuhan seseorng
manusia tidak tetap. Kebutuhan ini berubah dari waktu ke waktu bersamaan dengan
tingkat karirnya, dan sementara kebutuhan tertentu mendapat lebih banyak kepuasan.

Sebuah klasifikasi yang bermanfaat tentang kebutuhan umum manusia adalah


sebuah hirarki yang dikembangkan oleh Abraham Maslow. Ia menyebut lima kebutuhan
dasar, tetapi kebutuhan yang lebih tinggi menjadi semakin mendesak hanya bila
kebutuhan lebih rendah telah cukup terpuaskan. Hirarki lima kebutuhan dasar manusia
menurut Abraham Maslow dapat dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5. Hirarki Lima Kebutuhan Manusi menurut Maslow

Dinamika Kelompok

Dalam sebuah organisasi, seorang individu biasanya dimiliki oleh satu atau
beberapa kelompok kecil. Mereka mungkin berupa kelompok keorganisasian formal
seperti regu kerja produksi atau dapat pula berdasarkan kepentingan bersama seperti latar

39
belakang budaya, profesi, tujuan rekreasi (kalb bowling), atau parkir kendaraan. Ada
banyak bukti yang menunjukkan bahwa kelompok kecil adalah faktor penting yang
mempengaruhi hubungan antara individu dengan organisasi.

Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi yang membujuk atau memotivasi


sebuah kelompok menuju pencapaian suatu tujuan atau beberapa tujuan tertentu. Bagian
ini meninjau pilihan pandangan tentang bagaimana sebuah organisasi harus dikelola dan
menguraikan teori mengenai kepemimpinan.

Perencanaan dan Pengendalian

Rencana adalah satu arah tindakan yang sudah ditentukan terlebih dahulu.
Perencanaan mengungkapkan tujuan-tujuan keorganisasian dan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan guna mencapai tujuan tersebut. Bagian ini mensurvai persoalan menetapkan
tujuan dalam organisasi dan ciri tingkat-tingkat perencanaan yang berlainan.

Menetapkan Tujuan

Orang telah terbiasa tentang tujuan-tujuan sebuah organisasi seakan organisasi


adalah sesuatu yang terpisah dari para anggotanya. Seperti diungkapkan oleh Cyert dan
March, orang memiliki tujuan; tetapi satu kumpulan orang yang tidak mempunyai tujuan.
Akibatnya tujuan sebuah organisasi mewakili serangkaian kendala yang dihadapi
organisasi melalui para pesertanya. Bila organisasi dianggap sebagai gabungan individu
yang masing-masing memiliki tujuan, maka tujuan yang dikejar gabungan mewakili
kompromi antara para anggotanya. Tujuan berubah bila ada perubahan keanggotaan
gabungan dan bila ada perubahan dalam tujuan para anggota.

Kompromi tadi pada umumnya sangat terbatasi oleh struktur yang ada. Melalui
mekanisme seperti prosedur pengoperasian aturan keputusan, dan anggaran, kesepakatan
gabungan menjadi agak permanen. Para individu dalam sebuah organisasi hanya memiliki
waktu terbatas untuk proses perundingan/kompromi, sehingga hasilnya cenderung bukan
sesuatu yang baru tetapi berdasarkan keadaan atau peristiw terakhir. Perhatian tidak
dipusatkan pada semua maslah secara serempak, tetapi umumnya secara berurutan sesuai
kebutuhan. Tujuan dalam sebuah organisasi cenderung mengandung kontradiksi, tetapi

40
alat-alat bantu seperti kelenturan organisasi digunakan untuk ―meredam‖ keadaan tidak
konsisten ini.

Tujuan perusahaan bisnis umumnya dinyatakan dalam bentuk tujuan untuk laba,
saham pasar, penjualan, sediaan barang, dan produksi. Semua ini harus dinyatakan dalam
istilah operasional. Bila tujuan tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif, maka tujuan
pengganti dapat digantikan untuk program ini. Tujuan ―membuat tempat kerja yang
nyaman‖ tidaklah operasional. ―Mengurangi pergantian karyawan menjadi 4%‖ akan
lebih berarti dalam istilah operasional.

Bila sasaran-sasaran dinyatakan secara jelas dan operasional, ini akan membentuk
landasan untuk mencapai tujuan. Bila setiap manajer membantu dalam menyusun tujuan
dan cara untuk mencapainya kemudian diukur seberapa jauh sudah dicapai, maka
perusahaan telah menggunakan apa yang disebut sebagai ―manajemen berdasarkan
sasaran.

Hirarki Perencanaan

Sebuah hirarki tingkat-tingkat perencanaan yang berlainan dapat dikenali


berdasarkan cakrawala perencanaan tiap tingkatan. Tiga tingkatan yang sering disebut
dalam bacaan adalah perencanaan strategis, perencanaan taktis, dan perencanaan jangka
panjang, jangka menengah dan jangka pendek.

Perencanaan strategis berhubungan dengan pertimbangan jangka panjang. Keputusan


yang harus diambil berhubungan dengan bidang usaha dalam mana perusahaan berada,
pasar tempat menjualnya, bauran produk dan seterusnya.

Perencanaan taktis (juga disebut sebagai pengendalian manajemen) berhubungan


dengan cakrawala perencanaan jangka menengah. Disini termasuk cara sumber daya
dicapai dan diatur, penstrukturan kerja, dan petugas yang dibutuhkan serta pelatihannya.
Perencanaan taktis dicerminkan dalam anggaran pengeluaran modal, rencana penyusunan
staf tiga tahunan dan seterusnya.

Perencanaan operasional berhubungan dengan keputusan untuk operasi yang


sedang berjalan. Penetapan harga, tingkat produksi, tingkat sediaan barang dan seterusnya
dicerminkan dalam sebuah rencana operasinal, misalnya sebuah anggaran tahunan.

41
Pengendalian

Pengendalian adalah kegiatan mengukur penyimpangan dari prestasi yang direncanakan


dan mengerakkan tindakan korektif. Unsur-unsur dasar pengendalian adalah :

1. Sebuah standar spesifikasi prestasi yang diharapkan. Ini berupa sebuah anggaran,
sebuah prosedur pengoperasian, sebuah algoritma/aturan keputusan dan
sebagainya.

2. Sebuah pengukuran prestasi nyata

3. Sebuah perbandingan antara prestasi yang diharapkan dengan kenyataan

4. Sebuah laporan penyimpangan kepada unit pengendali, misal seorang manajer

5. Seperangkat tindakan yang dapat dilakukan olehunit pengendali (manajer) untuk


mengubah prestasi mendatang bila sekarang kurang memuaskan.

6. Dalam hal tindakan unit pengendali gagal membawa prestasi nyata yang kurang
memuaskan ke arah yang diharapkan, adanya sebuah metode untuk tingkat
perencanaan/pengendalian lebih tinggi untuk mengubah satu atau beberapa
kondisi seperti unit pengendali/manajer baru, atau revisi atas standar prestasi.

42
BAB 4

Pendekatan Sistem Dan Pengembangan Sistem Informasi

P
engembangan Sistem Informasi Kesehatan hendaknya diselaraskan dan
diintegrasikan dengan upaya menata kembali Sistem Kesehatan dan Manajemen
Kesehatan. Penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merupakan suatu
tantangan dan pekerjaan yang cukup rumit. Tatanan Sistem Kesehatan merupakan
kerangka dasar yang baik dalam upaya menata kembali Sistem Informasi Kesehatan.
Sepanjang proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, model Sistem
Kesehatan itu akan digunakan sebagai acua konseptual bagi setiap tahap proses.

Jarang sekali proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merombak total
Sistem Kesehatan suatu negara atau daerah. Menurut pengalaman, proses penataan
kembali Sistem Informasi Kesehatan secara komprehensif bahkan kerap kali menjumpai
kegagalan. Lebih baik penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan itu difokuskan pada
aspek-aspek yang kurang berfungsi dalam Sistem Kesehatan. Atau direncanakan dan
diselenggarakan dalam kaitannya dengan proses penataan kembali Sistem Kesehatan
yang sedang berlangsung.

Pendekatan Sistem

Pendekatan sistem serangkaian langkah-langkah pemecahan masalah yang


memastikan bahwa masalah dipahami, solusi alternative dipertimbangkan dan solusi yang
dipilih bekerja.

berdasarkan sasaran, terdapat tiga jenis manajemen kesehatan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yaitu manajemen pasien/klien, manajemen
unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan.

43
Tahap dan Langkah Pendekatan Sistem

1. Usaha Persiapan

Mempersiapkan manajer untuk memecahkan masalah atau menyediakan orientasi


sistem. Langkah :

1. Memandang perusahaan sebagai suatu sistem = menggunakan model sistem


umum perusahaan.

2. Mengenali sistem lingkungan = menempatkan perusahaan sebagai suatu sistem


dalam lingkungannya.

3. Mengidentifikasi subsistem perusahaan = subsistem sebagai bentuk area-area


fungsional, tingkat-tingkat manajemen sebagai subsitem, arus sumber daya
sebagai dasar membagi perusahaan menjadi subsistem.

1. Usaha Definisi

Yaitu kegiatn identifikasi masalah (suatu masalah ada atau akan ada), memahami
masalah (mempelajari untuk mencari solusi) dan pemicu masalah (sinyal umpan balik
yang menunjukkan hal-hal lebih baik atau buruk).

Langkah-langkah :

1. Bergerak dari tingkat sistem ke subsistem : Tiap tingkatan manajemen adalah


suatu subsistem. Yang dilakukan oleh seorang manajer : mempelajari posisi
sistem dihubungkan dengan lingkungan, menganalisis sistem menurut subsistem-
subsistem

2. Menganalisis bagian sistem dalam urutan tertentu. Pada saat mempelajari tiap
tingkat system, elemen-elemen sistem dianalisis secara berurutan :

1. Mengevalusai standar : Standar harus sah, realistic, dimengerti, terukur.

2. Membandingkan output sistem dengan standar

3. Mengevaluasi Manajemen

44
4. Mengevaluasi pemrosesan Informasi

5. Mengevaluasi input dan sumber daya input

6. Mengevaluasi proses tranformasi

7. Mengevaluasi sumber daya output

1. Usaha Solusi

Langkah-langkah

1. Mengidentifikasi solusi alternative

2. Manajer harus mengidentifikasi bermacam-macam cara untuk memecahkan


permasalahan yang sama. Contoh : computer tidak dapat menangani volume
aktifitas kegiatan perusahaan, alternatifnya : menambah computer, mengganti
computer, mengganti dengan jarinagan computer.

3. Mengevaluasi solusi alternative atau mempertimbangkan kerugian dan


keuntungan dari setiap alternative

4. Memilih solusi terbaik atau mengambil satu alternative

5. Menerapkan solusi terbaik

6. Membuat tindak lanjut untuk memastikan bahwa solusi itu efektif. Manajer harus
memastikan solusi mencapai kinerja yang direncanakan.
Pemecahan Masalah
Masalah merupakan suatu kondisi yang memiliki potensi untuk menimbulkan
kerugian luar biasa atau menghasilkan keuntungan luar biasa. Jadi pemecahan masalah
berarti tindakan memberikan respon terhadap masalah untuk menekan akibat buruknya
atau memanfaatkan peluang keuntungannya. Oleh karena itu masalah penting untuk
dipecahkan.
Jenis-jenis masalah :
1. Masalah terstruktur; apabila terdiri dari elemen dan hubungan antar elemen yang
semuanya dipahami oleh pemecah masalah.

45
2. Masalah tak terstruktur; berisi elemen-elemen atau hubungan antar elemen yang
tidak dipahami oleh pemecah masalah.

3. Masalah semi terstruktur, masalah yang berisi sebagian elemen-elemen atau


hubungannya yang dimengerti oleh pemecah masalah.
Elemen-elemen pemecahan masalah dapat digambarkan seperti di bawah ini.

Standar menggambarkan keadaan yang diharapkan apa yang harus dicapai oleh
sistem. Informasi menggambarkan keadaan saat ini atau apa yang sedang dicapai oleh
sistem.
Perbedaan antara masalah dan gejala dimana gejala adalah kondisi yang dihasilkan
oleh masalah. Untuk memberikan ilustrasi ini, kita ambil contoh, seorang manajer
dihadapkan pada suatu gejala seperti laba yang rendah. Dalam hal ini ada masalah
penyebab laba rendah. Jadi dalam kaitan ini, masalah adalah penyebab dari suatu
persoalan, atau penyebab dari suatu peluang.

Sistem Informasi dan Pengambilan Keputusan

Pengertian Pengambilan Keputusan

Secara etimologis kata decide berasal dari bahasa latin de yang berarti off dan kata caedo
yang berarti to cut. Hal ini berarti proses kognitif cut off sebagai tindakan mimilih
diantara beberapa alternatif kemungkinan. Ada beberapa pengertian pengambilan
keputusan menurut para ahli yaitu :

46
1. Max (1972), Decision Making is commanly difined as choosing from among
alernatives (pengambilan keputusan merupakan pemilihan dari beberapa
alternatif).

2. Shull (1970:67) mengemukakan bahwa pengambilan keputusan merupakan


proses kesadaran manusia terhadap fonumena individual maupun sosial
berdasarkan kejadian faktual dan nilai pemikiran, yang mencakup aktivitas
perilaku pemilihan satu atau bebrapa alternatif sebagai jalan keluar untuk
memecahkan masalah yang dihadapi.

3. George R Terry dalam Igbal Hasan (2002:9), Pengambilan keputusan adalah


pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif
yang ada.

4. S.P Siagian dalam Iqbal Hasan (2002:10), Pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan
mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling
tepat.

Dari beberapa pengertian pengambilan keputusan di atas dapat disimpulkan bahwa


pengambilan keputusan adalah sebuah hasil dari pemecahan masalah, jawaban dari suatu
pertanyaan sebagai hukum situasi, dan merupakan pemilihan dari salah satu alternatif-
alternatif yang ada, serta pengakhiran dari proses pemikiran tentang masalah atau
problema yang dihadapi, adapun hasil dari pengambilan keputusan adalah
keputusan(decision) .
Pengambilan keputusan menurut George R. Terry dalam Iqbal Hasan (2002:6)
didasarkan pada lima (5) hal yaitu :
1. Intuisi, pengambilan keputusan yang berdasarkan atas intuisi atau perasaan memiliki
sifat subjektif sehingga mudah terkena pengaruh. Pengambilan keputusan
berdasarkan intuisi mengandung beberapa kebaikan dan kelemahan.Kebaikannya antara
lain :

1. Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif lebih pendek

2. Pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya

3. Kemampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan tersebut sangat


berperan.
47
Kelemahan dari intuisi adalah :
1. Keputusan yang diambil relatif kurang baik

2. Sulit mencari alat pembandingnya sehingga sulit diukur kebenarannya

3. Dasar-dasar lain dalam pengambilan keputusan seringkali diabaikan.

4. Pengalaman, Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman memiliki manfaat


bagi pengetahuan praktis karena berdasarkan pengalaman seseorang dapat
memperkirakan keadaan sesuatu serta dapat memperhitungkan untung ruginya dan
baik buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena pengalaman seseorang dapat
menduga masalahnya walaupun hanya dengan melihat sepintas saja sudah
menemukan cara penyelesaiannya.

5. Fakta, pengambilan keputusan berdasarkan fakta dapat memberikan keputusan yang


sehat, solid dan baik. Dengan fakta, tingkat kepercayaan terhadap pengambil
keputusan dapat lebih tinggi sehingga orang dapat menerima keputusan yang dibuat
itu dengan rela dan lapang dada.

6. Wewenang, pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan oleh


pemimpin terhadap bawahannya atau orang yang lebih rendah kedudukannya.

Kelebihan dari pengambilan keputusan berdasar wewenang antara lain :


a. Kebanyakan penerimanya adalah bawahan

b. Keputusannya dapat bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama

c. Memiliki otentisitas (otentik)


Kelemahannya antara lain :
a. Dapat menimbulkan sifat rutinitas

b. Mengasosiasikan dengan praktek diktatotial

c. sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga dapat


meninmbulkan kekaburan.
5. Rasional, pada pengambilan keputusan ini keputusan yang dihasilkan bersifat
objektif, logis, lebih transparan, konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai
dalam batas kendala tertentu sehingga dapat dikatakan mendekatai kebenaran atau
sesuai dengan apa yang diinginkan.
Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan
48
Masalah dan konflik terdapat di mana-mana. Beberapa di antaranya bersifat
sederhana dan deterministik, sedangkan yang lain bersifat sangat kompleks dan
probabilistik serta dapat menimbulkan pengaruh yang besar. Pengambilan keputusan
dapat bersifat rutin dan memiliki struktur tertentu atau dapat juga bersifat sangat
kompleks dan tidak berstruktur. Terdapat dua jenis pengambilan keputusan, yaitu :
1. Pengambilan keputusan terprogram.

2. Pengambilan keputusan tidak terprogram.

1. Pengambilan keputusan terprogram :


Jenis pengambilan keputusan ini mengandung suatu respons otomatik terhadap
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalah yang bersifat
pengulangan dan rutin dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan jenis ini.
Tantangan yang besar bagi seorang analis adalah mengetahui jenis-jenis keputusan ini
dan memberikan atau menyediakan metode-metode untuk melaksanakan pengambilan
keputusan yang terprogram di mana saja. Agar pengambilan keputusan harus
didefinisikan dan dinyatakan secara jelas. Bila hal ini dapat dilaksanakan, pekerjaan
selanjutnya hanyalah mengembangkan suatu algoritma untuk membuat keputusan rutin
dan otomatik.
Dalam kebanyakan organisasi terdapat kesempatan-kesempatan untuk melaksanakan
pengambilan keputusan terprogram karena banyak keputusan diambil sesuai dengan
prosedur pelaksanaan standar yang sifatnya rutin. Akibat pelaksanaan pengambilan
keputusan yang terprogram ini adalah membebaskan manajemen untuk tugas-tugas yang
lebih penting.
2. Pengambilan keputusan tidak terprogram.
Ini menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah'masalah yang tidak
jelas. Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi proses-proses
pengambilan keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang dapat
didefinisikan.
Masalah-masalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya sedikit parameter'parameter
yang diketahui dan kebanyakan parameter yang diketahui bersifat probabilistik. Untuk
menjawab masalah ini diperlukan seluruh bakat dan keahlian dari pengambilan
keputusan, ditambah dengan bantuan sistem infofmasi. Hal ini dimaksudkan untuk
mendapatkan keputusan tidak terprogram dengan baik.

49
Perluasan fasilitas-fasilitas pabrik, pengembangan produk baru, pengolahan dan
pengiklanan kebijaksanaan-kebijaksanaan, manajemen kepegawaian, dan perpaduan
semuanya adalah contoh masalah-masalah yang memerlukan keputusan-keputusan yang
tidak terprogram. Sangat banyak waktu yang dikorbankan oleh pegawai-pegawai tinggi
pemerintahan, pemimpin-pemimpin perusahaan, administrator sekolah dan manajer
organisasi lainnya dalam menjawab masalah dan mengatasi konflik. Ukuran keberhasilan
mereka dapat dihubungkan secara langsung kepada mutu informasi yang mendasari tugas
ini.
Pandangan terhadap pengambilan keputusan adalah bahwa proses ini merupakan
proses penggunaan informasi yang rasional, bukan proses yang emosional, Dalam hal ini,
kesukaran-kesukaran dalam pengambilan keputusan dapat dikaitkan kepada:
1. Informasi yang tidak cukup; dan

2. Maksud dan tujuan yang tidak dispesifikasikan secara jelas.


Pengambil keputusan mempunyai suatu cara untuk dapat memahami informasi
yang menentukan efisiensi pengolahan informasinya. Pengetahuan seseorang yang lalu
digabungkan dengan kecakapannya mengolah informasi akan menentukan
kesanggupannya untuk mengambil keputusan.

Tingkat-Tingkat Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan berkisar dari sangat rutin dan baku (terprogram) sampai
kompleks (tidak dapat diprogram). Untuk maksud klasifikasi, maka pada dasarnya ada
tiga tingkat pengambilan keputusan.
1. Pengambilan keputusan tingkat strategis
Pengambilan keputusan strategis dicirikan oleh sejumlah besar ketidak pastian dan
berorientasi ke masa depan. Keputusan-keputusan ini menetapkan rencana jangka
panjang yang akan mempengaruhi keseluruhan organisasi. Pengambilan keputusan
tingkat strategis misalnya perluasan pabrik, penentuan produksi, penggabungan,
penggolongan, pengeluaran modal dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
strategi yang diputuskan itu berhubungan dengan perencanaan jangka panjang dan
meliputi penentuan tujuan, penentuan kebijaksanaan, pengorganisasian, dan pencapaian
keberhasilan organisasi secara keseluruhan.
2. Pengambilan keputusan tingkat taktis.

50
Pengambilan keputusan taktis berhubungan dengan kegiatan jangka pendek dan
penentuan sumber daya untuk mencapai tujuan. Jenis pengambilan keputusan ini
berhubungan dengan bidang-bidang seperti perumusan anggaran, analisis aliran dana,
penentuan tata ruang pabrik, masalah kepegawaian, perbaikan produksi serta penelitian
dan pengembangan. Bila pengambilan keputusan strategis sebagian besar mengandung
kegiatan perencanaan yang menyeluruh, pengambilan keputusan taktis memerlukan
gabungan dari kegiatan perencanaan dan pengawasan. Jenis keputusan ini memiliki
potensi yang kecil untuk melaksanakan pengambilan keputusan terprogram.. Untuk
sebagian besar aturan-aturan keputusan dalam pengambilan keputusan taktis tidak
tersusun dan tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap kebiasaan sehari-hari dan
peraturan yang mengatur sendiri.
3. Pengambilan keputusan tingkat teknis.
Pada tingkat teknis, standar-standar ditentukandan output bersifat deterministik (sifatnya
menentukan). Pengambilan keputusan teknis adalah suatu proses yang dapat menjamin
bahwa tugas-tugas spesifik dapat dilaksanakan dalam cara efektif dan efisien. Tingkat ini
lebih ditekankan pada fungsi pengawasan dan sedikit sekali fungsi perencanaan. Pada
tingkat ini pengambilan keputusan terprogram dapat dilaksanakan. Contoh jenis
pengambilan keputusan ini adalah penerimaan atau penolakan kredit, pengendalian
proses, penentuan waktu, penerimaan, pengiriman,pengawasan inventaris dan
penempatan karyawan.
Suatu tingkat pengambilan keputusan yang berlainan memerlukan jenis informasi
yang berbeda pula. Para analis harus menyadari jenis-jenis pengambilan keputusan ini di
dalam sistem informasi guna memenuhi keperluan yang berbeda-beda, karena informasi
yang akan dihasilkan tergantung kepada keperluan-keperluan ini.
Perlu diperhatikan dan dipahami secara jelas bahwa dalam prakteknya di antara
berbagai golongan pangambilan keputusan ini sering batas-batasnya kabur dan malahan
sering tumpang tindih. Walaupun garis-garis pemisahnya tidak jelas atau kabur, namun
sebagai seorang analis harus menyadari akan adanya jenisjenis pengambilan keputusan
ini dan bagaimana sistem informasi dapat dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang
berlainan, sebab informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akan tergantung kepada
kebutuhan-kebutuhan ini.
Dalam banyak organisasi, keputusan-keputusan strategis dan taktis lebih banyak
diambil berdasar intuisi, pengalaman dan kemampuan interpretasi, daripada berdasar
informasi dari sistem informasi formal.
51
Dalam lingkup manajemen usaha dan proyek, masalah yang muncul hampir
seluruhnya merupakan masalah yang usulan pemecahannya perlu
dipertanggungjawabkan, bahkan terkadang seluruh prosesnya perlu diungkapkan untuk
dapat diperiksa.
Hal ini menuntut penggunaan pendekatan yang bersifat formil. Sebagai contoh,
keputusan suatu perusahaan untuk mengembangkan produk tidaklah dapat dilaksanakan
secara intuitif. Seluruh tahapan perlu dipaparkan untuk meyakinkan pemegang saham,
direksi, bagian teknik, bagian produksi dan pemasaran bahwa produk baru tersebut dapat
dibuat dan memang akan menguntungkan perusahaan. Melalui pendekatan formal
semacam ini, maka keputusan tidak saja dibuat akan tetapi diungkapkan pada semua
pihak yang berkepentingan, sebagai usaha utama untuk meyakinkan pihak lain.
Pendekatan formal ini membutuhkan sistematika yang jelas, masuk akal, seluruh
tahapannya mengikuti urutan yang benar dan kesimpulan akhir merupakan hasil yang
konsisten dari seluruh proses. Informasi yang disusun secara teratur dan sistematik dan
selalu diperbaharui maka ia akan merupakan sarana pengambilan keputusan tidak lain
merupakan usaha pentransformasian. Informasi ke dalam bentuk usulan atau alternatif.
Inti dari sistem informasi manajemen adalah penyusunan informasi secara teratur
dan sistematik mengikuti struktur organisasi dan digunakan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan manajemen. Dalam lingkup keputusan yang bersifat rutin maka
sistem informasi manajemen merupakan alat Bantu yang sangat diperlukan karena
informasi yang terolah dengan baik dapat memberi arah pada keputusan yang baik tinggal
menambahkan faktor pertimbangan yang perlu dihasilkan oleh pengambil keputusan.
Satu langkah yang lebih kontemporer lagi, adalah dengan memasukkan beberapa
aspek dari mekanisme keputusan ke dalam sistem informasi manajemen tersebut,
sehingga pengambil keputusan pada dasarnya hanyalah tinggal memilih saja.

Peranan Sistem Informasi dalam Pengambilan Keputusan


Setiap manajer akan menghadapi masalah dan situasi yang berbeda. Perbedaan ini
akan membuat seorang akan memilih jenis keputusan yang berbeda sesuai dengan
masalah dan situasi yang dihadapinya. Handoko (2003) membagi dua jenis keputusan.
Ada yang yang disebut keputusan yang diprogram (programmed decisions) yaitu
keputusan yang dibuat menurut kebiasaan, aturan atau prosedur, dan dilakukan berulang-
ulang. Sementara itu ada pula keputusan-keputusan yang tidak diprogram (non-
programmed), yaitu keputusan berkenaan dengan masalah-masalah khusus, khas, atau
52
tidak biasa. Pada jenis keputusan ini seorang pengambil keputusan perlu
mempertimbangkan keputusan dengan mencari banyak informasi yang relevan dengan
masalahnya.
Selama kurang lebih tiga dekade terakhir telah terjadi perkembangan informasi
secara pesat. Bentuk informasi kini ditemukan sangat bervariasi. Dulu orang hanya
mengenal informasi dalam bentuk lisan dan tulisan. Namun sejak tahun 1975 sudah mulai
diperkenalkan informasi dalam bentuk elektronik (Verhoeven, 1999). Dalam sektor
kesehatan, informasi ditemukan dalam bentuk yang sangat beragam. Sejumlah besar
jurnal dan artikel menjamur di setiap bagian. Belum lagi informasi yang bisa didapat dari
pertemuan ilmiah yang sering dilakukan oleh profesional. Kemajuan teknologi di sektor
kesehatan juga membuat informasi dapat diakses dengan media elektronik, sehingga para
pengguna informasi menjadi semakin dekat dengan isu terkini.
Sorian and Baugh (2002) melakukan sebuah penelitian pada para pengambil
kebijakan di sektor kesehatan Amerika. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa para
pekerja yang lebih muda menyukai informasi dalam bentuk elektronik, sementara pekerja
yang lebih tua menyukai informasi dalam bentuk kertas. Para profesional di kantor
pemerintah lebih memilih informasi dari sumber yang dapat dipercaya, dan menurut
mereka karyawan kantor pemerintah adalah kunci dari sumber data dan informasi. Format
dari informasi juga penting bagi para responden. Mereka lebih memilih informasi dengan
paragraf yang pendek dan format dalam bentuk diagram atau tabel yang lebih
memudahkan mereka membuat kesimpulan dan keputusan.
Pemilihan media informasi yang dipercaya akan berbeda pada setiap individu.
Informasi dalam bentuk elektronik dirasa canggih dan memudahkan untuk sebagian
orang, namun juga masih jarang digunakan. Hal ini disebabkan karena pengguna
kesulitan mencari kata kunci untuk informasi yang dibutuhkan, atau karena tidak bisa
menggunakan alat tersebut secara teknis.
Dalam kehidupan seorang manajer, pengambilan keputusan menjadi hal yang
sangat penting dan kerap dilakukan. Fungsinya akan semakin penting bila itu berkaitan
dengan perencanaan jangka panjang atau sebuah keputusan investasi. Parker (1989)
memberikan gambaran perbedaan level manajemen. Dimana setiap level memiliki
tanggung jawab yang berbeda sehingga jenis keputusan yang akan diambil pun akan
berbeda.

53
Upper-level management : bertanggung jawab dalam mengarahkan masa depan
organisasinya. Level ini lebih berkonsentrasi pada perencanaan strategik, menetapkan
tujuan, serta merencanakan rencana jangka panjang organisasi.
Middle-level management : mengurus perencanaan taktis organisasinya,
memastikan karyawan telah mengerjakan pekerjaanya dengan maksimal, serta
mengontrolnya.
Lower-level management : mengerjakan rencana yang sudah ditargetkan oleh level
atasnya.

Pengambilan keputusan melalui sebuah proses. Sementara itu ada beragam model
proses pengambilan keputusan. Dalam gambar 4.3, Sauerborn, (2000) menggambarkan
model pengambilan keputusan yang dimulai dari pengumpulan sumber-sumber yang akan
memberikan data-data melalui prosedur tertentu. Data tersebut kemudian harus
ditransformasikan menjadi sebuah informasi. Selanjutnya informasi ini kemudian
digunakan dalam pembuatan keputusan.

54
Model lain lagi yang disebut The Knowledge-driven model oleh Van Lohuizen
(1986). Langkah pertama dari proses pengambilan keputusan adalah mengumpulkan data.
Melalui sebuah proses seleksi dan reduksi data tersebut akan menjadi informasi.
Pemrosesan dan analisis terhadap informasi akan menghasilkan pengetahuan yang
baru. Pengetahuan ini selanjutnya diproses untuk memberikan pengertian yang
mendalam. Setelah melewati proses justifikasi kemudian pengertian dapat memberikan
arti dalam pembuatan keputusan.

Gambar 4.4. The Knowledge-driven Model of Decision-making (Van Lohuizen, 1986)

Proses pembuatan keputusan model klasik oleh Lasswell (1975)


mengidentifikasikan tujuh langkah yang dimulai dari adanya masalah. Model ini
menekankan pada kebutuhan mendesak yang harus diselesaikan dalam masalah yang
dihadapi. Kebutuhan ini dimasukkan dalam daftar. Lalu dipilih perkiraan-perkiraan
solusi. Setelah dipertimbangkan keuntungan dan kerugian dari pilihan-pilihan tersebut
maka selanjutnya dipilih yang terbaik. Pilihan tersebut kemudian dilakukan, dimonitor,
kemudian dievaluasi.

Gambar 4.5. The Classical Model of the Decision-making Process (Lasswell,1975)

55
Beberapa model yang digambarkan di atas hanya sebagian dari model pengambilan
keputusan yang dapat diadopsi oleh seorang pengambil keputusan. Pada kenyataannya
yang ditemukan seringkali tidak sesederhana bahwa ketika masalah datang dan banyak
informasi dikumpulkan kemudian masalah dapat terpecahkan. Banyak hal dapat
mempengaruhi proses pembuatan keputusan. Seorang Manajer ketika mengambil sebuah
keputusan mungkin perlu mempertimbangkan kepentingan pemberi dana bagi
institusi/perusahaannya, komunitas di sekitarnya, atau pendapat profesional lain. Seorang
manajer mungkin kadang juga perlu berkaca pada pengalaman masa lalu sebelum
mengambil keputusan. Lain lagi dengan seorang manajer institusi pemerintah yang
banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik dalam mengambil keputusan. Beragam
pengaruh tersebut dapat menjadi masalah sekaligus tantangan yang menarik bagi
pengambil keputusan.

Dukungan sistem informasi manajemen pada pembuatan keputusan dalam suatu


organisasi dapat diuraikan menurut tiga tahapan, proses pembuatan keputusan, yaitu
pemahaman, perancangan (design), dan pemilihan. Dukungan SIM biasanya melibatkan
pengolahan, file komputer maupun non komputer.

Pada tahap pemahaman hubungannya dengan SIM adalah pada proses penyelidikan
yang meliputi pemeriksaan data baik dengan cara yang telah ditentukan maupun dengan
cara khusus. SIM harus memberikan kedua cara tersebut. Sistem Informasi sendiri harus
meneliti semua data dan mengajukan permintaan untuk diuji mengenai situasi-situasi
yang jelas menuntut perhatian. Baik SIM maupun organisasi harus menyediakan saluran
komunikasi untuk masalah-masalah yang diketahui dengan jelas agar disampaikan kepada
organisasi tingkat atas sehingga masalah-masalah tersebut dapat ditangani. Pada tahap ini
juga perlu ditetapkan kemungkinan-kemungkinannya. Dukungan SIM memerlukan suatu
data base dengan data masyarakat, saingan dan intern ditambah metode untuk
penelusuran dan penemuan masalah-masalah.

Pada tahap perancangan (design), kaitannya dengan SIM adalah membuat model-
model keputusan untuk diolah berdasarkan data yang ada serta memprakarsai pemecahan-
pemecahan alternatif. Model-model yang tersedia harus membantu menganalisis
alternatif-altematif. Dukungan SIM terdiri dari perangkat lunak statistika serta perangkat
lunak pembuatan model lainnya. Hal ini melibatkan pendekatan terstruktur, manipulasi
model, dan sistem pencarian kembali data base. pada tahap pemilihan, SIM menjadi
56
paling efektif apabila hasil-hasil perancangan disajikan dalam suatu bentuk yang
mendorong pengambilan keputusan. Apabila telah dilakukan pemilihan, maka peranan
SIM berubah menjadi pengumpulan data untuk umpan balik dan penilaian kemudian.

Dukungan SIM pada tahap pemilihan adalah memilih berbagai model keputusan
melakukan analisis kepekaan (analisis sensitivitas) serta menentukan prosedur pemilihan.
Dukungan SIM untuk pembuatan keputusan terdiri dari suatu database yang lengkap,
kemampuan pencarian kembali database, perangkat lunak statistika dan analitik liainnya,
serta suatu dasar model yang berisi perangkat lunak pembuatan model-model keputusan.

Pada dasarnya peranan SIM tersebut pada proses pemahaman, .yang menyangkut
penelitian lingkungan untuk kondisi-kondisi yang memerlukan keputusan. Istilah
pemahaman di sini mempunyai arti sama dengan pengenalan masalah. Kemudian pada
proses perancangan serta pada prosed pemilihan.

Sering orang menyatakan bahwa komputer akan mengambil keputusan, ini


merupakan suatu pemyataan yang salah kaprah dan tidak mengetahui letak peranan
komputer serta bagaimana suatu proses pengambilan keputusan dilakukan. Keputusan
sebenarnya hanya dapat diambil atau dilakukan oleh manusia.

Oleh karena itu, manusia pengambil keputusan harus selalu menjadi bagian dari
suatu pemilihan. Suatu algoritma keputusan, suatu aturan keputusan atau suatu program
komputer hanya membantu dengan memberikan dasar untuk suatu keputusan, akan tetapi
pemilihan keputusan dilakukan oleh seorang manusia. Pernyataan komputer mengambil
keputusan pada umumnya didasarkan atas anggapan bahwa beberapa keputusan dapat
diprogramkan, sedangkan keputusan-keputusan yang lain tidak. Hal ini mengingatkan
bahwa klasifikasi tentang keputusan terprogram dan tidak terprogram sangat penting
untuk perancangan SIM. Ada suatu kecenderungan di antara para perancang SIM untuk
beranggapan, bahwa suatu database (pusat data) saja akan banyak memperbaiki
pengambilan keputusan. Pandangan demikian sebenarnya telah mengabaikan akan adanya
tiga unsur dalam pengambilan keputusan yang berperan penting, yaitu; data, model atau
prosedur keputusan, dan pengambil keputusan, itu sendiri. Oleh karena itu pengambilan
keputusan dapat diperbaiki dengan data yang lebih baik, model keputusan yang lebih
baik, atau pengambil keputusan yang lebih baik terlatih, lebih banyak pengalaman, dan
sebagainya).

57
Pada dasarnya, suatu sistem informasi memiliki sifat yang hampir sama dengan
sistem produksi yang mengkonversikan bahan baku menjadi produk yang mungkin
langsung digunakan oleh konsumen atau menjadi bahan baku untuk fase konversi
berikutnya. Sistem informasi mengkonversi data kasar menjadi suatu laporan yang dapat
dipakai atau menjadi input untuk proses lanjutan.

Banyak manajemen yang tidak puas dengan sistem informasi mereka dan secara
tajam langsung menyalahkan sistem komputer. Tiga alasan yang dapat menimbulkan hal
ini adalah:
1. Besarnya harapan yang tidak terpenuhi.

2. Tidak tepatnya analisis sistem

3. Sindroma komputer yaitu anggapan bahwa komputer mampu menanggulangi


segala kelemahan manajemen.

Komputer hanya dapat dimanfaatkan bila telah dianalisis berdasarkan


perbandingan biaya dengan efektifitasnya dan digunakan secara layak. Keunggulan
komputer sebagai suatu alat terletak di dalam kemampuannya mengolah data yang
banyak dan kompleks serta melakukan perhiturgan-perhitungan yang rumit dalam waktu
yang singkat.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kemauan orang-orang di dalam
manajemen untuk bersikap terbuka dalam menyampaikan masalah-masalah yang ingin
dibantu pemecahannya dengan menggunakan komputer.

Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan

Pengembangan Sistem Informasi

Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem baru untuk menggantikan
sistem lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada. Sistem lama
perlu diperbaiki atau diganti disebabkan karena beberapa hal, yaitu:

1. Adanya permasalahan pada sistem lama, berupa:

1. Adanya gangguan dalam sistem lama menyebabkan sistem tersebut tidak dapat
beroperasi sesuai dengan yang diharapkan

58
2. Pertumbuhan organisasi yang menyebabkan harus disusunnya sistem baru

3. Untuk memperoleh peluang

Perkembangan teknologi informasi yang cepat memberikan kemungkinan


peningkatan penyediaan informasi yang dapat mendukung dalam proses pengambilan
keputusan manajemen.

4. Adanya instruksi

Penyusunan sistem baru dapat terjadi karena adanya instruksi atasan, misalnya
Peraturan Pemerintah. Jika sistem baru sudah terbentuk maka diharapkan akan terjadi
peningkatan sistem tersebut yang meliputi:

1. Kinerja, yang dapat diukur dari beban kerja dan waktu respon. Beban kerja
adalah jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan pada saat tertentu. Waktu respon
adalah rata-rata waktu yang tertunda diantara dua transaksi atau pekerjaan
ditambah dengan waktu respon untuk menanggapi pekerjaan tersebut.

2. Informasi, terjadi peningkatan kualitas informasi yang disajikan.

3. Ekonomis, terjadi peningkatan manfaat atau keuntungan atau penghematan biaya.

4. Pengendalian, terjadi peningkatan pada pengendalian untuk mendeteksi dan


memperbaiki kesalahan serta kecurangan yang terjadi.

5. Efisiensi, terjadi peningkatan efisiensi operasi yang dapat diukur dengan cara
keluaran dibagi masukan.

6. Pelayanan, terjadi peningkatan pelayanan yang diberikan oleh sistem.

Proses pengembangan sistem melewati beberapa tahapan, mulai sistem itu


direncanakan sampai dengan sistem tersebut diterapkan, dioperasikan dan dipelihara. Bila
operasi sistem yang dikembangkan masih terjadi permasalahan kritis tidak teratasi dalam
tahap pemeliharaan sistem, maka perlu dikembangkan lagi suatu sistem untuk
mengatasinya dan proses ini kembali ke tahap yang pertama, yaitu tahap perencanaan
sistem. Siklus ini disebut dengan siklus hidup pengembangan sistem. Siklus hidup

59
pengembangan sistem merupakan suatu bentuk yang digunakan untuk menggambarkan
tahapan utama dan langkah-langkah dalam proses pengembangannya.

Tahapan utama siklus hidup pengembangan sistem terdiri dari:

1. Perencanaan sistem 12,15

Perencanaan sistem yang terdiri dari estimasi kebutuhan-kebutuhan fisik, tenaga kerja dan
dana yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan sistem serta untuk mendukung
operasionalisasi setelah diterapkan. Pada tahap ini dilakukan penilaian kelayakan sistem
baik secara teknis, ekonomi dan organisasi.

2. Analisis sistem 12,15

Langkah-langkah pada analisis sistem hampir sama dengan yang dilakukan dalam
mendefinisikan proyek-proyek sistem pada tahap perencanaan. Perbedaannya terletak
dalam ruang lingkup tugasnya. Pada analisis sistem, ruang lingkup tugasnya lebih terinci
yaitu dilakukan penelitian terinci sedangkan pada tahap perencanaan sifatnya hanya
penelitian pendahuluan. Langkah-langkah dasar yang harus dilakukan adalah:

1. Mengidentifikasi masalah pada sistem lama

2. Memahami kerja sistem lama

3. Menganalisis sistem lama

4. Membuat laporan hasil analisis

1. Desain sistem 12,15

Tahap ini mempunyai dua tujuan utama yaitu:

Untuk memenuhi kebutuhan pada pemakai sistem Untuk memberikan gambaran yang
jelas dan rancang bangun yang lengkap kepada pemrogram komputer yang terlibat.

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini adalah:

1. Merancang pemodelan sistem yaitu model fisik dan logik dengan menggunakan
sistem bagan alir.

2. Merancang model pemasukan data atau komponen masukan pada sistem


60
3. Merancang tampilan keluaran dan laporan sistem

4. Merancang basis data sistem

5. Merancang tampilan menu sistem

6. Merancang teknologi sistem

7. Merancang pengendalian system

1. Pelaksanaan sistem 12,15

Tahap implementasi sistem merupakan tahap meletakkan sistem supaya siap untuk
dioperasikan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan ini adalah:

1. Pemrograman atau pengkodean sistem

2. Pengujian sistem

3. Dokumentasi

4. Pemilihan dan pelatihan personil

5. Pemilihan tempat dan instalasi perangkat keras dan perangkat lunak

6. Penggantian Sistem

7. Perawatan sistem 12,15

Setelah sistem terpasang, maka sistem tersebut harus dipertahankan. Pemeliharaan sistem
diadakan karena dua alasan. Pertama, untuk memperbaiki kesalahan dalam perangkat
lunak. Alasan kedua adalah untuk meningkatkan kemampuan perangkat lunak dalam
merespons perubahan kebutuhan-kebutuhan organisasi.

Konsep Dasar Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan


Berdasarkan manual pengembangan Sistem Informasi Manajemen Kesehatan yang
dikeluarkan WHO (2004), tahap-tahap pengembangan sistem informasi kesehatan adalah
sebagai berikut:
1. Peninjauan kembali sistem yang sudah ada.
Prinsip: jangan hapus atau tinggalkan sistem yang sudah ada; bangun kekuatan dan
belajar dari kelemahan-kelemahan yang ada.
Langkah-langkah:

61
1. Buat inventarisasi format-format, buku register dan alat lainnya yang digunakan
untuk mencatat dan meringkas data pada setiap tingkat.

2. Menyelidiki kualitas data yang dikumpulkan menggunakan format yang ada pada
setiap tingkat. Aspek-aspek yang diselidiki adalah:

1. Keakuratan
2. Kelengkapan
3. Ketepatan
4. Ketepatan waktu
5. Tentukan masalah yang dihadapi dengan sistem pengumpulan data yang ada pada
setiap tingkat, termasuk waktu dan alur informasi.

6. Tentukan keadaan komponen lain sistem yang ada sekarang seperti:


1. Pengolahan data

2. Analisis data

3. Desiminasi data

4. Persediaan dan logistik

5. Pengembangan petugas

6. Koordinasi, kerjasama dan komunikasi dengan dan antara unit-unit pada


Kementerian Kesehatan dan organisasi-organisasi lain di luar kementerian.

7. Identifikasi aspek-aspek sistem yang dibutuhkan untuk:


1. Tetap ada
2. Diubah
3. Dihapus
4. Buatlah ringkasan hasil pengkajian dalam laporan resmi.

5. Diskusikan hasil kajian dengan pengambil kebijakan yang tepat

6. Menetapkan kebutuhan data dari unit yang sesuai dengan sistem kesehatan
Prinsip:
1. Tingkat administrasi yang berbeda dalam sistem kesehatan mempunyai peran
yang berbeda sehingga memiliki kebutuhan data yang berbeda

62
2. Tidak semua data yang dibutuhkan dihasilkan melalui sistem pengumpulan data
rutin. Data yang jarang dibutuhkan atau yang hanya diperlukan oleh beberapa
orang dapat dihasilkan melalui penelitian khusus atau survey sampel.
Langkah-langkah:
1. Tentukan peran/fungsi dari tiap-tiap tingkat, untuk setiap program-program
pokok. Umumnya sebagai berikut:
Tingkat Administratif Fungsi

Desa Penemuan kasus, pelayanan kesehatan

Kabupaten Pengawasan dan Supervisi

Provinsi Perencanaan program, evaluasi

Nasional Perumusan Kebijakan

b. Identifikasi indikator yang dibutuhkan dari setiap tingkat untuk melaksanakan


fungsinya. Perlu diingat bahwa beberapa tingkat, terutama tingkat adminstrasi yang
lebih tinggi membutuhkan data yang berasal dari kementerian atau bidang lainnya
yang berhubungan dengan sektor kesehatan.

c. Tentukan rumus dan identifikasi variabel atau elemen data yang dibutuhkan untuk
menghitung indikator-indikator.

d. Tentukan sumber dari elemen-elemen data yang berbeda yang dibutuhkan baik untuk
pembilang dan penyebut dari setiap indikator. Sumber utama dapat berupa:
1. Data rutin yang dihasilkan dari sistem informasi kesehatan kementerian
kesehatan

2. Penelitian khusus dan survey yang dilaksanakan oleh Kementerian kesehatan


sesuai kebutuhan

3. Sistem informasi lainnya yang berhubungan dengan kesehatan dibawah tanggung


jawab para agen atau institusi lainnya (contohnya: sistem registrasi vital yang
biasanya dibawah BPS dan data gizi yang dikumpulkan oleh Kementrian
Pertanian).
3. Menentukan alur data yang paling tepat dan efektif.
Prinsip:
63
1. Tidak semua data yang dikumpulkan pada tingkat tertentu disampaikan ke tingkat
yang lebih tinggi.

2. Data yang paling rinci harus disimpan pada sumbernya dan laporan yang
diperlukan untuk tingkat yang lebih tinggi hanya minimal.

Langkah-langkah:
a. Tentukan data apa yang akan dilaporkan dan kepada siapa. Hal ini mencakup:
1. Identifikasi variabel/indikator yang dibutuhkan untuk dilaporkan pada tingkat
yang lebih tinggi
2. Identifikasi unit yang paling tepat dan pejabat yang akan disampaikan
laporannya.
Faktor utama yang menentukan dari langkah ini adalah fungsi dari kantor dan/atau orang
yang akann disampaikan data tersebut dalam hubungannya dengan informasi yang
dihasilkan dan penggunaan informasi tersebut.
b. Tentukan frekkwensi pelaporan pada setiap tingkat, dengan mempertimbangkan faktor-
fakto berikut:
1. Kebutuhan dari setiap tingkat

2. Seberapa umum kejadian yang diamati

Laporan akan kejadian yang jarang atau yang jarang dibutuhkan (seperti jumlah
kampanye imunisasi di desa) dapat dilaporkan tiap 4 bulan atau tiap semester daripada
bulanan.
c. Tentukan bentuk format data yang akan dilaporkan pada setiap tingkat.
1. Bentuk data mentah atau ringkas.

2. Bentuk cetakan atau file elektronik.

d. Buatlah diagram alur (flow chart) yang menunjukkan alur informasi dari perifer ke
tingkat yang lebih tinggi. Contohnya dapat ditunjukkan pada gambar 5.1.

4. Merancang alat pengumpulan dan pelaporan data.


Prinsip:
1. Kemampuan petugas dalam mengisi format harus diperhatikan.

2. Alat pengumpulan dan pelaporan data yang paling efektif adalah sederhana dan
singkat.
Langkah-langkah:

64
1. Buat rancangan awal dari setiap format yang dibutuhkan, gunakan sebagai
petunjuk daftar indikator yang digunakan unt uk program. Langkah ini
memerlukan modifikasi format yang sudah ada ataupun membuat format baru.

2. Bandingkan rancangan awal format yang dibuat dengan daftar indikator untuk
meyakinkan bahwa data yang dibutuhkan dapat dihasilkan dari format tersebut.

3. Presentasikan rancangan awal format kepada petugas yang sesuai dan diskusikan
dengan mereka aspek-aspek format baru berikut ini:
1. Bagaimana perbandingannya dengan format lama ?

2. Apa keuntungan dan kerugian format baru ?

3. Perubahan apa yang dibutuhkan pada format baru untuk meningkatkan


keuntungan dan meminimalisasi kerugian.

4. Untuk negara-negara yang mempunyai banyak dialek, penting untuk


menerjemahkan format ke dalam dialek utama yang digunakan di daerah.
5. Siapkan rancangan buku panduan pengisian format baru tersebut.

6. Uji coba penggunaan format baru sesuai dengan buku panduan.

7. Kaji hasil uji coba.


8. Modifikasi format dan buku panduan berdasarkan hasil uji coba.

5. Mengembangkan prosedur dan mekanisme pengolahan data.


Prinsip:
1. Cara data SIK diolah harus konsisten dengan tujuan pengumpulan data dan
rencana analisis dan penggunan data.
Langkah-langkah:
a. Kaji keuntungan dan kerugian pengolahan manual dibandingkan dengan menggunakan
komputer, dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini:
1. Biaya

1. Ketersediaan petugas dengan latar belakang/tingkat teknis ahli untuk


menggunakan sistem komputerisasi; terutama keahlian perangkat lunak petugas
pada level paling bawah dimana komputer akan digunakan.

2. Ketersediaan dukungan teknis jika terjadi kerusakan perangkat keras.

65
b. Jika sistem komputerisasi digunakan, tentukan tingkat paling bawah dimana komputer
digunakan untuk mengolah data. Diantara yang penting yang dipertimbangkan dalam
memilih tingkat ini adalah ketersediaan petugas terlatih untuk pemeliharaan sistem.

c. Tentukan spesifikasi pengembangan perangkat lunak, dikonsultasikan dengan


pengguna data pada tingkat yang berbeda. Aspek-aspek penting yang harus
dipertimbangkan adalah:
1. Laporan ringkas secara rutin dihasilkan

2. Mekanisme/pemeriksaan kontrol kualitas data harus menjadi bagian dari


perangkat lunak tersebut.

3. Kebutuhan analisis data dari pengguna data.


d. Kembangkan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk pengolahan data pada setiap
tingkat dimana komputer digunakan, berdasarkan spesifikasi yang diperlukan. Juga
mungkin dapat dilakukan perangkat lunak yang dirancang menghasilkan keluaran
yang mirip dengan SIK yang sudah ada, hanya membutuhkan sedikit penyesuaian dari
perangkat lunak tersebut. Keputusan selanjutnya diambil apakah mengembangkan
perangkat lunak yang baru atau yang sudah ada tetapi dimodifikasi.
e. Uji coba perangkat lunak tersebut, perhatikan:
1. Identifikasi cacat perangkat lunak

2. Kemampuan perangkat lunak menghasilkan data yang diinginkan

3. Kemampuan petugas menggunakannya.


f. Buat dan uji coba buku panduan perangkat lunak tersebut.

g. Rancang program pelatihan untuk melatih petugas dalam menggunakan perangkat


lunak tersebut.
6. Mengembangkan dan melaksanakan program pelatihan penyedia data dan pengguna
data.
Prinsip:
a. Program pelatihan harus dirancang berdasarkan kebutuhan dan tingkat kelompok
sasaran.
Langkah-langkah:
a. Lakukan kajian kebutuhan pelatihan untuk penyedia dan pengguna data. Empat jenis
pelatihan yang biasanya dilakukan. Diantaranya:
1. Pelatihan bagi pelatih
66
2. Pelatihan bagi penyedia data pada tingkat perifer tentang cara pengisian format

3. Pelatihan operator komputer dalam penggunaan perangkat lunak dan perangkat


keras.

4. Pelatihan petugas pada tingkat yang berbeda tentang penggunaan data.

Kajian kebutuhan yang terpisah harus dilakukan dari tiap jenis pelatihan. Variabel-
variabel yang harus dikumpulkan pada kajian kebutuhan pelatihan adalah sebagai berikut:
1. Fungsi-fungsi dasar dari setiap petugas yang berhubungan dengan SIK

2. Peningkatan dari pelatihan sebelumnya pada kinerja fungsi tersebut

3. Kapan pelatihan diterima

4. Ketepatan pelatihan sebelumnya yang dapat meningkatkan kinerja fungsi yang


diharapkan

5. Keinginan terhadap area pelatihan


b. Kembangkan kurikulum dari setiap jenis pelatihan, berdasarkan hasil kajian kebutuhan
pelatihan. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
1. Kelompok sasaran (untuk siapa?)

2. Isi (Apa ?)

3. Strategi (Bagaimana ?)

4. Lamanya (Berapa lama ?) – menunjukkan total lamanya program pelatihan

sesuai alokasi waktu dari setiap topik dalam pelatihan.


Keluaran dari langkah ini adalah silabus kursus dari setiap program pelatihan yang akan
dilakukan.
c. Susun materi pelatihan. Materi pelatihan berikut yang diusulkan:

67
Peserta pelatihan bagi pelatih (TOT) harus diberikan salinan kamus data, panduan
bagi penyedia data dan panduan bagi pengguna data.
d. Perbanyak materi pelatihan. Karena ada peluang beberapa perubahan pada format,
stuktur dan isi materi pelatihan harus dibuat berdasarkan hasil evaluasi, maka jumlah
salinan yang diperbanyak harus dibatasi.

e. Rumuskan rancangan evaluasi program pelatihan. Ini penting untuk menentukan


kegiatan pelatihan yang dilaksanakan, karena sebagian besar rancangan evaluasi
memerlukan data dasar tingkat pengetahuan peserta.

f. Identifikasi peserta yang paling tepat untuk setiap jenis pelatihan berdasarkan tugas
dan tanggung jawab mereka yang berhubungan dengan menghasilkan, mengelola
dan menggunakan data. Strategi yang efisien yang digunakan adalah
mengidentifikasi dan melatih petugas. Jika strategi ini digunakan, penting untuk
mempertimbangkan distribusi geografis peserta pelatihan bagi pelatih (TOT).

g. Lakukan pelatihan bagi penyedia data.

h. Lakukan pelatihan bagi pengguna data. Ini biasanya dilaksanakan setelah data yang
cukup dari SIK telah terkumpul sebagai contoh selama pelatihan.

i. Evaluasi program pelatihan, termasuk materi pelatihan yang digunakan.

68
7. Uji coba sistem dan jika perlu, merancang ulang sistem pengumpulan data, alur data,
pengolahan data dan penggunaan data.
Prinsip:
a. Sistem harus diuji cobakan pada kondisi sebisa mungkin yang menggambarkan
keadaan yang sebenarnya biasa terjadi selama pelaksanaannya.
Langkah-langkah:
a. Siapkan petunjuk untuk uji coba sistem. Ini mencakup pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Dimana ? pemilihan tempat uji coba akan dilaksanakan. Dibutuhkan
pengembangan kriteria pemilihan tempat uji coba. Ini termasuk factor teknis
seperti tingkat keahlian atau kualifikasi dari petugas pada daerah tersebut, atau
pertimbangan praktis seperti dekatnya area, adanya dukungan infrastruktur atau
tingkat kerjasama petugas.
2. Siapa ? Siapa yang mengikuti uji coba ? ini penting untuk tipe penyedia data dan
pengguna data yang berbeda yang berparisipasi pada uji coba.
3. Apa ? Apa tujuan khusus dari uji coba ?Terutama, aspek-aspek apa dari SIK yang
diuji coba?Apakah tujuan-tujuan yang berbeda harus diambil untuk mencapai
tujuan tersebut ?
4. Bagaimana ? Alat dan cara apa dari pengumpulan data yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan secara sistematis agar ujicoba format
efektif ?
5. Berapa lama ? Untuk berapa lama uji coba akan dilaksanakan ?
b. Berikan orientasi bagi petugas yang terlibat dalam uji coba sistem.
1. Sampaikan kepada mereka tujuan dan prosedur uji coba.
2. Latih pengguna data dan penyedia data pada area uji coba pada system yang baru.
3. Laksanakan kegiatan uji coba
4. Buat laporan hasil uji coba.
5. Rumuskan rekomendasi, berdasarkan hasil uji coba.
1. Mengawasi dan menilai sistem
Prinsip:
1. Tujuan pengawasan dan penilaian tidak dititikberatkan pada apa yang salah dan
sanksinya; tetapi lebih kepada aspek-aspek positif sistem yang membuatnya
bekerja dan mengidentifikasi ketika terjadi kesalahan sebagai dasar perbaikan
sistem.
Langkah-langkah:
69
1. Susun rencana pengawasan dan penilaian sistematis dari sistem.
1. Apa yang akan diawasi dan dinilai ?

2. Bagaimana akan dilakukan pengawasan dan penilaian ?

3. Siapa yang akan melakukan ?

4. Seberapa sering akan dilakukan ?

5. Bagaimana hasilnya didesiminasi secara sistematis ?

6. Bagaimana tindakan yang dihasil dari hasil evaluasi dilakukan ?

7. Identifikasi sumber daya yang dibutuhkan dalam melaksanakan rencana


pengawasan dan penilaian.

8. Prioritaskan kegiatan-kegiatan berdasarkan ketersediaan sumber daya yang


dibutuhkan

9. Laksanakan rencana pengawasan dan penilaian.

10. Dokumentasi dan diseminasi hasil kegiatan pengawasan dan penilaian.

11. Buat rekomendasi berdasarkan hasil kegiatan pengawasan dan penilaian.

1. Mengembangkan desiminasi data dan mekanisme umpan balik.

Prinsip:
1. Cara yang efektif memotivasi prosedur data adalah melakukan secara tetap
umpan balik positif maupun negatif dari keadaan data yang dihasilkan petugas.
Langkah-langkah:
1. Tentukan cara yang paling efektif dan efisien untuk desiminasi data yang
dihasilkan dari SIK dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kepada siapa data harus didesiminasi ? kebutuhan kelompok sasaran perlu
dipertimbangkan.

2. Apa yang seharusnya didesiminasi ? Ini tidak hanya mencakup keluaran SIK,
tetapi juga umpan balik kepada siapa yang menggunakan informasi dan
apakah/bagaimana mereka menggunakannya

3. Seberapa sering data didesiminasi kepada kelompok sasaran yang berbeda?

70
4. Dalam bentuk format apa data didesiminasi kepada setiap kelompok sasaran yang
berbeda ? Seluruh cakupan format dan tempat desiminasi data harus
dipertimbangkan.

5. Identifikasi tenaga, dana dan sumber daya lain untuk melaksanakan rencana
desiminasi data.

6. Prioritaskan cara yang berbeda desiminasi data untuk dipakai berdasarkan


kebutuhan dan ketersediaan sumber daya.

7. Laksanakan kegiatan desiminasi data.

8. Kembangkan dan terapkan sebuah sistem pengawasan dan penilaian kegiatan


desiminasi dan umpan balik yang dilakukan.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah sebagai berikut:

1. Cakupan- seberapa luas materi diikuti sasaran pendengar.

2. Efek dari sistem umpan balik bagi petugas.

3. Derajat penggunaan oleh sasaran pendengar- apakah mereka benar menggunakan


data yang disampaikan dengan menggunakan materi yang telah disiapkan secara
berbeda.

10. Meningkatkan Sistem Informasi Manajemen Kesehatan.


Prinsip:
1. Pengembangan SIK biasanya berkembang menurut waktu. Ini merupakan usaha
yang dinamis ketika manajer dan petugas bekerja keras untuk tetap maju.
Langkah-langkah:
1. Tinjau ulang hasil kegiatan pengawasan dan penilaian yang dilaksanakan
terhadap SIK pada tahun berjalan.

2. Identifikasi aspek-aspek dari SIK yang membutuhkan pengembangan lanjut


untuk memfasilitasi fungsi utama sistem. Pertanyaan dasar harus dijawab adalah
“Kemana kita pergi selanjutnya ?” Aspek-aspek yang mungkin perlu diperhatikan
adalah:

1. Peningkatan dan institusionalisasi prosedur untuk memastikan kontrol kualitas


data.

2. Tingkatkan kapasitas untuk melaksanakan penelitian khusus dan survey sampel.


71
3. Tetapkan mekanisme koordinasi untuk penggunaan horisontal data yang
dihasilkan dari program vertikal.

4. Kembangkan strategi untuk menciptakan dan/atau mendukung petugas ada


tingkat yang berbeda agar menggunakan data untuk perencanaan, pengelolaan
dan penilaian program.

5. Tingkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program yang terlibat dalam aspek-
aspek yang berbeda dari SIK.

6. Padukan dan koordinasikan inisiatif-inisiatif sektor dan organisasi donor yang


terlibat dalam kegiatan yang berhubungan dengan SIK.

7. Identifikasi sumber daya yang dibutuhkan untuk menerapkan pilihan-pilihan


yang berbeda dalam peningkatan SIK. Ini mencakup jenis-jenis sumber daya
khusus dari setiap kegiatan perluasan yang direncanakan; kebutuhan pembiayaan
(jika ada); dan sumer dukungan yang diinginkan untuk setiap jenis sumber daya
yang dibutuhkan.

8. Prioritaskan pilihan yang berbeda berdasarkan derajat dan urgensi kebutuhan dan
ketersediaan sumber daya untuk pelaksanaan yang tepat.

9. Siapkan jadwal pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang berbeda dari perluasan SIK.

10. Lakukan kegiatan-kegiatan yang berbeda yang dibutuhkan untuk peningkatan


SIK yang diinginkan.

11. Awasi dan nilai efek dari aspek baru yang diterapkan pada SIK.

Penataan Kembali Sistem Informasi Kesehatan

Sistem Informasi Kesehatan memberikan dukungan informasi kepada proses


pengambilan keputusan di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Dengan
demikian, Sistem Informasi Kesehatan harus sesuai dengan struktur manajemen
kesehatan dari Sistem Kesehatan. Pertanyaannya adalah: bagaimana cara yang praktis
untuk mengupayakan agar Sistem Informasi Kesehatan yang selama ini kurang memadai
dapat diubah menjadi alat manajemen yang efektif ?

Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa Pengembangan Sistem Informasi


Kesehatan hendaknya diselaraskan dan diintegrasikan dengan upaya menata kembali

72
Sistem Kesehatan dan Manajemen Kesehatan. Penataan kembali Sistem Informasi
Kesehatan merupakan suatu tantangan dan pekerjaan yang cukup rumit. Khususnya bila
dikaitkan dengan birokrasi pemerintahan kita. Selain faktor-faktor metodologi, yang
dapat juga mempengaruhi keberhasilan proses reformasi ini adalah keadaan politik, sosio-
budaya, dan administrasi. Dalam uraian selanjutnya akan dibahas secara singkat tentang
aspek-aspek metodologi dari penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan.

Tatanan Sistem Kesehatan sebagaimana telah dikemukakan di atas merupakan


kerangka dasar yang baik dalam upaya menata kembali Sistem Informasi Kesehatan.
Sepanjang proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, model Sistem
Kesehatan itu akan digunakan sebagai acuan konseptual bagi setiap tahap dari proses.

Jarang sekali proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merombak


total Sistem Kesehatan di suatu daerah. Menurut pengalaman, proses penataan kembali
Sistem Informasi Kesehatan secara komprehensif bahkan kerap kali menjumpai
kegagalan. Lebih baik, penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan itu difokuskan
kepada aspek-aspek yang kurang berfungsi dalam Sistem Kesehatan. Atau direncanakan
dan diselenggarakan dalam kaitannya dengan proses penataan kembali Sistem Kesehatan
yang sedang berlangsung. Contohnya, reformasi dalam sistem manajemen keuangan akan
memerlukan pula reformasi terhadap Sistem Informasi Kesehatan yang berfokus pada
informasi keuangan. Sebelum dilakukan proses penataan kembali Sistem Informasi
Kesehatan, diperlukan suatu evaluasi yang mendalam tentang kekuatan dan kelemahan
dari Sistem Informasi Kesehatan yang ada. Selanjutnya, penataan kembali Sistem
Informasi Kesehatan difokuskan kepada bidang-bidang yang kurang berfungsi atau yang
merupakan prioritas bagi daerah yang bersangkutan.

Agar dapat dilakukan evaluasi yang sistematis terhadap Sistem Informasi


Kesehatan yang ada, kelima "subsistem" berikut dari Sistem Informasi Kesehatan
seyogianya diperhatikan:

1. Surveilans Epidemiologi untuk penyakit-penyakit menular tertentu, kondisi-


kondisi lingkungan tertentu, dan faktor-faktor risiko;

2. Pelaporan Rutin dari pelayanan-pelayanan kesehatan dasar di tingkat masyarakat,


Puskesmas, dan Rumah Sakit;

73
3. Pelaporan Program Kesehatan Khusus seperti pemberantasan tuberkulosis,
pemberantasan malaria, kesehatan ibu dan anak, dan kesehatan sekolah;

4. Pelaporan Administratif seperti pelaporan pembiayaan kesehatan (JPKM, dan


lain-lain), pelaporan pegawai/tenaga kesehatan, pelaporan obat dan logistik
kesehatan, pelaporan keuangan, pelaporan pendidikan dan pelatihan, pelaporan
penelitian dan pengembangan, dan dokumentasi kesehatan;

5. Registrasi Vital untuk kelahlran, kematian, dan perpindahan penduduk.

Proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan agar terpadu dengan Sistem
Kesehatan dapat diuraikan ke dalam lima tahap sesuai dengan dua komponen utama dari
Sistem Informasi Kesehatan sebagaimana telah diuraikan di atas. Tiga tahap yang
pertama berkaitan dengan pengembangan proses pengelolaan informasi, yaitu:

1. Mengidentifikasi kebutuhan informasi dan indikator.

2. Menetapkan kebutuhan data, sumber-sumber data dan membuat instrumen-


instumen, serta menyelenggarakan pengumpulan data.

3. Merumuskan prosedur-prosedur pengiriman dan pengolahan data, serta


menyelenggarakan pengolahan, analisis data, dan pengemasan informasi.

Sedangkan dua tahap terakhir berkaitan dengan penataan struktur manajemen Sistem
Informasi Kesehatan untuk menjamin berlangsungnya proses pengelolaan informasi
kesehatan dan digunakannya informasi kesehatan tersebut, yaitu:

4. Merencanakan sumber daya bagi Sistem Informasi Kesehatan.

5. Merumuskan dan menetapkan peraturan-peraturan bagi manajemen Sistem


Informasi Kesehatan.

Pendekatan semacam ini dimaksudkan untuk menyesuaikan atau memadukan secara


cermat setiap tahap penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan dengan Sistem
Kesehatan yang ada. Dalam setiap "subsistem" yang dipilih untuk ditata kembali harus
tetap diingat bahwa ketersediaan informasi dan jaminan digunakannya informasi tersebut
dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan utama. Ketersediaan dan jaminan

74
penggunaan ini harus ada di setiap tingkat administrasi (sejak tingkat terbawah sampai ke
pusat) dan bagi fungsi-fungsi manajemen yang sesuai (pasien/klien, unit kesehatan, dan
sistem kesehatan).

BAB 5

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN INFORMASIDAN PENETAPAN


INDIKATOR

D
alam Pokok Bahasan yang lalu telah dijelaskan bahwa agar efektif dan efisien
suatu Sistem Informasi Kesehatan harus terkait dan sesuai dengan
pengorganisasian Sistem Kesehatan setempat. Juga dinyatakan bahwa Sistem

75
Informasi Kesehatan yang baik akan meningkatkan kinerja manajemen kesehatan dalam
Sistem Kesehatan tersebut. Untuk mencapai hal itu dengan cara merumuskan kebutuhan
informasi dan indikator.
Perumusan kebutuhan informasi dan indikator ini dilakukan atas dasar analisis
fungsi terhadap pelayanan kesehatan, dengan fokus pada manajemen pasien/klien,
manajemen unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan. Penataan kembali Sistem
Informasi Kesehatan memang harus didahului dengan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan agar kita dapat memfokuskan kepada hal-hal yang belum berfungsi dengan
baik.
Sejumlah data dapat digunakan secara langsung untuk membuat keputusan.
Misalnya, tingkat ketersediaan obat tertentu dapat dengan mudah mendorong diambilnya
keputusan tentang perlunya segera memesan obat tersebut. Namun demikian, dalam
banyak hal penggunaan secara langsung data mentah semacam ini tidaklah mungkin.
Oleh karena itu, indikator-indikator yang tepat akan membantu kita dalam mengubah data
mentah menjadi informasi yang sesuai bagi pengambilan keputusan.
Sampai saat ini kebutuhan informasi biasanya hanya ditentukan di pusat. Dengan
adanya kebijakan desentralisasi, maka kebutuhan informasi itu harus dirumuskan di
berbagai tingkat administrasi, termasuk di tingkat yang paling bawah. Kecenderungansaat
ini menunjukkan bahwa perumusan kebutuhan informasi harus didasarkan kepada
konsensus di antara para pelaku, yaitu yang mencakup baik para pengelola data dan
informasi maupun para pemakai informasi, khususnya para pengambil keputusan.
Kepentingan produsen maupun konsumen informasi harus dipertimbangkan.

Selain Sistem Informasi Kesehatan harus menghasilkan informasi yang


mencerminkan kebutuhan konsumen dan perencana, sistem ini juga harus dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik setempat. Walaupun Menteri Kesehatan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial No. 724 tahun 2001 telah
menetapkan adanya indikator-indikator menuju Indonesia Sehat 2010, sebaiknya
keputusan ini dipandang oleh Daerah sebagai acuan saja. Dari daftar indikator yang
terdapat dalam keputusan dapat diidentifikasi indikator-indikator yang diperlukan sampai

ke tingkat nasional. Selebihnya Daerah seyogianya mengembangkan sendiri indikator-


indikator yang memang sesuai dengan kebutuhan informasi setempat. Dengan demikian
maka visi Provinsi Sehat, atau Kabupaten Sehat, atau Kota Sehat kelak akan dapat dicapai

76
karena manajemen kesehatan ke arah itu benar-benar didukung oleh Sistem Informasi
Kesehatan.

Kerangka Umum

Di bawah ini disajikan kerangka umum dalam perumusan kebutuhan informasi


dan indikator. Kerangka umum ini didasarkan juga kepada premis bahwa informasi yang
dihasilkan adalah dalam rangka mendukung pengambilan keputusan di semua tingkat
administrasi kesehatan.

Langkah ke-1: Melaksanakan analisis fungsi di setiap tingkat manajemen dan


administrasi kesehatan

Merumuskan kebutuhan informasi harus diawali dengan menganalisis fungsi-


fungsi dari berbagai tingkat manajemen dan Sistem Kesehatan. Analisis fungsi ini harus
difokuskan kepada: (1) masalah-masalah kesehatan prioritas, (2) tujuan dan strategi untuk
memecahkannya, (3) program dan pelayanan-pelayanan unggulan untuk mengatasi dan
mencegah masalah-masalah kesehatan prioritas tersebut, (4) pelaksana (pemerintah
maupun swasta/masyarakat) dan sumber daya yang sangat diperlukan untuk
melaksanakan pelayanan-pelayanan unggulan, serta (5)proses-proses manajemen yang
penting untuk merencanakan, memantau dan mengendalikan pelayanan kesehatan serta
sumber dayanya. Hal ini mencakup baik fungsi-fungsi pelayanan kesehatan untuk
individu, pelayanan kesehatan masyarakat, maupun pengembangan Sistem Kesehatan.

Langkah ke-2: Mengidentiflkasi kebutuhan informasi dan memillh indikator

Bila program dan pelayanan-pelayanan kesehatan unggulan serta sumber dayanya


telah dapat ditentukan, maka akan mudah untuk mengidentifikasi informasi yang relevan
guna memantau berfungsinya Sistem Kesehatan. Berdasarkan kepada kebutuhan
informasi yang telah diidentifikasi, dirumuskanlah indikator-indikator yang sesuai. Perlu
kiranya diingat bahwa indikator yang ditetapkan hendaklah seminimal mungkin. Oleh
karena itu diperlukan pertimbangan yang cerdas (expert judgement) dalam memilih
indikator, berkaitan dengan ketepatannya, kekhasannya, dan kemampuannya mengukur.
Selain itu juga perlu dipertimbangkan kemungkinan mengumpulkan datanya. Tercakup
dalam hal ini adalah penentuan sumber data, ketersediaan sumber daya untuk
mengumpulkan data tersebut, frekuensi pengumpulan, cara mengolah data, dan lain-lain.
77
Tentu saja, selain hal-hal tersebut di atas, satu hal yang harus selalu diingat
adalah bahwa kebutuhan informasi dari seluruh pelaku Sistem Kesehatan harus
diperhatikan. Perumusan kebutuhan informasi menggunakan kerangka ini akan
membantu untuk menghasilkan suatu Sistem Informasi Kesehatan yang proaktif, dinamis,
dan berorientasi kepada kegiatan (action oriented).

Namun demikian, apa yang akan dijelaskna dalam Pokok Bahasan ini bukanlah
sesuatu yang harus diterapkan secara kaku. Tujuannya adalah memberikan tuntunan
dalam rangka merumuskan kebutuhan informasi yang berorientasi kepada kegiatan dan
menetapkan indikator-indikatornya. Dengan demikian akan dapat dibatasi banyaknya
informasi dan indikator yang harus dikelola oleh Sistem Informasi Kesehatan. Pada
gilirannya, hal ini akan berdampak kepada meningkatnya mutu data yang dikumpulkan.

Langkah-langkah yang ditempuh merupakan proses yang interaktif. Artinya, di


setiap langkah apa pun kita boleh saja kembali ke langkah sebelumnya untuk
memperbaiki langkah sebelumnya itu. Jadi, daftar indikator yang akhirnya didapatkan
pun masih mungkin untuk ditinjau kembali dan disempurnakan.

Analisis Fungsi Manajemen

Pencatatan dan pelaporan rutin dalam Sistem Informasi Kesehatan harus


mendukung tiga jenis fungsi manajemen (yaitu manajemen pasien/ klien, manajemen unit
kesehatan, dan manajemen Sistem Kesehatan) yang ada di setiap tingkat administrasi
(Kabupaten/Kota dan Provinsi).

Dengan dimulainya kebijakan Otonomi Daerah pada awal tahun 2001


kewenangan di bidang kesehatan telah dibagi-bagikan ke tingkat Kabupaten /Kota dan
tingkat Provinsi. Sehubungan dengan hal tersebut maka kini giliran masing-masing
tingkat administrasi itu untuk merumuskan bagaimana Sistem Kesehatan dan Manajemen
Kesehatan setempat.

Secara umum pembagian penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen di setiap


tingkat administrasi dapat dilihat dalam Tabel 5.1.

78
Tabel 5.1. Pembagian fungsi manajemen di tingkat Kecamatan, Kabupaten/
Kota dan Provinsi
Berikut ini akan diberikan contoh fungsi-fungsi manajemen di tingkat Kecamatan
(yaitu di Puskesmas) dan di tingkat Kabupaten/Kota (yaitu di Rumah Sakit Umum
Daerah dan Dinas Kesehatan). Fungsi-fungsi yang dicantumkan hanya sebagian saja,
yaitu yang dianggap sebagai unggulan dan perlu mendapat prioritas untuk didukung oleh
Sistem Informasi Kesehatan.

1. Fungsi Manajemen di Puskesmas


Sesuai dengan hasil analisis fungsi terhadap fungsi manajemen dari sejumlah Puskesmas,
dapat disajikan daftar prioritas fungsi manajemen Puskesmas sebagai berikut.
1. Manajemen Pasien/Klien
Kegiatan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas pada dasarnya
dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu (i) pelayanan kesehatan individu, yang
biasanya dilakukan di dalam gedung Puskesmas, dan (ii) pelayanan kesehatan
masyarakat, yang biasanya dilakukan di luar gedung Puskesmas.
Adapun fungsi manajemen pasien yang seyogianya diberi prioritas untuk didukung
oleh Sistem Informasi Kesehatan di Puskesmas tersebut adalah sebagai berikut:
Pelayanan kesehatan individu (dalam gedung): (1) Manajemen pasien/klien pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KIA & KB), (2) Manajemen
pasien/klien pelayanan gizi, (3) Manajemen klien pelayanan imunisasi, dan (4)
Manajemen pasien/klien pelayanan pengobatan.

79
Pelayanan kesehatan masyarakat (luar gedung): (1) Manajemen klien penyuluhan
kesehatan masyarakat, (2) Manajemen pasien/klien pemberantasan penyakit menular, dan
(3) Manajemen klien upaya penyehatan lingkungan.
2. Manajemen Unit Puskesmas
Berkaitan dengan manajemen pasien/klien, sebagai manajer Puskesmas, Kepala
Puskesmas melakukan manajemen terhadap penyelenggaraan pelayanan-pelayanan
kesehatan oleh Puskesmas. Yaitu untuk mengetahui seberapa jauh mutu pelayanan-
pelayanan itu secara umum dan bagaimana efektivitas dan efisiensinya.
Oleh karena dukungan Sistem Informasi Kesehatan difokuskan dulu kepada fungsi-
fungsi manajemen pasien/klien tersebut di atas, maka fungsi manajemen unit Puskesmas
pun akan mengikuti pola itu. Manajemen unit Puskesmas yang akan mendapat prioritas
dukungan dari Sistem Informasi Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Manajemen pelayanan KIA & KB, pelayanan gizi, penyuluhan kesehatan
masyarakat, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, dan pengobatan.
2. Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, obat, sarana, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan KIA & KB, pelayanan gizi, penyuluhan kesehatan
masyarakat, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, dan pengobatan.
3. Fungsi Manajemen di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Sesuai dengan analisis fungsi terhadap fungsi manajemen sejumlah RSUD
Kabupaten/Kota, dapat disajikan daftar prioritas fungsi manajemen Rumah Sakit sebagai
berikut:
1. Manajemen Pasien/Klien
Rumah Sakit pada dasarnya merupakan unit pelayanan kesehatan rujukan, sehingga
fungsi utamanya adalah melaksanakan pelayanan medik. RSUD Kabupaten/ Kota adalah
unit pelayanan rujukan primer, yaitu rujukan pertama dan pelayanan kesehatan dasar
seperti Puskesmas.
Banyak kegiatan pelayanan medik yang diselenggarakan di RSUD Kabupaten/
Kota. Namun yang kiranya perlu mendapat prioritas dukungan dari Sistem Informasi
Kesehatan adalah: (i) Pelayanan Rawat Jalan, (ii) Pelayanan Rawat Inap, (iii) Pelayanan
Rawat Darurat, (iv) Pelayanan Penunjang Medik (terutama: gizi, farmasi. laboratorium,
dan radiologi), dan (v) Pelayanan Kamar Operasi.
2. Manajemen Unit Rumah Sakit
Sebagai manajer Rumah Sakit, Direktur dan para Wakil Direktur Rumah Sakit
melaksanakan manajemen terhadap kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh
80
Rumah Sakit. Yaitu untuk menjaga mutu dan efektivitas serta efisiensi dari pelayanan-
pelayanan tersebut.
Oleh karena dukungan Sistem Informasi Kesehatan Rumah Sakit akan diprioritaskan
kepada fungsi-fungsi manajemen pasien/klien tersebut di atas, maka fungsi manajemen
unit Rumah Sakit pun akan mengikutinya. Manajemen unit Rumah Sakit yang akan
mendapat prioritas dukungan Sistem Informasi Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Manajemen pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Darurat, Penunjang
Medik, dan Kamar Operasi.
2. Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, obat, sarana, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Darurat, Penunjang
Medik, dan Kamar Operasi.
3. Fungsi Manajemen di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Sesuai dengan hasil analisis fungsi terhadap fungsi manajemen dari sejumlah Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat disajikan daftar prioritas fungsi manajemen Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai berikut.
1. Manajemen Klien
Kegiatan pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan pada hakikatnya hanyalah
pelayanan kesehatan masyarakat. Adapun fungsi manajemen klien yang menjadi prioritas
untuk didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
tersebut adalah: (i) Penyehatan lingkungan tempat-tempat umum, (ii)Penyehatan
lingkungan permukiman, (ii) Pembinaan kesehatan kerja di kantor/ perusahaan, (iv)
Surveilans epidemiologi penyakit dan penanggulangan wabah, (v)Kewaspadaan pangan
dan gizi, (vi) Penanggulangan penyalahgunaan napza, (vii)Pembinaan mutu dan
keamanan industri rumah tangga makanan dan minuman, dan (viii) Pembinaan terhadap
pengobatan tradisional.
2. Manajemen Unit Dinas Kesehatan
Manajemen unit Dinas Kesehatan juga dikaitkan dengan manajemen klien, yaitu
dari segi keaktifannya dan pendayagunaan sumber daya dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan kesehatan masyarakat yang sudah ditetapkan.
Dengan demikian, maka fungsi manajemen unit Dinas Kesehatan yang
seyogianya mendapat prioritas dukungan Sistem Informasi Kesehatan adalah sebagai
berikut:i)
1. Manajemen pelayanan penyehatan lingkungan tempat-tempat umum, penyehatan
lingkungan permukiman, pembinaan kesehatan kerja di kantor/perusahaan,
81
surveilans epidemiologi penyakit dan penanggulangnn wabah, kewaspadaan
pangan dan gizi, penanggulangan penyalahgunaan napza, pembinaan mutu dan
keamanan industri rumah tangga makanan dan minuman, pembinaan terhadap
pengobatan tradisional.
2. Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, peralatan, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.
3. Manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
Manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dipantau dan dievaluasi melalui dua
aspek, yaitu: (i) hasil dari Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota yang berupa pencapaian
Visi Pembangunan Kesehatan, dan (ii) kinerja kerjasama lintas sektor antara sektor
kesehatan dengan sektor-sektor terkait.
1. Pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan Kabupaten/Kota: (i) Derajat kesehatan,
(ii) Lingkungan sehat, (iii) Perilaku sehat, dan (iv) Pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau.

2. Kinerja Kerjasama Lintas Sektor: Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki


Kabupaten/Kota di bidang kesehatan, maka kinerja sektor kesehatan dalam
rangka mencapai Visi Pcmbangunan Kesehatan meliputi; (i) Perencanaan
kesehatan, (ii) Pendayagunaan tenaga kesehatan, (iii)Pembinaan dan
pengendalian sarana kesehatan, (iv) Pembinaan pembiayaan kesehatan melalui
JPKM/Askes/Dana sehat, (v) Penyediaan obat pelayanan kesehatan dasar
esensial, (vi) Koordinasi dan bimbingan kegiatan Puskesmas, (vii)Pelayanan
perawatan pasien di Rumah Sakit, (viii) Pengembangan Sistem Informasi
Kesehatan, serta (ix) Penelitian dan pengembangan kesehatan.

Sedangkan kinerja sektor-sektor lain terkait yang penting di Kabupaten/Kota


meliputi: (i) Keluarga Berencana: Promosi KB dan Pembinaan Keluarga, (ii)Pendidikan:
Peningkatan usaha kesehatan sekolah (UKS), (iii) Agama: Promosi kesehatan lingkungan
di tempat-tempat ibadah, pesantren, dan majelis taklim, (iv)Pertanian: Intensifikasi
pertanian tanaman pangan dan peternakan, (v)Prasarana wilayah: Pemenuhan kebutuhan
air bersih dan Pengelolaan sampah, (vi)Perindustrian: Pencegahan pencemaran oleh
industri kecil, (vii) Perkoperasian: Pengembangan koperasi sebagai Bapel JPKM, (viii)
Sosial: Penertiban/pembinaan wanita tuna susila (WTS), dan (ix) Swasta/Masyarakat:
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan skala Kab.

82
Identifikasi Kebutuhan Informasi

Informasi yang diidentifikasi di setiap tingkat administtasi adalah informasi yang


berorientasi kepada tindakan, yaitu pengambilan keputusan dalam tiga jenis manajemen
(manajemen pasien/klien, manajemen unit kesehatan, dan manajemen Sistem Kesehatan).

1. Informasi Untuk Manajemen Pasien/Klien

Walaupun banyak data tentang pasien dapat diperoleh pada saat yang bersangkutan
datang ke pelayanan kesehatan, tidak semua data itu perlu dicatat dan disimpan. Hanya
data yang amat penting untuk informasi bagi kontinuitas, integrasi, keparipurnaan, dan
kerasionalan pelayanan kesehatan yang perlu dicatat dan disimpan.

Inti dari pengumpulan data di Puskesmas dan Rumah Sakit untuk manajemen
pasien/klien adalah rekam medik (medical record) dari individu-individu pasien/klien.
Sesungguhnya bila sistem rujukan antara Puskesmas dan Rumah Sakit berjalan dengan
baik, Rumah Sakit cukup melanjutkan pengisian rekam medik pasien/klien yang telah
dilakukan di Puskesmas.

Sebagian besar informasi yang diolah dari data rekam medik digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam melayani individu-individu pasien/klien. Informasi tentang
pasien/klien di tingkat manajemen pasien/klien di Puskesmas sangat penting artinya
karena akan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
pasien/klien dan menentukan mutu data yang digunakan di tingkat-tingkat
manajemen/administrasi selanjutnya (Rumah Sakit, Kabupaten/Kota dan Provinsi). Peran
informasi kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan akan semakin besar apabila
data rekam medik juga dilengkapi dengan data sensus terhadap penduduk yang tinggal di
wilayah kerja Puskesmas. Ciri-ciri utama dari mutu pelayanan kesehatan adalah
kontinuitas, integrasi, keparipurnaan, dan kerasionalan pelayanan kesehatan, yang
kesemuanya itu dapat ditingkatkan melalui dukungan Sistem Informasi Kesehatan.

Bila kita lanjutkan contoh di atas, khususnya fungsi manajemen Puskesmas, maka
akan dapat diidentifikasi kebutuhan informasi sebagai berikut.

83
2. Informasi untuk Manajemen Unit Kesehatan
Untuk manajemen unit kesehatan diperlukan dua jenis informasi, yaitu: (a) informasi
tentang penggunaan atau cakupan pelayanan yang diselenggarakan, dan (b) informasi
tentang sumber daya unit kesehatan yang bersangkutan. Rincian informasinya tergantung
kepada jenis unit kesehatan itu (apakah Puskesmas, Rumah Sakit, atau lainnya), dan jenis
pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya.
Untuk memberikan informasi tersebut umumnya data pelayanan kesehatan (data
pasien/klien) dikombinasi dengan data tentang penduduk di wilayah kerja unit kesehatan
bersangkutan. Hal ini penting untuk mengetahui apakah pelayanan yang digunakan oleh
penduduk tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka.
Informasi tentang sumber daya yang dimiliki unit kesehatan akan memberikan
indikasi tentang bagaimana berfungsinya unit kesehatan tersebut. Yaitu apakah unit
kesehatan itu memiliki cukup sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan misi,
tugas pokok dan fungsinya. Tercakup di dalamnya mengenai memadai atau tidaknya
infrastuktur (bangunan, dan lain-lain), peralatan, bahan/logistik, prosedur-prosedur untuk
pengambilan keputusan, staf yang terlatih dan bermotivasi tinggi, dan lain scbagainya. Di
samping itu juga apakah modal dan sumber daya yang ada digunakan secara efisien.
Melanjutkan contoh di atas, khususnya fungsi manajemen Puskesmas, akan dapat
diidentifikasi kebutuhan informasi sebagai berikut:

Manajemen Unit Puskesmas Pengambil Keputusan Informasi yang dibutuhkan

84
1. KIA&KB Kepala Puskesmas 1. Seberapa banyak kematian
ibu & bayi di wilayah
kerja.

2. Seberapa banyak ibu hamil


berkunjung ke Pusk. (Kl,
K4).

3. Seberapa banyak ibu


melahirkan ditolong Pusk.

4. Seberapa banyak bayi dan


anak yang dibawa
berkunjung ke Puskesmas.

5. Seberapa banyak peserta


KB di antara PUS

6. Persebaran status gizi ibu

2. Gizi Kepala Puskesmas hamil yg berkunjung ke


Pusk.

7. Persebaran status gizi bayi


dan anak yang berkunjung
ke Puskesmas.

8. Seberapa banyak bayi,


anak balita, ibu hamil tlh
3. Imunisasi Kepala Puskesmas imunisasi.

9. Pola penyakit yang diobati


di Puskesmas.
Kepala Puskesmas

4. Pengobatan 10. Persebaran kasus penyakit


di masyarakat wilayah
kerja.

85
11. Seberapa banyak
masyarakat wilayah kerja
yang berobat ke
Puskesmas.

12. Persebaran Strata PHBS


dari keluarga pasien/klien.
Kepala Puskesmas
13. Seberapa aktif kegiatan
5. Penyuluhan Kesehatan
penyuluhan kesehatan oleh
Masyarakat
Puskesmas.

14. Persebaran kasus penyakit


di masyarakat wilayah
kerja.
Kepala Puskesmas
15. Seberapa aktif kegiatan
pemberantasan penyakit

6. Pemberantasan Penyakit oleh Puskesmas.

Menular
16. Persebaran rumah, kakus,
pemb.sampah, persediaan
air

Kepala Puskesmas 17. Kecukupan tenaga


Puskesmas terhadap beban

7. Penyehatan Lingkungan kerja per-kategori tenaga.

Kepala Puskesmas 18. Kehadiran kerja (absensi)

8. Tenaga Puskesmas 19. Ketersediaan obat esensial

20. Kerasionalan penggunaan


obat

Kepala Puskesmas 21. Kecukupan peralatan


kesehatan terhadap
petugas.

86
9. Obat 22. Kondisi peralatan
kesehatan yang ada.
Kepala Puskesmas
23. Besar dana per-tahun dan
sumber-sumbernya.
3. Peralatan
24. Perimbangan antara dana
untuk investasi,
operasional, pemeliharaan
Kepala Puskesmas

11. Keuangan

3. Informasi Untuk Manajemen Sistem Kesehatan


Informasi yang dibutuhkan untuk manajemen Sistem Kesehatan tergantung kepada
tingkat administrasinya (Kabupaten/Kota, Provinsi, atau Nasional). Informasi ini
diperlukan untuk mengetahui apakah Sistem Kesehatan setempat berfungsi dengan baik.
Dibutuhkan dua jenis informasi untuk manajemen Sistem Kesehatan, yaitu: (a) informasi
tentang seberapa jauh pencapaian visi Pembangunan Kesehatan, dan (b) informasi tentang
bagaimana kinerja kegiatan-kegiatan dalam mencapai visi tersebut.
Menggunakan contoh di atas, yaitu fungsi manajemen di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dapat diidentifikasi kebutuhan informasi sebagai berikut:
a. Pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan Kabupaten/Kota
Pencapaian
Pengambil Keputusan Informasi yg dibutuhkan
Aspek-Aspek Visi

1. Derajat Kesehatan Forum Kerjasama LS 1. Besamya masalah


kematian bayi, ibu dan
anak balita

2. Besamya masalah
penyakit tertentu

3. Status gizi masyarakat

4. Pelaksanaan Perilaku

87
2. Perilaku Sehat Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
Forum Kerjasama LS
5. Kondisi kesehatan
perumahan penduduk

6. Kecukupan tersedianya
3. Lingkungan Sehat
sarana pelayanan
kesehatan
Forum Kerjasama LS
7. Banyaknya masyarakat
4. Pelayanan kesehatan yang menggunakan
yg bermutu dan sarana pelayanan
Forum Kerjasama LS kesehatan
terjangkau

Forum Kerjasama LS

88
Penetapan Indikator
Indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau
terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara
keseluruhan, tetapi kerap kali hanya memberi petunjuk (indikasi) tentang keadaan
keseluruhan tersebut sebagaii suatu pendugaann (proxy) Misalnya, insidens diare yang
didapat dari mengolah data kunjungan pasien Puskesmas hanya menunjukkan sebagian
saja dari kejadian diare yang melanda masyarakat (yaitu mereka yang mengunjungi
Puskesmas saja).
Indikator sedapat mungkin harus mengarah kepada dilakukannya tindakan. Namun
demikian, dalam banyak hal, untuk sampai kepada dilakukannya tindakan,informasi yang
dikemas dari indikator yang ada masih perlu dilengkapi dengan informasi dari investigasi
lebih lanjut. Misalnya setelah dilakukannya kunjungan ke lokasi untuk menggali
informasi kualitatif atau setelah dilakukannya penelitian/kajian khusus.
Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitatif, dan umumnya terdiri atas
pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Walaupun dapat juga dibuat
indikator yang hanya berupa pembilang (numerator), khususnya untuk sesuatu yang
sangat langka tetapi penting. Pembilang adalah jumlah kejadian yang sedang diukur.
Sedangkan penyebut yang umum digunakan adalah besarnya populasi sasaran berisiko
89
dalam kejadian yang bersangkutan (misalnya: anak balita, ibu hamil, dan sebagainya).
Indikator yang mencakup pembilang dan penyebut sangat tepat untuk memantau
perubahan dari waktu ke waktu dan membandingkan satu wilayah dengan wilayah lain.
Sesuai dengan uraian dalam definisi indikator, terdapat paling sedikit empat jenis
indikator, yaitu: (1) indikator berbentuk absolut, (2) indikator berbentuk proporsi, (3)
indikator berbentuk angka atau rate, dan (4) indikator berbentuk rasio. Indikator
berbentuk absolut adalah indikator yang hanya berupa pembilang saja, yaitu jumlah dari
sesuatu hal/ kejadian. Biasanya digunakan untuk sesuatu yang sangat jarang, seperti
misalnya kasus meningitis di Puskesmas. Indikator berbentuk proporsi adalah indikator
yang nilai resultantenya dinyatakan dengan persen karena pembilangnya merupakan
bagian dari penyebut. Misalnya proporsi Puskesmas yang memiliki dokter terhadap
seluruh Puskesmas yang ada. Indikator berbentuk angka atau rate adalah indikator yang
menunjukkan frekuensi dari suatu kejadian selama waktu (periode) tertentu. Biasanya
dinyatakan dalam bentuk per 1000 atau per 100.000 populasi (konstanta atau k). Angka
atau rate adalah ukuran dasar yang digunakan untuk melihat kejadian penyakit karena
angka merupakan ukuran yang paling jelas menunjukkan probabilitas atau risiko dari
penyakit dalam suatu masyarakat tertentu selama periode tertentu. Misalnya angka
malaria di kalangan anak balita yang dihasilkan dari pembagian jumlah kasus malaria
anak balita (pembilang) oleh jumlah populasi anak balita di pertengahan tahun
(penyebut). Indikator berbentuk rasio adalah indikator yang pembilangnya bukan
merupakan bagian dari penyebut. Misalnya rasio bidan terhadap penduduk suatu
Kabupaten.
Selain keempat jenis indikator tersebut, dikenal pula apa yang disebut Indeks atau
Indikator Komposit (Composite Indicator). Yaitu suatu istilah yang digunakan untuk
indikator yang lebih rumit (complex), memiliki ukuran-ukuran yang multidimensional
yang merupakan gabungan dari sejumlah indikator. Indeks ini biasanya dikembangkan
melalui penelitian khusus karena penggunaannya secara praktis sangat terbatas. Misalnya,
akhir-akhir ini untuk mengukur beban akibat penyakit (burden of disease), WHO
menyarankan digunakannya DALE (Disability-Adjusted Life Expectancy). Yaitu nilai
harapan hidup sejak lahir, yang berupa tahun-tahun yang bebas dari ketidakmampuan
akibat kematian prematur atau kasus-kasus ketidakmampuan yang terjadi sepanjang
waktu tertentu.
Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan indikator, sesuai dengan bagaimana
mereka akan digunakan. Umumnya digunakan klasifikasi dengan berpegang pada
90
pendekatan sistem, sehingga terdapat: (1) indikator hasil atau keluaran, yang dapat
dibedakan lagi ke dalam indikator "output" dan indikator "outcome", (2) indikator
proses, dan (3) indikator masukan, yang dapat dibedakan lagi ke dalam indikator
sumber daya dan indikator determinan. Namun demikian kadang kala dijumpai kesulitan
dalam pengkalisifikasian ini secara tajam karena kekurang-jelasan konsep dalam
kategorisasi.
Indikator dapat pula diklasifikasikan menurut program. Memang pengklasifi-kasian
dengan cara ini dapat mendorong terjadinya vertikalisasi kegiatan dan mengakibatkan
membengkaknya jumlah indikator. Namun demikian, bila dalam peng-klasifikasian
tersebut selalu diacu pembagian kewenangan dan tugas sebagaimana telah ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan yang ada, maka masalah yang mungkin timbul
akan dapat dicegah.
Untuk menyedarhanakan penetapan indikator, maka uraian indikator, baik untuk
tingkat Kabupaten/Kota maupun untuk tingkat Provinsi, sesuai dengan kebutuhan
informasi, dikelompokkan ke dalam dua kategori saja, yaitu:
1. Indikator Hasil atau Keluaran, yaitu yang mengindikasikan informasi tentang
pencapaian visi Pembangunan Kesehatan, yang meliputi unsur-unsur (a) derajat atau
status kesehatan, (b) perilaku sehat, (c) lingkungan sehat, serta (d) pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau.

2. Indikator Kinerja, yaitu yang mengindikasikan baik keadaaan masukan maupun


proses dalam rangka kerjasama lintas sektor, yang mencakup sektor kesehatan dan
sektor-sektor lain terkait. Klasifikasi di sini tidak berdasar program, melainkan
berdasar sektor atau lembaga.

Berikut ini disajikan contoh indikator untuk masing-masing informasi, sebagaimana


tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial No.724 tahun
2001.

91
Penutup
Orang senang mengatakan bahwa Sistem Informasi Kesehatan yang baik tidak akan
ada gunanya apabila Manajemen Kesehatan yang harus didukungnya masih buruk.
Namun dari uraian di atas tersirat bahwa pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
yang diawali dengan identifikasi kebutuhan informasi diharapkan dapat memicu
perbaikan Manajemen Kesehatan. Yaitu dimulai dengan perbaikan manajemen
pasien/klien dan dilanjutkan dengan manajemen unit kesehatan serta manajemen Sistem
Kesehatan.
Ketepatan kebutuhan informasi yang telah diidentifikasi dapat pula menghasilkan
Sistem Informasi Kesehatan yang kurang memadai bilamana tidak berhasil ditetapkan
indikator-indikator yang esensial. Indikator yang esensial itu harus mengacu kepada sifat-

92
sifat indikator yang baik, yaitu spesifik dan sensitif. Spesifik artinya bahwa indikator
tersebut khusus menggambarkan informasi yang bersangkutan dan tidak tercampur-baur
dengan hal-hal lain. Misalnya, angka kematian tidak dapat digunakan untuk
menggambarkan informasi tentang pelayanan kesehatan karena angka kematian
dipengaruhi oleh banyak faktor selain pelayanan kesehatan. Sedangkan sensitif artinya
bahwa perubahan yang kecil saja dalam hal yang akan diketahui informasinya dapat
tergambarkan dengan indikator tersebut. Misalnya proporsi anak balita dengan gizi baik
mungkin dapat menjadi indikator yang sensitif bagi keadaan gizi masyarakat karena anak
balitalah yang seharusnya mendapat makanan yang baik.

BAB 6

Pengumpulan Data Rutindan Sewaktu-waktu

D
alam Pokok Bahasan yang lalu kita telah membahas bagaimana memilih
indikator yang sesuai untuk menyusun informasi bagi pengambilan keputusan
di berbagai tingkat administrasi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana
mengumpulkan data untuk indikator-indikator tersebut.
Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam cara. Untuk memudahkannya, kita
akan mengelompokkan cara mengumpulkan data itu ke dalam dua golongan, yaitu: (1)
metode rutin, dan (2) metode sewaktu-waktu (non-rutin). Pengumpulan data secara rutin
93
dilakukan untuk data yang berasal dari unit kesehatan. Data ini dikumpulkan atas dasar
catatan atau rekam medik pasien/klien baik yang berkunjung ke unit kesehatan maupun
yang dilayani di luar gedung unit pelayanan. Pengumpulan data secara rutin umumnya
dilakukan oieh petugas unit kesehatan. Akan tetapi pengumpulan data secara rutin juga
dapat dilakukan oleh masyarakat (kader kesehatan). Bentuk lain dari pengumpulan data
secara rutin adalah registrasi vital. Adapun pengumpulan data sewaktu-waktu umumnya
dilakukan melalui survei, survei cepat (kuantitatif atau kualitatif) dan studi-studi khusus.
Tidak ada satu pun cara pengumpulan data yang dapat mengumpulkan semua data
untuk perencanaan dan manajemen kesehatan. Suatu Sistem Informasi Kesehatan
umumnya menggunakan kombinasi dari kedua cara yaitu baik metode rutin maupun
metode sewaktu-waktu. Alasannya adalah karena adanya perbedaan sifat dan kegunaan
dari data yang diperoleh dengan masing-masing metode tersebut. Pengumpulan data
secara rutin umumnya diarahkan untuk mendapatkan data yang berbasis pelayanan
kesehatan dan data tentang mereka yang secara rutin menggunakan pelayanan kesehatan
tersebut.

Di daerah di mana penggunaan pelayanan kesehatan sangat rendah, pengumpulan


data secara rutin biasanya sukar dilaksanakan. Untuk mendapatkan pemahaman yang
lebih paripurna tentang masalah kesehatan yang dihadapi, diperlukan pengumpulan data
dengan cara lain, yaitu survei dan sejenisnya. Atau, pengumpulan data secara rutin
diperluas cakupannya sehingga meliputi data dari masyarakat. Data untuk angka kematian
misalnya, dapat diperoleh dari unit-unit kesehatan atau dan registrasi vital. Tetapi
kerapkali data untuk angka kematian itu diperoleh melalui penelitian prospektif atau
survei retrospektif terhadap penduduk. Secara nasional kita memiliki Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Surve Demografi
dan Kependudukan Indonesia (SDKI), Sensus Penduduk (SP), dan lain-lain.

Pengertian Pengumpulan Data Rutindan Sewaktu-waktu

Fungsi manajemen yang akan menggunakan data dan jenis indikatornya kerapkali
menentukan bagaimana cara pengumpulan data yang paling tepat. Untuk lebih jelasnya
dapat disimak tabel 1 di halaman berikut.

Data untuk memantau program kesehatan yang sedang berjalan lebih mudah dan
lebih efisien didapat dengan pengumpulan data secara rutin. Sedangkan data untuk

94
mengevaluasi dampak (derajat kesehatan, lingkungan sehat, perilaku sehat, dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan) akan lebih baik bila dikumpulkan sewaktu –waktu.

Namun demikian perlu diingat bahwa data yang sudah diperoleh melalui
pengumpulan data secara rutin dan sewaktu-waktu pun kerap kali tidak cukup untuk
memahami penyebab dari masalah-masalah kesehatan. Khususnya di daerah
Kabupaten/Kota. Biasanya orang lalu menambahinya dengan penyelidikan secara
informal atau mencari informasi kualitatif melalui diskusi dengan individu-individu atau
dengan kelompok-kelompok. Selain itu ditambah lagi dengan data sekunder dan sektor-
sektor lain terkait.

Pilihan cara pengumpulan data juga berkaitan dengan ciri-ciri tertentu dari cara itu
sendiri seperti misalnya kerumitan dan biayanya. Metode pengumpulan data sewaktu-
waktu seperti sensus atau survei dengan sampel besar umumnya memerlukan biaya
banyak, peralatan canggih, dan tenaga pelaksana yang terlatih. Untuk melaksanakan
pengumpulan data semacam ini Dinas Kesehatan mungkin memerlukan bantuan teknis
dari Perguruan Tinggi atau Departemen Kesehatan.

Cara apa pun yang digunakan, yang penting data yang dikumpulkan adalah data
yang memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan informasi dan indikator Untuk dapat
menetapkan data yang sesuai dengan indikator yang dibutuhkan, maka indikator-indikator
yang sudah ditetapkan dalam Pokok Bahasan III selanjutnya diterjemahkan ke dalam
bentuk kebutuhan data. Misalnya sebagaimana contoh berikut.

Kaitan antara Pengumpulan Data Rutin dan Sewaktu-waktu

95
Sebagaimana telah disebutkan di atas, pengumpulan data secara rutin dan
pengumpulan data sewaktu-waktu haruslah saling mengisi. Penjelasannya adalah:
Untuk membantu para manajer kesehatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berbeda. Kerap kali metode sewaktu-waktu digunakan untuk menjajagi penyebab-
penyebab dan kekurangan atau kelemahan yang teridentifikasi dari pelaporan rutin.
Misalnya, di suatu daerah diketahui melalui laporan rutin bahwa pelayanan kesehatan ibu
dain anak di Puskesmas sangat sedikit mendapat kunjungan anak. Suatu survei sederhana
yang dilakukan terhadap para ibu mengungkap informasi bahwa bagi para ibu tidak
masuk akal untuk membawa anaknya yang tidak sakit ke Puskesmas. Karena itu, mereka
sulit mencari alasan meninggalkan rumah membawa anaknya.
Metode rutin dan metode sewaktu-waktu saling melangkapi dalam hal sumber
datanya. Metode rutin umumnya berbasis sarana/pelayanan kesehatan dan mengumpulkan
data dari sebagian masyarakat saja. Di daerah-daerah di mana penggunaan sarana
kesehatannya rendah, informasi yang didapat dari sistem informasi yang berbasis
sarana/pelayanan kesehatan saja akan sangat menyesatkan (bias). Sebaliknya, metode
sewaktu-waktu berbasis masyarakat, sehingga dapat diungkap informasi tentang latar
belakang sosial budaya masyarakat, harapan-harapannya, perilakunya, dan lain-lain
secara lebih lengkap.
Metode rutin dan metode sewaktu-waktu saling melengkapi dalam kaitannya dengan
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam
metode rutin digunakan untuk mengumpulkan data dari sebagian masyarakat, yaitu
mereka yang berkunjung ke unit-unit kesehatan. Karena metode sewaktu-waktu
digunakan untuk mengumpulkan data dari keseluruhan masyarakat (walaupun secara
sampling), maka dalam membuat instrumennya harus diperhatikan juga instrumen yang
digunakan dalam metode rutin.
Melihat uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa hasil-hasil pengumpulan data
secara sewaktu-waktu harus diperbandingkan atau dipertautkan dengan hasil-hasil
pengumpulan data secara rutin. Jadi antara metode rutin dan metode sewaktu-waktu tidak
hanya pada tingkat pangkalan datanya, melainkan juga sampai ke tingkat analisis dan
penyusunan informasinya.

Pengumpulan Data Secara Rutin

1. Sumber Data

96
Pengumpulan data secara rutin dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis berdasarkan
sumber datanya, yaitu: (1) pengumpulan data unit kesehatan, (2) pengumpulan data
masyarakat, dan (3) pengumpulan data registrasi penduduk. Memang terdapat tumpang-
tindih di antara ketiga jenis pengumpulan data ini, sehingga umumnya Sistem Informasi
Kesehatan lalu menggunakan gabungan dari ketiganya.

Pengumpulan Data Unit Kesehatan

Jenis pengumpulan data rutin yang paling umum adalah pengumpulan data berbasis
pelayanan atau unit kesehatan. Dalam hal ini data dicatat oleh petugas-petugas kesehatan
yang bekerja di unit kesehatan sambil melaksanakan kegiatan pelayanan sehari-hari. Cara
pengumpulan data ini memang merupakan cara paling mudah untuk (a) mengumpulkan
data pasien /klien, (b) memantau penggunaan sumber daya, dan (c) surveilans penyakit.

Contoh data minimal yang perlu dicatat dan dikumpulkan dari pasien/ klien di unit
kesehatan adalah:
Identitas: nama, alamat, jenis kelamin, usia, kepala/anggota keluarga, dan status sosial-
ekonomi keluarga.
Tindakan yang berkaitan dengan risiko: status imunisasi, tindak lanjut berkaitan dengan
resiko lain (perawatan antenatal, penimbangan balita. dan lain-lain).
Untuk wanita: jumlah dan usia anak, kontrasepsi, penyakit selama masa hamil, dan pasca-
persalinan. Data penting tentang episode penyakit (khususnya untuk penyakit kronis,
infeksi HIV, gangguan-gangguan perinatal pada bayi, penyakit-penyakit selama masa
kanak-kanak). Data tentang faktor-faktor risiko lain dan alergi-alergi.
Data tersebut di atas dari semua pasien/klien selanjutnya dapat dihimpun dalam
suatu pangkalan data pasien/klien, baik dalam bentuk file kartu-kartu (manual) ataupun
file dalam komputer.
Namun demikian pengumpulan data unit kesehatan ini juga sekaligus memiliki
banyak masalah. Misalnya buruknya mutu data yang terkumpul, terlalu banyaknya waktu
petugas kesehatan tersita untuk pencatatan, bahwa agregat datanya tidak mencerminkan
gambaran kesehatan masyarakat secara umum, dan lain-lain.
Betapa pun, pengumpulan data secara rutin di unit-unit kesehatan dapat menjadi alat
yang bermanfaat bagi perencanaan dan manajemen. Selain itu ia dapat juga menjadi
pemicu ditingkatkannya secara berkelanjutan iklim manajemen di unit-unit kesehatan
pemerintah (misalnya Puskesmas atau Rumah Sakit).
97
Salah satu cara untuk mengatasi masalah mutu data untuk pemanfaatannya di tingkat
administrasi yang lebih tinggi adalah dengan menggunakan titik-titik sentinel. Dari titik-
titik sentinel ini diminta untuk dilaporkan data yang lebih lengkap sebagai tambahan
terhadap pencatatan dan pelaporan data yang berlaku umum. Pelaporan sentinel pada
dasarnya juga merupakan bagian dari pelaporan data berbasis pelayanan/unit kesehatan.
Untuk itu staf dari sejumlah unit kesehatan terpilih (misalnya Puskesmas atau Rumah
Sakit) diberi pelatihan khusus dan disupervisi secara khusus pula untuk mengumpulkan
dan melaporkan data tertentu (data penyakit atau kegiatan). Hasil dari daerah sentinel
biasanya memang lebih lengkap dan lebih akurat. Jika dirasakan bahwa unit-unit
kesehatan di daerah terpencil tidak mungkin memberikan data yang cepat dan akurat,
maka pendekatan sintinel ini cukup baik untuk dilakukan, khususnya untuk surveilans
penyakit.
Masalah bahwa data dari unit kesehatan tidak mewakili keadaan masyarakat yang
sebenamya, dapat diatasi dengan memperluas pengumpulan data rutin sehingga
mencakup data dari masyarakat. Misalnya, dengan meningkatkan pelaporan dari para
bidan di desa atau dengan mengembangkan pencatatan dan pelaporan oleh para kader
kesehatan.
Masalah lain dari pengumpulan data rutin yang juga kita jumpai adalah terpecahnya
sistem menjadi sistem-sistem pengumpulan data khusus program-program kesehatan.
Sistem-sistem khusus itu cenderung berjalan sendiri-sendiri sebagai sistem-sistem
informasi "vertikal". Misalnya, pcmberantasan malaria memiliki sistem informasi vertikal
sendiri, demikian pula pemberantasan tuberkulosis, imunisasi, penyehatan lingkungan,
dan lain-lain. Masing-masing mengembangkan aparat sendiri, infrastruktur sendiri, dan
aturan-aturan sendiri sehingga terlepas satu sama lain. Walau berat, betapa pun integrasi
antar mereka harus diupayakan.

Pengumpulan Data Masyarakat

Pengumpulan data masyarakat dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu antara lain:
1. Memantau kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masyarakat oleh petugas
kesehatan atau oleh kader kesehatan.

2. Mendapatkan data yang lebih mewakili (representatif) tentang derajat kesehatan


dan lingkungan, termasuk kelahiran dan kematian, keadaan pertanian, keadaan
pendidikan, dan lain-lain.

98
3. Membantu perencanaan pelayanan-pelayanan kesehatan agar lebih terjangkau
oleh masyarakat.

Sebagaimana dikemukakan di atas, pengumpulan data masyarakat dapat merupakan


perluasan dari pengumpulan data rutin pelayanan kesehatan. Petugas-petugas kesehatan
yang bertugas di masyarakat seperti para sanitarian dan bidan yang selalu berkunjung ke
keluarga-keluarga atau menyelenggarakan pelayanan di desa-desa, dapat diberi tugas
tambahan sebagai pencatat dan pengumpul data masyarakat. Akan lebih efektif lagi
bilamana mereka dapat dibantu oleh para kader kesehatan.
Mula-mula dapat dilakukan sensus kesehatan keluarga, yaitu semua keluarga yang
ada di wilayah kerja Puskesmas dikumpulkan data dasar dan daia kesehatannya. Data
dasar dan data kesehatan dari keluarga tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Identitas Keluarga: alamat lengkap (termasuk desa dan kecamatannya).

2. Anggota Keluarga: kepala keluarga, isteri/suami, anak, dan lain-lain yang dirinci
ke dalam nama, jenis kelamin, tanggal lahir/usia, pendidikan terakhir, pekerjaan
terakhir, kondisi kesehatan (penyakit kronis, gizi, cacat fisik, cacat mental), dan
perilaku sehat (merokok/tidak, pecandu Napza/tidak, mandi per-hari, sikat gigi
per-hari, dll).

3. Kepesertaan Kepala Keluarga dan atau Isteri/Suami dalam Keluarga Berencana:


menjadi peserta atau tidak, dan metode kontrasepsi apa yang digunakan.

4. Fasilitas Kesehatan Lingkungan Keluarga: rumah, sumber air, jamban, tempat


sampah, kandang temak, dan lain-lain.

99
5. Keadaan Ekonomi Keluarga: penghasilan keluarga, pengeluaran keluarga untuk
kesehatan (per-hari atau per-minggu atau per-bulan), dan status ekonomi (apakah
termasuk keluarga miskin/bukan). Kepesertaan Kepala Keluarga dan atau
Isteri/Suami dalam Pembiayaan Kesehatan Praupaya: menjadi peserta atau tidak,
dan jenis pembiayaan praupaya yang diikuti(dana sehat atau askes atau JPKM
atau lainnya).

Semua data keluarga yang didapat dan sensus ini kemudian dijadikan pangkalan data
(data base) di Puskesmas atau Dinas Kesehatan. Bilamana Puskesmas atau Dinas
Kesehatan memiliki komputer yang cukup besar kemampuannya, maka dapat dibuat
pangkalan data dalam komputer tersebut (computerized data base). Bagi anggota keluarga
yang kemudian ternyata menjadi pasien/klien Puskesmas, pangkalan data ini akan
diinteraksikan dengan pangkalan data pasien/klien, sehingga pangkalan data keluarga
kemudian diperbarui (updated). Bagi mereka yang tidak menjadi pasien/klien Puskesmas,
peremajaan (updating) data dari pangkalan data keluarga dilakukan dengan laporan dari
petugas kesehatan (misalnya bidan di desa) atau dari kader kesehatan. Untuk itu perlu
dikembangkan formulir peremajaan (updating) yang harus diisi dan dilaporkan secara
berkala (misalnya seminggu sekali) ke Puskesmas.

1. Pengumpulan Data Registrasi Penduduk

Pengumpulan data dari registrasi penduduk juga merupakan bagian penting dari
pengumpulan data secara rutin. Bersama dengan data sensus, data registrasi penduduk
merupakan sumber penting untuk menghitung angka kelahiran dan angka kematian.
Namun demikian, registrasi penduduk saat ini belum bisa banyak diharapkan, khususnya
berkaitan dengan pencatatan kematian. Dengan fasilitasi dari Badan Pusat Statistik dan
Departemen Dalam Negeri & Otonomi Daerah, diharapkan setiap Daerah akan dapat
menata dan mengembangkan registrasi penduduk ini.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Mutu dan digunakan atau tidaknya data yang dikumpulkan secara rutin sangat
ditentukan oleh relevansi, kesederhanaan, dan tata-letak (layout) dari instrumen
pengumpulan datanya. Berikut ini akan kita bahas mengenai perancangan formulir
pengumpulan data dan penggunaannya, untuk digunakan sebagai pertimbangan dalam

100
meninjau kembali formulir-formulir pengumpulan data yang telah ada (kartu status
pasien/rekam medik, formulir SP2TP, formulir SPRS, dan lain-lain).

Instrumen Untuk Data Manajemen Pasien/Klien

Instrumen untuk pengumpulan data pasien/klien dapat berbentuk berbagai macam -


selembar kertas, selembar kartu yang dicetak, sebuah buku, atau file (worksheet)
komputer. Apa pun bentuknya, tujuan utamanya adalah untuk mencatat data yang dapat
digunakan membantu para pemberi pelayanan kesehatan dalam memberikan
pelayanannya kepada pasien/klien.

Kartu rekam medik merupakan salah satu jenis instrumen pengumpul data
pasien/klien yang digunakan untuk mencatat (merekam) data yang berkaitan dengan
status kesehatan pasien orang-perorang. Di Puskesmas, kartu rekam medik ini dikenal
dengan sebutan kartu status pasien. Isi dan format dari kartu rekam medik ini sebenarnya
tergantung dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Namun demikian, untuk
Puskesmas tentu tidak boleh kurang dari pelayanan kesehatan dasar wajib, yaitu
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, kesehatan lingkungan, dan pengobatan
(pelayanan kuratif). Sedangkan untuk Rumah Sakit Kabupaten/Kota tentu tidak boleh
kurang dari pelayanan kesehatan rujukan primer wajib, yaitu obstetrik dan ginekologi,
anak, bedah, dan penyakit dalam.

Jenis lain dari instrumen pengumpulan data pasien/klien adalah formulir


laboratorium (formulir permintaan atau pun hasil), formulir pelayanan penunjang medik
lain (formulir rotgen, dan lain-lain), dan formulir rujukan pasien.

Untuk kejadian-kejadian penyakit akut di pelayanan kesehatan dasar (misalnya


Puskesmas), catatan tentang diagnosis sederhana dan perlakuan (treatment) terhadap
pasien kiranya cukup memadai. Catatan ini dibuat di formulir sederhana yang diberikan
kepada pasien atau disimpan di unit kesehatan. Tujuannya adalah sebagai pengingat bagi
pemberi pelayanan kesehatan pada saat seorang pasien kembali lagi ke unit pelayanan
yang bersangkutan. Untuk kejadian-kejadian penting lain (misalnya kehamilan, anak
balita, atau penyakit kronis), diperlukan data atau variabel pencatatan yang lebih banyak.

Kartu rekam medik Rumah Sakit dapat berisi catatan terinci tentang keadaan pasien
saat masuk, hasil-hasil laboratorium, jadwal diagnosis dan perlakuan yang berlangsung,
101
dan catatan-catatan tindak lanjut secara harian bahkan mungkin per-jam tergantung
kondisi pasien. Untuk kartu rekam medik rawat inap dapat pula disediakan kolom catatan
yang berisi ringkasan kesimpulan tentang kondisi pasien dan kemajuan manajemen
pasien yang bersangkutan.

Kartu rujukan harus memiliki sedikitnya dua bagian, yaitu: (a) bagian yang diisi oleh
unit pelayanan kesehatan yang mengirim/merujuk pasien, dan (b) bagian yang diisi oleh
unit pelayanan penerima kiriman/rujukan. Bila pasien rujukan itu setelah ditangani
kemudian dikembalikan ke unit pelayanan kesehatan pengirim, maka bagian b diisi
penjelasan tentang perlakuan dan hasil-hasil perlakuan yang dilakukan unit pelayanan
kesehatan rujukan, serta tindak lanjut apa yang harus dilakukan oleh unit pelayanan
kesehatan pengirim.

Perdebatan yang selalu timbul dalam hal ini adalah: siapa yang sebaiknya
menyimpan kartu rekam medik - pasien/klien atau unit kesehatan? Konsep yang
menyatakan bahwa kartu pasien sebaiknya dipegang oleh pasien sendiri muncul pada saat
diperkenalkan "Kartu Menuju Sehat" (KMS). Kartu yang berisi perkembangan
pertumbuhan bayi ini memang diberikan kepada para ibu pemilik bayi. Kartu itu
merupakan sarana yang baik untuk merangsang peran serta para ibu dalam
mengupayakan kesehatan bayi-bayinya. Tetapi kenyataan memang menunjukkan bahwa
banyak ibu yang kemudian menghilangkan kartunya. Jadi, apa tidak sebaiknya kartu
pasien itu disimpan oleh unit pelayanan kesehatan? Sulit untuk memberikan jawaban
yang memuaskan.

Mungkin jalan yang terbaik adalah dengan melakukan kombinasi. Misalnya seperti
yang dilakukan di beberapa Rumah Sakit (RS Persahabatan, salah satunya), kartu rekam
medik disimpan oleh unit kesehatan, dan kepada pasien diberikan kartu kecil (lebih baik
jika dibuat dari plastik seperti kartu kredit) yang mencantumkan nama dan nomor
registrasi dari pasien yang bersangkutan.

Untuk efisiensi tindak lanjut pasien/klien, dapat digunakan apa yang disebut "sistem
file pengingat". Teknologi yang sederhana tetapi tepatguna ini terdiri atas dua penyimpan
file, misalnya dua buah filing cabinet gantung atau dua buah kotak kayu. Kotak yang
pertama, disebut "kotak hari", dibagi ke dalam 31 slot. Kotak kedua, yaitu "kotak bulan",
dibagi ke dalam 12 slot. File-file pengingat sangat bermanfaat untuk pasien dengan

102
penyakit kronis seperti tuberkulosis atau hipertensi, dan untuk hal-hal yang bersifat
preventif. Begitu pasien selesai dilayani dan pulang, kartu catatan mediknya dimasukkan
ke dalam "slot hari" atau "slot bulan" sesuai dengan tanggal tindak-lanjutnya (kartu
dimasukkan ke dalam "slot bulan" apabila tindak lanjutnya tidak di bulan yang sama
dengan saat pelayanan). Dengan melihat kartu-kartu yang masih tertinggal di "slot hari"
yang sudah lewat, akan diketahui pasien-pasien yang melewatkan/mengabaikan tindak-
lanjutnya. Pada akhir bulan, semua kartu yang terdapat di "slot bulan" depan, dipindahkan
ke "slot-slot hari" sesuai dengan tanggal yang tercantum.

Tata-letak (layout) kartu pencatatan adalah sesuatu yang penting diperhatikan dalam
membuat instrumen pengumpulan data pasien/klien. Terutama jika kartu itu disimpan
oleh pasien/klien sendiri. Misalnya, butir-butir data seyogianya disusun dengan urutan
yang baik dan standar, sehingga memudahkan petugas pemberi pelayanan kesehatan saat
pemeriksaan. Untuk itu pada kartu sebaiknya sudah tercantum daftar penyakit atau
masalah kesehatan yang tercetak.

Kartu atau formulir pasien jarang yang mudah dimengerti (self-explanatory).


Kerapkali digunakan singkatan-singkatan untuk menghemat tempat, dan istilah-istilah
serta prosedur-prosedur tidak diberi penjelasan atau definisi. Jika mungkin, sebaiknya di
bagian tertentu dari kartu atau formulir dicantumkan kepanjangan dari singkatan-
singkatan yang digunakan. Boleh juga di balik kartu itu dicantumkan petunjuk pengisian.
Tetapi jika tidak mungkin, maka "Buku Petunjuk" harus dibuat dan petugas-petugas
kesehatan harus dilatih dalam hal pengisian dan penggunaan kartu.

Jika digunakan bantuan komputer dalam pengumpulan data pasien/ klien, maka
harus diperhatikan agar perangkat lunak untuk "data entry" mudah digunakan dan bersifat
interaktif (user-friendly).

Instrumen Untuk Data Manajemen Unit Kesehatan

Di tingkat manajemen unit kesehatan, data dikumpulkan dalam rangka membantu


staf unit kesehatan tersebut mengambil keputusan-keputusan operasional. Keputusan-
keputusan ini dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu (a) keputusan yang
berkaitan dengan manajemen penyelenggaraan pelayanan kesehatan, dan (b) keputusan

103
yang berkaitan dengan manajemen sumber daya. Karena itu, instrumen pengumpulan
datanya pun mengikuti penggolongan itu.

• Instrumen Untuk Data Pelayanan Kesehatan


Tujuan utama dari pencatatan pelayanan kesehatan adalah untuk mengumpulkan data
bagi perencanaan dan manajemen pelayanan-pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
di unit kesehatan. Misalnya, data pelayanan antenatal yang sudah diagregat dan
dikombinasikan dengan data kependudukan akan menghasilkan informasi tentang
cakupan pelayanan antenatal. Atau hasil olahan data pengobatan pasien dapat digunakan
untuk membuat informasi tentang sebaran geografis pasien.
Selain itu, data pelayanan kesehatan juga berguna bagi manajemen Sistem
Kesehatan. Data ini diagregat dan dikirim sebagai laporan ke tingkat adminstrasi
kesehatan lebih tinggi (misalnya Dinas Kesehatan Kabupaten). Atau petugas dari tingkat
administrasi lebih tinggi (misalnya Dinas Kesehatan Kabupaten) akan menggunakan
agregat data itu untuk mengetahui mutu pelayanan suatu unit kesehatan (misalnya
Puskesmas) pada saat melakukan supervisi dan bimbingan.
• Instrumen Untuk Data Sumber Daya
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang berbagai jenis sumber
daya, yaitu: tenaga, peralatan, bahan, alat transpor, obat dan vaksin, serta dana. Hanya
data yang memang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang sebaiknya
dikumpulkan. Data sumber daya juga termasuk data yang diperlukan untuk manajemen
Sistem Kesehatan, sehingga agregatnya perlu dikirim ke tingkat adminstrasi lebih tinggi.
Bentuk catatan pelayanan kesehatan yang paling umum dijumpai adalah Buku
Register, di mana pasien atau klien dicatat berurutan dalam hal nama dan ciri-ciri
demografiknya (misalnya usia dan jenis kelamin). Kemudian kolom-kolom berikutnya
disediakan untuk mencatat data bagi indikator pelayanan kesehatan seperti kunjungan,
diagnosis, status gizi, dan sebagainya.
Register juga dapat digunakan untuk pasien rawat inap. Register ini jika dikombinasi
dengan catatan tentang perubahan-perubahan pasien di bangsal, akan dapat memberikan
secara cepat informasi tentang pemakaian tempat tidur dan lama perawatan.
Untuk instrumen pengumpulan data unit kesehatan, tata-letak yang baik dan
sederhana sangatlah penting karena dapat mempengaruhi ketepatan (accuracy) data.
Kolom-kolom dalam register dan ruang kosong untuk "tally" misalnya, harus cukup
lebar/luas untuk mencatat data yang diperlukan. Tajuk-tajuk kolom harus jelas

104
menunjukkan data apa yang harus diisikan ke dalam kolom tersebut. Bentuk "checklist"
dapat pula digunakan karena lebih mudah dan cepat pengisiannya serta lebih cepat pula
dalam mengagregasikannya. Misalnya untuk data "usia" dapat digunakan pilihan ( ) di
bawah 1 tahun, ( ) lebih 1 tahun - di bawah 5 tahun, ( ) 5 tahun - 10 tahun dan seterusnya.
Petugas tidak perlu lagi menulis, melainkan hanya membuat tanda (misalnya V atau X) di
dalam ( ) yang sesuai. Sedangkan urutan dari data yang harus dicatat dalam kartu atau
register sebaiknya mengikuti urutan (sekuen) dari prosedur pelayanan kesehatan yang
akan dilakukan petugas pemberi pelayanan.
Hal-hal yang berlaku untuk komputerisasi pencatatan data pasien/ klien, juga berlaku
untuk pencatatan data unit kesehatan. Hal ini karena pada hakikatnya keduanya harus
terkait secara erat. Oleh karena itu sebaiknya komputerisasi data unit kesehatan harus
dilakukan sekaligus dengan komputerisasi data pasien/klien. Namun demikian, untuk unit
kesehatan yang besar, sebelum mengambil keputusan untuk mengkomputerkan
pencatatan data, perlu dikaji dulu ketersediaan sumber daya seperti tenaga pengelola serta
sarana-sarana penyedia dan pemelihara perangkat keras dan perangkat lunak.

Instrumen Untuk Data Manajemen Sistem Kesehatan

Sebagai bagian dari sistem informasi rutin berbasis unit/pelayanan kesehatan, data
untuk manajemen Sistem Kesehatan dapat diperoleh melalui dua sumber, yaitu (a)
melalui data agregat yang dilaporkan unit-unit kesehatan, dan (b) melalui pengumpulan
data primer. Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang dikumpulkan langsung
oleh petugas-petugas dari Dinas Kesehatan secara berkala sambil melakukan supervisi
dan bimbingan.
• Instrumen Laporan Unit Kesehatan
Dalam sistem informasi rutin berbasis unit/pelayanan kesehatan, sebagian besar data yang
diperlukan untuk manajemen Sistem Kesehatan dikumpulkan oleh unit-unit kesehatan
dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan (Dinas Kesehatan Provinsi juga mendapat "laporan"
dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota). Jumlah formulir laporan, isi laporan, dan
frekuensi pengiriman tergantung kebutuhan para perencana kesehatan dan manajer Sistem
Kesehatan di tingkat administrasi kesehatan bersangkutan. Data yang dilaporkan terutama
berkaitan dengan derajat kesehatan masyarakat, pelayanan-pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, dan sumber daya yang digunakan. Agar terjamin penggunaan
informasinya, maka sebaiknya hanya data yang diperlukan untuk informasi pengambilan
keputusan di tingkat administrasi yang lebih yang dikirim sebagai laporan. Prinsip ini
105
juga berlaku dalam kaitannya dengan frekuensi pelaporan. Misalnya, jika data tentang
pemakaian obat hanya akan dianalisis setahun sekali oleh Dinas Kesehatan untuk
menetapkan standar paket-paket penyediaan obat bagi unit kesehatan, maka laporannya
pun cukup dilakukan setahun sekali saja.
Sebagaimana diutarakan di depan, sistem informasi rutin cenderung terkotak-kotak
akibat tekanan dari para perencana dan manajer proyek atau program kesehatan. Setiap
program atau proyek nasional membuat sendiri formulir laporannya, tanpa berkoordinasi
satu sama lain. Akibatnya, petugas-petugas kesehatan di tingkat bawah dibebani setiap
minggu, setiap bulan, setiap tiga bulan, setiap enam bulan, setiap tahun, mengisi berbagai
jenis formulir laporan yang banyak sekali duplikasinya. Oleh karena itu, salah satu
tantangan dalam menata kembali Sistem Informasi Kesehatan adalah merampingkan dan
mengintegrasikan berbagai sistem pencatatan dan pelaporan yang ada. Sedapat mungkin
diupayakan agar pelaporan dari unit-unit kesehatan dibuat komprehensif (terpadu dalam
satu pelaporan) dan dikirim melalui jalur hubungan manajerial yang baku. Misalnya
dengan cara mengembangkan profil-profil kesehatan (Profil Puskesmas, Profil Rumah
Sakit, Profil Kesehatan Kabupaten, dan lain-lain).
• Instrumen Pengumpulan Data Primer
Sebagaimana dikemukakan di atas, data yang diperlukan untuk manajemen Sistem
Kesehatan juga dapat dikumpulkan oleh staf Dinas Kesehatan dalam rangka supervisi dan
bimbingan rutin ke unit-unit kesehatan. Berdasarkan kepada pedoman standar untuk
pelayanan-pelayanan kesehatan yang akan disupervisi, dapat dibuat "checklist" untuk
dibawa oleh petugas supervisi. Dengan "checklist" ini akan terkumpul data yang dapat
digunakan oleh supervisor tadi untuk mengevaluasi pelayanan kesehatan yang
disupervisinya. Dengan "cheklist" itu, data dikumpulkan dari pemeriksaan terhadap kartu
rekam medik (kartu status) Puskesmas dan kartu-kartu pelayanan lainnya, dari observasi
langsung petugas yang sedang melayani, atau kadang kala juga dari wawancara dengan
pasien/klien yang baru selesai menjalani pengobatan. Data yang terekam dalam "cheklist"
selanjutnya dapat diagregat dan diolah lebih lanjut di Dinas Kesehatan.
Tata-letak (layout) dari formulir dapat membantu ketepatan pengisian maupun
kemudahan penggunaannya oleh supervisor. Banyak dari hal-hal yang berlaku untuk
penyusunan tata-letak kartu rekam medik pasien/klien dan formulir pencatatan pelayanan
kesehatan juga berlaku dalam hal ini. Sedapat mungkin, formulir itu mudah dimengerti
(self-explanatory) dan membatasi digunakannya singkatan-singkatan yang tidak lazim.
Urutan data juga penting diperhatikan.
106
Kerap kali sebuah laporan harus dikirimkan ke berbagai pihak. Untuk itu diperlukan
beberapa salinan (duplikat) laporan. Di daerah di mana mudah dan murah pelayanan
fotokopi, duplikat laporan dapat dibuat dengan memfotokopi laporan asli. Di daerah lain
dapat dilakukan pengetikan menggunakan karbon walaupun hal ini sedikit merepotkan.
Tetapi cara yang paling baik sebenarnya adalah dengan komputerisasi dimana kemudian
dapat digunakan fasilitas jaringan komunikasi antar komputer, khususnya internet. Dalam
tatanan yang demikian ini maka, satu laporan dapat dikirim serentak ke sejumlah sasaran
tanpa perlu membuat duplikatnya.
3. Merancang Dan Melaksanakan Pengumpulan Data
Dalam proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan rutin, perancangan dan
pelaksanaan sistem pengumpulan data rutin ddilakukan segera setelah tahap identifikasi
kebutuhan informasi dan indikator. Perencana yang bertanggungjawab dalam hal ini
harus menjawab sejumlah pertanyaan praktis. Misalnya saja:
6. Instrumen pengumpulan data apa saja yang diperlukan dan berapa banyak
masing-masingnya agar dapat memenuhi kebutuhan informasi yang telah
diidentifikasi?

7. Apakah instrumen yang telah ada dapat digunakan? Atau perlu dimodifikasi?

8. Jika diperlukan instrumen baru, bagaimana membuatnya?

9. Bagaimana cara memperkenalkan instrumen pengumpulan data yang baru?


Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan itu jelas akan menentukan ruang lingkup dan
waktu yang dibutuhkan untuk penataan kembali sistem informasi kesehatan rutin.
Biasanya, instrumen pengumpulan data yang telah ada tidak sama sekali diabaikan,
melainkan ditinjau untuk dimodifikasi. Dengan begitu akan banyak dihemat waktu dalam
pembuatan instrumen pengumpulan data. Namun jika ternyata instrumen yang ada
memang sama sekali tidak bisa dipakai, pembuatan instrumen baru harus dilakukan
dengan cermat dan hati-hati. Konsensus harus didapat termasuk dengan para pelaksana
pencatatan dan pengumpul data di tingkat administrasi lebih rendah. Jika tidak, maka
tidak akan terdapat komitmen dan motivasi dari para pelaksana ini. Pengalaman
menunjukkan bahwa salah satu penyebab buruknya mutu data yang kita peroleh adalah
karena ketiadaan motivasi dari petugas-petugas kesehatan yang harus mencatat dan
mengumpulkannya. Selain itu, karena asal-muasal semua data dalam Sistem Informasi

107
Kesehatan adalah dari pasien/klien, maka harus benar-benar diupayakan agar
pengumpulan data ini terjamin (kecepatan, kebenaran, dan cakupannya).
Sehubungan dengan perlunya diupayakan kecepatan dan kebenaran data yang masuk
dari tingkat "akar rumput", maka sebaiknya Sistem Informasi Kesehatan yang
dikembangkan diawali dengan cakupan yang tidak terlalu luas dulu (start small). Ini
diperoleh dengan mencermati kegiatan analisis fungsi. Yaitu walaupun dari analisis
fungsi itu dijumpai banyak sekali fungsi untuk Puskesmas misalnya, dapat dilakukan
pentahapan dan pemrioritasan terhadap fungsi-fungsi mana yang akan terlebih dulu
didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan (selama kurun waktu tertentu). Demikian pun
berlaku untuk Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan. Selanjutnya, bila dukungan ini telah
berjalan dengan baik, barulah cakupan fungsi yang akan didukung diperluas.
Proses perancangan dan pelaksanaan pengumpulan data secara rutin dapat ditempuh
dalam tiga tahap, yaitu: (a) penetapan instiumen-instrumen pengumpulan data yang
diperlukan, (b) pembuatan format-format instrumen dan pengujian, serta (c) penerapan
instrumen-instrumen baru pengumpulan data.

Penetapan Instrumen-instrumen Yang Dibutuhkan

Fase pertama dalam perancangan kembali pengumpulan data secara rutin adalah
membandingkan kebutuhan data (yang berasal dari kebutuhan informasi dan indikator)
yang telah ditetapkan dengan instrumen-instrumen pengumpulan data yang telah ada.
Cara yang praktis untuk itu adalah dengan menggunakan format pembantu sebagaimana
dalam Tabel 6.1 di bawah ini.
Tabel 6.1 Format untuk membantu mengkaji instrumen pengumpulan data
yang telah ada

108
Analisis semacam ini juga akan membantu identifikasi tumpang-tindih yang terjadi
di antara instrumen-instrumen yang telah ada. Dengan mengenali tumpang-tindih
tersebut, maka akan dapat dilakukan integrasi beberapa instrumen. Dengan demikian
besar kemungkinan akan diperoleh instrumen baru yang lebih sedikit jenisnya dan lebih
sederhana (tidak terlalu banyak butir-butir datanya), namun tetap memenuhi kebutuhan.
Tentu saja instrumen yang masih dapat digunakan sepenuhnya, tidak perlu dihapus.
Aspek-aspek yang cukup penting untuk diperhatikan dalam rangka peningkatan
pengumpulan data secara rutin adalah (a) standarisasi definisi kasus, (b) standarisasi
prosedur manajemen kasus, dan (c) standarisasi prosedur pengumpulan data. Tanpa
definisi yang baku tentang apa yang disebut kasus baru suatu penyakit dan apa itu
kunjungan ulang untuk suatu episod yang sama, maka data tentang kecenderungan
penyakit menjadi sulit dianalisis. Misalnya bila di suatu Puskesmas setiap kunjungan
tuberkulosis selalu dicatat sebagai kasus baru, sedangkan di Puskesmas lain kunjungan
tuberkulosis oleh pasien yang sama hanya dicatat sekali. Membandingkan data
tuberkulosis antara dua Puskesmas tersebut tentu tidak ada artinya sama sekali. Lebih
lanjut, informasi tentang mutu pelayanan kesehatan juga menjadi subyektif bila prosedur
manajemen kasus tidak distandarisasi.

Pembuatan Format Instrumen dan Pengetesan

Pembuatan format dapat sangat membantu dalam upaya menjamin penggunaan yang
lebih baik terhadap informasi yang dihasilkan. Terutama dalam rangka pengambilan
keputusan untuk manajemen pasien/klien (format yang dibutuhkan adalah kartu rekam
medik dan formulir pelaporannya).
Bila keputusan telah diambil berkaitan dengan instrumen-instrumen mana yang akan
direvisi, mana yang akan dihapus, dan apa saja yang akan dibuat baru, maka pembuatan
format-formatnya dapat diserahkan kepada sebuah Tim yang ahli dalam hal itu. Tim ini
harus memperhatikan berbagai issu berkaitan dengan cara pembuatan formulir dan tata-
letak (layout) setiap instrumen. Pertanyaan-pertanyaan khas yang harus dijawab antara
lain adalah:
10. Bagaimana urutan yang baik dari butir-butir dalam formulir?

11. Bagaimana kalimat-kalimat yang baik untuk setiap butir (pemilihan kata-katanya
agar tidak disalahtafsirkan, tata bahasanya, dan lain-lain)?

12. Apakah formulir perlu dilengkapi gambar? Bila ya, gambar apa saja?
109
13. Di mana diletakkan kepanjangan dari singkatan-singkatan (bila ada)?

14. Di mana diletakkan petunjuk cara pengisian dan penggunaan? Apakah perlu
dibuat buku tersendiri/terpisah?

15. Untuk kartu rekam medik, apakah ini untuk disimpan oleh pasien/klien atau oleh
unit kesehatan?

16. Untuk formulir data unit kesehatan, apakah akan digunakan buku register atau
lembar-lembar "tally"?

17. Data apa saja yang akan dimasukkan ke komputer?

18. Haruskah kartu atau formulir dicetak berwarna?


Pembuatan formulir adalah proses dengan banyak tahapan dan bersifat iteratif (dapat
kembali ke tahap yang telah lewat dan melakukan revisi, bila perlu). Perhatian harus
dicurahkan secara sungguh-sungguh agar data dapat dicatat tanpa keraguan dan agar kartu
atau formulir dapat diisi/digunakan dengan mudah. Hal ini akan dapat diketahui pada saat
dilakukan pengetesan (pretest).
Tidak ada aturan baku dalam menentukan jumlah unit kesehatan dan kurun waktu
untuk pengetesan instrumen. Idealnya, sampel unit kesehatan untuk pengetesan harus
serepresentatif mungkin. Variabel penting yang perlu diperhatikan adalah lokasi dari unit
kesehatan yang digunakan untuk pengetesan (perkotaan versus pedesaan, berbagai
tatanan budaya, berbagai daerah dengan bahasa berbeda), kondisi stafnya (kompetensi,
beban kerja), keadaan peralatan dan perlengkapan, dan pola penggunaan unit kesehatan
oleh masyarakat. Kurun waktu untuk pengetesan sebaiknya cukup panjang agar dapat
dikaji seluruh aspek yang berkaitan dengan proses pengumpulan data. Menurut
pengalaman diperlukan antara 3-6 bulan untuk pengetesan ini. Semua aspek dari
instrumen pengumpulan data harus dikaji selama masa ujicoba, yaitu meliputi:
19. Kelayakan: Mungkinkah dilakukan pengumpulan data dengan formulir tersebut
di unit kesehatan yang bersangkutan? Misalnya, punyakah unit itu laboratorium
(untuk pengumpulan data penyakit)?

20. Relevansi: Apakah data yang dikumpulkan dapat digunakan di unit kesehatan
bersangkutan untuk manajemen pasien/klien?

21. Beban: Seberapa beban waktu dan upaya yang harus ditanggung staf unit
kesehatan untuk mengisi instrumen pengumpulan data?
110
22. Tata-letak (layout): Apakah urutan butir-butir datanya bagus? Cukupkah ruang
kosong untuk mengisikan data?

23. Kejelasan: Apakah petunjuk pengisian/penggunaannya jelas dan membantu?


Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas dapat diperoleh melalui observasi
oleh Tim Pengkajian dan melalui komentar-komeniai langsung dari para petugas
pencatat/pengumpul data. Untuk itu perlu disiapkan "cheklist" atau kuesioner untuk
dijawab.
Berdasarkan kepada hasil-hasil pengetesan (pretesting), instrumen-instrumen kemudian
diperbaiki dan difinalisasi untuk dilaksanakan penerapannya. Jika temyata perbaikannya
cukup banyak, maka diperlukan pengetesan untuk yang kedua kalinya.
Penerapan Instrumen-instrumen Baru
Tahap terakhir dari penataan kembali pengumpulan data secara rutin adalah
penerapan instrumen-instrumen dan prosedur-prosedur baru di unit-unit kesehatan. Proses
ini melibatkan sedikitnya tiga kegiatan, yaitu: (a) pencetakan dan distribusi instrumen-
instrumen, (b) pelatihan petugas kesehatan mengenai prosedur pengumpulan data, dan (c)
penghentian penggunaan instrumen-instrumen lama.
Pencetakan dan distribusi instrumen-instrumen baru pengumpulan data sebenarnya
merupakan proses yang menjemukan dan dapat merupakan hambatan bagi kelancaran
proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan. Untungnya dengan kemajuan luar
biasa di bidang percetakan, yaitu dengan dimanfaatkannya komputer, pekerjaan
pencetakan sekarang menjadi jauh lebih ringan. Akan tetapi distribusi tampaknya miasih
merupakan masalah, oleh karena masih sangat tergantung kepada tranportasi. Oleh karena
distribusi ini harus direncanakan dengan baik, khususnya disinkronkan dengan jadwal
pelatihan petugas. Jangan sampai terjadi sesudah pelatihan dan kembali ke unitnya
masing-masing, petugas belum dapat menerapkan sistem baru karena instrumen-
instrumennya belum ada.
Pelatihan bagi petugas mungkin akan lebih efektif dan efisien bila dilakukan di
Kabupaten/Kota. Namun demikian hendaknya diupayakan jangan terlalu lama dan
diselenggarakan secara bergelombang. Dengan demikian fungsi unit-unit (Puskesmas dan
Rumah Sakit) tidak terlalu terganggu karena ditinggalkan petugasnya. Lebih baik lagi bila
pelatihan ini dapat diintegrasikan sekaligus dengan pelatihan-pelatihan teknis program
atau pelayanan kesehatan. Selain itu, pelatihan hendaknya tidak terbatas pada bagaimana

111
mengisi kartu atau formulir, tetapi juga bagaimana menggunakan informasinya untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Langkah terakhir adalah penghentian penggunaan instrumen-instrumen lama.
Langkah ini penting terutama bila memang terjadi perubahan yang sangat besar. Namun
demikian, langkah ini hendaknya dilakukan secara cermat, agar jangan sampai terjadi
kekosongan di unit-unit kesehatan. Pastikan dulu bahwa semua unit kesehatan telah
menerima instrumen-instrumen baru, sebelum dilakukan penghentian secara resmi
instrumen-instrumen lama. Mungkin baik pula dipertimbangkan penghentian secara
bertahap, sesuai dengan perkembangan distribusi instrumen-instrumen baru. Risikonya
memang adalah bahwa selama masa transisi, Dinas Kesehatan harus menangani dua
sistem sekaligus.

Pengumpulan Data Sewaktu-waktu

Sebagaimana telah dibahas di muka, pengumpulan data secara rutin dilakukan


bersamaan dengan pelaksanaan pelayanan kesehatan sehari-hari di unit-unit kesehatan.
Kebalikannya, pengumpulan data sewaktu-waktu dilakukan secara "ad hoc", sesuai
dengan keperluan, dalam rangka melengkapi data yang didapat secara rutin.
Terdapat berbagai metode untuk mengumpulkan data sewaktu-waktu. Secara umum,
metode-metode tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu (1) kajian
cepat atau "rapid assessment", (2) survei, dan (3) surveilans demografik. Adapun
perbedaan ketiga metode tersebut dapat diringkaskan dalam Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Perbedaan antara ketiga golongan metode pengumpulan data sewaktu-
waktu

112
1. Kajian Cepat (Rapid Assessment)
Para manajer kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan harus memiliki
pengetahuan tentang tatanan sosio-budaya masyarakat di wilayah kerja unit
kesehatannya. Juga tentang perilaku sehat dari penduduk. Kesemuanya itu diperlukan
agar mereka dapat merancang dan melaksanakan pelayanan kesehatan yang efektif.
Dilema yang mereka hadapi adalah bahwa pencatatan dan pelaporan rutin tidak
memberikan informasi mendalam tentang perilaku masyarakat yang diperlukan untuk
meningkatkan "efektivitas" dari intervensi-intervensi kesehatan. Sementara itu,
penelitian-penelitian sosial - baik sosiologi maupun antropologi - terlalu mahal untuk
diselenggarakan dan dan memakan waktu terlalu lama. Padahal para pengambil
keputusan itu menginginkan informasi yang relatif segera. Oleh karena itu maka sejumlah
ahli menyarankan diselenggarakannya metode kualitatif secara sangat terfokus. Mereka
menamakan metode itu kajian cepat (rapid assessment). Contoh penggunaan dari metode
ini adalah: pengkajian terhadap risiko sosial dari penyakit-penyakit, pengkajian terhadap
persepsi masyarakat terhadap tindakan pencegahan, dan lain-lain.
Kajian cepat ini masih dapat diurai ke dalam berbagai metode lagi, yaitu observasi,
wawancara, diskusi kelompok fokus (focus group discussion), dan lain-lain. Adapun ciri-
ciri utama dari kajian cepat adalah: (a) jarak waktu yang pendek antara pengumpulan data
dan penyajian hasilnya, (b) digunakannya kombinasi antara metode kualitatif dan metode
kuantitatif, dan (c) orientasinya kepada tindakan, sehingga para pengambil keputusan
terlibat dalam menentukan apa yang akan dikaji.
Berikut ini disajikan secara ringkas penjelasan tentang observasi, wawancara
perorangan, dan diskusi kelompok fokus.
Observasi
Pengamat-pengamat yang telah dilatih diminta untuk mengikuti interaksi antara dua
orang, biasanya antara pasien dengan pemberi pelayanan. Para pengamat ini umumnya
tidak ikut terlibat dalam interaksi, walaupun hanya sekedar bertanya atau memberikan
komentar.
Observasi banyak digunakan untuk mengkaji mutu pelayanan kesehatan. Praktek-
praktek pelayanan kesehatan hasil pengamatan dibandingkan dengan apa yang tercantum
dalam standar pelayanan, baik dalam aspek teknis medisnya maupun aspek
kemanusiaannya (kepedulian). Observasi juga dapat digunakan untuk mengkaji alur
pasien dan waktu tunggu pasien di unit-unit pelayanan kesehatan.
Wawancara Perorangan
113
Metode ini merupakan metode yang paling dekat dengan metode antropologi yang
baku. Individu-individu dipilih berdasar kriteria tertentu. Untuk mendapatkan sebanyak-
banyaknya variasi pengalaman mereka. Wawancara biasanya diselenggarakan di tempat
yang tidak asing bagi responden (orang yang diwawancara). Di sini tidak digunakan
daftar pertanyaan (kuesioner), dan wawancara berlangsung secara bebas seperti
percakapan biasa. Namun demikian, pewawancara tetap harus memiliki pedoman
wawancara yang tersimpan dalam ingatannya, sehingga dapat membimbing percakapan
kepada issu-issu tertentu. Agar tidak kaku, pewawancara tidak sibuk mencatat, melainkan
merekam pembicaraan menggunakan tape recorder. Setelah selesai wawancara, rekaman
itu kemudian ditranskripsi (ditulis) dan dikode menurut konsep-konsep yang dikaji.

1. Diskusi Kelompok Fokus

Diskusi Kelompok Fokus atau Focus Group Disccusion (FGD) melibatkan


sekelompok kecil orang (7-12 orang) yang menjadi sasaran pengkajian. Peserta tidak
dipilih secara acak (random) melainkan berdasar kriteria tertentu. Misalnya mereka yang
tidak pendiam dan senang berdiskusi, masing-masing diperkirakan memiliki sudut
pandang yang berbeda, dan lain-lain. Seorang fasilitator menggunakan butir-butir issu
yang telah ditetapkan merangsang para peserta diskusi untuk menyampaikan pandangan-
pandangan mereka dan membahasnya. Fasilitator ini biasanya dibantu oleh seorang
pencatat yang memperhatikan dan mencatat hal-hal penting sesuai dengan pedoman
pengkajian.

Umumnya diskusi tidak berlangsung lama, yaitu kira-kira satu setengah jam. Agar
FGD berjalan baik dan benar diperlukan pelatihan fasilitator dan pencatat. Fasilitator
harus pandai-pandai memandu jalannya diskusi, sehingga diskusi tidak didominasi oleh
satu atau dua orang saja. la juga tidak perlu terlalu kaku berpegang pada urutan butir-butir
issu yang menjadi pedomannya. Bilamana diskusi tentang suatu butir issu menyinggung
butir issu lain yang tidak berurutan, peluang itu tak boleh dilewatkan. Fasilitator dapat
segera mengajak peserta diskusi untuk membahas butir issu tadi. Sebagaimana dengan
wawancara, setelah selesai diskusi, hasil pencatatan kemudian dikode menurut konsep-
konsep yang dikaji.

114
2. Survei

Metode survei tidak dapat dijelaskan dengan baik dalam kesempatan yang terbatas
ini. Oleh karena itu, berikut ini hanya akan dijelaskan secara ringkas dua jenis survei
yang sering dilakukan di bidang kesehatan, yaitu (a) survei kesehatan rumah tangga, dan
(b) survei pengguna pelayanan kesehatan.

Survei Kesehatan Rumah Tangga

Survei ini merupakan pengkajian terhadap rumah tangga yang pemilihan sampelnya
dilakukan secara gabungan antara metode acak (random) dengan metode mengikuti
kriteria tertentu (purposive). Tujuannya adalah untuk mengungkap berbagai aspek
kesehatan dari keluarga, seperti kesakitan, perilaku dalam mencari pertolongan kesehatan,
dan pengeluaran keluarga untuk kesehatan.

Walaupun survei semacam ini dapat menghasilkan data yang sangat tinggi validitas
dan ketepatannya, tetapi memerlukan biaya yang besar dan waktu penyelenggaraan yang
lama. Karena merupakan data yang diperoleh dari sampel, maka untuk menggeneralisasi
hasilnya juga diperlukan kecermatan. Sejak tahun 1972, Departemen Kesehatan telah
melaksanakan enam kali Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), yaitu pada tahun
1972, 1980, 1985/86, 1992, 1995, dan 2001. Dua SKRT terakhir dilakukan secara terpadu
dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). BPS juga mengumpulkan data kesehatan dalam cakupan terbatas
melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang telah diselenggarakan
sebanyak empat kali, yaitu tahun 1991, 1994, dan 1997 dan 2003.

Survei Kesehatan Nasional

Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) adalah pengembangan dari SKRT, yaitu


pengintegrasian SKRT dengan Susenas dan SDKI. Surkesnas akan diselenggarakan
dalam siklus tiga tahunan, yaitu 2001, 2004, 2007, 2010, dan seterusnya. Pengintegrasian
dilakukan melalui pemakaian rancangan sampling yang sama, penggunaan format
instrumen (kuesioner) yang seragam, kolaborasi dalam persiapan survei,
pelatihan,pelaksanaan lapangan, dan pemanfaatan data.

115
Surkesnas akan melibatkan potensi Daerah dan diharapkan dapat digunakan sebagai
sarana advokasi dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan kemampuan Daerah.
Dengan demikian, model Surkesnas diharapkan dapat memacu kemauan dan kemampuan
Daerah untuk menyelenggarakan Survei Kesehatan Daerah (Surkesda).

Tujuan umum Surkesnas adalah tersedianya data kesehatan berbasis masyarakat


(community based) untuk keperluan perencanaan, pemantauan, dan penilaian program
pembangunan kesehatan. Secara khusus Surkesnas 2001 akan: (1) merancang modul
kesehatan untuk Susenas 2001 serta menganalisis dan melaporkan kajian kesehatan
berdasar data Susenas 2001, (2) merancang modul KIA sebagai bagian dari SDKI 2002
serta menganalisis dan melaporkan kajian kesehatan berdasar data SDKI 2002, (3)
merancang studi morbiditas SKRT 2001 serta melaksanakan pengumpulan data,
menganalisis dan melaporkan kajian data morbiditas, (4) merancang studi mortalitas
SKRT 2001 serta melaksanakan pengumpulan data, menganalisis dan melaporkan kajian
data mortalitas, (5) merancang studi tindak lanjut ibu hamil SKRT 2001 serta
melaksanakan pengumpulan data, menganalisis dan melaporkan kajian data ibu hamil.

Surkesnas diselenggarakan dengan prinsip jaringan, kolaborasi, kemitraan, dan


keterlibatan klien. Penanggung jawab Surkesnas adalah Departemen Kesehatan (c.q.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan) di mana terdapat Tim Peneliti Inti dan
Sekretariat. Untuk mendukung pelaksanaan Surkesnas di masing-masing Propinsi,
dibentuk Sekretariat Surkesnas Provinsi. Tenaga lapangan (pengumpui data) untuk SKRT
direkrut dari tenaga kesehatan di Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Puskesmas, yaitu
yang terdiri dari dokter iimum, bidan dan teknisi laboratorium. Sedangkan data kesehatan
pada modul kesehatan Susenas dan SDKI dikumpulkan oleh tenaga BPS (staf BPS,
mantis, dan mitra). Pembentukan Sekretariat Surkesnas Provinsi dan penggalangan tenaga
lapangan dari Daerah merupakan bagian dari upaya pemberdayaan Daerah dan awal
pengembangan kemampuan tenaga Daerah ke arah terselenggaranya Surkesda. Untuk
panduan lebih lanjut tentang bagaimana mengolah data Susenas untuk kepentingan
daerah dapat dirujuk Modul Pengolahan Data Susenas.

Survei Pengguna Pelayanan Kesehatan

Survei pengguna pelayanan kesehatan atau biasa disebut juga survei pemakai adalah
alat yang cukup efisien untuk mengkaji persepsi dari sebagian masyarakat yaitu mereka

116
yang menggunakan pelayanan kesehatan. Survei ini telah banyak digunakan dalam
rangka mengetahui kepuasan konsumen terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya
dan persepsi mereka terhadap mutu pelayanan tersebut. Penyederhanaan dari metode ini
adalah dalam bentuk penyediaan kotak-kotak keluhan/saran di unit-unit pelayanan
kesehatan. Namun demikian cara ini tidak begitu efektif karena sifatnya yang sangat tidak
terstruktur. Lamanya pengumpulan data tidak dapat diitetapkan dan jumlah respondennya
pun tidak tentu. Demikian pula issu yang masuk umumnya juga tidak terfokus.

3. Surveilans Demografik

Dampak upaya kesehatan dapat dirumuskan sebagai menurunnya kesakitan atau


menurunnya fertilitas. Sebagai ukuran kesakitan dapat digunakan morbiditas, seperti
misalnya kejadian dan lama berlangsungnya penyakit, tingkat ketidakmampuan akibat
sakit; atau mortalitas seperti misalnya angka kematian pada kelompok usia tertentu atau
menurut penyebabnya. Sebagai ukuran fertilitas, dampak dinyatakan dalam bentuk angka-
angka fertilitas pada usia tertentu dan angka fertilitas total sebagai ukuran tunggal
(integrasi dari angka-angka fertilitas usia tertentu). Kesemuanya itu dapat dikatakan
sebagai estimasi terhadap derajat kesehatan masyarakat.

Estimasi terhadap derajat kesehatan saat ini memegang peran penting dalam
perumusan kebijakan kcsehatan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

3. Sebagian besar kebijakan dan proyek kesehatan selalu mencantumkan rnening-


katnya derajat kesehatan sebagai tujuannya. Peningkatan derajat kesehatan ini
dinyatakan sebagai menurunnya angka mortalitas, morbiditas, atau fertilitas.

4. Penetapan prioritas pelayanan kesehatan didasarkan kepada kajian-kajian tentang


efektivitas-biaya, dengan menggunakan perbedaan antara derajat kesehatan saat
ini dan estimasi derajat kesehatan sesudah intervensi sebagai varaibel dampak.
Keputusan-keputusan yang diambil dan kelak berdampak jauh ke depan,
berlandaskan kepada estimasi ini.

5. Berdasar kepada estimasi efektivitas-biaya, ditetapkan pula paket-paket


pelayanan kesehatan dasar.

117
6. Dalam konteks peningkatan mutu pelayanan kesehatan, banyak orang
berpendapat bahwa dampak upaya kesehatan merupakan sesuatu yang penting
untuk diperhitungkan.

Walaupun indikator-indikator derajat kesehatan penting artinya bagi perumusan dan


penilaian kebijakan, namun indikator-indikator tersebut tidak pernah diukur secara
langsung. Terdapat lima alasan yang umumnya dikemukakan berkaitan dengan hal ini.
1. Banyak orang beranggapan bahwa dampak dari intervensi-intervensi kesehatan
dapat dinilai melalui panel dari ahli-ahli yang membahas hasil-hasil penelitian
yang berkaitan.

2. Biaya yang diperlukan untuk mengkaji dampak upaya kesehatan diperhitungkan


sangat tinggi.

3. Waktu yang diperlukan agar intervensi kesehatan menunjukkan dampaknya yaitu


3-5 tahun tidak memungkinkan dikumpulkannya data dampak dalam waktu
segera sebagaimana diharapkan oleh para pengambil keputusan

4. Banyak orang beranggapan bahwa indikator-indikator derajat kesehatan


merupakan hasil kerja berbagai sektor. Dengan demikian tidaklah relevan untuk
menyatakan bahwa perubahan dalam indikator derajat kesehatan harus
merupakan hasil perubahan dalam pclayanan kesehatan.

5. Terdapat cara lebih murah untuk mendapatkan informasi berharga mengenai


dampak upaya kesehatan, yaitu dengan menggunakan survei demografi dan
kesehatan

Penutup
Untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi manajemen kesehatan Daerah.
Sistem Informasi Kesehatan Daerah harus mengumpulkan data dengan berbagai metode
yang meliputi tidak hanya metode rutin, melainkan juga metode sewaktu-waktu.
Metode pengumpulan data sewaktu-waktu digunakan untuk mencari data guna
mengisi kesenjangan informasi yang didapat dari metode pengumpulan data rutin. Data
tertentu seperti data dampak kesehatan dan perilaku kesehatan memang sulit untuk
diperoleh melalui pengumpulan data rutin yang berbasis sarana/pelayanan kesehatan.
Pengumpulan data secara rutin akan dapat mencakup data seperti itu apabila diperluas
dengan memasukkan petugas kesehatan di desa (sanitarian atau bidan) dan kader

118
kesehatan sebagai pengumpul data dari masyarakat. Akan tetapi, survei cepat atau survei
biasa dapat pula digunakan untuk mengumpulkan data tersebut dari masyarakat di
wilayah kerja unit kesehatan secara sewaktu-waktu. Mungkin cara ini bahkan lebih murah
dibanding memperluas cakupan pelaporan rutin sampai ke masyarakat.
Instrumen pengumpulan data merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan karena
dari situlah bermula validitas dan keakuratan data. Oleh karena itu, pengelolaan
instrumen sejak dari perancangannya, pengetesan-nya, pencetakan dan distribusinya
harus dilaksanakan dengan cermat. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah
konsistensinya terhadap kebutuhan informasi, indikator, dan data yang telah ditetapkan di
tahap sebelumnya.

BAB 7
PROSES MENGOLAH DATAMENJADI INFORMASI

D
alam pengertian yang sederhana, Sistem Informasi Kesehatan adalah suatu
proses pengumpulan data, pengolahan data menjadi informasi, dan diseminasi
informasi dalam Sistem Kesehatan. Proses ini memerlukan kebijakan dan
melibatkan para petugas kesehatan serta sejumlah prosedur, dan mungkin juga
menggunakan bantuan komputer.
Sebagaimana disebutkan dalam Pokok Bahasan terdahulu, Sistem Informasi
Kesehatan memiliki seperangkat komponen yang saling berkait, yang dapat
dikelompokkan ke dalam dua entitas, yaitu (1) proses informasi, dan (2) manajemen
Sistem Informasi Kesehatan. Melalui proses informasi, data mentah (masukan) diolah dan
diubah menjadi informasi dalam bentuk yang "dapat digunakan" dalam pengambilan
keputusan (keluaran). Proses informasi ini dapat diurai menjadi: (1) pengumpulan data,

119
(2) pengiriman data, (3) pengolahan data, (4) analisis data, serta (5) penyajian data dan
informasi untuk digunakan dalam manajemen.
Dalam Pokok Bahasan ini akan kita telaah perihal pengiriman data, yaitu tentang
bagaimana data disalurkan di antara para pelaksana Sisiem Kesehatan. Selain itu juga
tentang pengolahan data, yaitu tentang bagaimana data mentah diproses dan diubah
menjadi informasi yang berguna dan dapat dimengerti oleh para petugas kesehatan.

Pengiriman Data
Dalam bentuknya yang paling sederhana, pengiriman data adalah penyaluran data
mentah dari suatu tingkat administrasi kesehatan atau dari lapangan ke tingkat
administrasi kesehatan lebih tinggi atau ke penyelenggara survei dalam suatu Sistem
Kesehatan, untuk diolah.

Disadari bahwa data mentah yang terkumpul di suatu tingkat administrasi atau dari
lapangan belum tentu sesuai bentuk ataupun mutunya dengan tindakan-tindakan yang
akan didukungnya dalam manajemen kesehatan. Oleh karena itu, untuk medapatkan
kesesuaian dengan manajamen kesehatan. data tersebut harus diolah sehingga menjadi
informasi yang berguna untuk mendukung tindakan-tindakan di tingkat administrasi yang
bersangkutan. Untuk data rutin, data itu harus dipilih dan kemudian data terpilih dikirim
ke tingkat administrasi lebih tinggi.

Jadi, pengiriman data pada dasarnya adalah proses bagaimana data ditransfer di
antara para pelaku Sistem Kesehatan, sehingga dijamin bahwa di setiap tingkat
administrasi, semua keputusan administratif, politis maupun manajerial didasarkan
kepada informasi yang sesuai. Tugas dari pengiriman data adalah menjamin tersedianya
data yang sesuai untuk pengambilan keputusan.

Suatu Sistem Informasi Kesehatan yang baik akan menjamin bahwa data yang
dikirim akan relevan tidak saja bagi pengambilan keputusan di tingkat administrasi lebih
tinggi, tetapi juga bagi manajemen sehari-hari di tingkat Puskesmas dan Rumah Sakit. Ini
berarti bahwa perhatian terhadap mutu data harus dimulai sejak dari tingkat "akar
rumput" (yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota).

Berikut kita akan membahas dua jenis pengiriman data, yaitu pengiriman data secara
vertikal dan pengiriman data secara horizontal. Pengiriman data vertikal adalah
pengiriman data dari suatu tingkat administrasi kesehatan atau dari lapangan ke tingkat
120
administrasi kesehatan di atasnya atau ke penyelenggara survei. Sedangkan pengiriman
data horizontal adalah pengiriman data dari satu pelaku ke pelaku Sistem Kesehatan yang
lain dalam satu tingkat administiasi.

1. Pengiriman Data Vertikal

Sebagaimana disebutkan di atas, pengiriman data vertikal berfokus pada transfer data
antar tingkat administrasi kesehatan dalam Sistem Kesehatan atau dari lapangan ke
penyelenggara survei. Dengan memperhatikan fungsi-fungsi manajemen sebagaimana
dibahas dalam Pokok Bahasan terdahulu, dapat disampaikan contoh-contoh pengiriman
data vertikal sebagai berikut.
2. Manajemen pasien/klien: rujukan rekam medik dari unit pelayanan kesehatan
dasar (Puskesmas) ke unit pelayanan kesehatan spesialistik (Rumah Sakit), atau
sebaliknya.

3. Manajemen unit kesehatan: pengiriman laporan ringkas tetapi cukup terinci


tentang persentase anak yang telah diimunisasi di suatu wilayah kerja Puskesmas
ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Atau pengiriman data tentang sikap masyarakat
terhadap pelayanan Puskesmas, dari lapangan ke penyelenggara survei di Dinas
Kesehatan.

4. Manajemen Sistem Kesehatan: pengiriman laporan ringkas tetapi cukup terinci


tentang kejadian penyakit dari Puskesmas-Puskesmas dan Rumah Sakit
Kabupaten ke Dinas Kesehatan Kabupaten dalam rangka surveilans penyakit.
Atau pengiriman data tentang kemampuan masyarakat membayar pelayanan
kesehatan, dari lapangan ke penyelenggara survei di Dinas Kesehatan Provinsi.
Bila diperhatikan kondisi saat ini, maka pengiriman data vertikal di daerah,
khususnya data rutin, akan mengikuti jalur komunikasi administratif (hirarkhis). Akan
tetapi bila komputerisasi Sistem Informasi Kesehatan di suatu Daerah Provinsi sudah
berhasil diwujudkan, sehingga setiap unit kesehatan telah memiliki komputer dan setiap
komputer sudah terhubung secara langsung ke komputer induk (server) di Dinas
Kesehatan Provinsi melalui jaringan komputer luas, maka bisa jadi akan terbentuk pola
pengiriman data vertikal yang non-hirarkhis.
Bila dibuat perbandingan antara pengiriman data vertikal dengan jalur administrasi
dan pengiriman data vertikal dengan jaringan komputer luas, memang jauh lebih baik
yang menggunakan jaringan komputer luas. Dengan menggunakan jaringan komputer
121
luas, pengiriman data menjadi jauh lebih cepat (boleh dikatakan "seketika"), mutu data
jauh lebih terjamin dan aksesibiltas terhadap data pun menjadi jauh lebih besar. Akan
tetapi penggunaan komputer dan jaringan luas untuk pengiriman data ini memang
menjadi lebih rumit penyiapan dan pemeliharaannya. Diperlukan keahlian khusus (yaitu
telematika) untuk penyiapan dan pemeliharaan itu. Biaya investasi mungkin lebih tinggi,
tetapi biaya operasional mungkin akan lebih rendah (karena tidak diperlukan lagi
pencetakan dan distribusi instrumen serta pengiriman fisik laporan).

5. Pengiriman Data Horizontal

Pengiriman data horizontal yang bermakna transfer data di antara pelaku Sistem
Kesehatan di satu tingkat administrasi cenderung untuk meningkat. Kecenderungan ini
akibat akan semakin baiknya kerjasama lintas sektor di suatu Daerah dalam rangka
mencapai visi Pembangunan Kesehatan di Daerah tersebut. Juga karena semakin
diharusskannya komuniasi antara unit-unit kesehatan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders), termasuk konsumen dan masyarakat umum.
Terdapat paling sedikit tiga fungsi yang didukung oleh proses pengiriman data
horizontal ini. Pertama, pengiriman data yang secara langsung dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan. Misalnya data tentang persepsi masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, data perubahan anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), dan lain-lain. Kedua, pengiriman data yang perlu diproses dulu sebelum
digunakan untuk pengambilan keputusan. Misalnya data mentah dari apotik-apotik, data
mentah dari sekolah-sekolah atau pesantren-pesantren, atau data mentah dari lintas sektor
lainnya. Ketiga, pengiriman umpan-balik, yaitu data yang berada di Bank Data Dinas
Kesehatan yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya yang
diperlukan oleh Bappeda untuk perencanaan APBD, yang diperlukan kantor Bupati untuk
menyusun laporan tahunan kepada DPRD, dan lain-lain.
Sebagaimana pengiriman data vertikal, pengiriman data horizontal juga dapat sangat
ditingkatkan kecepatan dan ketepatannya bila telah digunakan jaringan komputer luas.
Apa lagi jika Dinas Kesehatan atau unit-unit kesehatan telah dapat memanfaatkan Internet
untuk menyajikan datanya. Yaitu melalui pembuatan dan pengelolaan situs atau website
atau homepage di Internet.

Pengolahan Data

122
Tujuan dari pengolahan data adalah dihasilkan dan disajikannya informasi yang
dapat membantu proses pengambilan keputusan di setiap tingkat administrasi kesehatan.
Proses pengolahan data ini dapat dilakukan secara manual ataupun dengan menggunakan
bantuan komputer. Cara apa pun yang digunakan, pada dasarnya pengolahan data
mencakup tiga langkah pokok, yaitu: (1) pembersihan data, (2) pembuatan ringkasan
untuk analisis, dan (3) analisis data dan pengemasan informasi.

1. Pembersihan Data

Betapa pun, data mentah kerap kali mengandung hal-hal yang menyebabkan
kekurangtepatan atau kurang konsostensi. Pada umunya tidak ada data mentah yang
bebas dari kesalahan. Oleh karena itu, data mentah perlu dievaluasi, diverifikasi dan
diperbaiki (bila perlu). Sumber kesalahan yang umum dijumpai adalah akibat adanya
variabel yang tidak terisi (kosong), atau mungkin bahkan duplikasi. Juga akibat adanya
angka yang meragukan (misalnya seorang ibu hamil berusia 92 tahun), adanya
kontradiksi (misalnya seorang yang lahir tahun 1949 disebutkan berusia 25 tahun pada
tahun 2001), atau adanya inkonsistensi dengan apa yang telah diketahui (misalnya
dilaporkan adanya 10.000 kelahiran di suatu daerah yang diketahui jumlah wanita usia
suburnyn hanya 2.000 orang).

Jadi, pembersilian data akan menjamin proses transformasi data mentah ke dalam
tabel-tabel atau indikator-indikator akan berlangsung mulus tanpa gangguan akibat
adanya kesalahan (error). Untuk mengatasi kesalahan terdapat sejumlah yang dapat
ditempuh. Lembar laporan atau kuesioner survei dapat dirujuk ke register data atau kartu
rekam medik aslinya. Prosedur ―imputasi" atau penetapan isi variabel yang kosong
dapat dilakukan dengan menggunakan perkiraan yang cerdik (informed guesswork). Data
di dalam komputer dapat dibersihkan dengan menjalankan program pembersih data.
Namun harus disadari bahwa sebaik-baiknya upaya pembersihan kerap kali masih saja
ada kesalahan yang tersisa akibat tidak terdeteksi. Pembersihan data pada hakikatnya
adalah untuk memperkecil kesalahan yang ada, sehingga tidak menyesatkan pengambilan
keputusan.

2. Pembuatan Ringkasan untuk Analisis

123
Tahap kedua dari pengolahan data adalah pembuatan ringkasan data yang berupa
tabel-tabel yang berisi indikator. Tabel-tabel dan indikator- indikator ini nanti akan
digunakan untuk menganalisis dan mengemas informasi sesuai dengan kebutuhan. Oleh
karena itu pembuatan tabel-tabel juga harus memperhatikan arah analisisnya. Untuk
kepentingan analisis ke arah penyajian informasi tentang kesetaraan jendel misalnya,
tabel-tabel tertentu perlu menyediakan kolom terpisah bagi jenis kelamin berbeda.

Tabel adalah sajian data atau indikator dimana data atau indikator tersebut disusun
dalam baris- baris dan kolom-kolom sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan
perbandingan-perbandingan. Terdapat beberapa jenis tabel, yaitu:

6. Tabel Induk (Master Table). Tabel ini berisi semua data/indikator yang tersedia
dari suatu hal/keadaan secara terinci, sehingga orang dapat memperoleh
gambaran lengkap dalam satu tabel. Tabel ini biasanya digunakan sebagai dasar
untuk membuat tabel-tabel lain yang lebih singkat. Contohnya tabel induk yang
berisi data demografik penduduk suatu kecamatan (lihatLampiran).

7. Tabel Teks(Text Table). Tabel ini adalah tabel kecil berisi beberapa
data/indikator, yang kelak dapat diletakkan diantara uraian atau teks. Tabel teks
memang merupakan tabel yang akan disisipkan untuk memperjelas narasi atau
teks. Contohnya tabel teks yang berisi data tentang cakupan imunisasi lengkap
terhadap anak balita di suatu kecamatan (lihat lampiran).

8. Tabel Distribusi Frekuensi (Frequency Distribution Table). Tabel ini dapat


berupa Tabel Induk, tetapi dapat juga berupa Tabel Teks.Isinya adalah frekuensi
kelas-kelas atau golongan-golongan tertentu dari suatu hal/keadaan. Contohnya
adalah tabel distribusi frekuensi pasien suatu Puskesmas menurut golongan
umur(lihat lampiran)

Tabel yang dibuat harus memenuhi syarat tertentu, yaitu jelas, merupakan suatu
kesatuan (unitas), akurat, dan ekonomis. Bentuk tabel harus diatur sedemikian rupa
sehingga memperlihatkan semua isi tabel secara jelas dan terang. Jika dalam tabel
tersebut terdapat angka atau kolom yang ingin dibandingkan satu sama lain, maka hal
tersebut harus diungkapkan secara sistematik. Tiap tabel juga harus merupakan sebuah
unit. Pada hakikatnya tabel adalah jalan pintas untuk menyatakan fakta-fakta dan tiap

124
tabel harus merupakan suatu unit yang nyata tentang subyek yang ingin dipaparkan.
Jangan menggunakan sebuah tabel untuk membandingkan banyak hal dalam banyak
kategori, karena yang demikian itu akan membingungkan. Tiap butir dalam tabel harus
diperiksa beberapa kali, sehingga isi dari butir-butir tersebut benar-benar akurat. Tabel
juga harus ekonomis, yaitu tidak terlalu besar, walaupun juga tidak terlalu kecil.

3. Analisis Data dan Pengemasan Informasi

Setelah data diringkas dalam bentuk tabel-tabel, maka langkah selanjutnya adalah
memadukan data atau indikator yang terdapat dalam tabel-tabel tertentu sesuai dengan
informasi yang akan dihasilkannya. Kegiatan ini disebut dengan analisis data. Terdapat
empat jenis analisis data, yaitu: (a) analisis deskriptif, (b) analisis komparatif, (c) analisis
kecenderungan, dan (d) analisis hubungan.

9. Analisis Deskriptif adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel


sehingga dapat memberikan kejelasan tentang keadaan atau ciri-ciri sesuatu.
Misalnya kejelasan tentang bagaimana penggunaan pelayanan rawat inap Rumah
Sakit oleh masyarakat di suatu provinsi.

10. Analisis Komparatif adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel
sehingga dapat diperoleh perbandingan antara dua atau beberapa hal/keadaan.
Misalnya antara satu kecamatan dengan kecamatan lain, antara sektor pemerintah
dengan sektor swasta, dan lain-lain.

11. Analisis Kecenderungan adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel
sehingga dapat ditunjukkan perkembangan suatu hal/keadaan dari waktu ke
waktu. Misalnya perkembangan kunjungan Puskesmas dari bulan ke bulan atau
dari tahun ke tahun.

12. Analisis hubungan adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel
sehingga dapat ditunjukkan ada/tidaknya hubungan (biasanya kausal) antara satu
hal/keadaan dengan satu atau beberapa hal/keadaan lain yang dianggap sebagai
faktor pengaruhnya. Analisis ini dapat dilakukan secara hipotetik (berdasar teori
yang berlaku), tetapi dapat juga (lebih baik) dilakukan melalui penghitungan
statistik (misalnya dengan regresi).
Kegiatan analisis data tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mengemas informasi.
Artinya, dalam melakukan analisis data, sekaligus sudah harus diperhitungkan untuk
125
siapa hasil analisis itu akan diberikan. Sebagaimana dikemukakan di depan, informasi
yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Kesehatan akan diberikan kepada para pengambil
keputusan dari pihak-pihak yang berkepentingan pada umumnya (stakeholders).
Setiap kategori pemakai informasi tersebut pasti memiliki minat yang berbeda
karena masing-masing mengemban fungsi yang berbeda pula. Analisis tentang kasus
malaria di suatu Kabupaten misalnya, harus dikemas secara berbeda untuk konsumsi
Kepala Dinas Kesehatan, untuk konsumsi Bupati, atau untuk konsumsi Bappeda dan
DPRD. Untuk konsumsi Kepala Dinas Kesehatan yang akan memutuskan bagaimana
upaya pemberantasan malaria harus ditingkatkan, dapat disampaikan analisis deskriptif
tentang penyebaran kasus malaria menurut kecamatan, dan juga tentang sumber daya
yang tersedia.
Untuk konsumsi Bupati yang akan mengambil keputusan tentang perlu/tidaknya
peningkatan upaya pemberantasan malaria, informasi tentang malaria ini akan lebih
mengena bila dalam bentuk analisis kecenderungan jumlah kasus (misalnya menunjukkan
peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun) yang dilengkapi dengan analisis
komparatif (misalnya dibandingkan dengan Kabupaten tetangga). Untuk konsumsi
Bappeda dan DPRD yang akan memutuskan disetujui/tidaknya usulan anggaran
pemberantasan malaria, informasi tentang malaria akan lebih tepat dalam bentuk analisis
kecenderungan jumlah kerugian Daerah (dalam Rupiah) akibat semakin banyaknya
penduduk yang terserang malaria (sehingga tidak produktif untuk beberapa lama).
Terdapat berbagai macam bentuk kemasan atau sajian informasi. Bila informasi
sudah cukup jelas ditampilkan dalam bentuk tabel (misalnya tabel teks), maka biarkan
saja informasi tersebut dalam kemasan tabel. Tetapi informasi lain mungkin lebih tepat
bila dikemas dalam bentuk-bentuk lain, yaitu:
1. Histogram atau Bar Chart, yaitu sajian distribusi frekuensi yang berupa gambar
balok-balok. Interval kelasnya digambarkan sepanjang sumbu horisontal,
sedangkan frekuensinya digambarkan sepanjang sumbu vertikal. Kelas terendah
diletakkan paling kiri pada sumbu horisontal.

2. Poligon Frekuensi, yaitu sajian distribusi frekuensi untuk data yang bersifat
berlanjut (kontinyu). Data yang kontinyu apabila disajikan dalam bentuk
Histogram, balok-baloknyn akan berhimpitan (overlap), sehingga gambar bida
kelihatan ruwet. Agar tidak kelihatan ruwet, titik-titik tengah yang terletak di

126
puncak-puncak balok dihubungkan dengan garis lurus, kemudian bidang yang
terbentuk diblok/diwarnai/diarsir dan dinyatakan sebagai gambaran frekuensi.

3. Line Diagram, yaitu grafik yang berbentuk garis untuk menggambarkan


perkembangan atau perbandingan dua atau lebih hal/keadaan.

4. Bar Diagram, yaitu grafik yang berbentuk balok-balok untuk menggambarkan


perkembangan atau perbandingan beberapa hal/ keadaan. Terdapat tiga jenis Bar
Diagram yaitu Single Bars, Subdivided Bars, dan Multiple Bars.

5. Pie Diagram, yaitu grafik berbentuk lingkaran yang terbagi ke dalam beberapa
bagian untuk menggambarkan beberapa hal/keadaan yang merupakan bagian-
bagian dari suatu keseluruhan.

6. Scatter Diagram, yaitu grafik yang berupa kumpulan titik-titik yang berserak
yang menyajikan sepasang pengamatan (data) dari suatu hal/ keadaan (yang
diletakkan pada sumbu horisontal dan sumbu vertikal) untuk memperlihatkan
ada/tidaknya hubungan antara keduanya.

7. Pictogram, yaitu grafik yang berupa gambar bentuk-bentuk nyata seperti gambar
orang, gambar tempat tidur, gambar kapsul, dan lain-lain.

8. Peta, yaitu grafik yang diwujudkan dalam bentuk peta suatu daerah di mana
bagian-bagiannya menunjukkan distribusi frekuensi. Peta ini terutama digunakan
untuk menunjukkan distribusi sesuatu dikaitkan dengan geografi.

Contoh-contoh bentuk kemasan tersebut di atas dapat dilihat dalam Lampiran, dan untuk
panduan lebih lanjut tentang pengolahan data ini dapat dirujuk Modul Manajemen Data
Kesehatan.

Penggunaan Komputer

Dewasa ini komputer di sebagian besar wilayah Indonesia bukan lagi merupakan
barang langka. Namun demikian untuk menggunakan komputer dalam pengolahan data
atau Sistem Informasi Kesehatan, faktor-faktor berikut perlu dipertimbangkan:
1. Kerumitan analisis. Kerumitan yang dimaksud di sini bukan tentang prosedur
statistik, melainkan tentang cara dan bentuk penyajian setelah data diolah. Bila
kemasan informasi yang dihasilkan hanya dalam bentuk tabel belaka, maka
penggunaan komputer tidak terlalu perlu. Tetapi jika dikehendaki adanya kemasan-
127
kemasan informasi berupa grafik, chart, peta, dan lain-lain, maka penggunaan
komputer akan sangat membantu.
2. Berfungsinya sistem yang ada. Jika Sistem Informasi Kesehatan belum ditata
kembali sehingga berfungsi dengan baik, maka penggunaan komputer memang
"cost-effective". Tetapi bila Sistem Informasi Kesehatan masih tidak teratur, belum
didasarkan kepada kebutuhan informasi, data yang dikelola buruk mutunya, dan
belum mengacu kepada indikator-indikator yang sudah dibakukan sehingga tidak
mungkin dilakukan perbandingan-perbandingan, penggunaan komputer tidak
banyak artinya. Ada kata-kata bijak yang layak untuk diingat dalam hal ini, yaitu
"Jika Anda dapat melakukannya secara manual, penggunaan komputer akan
membuatnya lebih efisien. Tetapi jika Anda belum dapat melakukannya secara
manual, penggunaan komputer justru akan memperparah keadaan."
3. Volume data yang diolah. Jika volume data yang diolah sangat sedikit, penggunaan
komputer tidaklah efisien. Kecuali jika penggunaan komputer tersebut tidak hanya
untuk mengolah data, tetapi juga untuk menangani pekerjaan-pekerjaan
administrasi seperti mengetik, menyimpan arsip, dan lain-lain.
4. Tenaga Pengelola komputer. Jika di suatu tempat sulit didapatkan tenaga yang
mampu mengoperasikan dan memelihara komputer, maka penggunaan komputer
mungkin akan mengundang banyak masalah. Tetapi, mengangkat seorang yang
memiliki kemampuan khusus di bidang komputer kerapkali juga sulit karena
standar gaji yang tidak memadai. Jalan tengah yang mungkin ditempuh adalah
memberikan bekal tambahan di bidang komputer kepada tenaga statistisi.
Pembahasan tentang penggunaan komputer dalam pengolahan data atau dalam
Sistem Informasi Kesehatan selalu berdasar pada empat masalah penting, yaitu (1)
perangkat keras, (2) perangkat lunak, (3) pangkalan data, dan (4)jaringan.
1. Perangkat Keras
Dengan telah majunya teknologi komputer, dewasa ini komputer mikro menjadi
perangkat keras yang dapat digunakan di mana pun karena kemampuannya yang besar
dengan bentuk fisik yang kecil. Namun demikian, untuk lebih meningkatkan lagi
kemampuan komputer mikro itu, banyak perangkat keras lain yang dapat ditambahkan.
Oleh karena itu berikut ini akan disajikan secara singkat uraian tentang perangkat-
perangkat keras tersebut.
1. Komputer Mikro. Bila ingin aman, memang sebaiknya dibeli komputer mikro
yang bermerek (branded), seperti IBM, Compac, Hewlet-Packard, atau Acer.
128
Tetapi harga komputer bermerek ini memang relatif sangat tinggi. Oleh karena
itu, dapat saja dibeli komputer yang tidak bermerek (istilah populernya
"komputer jangkrik"), asalkan diperhatikan benar ciri-ciri pokoknya. Ciri-ciri
pokok itu meliputi kecepatan prosesor, kapasitas memori, dan kapasitas harddisk.
Komputer itu sebaiknya yang Modular sehingga mudah untuk mengganti
komponen-komponennya bila terjadi kerusakan atau bila ingin ditingkatkan
kemampuannya. Komponen-komponen yang biasanya diganti-ganti adalah
harddisk, floppy disk (disket) drives, video adapters, dan power supply. Sering
kali terdapat pula CD-ROM drive untuk memainkan Compact Disc.

2. Tenaga Listrik. Aliran listrik yang stabil sangat vital bagi komputer, karena
komponen-komponen dalam Central Processing Unit (CPU) komputer sangat
peka terhadap fluktuasi tenaga listrik. Jika tenaga listrik tidak stabil (tegangan
sering naik/turun), maka sebaiknya dipasang stabiliser. Bila aliran listrik sering
padam secara tiba-tiba, maka sebaiknya dipasang batere cadangan atau
uninterruptible power supply (UPS) untuk setiap komputer. Atau dapat pula
digunakan komputer notebook (portable) yang memiliki cadangan tenaga dari
batere. Bila memungkinkan dapat pula didayagunakan tenaga matahari (solar
panel) untuk power supply komputer. Guna mencegah kebakaran atau kerusakan
komputer, sebaiknya instalasi listrik memiliki kabel bumi (earth wires).

3. Pencetak (Printer). Terdapat tiga jenis pencetak (printer) yang dapat dipilih,
dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yaitu Dot matrix, Inkjet,
dan Laser. Tabel berikut meringkas kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing jenis printer.

Tabel 7.1 Jenis Printer dengan kelebihan dan kekurangannya

129
4. Jaringan. Bila dikehendaki hubungan antara satu komputer dengan komputer lain
secara lokal, maka dapat dipasang fasilitas jaringan lokal (local area network).
Yang saat ini cukup populer adalah fasilitas jaringan Ethernet atau 10Base-T.
Bentuk konfigurasi jaringannya biasanya adalah konfigurasi bintang,
menggunakan kabel seperti kabel telepon dengan penghubung-penghubung
(jacks) Modular yang dirangkai melalui serangkaian concentrator, jika jarak
antara satu komputer dengan komputer lain cukup jauh biasanya digunakan kabel
serat optik untuk menghubungkannya.

5. Modem. Dengan berkembangnya Internet, tampaknya bermanfaat pula bila


komputer yang ada dapat digunakan untuk mengakses Internet melalui telepon.
Untuk itu bagi setiap komputer perlu dipasang modem. Selain untuk mengakses
Internet, dengan dipasangnya modem, komputer dapat digunakan untuk
mengirim dan menerima pesan-pesan elektronik (electronic mail atau e-mail),
fax, dan files. Agar dapat bekerja secara leluasa, sebaiknya untuk hubungan
komputer ke komputer ini disediakan sambungan telepon tersendiri.

130
6. Penyimpan Cadangan Data. Untuk mencegah hilangnya data karena rusak atau
terhapus, sebaiknya disediakan sarana untuk menyimpan cadangan data (backup
data). Sarana ini dapat berupa portable tape drive atau Bernoulli-type portable
hard drive yang dihubungkan ke komputer melalui parallel port. Bila tidak, maka
setiap kali harus dilakukan penyimpanan cadangan data ke dalam floppy disk
(disket).

2. Perangkat Lunak

Perangkat lunak yang terbaik adalah yang dibuat khusus untuk Sistem Informasi
Kesehatan yang sedang dikembangkan. Namun perlu disadari bahwa pembuatan
perangkat lunak khusus ini, bila menggunakan jasa pembuat perangkat lunak (software
house), memerlukan biaya yang cukup banyak. Oleh karena itu berikut ini disajikan
uraian secara ringkas tentang perangkat-perangkat lunak standar, yang dapat digunakan
dalam komputerisasi Sistem Informasi Kesehatan.
1. Perangkat Lunak Otomasi Perkantoran. Walaupun komputerisasi yang dilakukan
adalah dalam rangka Sistem Informasi Kesehatan, perangkat lunak otomasi
perkantoran diperlukan juga. Terutama untuk tujuan pembuatan laporan naratif.
Perangkat lunak dari jenis ini yang harus dimiliki minimal adalah paket pengolah
kata (word processor) dan electronic spread-sheet. Kedua paket tersebut dapat
pula dimanfaatkan untuk keperluan berjaringan, yaitu misalnya diintegrasikan
dengan pelayanan jaringan dalam rangka e-mail. Untuk panduan lebih lanjut
tentang hal ini dapat dirujuk Modul Otomasi Perkantoran dalam Bidang
Kesehatan dan Modul Petunjuk Penggunaan E-mail.

2. Perangkat Pengembangan Aplikasi. Sebagian besar perangkat lunak untuk


aplikasi Sistem Informasi Kesehatan dibuat dengan menggunakan perangkat
lunak manajemen pangkalan data komersial generasi ketiga dan keempat untuk
komputer mikro. Bahasa-bahasa pemrograman tingkat rendah seperti C atau
Pascal juga digunakan, tetapi penggunaannya membutuhkan keahlian yang tinggi
dalam pemrograman komputer. Di samping itu, perangkat lunak yang dihasilkan
cenderung sulit untuk modifikasi dan pemeliharaannya. Sebagian besar perangkat
lunak untuk aplikasi Sistem Informasi Kesehatan juga dibuat dengan perangkat
lunak yang dapat mengkompilasi program-program yang boleh digunakan tanpa
membayar royalti atau lisensi.

131
3. Perangkat Lunak Manajemen Pangkalan Data. Perangkat lunak apa pun yang
digunakan untuk manajemen pangkalan data, hendaknya diingat agar perangkat
lunak itu mudah digunakan. Mudah yang dimaksud di sini termasuk pengertian
"user friendly" atau interaktif, yaitu membimbing pemakainya, sehingga mereka
yang awam komputer pun dapat menggunakannya. Akan lebih baik jika bahasa
yang digunakan untuk interaksi adalah bahasa Indonesia. Untuk panduan lebih
lanjut tentang hal ini dapat dirujuk Modul Manajemen Pangkalan Data.

4. Perangkat Lunak Analisis Statistik. Untuk dapat menganalisis data secara efektif,
ke dalam komputer sebaiknya dipasang perangkat lunak analisis statistik. Di
pasar dapat dijumpai banyak paket perangkat lunak ini. Untuk analisis sederhana
di Puskesmas misalnya, Epi Info cukup memadai. Perangkat lunak yang dibuat
oleh Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat ini mudah
digunakan khususnya untuk menganalisis data survei epidemiologis kecil-
kecilan. Misalnya pada saat terjadinya wabah di suatu desa. Perangkat lunak ini
memiliki berbagai macam alat untuk membuat kuesioner, memasukkan (entri)
data, menganalisis data, dan membuat sajian dalam bentuk tabel atau grafik.
Karena sudah menjadi milik masyarakat (public domain), maka untuk
memperolehnya pun tidak memerlukan banyak biaya. Perangkat lunak komersial
yang saat ini juga banyak pemakainya adalah Microsoft Excel. Jika data yang
diolah cukup banyak, maka perlu dipasang paket perangkat lunak yang lebih
canggih seperti SAS, JMP, atau SPSS. Untuk panduan lebih lanjut tentang
penggunaan Epi Info dan SPSS dapat dirujuk Modul Penggunaan Epi Info dan
Modu Penggunaan SPSS.

5. Perangkat Lunak Informasi Geografi. Bentuk analisis yang semakin dirasakan


pentingnya dalam Sistem Informasi Kesehatan adalah analisis yang berkaitan
dengan penyebaran dan kecenderungan geografis dari pelayanan kesehatan.
Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis ini adalah yang dikenal dengan
perangkat lunak Geographic Information System (GIS). Perangkat lunak ini
sangat membantu dalam pemetaan penyebaran dan cakupan dari pelayanan
kesehatan. Juga sebagai alat untuk mengidentifikasi sasaran kegiatan pelayanan
kesehatan berdasarkan wilayah kerja. Beberapa perangkat lunak GIS telah dibuat
oleh lembaga-lembaga non-komersial,seperti misalnya IDRISI oleh dark
University, PopMap oleh United Nation Population Fund, dan Epi Map oleh
132
WHO bekerjasama dengan Centers for Disease Control and Prevention. Untuk
panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk Modul Penggunaan Sistem
Informasi Geografis.

6. Perangkat Lunak Penyajian Grafik. Penyajian dalam bentuk grafik memegang


peran penting dalam Sistem Informasi Kesehatan. Walaupun sejumlah perangkat
lunak pengolah kata dan spreadsheet juga dapat menghasilkan grafik, ada baiknya
juga dimiliki perangkat lunak yang khusus menghasilkan grafik. Perangkat lunak
semacam ini akan sangat membantu pada saat diselenggarakan penyajian
multimedia atau penayangan slides. Yang saat ini cukup banyak digunakan
adalah Power Point, juga Harvard Graphic, Corel, dan lain-lain. Untuk panduan
lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk buku-buku petunjuk (manual)
penggunaan perangkat lunak yang ingin digunakan.

7. Perangkat Lunak Utilitas. Salah satu perangkat lunak utilitas yang semakin
dirasakan pentingnya adalah perangkat lunak antivirus. Perangkat lunak antivirus
seperti Norton, McAfee Virus Scan, dan lain-lain sebaiknya dipasang di setiap
komputer untuk mencegah masuknya virus ke dalam komputer tersebut. Akan
tetapi, oleh karena virus-virus baru selalu muncul, maka sebaiknya perangkat
lunak antivirus itu diperbarui secara berkala. Kini perbaruan perangkat lunak
antivirus dapat dilakukan melalui Internet. Perangkat lunak utilitas lain yang
perlu adalah misalnya perangkat lunak untuk perbaikan perangkat keras
(hardware troubleshooting), perangkat lunak untuk membuat data cadangan
(backup), perangkat lunak untuk pemeliharaan harddisk, dan perangkat lunak
untuk komunikasi. Untuk panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk buku-
buku petunjuk (manual) penggunaan perangkat lunak yang ingin digunakan.

8. Pangkalan Data

Pangkalan data adalah sekumpulan data yang disimpan dalam komputer secara
teratur sehingga dapat dilakukan penemuan kembali secara mudah dan cepat Dalam suatu
pangkalan data dapat disimpan, ditemukan kembali, dan dimodifikasi banyak sekali data.

Terdapat dua jenis pangkalan data, yaitu (a) pangkalan data tree structured dan (b)
pangkalan data relasional. Pangkalan data tree structured menyimpan data secara
hirarkhis, di mana setiap butir dalam pangkalan data disusun secara logik Yaitu misalnya,
"Kabupaten" berisi "Kecamatan", dan "Kecamatan" berisi "Desa". Pangkalan data
133
relasional tersusun dari beberapa satuan (entitas) yang mirip seperangkat catatan
(records). Misalnya "Entitas Anak" berisi empat bidang (field) yaitu "Nama", "Umur",
"Berat Waktu Lahir", dan "Nama Ibu". Entitas ini akan berkait dengan "Entitas Ibu" yang
berisi empat bidang, yaitu "Nama", "Umur", "Status Kesehatan", dan "Alamat". Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 7.1.

Gambar7.1 Pangkalan Data Tree Structured dan Relasional

Dalam pangkalan data tree structured, data dapat disusun secara (a) sekuensial atau (b)
tree structured. Untuk jelasnya dapat disimak Gambar 7.2.

Gambar 7.2. Susunan data dalam pangkalan data tree structured

134
Misalnya kita akan mencari kembali suatu catatan/rekaman (record) yang berisi
tentang Desa 3, yang ada di Kecamatan b, Kabupaten N. Bila data tersusun secara
sekuensial, maka komputer akan membaca record demi record – Aa1, Aa2, Aa3, Ab1,
dan seterusnya sampai ketemu record Nb3. Proses pencarian kembali tersebut akan lebih
cepat bila data tersusun secara tree structured. Dalam hal ini komputer mula-mula akan
mencari di strata "Kabupaten" sampai menemukan Kabupaten N. Setelah itu, computer
akan menelusur Kecamatan, tetapi hanya Kecamatan yang ada di Kabupaten N, sampai
menemukan Kecamatan b. Selanjutnya komputer akan menelusur Desa-desa yang ada di
kecamatan b sampai ketemu Desa 3.

Dalam pangkalan data relasional, pencarian kembali data akan berlangsung secara
berbeda. Misalnya kita ingin menemukan record tentang ibu yang memiliki bayi dengan
berat badan waktu lahir 2.000 gram. Dalam hal ini pertama-tama komputer akan
menggabung "Entitas Anak" dengan "Entitas Ibu" sehingga diperoleh "Entitas Baru".
Penggabungan ini dengan menggunakan field "Nama Ibu" yang merupakan field yang
sama-sama dimiliki baik oleh "Entitas Anak" maupun "Entitas Ibu". Records yang berada
dalam "Entitas Baru" kemudian ditelusur, sehingga ditemukan Ibu-ibu yang memiliki
Anak dengan Berat Lahir 2.000 gram. Secara umum dapat dikatakan bahwa banyak data
set statistik yang memiliki struktur mirip dengan susunan pangkalan data realasional.
Untuk panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk Modul Manajemen Pangkalan
Data.

4. Jaringan
Jaringan atau network adalah gabungan komputasi dengan komunikasi, yaitu suatu
sistem komputer yang memungkinkan seorang pemakai yang menggunakan terminal di
tempat yang terpisah dapat berinteraksi secara elektronik dengan komputer pusat.
Interaksi ini dilakukan dengan menggunakan modem dan sambungan telepon atau
perangkat lain. Sebuah komputer dapat bertukar informasi dengan komputer-komputer
lain dan bahkan "meminjam" processing unit-nya melalui sebuah janngan.
Terdapat beberapa jenis jaringan menurut tatanan fisiknya atau topologinya. Yang
cukup dikenal ada tiga, yaitu (a) topologi bintang, (b) topologi cincin, dan (3) topologi
bus. Topologi Bintang adalah tatanan di mana setiap komputer terminal dihubungkan
secara langsung dengan komputer pusat yang berfungsi sebagai prosesor dan pengatur
pengiriman data dari satu terminal ke terminal lain. Topologi cincin adalah tatanan

135
dimana semua komputer dalam janngan berhubungan secara setara dalam suatu lingkaran,
dan setiap paket data berjalan mengelilingi lingkaran dengan membawa "tanda" yang
menunjukkan terminal mana pengirim atau penerima data tersebut. Sedangkan Topologi
Bus adalah tatanan yang merangkai semua komputer dalam jaringan dengan satu kabel
"tulang punggung" (backbone) yang memiliki penghenti sinyal (signal terminator) di
kedua ujungnya. Konfigurasi ini dikenal juga sebagai Ethernet, yang merupakan salah
satu jaringan paling disukai saat ini. Lebih jelasnya dapat disimak Gambar 7.3.
Gambar 7.3. Topologi-topologi jaringan komputer

Jaringan lokal atau local area network (LAN) adalah jaringan yang menghubungkan
sejumlah komputer dalam satu gedung menggunakan kabel atau gelombang radio.
Sedangkan jaringan luas atau wide area network (WAN) adalah jaringan yang
menghubungkan sejumlah komputer dengan fasilitas komunikasi jarak jauh. Dalam LAN
terdapat satu komputer pusat yang disebut server, yang mengendalikan jaringan dan
biasanya dilengkapi dengan program-program komputer yang umum dipakai dan
pangkalan data.

WAN menghubungkan komputer-komputer di berbagai tempat yang berjauhan


melalui sambungan telepon, gelombang mikro, atau Internet. Internet adalah sebuah
jaringan skala dunia dari jaringan- jaringan komputer. Saat ini sudah lebih dari 100 juta
136
komputer tergabung dalam Internet untuk saling bertukar informasi dengan topik-topik
yang tak terhingga banyaknya. Kita dapat mengakses berbagai macam informasi yang
bermanfaat yang berada di tempat atau bahkan negara lain dengan "mengunjungi
homepage yang terpampang di World Wide Web (WWW). WWW inilah yang akan
memberitahu kita lokasi elektronik dari sumber informasi tertentu yang ditulis dengan
HTML (hypertext markup language). Sudan tentu, kita pun dapat membuat homepage
untuk menyajikan informasi yang kita miliki agar dapat diakses oleh siapa pun.

Penutup

Telah dibahas tiga hal penting dalam kaitannya dengan manajemen data, yaitu
mengupayakan mutu data, pengiriman data, dan pengolahan data. Pembahasan tentang
mutu data berkisar pada hal-hal yang dapat mempengaruhi mutu data dan bagaimana
upaya untuk mendapatkan data yang baik. Pembahasan tentang pengiriman data
menyangkut perihal bagaimana data ditransfer di antara pelaku-pelaku Sistem Kesehatan
dalam rangka mengupayakan agar keputusan-keputusan baik administratif, politik
maupun manajemen didasarkan kepada informasi yang dapat diandalkan (realible).
Dalam hal ini telah dibahas pengiriman data secara vertikal dan pengiriman data secara
horizontal. Sedangkan pembahasan tentang pengolahan data menyangkut perihal
bagaimana data mentah diproses untuk mengubahnya menjadi informasi yang berguna
bagi para pelaku Sistem Kesehatan. Dalam pembahasan ini tercakup uraian tentang
pembersihan data, pembuatan tabel-tabel sebagai ringkasan data, dan pembuatan sajian-
sajian informasi dalam berbagai bentuk.
Telah dibahas pula tentang penggunaan komputer dalam pengolahan data pada
khususnya dan Sistem Informasi Kesehatan pada umumnya.

137
BAB 8
MANAJEMEN SISTEMINFORMASI KESEHATAN

M
engelola Sistem Informasi Kesehatan, sebagaimana mengelola sistem-
sistem yang lain, memerlukan manajemen yang baik. Oleh karena Sistem
Informasi Kesehatan harus terdapat di semua tingkat administrasi kesehatan
(Operasional, Kabupaten/Kota, dan Provinsi), maka manajemen Sistem Informasi
Kesehatan pun harus diselenggarakan di semua tingkat administrasi kesehatan tersebut.
Pokok Bahasan ini tidak akan menguraikan perihal manajemen secara ilmiah dan
berpanjang-panjang, melainkan hanya akan membahas hal-hal yang bersifat praktis.
Asumsinya, semua peserta sudah memahami uraian secara teoritis tentang manajemen
secara umum.

Pengertian Manajemen Sistem Informasi Kesehatan

Harold Koontz, seorang pakar manajemen, menyatakan bahwa manajemen itu dapat
didekati dari berbagai sudut, yaitu (1) dari sudut proses, (2) dari sudut empiris, (3) dari
sudut perilaku manusia, (4) dari sudut sistem sosial, (5) dari sudut teori keputusan, dan
(6) dari sudut matematik.
Dari sudut proses dikatakan bahwa "manajemen adalah proses mengupayakan agar
segala sesuatu dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang bekerja dalam suatu
organisasi." Dari sudut empiris dikatakan bahwa "manajemen adalah kajian terhadap
pengalaman-pengalaman dalam memecahkan masalah untuk diterapkan dalam situasi/
yang lain". Dari sudut perilaku manusia dikatakan bahwa "karena manajemenbersangkut-
paut dengan manusia, maka inti dari manajemen adalah hubungan pribadi antar manusia".
Dari sudut sistem sosial dikatakan bahwa "manajemen harus memperhatikan saling-kait
antar berbagai budaya yang dibawa oleh anggota-anggota organisasi". Dari sudut teori
keputusan dikatakan bahwa "gerak dari manajemen ditentukan oleh kecepatan dan
ketepatan dalam pengambilan keputusan-keputusan‖. Sedangkan dari sudut matematik
dikatakan bahwa "pengambilan keputusan dapat didukung dengan model-model
matematik seperti riset operasi, dan lain-lain". Kesemuanya itu juga berlaku bagi
manajemen Sistem Informasi Kesehatan.

138
Selanjutnya Harold Koontz menyatakan bahwa sebagai suatu proses, manajemen
terdiri atas kegiatan-kegiatan: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pengem-bangan
tenaga, (4) bimbingan dan pengarahan, serta (5) pengendalian. Hal ini pun berlaku pula
bagi manajemen Sistem Informasi Kesehatan.
Theo Lippeveld, Rainer Sauerbom, dan Claude Bodart dalam buku Design and
implementation of health information system (WHO, 200) menyatakan bahwa pada
hakikatnya apa yang dilakukan dalam kegiatan-kegiatan manajemen adalah berkaitan
dengan sumber daya. Dalam tahap perencanaan, maka yang dilakukan adalah menetapkan
pengalokasian dana, tenaga, peralatan, waktu, dan lain-lain untuk mencapal tuiuan yang
telah ditetapkan. Dalam pengorganisasian dan pengembangan tenaga, yang dilakukan
adalah menetapkan pembagian tugas dan fungsi dan orang-orang atau kelompok-
kelompok orang, yang kemudian diwadahi dalam suatu struktur. Dalam bimbingan dan
pengarahan, yang dilakukan adalah mengupayakan keseimbangan antara sumber daya
manusia dengan sumber daya lain, agar tenaga-tenaga yang ada dapat bekerja dengan
baik. Selain itu juga diciptakan organisasi pembelajaran dan diterapkan teknik-teknik
motivasi yang sesuai bagi orang-orang yang bekerja. Sedangkan dalam pengendalian,
yang dilakukan adalah penetapan kebijakan dan peraturan-peraturan yang diperlukan
sebagai rambu-rambu agar orang-orang selalu bekerja dalam koridor yang sesuai untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Atas dasar ini maka mereka menyatakan bahwa
walaupun manajemen Sistem Informasi Kesehatan secara terinci mungkin berbeda antara
satu Daerah dengan Daerah lain, tetapi pada hakikatnya sama, yaitu secara konseptual
membutuhkan suatu struktur manajemen. Struktur manajemen terhadap Sistem Informasi
Kesehatan mencakup paling sedikit dua komponen yaitu (1) sumber daya, dan (2)
peraturan perundang-undangan. Pengembangan kedua komponen inilah yang berbeda
antara satu Daerah dengan Daerah lain, dan bervariasi pula dalam keluasan serta
kedalamannya.
Sumber daya penting yang harus diperhatikan meliputi tenaga, perangkat keras
komputer, perangkat lunak komputer, bahan-bahan, dan dana. Sedangkan peraturan
perundang-undangan diperlukan untuk menjamin penggunaan yang optimum terhadap
sumber daya bagi Sistem Informasi Kesehatan.

Kebutuhan Sumber Daya

139
Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan tidak hanya harus mempertimbangkan
kebutuhan informasi, melainkan juga sumber daya yang tersedia di suatu daerah.
Keberhasilan atau kegagalan Sistem Informasi Kesehatan di waktu-waktu yang lalu
banyak berkaitan dengan masalah-masalah sumber daya di tingkat operasional (yang
merupakan titik menentukan dalam pengumpulan data) dan juga di tingkat
Kabupaten/Kota.
1. Tenaga
Di banyak Daerah, kalau tidak boleh dikatakan semua Daerah, proses pengumpulan
data merupakan sesuatu yang sangat mengganggu. Perawat atau bidan harus
menghabiskan waktu berhari-hari untuk mengisi laporan. Padahal waktu itu sebenarnya
sangat berharga bagi pelayanan pasien atau klien. Oleh karena itu dalam penataan
kembali Sistem Informasi Kesehatan, haruslah diingat bahwa tugas utama pemberi
pelayanan kesehatan adalah melayani pasien/klien. Tugas mencatat data haruslah
dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu tugas utama tersebut.
Sedangkan untuk tugas membuat laporan sebaiknya dipertimbang-kan adanya tenaga
khusus (misalnya Statistisi) yang sekaligus mengelola Sistem Informasi Kesehatan.
1. Di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar
Di unit pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas, tenaga kesehatan bertugas
melaksanakan manajemen pasier/klien agar dapat dicapai pelayanan kesehatan kuratif dan
preventif yang efektif. Oleh karena itu tugas-tugas administratif, termasuk pencatatan
data, haruslah sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu tugas melayani
pasien/klien. Mengumpulkan data yang dapat dan harus digunakan setempat untuk
menjaga dan meningkatkan pelayanan kesehatan adalah tugas utama dari pengelola
Sistem Informasi Kesehatan di unit itu. Mengumpulkan data di luar itu hanya akan
menambah beban dan merupakan pemborosan tenaga yang sebenarnya terbatas.
Pembagian tugas di bidang informasi kesehatan antara tenaga kesehatan dan tenaga
informasi (misalnya Statistisi) di unit pelayanan kesehatan dasar adalah sebagai berikut.
Tenaga kesehatan;
1. Mencatat data pasien/klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang
diselenggarakannya,

2. Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan
menyerahkannya kepada Statistisi.
Statistisi:

140
1. Mengagregat data harian yang diserahkan oleh para petugas kesehatan.

2. Membuat laporan bulanan/kuartalan ke Dinas Kesehatan.

3. Menghitung cakupan wilayah untuk pelayanan-pelayanan penting dan membuat


petanya.

4. Memantau indikator-indikator kunci menggunakan grafik, tabel atau bentuk-


bentuk lain.

5. Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi untuk manajemen


dan mendiskusikannya dengan Pimpinan Unit.

6. Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi untuk masyarakat


dan mendiskusikannya dengan para kader dan pemuka masyarakat.

7. Membantu para kader untuk menyelenggarakan sensus, registrasi vital, dan survei
mawas diri.
Apabila Statistisi yang bersangkutan tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang
kesehatan, maka keterlibatan Pimpinan Unit atau tenaga kesehatan yang ditugasi, sangat
penting dalam analisis data.
3. Di Rumah Sakit Kabupaten/Kota
Rumah Sakit memerlukan Sistem Informasi Kesehatan yang tugas utamanya
melayani fungsi-fungsi klinik dan administratif yang secara langsung dapat meningkatkan
mutu pelayanan. Fungsi klinik mencakup rekam medik, hasil diagnosis, akses kepada
kode diagnosis dan prosedur standar (misalnya ICD-10), catatan untuk informasi esensial
tentang pasien (evaluasi terhadap risiko obstetrik), atau peringatan bila terjadi
ketidaksesuaian obat dan kontra indikasi. Sedangkan fungsi administratif mencakup arus
pasien antara registrasi dan instalasi-instalasi, akuntansi dan penagihan, serta inventarisasi
perbekalan farmasi.
Sistem Informasi Kesehatan di Rumah Sakit memantau kondisi keuangan Rumah
Sakit, mutu pelayanan, jenis dan volume pelayanan, lama perawatan, angka kematian,
dan angka kesakitan.
Sebagaimana di unit pelayanan kesehatan dasar, tugas pencatatan data pelayanan di
Rumah Sakit juga dibebankan kepada para pemberi pelayanan kesehatan atau tenaga
kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain). Selanjutnya pengelolaan
data rekam medik itu sebaiknya diserahkan kepada tenaga khusus, yaitu Perekam Medik.

141
Sedangkan tugas pencatatan data administratif dibebankan kepada tenaga administratif
(tata usaha, kepegawaian, logistik, dan lain-lain). Selanjutnya pengelolaan catatan data
administratif sebaiknya diserahkan kepada tenaga khusus, yaitu Statistisi. Perekam Medik
dan Statistisi ini secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sistem
Informasi Kesehatan dari Rumah Sakit yang bersangkutan.
Pembagian tugas di bidang informasi kesehatan antara tenaga kesehatan, tenaga
administrasi, dan tenaga informasi (yaitu Perekam Medik dan Statistisi) di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut.
Tenaga Kesehatan:
1. Mencatat data pasien/klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang
diselenggarakannya.

2. Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan
menyerahkannya kepada Perekam Medik.
Tenaga Administrasi:
1. Mencatat data administrasi sebagai bagian dari pelayanan administratif yang
diselenggaraknnya.
2. Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan
menyerahkannya kepada Statistisi.
Tenaga Informasi (Perekam Medik dan Statistisi):
1. Mengagregat data harian pasien dan data harian administrasi yang diserahkan
oleh tenaga kesehatan dan tenaga administrasi.

2. Membuat laporan bulanan/tiga bulanan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Memantau kegiatan-kegiatan Rumah Sakit yang esensial (penerimaan pasien,


lama perawatan, kematian, waktu tunggu, dan waklu pelayanan).

4. Memantau kesehatan keuangan Rumah Sakit (khususnya Cost Recovery).

5. Mengevaluasi berfungsinya sistem rujukan.

6. Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi dan mendis-


kusikannya dengan Pimpinan Rumah Sakit.

7. Mengupayakan penggunaan informasi untuk peningkatan mutu pelayanan Rumah


Sakit.
8. Di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
142
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus memberikan dukungan informasi kepada
unit-unit kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, dan lain-lain) di wilayahnya. Di samping
itu, Sistem Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota juga harus
menyediakan informasi bagi manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota, yaitu dengan
memenuhi kebutuhan informasi dari Kepala Dinas Kesehatan, Forum Kerjasama Lintas
Sektor, dan pihak-pihak berkepentingan (stake holders) lainnya.
Di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebaiknya diangkat minimal dua orang
Statistisi senior (paling rendah Ajun Statistisi Muda, golongan II/d) sebagai tenaga purna-
waktu pengelola Sistem Informasi Kesehatan yang purna-waktu. Walaupun tugas-tugas
yang ada mungkin dapat ditangani hanya oleh seorang Statistisi, tetapi sebaiknya
diangkat dua orang Statistisi. Hal ini agar tugas tetap dapat dijalankan apabila salah
seorang dari mereka berhalangan. Lagi pula, dengan dikerjakan oleh dua orang tugas-
tugas akan lebih cepat selesai dan mutunya mungkin dapat lebih baik. Akan lebih baik
lagi bila untuk Sistem Informasi Kesehatan di Kabupaten/Kota dapat diperbantukan
secara paruh-waktu tenaga Epidemiolog.
Tenaga pengelola Sistem Informasi Kesehatan sebaiknya dilibatkan dalam kegiatan
bimbingan dan supervisi ke unit-unit kesehatan, karena mereka juga harus memberikan
bimbingan dalam pengumpulan data. Adapun-tugas mereka secara lebih lengkap adalah
sebagai berikut:
1. Mengagregasi data yang dikirim (melalui laporan) oleh unit-unit kesehatan.

2. Mengumpulkan data dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan.

3. Memantau indikator-indikator kunci dan menyusun Profil Kesehatan


Kabupaten/Kota serta mendistribusikannya.

4. Membuat laporan tiga bulanan ke Dinas Kesehatan Provinsi.

5. Membuat dan atau meremajakan peta cakupan pelayanan wilayah Kabupaten/Kota.

6. Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi dan mendis-kusikannya


dengan Kepala Dinas Kesehatan, Kepala-kepala Subdinas Kesehatan dan Forum
Kerjasama Lintas Sektor.

7. Melakukan bimbingan dan supervisi kegiatan informasi kesehatan di unit-unit


kesehatan.

8. Di Dinas Kesehatan Provinsi


143
Dinas Kesehatan Provinsi bertugas mengkoordinasikan, mengawasi dan
membimbing Dinas-dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Demikian juga dalam hal
pengembangan Sistem Informasi Kesehatan. Informasi yang dihasilkan juga harus dapat
memenuhi kebutuhan untuk penyelenggaraan manajemen Sistem Kesehatan Provinsi,
yaitu kebutuhan dari Kepala Dinas Kesehatan, para Kepala Subdinas Kesehatan, dan
Forum Kerjasama Lintas Sektor.
Di Dinas Kesehatan Provinsi sebaiknya juga diangkat minimal dua orang Statistisi
senior (paling rendah Ajun Statistisi Madya, golongan III/a) sebagai tenaga purna-waktu
pengelola Sistem Informasi Kesehatan. Juga akan lebih baik apabila dapat diperbantukan
secara paruh-waktu tenaga Epidemiolog senior.
Tugas Statistisi di Dinas Kesehatan Provinsi ini adalah sebagai benkut:
1. Mengagregasi data yang dikirim (melalui laporan) oleh Dinas-dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
2. Mengumpulkan data dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan

3. Memantau indikator-indikator kunci dan menganalisis variasi besaran indikator


antar Kabupaten/Kota.

4. Menyusun Profil Kesehatan Provinsi dan mendistribusikannya.

5. Membuat laporan tiga bulanan ke Departemen Kesehatan.

6. Membuat dan atau meremajakan peta cakupan pelayanan wilayah Provinsi.

7. Mengolah dan menganalisis data serta menyajikan informasi dan mendiskusi-


kannya dengan Kepala Dinas Kesehatan, Kepala-kepala Subdinas Kesehatan, dan
Forum Kerjasama Lintas Sektor.

8. Melakukan bimbingan dan supervisi kegiatan informasi kesehatan di Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota.
9. Pelatihan Tenaga
Efektivitas Sistem Informasi Kesehatan dalam menyediakan dukungan informasi
kepada para pengambil keputusan, manajer, dan pemberi pelayanan kesehatan tergantung
kepada adanya tenaga-tenaga pengelola yang terlatih. Tenaga pengelola Sistem Informasi
Kesehatan tidak hanya harus menguasai teknik-teknik pengelolaan data, melainkan juga
harus akrab dengan definisi kasus dan standar-standar pelayanan kesehatan. Oleh karena
itu kepada mereka harus diberikan pelatihan-pelatihan secara terencana. Untuk efisiens

144
pelatihan bagi tenaga pengelola Sistem Informasi Kesehatan di Daerah seyogianya
diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan.
Pelatihan untuk tenaga pengelola Sistem Informasi Kesehatan mencakup pelatihan
dasar, kursus-kursus penyegar, pelatihan pengembangan, dan bimbingan reguler dalam
supervisi. Pelatihan dasar diberikan sekaligus untuk memenuhi persyaratan menduduki
jabatan fungsional Statistisi. Dalam buku Pedoman Jabatan Fungsional Statistisi di
lingkungan Departemen Kesehatan R.I. disebutkan bahwa syarat untuk pengangkatan
pertama kali sebagai Statistisi adalah:
1. Berstatus sebagai pegawai negeri sipil.
2. Berijazah serendah-rendahnya Diploma I bidang Statistik atau SMTA ditambah
pendidikan/pelatihan bidang Statistik.

3. Memiliki pengetahuan dan atau pengalaman dalam bidang tertentu yang


berhubungan dengan kegiatan perstatistikan.

4. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP3 minimal bernilai baik.

5. Sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum mencapai batas usia pensiun


berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena Statistisi ini bekerja di bidang kesehatan dan sesuai dengan
perkembangan penerapan teknologi komputer, maka pelatihan dasar bagi Statistisi
sebaiknya juga mancakup materi epedemiologi dan penggunaan komputer.
Pelatihan-pelatihan pengembangan, selain untuk menambah kemampuan di bidang
Statistik, sebaiknya juga diarahkan agar para Statistisi selalu dapat mengikuti
perkembangan teknologi komputer atau telematika.
10. Peralatan dan Bahan
Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas-tugas Sistem Informasi Kesehatan,
pemerintah harus menyediakan cukup peralatan dan bahan bagi Sistem Informasi
Kesehatan di berbagai tingkat administrasi. Selain itu, diperlukan juga prosedur
pengadaan, penyimpanan, dan distribusi yang efektif, sehingga bahan-bahan itu tersedia
pada saat dibutuhkan. Contoh dari peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk Sistem
Informasi Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Kartu rekam medik pasien/klien (untuk Puskesmas dan Rumah Sakit).

2. Kartu indeks pasien/klien.

3. Register untuk pasien rawat jaian dan lembar untuk "tally".


145
4. Register untuk pasien rawat inap dan lembar untuk "tally".

5. Register perawatan ibu.

6. Register khusus (keluarga berencana, HIV/AIDS, tuberkulosis, malaria, dan


penyakit-penyakit penting lainnya).

7. Register data masyarakat (outreach).


8. Karton/kertas lebar untuk membuat chart dari indikator-indikator kunci.
9. Formulir-fbrmulir catatan dan laporan keuangan.

10. Kartu stok obat.

11. Formulir-formulir laporan bulanan/tiga bulanan.

12. Pedoman-pedoman.

13. Alat-alat tulis.

14. Kalkulator.

15. Komputer (perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan-bahan), termasuk


peralatan periferi dan peralatan untuk berjaringan.

4. Dana
Dana merupakan sumber daya yang paling penting, karena semua sumber daya lain
dan kegiatan-kegiatan Sistem Informasi Kesehatan sangat ditentukan oleh ketersediaan
dana. Dana yang disediakan mencakup dana untuk investasi, dana untuk kegiatan, dan
dana untuk pemeliharaan sumber daya. Ketiga komponen dana itu hendaknya berimbang.
Setiap investasi, apakah itu berupa rekrutmen tenaga atau pengadaan peralatan, harus
diimbangi dengan biaya untuk operasionalisasi dan pemeliharaannya. Dana untuk
pemeliharaan tenaga adalah berupa dana untuk pendidikan/pelatihan.
Sangat sulit untuk menetapkan berapa dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan
Sistem Informasi Kesehatan. Dalam kondisi terbatasnya kemampuan keuangan
pemerintah, lebih baik pengembangan Sistem Informasi Kesehatan yang menyesuaikan
dengan kemampuan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk itu. Untuk Daerah-
daerah yang mendapat alokasi dana melalui proyek-proyek tertentu, penyediaan dana
untuk Sistem Informasi Kesehatan pun harus mempertimbangkan kemampuan Daerah
untuk melanjutkannya.

146
Peraturan Perundang-undangan

Tersedianya sumber daya untuk Sistem Informasi Kesehatan saja tidaklah cukup.
Seperangkat peraturan perundang-undangan diperlukan untuk menjamin penggunaan
yang optimum terhadap sumber-sumber daya yang ada dalam mendukung proses
menghasilkan informasi. Peraturan perundang-undangan itu yang diperlukan itu berupa
(1) aturan untuk manajemen Sistem Informasi Kesehatan secara menyeluruh, (2) standar
untuk pengumpulan data, (3) aturan dalam rangka pengiriman dan pengolahan data serta
pelaporan, (4) aturan berkaitan dengan kerahasiaan dan privasi, (5) aturan dan standar
berkaitan dengan pelatihan, (6) aturan tentang pengadaan dan distribusi peralatan dan
bahan, dan (7) aturan berkaitan dengan jaminan mutu.

1. Aturan Untuk Manajemen Sistem Informasi Kesehatan

Salah satu dan keputusan-keputusan awal yang dihadapi Daerah dalam menata
kembali Sistem Informasi Kesehatannya adalah di mana meletakkan tanggung jawab
untuk manajemen Sistem Informasi Kesehatan tersebut. Letak dari unit yang
bertanggung-jawab terhadap manajemen Sistem Informasi Kesehatan menunjukkan
seberapa jauh informasi kesehatan dianggap penting di Daerah tersebut. Letak ini juga
menentukan seberapa besar daya jangkau yang dimiliki oleh unit tersebut.
Di Daerah yang menghargai pentingnya Sistem Informasi Kesehatan, unit
penanggung-jawabnya diletakkan cukup tinggi di dalam struktur organisasi Dinas
Kesehatan. Selain cukup tinggi, letaknya pun sedemikian rupa sehingga daya jangkaunya
mencakup seluruh Dinas Kesehatan (misalnya dengan meletakkannya langsung di bawah
Kepala Dinas, atau di bawah Kepala Bagian Tata Usaha, dan bukan di bawah salah satu
Kepala Subdinas).
Pengaturan tentang letak unit penanggung jawab Sistem Informasi Kesehatan tentu
harus tercantum dalam Peraturan Daerah tentang organisasi Dinas Kesehatan.
Aturan juga harus dibuat tentang bagaimana menjamin agar Sistem Informasi
Kesehatan mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan informasi dari mereka yang
berkepentingan (stakeholders) terhadap Pembangunan Daerah di bidang Kesehatan. Juga
aturan yang menjamin diperolehnya data yang bermutu dan berlangsungnya pengirman
data baik secara vertikal maupun horizontal.

2. Standar Untuk Pengumpulan Data

147
Data akan dapat diperbandingkan hanya apabila dikumpulkan dengan menggunakan
pendekatan yang sama. Atau jika data itu telah divalidasi bahwa pendekatan yang berbeda
menghasilkan data yang sama. Untuk itu maka diperlukan standar prosedur, baik prosedur
pengumpulan data maupun prosedur validasi data.
Standar pengumpulan data juga mencakup definisi-definisi yang jelas tentang kasus
baik untuk klinik maupun pelayanan-pelayanan lain. Karena adanya perbedaan
kemampuan petugas, maka pedoman tentang standar harus dibuat sesuai dengan tingkat
kemampuan petugas. Misalnya, untuk Rumah Sakit, pedoman tentang definisi kasus
dapat diambil dari ICD-9 atau ICD-10. Tetapi untuk Puskesmas mungkin cukup
digunakan kategorisasi penyakit berdasar gejala. Para petugas pelayanan rawat jalan
harus dapat membedakan pasien baru dan pasien lama untuk penyakit yang sama. Selain
itu perlu adanya aturan yang menjamin agar data dilaporkan dengan cara yang sama di
semua unit kesehatan. Misalnya, jika kasus tertentu harus dilaporkan menurut golongan
umur, maka semua unit kesehatan harus mematuhi hal ini. Jika tidak, maka data yang
terkumpul tidak dapat dianalisis dari segi umur.

3 . Aturan Pengiriman dan Pengolahan Data serta Pelaporan

Data akan digunakan hanya jika data itu tersedia pada saat dibutuhkan. Untuk itu
diperlukan aturan yang menetapkan tentang jadwal yang jelas dan realistik bagi
pengiriman data. Jadwal ini mencakup pengiriman dan tingkat administrasi terendah
sampai pengiriman dari Kabupaten/Kota ke Provinsi. Jadwal ini sekaligus juga akan
menunjukkan kapan setiap unit kesehatan harus menyelesaikan pengolahan datanya.
Jadwal yang pasti juga harus ditetapkan untuk pengiriman umpan-balik serta
pelaksanaan bimbingan dan supervisi. Jadwal untuk umpan-balik dan supervisi
seyogianya disamakan karena keduanya saling menunjang.
Kegiatan administrasi, termasak manajemen keuangan dan persediaan, biasanya
dilaporkan bulanan atau tiga bulanan. Sedangkan inventarisasi tenaga, inventarisasi
peralatan, dan kondisi fisik dari unit kesehatan dapat dilaporkan setahun sekali. Periode
laporan apa pun yang dipilih, jadwal yang pasti harus ditetapkan dan dikomunikasikan ke
seluruh unit kesehatan. Jika interval pelaporan cukup panjang, maka diperlukan sistem
pengingat atau teguran.

4. Aturan Tentang Kerahasiaan dan Privasi


148
Pasien/klien berharap agar kerahasiaan dan privasinya dilindungi pada saat ia
memberikan data tentang dirinya kepada petugas kesehatan. Oleh karena itu diperlukan
pengaturan yang menjamin bahwa informasi tentang pasien/klien tidak keluar dari unit
kesehatan dan dapat keluar hanya atas izin/sepengetahuan pasien/klien bersangkutan.
Sebagai prinsip, semua data pasien/klien harus dianggap suatu yang bersifat rahasia.
Prinsip ini tidak boleh dilanggar, walaupun kepada keluarga pasien/klien. Namun
demikian terdapat beberapa perkecualian di mana privasi tadi harus dikalahkan, yaitu
kewajiban untuk melindungi masyarakat dari ancaman kesehatan yang serius. Penyakit-
penyakit tertentu yang wajib dilaporkan termasuk dalam kategori ini.

5. Aturan dan Standar Untuk Pelatihan

Sebagaimana disebutkan di muka, para pengelola Sistem Informasi Kesehatan


memerlukan pelatihan, baik berupa kursus penyegar maupun pelatihan pengembangan.
Untuk menjaga mutu pelatihan diperlukan berbagai macam aturan dan standar. Harus
dibuat aturan yang menetapkan siapa (unit mana) yang bertanggung jawab terhadap
penyelenggaraan pelatihan dan berhak mengeluarkan sertifikat pelatihan. Perlu pula
disusun pedoman prosedur untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan (training need
assessment). Juga perlu ditetapkan standar penyelenggaraan pelatihan (kurikulum
pelatihan, lama pelatihan, kualifikasi pelatih, dan lain-lain) serta standar modul pelatihan.

6. Aturan Pengadaan dan Distribusi Peralatan dan Bahan

Dalam rangka pengadaan peralatan, maka yang penting diupayakan adalah adanya
standar yang akan memudahkan dalam perawatan dan pengembangannya (merek yang
sama, konfigurasi yang serupa, dan lain-lain). Standar ini misalnya akan memungkinkan
dilakukannya tukar-menukar suku cadang. Dalam hal perangkat lunak komputer,
standarisasi akan memudahkan dalam pelatihan penggunaan perangkat lunak tersebut.
Hal yang sama berlaku untuk bahan-bahan atau instrumen seperti kartu rekam medik,
register, formulir laporan, dan lain-lain.
Distribusi peralatan dan bahan untuk Sistem Informasi Kesehatan sebaiknya
menggunakan sistem distribusi yang digunakan untuk obat dan alat/bahan kesehatan. Hal
ini akan memudahkan dalam pemantauannya karena sistem distribusi obat dan alat/bahan
kesehatan umumnya sudah berjalan cukup lama.

149
Berakitan dengan pengaturan dan standarisasi pengadaan dan distribusi peralatan dan
bahan, kiranya perlu diatur juga prosedur penyimpanan dan pemeliharaannya.

7. Aturan Tentang Jaminan Mutu

Pelatihan petugas dalam rangka Sistem Informasi Kesehatan tidak menjamin akan
diperolehnya data yang bermutu dan dipatuhinya pelaporan. Karena itu masih diperlukan
aturan-aturan yang dapat menambah jaminan akan mutu data. Aturan ini adalah tentang
bimbingan dan supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke unit-unit kesehatan,
dan dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinas-dinas Kesehatan Kahupaten/Kota.
Bimbingan dan supervisi harus terstruktur dan harus secara sistematis mengevaluasi
kegiatan-kegiatan Sistem Informasi Kesehatan menggunakan "checklist". Tidak semun
hal harus dicakup dalam bimbingan dan supervisi. Petugas bimbingan dan supervisi
sebaiknya memfokus hanya pada hal-hal yang memerlukan peningkatan.

Penutup

Manajemen Sistem Informasi Kesehatan akan menjamin terselenggaranya dengan


baik fungsi Sistem Informasi Kesehatan dalam mengembangkan lingkungan yang kaya
akan informasi. Selain itu, juga akan menjamin berperannya dengan baik Sistem
Informasi Kesehatan dalam perencanaan dan manajemen kesehatan (manajemen
pasien/klien, manajemen unit kesehatan, dan manajemen Sistem Kesehatan).
Landasan bagi manajemen Sistem Informasi Kesehatan adalah struktur manajemen
yang solid, yang mencakup sumber daya dan peraturan perundang-undangan yang
diperlukan untuk mendukung proses dari Sistem Informasi Kesehatan.
Bab ini telah memberikan petunjuk tentang bagaimana merencanakan, mendapatkan
dan mengelola sumber daya Sistem Informasi Kesehatan yang efisien dengan situasi
pembiayaan yang diberikan. Juga dijelaskan bagaimana menyusun aturan-aturan
organisasi yang menjamin kualitas dan ketepatan waktu informasi yang dihasilkan.
Manajer Sistem Informasi Kesehatan di tingkat nasional, regional dan daerah memegang
peran penting dalam mengembangkan dan menerapkan aturan-aturan ini dan
menyesuaikannya dengan aturan negara.

150
BAB 9
SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI INDONESIA

D
epartemen Kesehatan sudah sejak lama mengembangkan Sistem Informasi
Kesehatan Nasional (SIKNAS), yaitu semenjak diciptakannya Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) pada awal tahun
1970an. Pengembangan SIKNAS ini semakin ditingkatkan dengan dibentuknya Pusat
Data Kesehatan pada tahun 1984.

Namun demikian, walau sudah terjadi banyak kemajuan, pengembangan SIKNAS


ini masih menghadapi hambatan-hambatan yang bersifat klasik, yang akhirnya
menimbulkan masalah-masalah klasik pula, yaitu berupa kurang akurat, kurang sesuai
kebutuhan, dan kurang cepatnya data dan informasi yang disajikan.

Untuk mendukung Reformasi di bidang Kesehatan, jelas strategi pengembangan


SIKNAS harus diubah. Reformasi di bidang Kesehatan telah menetapkan Visi

151
Pembangunan Kesehatan yang tercermin dalam motto "INDONESIA SEHAT 2010".
Dengan adanya perubahan dinamis pembangunan kesehatan dan adanya penyesuaian
dengan Rencana Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014, maka Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan mengalami revisi dengan Visi Pembangunan Kesehatan 2010-
2014 “ Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”.

Kedudukan SIK dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Sejalan dengan perubahan Visi Pembangunan Kesehatan yang tercermin dalam Visi
Kementerian Kesehatan 2010-2014 “ Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”,
maka motto menjadi Indonesia Cinta Sehat yang juga sangat ditentukan oleh pencapaian
Provinsi-provinsi Sehat, Kabupaten-kabupaten Sehat, dan Kota-kota Sehat. Bahkan juga
oleh pencapaian Kecamatan-kecamatan Sehat dan Desa-desa Sehat.
Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku ―Design and
Implementaiton of Health Information System‖ (2000) bahwa suatu sistem informasi
kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari suatu sistem
kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi
proses pengambilan keputusan semua jenjang. Sistem informasi harus dijadikan sebagai
alat yang efektif bagi manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa SIK merupakan salah
satu dari 6 ―building blocks‖ atau komponen utama dalam suatu sistem kesehatan.
Enam komponen Sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service Delivery / Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan

2. Medical products, vacines, and technologies / Produk Medis, Vaksin, dan


Teknologi Kesehatan

3. Health Workforce / Tenaga Kesehatan

4. Health System Financing / Sistem Pembiayaan Kesehatan

5. Health Information System / Sistem Informasi Kesehatan

6. Leadership and Governance / Kepemimpinan dan Pemerintahan


SIK disebut sebagai salah satu dari 7 komponen yang mendukung suatu sistem
kesehatan, dimana sistem kesehatan tidak bisa berfungsi tanpa satu dari komponen
tersebut. SIK bukan saja berperan dalam memastikan data mengenai kasus kesehatan
dilaporkan tetapi juga mempunyai potensi untuk membantu dalam meningkatkan efisiensi

152
dan transparansi proses kerja. Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari dari tujuh subsistem,
yaitu :
1. Upaya kesehatan;

2. Penelitian dan pengembangan kesehatan;

3. Pembiayaan kesehatan;

4. Sumber daya manusia kesehatan;

5. Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan;

6. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan; dan

7. Pemberdayaan masyarakat.

Dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem
manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. Subsistem manajemen dan informasi
kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan fungsi-fungsi kebijakan kesehatan,
administrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hukum kesehatan yang memadai dan
mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya
guna. Dengan subsistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan yang berhasil guna
dan berdaya guna dapat mendukung penyelenggaraan keenam subsistem lain dalam
sistem kesehatan nasional sebagai satu kesatuan yang terpadu dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Terdapat beberapa prinsip Informasi Kesehatan dalam SKN diantaranya:

1. Informasi kesehatan mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan yang
berasal dari sektor kesehatan ataupun dari berbagai sektor pembangunan lain.

2. Informasi kesehatan mendukung proses pengambilan keputusan di berbagai


jenjang administrasi kesehatan.

3. Informasi kesehatan disediakan sesuai dengan kebutuhan informasi untuk


pengambilan keputusan.

4. Informasi kesehatan yang disediakan harus akurat dan disajikan secara cepat dan
tepat waktu, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi.

153
5. Pengelolaan informasi kesehatan harus dapat memadukan pengumpulan data
melalui cara-cara rutin (yaitu pencatatan dan pelaporan) dan cara-cara nonrutin
(yaitu survei, dan lain-lain).

6. Akses terhadap informasi kesehatan harus memperhatikan aspek kerahasiaan


yang berlaku di bidang kesehatan dan kedokteran.
Pada uraian Bentuk Pokok Informasi Kesehatan disebutkan bahwa Sistem Informasi
Kesehatan Nasional (SIKNAS) dikembangkan dengan memadukan sistem informasi
kesehatan daerah dan sistem informasi lain yang terkait. Sumber data sistem informasi
kesehatan adalah dari sarana kesehatan melalui pencatatan dan pelaporan yang teratur dan
berjenjang serta dari masyarakat yang diperoleh dari survai, survailans dan sensus. Data
pokok sistem informasi kesehatan mencakup derajat kesehatan, upaya kesehatan,
pembiayaan kesehatan, sumberdaya manusia kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan,
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan serta manajemen kesehatan. Pengolahan
dan analisis data serta pengemasan informasi diselenggarakan secara berjenjang, terpadu,
multidisipliner dan komprehensif. Penyajian data dan informasi dilakukan secara
multimedia guna diketahui masyarakat secara luas untuk pengambilan keputusan di
bidang kesehatan.
Agar Sistem Kesehatan Nasional dapat bergerak, maka setiap penyelenggara harus
bergerak pula. Artinya, setiap penyelenggara harus melaksanakan Manajemen Kesehatan
yang efektif, efisien dan strategis dalam mendukung pencapaian Visi Pembangunan
Kesehatan setempat. Oleh karena Sistem Informasi pada hakikatnya dikembangkan untuk
mendukung Manajemen Kesehatan, maka setiap penyelenggara Sistem Kesehatan harus
memiliki Sistem Informasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa SIKNAS adalah
suatu sistem informasi yang dibangun dari kesatuan Sistem-sistem Informasi dari para
penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kedudukan Sistem Informasi
Kesehatan sangat penting dalam menunjang keberhasilan Manajemen Kesehatan yang
merupakan salah satu Subsistem SKN.

Masalah-masalah SIK di Indonesia

Pada perkembangannya Sistem Informasi Kesehatan di Indonesia selalu menghadapi


hambatan-hambatan yang bersifat klasik, yang akhirnya menimbulkan masalah-masalah

154
klasik pula, yaitu berupa kurang akurat, kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya
data dan informasi yang disajikan.
Berdasarkan penelitian Bambang dkk. (1991) terdapat beberapa masalah pada sistem
informasi kesehatan di Indonesia diantaranya:
1. Data yang harus dicatat dan dilaporkan di unit-unit operasional sangat banyak,
sehingga beban para petugas menjadi berat.

2. Proses pengolahan data menjadi lama, sehingga hasil pengolahan data menjadi
lama, menyebabkan hasilnya menjadi tidak tepat waktu ketika disajikan dan
diumpanbalikkan.

3. Data yang dikumpulkan terlalu banyak dibanding kebutuhannya, maka banyak


data yang akhirnya tidak dimanfaatkan.
Masalah-masalah klasik di atas akan diuraikan secara jelaskan berikut ini.

Sistem Informasi Kesehatan masih Terfragmentasi

Sebagaimana diketahui, di Departemen Kesehatan terdapat berbagai Sistem


Informasi Kesehatan yang berkembang sejak lama, tetapi satu sama lain kurang
terintegrasi. Sistem-sistem Informasi Kesehatan tersebut antara lain adalah:
1. Sistem Informasi Puskesmas
2. Sistem Informasi Rumah Sakit
3. Sistem Sun'eilans Terpadu
4. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
5. Sistem Informasi Obat
6. Sistem Informasi Sumber Daya Manusia Kesehatan, yang mencakup:
4. Sistem Informasi Kepegawaian Kesehatan

5. Sistem Informasi Pendidikan Tenaga Kesehatan

6. Sistem Informasi Diklat Kesehatan

7. Sistem Informasi Tenaga Kesehatan


1. Sistem Informasi IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang Kesehatan
Masing-masing sistem informasi tersebut cenderung untuk mengumpulkan data
sebanyak-banyaknya menggunakan cara dan format pelaporannya sendiri. Akibatnya
unit-unit terendah (operasional) seperti Puskesmas dan Rumah Sakit yang harus mencatat

155
data dan melaporkannya menjadi sangat terbebani. Dampak negatifnya adalah berupa
kurang akuratnya data dan lambatnya pengiriman laporan data.
Fragmentasi juga terjadi dalam kancah lintas sektor. Derajat kesehatan masyarakat
sesungguhnya sangat ditentukan oleh sektor-sektor yang berkaitan dengan perilaku
manusia dan kondisi lingkungan hidup, di samping oleh sektor kesehatan. Akan tetapi
selama ini informasi yang berasal dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan tidak pemah
tereakup dalam Sistem Informasi Kesehatan. Hal ini terutama disebabkan kurang jelasnya
konsep kerjasama lintas sektor, sehingga tidak pernah dirumuskan secara konkrit peran
atau kegiatan penting apa yang perlu dilakukan oleh sektor-sektor terkait bagi suksesnya
pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (critical success
factors).

Sebagian Besar Daerah Belum Memiliki Kemampuan Memadai

Walaupun Otonomi Daerah sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2001, tetapi fakta
menunjukkan bahwa sebagian besar Daerah Kabupaten dan Daerah Kota belum memiliki
kemampuan yang memadai, khususnya dalam pengembangan Sistem Informasi
Kesehatannya. Selama berpuluh-puluh tahun kemampuan tersebut memang kurang
dikembangkan, sehingga untuk dapat membangun Sistem Informasi Kesehatan yang baik,
Daerah masih memerlukan fasilitasi.
Beberapa Daerah Provinsi tampaknya sudah mulai mengembangkan Sistem
Informasi Kesehatannya karena adanya berbagai proyek pinjaman luar negeri (ADB3,
CHN3, HP5, PHP, dan lain-lain). Akan tetapi tampaknya pengembangan yang dilakukan
masih kurang mendasar, kurang komprehensif, dan tidak mengatasi masalah-masalah
klasik yang ada. Setiap proyek cenderung menciptakan sistem informasi kesehatan sendiri
dan kurang memperhatikan kelangsungan sistem. Banyak fasilitas komputer akhirnya
kadaluwarsa (out of date) atau rusak sebelum Sistem Informasi Kesehatan yang
diinginkan terselenggara. Yang belum rusak pun pada umumnya bervariasi baik dalam
spesifikasi perangkat kerasnya maupun perangkat lunaknya, sehingga satu sama lain tidak
bersesuaian (compatible).

Pemanfaatan Data dan Informasi oleh Manajemen Belum Optimal

156
Sistem informasi dengan manajemen adalah ibarat sistem saraf dengan jaringan
tubuh. Sistem saraf yang baik pun tidak akan ada artinya apabila jaringan tubuh yang
ditopangnya mati (nekrosis). Apa lagi bila ternyata sistem sarafnya pun buruk pula.
Selama ini manajemen kesehatan yang dipraktekkan, khususnya di Daerah dan
tingkat operasional (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lain-lain) tidak pernah jelas benar.
Puskesmas mengalami kelebihan beban yang sangat hebat (overburdened) karena adanya
"keharusan dari atas" untuk melaksanakan sedemikian banyak program kesehatan.
Jangankan untuk berperan sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan, untuk melaksanakan
"tugas dari atas" saja sudah tidak sempurna.Rumah sakit masih terombang-ambing antara
manajemen yang harus menghasilkan profit atau manajemen lembaga sosial. Daerah tidak
kunjung dapat merumuskan Sistem Kesehatan Daerahnya karena masih belum jelasnya
Otonomi Daerah.
Kegalauan dalam manajemen kesehatan tersebut sudah barang tentu sangat besar
pengaruhnya bagi pemanfaatan informasi. Segala sesuatu yang serba "dari atas" juga
menyebabkan para manajer tidak pernah memikirkan perlunya memanfaatkan data untuk
mendukung inisiatifnya.
Pemanfaatan Data dan Informasi Kesehatan oleh Masyarakat Kurang
Dikembangkan

Akhir-akhir ini minat masyarakat untuk memanfaatkan data dan informasi, termasuk
di bidang kesehatan, sesungguhnya tampak meningkat secara nyata. Hal ini terutama
karena dipacu oleh revolusi di bidang telekomunikasi dan informatika (telematika) akibat
makin meluasnya penggunaan komputer danjaringannya (intranet dan internet). Namun
demikian, tuntutan masyarakat yang meningkat ini tampak kurang berkembang di bidang
kesehatan karena kurangnya respon.

Pemanfaatan Teknologi Telematika Belum Optimal

Kelemahan ini sebenarnya merupakan penyebab dari timbulnya kelemahan nomor 4


di atas. Masalahnya tampaknya bukan karena biaya untuk teknologi telematika yang
memang besar, tetapi lebih karena apresiasi terhadap penggunaan teknologi telematika

157
yang masih kurang, akibat pengaruh budaya (kultur). Dalam banyak hal, rendahnya
apresiasi ini juga dikarenakan alasan-alasan yang masuk akal, yaitu rasio manfaat-biaya
(cost-benefit ratio) yang kurang memadai. Investasi untuk teknologi telematika yang
begitu besar belum dapat dijamin akan menghasilkan manfaat yang sepadan.
Lingkaran setan ini memang sulit ditentukan dari mana untuk memulai
memutuskannya. Namun demikian tentunya akan ideal apabila dapat dilakukan
pendekatan serempak mengembangkan pemanfaatan teknologi telematika dalam Sistem
Informasi Kesehatan yang dilandasi dengan upaya menggerakkan pemanfaatannya
(terutama melalui pengembangan praktek-praktek manajemen yang benar).

Dana untuk Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Terbatas

Kelemahan ini pun berkait dengan masalah rasio biaya-manfaat yang masih sangat
rendah. Padahal selain investasi, Sistem Informasi Kesehatan juga memerlukan biaya
yang tidak sedikit untuk pemeliharaannya. Banyak investasi yang sudah dilakukan,
khususnya yang berupa pemasangan komputer, pelatihan petugas, pencetakan formulir,
dan lain-lain akhirnya tidak berlanjut karena ketiadaan dana untuk mendukung
kelangsungannya. Apa lagi selama ini ketersediaan dana Daerah umumnya kurang
mencukupi. Oleh karena itu, pemeliharaan Sistem Informasi Kesehatan yang dalam
kenyataannya "tidak bermanfaat", tentu akan kecil prioritasnya dalam pengalokasian
dana.

Kurangnya Tenaga Purna-waktu untuk Sistem Informasi Kesehatan

Selain dana, kelangsungan Sistem Informasi Kesehatan juga sangat ditentukan oleh
keberadaan tenaga purna-waktu yang mengelolanya. Selama ini di banyak tempat,
khususnya di Daerah, pengelola data dan informasi umumnya adalah tenaga yang
merangkap jabatan atau tugas lain. Di beberapa tempat memang dijumpai adanya tenaga-
tenaga purna waktu. Akan tetapi mereka itu dalam kenyataan tidak dapat sepenuhnya
bekerja mengelola data dan informasi karena imbalannya yang kurang memadai. Untuk
memperoleh imbalan yang cukup, maka mereka bersedia melakukan pekerjaan apa saja
(diluar pengelolaan data dan informasi) yang ditawarkan oleh program atau proyek-
proyek lain. Kelemahan ini masih ditambah dengan kurangnya keterampilan dan
pengetahuan mereka di bidang informasi, khususnya teknologi informasi dan manfaatnya.

158
Selama ini sudah terdapat jabatan-jabatan fungsional untuk para pengelola data dan
informasi, yaitu Pranata Komputer dan Statistisi, yang memberi tunjangan jabatan
sebagai imbalan. Namun demikian untuk dapat memangku jabatan-jabatan tersebut
diperlukan persyaratan tertentu yang sulit dipenuhi oleh para pengelola data dan
informasi kesehatan.

Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Situasi SIK di Indonesia


Kebutuhan terhadap data/informasi yang akurat makin meningkat namun ternyata
sistem informasi saat ini masih belum dapat menghasilkan data yang akurat, lengkap dan
tepat waktu. Berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan SIK, diantaranya
adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara kesehatan terutama
penyelenggara SIK terhadap SIK. Penyelenggaraan SIK itu sendiri masih belum
dilakukan secara efisien, terjadi “Redundant” data, dan duplikasi kegiatan, selain itu
kualitas data yang dikumpulkan masih rendah, bahkan ada data yang tidak sesuai dengan
kebutuhan, ketepatan waktu laporan juga masih rendah, sistem umpan balik tidak berjalan
optimal, pemanfaatan data/informasi di tingkat daerah (Kabupaten/Kota) untuk advokasi,
perencanaan program, monitoring dan manajemen masih rendah serta tidak efisiennya
penggunaan sumber daya. Hal ini antara lain karena adanya “overlapping” kegiatan
dalam pengumpulan, dan pengolahan data, di setiap unit kerja di tingkat pusat maupun
tingkat daerah. Selain itu kegiatan pengelolaan data/informasi belum terintegrasi dan
terkoordinasi dengan baik.
Hal tersebut merupakan masalah-masalah yang dihadapi SIK saat ini dan perlu
dilakukan upaya untuk perbaikan dan penguatannya. Pada tahun 2007, Pusat Data dan
Informasi telah melakukan evaluasi SIK dengan mengguna-kan perangkat Health
Metricts Network-World Health Organization (HMN-WHO). Evaluasi ini meliputi 6
komponen utama SIK yaitu sumber daya (meliputi pengelolaan dan sumber daya),
indikator, sumber data, manajemen data (pengumpulan; pengolahan dan analisis data),
kuali-tas data, diseminasi dan penggunaan data. Hasil yang diperoleh adalah ―ada tapi
tidak ade-kuat‖ untuk sumber daya (47%), indikator (61%), sumber data (51%), kualitas
data (55%), penggunaan dan diseminasi data (57%) serta ―tidak adekuat sama sekali
untuk manajemen data (35%). Secara umum, hasil ini menunjukkan bahwa keseluruhan

159
SIK masih dalam status ―Ada tapi tidak adequat‖ dan masih perlu ditingkatkan. Pada
gambar di bawah dapat dilihat hasil capaian untuk komponen-komponen SIK.

Gambar 9.1. Hasil Evaluasi SIK Tahun 2007

Pengelolaan sistem informasi kesehatan nasional saat ini masih terfragmentasi


dimana pengelola program dan pemangku kepentingan mempunyai sistem informasi yang
tersendiri. Banyaknya sistem informasi yang ―stand alone‖ serta ditambahkan dengan
sistem informasi yang dibangun oleh pemangku kepentingan Kementerian lainnya di luar
Kementerian Kesehatan, Pemerintah daerah dan juga program bantuan donator.
Hal ini mengakibatkan banyaknya duplikasi kerja dalam pencatatan dan pelaporan
yang dilakukan petugas di lapangan sehingga berdasar hasil penilaian di tahun 2010,
Dinas Kesehatan Provinsi harus melaporkan secara rutin 301 tipe laporan dan memakai 8
jenis SIK (aplikasi software) yang berbeda.
Permasalahan SIK ini semakin mulai tampak jelas sejak pelaksanaan desentralisasi
pada tahun 2004, cukup banyak puskesmas, rumah sakit, dinas kabupaten/kota dan dinas
provinsi yang menginvestasikan dana untuk upaya modernisasi SIK dengan pemakaian
TIK tanpa adanya pedoman atau panduan. Sebagai akibatnya saat ini terdapat beberapa
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang memiliki software aplikasi yang berbeda dari segi
data, struktur, dan fungsi yang dikumpulkan sehingga data tidak dapat direkapitulasi di
tingkat Provinsi karena tidak dapat berkomunikasinya software-software tersebut.

160
Kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam pengelolaan SIK juga
menjadi faktor yang mengakibatkan lemahnya SIK terutama dalam hal manajemen data.
Jumlah SDM yang tersedia di lapangan masih kurang bila dibandingkan dengan jumlah
inisiatif penguatan SIK secara manual ataupun terkomputerisasi.
Dari evaluasi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan hingga saat ini, dapat
disimpulkan isu-isu strategis yang perlu menjadi prioritas untuk ditanggulangi dalam
rencana pengembangan dan penguatan SIK. Isu strategis tersebut adalah :
1. Kemampuan Pengelolaan SIK masih terbatas, antara lain tentang landasan
hukum, kerja sama dan koordinasi.

2. Data dan informasi serta indikator yang perlu dikumpulkan dan digunakan belum
seluruhnya dan setepatnya ditetapkan.

3. Kemampuan sumber data untuk menyediakan data dan informasi pada umumnya
masih lemah.

4. Kegiatan pengumpulan, pengolahan dan analisis data serta informasi masih


belum menyeluruh, tepat mekanisme dan belum terselenggara secara efektif serta
efisien.

5. Dukungan sumber daya terutama sumber daya manusia, Teknologi Informasi dan
Komunikasi, sarana dan prasarana serta pembiayaan masih terbatas.

6. Kemampuan pengembangan dan peningkatan mutu data dan informasi kesehatan


masih kurang.

7. Data dan informasi yang dihasilkan belum sepenuhnya didesiminasikan kepada


para pemangku kepentingan yang berkaitan dan belum digunakan dengan
semestinya.
Visi dan Misi
Sistem Informasi merupakan ―jiwa dari suatu institusi, demikian pula Sistem
Informasi Kesehatan merupakan ―jiwa dari institusi kesehatan. Kondisi Sistem
Informasi Kesehatan yang kuat akan mampu mendukung upaya-upaya dari Institusi
Kesehatan. Penguatan Sistem Informasi Kesehatan secara tidak langsung akan turut pula
memperkuat Sistem Kesehatan Nasional. Agar Visi dan Misi Sistem Informasi Kesehatan
tercapai maka upaya penguatan harus terarah, saling terkait dan dengan langkah-langkah

161
dan strategi yang jelas dan komprehensif oleh karena itu perlu disusun suatu Roadmap
Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan.
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
192/Menkes/Sk/VI/2012 tentang Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi
Kesehatan Indonesia maka strategi pengembangan SIKNAS mengacu pada Keputusan
tersebut dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 511/Menkes/SK/ V/2002 tentang
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Untuk itu Visi yang ditetapkan untuk pengembangan SIKNAS mengacu pada
Kepmenkes Nomor 192 Tahun 2012 dan mendukung visi Kementerian Kesehatan yaitu: “
Terwujudnya Sistem Informasi Kesehatan terintegrasi pada tahun 2014 yang
mampu mendukung proses pembangunan kesehatan dalam menuju masyarakat
sehat yang mandiri dan berkeadilan “
Guna mendukung misi kementerian kesehatan dan untuk mencapai visi SIK,
ditetapkan misi dari SIK dengan mengacu pada isu-isu strategis dan masukan komponen
SIK menurut HMN-WHO, sebagai berikut:
1. memperkuat pengelolaan SIK yang meliputi landasan hukum, kebijakan dan
program, advokasi dan koordinasi.

2. menstandarisasi indikator kesehatan agar dapat menggambarkan derajat


kesehatan masyarakat.

3. memperkuat sumber data dan membangun jejaringnya dengan semua pemangku


kepentingan termasuk swasta dan masyarakat madani.

4. meningkatkan pengelolaan data kesehatan yang meliputi pengumpulan, penyim-


panan, dan analisis data, serta diseminasi informasi.

5. memperkuat sumber daya Sistem Informasi Kesehatan yang meliputi


pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, sumber daya manusia,
pembiayaan, sarana dan prasarana.

6. Memperkuat kualitas data kesehatan dengan menerapkan jaminan kualitas dan


sistem pengendaliannya.

162
7. meningkatkan budaya penggunaan data dan informasi untuk penyelenggaraan
upaya kesehatan yang efektif dan efisien serta untuk mendukung tata kelola
kepemerintahan yang baik dan bagi masyarakat luas.

163
Kebijakan

Penyelenggaraan Misi dalam rangka mencapai Visi diatas dilakukan dengan


memperhatikan rambu-rambu dalam koridor kebijakan sebagai berikut:
1. Pengembangan kebijakan dan standar dilaksanakan dalam rangka mewujudkan
SIK yang terintegrasi, yang dapat menyediakan data secara real time yang
mudah diakses dan berfungsi sebagai sistem pendukung pengambilan keputusan
(Decision Support System).

2. Penguatan manajemen SIK pada semua tingkat sistem kesehatan dititik-beratkan


pada ketersediaan standar operasional yang jelas, pengembangan dan penguatan
kapasitas SDM,dan pemanfaatan TIK, serta penguatan advokasi bagi
pemenuhan anggaran.

3. Peningkatan kerjasama lintas program dan lintas sektor untuk meningkatkan


statistik vital melalui upaya penyelenggaraan Registrasi Vital di seluruh wilayah
Indonesia dan upaya inisiatif lainnya.

4. Penetapan kebijakan dan standar SIK dilakukan dalam kerangka desentralisasi di


bidang kesehatan.

5. Peningkatan penyelenggaraan sistem pengumpulan, pengolahan, analisis,


penyimpanan, diseminasi dan pemanfaatan data/ informasi dalam kerangka
kebijakan SIK terintegrasi.

6. Pengembangan Bank Data Kesehatan harus memenuhi berbagai kebutuhan dari


para pemangku kepentingan dan dapat diakses dengan mudah, serta
memperhatikan prinsip-prinsip kerahasiaan dan etika yang berlaku di bidang
kesehatan dan kedokteran.

7. Pemanfaatan TIK dilakukan dalam menuju upaya pengumpulan data


disaggregate/individu.

8. Pengembangan SDM pengelola data dan informasi kesehatan dilaksanakan


dengan menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi dan lintas sektor terkait
serta terpadu dengan pengembangan SDM kesehatan lainnya.

9. Pengembangan dan penyelenggaraan SIK dilakukan dengan melibatkan seluruh


pemangku kepentingan termasuk lintas sektor dan masyarakat madani.
164
10. Peningkatan budaya penggunaan data melalui advokasi terhadap pimpinan di
semua tingkat dan pemanfaatan forum-forum informatika kesehatan yang ada.

11. Peningkatan penggunaan solusi-solusi eHealth untuk mengatasi masalah


infrastruktur, komunikasi, dan kekurangan sumberdaya manusia dalam sistem
kesehatan.

Strategi Pengembangan SIKNAS

Berdasarkan kepada analisis situasi dan kebijakan yang telah ditetapkan, maka
ditetapkan Strategi Pengembangan SIKNAS yang juga dalam rangka mendukung
pencapaian misi SIKNAS sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan menetapkan kebijakan dan standar SIK.

2. Melakukan evaluasi dan standarisasi indikator kesehatan serta memperbaiki


tatacara pemuktahirannya.

3. Memperkuat pengumpulan data kesehatan berbasis fasilitas dan komunitas.

4. Membangun mekanisme aliran data kesehatan dari lintas sektor.

5. Memperkuat manajemen SIK pada semua tingkat sistem kesehatan.

6. Meningkatkan dan menyelenggarakan sistem pengumpulan, penyimpanan dan


diseminasi data secara sistematis melalui penggunaan TIK

7. Melakukan advokasi dan koordinasi dalam upaya memperkuat sumber daya SIK.

8. Advokasi dan koordinasi penggunaan TIK di sektor kesehatan sebagai alat untuk
meningkatkan manajemen dan pelayanan kesehatan

9. Memperkuat pendanaan, SDM dan infrastruktur

10. Mendorong tersedia dan terlaksananya prosedur yang menjamin kualitas data

11. Mendorong budaya dan melembagakan penggunaan informasi dalam manajemen


kesehatan

12. Mendorong budaya penggunaan informasi di masyarakat luas

Mengembangkan dan menetapkan kebijakan dan standar SIK

165
Sistem Informasi Kesehatan yang ada saat ini masih terfragmentasidan dikerjakan
oleh berbagai unit atau program. Kebutuhan akan data dan informasi, menyebabkan
masing-masing unit atau program melakukan inisiatif untuk membuat dan
mengembangkan sistem informasi sendiri. Belum adanya peraturan SIK yang
komprehensif, serta belum tersedianya pedoman teknis dan standar, menjadikan sistem
informasi yang ada di unit atau program menjadi tidak terintegrasi dan tidak harmonis.
Dalam rangka harmonisasi pengintegrasian SIK, regulasi, kerangka kerja dan
pedoman-pedoman teknis serta standar perlu disusun dan diperkuat. Pedoman-pedoman
teknis ini akan diarahkan pada SIK yang memanfaatkan TIK, baik untuk model manual,
transisi, maupun komputerisasi. Dalam penyusunan peraturan dan pedoman, diperlukan
koordinasi aktif dan masukan dari semua pemangku kepentingan SIK baik dalam
lingkungan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta
diluar Kementerian Kesehatan seperti Kementerian Komunikasi dan Informasi, Badan
Pusat Statistik, Kementerian Dalam Negeri, BKKBN, Bappenas, Perguruan Tinggi,
lembaga donor, organisasi massa, LSM dan lain-lain.
Kebijakan dan standar yang dikembangkan akan bersifat mengikat bagi setiap pelaku
yang terkait dengan SIK, baik dari segi pembiayaan, SDM, dan teknis pelaksanaan.
Dengan demikian, dapat dipastikan seluruh pemangku kepentingan memahami model
sistem informasi yang baru dan peran mereka di dalam sistem tersebut. Diharapkan SIK
dapat berjalan harmonis dan terintegrasi dengan adanya aturan yang jelas dan terstandar.
Peraturan perundangan ini akan mengakomodir kebutuhan akan struktur organisasi SIK
yang bervariasi di tiap daerah. Sehingga kedudukan para pengelola SIK menjadi jelas
dalam struktur organisasi/institusi tempat dia bekerja.
Komite Ahli dan Tim Perumus penyusun rancangan Peraturan Pemerintah, pedoman
dan roadmap yang beranggotakan para ahli dan semua pemangku kepentingan SIK
bertugas melakukan rapat koordinasi guna memberikan masukan terkait kebijakan dan
standar SIK. Selanjutnya setelah regulasi, roadmap dan standar SIK tersusun, Komite
Ahli dan Tim Perumus penyusun PP, pedoman dan roadmap akan digabung menjadi
Komite Ahli SIK.Untuk memastikan inisiatif SIK senantiasa terkoordinasi, Komite Ahli
SIK akan mendiskusikan isu-isu terkini SIK secara rutin, serta memberikan rekomendasi
terhadap pelaksanaan Roadmap SIK. Hasil rekomendasi dari Komite Ahli SIK akan
dilaksanakan melalui kelompok kerja yang dibangun dari berbagai pemangku
kepentingan SIK.Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Menyusun rancangan Peraturan Pemerintah untuk SIK.
166
2. Menyusun Pedoman SIK.

3. Mensosialisasikan RPP, standar/pedoman SIK.

4. Membentuk Komite Ahli penyusun RPP, pedoman dan roadmap yang melakukan
pertemuan secara berkala.

5. Membentuk Tim Perumus penyusun RPP, pedoman dan roadmap yang


melakukan pertemuan secara berkala.

6. Membentuk Komite Ahli SIK yang melakukan pertemuan secara berkala.

7. Membentuk Kelompok Kerja untuk menindaklanjuti rekomendasi Komite Ahli


SIK.

Melakukan evaluasi dan standarisasi indikator kesehatan serta memperbaiki


tatacara pemuktahirannya

Indikator kesehatan yang ada saat ini sangat banyak, beberapa terjadi tumpang tindih
satu dengan lainnya (duplikasi), dikelola oleh berbagai pihak, serta tidak terstandar. Hal
ini membebani petugas di lapangan dalam penggumpul datanya karena terlalu banyak,
terkadang datanya tidak bisa dikumpulkan (terlalu sulit), sehingga mengaki-batkan
indikator tidak bisa dipantau. Kondisi ini menyebabkan indikator yang ada saat ini belum
dapat menggambarkan situasi kesehatan secara nyata dan membebani petugas kesehatan
di lapangan.
Untuk memperkuat indikator kesehatan, akan dilakukan koordinasi di tingkat Pusat.
Koordinasi dengan semua pemangku kepentingan dilakukan untuk mengevaluasi
indikator-indikator kesehatan yang ada, mencari duplikasi serta mengevaluasi kesesuaian
dengan standar internasional.Selanjutnya akan disusun dan ditetapkan suatu indikator
kesehatan standar.
Saat ini pengelolaan indikator kesehatan dilakukan oleh berbagai pihak, hal ini
menyebabkan terjadinya indikator yang tidak terstandar. Di masa depan, bila standar
indikator kesehatan yang dikelola satu pintu telah terwujud, Pusdatin sebagai
penanggungjawab akan berkordinasi dengan semua pemangku kepentingan dalam
memastikan standar indikator ini senantiasa termuktahirkan. Untuk ini, akan disusun
suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) yang mengambarkan mekanisme koordinasi
pemuktahiran yang harus disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan.

167
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan evaluasi dan standarisasi indikator yang ada.

2. Membuat SPO untuk pemuktahiran indikator kesehatan.

3. Sosialisasi dan advokasi penerapan SPO pemuktahiran indikator kesehatan

4. Melakukan review periodik terhadap dataset minimal yang digunakan dan


dikoordinasikan ke program-program di dalam dan ke luar lingkungan
Kementerian Kesehatan

Memperkuat pengumpulan data kesehatan berbasis fasilitas dan komunitas.


Penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan saat ini termasuk juga sistem
pengumpulan data masih belum terintegrasi. Situasi saat ini petugas kesehatan di
lapangan dibebani dengan tanggung jawab pelaporan bermacam-macam format dari
berbagai program dan unit, yang pada dasarnya informasinya sama. Keadaan ini
menyebabkan terjadinya duplikasi data dan data tersebar dimana-mana, serta menjadi
tidak memadai sebagai dasar pengambilan keputusan.
Seluruh pemangku kepentingan terkait SIK perlu berkoordinasi untuk melakukan
inisiatif pengintegrasian sistem pelaporan dari unit pelayanan kesehatan melalui standar
pelaporan baru yang akan menghilangkan duplikasi dan memenuhi semua kebutuhan dari
berbagai program dan unit. Pusdatin akan mengkoordinasikan seluruh kegiatan
pengumpulan data/ informasi kesehatan termasuk untuk data survei dan sensus. Upaya ini
dimulai dengan memperbaiki pencatatan dan pelaporan indikator kesehatan dengan
merevisi petunjuk teknis SIP (Sistem Informasi Puskesmas) dan SIRS (Sistem Informasi
Rumah Sakit). Mengembangkan mekanisme dan prosedur pengumpulan data berdasarkan
jenis fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan untuk mendapatkan data dari
pelayanan Pemerintah maupun Swasta.
Selain itu akan dikembangkan sistem pencatatan dan pelaporan indikator kesehatan
yang bersumber dari unit-unit pelayanan kesehatan yang lainnya seperti Balai
Kesehatan/UPTP/UPTD dan lain-lain. Sehingga pengumpulan data kesehatan dapat
terintegrasi dalam SIK. Agar data/informasi terkumpul menjadi lengkap dan akurat perlu
adanya koordinasi tukar-menukar data/informasi kesehatan di setiap tingkat administrasi.
Sehingga perlu disusun suatu SPO koordinasi tukar-menukar data.

168
Saat ini, sistem statistik vital masih lemah sehingga diperlukan inisiatif penguatan
seperti melakukansample registration system (SRS). Balitbangkes dengan bekerjasama
dengan pemangku kepentingan terkait akan mengembangkan SRS untuk mendapatkan
model yang efektif dan feasible. Pelatihan otopsi verbal bagi petugas lapangan akan
diperkuat agar penyebab kematian (cause of death) dapat diperoleh. Dalam upaya
mendukung SRS Pusdatin akan menjajaki pemanfaatan teknologi mHealth untuk
pengumpulan dan pengiriman statistik vital ke tingkat pusat.
Upaya pembangunan kesehatan masyarakat perlu dipantau dengan melakukan
pengumpulan data komposit berupa Indeks Pembangunan Kesehatan yang diperoleh dari
hasil riset berbasis masyarakat dan atau fasilitas. Untuk memantau kesetaraan dan
keadilan gender akan dikembangkan Indeks Kesetaraan dan Keadilan gender. Selain itu
akan dikumpulkan data sosial budaya kesehatan yang merupakan faktor-faktor diluar
kesehatan yang mempengaruhi kesehatan,serta data tumbuhan obat, jamu yang
dimanfaatkan masyarakat Indonesia. Agar dapat mengetahui instalasi farmasi yang sesuai
standar, akan dilakukan inventaris dari sarana penyimpanan, sarana distribusi dan sarana
penunjang di instalasi farmasi provinsi/kabupaten/kota. Pengembangan eHealth terutama
telemedicine memerlukan master patient index agar data dapat bertransaksi, yang akan
dikumpulkan dari fasilitas kesehatan, selain itu akan dikembangkan pula diseases
registry.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan:
1. Menyederhanakan sistem pencatatan dan pelaporan indikator dengan merevisi
petunjuk teknis SIP (Sistem Informasi Puskesmas) dan SIRS (Sistem Informasi
Rumah Sakit).

2. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan data/ indikator kesehatan


bersumber dari unit -unit lainnya yang terkait dengan SIK

3. Melakukan penguatan koordinasi tukar-menukar data kesehatan di semua tingkat

4. Melakukan studi SRS (Sample Registration System)

5. Mengembangkan dan memperluas inisiatif mHealth untuk pengumpulan data


statistik vital (melalui otopsi verbal), sebagai solusi sementara

6. Melaksanakan pelatihan otopsi verbal bagi petugas kesehatan di lapangan

169
7. Melakukan sosialisasi pelaksanaan registrasi vital ke semua pelaksana dan
pemangku kepentingan terkait.

8. Menyusun Indeks Pembangunan Kesehatan meliputi : IPKM (Indeks


Pembangunan Kesehatan Masyarakat), Indeks Puskesmas, Indeks Rumah Sakit,
Indeks Laboratorium dan lain-lain.

9. Mengembangkan Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender

10. Menyusun daftar sosial budaya terkait kesehatan, tumbuhan obat, jamu yang
dimanfaatkan masyarakat Indonesia.

11. Mengembangkan Master Patient Index dan diseases registry.

12. Melakukan inventarisasi sarana penyimpanan, sarana distribusi dan sarana


penunjang di instalasi farmasi provinsi/kabupaten/kota.

Membangun mekanisme aliran data kesehatan dari lintas sektor.


Saat ini data kesehatan yang bersumber dari lintas sektor yang penting untuk
menjadi dasar melakukan upaya atau intervensi pembangunan kesehatan tidak selalu
mudah diakses. Data ini merupakan data kesehatan yang bersumber dari survei atau
sensus ataupun dari fasilitas lintas sektor yang meliputi data terkait kesehatan lingkungan,
iklim, cuaca, data kesehatan terkait pariwisata, kegiatan lalu lintas kendaraan/transportasi,
ketenagakerjaan, terkait masalah sosial, hukum dan lain-lain. Hal ini karena belum
terjalinnya kerjasama dan tata hubungan kerja terkait aliran data tersebut. Untuk
mengatasinya perlu dilakukan koordinasi untuk mengidentifikasi data/informasi dan
sumbernya serta disusun suatu standar prosedur operasional mekanisme dan hubungan
kerja tentang aliran dan pertukaran data kesehatan dengan pemangku kepentingan terkait.
Selanjutnya akan dijajaki untuk menyusun keputusan bersama Kementerian/Badan
tentang mekanisme dan hubungan kerja terkait aliran/pertukaran data kesehatan tersebut.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan identifikasi data/informasi yang bersumber dari lintas sektor

170
2. Menyusun SPO mekanisme dan hubungan kerja tentang aliran dan pertukaran
data kesehatan bersama lintas sektor.

3. Menyusun keputusan bersama Kementerian/Badan tentang mekanisme dan


hubungan kerja terkait aliran/pertukaran data kesehatan.

4. Membentuk kelompok kerja lintas sektor untuk koordinasi operasional tentang


aliran dan pertukaran data kesehatan.

Memperkuat manajemen SIK pada semua tingkat sistem kesehatan.

Dengan adanya payung hukum SIK berupa peraturan perundang-undangan,


diharapkan seluruh komponen SIK akan dapat dikelola dengan lebih baik. Pusdatin
selaku koordinator SIK bersama dengan unit lain serta lintas sektor perlu melakukan
upaya peningkatan manajemen SIK. Hal ini akan dimulai dari penataan manajemen SIK
di tingkat Kementerian Kesehatan melalui suatu rangkaian kegiatan pengembangan
organisasi yang meliputi pengkajian fungsi, beban kerja, dan kompetensi petugas.
Selanjutnya akan disusun petunjuk teknis pengelolaan SIK untuk di lingkungan
Kementerian Kesehatan.
Upaya penguatan SIK telah banyak dilakukan, tetapi upaya yang dilakukan unit-unit
maupun daerah saat ini masih belum terdata. Oleh sebab itu sebelum melaksanakan upaya
penguatan manajemen SIK akan dilakukan inventarisasi seluruh inisiatif dalam upaya
penguatan SIK dan mengkoordinasikan pelaksanaannya.
Penataan manajemen SIK juga akan dilakukan dengan menyusun standar kodefikasi.
Saat ini standar kodefikasi tentang wilayah, Puskesmas, Rumah Sakit, Apotek, KKP,
B/BTKL, Laboratorium Kesehatan Daerah, Pedagang Besar Farmasi, obat dan hasil
laboratorium serta standar klasifikasi penyakit telah ada namun perlu dimutakhirkan dan
diadaptasi dengan kebutuhan di Indonesia. Klasifikasi dan kodefikasi penyakit serta
kodefikasi tindakan akan dikembangkan menggunakan ICD, ICD IX CM dan ICHI
(International Codification of Health Intervention) serta Snomed CT untuk mendapatkan
terminologi klinis. Sarana dan pelayanan pengobatan tradisional dan komplementer dan
pelayanan kesehatan lain yang belum dikodefikasi akan dilakukan penyusunan standar
kodefikasinya. Standar kodefikasi dan klasifikasi yang telah tersusun dan termutakhirkan
ini akan disosialisasikan dan dikoordinasikan dengan seluruh pemangku kepentingan.
Tugas Pemerintah Pusat termasuk pengelola SIK di pusat adalah melakukan
monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan suatu program. Saat ini belum tersedia
171
standar petunjuk bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi terhadap SIK. Oleh sebab itu
langkah penguatan manajemen SIK perlu dilakukan pula dengan menyusun petunjuk
teknis bimbingan teknis, termasuk supervisi suportif dan on the job training, serta
monitoring dan evaluasi SIK.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Menyusun petunjuk teknis pengelolaan SIK dilingkungan Kementerian
Kesehatan.

2. Melakukan inventarisasi seluruh inisiatif dalam upaya penguatan SIK dan


mengkoordinasikan pelaksanaannya termasuk untuk inisiatif baru

3. Menyusun dan memuktahirkan standar kodefikasi :

1. Menyusun petunjuk teknis kode klasifikasi penyakit dan tindakan yang


telah diadaptasi.

2. Menyusun pedoman pelaksanaan dan petunjuk teknis kode unit pelayanan


kesehatan dan fasilitas kesehatan (Puskesmas, RS,
Laboratorium,Instalasi/gudang farmasi, Balai Besar dan Balai, Politeknik
Kesehatan) yang mukta-hir.

3. Menyusun dan mengembangkan kode obat-obatan, hasil laboratorium.

4. Menyusun dan mengembangkan kode sarana kesehatan tradisional dan


komplementer.

1. Melakukan sosialisasi dan koordinasi pelaksanaan standar kodefikasi.

2. Melakukan pelatihan kode klasifikasi penyakit yang mutakhir (ICD).

3. Menyusun standar petunjuk teknis pelaksanaan bimbingan teknis dan monitoring


evaluasi SIK.

4. Mengembangkan dan melakukan pelatihan analisis dan pemanfaatan data.


5. Melakukan pemetaan fasilitas kesehatan dan geocoding.

Meningkatkan dan menyelenggarakan sistem pengumpulan, penyimpanan dan


diseminasi data secara sistematis melalui penggunaan TIK.

172
Informasi harus memenuhi berbagai kebutuhan dari para pemangku kepentingan dan
dapat diakses dengan mudah, akurat, dan tepat waktu. Oleh karena itu, pengembangan
penggunaan TIK akan fokus pada tiga kegiatan, yaitu pengumpulan, penyimpanan, serta
diseminasi data dan informasi. Inisiatif ini akan menjadi model SIK yang diperbaharui.
Keterbatasan dana yang ada dapat menyebabkan hambatan dalam upaya modernisasi
SIK. Dalam memenuhi kebutuhan untuk memodernisasi SIK perlu dilakukan koordinasi
penjajakan pendanaan dari mitra lokal, nasional, dan internasional. Kementerian
Kesehatan akan membantu Dinas Kesehatan untuk melakukan advokasi ke Pemerintah
Daerah maupun mengupayakan bantuan luar negeri yang tidak mengikat. Untuk
memastikan keberlanjutan SIK yang sudah komputerisasi, Kementerian Kesehatan akan
melakukan advokasi agar Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran operasional dan
pemeliharaan SIK secara rutin.
Saat ini belum ada mekanisme pertukaran informasi diantara para pemangku
kepentingan sistem informasi. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah pengembangan
kebijakan dan Standar Prosedur Operasional untuk pertukaran informasi dengan
penekanan pada prinsip keamanan dan kerahasiaan data/informasi.
Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang telah memiliki infrastruktur yang dibutuhkan
untuk mendukung operasional komputer dan penggunaan TIK akan didorong menerapkan
SIK model baru, yang mengumpulkan data individu/ disaggregate. Perangkat lunak
generik akan dikembangkan untuk Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota/Provinsi dan RS. Daerah dapat tetap menggunakan perangkat lunaknya
apabila telah dipastikan sesuai atau memenuhi standar yang telah ditentukan dalam
pedoman SIK, agar data dapat mengalir antara daerah dan Bank Data Pusat. Perangkat
lunak ini memungkinkan terjadinya proses otomatisasi di Puskesmas dan RS dalam
pengumpulan dan pengiriman data individu /disaggregat ke Pusat.
Di tingkat Pusat, akan dikembangkan sebuah ―data “warehouse” Bank Data untuk
menyimpan data/informasi. Data warehouse ini akan memiliki platform koneksi untuk
pertukaran data ke sistem informasi di unit pelayanan kesehatan baik yang generik
maupun yang tidak. Pusdatin juga akan mengembangkan suatu portal online terpusat
untuk diseminasi informasi sehingga memudahkan akses informasi kesehatan. Metadata
dictionary juga akan disusun dalam rangka penyempurnaan manajemen SIK. Metadata
sangat diperlukan untuk memahami informasi yang disimpan dalam data warehouse.
Agar sistem baru dapat berlangsung dan terjamin pelaksanaannya di semua tingkat,
perlu dikembangkan dan diterapkan suatu strategi change management. Untuk itu akan
173
dibuat suatu petunjuk pelaksanaan strategi change management, yang dapat menjadi
acuan bagi semua tingkat dalam pelaksanaannya.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksan
1. Mengembangkan program TIK untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
diseminasi data yang sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan.

2. Menjajaki kerjasama pendanaan nasional, internasional dan lokal untuk


modernisasi SIK (komputerisasi).

3. Mengembangkan kebijakan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk


mekanisme pertukaran data/informasi diantara pemangku kepentingan dan sistem
informasi dengan penekanan pada prinsip keamanan dan kerahasiaan data/
informasi.

4. Mengembangkan perangkat lunak generik SIKDA.


1. Mengembangkan perangkat lunak SIKDA generik puskesmas dan Dinas
Kesehatan.

2. Mengembangkan perangkat lunak SIKDA generik RS.

1. Menerapkan SIKDA generik di Kabupaten/Kota yang belum mempunyai SIKDA


elektronik.

2. Membangun Data Warehouse / Bank Data untuk meningkatkan penyelenggaraan


manajemen data.

3. Membangun struktur database dan metadata.

4. Mengadopsi protokol untuk pertukaran data dan interoperability.

5. Menyusun dan melakukan sosialisasi data dictionary.

174
6. Menyusun dan mengembangkan petunjuk strategi change management untuk
menjamin kelangsungan penerapan sistem baru.

Melakukan advokasi dan koordinasi dalam upaya memperkuat sumber daya SIK.

Kualitas Manajemen SIK dapat ditingkatkan melalui penguatan sumber daya SIK,
melalui peningkatan kapasitas SDM, penyediaan anggaran, dan infrastruktur. Penguatan
ini dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian pengembangan SIK pada semua tingkat
yang mengacu pada peraturan dan pedoman operasional yang telah ditetapkan.
Agar upaya penguatan sumber daya SIK dapat terlaksana, maka diperlukan advokasi
kepada pemangku kepentingan terutama dalam kaitan penyediaan anggaran yang
didukung dengan adanya Peraturan Daerah/Gubernur/Bupati/Walikota tentang SIK.
Ketersediaan anggaran menjadi penting karena SIK memerlukan infrastruktur penunjang
dan upaya pemeliharaannya.
Sebagai bahan acuan advokasi SIK, akan dikembangkan penelitian bekerjasama
dengan Perguruan Tinggi tentang ―pemakaian TIK dalam penguatan sistem pengelolaan
informasi kesehatan terhadap dampak kesehatan dan menentukan investasi minimal (cost
per unit) yang diperlukan untuk pelaksanaan penggunaan TIK‖. Hasil penelitian ini akan
diadvokasikan kepada pimpinan tingkat nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota agar
mendapatkan dukungan pendanaan untuk implementasi, operasional, dan pemeliharaan
TIK bagi pengelolaan informasi kesehatan
Upaya berikutnya adalah advokasi kepada pemangku kepentingan terkait
peningkatan kapasitas SDM SIK. Penguatan SDM SIK dilakukan dengan pelembagaan
penggelola SIK sebagai jabatan fungsional. Akan diupayakan pembentukan jabatan
fungsional SIK (Informatika Kesehatan) pada semua tingkat dengan jenjang karir yang
jelas.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
7. Melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah agar mengalokasikan anggaran
operasional dan pemeliharaan SIK secara rutin yang diperkuat antara lain dengan
Peraturan tentang SIK.

8. Melakukan penelitian tentang ―pemakaian TIK dalam penguatan sistem


pengelolaan informasi kesehatan terhadap dampak kesehatan dan menentukan
investasi minimal yang diperlukan untuk pelaksanaan penggunaan TIK‖.

175
9. Melakukan assessment untuk pelembagaan tenaga pengelola SIK melalui jabatan
fungsional dan terhadap jumlah, jenis dan cara capacity building tenaga SIK
(Training Need Assessment).
10. Pelembagaan tenaga pengelola SIK sebagai pejabat fungsional.
1. Menyusun rancangan Jabatan fungsional Informatika Kesehatan dan memproses
ke Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan.

2. Memproses rancangan Jabatan fungsional Informatika Kesehatan sampai ke


Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

3. Penyusunan petunjuk teknis Jabatan fungsional Informatika Kesehatan.

4. Pembentukan Tim Penilai Jabatan fungsional Informatika Kesehatan.

Advokasi dan koordinasi penggunaan TIK di sektor kesehatan sebagai alat untuk
meningkatkan manajemen dan pelayanan kesehatan.

Pemanfaatan TIK dapat mengubah sistem manajemen dan pelayanan kesehatan


secara mendasar. Manfaat penerapan TIK dalam bidang kesehatan diantaranya mencakup
pengurangan waktu tunggu untuk pasien, pengurangan kesalahan medis, peningkatan
efisiensi, transparansi, dan kualitas pelayanan, perencanaan dan penggunaan sumberdaya
yang lebih baik, sehingga manajemen sistem kesehatan menjadi lebih baik. Diantara
beberapa contoh pemanfaatan TIK dalam bidang kesehatan (biasa disebut eHealth) adalah
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Sistem Informasi Manajemen Farmasi dan
inventaris, telemedicine, e-learning, mHealth dan internet. Saat ini penerapan TIK di
pelayanan kesehatan masih relatif rendah. Penggunaan model mHealth dan teknologi
Telemedicine akan lebih dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan sebagaimana diamanatkan dalam
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 dan Nomor 3 tahun 2010.
Selain itu pemanfaatan TIK juga akan dikembangkan untuk memperkuat
administrasi pemerintahan agar efisien dan efektif, serta transparan. Pemanfaatan ini
dilakukan dengan mengembangkan atau memperluas penggunaan aplikasi eGovernment.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan model mHealth dan Telemedicine untuk mengatasi masalah
infrastruktur, komunikasi, dan kekurangan sumber daya manusia dalam sistem
kesehatan.

176
2. Mengembangkan eGoverment untuk mendukung manajemen dan pelayanan
kesehatan.

Memperkuat pendanaan, SDM dan infrastruktur.

Sumber daya SIK harus dijamin ketersediaannya, agar SIK dapat berjalan baik. Perlu
ada dukungan pendanaan yang berkesinambungan baik di pusat maupun daerah melalui
advokasi. Penguatan SDM SIK dilakukan dengan perencanaan kebutuhan tenaga SDM
SIK, pengadaan tenaga SDM SIK melalui pelatihan sesuai kebutuhan, pendayagunaan
tenaga SDM SIK meliputi pendistribusian, pemanfaatan dan pengembangan, pembinaan
dan pengawasan mutu tenaga SDM SIK. Langkah selanjutnya adalah penguatan SDM
SIK pada semua tingkat yang dilakukan melalui perluasan kursus singkat ―Pemantapan
Tenaga SIK‖ dan peningkatan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.
Pelatihan rutin yang telah berjalan saat ini perlu diperkuat dengan meningkatkan
koordinasi dengan Badan PPSDM Kesehatan dalam penyelenggaraan pelatihan SDM SIK
baik di tingkat Pusat dan Daerah. Pengembangan program kursus singkat ―Pemantapan
Tenaga SIK‖ akan dilakukan melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang akan
menjadi ―center of excelent‖ SIK. Hal ini bertujuan untuk menyediakan materi atau
kurikulum standar bagi petugas kesehatan yang bekerja pada bidang SIK.
Selain itu akan dilakukan pula kajian terhadap pemanfaatan jaringan SIK yang ada di
Kabupaten/kota, untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemanfaatannya. Sehingga
dapat dilakukan optimalisasi pemanfaatan jaringan SIK di Kabupaten/kota yang telah
tersambung dan demikian pula di Kabupaten/kota yang baru tersambung. Advokasi
kepada pemangku kepentingan terkait dilakukan untuk meningkatkan infrastuktur melalui
perluasan dan pemeliharaan sambungan jaringan ke seluruh Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota dan Unit Pelayanan Kesehatan (antara lain RS dan Puskesmas).
Diharapkan perluasan sambungan jaringan dapat bekerja sama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika sehingga dapat memanfaatkan jaringan backbone
komunikasi nasional.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengupayakan penyediaan insentif kinerja bagi pelaksana pengelolaan SIK di
kabupaten/kota,dan provinsi.

2. Memperkuat SDM SIK di semua tingkat melalui :

1. Perencanaan kebutuhan tenaga SDM SIK melalui kajian


177
2. Pengadaan tenaga SDM SIK melalui pelatihan formal SIK

3. Perluasan perguruan tinggi center of excellent yang melaksanakan program


pemantapan informasi kesehatan bagi petugas SIK.

4. Melakukan kajian tentang optimalisasi pemanfaatan jaringan SIK di


Kabupaten/kota.

5. Mengupayakan penyediaan Peralatan TIK untuk Kabupaten/kota dan puskesmas


di daerah terpencil, tertinggal dan kepulauan.

6. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan dengan :

1. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh Dinas Kese-


hatan Kabupaten/kota.

2. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh puskesmas.

3. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh RS


Pemerintah.

4. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh unit


kesehatan vertikal lainnya (UPT).

5. Melakukan kerjasama dengan instansi terkait antara lain Kementerian


Komunikasi dan Informasi

6. Membangun Disaster Recovery Center (DRC) untuk memback up data center

7. Memperkuat pertukaran data melalui penyediaan infrastuktur pertukaran data.

8. Memenuhi standar kompetensi individu pengelola SIK, serta layanan mutu dan
manajemen keamanan informasi infrastruktur.

Upaya berikutnya adalah advokasi kepada pemangku kepentingan terkait peningkatan


kapasitas SDM SIK. Penguatan SDM SIK dilakukan dengan pelembagaan penggelola
SIK sebagai jabatan fungsional. Akan diupayakan pembentukan jabatan fungsional SIK
(Informatika Kesehatan) pada semua tingkat dengan jenjang karir yang jelas.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:

178
1. Melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah agar mengalokasikan anggaran
operasional dan pemeliharaan SIK secara rutin yang diperkuat antara lain dengan
Peraturan tentang SIK.

2. Melakukan penelitian tentang ―pemakaian TIK dalam penguatan sistem


pengelolaan informasi kesehatan terhadap dampak kesehatan dan menentukan
investasi minimal yang diperlukan untuk pelaksanaan penggunaan TIK.

3. Melakukan assessment untuk pelembagaan tenaga pengelola SIK melalui jabatan


fungsional dan terhadap jumlah, jenis dan cara capacity building tenaga SIK
(Training Need Assessment).
4. Pelembagaan tenaga pengelola SIK sebagai pejabat fungsional.
1. Menyusun rancangan Jabatan fungsional Informatika Kesehatan dan memproses
ke Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan.

2. Memproses rancangan Jabatan fungsional Informatika Kesehatan sampai ke


Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

3. Penyusunan petunjuk teknis Jabatan fungsional Informatika Kesehatan.

4. Pembentukan Tim Penilai Jabatan fungsional Informatika Kesehatan.

Advokasi dan koordinasi penggunaan TIK di sektor kesehatan sebagai alat untuk
meningkatkan manajemen dan pelayanan kesehatan.

Pemanfaatan TIK dapat mengubah sistem manajemen dan pelayanan kesehatan


secara mendasar. Manfaat penerapan TIK dalam bidang kesehatan diantaranya mencakup
pengurangan waktu tunggu untuk pasien, pengurangan kesalahan medis, peningkatan
efisiensi, transparansi, dan kualitas pelayanan, perencanaan dan penggunaan sumberdaya
yang lebih baik, sehingga manajemen sistem kesehatan menjadi lebih baik. Diantara
beberapa contoh pemanfaatan TIK dalam bidang kesehatan (biasa disebut eHealth) adalah
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Sistem Informasi Manajemen Farmasi dan
inventaris, telemedicine, e-learning, mHealth dan internet. Saat ini penerapan TIK di
pelayanan kesehatan masih relatif rendah. Penggunaan model mHealth dan teknologi
Telemedicine akan lebih dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan sebagaimana diamanatkan dalam
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 dan Nomor 3 tahun 2010.

179
Selain itu pemanfaatan TIK juga akan dikembangkan untuk memperkuat
administrasi pemerintahan agar efisien dan efektif, serta transparan. Pemanfaatan ini
dilakukan dengan mengembangkan atau memperluas penggunaan aplikasi eGovernment.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan model mHealth dan Telemedicine untuk mengatasi masalah
infrastruktur, komunikasi, dan kekurangan sumber daya manusia dalam sistem
kesehatan.

2. Mengembangkan eGoverment untuk mendukung manajemen dan pelayanan


kesehatan.

Memperkuat pendanaan, SDM dan infrastruktur.

Sumber daya SIK harus dijamin ketersediaannya, agar SIK dapat berjalan baik. Perlu
ada dukungan pendanaan yang berkesinambungan baik di pusat maupun daerah melalui
advokasi. Penguatan SDM SIK dilakukan dengan perencanaan kebutuhan tenaga SDM
SIK, pengadaan tenaga SDM SIK melalui pelatihan sesuai kebutuhan, pendayagunaan
tenaga SDM SIK meliputi pendistribusian, pemanfaatan dan pengembangan, pembinaan
dan pengawasan mutu tenaga SDM SIK. Langkah selanjutnya adalah penguatan SDM
SIK pada semua tingkat yang dilakukan melalui perluasan kursus singkat ―Pemantapan
Tenaga SIK‖ dan peningkatan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.
Pelatihan rutin yang telah berjalan saat ini perlu diperkuat dengan meningkatkan
koordinasi dengan Badan PPSDM Kesehatan dalam penyelenggaraan pelatihan SDM SIK
baik di tingkat Pusat dan Daerah. Pengembangan program kursus singkat Pemantapan
Tenaga SIK‖ akan dilakukan melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang akan
menjadi center of excelent‖ SIK. Hal ini bertujuan untuk menyediakan materi atau
kurikulum standar bagi petugas kesehatan yang bekerja pada bidang SIK.
Selain itu akan dilakukan pula kajian terhadap pemanfaatan jaringan SIK yang ada di
Kabupaten/kota, untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemanfaatannya. Sehingga
dapat dilakukan optimalisasi pemanfaatan jaringan SIK di Kabupaten/kota yang telah
tersambung dan demikian pula di Kabupaten/kota yang baru tersambung. Advokasi
kepada pemangku kepentingan terkait dilakukan untuk meningkatkan infrastuktur melalui

180
perluasan dan pemeliharaan sambungan jaringan ke seluruh Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota dan Unit Pelayanan Kesehatan (antara lain RS dan Puskesmas).
Diharapkan perluasan sambungan jaringan dapat bekerja sama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika sehingga dapat memanfaatkan jaringan backbone
komunikasi nasional.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengupayakan penyediaan insentif kinerja bagi pelaksana pengelolaan SIK di
kabupaten/kota,dan provinsi.

2. Memperkuat SDM SIK di semua tingkat melalui :

1. Perencanaan kebutuhan tenaga SDM SIK melalui kajian

2. Pengadaan tenaga SDM SIK melalui pelatihan formal SIK

3. Perluasan perguruan tinggi center of excellent yang melaksanakan program


pemantapan informasi kesehatan bagi petugas SIK.

4. Melakukan kajian tentang optimalisasi pemanfaatan jaringan SIK di


Kabupaten/kota.

5. Mengupayakan penyediaan Peralatan TIK untuk Kabupaten/kota dan puskesmas


di daerah terpencil, tertinggal dan kepulauan.

6. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan dengan :

1. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh Dinas Kese-


hatan Kabupaten/kota.

2. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh puskesmas.

3. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh RS


Pemerintah.

4. Memperluas dan memelihara sambungan jaringan ke seluruh unit


kesehatan vertikal lainnya (UPT).

5. Melakukan kerjasama dengan instansi terkait antara lain Kementerian


Komunikasi dan Informasi

6. Membangun Disaster Recovery Center (DRC) untuk memback up data center

181
7. Memperkuat pertukaran data melalui penyediaan infrastuktur pertukaran data.

8. Memenuhi standar kompetensi individu pengelola SIK, serta layanan mutu dan
manajemen keamanan informasi infrastruktur.

Mendorong tersedia dan terlaksananya prosedur yang menjamin kualitas data

Kualitas data masih merupakan masalah di bidang kesehatan. Data yang ada masih
belum akurat, belum lengkap dan belum up to date. Karena data belum mempunyai
kualitas yang baik sehingga data ini pun belum layak untuk dipergunakan sebagai bahan
pembuat keputusan oleh pimpinan.
Meningkatkan kualitas data dapat dicapai dengan mendorong tersedianya dan
terlaksananya prosedur yang menjamin kualitas data dengan cara mengembangkan SPO
pengelolaan data dari semua jenjang administrasi. Prinsip jaminan kualitas dan sistem
pengendaliannya harus tergambarkan dalam aktivitas pencatatan data dalam SPO
pelayanan kesehatan. Selanjutnya akan disusun pedoman evaluasi kualitas data, dan
dilakukan pelatihan evaluasi kualitas data, serta dilakukan evaluasi terhadap kualitas data
secara rutin.
Data yang berkualitas salah satunya dapat dicapai dengan menerapkan jaminan
kualitas decision-making and improved service outcomes. Untuk menjamin kualitas data
akan dikembangkan suatu sistem evaluasi kualitas data atau ―Data Quality Self-
assessment (DQS). DQS akan dilakukan secara rutin terhadap data yang dikumpulkan
dan diumpanbalikkan ke Dinas Kesehatan dan sumber/pengirim data lainnya untuk
memperbaiki kualitas data secara terus-menerus. Selain itu akan dilakukan pelatihan
tentang kualitas data yang memasukkan unsur penggunaan ICD dan klasifikasi standar,
sistem registrasi vital dan International Health Regulation.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan SPO pengelolaan data dari semua jenjang administrasi dan
memasukkan prinsip jaminan kualitas data dan sistem pengendaliannya dalam
semua SPO pelayanan kesehatan.

2. Menyusun pedoman evaluasi kualitas data.

3. Melakukan pelatihan evaluasi kualitas data.

4. Melakukan evaluasi kualitas data rutin dan diumpanbalikkan ke Dinas Kesehatan


dan sumber/pengirim data lainnya.
182
5. Melakukan pelatihan kualitas data termasuk penggunaan ICD dan klasifikasi
standar, sistem registrasi vital dan International Health Regulation.

Mendorong budaya dan melembagakan penggunaan informasi dalam manajemen


kesehatan.

Kesadaran tentang pentingnya menggunakan data / informasi dalam proses bekerja


perlu ditumbuhkan dan dikembangkan, terutama pada Pimpinan/Manajer dari sistem
kesehatan dan sektor terkait. Apabila pimpinan/manajer telah menyadari kebutuhan data/
informasi yang akurat secara cepat, petugas kesehatan yang melayani para manajer ini
secara alami akan mementingkan pengumpulan, penyimpanan, dan penyebarluasan
informasi yang akurat.
Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang penggunaan data dan
informasi ditingkat para Manajer dapat dilakukan dengan cara mengadakan lokakarya dan
atau pelatihan tentang pemanfaatan data dan informasi. Dalam hal ini, Pusdatin akan
bekerjasama dengan Pusdiklat Aparatur dan Pusdiklat Tenaga Kesehatan untuk
memperkuat kurikulum pendidikan dan pelatihan penjenjangan struktural agar semua
Manajer kesehatan mendapatkan pengetahuan tentang pemanfaatan data yang terkini.
Selain itu, Pusdatin bersama Pusdiklat Aparatur dan Pusdiklat Tenaga Kesehatan akan
menyusun materi lokakarya untuk memperluas budaya pemanfaatan data dalam
pengambilan keputusan. Diharapkan semua orang baik para pemangku kepentingan
maupun para staf mendapatkan pengetahuan tentang manfaat pengambilan keputusan dan
perencanaan kegiatan dengan menggunakan data berbasis bukti.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan dan atau mengadopsi tools analisis data sebagai alat penunjang
pemanfaatan data dalam pembuatan keputusan.

2. Mengembangkan dan menyelenggarakan lokakarya Pemanfaatan data untuk


melakukan advokasi.

3. Melakukan penyusunan materi pemanfaatan data dan informasi bagi aparatur dan
tenaga kesehatan untuk memperkuat kurikulum pendidikan, pelatihan dan
penjenjangan.

4. Menyusun dan melakukan regular diseminasi informasi terhadap laporan yang


meliputi indikator utama kesehatan termasuk MDG.

183
Mendorong budaya penggunaan informasi di masyarakat luas.

Dalam rangka mewujudkan sistem kepemerintahan yang baik, penggunaan data dan
informasi dalam pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, dan perencanaan, menjadi
hal yang penting. Informasi merupakan hasil dari pengolahan data yang dapat
memberikan gambaran tentang sesuatu hal. Data dapat pula menjadi knowledge dan
wisdom. Sehingga pertukaran informasi menjadi hal yang penting dalam
mengembangkan wawasan. Untuk itu, perlu dibentuk suatu wadah atau forum- forum
Informatika Kesehatan di Indonesia yang diselenggarakan secara rutin. Pusdatin berperan
memfasilitasi penyelenggaraan forum–forum informatika tersebut, yang bertujuan untuk
menyatukan semua pemangku kepentingan dalam upaya membuat jejaring dan pertukaran
pengetahuan.
Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mendukung dibentuknya wadah atau forum informatika kesehatan untuk
memajukan kesadaran/pengembangan TIK dalam penggunaan informasi.

Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional

SIK Nasional yang diharapkan adalah SIK Terintegrasi yaitu sistem informasi yang
menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem informasi dengan berbagai cara
yang sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga data dari satu sistem secara rutin dapat
melintas, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain. Hal ini melingkupi
sistem secara teknis (sistem yang bisa berkomunikasi antar satu sama lain) dan konten
(data set yang sama). Aliran informasi antar sistem sangat bermanfaat bila data dalam file
suatu sistem diperlukan juga oleh sistem yang lainnya, atau output suatu sistem menjadi
input bagi sistem lainnya. Bentuk fisik dari SIK Terintegrasi adalah sebuah aplikasi
sistem informasi yang dihubungkan dengan aplikasi lain (aplikasi sistem informasi
puskesmas, sistem informasi rumah sakit, dan aplikasi lainnya) sehingga secara
interoperable terjadi pertukaran data antar aplikasi. Dengan SIK Terintegrasi, data entri
hanya perlu dilakukan satu kali sehingga data yang sama akan disimpan secara elektronik
dan bisa dikirim dan diolah. SIK Terintegrasi yang berbasis elektronik adalah strategi
pengembangan yang akan diadopsi untuk meringankan beban pencatatan dan pelaporan
petugas kesehatan di lapangan. Dalam rangka mewujudkan SIK Terintegrasi,
dikembangkan model SIK Nasional yang menggantikan sistem yang saat ini masih
diterapkan di Indonesia. Model ini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
184
komunikasi tetapi tetap dapat menampung SIK Manual untuk fasilitas kesehatan yang
masih mempunyai keterbatasan infrastruktur (seperti pasokan listrik dan peralatan
komputer serta jaringan internet). Kedepan semua pemangku kepentingan SIK bisa
bergerak menuju ke arah SIK Komputerisasi dimana proses pencatatan, penyimpanan dan
diseminasi informasi bisa lebih efisien dan efektif serta keakuratan data dapat
ditingkatkan.
Bila digambarkan model SIK yang terintegrasi adalah seperti pada gambar 8.2. Pada
model ini terdapat 7 komponen yang saling terhubung dan saling terkait, yaitu :
1. Sumber Data Manual

2. Sumber Data Komputerisasi

3. Sistem Informasi Dinas Kesehatan

4. Sistem Informasi Pemangku Kepentingan

5. Bank Data Kesehatan Nasional

Gambar 9.2. Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional


Fasilitas pelayanan kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta wajib
menyampaikan laporan sesuai standar dataset minimal dan jadwal yang telah ditentukan.
Fasilitas pelayanan kesehatan yang masih memakai sistem manual akan melakukan
pencatatan, penyimpanan dan pelaporan berbasis kertas. Laporan dikirimkan dalam
bentuk hardcopy (kertas) berupa data rekapan/agregat ke dinas kesehatan kabupaten/kota.
Fasilitas pelayanan kesehatan dengan komputerisasi offline, laporan dikirim dalam
bentuk softcopy berupa data individual ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Fasilitas
185
pelayanan kesehatan dengan komputerisasi online, data individual langsung dikirim ke
Bank Data Kesehatan Nasional dalam format yang telah ditentukan. Petugas kesehatan di
lapangan (bidan desa, perawat desa/perawat perkesmas, posyandu, polindes) melapor
kepada puskesmas yang membinanya, berupa data rekapan/agregat sesuai jadwal yang
telah ditentukan.
Selanjutnya akan dikembangkan program mobile health (mHealth) dengan teknologi
informasi dan komunikasi sehingga data individual dapat langsung masuk ke Bank Data
Kesehatan Nasional. Di dinas kesehatan kabupaten/kota, laporan hardcopy dari semua
fasilitas pelayanan kesehatan (kecuali milik pemerintah provinsi dan pemerintah pusat)
akan dientri ke dalam aplikasi SIKDA generik. Laporan softcopy yang diterima, akan
diimpor ke dalam aplikasi SIKDA Generik selanjutnya semua bentuk laporan diunggah
ke Bank Data Kesehatan Nasional. Dinas kesehatan provinsi melakukan hal yang sama
dengan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk laporan dari unit pelayanan kesehatan milik
Provinsi. Informasi yang bersumber dari luar fasilitas kesehatan (misalnya
kependudukan) akan diambil dari sumber yang terkait (contohnya BPS) dan dimasukkan
ke dalam Bank Data Kesehatan Nasional. Semua pemangku kepentingan yang
membutuhkan informasi kesehatan dapat mengakses informasi yang diperlukan dari bank
Data Kesehatan Nasional melalui website Kemenkes.

Implementasi Model Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Implementasi model SIK Nasional akan dilakukan secara bertahap :


1. Tahap 1 – Pengembangan fasilitas Bank Data Kesehatan Nasional dan platform
(dashboard) diseminasi informasi. Bank Data Kesehatan Nasional menyimpan
data kesehatan individu (data disaggregat), data survei, sensus, penelitian dan
data lintas sektor. Platform desiminasi informasi akan berperan sebagai pintu
utama akses data kesehatan dimana semua pemangku kepentingan dan pemakai
data kesehatan bisa mengakses secara online dari mana saja dan melakukan “data
mining” atau pembuatan laporan secara fleksibel dan terkomputerisasi. Pelaksana
tahap ini adalah Pusdatin Kemenkes.
2. Tahap 2 – Implementasi SIK komputerisasi di semua komponen sistem kesehatan
(puskesmas, RS, dinkes kabupaten/kota/provinsi). Pemerintah pusat dan
pemerintah daerah mengalokasikan dana dan melaksanakan implementasi ini
secara bertahap.

186
3. Tahap 3 – Pengembangan dan Implementasi mHealth untuk petugas kesehatan di
lapangan. Melihat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan
memiliki banyak lokasi terpencil, mHealth perlu dikembangkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, pelaporan, dan pembelajaran.
4. Tahap 4 - Pengembangan dan Implementasi e-Health lainnya, termasuk
telemedicine, distance learning, dll.

SIKDA Generik

Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik ini adalah upaya dari Kemenkes dalam
menerapkan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan, sehingga dapat tersedia data dan
informasi kesehatan yang akurat, tepat dan cepat, dengan mendayagunakan teknologi
informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang
kesehatan di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik
merupakan aplikasi elektronik yang dirancang untuk mampu menjembatani komunikasi
data antar komponen dalam sistem kesehatan nasional yang meliputi puskesmas, rumah
sakit, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian
Kesehatan. SIKDA Generik terdiri dari 3 aplikasi sistem informasi elektronik yaitu
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas, Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan,
dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. SIKDA Generik ini akan didistribusikan
kepada seluruh fasilitas kesehatan dalam rangka pengembangan SIK komputerisasi.

Pengorganisasian

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Menentukan Kebijakan Sistem


Informasi Kesehatan
Pemerintah mempunyai tanggungjawab untuk menetapkan strategi pengembangan
dan pengelolaan SIK. Semua pemangku kepentingan SIK mempunyai kewajiban untuk
mengikuti penetapan dan kebijakan yang ditentukan serta mempunyai peran untuk
memperkuat SIK di Indonesia. Koordinasi lintas sektor merupakan hal yang penting
karena SIK bukan hanya tanggung jawab bidang kesehatan tetapi juga bidang lain yang
terkait di setiap jenjang. Di tingkat provinsi/kabupaten/kota, pelaksanaan SIK juga harus
didukung oleh suatu kebijakan yang memperkuatnya sebagai pijakan pelaksanaan bagi
pengelola SIK di daerah. Setiap daerah (provinsi dan kabupaten/kota) membuat peraturan
daerah mengenai SIK yang sejalan dengan SIK Nasional. Selain itu Kepala fasilitas

187
pelayanan kesehatan juga dapat mengeluarkan keputusan terkait SIK sesuai wilayah
kerjanya, untuk memastikan pelaksanaan operasional.
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
dan pengembangan SIK merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pem-bagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sebagai berikut:
1. Pemerintah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
pengelolaan dan pengembangan SIK skala nasional dan fasilitasi pengembangan
SIK daerah.

2. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus pengelolaan SIK skala Provinsi.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai hak dan kewajiban untuk


mengatur dan mengurus pengelolaan SIK skala Kabupaten/Kota.

Pemerintah daerah dapat melakukan pengembangan SIK dalam skala terbatas dan
mengikuti standar yang ditetapkan pemerintah.

Organisasi

Pengelolaan SIK merupakan suatu hal yang penting dan tidak mudah sehingga
memerlukan unit khusus yang fokus dan kompeten. Pengelolaan SIK diselenggarakan
oleh semua tingkatkan manajemen kesehatan di pusat maupun daerah dan melibatkan
semua pemangku kepentingan (bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan). Berikut
ini diuraikan organisasi penyelenggara di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan
pelayanan kesehatan.

Penyelenggara Tingkat Pusat

Penyelenggara SIK di pusat dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Pusat Data dan
Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan sebagai pusat jaringan SIK Nasional. Dalam
rangka memperkuat koordinasi SIK Nasional dibentuk Dewan SIK Nasional. Dewan SIK
Nasional terdiri atas semua pemangku kepentingan dan terdiri dari komite ahli, tim
perumus, dan kelompok kerja. Tugas dan mekanisme kerja Dewan SIK Nasional akan
ditentukan kemudian.

188
Penyelenggara Tingkat Provinsi

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk


teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan
informasi di dinas kesehatan provinsi seyogyanya dibentuk UPT Dinas (UPTD). Dalam
rangka penyelenggaraan SIK di tingkat Provinsi perlu dibentuk Tim SIKDA. Tim SIKDA
terdiri dari:
1. Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

2. Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan
informasi

3. Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan


informasi

4. Anggota: Semua pemangku kepentingan di tingkat provinsi

Penyelenggara Tingkat Kabupaten/Kota

Sesuai Keputusan Menteri Kesehatan No 267/Menkes/SK/III/2008 tentang petunjuk


teknis pengorganisasian dinas kesehatan daerah, organisasi yang menangani data dan
informasi di dinas kesehatan kabupaten/kota seyogyanya dibentuk UPT Dinas (UPTD).
Dalam rangka penyelenggaraan SIK di tingkat Kabupaten/Kota perlu juga dibentuk Tim
SIKDA. Tim SIKDA terdiri dari:
1. Penanggung jawab: Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

2. Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan
informasi

3. Sekretaris: Pejabat Eselon IV yang bertanggung jawab terhadap data dan


informasi

4. Anggota: Semua pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota

Penyelenggara Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan


189
Penyelenggara pelayanan kesehatan tingkat dasar, rujukan dan jaringannya baik
milik pemerintah dan swasta, harus memiliki unit/tim yang menangani SIK. Untuk di
pelayanan kesehatan tingkat dasar dibentuk tim pengelola SIK/data yang terdiri dari staf
dengan kompetensi pengelolaan SIK dan TIK. Di rumah sakit di bentuk unit yang
menangani sistem informasi dan komunikasi seperti yang diamanatkan dalam UU No 44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB 10
SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT

R
umah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan atau upaya
kesehatan penunjang, yang dapat juga digunakan untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan.

Undang-undang Tentang Kesehatan juga mengharuskan bahwa pelayanan kesehatan


yang diberikan di rumah sakit harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi mutu dan
perkembangan ilmu kedokteran terkini. Dalam mencapai itu peran manajemen sangat
penting disamping sumber daya pendukung.

190
Dengan pelayanan yang semakin kompleks diharapkan rumah sakit menyediakan
informasi yang adekuat dalam mendukung terciptanya manajemen pelayanan dan
administrasi yang bermutu untuk meningkatkan kinerja rumah sakit. Disinilah peran
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dikatakan penting, sebagai tulang punggung
manajemen rumah sakit.

Konsep Dasar Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

Pengertian Sistem Informasi Rumah Sakit

Sistem informasi rumah sakit adalah suatu tatanan yang berurusan dengan
pengumpulan data, pengolahan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan
informasi serta penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan rumah sakit.
Sistem informasi rumah sakit bertugas menyiapkan informasi untuk kepentingan
pelayanan rumah sakit. Subsistemnya antara lain : subsistem pengembangan dan
subsistem operasional.
Menurut Wandaningsih (1995), ada beberapa aspek penting dari sistem informasi
rumah sakit yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Aspek kualitas
Kualitas suatu aspek informasi tergantung pada tiga (3) hal, seperti keakuratan,
ketepatan waktu, dan manfaat informasi bagi rumah sakit.
2. Aspek dimensi
terdapat 6 (enam) dimensi informasi yang menunjukkan besar kecilnya suatu
informasi, yaitu : sistem informasi, jenis informasi, metode pengukuran yang dipakai,
waktu kebutuhan informasi, tempat pengambilan keputusan yang membutuhkan
informasi, penggunaan informasi oleh pengambil keputusan

Jenis Sistem Informasi Rumah Sakit

Menurut Austin (1983), secara umum sistem informasi rumah sakit dapat digolongkan
menjadi :
1. Sistem informasi klinik atau medic
Sistem ini dirancang untuk membantu proses audit medis yang dapat menjamin agar
standar mutu pelayanan selalu dipenuhi.
2. Sistem informasi administrasi

191
Sistem ini dirancang untuk membantu memantau kegiatan pendayagunaan sumber-
sumber untuk pelayanan medis, seperti sistem informasi akuntansi, sistem informasi
logistik dan sistem informasi ketenagaan.
3. Sistem informasi manajemen perencanaan dan pengawasan
Sistem informasi ini ditujukan untuk perencanaan evaluasi penampilan rumah sakit dan
juga untuk menilai dampak pelayanan di masyarakat.

Tujuan Sistem Informasi Rumah Sakit

Menurut Siregar (1986), administrasi rumah sakit, anggota dewan rumah sakit dan
staf medis menggunakan sistem informasi untuk mendukung hal-hal berikut :
1. Jaminan oleh kualitas pelayanan
Informasi klinik dari catatan medis penderita bagi proses kesehatan untuk menilai
pelaksanaan diagnostik dan pengobatan di rumah sakit. Sistem Informasi rumah sakit
yang menggunakan komputer dapat menelusuri data seperti ini untuk penilaian tindakan
perbaikan.
2. Perbaikan biaya dan peningkatan produksi
sistem informasi dengan komputer sangat baik untuk melakukan analisa biaya dan
laporan produksi yang dapat digunakan untuk administrasi rumah sakit untuk
memperbaiki efektifitas kegiatan. Sistem ini dapat mengintegrasi informasi klinik dan
keuangan.
3. Analisa penggunaan dan penaksiran permintaan
Sistem informasi rumah sakit yang lengkap dapat menyajikan penggunaan pelayanan
rumah sakit baik sekarang maupun masa lalu. Informasi ini berguna untuk analisa
efektifitas penggunaan sumber daya dan merupakan dasar bagi peramalan permintaan
masyarakat.
4. Perencanaan program dan evaluasi
Informasi yang digunakan untuk ketiga tujuan diatas merupakan masukan utama untuk
menilai pelayanan saat ini. Bila digabung dengan proyeksi tentang perubahan penduduk
yang dilayani maka sistem ini membantu peramalan program mana yang akan datang.
5. Penyederhanaan laporan internal dan eksternal
Setiap rumah sakit memerlukan pencatatan yang akurat mengenai informasi medis dan
keuangan.
6. Penelitian klinik

192
Terutama bagi rumah sakit yang beraliansi dengan institusi pendidikan. Dengan sistem
informasi yang baik maka ini dapat menyajikan informasi bagi kebutuhan studi
longitudinal dan perbandingan.
7. Pendidikan
Sistem informasi yang baik dapat membantu dalam penalaran atau latihan kedokteran
atau profesi kesehatan lain dengan menyajikan data medis masa lalu dan sekarang untuk
kepentingan pendidikan.

Rekam Medik

Pengertian Rekam Medik

Rekam Medis merupakan catatan yang berisikan semua informasi tentang identitas
dan riwayat seorang pasien selama menerima pelayanan medik di sebuah organisasi
kesehatan, dan disajikan secara kronologis sesuai dengan kejadiannya sampai dengan
pemeriksaan, tindakan dan pengobatan serta diagnosa akhir.

Tujuan dan Kegunaan Rekam Medis

Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu
sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah
sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi
merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Tujuan rekam medis secara rinci akan terlihat dan analog dengan kegunaan
rekam medis itu sendiri.
Kegunaan Rekam Medis dapat dilihat dari beberapa aspek :
1. Aspek Administrasi (Administration)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan
paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis karena rekam medis dipakai sebagai
dasar untuk merencanakan pengobatan terhadap seorang pasien.
3. Aspek Hukum (Legal)

193
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya mengandung jaminan
hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum dan penyediaan tanda
bukti untuk penegak keadilan.
4. Aspek Keuangan (Financial)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena dapat dijadikan penetapan
berapa biaya yang harus dibayar saat menerima pelayanan.
5. Aspek Penelitian (Research)
Suatu berkas rekam medis dapat dijadikan bahan penelitian karena didalamnya berisikan
informasi data medis untuk pengembangan ilmu kesehatan.
6. Aspek Pendidikan (Education)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena isinya disajikan secara
kronologis sesuai dengan kejadiannya mulai dari pemeriksaan, tindakan, pengobatan dan
diagnosa akhir, sehingga dapat dijadikan bahan referensi pendidikan di bidang
profesinya.
7. Aspek Dokumentasi (Documentation)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menjadi sumber
ingatan yang harus disimpan sebagai bahan pertanggungjawaban laporan rumah sakit.

Dari beberapa aspek kegunaan rekam medis di atas, terlihat bahwa rekam medis
tidak hanya menyangkut pasien dan pemberi pelayanan saja melainkan mempunyai
kepentingan dan kegunaan yang luas yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil
bagian dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan kepada pasien.

2. Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan/ perawatan yang harus diberikan


kepada seorang pasien.

3. Sebagai bukti tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit


dan pengobatan selama pasien berkunjung/ dirawat di rumah sakit.

4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.

5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya.

194
6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian
dan pendidikan.
7. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik terhadap
pasien.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan.

Perkembangan Rekam Medis di Indonesia

Rekam Medis di Indonesia telah dikenal semenjak masa pra kemerdekaan, hanya
saja masih belum dilaksanakan dengan baik, penataan atau mengikuti sistem informasi
yang benar tetapi dibuat/ dilaksanakan sesuai selera pimpinana rumah sakit tersebut.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960, kepada semua petugas
kesehatan diwajibkan untuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas rekam
medis. Kemudian pada tahun 1972 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk
menyelenggarakan medical record. Bab I pasal 3 menyatakan bahwa guna menunjang
terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit :
1. Mempunyai dan merawat statistik yang up to date

2. Membuat medical record yang berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah


ditetapkan

Maksud dan tujuan dari peraturan-peraturan tersebut adalah agar di institusi


pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit, penyelenggaraan rekam medis dapat berjalan
dengan baik. Diharapkan dengan diberlakukannya Permenkes No. 749a tahun 1989
tentang Rekam Medis/ Medical Record yang merupakan landasan hukum, semua tenaga
medis dan paramedis di rumah sakit yang terlibat dalam penyelenggaraan rekam medis
dapat melaksanakannya. Dalam pasal 22 disebutkan bahwa hal-hal teknis yang belum
diatur dan petunjuk pelaksanaan peraturan akan ditetapkan oleh Direktur Jenderal sesuai
dengan bidang tugas masing-masing.

Sistem Informasi Perumahsakitan di Indonesia

Sistem Informasi Perumahsakitan di Indonesia sudah dikembangkan sejak tahun


1972, dengan ditetapkannya Sistem Pelaporan Rumah Sakit melalui Keputusan Menteri
Kesehatan R.I. No. 651/XI-AU/PK/72 tanggal 27 Nopember 1972.
195
Sistem pelaporan Rumah Sakit tersebut telah beberapa kali mengalami revisi, dan
revisi yang terakhir dilakukan adalah revisi ketiga dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan R.I. No. 691A/Menkes/SK/XII/84, disertai beberapa perubahan dengan adanya
SKB Direktur Jenderal Pelayanan Medik dan Direktur Jenderal PPM & PLP No.
68)/Yanmed/lnfo/SK/IV/1987 dan No. 280-I/EI/01.01.01 sebagai tindak lanjut rapat
konsultasi survailans nasional yang diadakan di Ball bulan Maret 1987, dimana telah
dicapai suatu konsensus untuk mengadakan integrasi pengumpulan data survailans
epidemiologi dari rumah sakit dalam rangka efisiensi sistem informasi.
Melalui keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.HK.00.05. 1.4.5482
tanggal 2 Januari 1997, dilakukan penyempurnaan dari isi (substansi) laporan.
Pembakuan dari Sistem Pelaporan Rumah Sakit merupakan landasan di dalam upaya
memantapkan sistem informasi perumahsakitan, karena salah satu modal utama untuk
menunjang kelancaran informasi adalah tersedianya data dasar yang didapatkan dari unit
pelapor. Disamping itu tidak kalah pentingnya adalah proses tindak lanjut berupa
pengolahan serta penyajian dan analisa.

Proses Penyusunan Informasi Perumahsakitan

Penyusunan informasi perumah sakitan melalui tahapan-tahapan proses, yang meliputi:


1. Pengumpulan Data
2. Pengolahan Data
3. Penyajian dan Analisa

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan secara langsung dengan mendapatkan data primer dari
rumah sakit berdasarkan Sistem Pelaporan Rumah Sakit yang berlaku.
1. Jenis data yang dikumpulkan meliputi :
1. Data kegiatan rumah sakit.
2. Data keadaan morbiditas pasien
3. Data inventarisasi (data dasar) rumah sakit
4. Data ketenagaan rumah sakit
5. Data peralatan rumah sakit
1. Data Kegiatan Rumah Sakit

196
Dilaporkan dengan menggunakan formulir RL.1, merupakan formulir rekapitulasi yang
mencakup berbagai kegiatan rumah sakit, yaitu :
1. Pelayanan rawat inap

2. Pengunjung rumah sakit

3. Kunjungan rawat jalan

4. Pelayanan rawat darurat

5. Kesehatan jiwa

6. Kegiatan kebidanan dan perinatology

7. Kegiatan pembedahan (menurut gol. & Spes)

8. Kegiatan radiology

9. Kegiatan pelayanan khusus

10. Kegiatan pemeriksaan laboratorium

11. Kegiatan farmasi rumah sakit

12. Kegiatan rehabilitasi medic

13. Kegiatan keluarga berencana

14. Kegiatan penyuluhan kesehatan

15. Kegiatan kesehatan gigi dan mulut

16. Kegiatan transfusi darah

17. Kegiatan pelatihan/kursus/penataran

18. Cara pembayaran

19. Kegiatan rujukan

20. Data Keadaan Morbiditas Rumah Sakit

Data keadaan morbiditas rumah sakit terdiri dari:


1. Keadaan morbiditas individual pasien rawat inap meliputi:

197
1. Morbiditas untuk pasien umum (formulir RL 2.1.) yang isinya mencakup : jati
diri pasien, tanggal masuk dan tanggal keluar, diagnosis, penyebab luar cedera
dan keracunan, operasi/tindakan, keadaan keluar rumah sakit dsb.

2. Morbiditas khusus untuk pasien kebidanan dan penyakit kandungan (formulir


RL.2.2.) yang isinya mencakup jati diri pasien, tanggal masuk dan tanggal keluar,
cara melahirkan, diagnosis utama, masa gestasi, operasi/tindakan, keadaan keluar
rumah sakit, tanggal melahirkan, paritas, jumlah kelahiran hidup/mati dsb.

3. Rekapitulasi data keadaan morbiditas rawat inap di rumah sakit (formulir RL 2a,
dan RL 2.a.1 untuk laporan survailans terpadu), memuat data kompilasi
penyakit/morbiditas pasien rawat inap yang dikelompokkan menurut daftar
tabulasi dasar KIP. Untuk masing-masing kelompok penyakit dilaporkan
Mengenai jumlah pasien keluar menurut golongan umur dan menurut seks, serta
jumlah pasien keluar mati.
4. RL 2.c. Data Status Imunisasi ( sebagai lampiran RL 2.a.1.), memuat informasi
tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
5. Rekapitulasi data keadaan morbiditas pasien rawat jalan di rumah sakit (formulir
RL 2.b dan RL 2.b.1 untuk laporan survailans terpadu), memuat data kompilasi
penyakit/morbiditas pasien rawat jalan yang dikelompokkan menurut Daftar
Tabulasi Dasar KIP. Untuk masing-masing kelompok penyakit dilaporkan
mengenai jumlah kasus baru menurut golongan umur dan menurut seks serta
jumlah kunjungan.
6. Data Inventarisasi (Data Dasar) Rumah Sakit
Data keadaan morbiditas rumah sakit terdiri dari: identitas rumah sakit, surat izin,
penyelenggara, direktur rumah sakit, fasilitas kesehatan gigi, fasilitas tempat tidur,
fasilitas unit rawat jalan.
7. Data Ketenagaan Rumah Sakit
Data keadaan morbiditas rumah sakit terdiri dari:
1. RL4, memuat rekapitulasi data jumlah tenaga yang bekerja di rumah sakit
menurut kualifikasi pendidikan dan status kepegawaian.

2. RL4.a. merupakan data individual ketenagaan rumah sakit, memuat data pribadi,
data pekerjaan, pendidikan lanjutan, pengalaman kerja, latihan jabatan dan status
kepegawaian.

198
3. Data Peralatan Rumah Sakit

Dilaporkan dengan menggunakan formulir:

1. RL5, memuat rekapitulasi data jumlah peralatan medik yang ada di rumah sakit
menurut sumber pengadaan dan keadannya.

2. RL5.a. merupakan data individual peralatan medik di rumah sakit, memuat


nama/jenis alat, tipe/model, kapasitas dan sebagainya.

3. Periode Pelaporan
Periode pelaporan disesuaikan dengan jenis data yang dikumpulkan, yaitu:
1. Data Kegiatan Rumah Sakit (RL1)
Formulir RL1 dibuat setiap triwulan oleh masing-masing rumah sakit berdasarkan
pencatatan harian yang dikompilasi setiap bulan. Data yang dilaporkan mencakup
keadaan mulai tanggal 1 bulan pertama sampai dengan tanggal 30/31 bulan ketiga padas
etiap triwulan yang bersangkutan.
2. Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Nginap RL2a dikumpulkan
setahun sekali, sedangkan RL2a1 dan RL2c dikumpulkan tiap bulan mencakup semua
pasien yang keluar rumah sakit (hidup+mati) dari semua pelayanan rawat nginap.
3. Data Keadaan Morbiditas Pasien rawat Jalan RL2b di kumpulkan setahun sekali,
sedangkan RL2b1 dikumpulkan tiap bulan mencakup semua kunjungan yang
datang berobat jalan pada semua unit rawat jalan/poliklinik.
4. Data Inventarisasi ( RL3 )
Formulir RL3 diisi satu kali dalam setahun. Data yang dilaporkan sesuai dengan keadaan
pada tanggal 31 Desember setiap tahunnya.
5. Data Keadaan Ketenagaan Rumah Sakit ( RL4 )
Formulir RL4 dibuat dua kali setahun. Data yang di laporkan sesuai dengan keadaan pada
tanggal 30 Juni dan 31 Desember.
6. Data Keadaan Peralatan Rumah Sakit ( RL5)
Formulir RL5 dibuat sekali setahun.Data yang di laporkan sesuai dengan keadaan pada
tanggal 31 Desember.
7. Khusus untuk data yang hanya dikirimkan ke Depkes
Seperti formulir data individual mengenai penyakit pasien rawat nginap (RL2.1, RL2.2,
& RL2.3), dibuat bagi setiap pasien yang keluar Rumah Sakit ( hidup & meninggal) pada
tangga! 1-10 bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Sedangkan data individual

199
ketenagaan Rumah sakit (RL4a) dibuat untuk setiap tenaga sesuai dengan keadaan per 31
Desember dan diperbaharui pada tahun selanjutnya jika ada perubahan.

8. Jadwal Pengiriman Laporan


Pengiriman laporan mmah sakit menurut masing-masing formulir standar
dilaksanakan paling lambat 15 hari sesudah jangka waktu periode pelaporan yang
ditetapkan.
9. Saluran Pengiriman Laporan
Laporan dibuat rangkap (kecuali untuk laporan yang bersifat individual cukup dibuat
rangkap 2. Rangkap pertama dikirimkan langsung ke Bagian Informasi Pelayanan Medik.
Rangkap kedua dan berikutnya dikirimkan ke:
1. Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tk. I

2. Kepala Dinas Kesehatan Daerah Tk. II

3. Bagi Rumah Sakit yang tidak diselenggarakan oleh Depkes, Pemda satu exemplar
laporan dikirimkan kepada pemilik/penyelenggara Rumah Sakit yang
bersangkutan.

4. Arsip Rumah Sakit

Khusus formulir individual pasien rawat nginap, ketenagaan dan Peralatan


(RL2.1. RL2.2, RL2.3, RL4a dan RL5a) dibuat rangkap dua. Lembaran pertama
dikirimkan ke Bagian Informasi Pelayanan Medik, sedangkan lembaran kedua untuk arsip
RS.

Proses Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan melalui tahapan pra-komputer (manual) dan tahapan komputer
(EDP).
1. Tahapan manual meliputi:
1. Registrasi Laporan Masuk

2. Koreksi Dokumen dan Koding

1. Registrasi Laporan Masuk

Setiap laporan Rumah Sakit yang diterima di Bagian Informasi Pelayanan


Medik di registrasi, yaitu dicatat tanggal dan bulan laporan tersebut diterima.

200
Pada saat registrasi tersebut, komputer mengecek nomor kode RS yang
bersangkutan.

2. Koreksi Dokumen dan Koding


Koreksi dokumen ataupun Koding dilakukan sesuai dengan jenis laporan,
yaitu:
1. Data kegiatan ( RL1 )
Koreksi yang dilakukan meliputi kelengkapan jumlah lembar maupun pengisianpada tiap-
tiap paragraf, khususnya beberapa paragraf yang dalam bentuk tabel, dimana kolom-
kolom dalam tabel ada korelasi nya.
2. Data individual morbiditas pasien rawat nginap (RL2.1, RL2.2, RL2.3)
Pengisian kode diagnosis penyakit oleh RS tidak selalu benar dan justru ada yang kosong,
maka sebelum data tersebut diproses lebih lanjut perlu dilakukan koreksi.
3. Data morbiditas rawat nginap dan rawat jalan (RL2a, RL2a1, RL2c, RL2B
RL2b1,). Dilakukan koreksi khususnya menyangkut kelayakan golongan umur
serta jenis kelamin pasien pada golongan penyakit tertentu.

4. Data inventarisasi RS ( RL3).

Kelengkapan data inventarisasi RS perlu diperbandingkan dengan data tahun sebelumnya.


Untuk itu dilakukan pengecekan manual sebelum data tersebut di entry ke komputer,
dengan demikian seandainya ada data yang meragukan perlu dikonfirmasikan lebih
dahulu ke rumah sakit yang bersangkutan.

5. Data Ketenagaan RS (RL4 & RL4a)

Data ketenagaan yang sifatnya rekapitulasi (RL4) dilakukan pengecekan total tenaga
dengan keadaan tenaga tahun sebelumnya. Apabila terjadi perbedaan yang menyolok,
maka dikonfirmasikan dengan rumah sakit yang bersangkutan. Untuk data individual
ketenagaan (RL4a) dilakukan koding pada beberapa jenis yang sudah ada pembakuannya
seperti kode jenis tenaga, kode jabatan, dll.

6. Data Peralatan RS (RL5 & RL5a)

Data peralatan yang sifatnya rekapitulasi dilakukan pengecekan jumlah menurut sumber
maupun jumlah menurut keadaan/kondisinya.

7. Tahapan komputer meliputi:

201
8. Entry Data

9. Validasi dan Balancing

10. Update/Insert

11. Print (output)

1. Entry data

Entry data merupakan kegiatan yang paling banyak membutuhkan waktu dan tenaga
dalam hal pengolahan data, karena memindahkan laporan satu per satu kedalam
komputer.Walaupun beberapa aspek komputer mampu mengidentifikasi kesalahan
operator, tetapi akhirnya faktor manusia pula yang menentukan.

2. Validasi dan Balancing

Untuk membersihkan data yang salah, dibuatkan list koreksi, yang pada prinsipnya
untuk hal-hal yang berkaitan dengan file yang sudah baku, maka data tersebut
diperbandingkan (match) sehingga dapat diketahui cocok atau tidak. Apabila tidak sama
maka keluarlah list validasi.

Untuk list balancing akan dikeluarkan pada data-data yang dapat dikontrol
jumlahnya, baik sesuai kolom maupun barisnya. Apabila total perincian tersebut tidak
sesuai dengan jumlah yang ada maka keluarlah list balancing.

Sesuai dengan jenis formulirnya, maka data-data yang dikeluarkan dalam list tersebut
berisi kode RS, kode medical record dan sebagainya, dimana selanjut nya diikuti dengan
variabel-variabel yang salah.

Petugas koreksi mengecek kebenaran data tersebut dengan dokumen aslinya. Apabila
temyata data dari komputer yang salah (kesalahan operator yang mengentry) maka list
diperbaiki, tetapi apabila dalam dokumen yang salah dan kesalahannya dapat ditolerir,
maka dokumen dan list diperbaiki. Tetapi untuk hal-hal tertentu yang tidak dapat diatasi
seperti umpama adanya "Penyakit Cacar" maka perlu konfirmasi dari rumah sakit yang
bersangkutan.

3. Update/Insert
Untuk list yang telah selesai dikoreksi di updatekan dan apabila ada data yang
ketinggalan di insertkan, sebagaimana proses entry data.

202
Untuk beberapa jenis laporan tertentu dilakukan validasi/balancing lebih dari satu
kali, hal ini untuk menjaga kualitas data.
4. Print (output)
Setelah diyakini data-data sudah bersih maka dibuatkan tabel-tabel sesuai dengan
bentuk-bentuk program komputer yang telah disiapkan. Dalam bagan dapat
digambarkan arus pengolahan data ( lihat lampiran 3). Kelancaran arus pengolahan
data sering terganggu dengan adanya laporan yang datangnya diluarjadwal
pengiriman data.

Penyajian dan Analisa

Penyajian data menurut sifatnya dapat berupa :


1. Data Deskriptif
2. Data Analitis
Kedua bentuk tersebut dapat bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data deskriptif
masih menggambarkan keadaan apa adanya, belum memberikan gambaran makna dari
pada keadaan tsb.
Deskriptif kuantitatif menggambarkan satu keadaan dalam bentuk angka mutlak
sedangkan deskriptif kualitatif menggambarkan keadaan dalam bentuk ratio, rate,
prosentase. Kedua-duanya belum dapat memberikan gambaran kurang atau lebih maupun
baik dan kurang baik.
Data analitis sudah dapat memberikan makna dari pada keadaan sesuatu, jadi sudah
bisa memberikan suatu informasi yang dapat dipakai sebagai bahan tindak lanjut oleh
decision maker.
Penyajian secara analitis kuantitatif sudah diikuti suatu pernyataan bahwa nilai
tersebut mengandung makna kurang, cukup atau lebih. Sedangkan penyajian secara
analitis kualitatif sudah ada satu pernyataan yang memberikan gambaran mutu,
kecenderungan (baik atau kurang).
Untuk menyajikan data yang bersifat analitis, mutlak perlu adanya suatu nilai
parameter dari berbagai indikator penilaian, karena pada dasarnya analisa dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat keberhasilan dengan membandingkan antara keadaan yang
sebenarnya dengan keadaan yang diharapkan, sehingga dapat dilakukan upaya tindak
lanjut. Contoh: BOR suatu rumah sakit 60 %. Untuk memberikan pernyataan apakah nilai
60% tersebut baik atau tidak harus ada suatu nilai parameter dari BOR yang seharusnya

203
diharapkan. Disamping itu juga harus dikaitkan dengan indikator-indikator lain yang
dipakai untuk menilai tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur RS yaitu LOS, TOI,
BTO, karena nilai yang sama dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lain belum tentu
memberikan gambaran tingkat efisiensi yang sama.
Penyajian data rumah sakit yang telah dilaksanakan saat ini sebagian besar masih
bersifat deskriptif, meskipun ada juga yang telah disajikan secara analitis kuantitatif. Hal
itu tidak terlepas dari berbagai faktor, diantaranya :
1. Belum adanya indikator-indikator berikut nilai parameternya yang sudah
dibakukan. Kalaupun ada lebih banyak masih mengacu pada keadaan di luar
negeri.

2. Khusus menyangkut data ketenagaan, standard ketenagaan yang berlaku dewasa


ini (Permenkes 262) dirasakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan
pelayanan kesehatan masa kini sehingga tidak valid lagi apabila digunakan untuk
merencanakan kebutuhan tenaga, sementara standard-standard lain yang ada
masih berupa rancangan yang belum dibakukan.

Penyebaran Informasi Rumah Sakit

Direktorat Jenderal Pelayanan Medik setiap tahunnya menerbitkan buku berbagai


data rumah sakit yang meliputi:
1. Daftar Rumah Sakit di Indonesia

2. Kegiatan Pelayanan di Rumah Sakit (Seri 1)

3. Ketenagaan Rumah Sakit (Seri 2)

4. Morbiditas/Mortalitas Rumah Sakit (Seri 3)

Dari tahun ketahun, penyajian buku tersebut diupayakan untuk dapat lebih sempurna.
Buku berbagai data rumah sakit tersebut didistribusikan kepada rumah sakit pemerintah,
Kantor Wilayah Depkes Rl, Dinas Kesehatan Propinsi, Unit-Unit kerja di Departemen
Kesehatan khususnya Ditjen Pelayanan Medik serta unit-unit lain baik di lingkungan
Depkes maupun diluar Depkes yang memintanya.
Disamping itu Bagian Informasi Ditjen Pelayanan Medik juga memberikan tayanan
khusus untuk data-data lain yang belum ada di dalam publikasi berbagai data, sepanjang

204
data tersebut ada didalam laporan rumah sakit. Adapun data-data rumah sakit yang dapat
disajikan baik dalam bentuk tabel maupun grafik menurut jenis datanya, yaitu :

Data Kegiatan Rumah Sakit

Data yang disajikan dapat berupa resume pelayanan yang berisi angka-angka mutlak
(angka penjumlahan) maupun data yang berupa indikator-indikator (angka rata-rata atau
angka perbandingan), diantaranya :
1. Jumlah penderita dirawat

2. Jumlah penderita keluar hidup

3. Jumlah penderita keluar mati, baik mati < 48 jam maupun mati > 48 jam

4. Jumlah lamanya dirawat untuk pasien yang sudah keluar rumah sakit

5. Jumlah hari perawatan rumah sakit

6. Jumlah kunjungan baru rumah sakit

7. Jumlah seluruh kunjungan rumah sakit

8. Jumlah kegiatan kesehatan jiwa (Psikotes, Konsultasi, Terapi medikamentosa,


Play Therapy)

9. Jumlah pasien rujukan dan pasien dirujuk

10. Tingkat Pemanfaatan Rumah Sakit (Cara Pembayaran)

11. Bed Occupancy rate (BOR)

12. Length of Stay (LOS)

13. Bed Turn Over (BTO)

14. Turn Over Interval (TOI)

15. Nett Death Rate (NDR)

16. Gross Death rate (GDR)

17. % mati kurang dari 48 jam

18. Rata-rata kunjungan baru/hari

205
19. o Rata-rata kunjungan/hari, dsb

Data Morbiditas

Data yang dapat disajikan diantaranya :


1. Pola penyakit

2. Jumlah pasien menurut jenis penyakit, kelompok umur, jenis kelamin

3. Nosokomial Infection rate

4. "Average Post Operative Length of Stay" untuk setiap jenis penyakit dengan
operasi.

5. "Average Pre Operative Length of Stay" untuk setiap jenis penyakit dengan
operasi.

6. "Average Length of Stay" untuk masing-masing jenis penyakit pasien rawat


nginap

7. "Case Fatality Rate", setiap jenis penyakit rawat nginap.

8. "Proportional Morbidity Rate", dsb.

Data Inventarisasi Rumah Sakit


Data yang dapat disajikan diantaranya :
1. Daftar rumah sakit diperinci menurut propinsi

2. Daftar rumah sakit diperinci menurut jenis

3. Daftar rumah sakit diperinci menurut pengelola

4. Daftar rumah sakit diperinci menurut kelas

5. Daftar nama Direktur rumah sakit

6. Daftar perizinan rumah sakit

7. Distribusi RS dan tempat tidur menurut jenis dan pengelola RS

8. Perincian tempat tidur menurut jenis pelayanan

206
9. Perincian tempat tidur menurut kelas perawatan

10. Ratio tempat tidur RS dengan penduduk

11. Kecenderungan peningkatan tempat tidur rumah sakit, dsb.

Data Ketenagaan Rumah Sakit


Data yang dapat disajikan diantaranya :
1. Jumlah tenaga medis menurut kualifikasi pendidikan (jenis keahlian)
2. Jumlah tenaga asisten ahli menurut keahlian dan status
3. Jumlah tenaga medis menurut status kepegawaian
4. Jumlah tenaga paramedis perawatan menurut kualifikasi pendidikan
5. Jumlah tenaga paramedis perawatan menurut status kepegawaian
6. Jumlah tenaga paramedis non perawatan menurut kualifikasi pendidikan
7. Jumlah tenaga paramedis non perawatan menurut status kepegawaian
8. Jumlah tenaga non medis menurut kualifikasi pendidikan
9. Jumlah tenaga non medis menurut status kepegawaian
10. Jumlah tenaga menurut jenis dan golongan gaji
11. Ratio tenaga menurut jenis dengan tempat tidur
12. Ratio tenaga menurut jenis dengan kunjungan
13. Kebutuhan tenaga minimal menurut jenis tenaga, dsb.

Data Peralatan Rumah Sakit


1. Jumlah alat menurut jenis dan sumber pengadaannya
1. Jumlah alat menurut jenis dan kondisinya

Penggunaan Indikator Program Rumah Sakit


Tujuan dan sasaran suatu program dapat berbeda tergantung dari eselon atau tingkat
perencanaan atau pelaksana yang harus melakukan monitoring atau evaluasi.
Di tingkat operasional rumah sakit, monitoring terhadap indikator program dilakukan
dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui tingkat mutu dan efisiensi pelayanan.

2. Membuat perbandingan mutu dan efisiensi diantara unit-unit (bagian) di dalam


rumah sakit.

207
Dengan kata lain, indikator dapat dipakai untuk menilai peningkatan kemampuan
manajemen dan efisiensi serta mutu pelayanan.

Meningkatkan Kemampuan Manajemen dan Efisiensi.

Sebenamya indikator untuk sasaran ini tidak lain sama dengan indikator efisiensi di
rumah sakit. Kemampuan manajemen rumah sakit dapat diandalkan jika manajemen
dilakukan dengan efisien. Pengertian efisiensi selalu dikaitkan dengan pengertian
perbandingan antara input sumber daya (tenaga, dana, alat, metoda) dan output yang
dihasilkan dalam satuan. Secara tradisional output pelayanan di rumah sakit selalu
dinyatakan dalam bentuk Jumlah Hari Rawat, Jumlah Pasien yang Masuk Dirawat, atau
Jumlah Pasien yang Keluar.
Efisiensi Penampilan Rumah Sakit dinyatakan dalam bentuk Biaya Per Satu Hari
Rawat, Persentase Okupasi, Rata-rata Lama Hari Rawat, Bed Turnover Internal,Turnover
Rate. Apakah betul demikian ? Marilah kita lihat dua buah rumah sakit A dan B. Rumah
Sakit A adalah rumah sakit khusus merawat pasien kronis (Jiwa atau TB Paru)
mempunyai B0R 90 % dengan AvLOS 20 hari. Rumah Sakit B adalah rumah sakit umum
Kelas B dengan pelayanan spesialisasi dan sub-spesialisasi mempunyai BOR 70 %
dengan AvLOS 9 hari. Jika dua rumah sakit tersebut diperbandingkan maka jelas rumah
sakit A kurang efisien dibandingkan dengan rumah sakit B. Contoh ekstrim ini
menunjukkan bahwa memperbandingkan dua buah atau lebih rumah sakit yang berbeda
dalam hal fasilitas pelayanan yang disediakan, penggunaan teknologi pelayanan , dan
sumber daya yang tersedia akan dapat menyesatkan. Di rumah sakit B juga dirawat
banyak pasien kronis (jiwa misalnya) yang menunjukkan BOR tinggi dan AvLOS
panjang untuk ruangan pasien kronis ini, walaupun angka BOR untuk seluruh rumah sakit
tercatat ± 60 %. Perbedaan sifat pasien, perbedaan dalam hal tindakan medik dan
teknologi intervensi ini disebut dengan "Case Mix". Karena adanya "Case Mix" inilah
maka harus dicari indikator lain yang lebih sesuai untuk memperbandingkan tingkat
efesiensi dari dua atau lebih rumah sakit, atau untuk memperbandingkan dan
menggambarkan tingkat efisiensi unit (bagian) didalam rumah sakit sendiri.
Indikator yang selama ini dipakai untuk menilai tingkat efisiensi di rumah sakit
adalah gambaran Grafik Barber- Johnson. Grafik ini digambarkan dari 4 jenis variabel,
yaitu BOR, AvLOS, Turnover Interval dan Bed Turnover Ratio. Kelemahan disini adalah
karena variabel diperoleh dari angka rata-rata, di dalam angka rata-rata ini mengandung

208
variasi angka yang tidak mungkin kita dapat abaikan begitu saja. Namun walaupun begitu
Grafik ini pasti sangat bermanfaat, terutama untuk memonitor kecenderungan dari tingkat
efisiensi di dalam rumah sakit itu sendiri.
Di Amerika dikembangkan indikator yang lebih tajam lagi untuk menilai tingkat
efisiensi rumah sakit dengan cara memperkecil pengaruh "Case Mix". Indikator yang
banyak digunakan adalah:
1. AvLOS pasien pre-operative.
2. AvLOS penyakit tertentu yang disebut dengan Tracer Conditions.
Pasien yang harus mengalami operasi biasanya diharuskan terlebih dahulu menjalani
pemeriksaan diagnostik lengkap Radiologi dan Laboratorium atau harus masuk rumah
sakit untuk observasi terhadap keadaan tertentu. Jadi pasien sudah menggunakan sumber
daya rumah sakit tidak sedikit sebelum dia di operasi. Lebih lama pasien dirawat, atau
lebih banyak dia harus menjalani tes diagnostik sebelum saatnya dioperasi lebih banyak
pasien tersebut akan menghabiskan sumber daya rumah sakit. Disini ada unsur
pemborosan yang harus diperhitungkan atau dengan kata lain ada unsur in-efisiensi.
Lebih singkat Av LOS pre-operasi, lebih hemat dan lebih efisien pelayanan yang
diberikan.
Indikator yang lebih tajam lagi untuk menilai efisiensi rumah sakit adalah dengan
cara menghitung Av LOS dari beberapa jenis penyakit tertentu (Tracer Conditions) yang
dicatat di rumah sakit. Perkembangan paling akhir terjadi di Amerika untuk mencari
indikator efisiensi rumah sakit paling andal yang sekaligus digunakan untuk menilai
tingkat mutu pelayanan. Pencarian ini dirintis lewat riset intensif menggunakan teknologi
komputer canggih. Hasilnya adalah penyusunan sekelompok diagnose penyakit yang
dinamakan sebagai Diagnosis Related Group (DRG). Di dalam DRG ini dikumpulkan 83
kelompok besar penyakit dan kemudian masih dibagi menjadi sub-kelompok sehingga
akhirnya tersusun 383 jenis penyakit. Tiap jenis penyakit dapat dikatakan mempunyai Av
LOS yang tidak berbeda panjangnya, tidak berbeda cara penanganan mediknya, dan
menghabiskan sumber daya yang kurang lebih sama besamya.
DRG disusun dari kumpulan diagnosis penyakit dari ICD ke IX WHO. Pada saat ini
DRG sudah dipergunakan oleh hampir setiap rumah sakit di Amerika untuk menghitung
unit cost penyakit, menyusun tarif, menyusun anggaran belanja, dan untuk
memperbandingkan mutu pelayanan diantara rumah sakit.

Mutu Pelayanan

209
Konsep dan pengertian tentang mutu pelayanan di rumah sakit agak sulit untuk
dijelaskan karena adanya persepsi sebagian orang bersifat subyektif. Terdapat banyak
sekali variabel bebas yang mempengaruhi pelayanan ini. Negara yang paling banyak
mempersoalkan penilaian mutu dan kemudian melakukan banyak sekali riset tentang
mutu pelayanan rumah sakit adalah negara Amerika. Riset ini dilakukan untuk mencari
jalan keluar dan berusaha untuk memberikan pengertian operasional tentang mutu,
mencari pendekatan untuk menilai mutu dan mencari cara yang tepat dan obyektif
sebagaimana mutu rumah sakit dilakukan. Salah satu hasil dari riset tersebut adalah DRG
yang telah dijelaskan di atas.
Pada umumnya para ahli sekarang sudah sepakat bahwa indikator untuk membuat
analisa tentang mutu pelayanan rumah sakit (bukan mengukur mutu) adalah sebagai
berikut:
1. AvLOS DRG
2. AvLOS Postoperative.
3. AvLOS Tracer Conditions.
4. Net Death Rate Hospital.
5. Infection Rate Postoperative.
6. Postoperative Death Rate.

Pemerataan Pelayanan.
Pemerataan pelayanan rumah sakit mempunyai arti orang dapat diberikan pelayanan
yang lebih banyak, cakupan pelayanan rumah sakit keluar lebih luas, atau lebih banyak
jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan oleh rumah sakit.

Pengertian pemerataan mengandung unsur wilayah kerja, jumlah penduduk, dan


kesempatan penduduk menggunakan sarana yang tersedia di rumah sakit (tempat tidur,
poliklinik, kamar operasi, unit darurat dan lain sebagainya).Pengertian pemerataan ini
mengharuskan rumah sakit mengetahui luas cakupan pelayanan yang biasanya disebut
dengan "Service Area" atau "Catchment Area" rumah sakit.

Untuk mengetahui luas service area ini ada beberapa cara. Yang paling sederhana, akan
tetapi memakan waktu lama dan rumit, adalah mencatat alamat dari semua pasien yang
pernah datang berobat di rumah sakit. Cara lain adalah menghitung kelahiran bayi di
rumah sakit dibandingkan dengan angka kelahiran bayi di masyarakat. Rumusannya
adalah sebagai berikut:
210
Service area population

X = Jumlah kelahiran di rumah sakit.


Y = Jumlah kelahiran di daerah diluar mmah sakit.
Z = Jumlah penduduk di daerah.
Perhitungan ini dibuat sederhana karena adanya anggapan bahwa kelahiran terjadi
secara merata di kalangan penduduk di satu daerah.
Cara lain untuk mengetahui luas cakupan dan indikasi pemerataan, adalah
perbandingan dari jumlah pasien yang masuk dirawat nginap di rumah sakit dan jumlah
penduduk di satu daerah tertentu, yang disebut dengan : Admission Use Rate.

Permasalahan dan Upaya Pemecahannya


Pada pelaksanaan Sistem Informasi Rumah Sakit, dijumpai masalah, baik yang
dikarenakan faktor dari luar maupun faktor dari dalam. Permasalahan yang perlu segera
mendapatkan pemecahan dapat di identifikasikan sbb:

Faktor Dari Luar (Unit Pelapor)


1. Keterlambatan laporan yang menyebabkan data tidak bisa diproses secara
serentak, sehingga dampak dari pada keterlambatan tersebut adalah terjadinya
keterlambatan didalam penyajiannya. Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya
sanksi batas waktu akhir penyampaian laporan. Apabila sampai batas waktu yang
ditentukan data tidak masuk, dimasukkan data periode sebelumnya, dan apabila
data periode sebelumnya juga tidak masuk diambil angka perkiraan
(ekstrapolasi).
2. Kecermatan pengisian laporan seringkali kurang diperhatikan sehingga
menyebabkan bertambahnya waktu yang di pergunakan untuk proses pengolahan
(dikarenakan menunggu datangnya perbaikan). Untuk itu perlu dilakukan
pengawasan kecermatan pelaporan di rumah sakit secara berjenjang sesuai
dengan hierarkhi kewenangannya, serta melatih tenaga-tenaga pelaksana.
Faktor Dari Dalam
1. Informasi yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal di dalam proses
manajemen

211
2. Tidak tersedia dana (kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit) untuk keperluan
bimbingan teknis langsung ke rumah sakit.
3. Adanya kecenderungan meningkatnya jumlah laporan yang dimintakan ke rumah
sakit (penambahan secara lebih rinci, untuk keperluan program) yang menyebabkan
bertambahnya beban kerja rumah sakit dalam hal pelaporan.Untuk mengatasi
masalah tersebut perlu adanya pembatasan yang jelas
Informasi-informasi mana yang dapat diperoleh melalui bentuk pelaporan rutin, serta
informasi-informasi mana yang hanya dapat diperoleh melalui survei atau pengumpulan
data yang bersifat insidentil.

BAB 11

Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS)

D
alam Sistem Kesehatan Nasional puskesmas adalah sebagai ujung tombak
dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat yang
dikenal sebagai Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) strata pertama di setiap
kecamatan. Puskesmas bertanggung jawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya.
212
Di dalam sistem kesehatan daerah puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas
pada dinas kesehatan kota/kabupaten, dan merupakan unit struktural pemerintah daerah
kota/kabupaten.
GBHN tahun 1993 telah mengamanatkan antara lain tentang perlunya dibangun
suatu sistem informasi yang terpadu dalam rangka meningkatkan daya guna manajemen
pembangunan. Dengan demikian, sistem informasi perlu dikembangkan dalam rangka
mendukung kelancaran proses manajemen institusi kesehatan pemerintah di berbagai
jenjang administrasi, termasuk di tingkat Puskesmas.
Pengembangan sistem informasi manajemen Puskesmas pada hakekatnya bertolak
dari pemahaman bahwa pelaksanaan SP2TP perlu ditingkatkan sehingga tidak hanya
berorientasi pada pencatatan dan pelaporan saja, namun informasi yang dihasilkan oleh
SP2TP itu diharapkan dapat menjadi masukan bagi peningkatan proses manajemen
Puskesmas, perbaikan pelaksanaan kegiatan bulanan maupun rencana operasional
tahunan Puskesmas, dan sebagai dasar penggerakan pelaksanaan staf Puskesmas melalui
lokakarya mininya.
Bagi manajemen Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, informasi yang dipasok oleh
sistem ini perlu dikonfirmasikan dan dipadukan dengan berbagai informasi yang
dihasilkan oleh sistem lain, dalam upaya mengetahui gambaran keadaan dan masalah
kesehatan di wilayahnya. Dengan mengetahui keadaan dan masalah kesehatan secara
benar, diharapkan dapat diambil langkah-langkah pemecahan atau penanggulangannya
secara memadai.

Konsep Dasar SIMPUS


Pengertian
Pusat kesehatan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan Puskesmas adalah
institusi pemerintah paling depan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat diwilayah kerjanya. Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
128/MENKES/SK/II/2004, dijelaskan tentang pengertian puskesmas sebagai berikut:
‖Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas yang bertanggung jawab
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja‖.
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan
pusat pengembangan kesehatan masyarakat dan turut membina peran serta masyarakat
dan memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat
di wilayah kerjanya dalam bentuk beberapa kegiatan pokok kesehatan.
213
Hingga kini belum ada kesepakatan terhadap batasan istilah Sistem Informasi
Manajemen Puskesmas (SIMPUS). Definisi yang cukup memadai sebagai berikut :
"Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) adalah suatu tatanan
manusia/peralatan yang menyediakan informasi untuk membantu proses manajemen
Puskesmas mencapai sasaran kegiatannya". Sumber informasi utamanya adalah SP2TP,
sedangkan informasi lain yang ada, berperan sebagai pelengkap.

Tujuan SIMPUS
Tujuan umum SIMPUS adalah meningkatnya kualitas manajemen Puskesmas secara
lebih berhasil-guna dan berdaya-guna, melalui pemanfaatan secara optimal data SP2TP
dan informasi lain yang menunjang.

Sedangkan tujuan khusus SIMPUS adalah sebagai berikut:


1. Sebagai dasar penyusunan Perencanaan Tingkat Puskesmas (PTP)

2. Sebagai dasar penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas


(Lokakarya Mini)

3. Sebagai dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas


(PWS dan Stratifikasi Puskesmas)

4. Untuk mengatasi berbagai hambatan pelaksanaan kegiatan pokok Puskesmas.

Penyelengaraan SIMPUS
Sumber Informasi
Sebagaimana diketahui, SP2TP terdiri dari komppnen pencatatan dan komponen
pelaporan. Yang terutama dibutuhkan untuk menunjang kegiatan manajemen Puskesmas
adalah komponen pencatatannya, oleh karena informasi yang dapat dihasilkan dari
komponen ini lebih lengkap daripada komponen pelaporannya. Pencatatan-pencatatan
yang utama, antara lain adalah:
1. Kartu individu, seperti Kartu Rawat Jalan, Kartu Ibu, Kartu TB, Kartu Rumah
dan sebagainya,

2. Register, seperti Register Kunjungan, Register KIA, Register Filariasis, Register


Posyandu, dan sebagainya;

3. Laporan Kejadian Luar Biasa dan Laporan Bulanan Sentinel;

214
4. Rekam Kesehatan Keluarga (RKK atau Family Folder), yang diberikan khusus
untuk keluarga berisiko antara lain :

1. salah seorang anggotanya menderita TB Paru;

2. salah seorang anggotanya menderita Kusta;

3. salah seorang anggotanya mempunyai risiko tinggi seperti: ibu hamil, neonatus
risiko tinggi (BBLR) dan balita kurang energi kronis (KEK)

4. salah satu anggotanya menderita gangguan jiwa.


Di samping SP2TP juga diperlukan informasi dari instansi di luar sektor
kesehatan ataupun sumber-sumber lainnya, seperti informasi kependudukan, hasil
kegiatan sector lain yang terkait, seperti BKKBN, Pertanian, Bangdes, Depdikbud, PU,
dan lain-lain. Hasil pengolahan data SP2TP dan informasi lainnya dimanfaatkan untuk
meningkatkan manajemen Puskesmas.
Mekanisme
Mekanisme kerja SIMPUS adalah sebagai berikut:
1. Data SP2TP dan data lainnya diolah, disajikan dan diinterpretasikan sesuai
dengan Petunjuk Pengolahan dan Pemanfaatan Data SP2TP serta Petunjuk dari
masing-masing program yang ada (seperti program ISPA, Malaria, Imunisasi,
Kesehatan Lingkungan, KIA, Gizi, Perkesmas dan sebagainya).

2. Pengolahan, analisis, interpretasi dan penyajian dilakukan oleh para penanggung-


jawab masing-masing kegiatan di Puskesmas dan pengelola program di semua
jenjang adminstrasi.

3. Informasi yang diperoleh dari pengolahan dan interpretasi data SP2TP dan
sumber lainnya, dapat bersifat kualitatif (seperti meningkat, menurun dan tidak
ada perubahan) dan bersifat kuantitatif dalam bentuk angka seperti jumlah,
persentase dan sebagainya. Informasi tersebut dapat berupa laporan tahunan
Puskesmas.

Pemanfaatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan SIMPUS:
1. Informasi yang diperoleh dari SP2TP dan informasi lainnya dimanfaatkan untuk
menunjang proses manajemen di tingkat Puskesmas, sebagai bahan untuk

215
penyusunan rencana tahunan Puskesmas, penyusunan rencana kerja operasional
Puskesmas, bahan pemantauan evaluasi dan pembinaan.

2. Informasi dari SP2TP dan sumber lainnya akan membantu Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten dalam penyusunan perencanaan tahunan, penilaian kinerja
Puskesmas berdasarkan beban kerja dan pencapaian hasil kegiatan Puskesmas,
sebagai bahan untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan program di
wilayahnya, untuk menentukan prioritas masalah dan upaya pemecahan dan
tindak lanjutnya.

3. Informasi dari SP2TP akan membantu kelancaran perencanaan (P1), penggerakan

pelaksanaan (P2) dan pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3) program-program,


sebagai masukan untuk diskusi UDKP.
Peranan Kota/Kabupaten dalam Pembinaan SIMPUS
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten bertugas membina Puskesmas sehingga
Simpus dapat terselenggara di setiap Puskesmas. Dalam melaksanakan tugas tersebut
Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten membentuk Tim yang terdiri dari para
pengelola program serta menyediakan sarana termasuk peningkatan kemampuan dan
penyediaan sumber daya manusia.
Dalam pemanfaatan Simpus Kota/Kabupaten perlu menyadari bahwa sistem
informasi manajemen Puskesmas pada hakekatnya merupakan suatu subsistem informasi
dalam sistem informasi manajemen kesehatan Kota/Kabupaten. Sehingga masukan yang
diperoleh dari subsistem ini perlu dikonfirmasi atau dipadukan dengan subsistem
informasi lainnya sebagai dasar pemikiran untuk pengambilan keputusan di
Kota/Kabupaten.
Tugas Tim Kota/Kabupaten dalam pembinaan SIMPUS adalah :
1. Melakukan pembinaan Simpus. Dalam pembinaan ini memperhatikan pada
ketepatan waktu laporan, kualitas data, pengolahan dan pemanfaatan data oleh
Puskesmas dan oleh tingkat Kota/Kabupaten.

2. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan sistem informasi


manajemen Puskesmas.

3. Mengorganisir pertemuan berkala sesuai dengan jadwal yang disepakati di


Kota/Kabupaten, untuk membahas SIMPUS di wilayahnya.

216
4. Memberikan umpan-balik hasil pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
sistem informasi manajemen Puskesmas kepada Puskesmas.

5. Mengorganisir supervisi berkala ke Puskesmas dalam rangka pembinaan


pelaksanaan SIMPUS.

Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas


Pengertian SP2TP
Beberapa definisi komponen-komponen SP2TP:
”Sistem” adalah satu kesatuan yang terdiri dari komponen yang saling berkaitan,
berintegrasi dan mempunyai tujuan tertentu.

"Terpadu" diartikan sebagai gabungan berbagai macam kegiatan upaya pelayanan


kesehatan Puskesmas yang tidak tumpang tindih, sehingga dapat dihindarkan pencatatan
dan pelaporan lain, yang akan memperberat beban kerja petugas Puskesmas.

Puskesmas di sini sudah mencakup Puskesmas, Puskesmas dengan tempat tidur,


Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Bidan di desa.

Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa SP2TP adalah sistem pencatatan dan
pelaporan gabungan berbagai macam kegiatan upaya pelayanan kesehatan Puskesmas dan
jajarannya dalam menunjang manajemen program Puskesmas.

Ruang Lingkup SP2TP


Pelaksanaan SP2TP menganut konsep wilayah kerja Puskesmas. Oleh karena itu
mencakup semua kegiatan yang dilakukan oleh Puskesmas (Puskesmas Pembantu,
Puskesmas Keliling, termasuk Bidan di desa).
Jenis data yang dikumpuikan dan dicatat da!am SP2TP adalah seluruh kegiatan di
Puskesmas yang meliputi data :
1. Umum dan demografi di wilayah kerja Puskesmas.

2. Ketenagaan di Puskesmas.

3. Sarana yang dimiliki Puskesmas.

4. Kegiatan pokok Puskesmas yasig dilakukan di dalam dan di luar gedung


Puskesmas

217
Variabel atau indikator yang dilaporkan adalah data/informasi yang sensitif, mudah
diperoleh, spesifik dan sederhana, serta bermanfaat untuk pemantauan dan evaluasi, yang
dapat menggambarkan aksesibilitas, masalah, manajemen dan dampak program.
Diharapkan pencatatan di Puskesmas dan laporan yang diterima di Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi, serta Pusat, diolah dan dimanfaatkan oleh
pengambil keputusan dan penanggung jawab program guna meningkatkan pelaksanaan
programnya.
Laporan SP2TP mempergunakan sistem tahun kalender. Periode laporan dari Puskesmas
ke Kota/Kabupaten adalah bulanan dan tahunan. Periode laporan dari Kota/Kabupaten ke
Propinsi dan Pusat adalah triwulan.

Pengorganisasian
Dalam peiaksanaan SP2TP pengorganisasian di berbagai jenjang administrasi adalah
sebagai berikut:
Tingkat Puskesmas
1. Pengorganisasian.
1. Penanggung jawab : Kepala Puskesmas

2. Koordinator : Petugas yang ditunjuk Kepala Puskesmas

3. Anggota : Pelaksana Kegiatan di Puskesmas


2. Tugas Penanggung Jawab SP2TP.
4. Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas pelaksanaan Sistem Pencatatan dan
Pelapoian Terpadu di Puskesmas.

5. Memberikan bimbingan kepada koordinator SP2TP dan para pelaksana kegiatan


di Puskesmas.
3. Tugas Koordinator SP2TP.
1. Mengumpulkan laporan dari masing-masing pelaksana kegiatan

2. Bersama dengan para pelaksana kegiatan membuat laporan bulanan SP2TP dan
mengirimkan laporan tersebut ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.

3. Bersama dengan para pelaksana kegiatan membuat laporan tahunan SP2TP dan
mengirimkan laporan tersebut ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten paling lambat
tanggal 31 Januari tahun berikutnya.

218
4. Menyimpan arsip laporan SP2TP dari masing-masing pelaksana kegiatan.

5. Bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan SP2TP kepada Kepala


Puskesmas

6. Mempersiapkan pertemuan berkala setiap 3 bulan yang dipimpin oleh Kepala


Puskesmas dengan pelaksana kegiatan untuk menilai pelaksanaan kegiatan
SP2TP.
4. Tugas Pelaksana Kegiatan.
1. Mencatat setiap kegiatan pada kartu individu dan register yang ada.

2. Mengadakan bimbingan terhadap Puskesmas Pembantu dan Bidan di Desa

3. Melakukan rekapitulasi data dari hasil pencatatan dan laporan Puskesmas


Pembantu serta Bidan di desa menjadi laporan kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya. Hasil dari rekapitulasi ini merupakan bahan untuk mengisi/membuat
laporan SP2TP.

4. Setiap tanggal 5 mengisi/rnembuat laporan SP2TP dari hasil kegiatan masing-


masing dalam 2 rangkap dan disampaikan kepada Koordinator P2TP Puskestnas.
Dengan rincian satu rangkap untuk arsip Koordinator SP2TP Puskesmas dan satu
rangkap oleh Koordinator SP2TP Puskesmas disampaikan ke Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten.

5. Mengolah dan memanfaatkan data hasil rekapitulasi untuk tindak lanjut yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya

6. Bertanggungjawab atas kebenaran isi laporan kegiatannya.

Tingkat Kota/Kabupaten
Di Kota/Kabupaten dibentuk Tim SP2TP dengan susunan personalia sebagai berikut:
1. Pengorganisasian
1. Penanggung jawab : Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
2. Koordinator : Kepala Sub Bagian Tata Usaha
3. Pelaksana : Urusan Rencana dan Informasi
4. Anggota : Pengelola Program

219
Pengorganisasian di atas didasarkan pada struktur organisasi Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten Pola Maksimal sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri No.21/94
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja, Dinas Kesehatan.

Dalam hal Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten menganut Pola


Minimal, maka Koordinator Tim SP2TP Kota/Kabupaten adalah Kepala Seksi Pelayanan
Kesehatan dan sebagai pelaksananya adalah Kepala Sub Sie Puskesmas.

5. Tugas Penanggung Jawab SP2TP.

1. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan SP2TP.

2. Memberikan bimbingan kepada koordinator, pelaksana dan anggota tim SP2TP

3. Mengadakan pertemuan berkala setiap 3 bulan sekali untuk menilai hasil


pelaksanaan SP2TP.

4. Memanfaatkan data laporan SP2TP dalam penyusunan laporan tahunan, profil


dan perencanaan kesehatan Kota/Kabupaten.

5. Tugas Koordinator SP2TP.


1. Mengkoordinasikan laporan SP2TP yang diterima dari Puskesmas.

2. Mengkoordinir pelaksanaan entri data/pengolahan data laporan SP2TP.

3. Menyampaikan hasil olahan/rekapitulasi/hasil entri data laporan SP2TP kepada


pengelola program di Kota/Kabupaten.

4. Setiap tanggal 20 dari triwulan dimaksud mengirimkan hasil entri data/


rekapitulasi data SP2TP kepada Dinas Kesehatan Propinsi, dan Direktorat
Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan.

5. setiap akhir bulan Februari tahun berikutnya mengirimkan hasil entri data/
rekapitulasi laporan tahunan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Direktorat
Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

6. Tugas Pelaksana SP2TP.


1. Menerima laporan SP2TP dari koordinator SP2TP Kota/Kabupaten.
2. Melakukan entri data/rekapitulasi data laporan SP2TP.
3. Menyerahkan hasil entri data/rekapitulasi data laporan SP2TP kepada koordinator
SP2TP Kota/Kabupaten.
220
4. Mengarsipkan laporan SP2TP Puskesmas yang telah di rekap/di entri.
5. Menyimpan arsip hasil entri data/rekapitulasi data laporan SP2TP.
6. Tugas Anggota ( Pengelola Program ).
1. Menerima hasil entri/rekapitulasi data laporan SP2TP dari koordinator SP2TP.

2. Melakukan koreksi data hasil entri/rekapitulasi dan menyampaikan hasilnya


kepada pelaksana SP2TP.

3. Mengolah dan memanfaatkan hasil entri/rekapitulasi laporan SP2TP sebagai


bahan untuk umpan balik dan bimbingan teknis ke Puskesmas serta tindak lanjut
yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja program yang menjadi
tanggungjawabnya.

4. Tim SP2TP Kota/Kabupaten juga bertanggung jawab dalam pembinaan


pelaksanaan SP2TP di tingkat Puskesmas.
Tingkat Propinsi
Di Propinsi dibentuk Tim SP2TP dengan susunan personalia sebagai berikut:
1. Pengorganisasian.
Pengorganisasian di tingkat propinsi terdiri dari:
1. Pembina : Kepala Dinas Kesehatan Propinsi

2. Penanggungjawab : Kepala Sub Dinas Bina Program

3. Koordinator : Kepala Sub Dinas Bina Pelayanan Kesehatan

4. Pelaksana/Sekretaris I : Kepala Sie Puskesma

II:Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Informasi Kesehatan

5. Anggota : Pengelola Program

1. Tugas Penanggung Jawab SP2TP.

1. Bertanggung jawab terhadap pelaksana SP2TP tingkat Propinsi.

2. Memberikan bimbingan kepada koordinator, pelaksana dan anggota tim SP2TP


tingkat propinsi, Kota/Kabupaten dan Puskesmas.

3. Mengadakan pertemuan evaluasi berkala setiap 6 bulan sekali dengan


koordinator, pelaksana dan anggota tim SP2TP tingkat propinsi.

221
1. Tugas Koordinator SP2TP.

1. Mengkoordinir laporan SP2TP yang diterima dari Kota/Kabupaten.


2. Mengirimkan laporan hasil entri/rekapitulasi data SP2TP ke pengelola program
untuk dianalisis.
3. Mengirimkan umpan balik hasil olahan/analisis program setiap triwulan ke
Kota/Kabupaten, paling lambat tanggal 20 dua bulan berikutnya dari triwulan
yang bersangkutan.
4. Mengirimkan hasil entri/rekapitulasi data SP2TP ke Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan.
1. Tugas Pelaksana/Sekretaris I dan Sekretaris II SP2TP .
1. Mengolah laporan/entri data SP2TP yang diterima oleh koordinator SP2TP
Propinsi

2. Menyampaikan hasil olahan/entri data ke koordinator SP2TP Propinsi.

3. Mengarsipkan laporan SP2TP dari Kota/Kabupaten yang telah diolah/dientri.

4. Menyampaikan hasil olahan Propinsi ke Depkes.

1. Tugas Anggota SP2TP ( Pengelola Program ).

1. Menerima laporan hasil entri/olahan data SP2TP dari koordinator SP2TP


Propinsi,

2. Mengolah dan menganalisis laporan yang diterima dan melaksanakan tindak


lanjutnya.

1. Tim SP2TP juga bertanggung jawab dalam pembinaan


pelaksanaan SP2TP di tingkat Kota/Kabupaten.
Pengelolaan SP2TP
Pelaksanaan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) terdiri
dari pencatatan, pelaporan dan pengolahan serta pemanfaatan data.
Pencatatan
Kegiatan pokok Puskesmas baik yang dilakukan di dalam gedung maupun di luar
gedung Puskesmas, Puskesmas Tempat Tidur dan Puskesmas Pembantu serta Bidan di
desa, harus dicatat. Dengan demikian perlu adanya mekanisme pencatatan yang baik,
formulir yang cukup serta cara pengisian yang benar dan teliti.

222
1. Formulir pencatatan.
Formulir pencatatan SP2TP terdiri dari :
1. Rekam Kesehatan Keluarga (RKK) atau yang disebut "Family Folder".
Yang dimaksud RKK adalah himpunan kartu-kartu individu suatu keluarga yang
memperoleh pelayanan kesehatan di Puskesmas. Adapun kegunaan RKK adalah:

1. untuk mengikuti keadaan kesehatan di suatu keluarga.

2. untuk mengetahui gambaran penyakit di suatu keluarga.

Penggunaan RKK diutamakan pada keluarga yang anggotanya mengidap salah satu
penyakit/kondisi, antara lain:
1. salah seorang anggota keluarga adalah penderita TB Paru.

2. salah seorang anggota keluarga adalah penderita Kusta.

3. keluarga risiko tinggi yaitu ibu hamil risiko tinggi, neonatus risiko tinggi
(BBLR), balita kurang energi kronis (KEK).

4. salah seorang anggota keluarga adalah penderita gangguan jiwa.

Keluarga yang menggunakan RKK diberi kartu tanda pengenal keluarga (KTPK)
yang merupakan alat bantu untuk memudahkan pencarian berkas/tile keluarga yang telah
terdaftar/mendapatkan pelayanan pada saat meminta pelayanan ulang di Puskesmas.
KTPK dibuat 2 rangkap, 1 dibawa oleh keluarga pengunjung Puskesmas, dan 1 disimpan
di Puskesmas.
5. Kartu Tanda Pengenal (KTP).
KTP diberikan kepada individu yang berkunjung/berobat ke Puskesmas dan merupakan
alat bantu untuk memudahkan pencarian berkas/file bagi individu yang telah
terdaftar/mendapat pelayanan pada saat meminta pelayanan ulang di Puskesmas.
Khusus untuk akseptor KB, penyakit kusta dan TB paru mempergunakan KTP khusus
yaitu kartu KB, kartu penderita kusta dan kartu penderita TB Paru, atas namanya sendiri.
Maksud pemberian kartu ini adalah apabila yang bersangkutan pindah, maka kartu dan
rekam kesehatan/berkasnya dibawa pindah (untuk memudahkan/mengetahui pelayanan
yang telah diberikan/ didapatkan oleh yang bersangkutan).
6. Kartu Rawat Jalan atau kartu rekam medik pasien adalah alat untuk mencatat
identitas dan status pasien yang berkunjung ke Puskesmas untuk memperoleh
pelayanan rawat jalan.
223
7. Kartu Rawat Tinggal atau kartu rekam medik pasien adalah alat untuk mencatat
identitas dan status pasien yang di rawat di Puskesmas yang mempunyai ruang
rawat inap.
8. Kartu Penderita Kusta.
Kartu ini khusus untuk penderita kusta, yang berisi identitas penderita kusta yang dilayani
di gedung Puskesmas.Kartu Indeks Penyakit Khusus Kusta, merupakan alat untuk
mengetahui riwayat dan perkembangan penyakit kusta.
9. Kartu Penderita TB Paru.
Kartu ini khusus untuk penderita TB Paru, yang berisi identitas penderita TB Paru yang
dilayani di gedung Puskesmas Kartu Indeks Penyakit Khusus TB Paru adalah alat untuk
mengetahui keadaan dan perkembangan penyakit TB Paru pasien yang dilayani di gedung
Puskesmas.
10. Kartu Ibu adalah alat untuk mengetahui identitas dan status kesehatan serta
riwayat kehamilan ibu sampai kelahiran bayinya.
11. Kartu Anak adalah alat untuk mengetahui identitas, status kesehatan dan
pelayanan baik pelayanan preventif-promotif maupun pengobatan dan
rehabilitatif yang telah diberikan kepada balita dan anak prasekolah.

12. KMS balita adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat pertumbuhan
balita dan pelayanan yang telah diperoleh oleh balita tersebut.

13. KMS anak sekolah adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat
pertumbuhan dan pelayanan yang telah didapat oleh anak sekolah.

14. KMS ibu hamil adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat
perkembangan kesehatan ibu hamil dan pelayanan kesehatan yang telah diterima
yang bersangkutan.

15. KMS Usila adalah alat untuk mencatat kesehatan usia lanjut secara pribadi baik
fisik maupun psiko-sosialnya, sehingga dapat digunakan untuk memantau
kesehatannya, menemukan penyakit pada usia lanjut secara dini dan menilai
kemajuan kesehatan usia lanjut.

16. Kartu Tumbuh Kembang Balita adalah alat untuk mencatat tumbuh kembang
balita, sehingga apabila terdapat kelainan dapat dideteksi sedini mungkin

224
17. Kartu Rumah adalah alat untuk mengetahui dan mengikuti keadaan sanitasi
lingkungan perumahan.

18. Register.

Adalah formulir untuk mencatat/merekap data kegiatan di dalam dan di luar gedung
Puskesmas, yang telah dicatat di kartu-kartu dan catatan lainnya.

Jenis-jenis register dimaksud adalah :


1. Register Nomor Indeks Pengunjung Puskesmas

2. Register Kunjungan

3. Register Rawat Jalan

4. Register Rawat Inap

5. Register KIA

6. Register Kohort Ibu

7. Register Kohort Balita

8. Register Deteksi Tumbuh Kembang

9. Register Gizi

10. Register Kapsul Minyak Beryodium

11. Register Pengamatan Penyakit Menular

12. Register Kusta

13. Register Pemeriksaan Kontak Penderita Kusta

14. Register Pemeriksaan Anak Sekolah (untuk Peny. Kusta)

15. Register Malaria

16. Register Pes

17. Register Antrak

18. Register Rabies

19. Register Kohort TB Paru

225
20. Register Kasus DBD

21. Register Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD

22. Register Acute Flaccid Paralysis (AFP)

23. Register Tetanus Neonatorum

24. Register Frambusia

25. Register Filaria

26. Buku Inventarisasi Peralatan Puskesmas

27. Register Perawatan Gawat Darurat Puskesmas

28. Register Kohort Pembinaan Keluarga

29. Register Rawat Jalan Gigi

30. Register Laboratorium

31. Register PKM

32. Register PSM

33. Register Data Dasar Kesehatan Lingkungan

34. Register Kegiatan Kesehatan Lingkungan

35. Rekapitulasi Kegiatan Penjaringan

36. Register Kegiatan UKS

37. Register Data Dasar Sekolah

38. Register Kegiatan Posyandu

39. Register Pelayanan Kesehatan Olah Raga

40. Register Pembinaan Kelompok / Klub Olah Raga.

41. Register Perawatan Kesehatan Masyarakat untuk Keluarga dan Individu (Reg. A).

42. Register Perawatan Kesehatan Masyarakat untuk Kelompok/Masyarakat (Reg.


B). Untuk kegiatan Keluarga Berencana (KB), pencatatan kegiatannya

226
menggunakan register KB sesuai dengan pedoman dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

43. Mekanisme Pencatatan.

Pada prinsipnya seorang pasien yang berkunjung pertama kali atau kunjungan ulang
ke Puskesmas harus melalui loket untuk mendapatkan Kartu Tanda Pengenal atau
mengambil berkasnya dari petugas loket. Pasien tersebut disalurkan pada unit
pelayanan yang dituju. Apabila pasien mendapat pelayanan kesehatan di luar gedung
Puskesmas, maka pasien tersebut akan dicatat dalam register yang sesuai dengan
pelayanan yang diterima.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut:

Pelaporan
Pelaporan terpadu Puskesmas menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan
Januari sampai dengan Desember dalam tahun yang sama.
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat
No.590/BM/DJ/Info/V/96 diberlakukan formulir laporan yang baru. Sedangkan untuk
kebutuhan Dari II dan Propinsi diberikan kesempatan mengembangkan variabel laporan
sesuai dengan kebutuhan, dengan memperhatikan kemampuan/beban kerja petugas di
Puskesmas.
1. Formulir Laporan :
1. Laporan dari Puskesmas
ke Kota/Kabupaten.
227
i). Laporan Bulanan.
1. Data Kesakitan(LB.1)

2. Data Obat-obatan (LB.2)

3. Gizi, KIA, Imunisasi dan Pengamatan Penyakit Menular (LB.3)

4. Data Kegiatan Puskesmas (LB.4)

Kegiatan Puskesmas meliputi : Kunjungan Puskesmas, Rawat Tinggal,

Perawatan Kesehatan Masyarakat, Pelayanan Medik Dasar Kesehatan Gigi,


Pelayanan JPKM, Kesehatan Sekolah, Kesehatan Olah Raga, PKM, Kesehatan
Lingkungan dan Laboratorium

1. Laporan Sentinel.
Bentuk dari laporan sentinel adalah :
1. Laporan
bulanan
Sentinel (LB 1
S)
Laporan ini memuat data penderita penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I), penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan diare, menurut umur dan
status imunisasi. Puskesmas yang membuat LB1S adalah Puskesmas yang ditunjuk (1
Puskesmas dari tiap Kota/Kabupaten) dengan periode laporan bulanan serta dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat (Ditjen. PPM &
PLP).
2. Laporan
bulanan
Sentinel (LB2S)
Laporan ini memuat data KIA, Gizi, Tetanus Neonatorum dan penyakit akibat kerja.
Hanya Puskesmas dengan ruang rawat inap (Puskesmas RRI) yang membuat LB2S dan
periode laporan bulanan serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Dati 11, Dinas Kesehatan
Propinsi dan Pusat (Ditjen Binkesmas).
2. Laporan Tahunan ;
Laporan ini mencakup :
1. Data Dasar Puskesmas (LT-1)

228
2. Data Kepegawaian (LT-2)

3. Data Peralatan (LT-3)

2. Laporan dari
Kota/Kabupaten ke
Propinsi dan Pusat.

Laporan dari Kota/Kabupaten dikirimkan ke Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat


(Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat) dalam disket/rekapitulasi dari laporan
SP2TP.

Laporan ini terdiri dari:

i). Laporan Triwulan.


1. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB1
2. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB2
3. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB3
4. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB4
ii) Laporan tahunan :
1. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-1

2. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-2

3. Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-3

1. laporan kejadian luar


biasa (KLB) dan wabah.
Laporan ini mengacu pada Petunjuk Laporan KLB dan wabah serta Keputusan
Direktur Jenderal PPM & PLP No.451-I/PD.03.04.IS/1991 tentang Pedoman
Penyelidikan dan Penanggulangan KLB.
2. Frekuensi Pelaporan.
1. Laporan dari Puskesmas
ke Kota/Kabupaten.
Laporan ini menggunakan formulir standard yang terdiri dari:
1. 1). Laporan bulanan LB1, LB2, LB3 dan LB4, dilakukan setiap bulan dan paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya dikirim ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten

229
2. Khusus laporan LB2, 1 kopi laporan dikirimkan pula ke Gudang Farmasi
PropinsiT (GFK).
3. Laporan bulanan sentinel LB1S dan LB2S setiap tanggal 10 bulan berikutnya
dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Propinsi dan Pusat (untuk LB1S
ke Ditjen PPM & PLP dan LB2S ke Ditjen Binkesmas).

4. Laporan tahunan (LT-1, LT-2, dan LT-3) dikirimkan selambat-lambatnya tanggal


31 Januari tahun berikutnya.
Khusus untuk laporan LT-2 (data kepegawaian) hanya diisi bagi pegawai yang
baru/belum pernah mengisi formulir Data Kepegawaian
1. Laporan dari
Kota/Kabupaten ke
Propinsi dan Pusat.
Laporan ini dalam disket hasil entri data/rekapitulasi dari laporan SP2TP. Frekuensi
laporan adalah :
1. Laporan triwulanan :
Laporan ini dikirimkan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dari triwulan yang
dimaksud kepada :
1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi

2. Kepala Kantor Wilayah Depkes Propinsi

3. Depkes RI Cq. Ditjen Binkesmas


2. Laporan tahunan :
Laporan ini dikirimkan paling lambat akhir bulan Februari dari tahun berikutnya, kepada:
1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi

2. Kepala Kantor Wilayah Depkes Propinsi

3. Depkes RI Cq. Ditjen Binkesmas.


3. Mekanisme Pelaporan.
a. Tingkat Puskesmas.
1. Laporan dari Puskesmas Pembantu dan laporan dari Bidan di desa disampaikan
ke pelaksana kegiatan di Puskesmas.

230
2. Pelaksana kegiatan merekapitulasi data yang dicatat baik di dalam gedung
maupun di luar gedung serta laporan yang diterima dari Puskesmas Pembantu
dan Bidan di desa.

3. Hasil rekapitulasi oleh pelaksana kegiatan dimasukkan ke formulir laporan dalam


2 rangkap, untuk disampaikan kepada koordinator SP2TP Puskesmas.

4. Hasil rekapitulasi oleh pelaksana kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk tindak
lanjut yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan yang
menjadi tanggungjawabnya.
b. Tingkat Kota/Kabupaten
1. Pengolahan data SP2TP di Kota/Kabupaten menggunakan piranti lunak yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan.

2. Laporan SP2TP dari Puskesmas yang diterima oleh Dinas Kesehatan


Kota/Kabupaten (Koordinator SP2TP Kota/Kabupaten), disampaikan kepada
Pelaksana SP2TP untuk direkapitulasi/di entri data.

3. Hasil rekapitulasi/entri data, setiap tanggal 15 disampaikan ke pengelola


program di Kota/Kabupaten,

4. Hasil rekapitulasi/entri data, dikoreksi, diolah dan dimanfaatkan sebagai


bahan untuk umpan balik, bimbingan teknis ke Puskesmas dan tindak lanjut
yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja program.

5. Hasil rekapitulasi/entri data setiap 3 bulan di buat dalam 3 disket untuk


dikirimkan ke Dinas Kesehatan Propinsi, dan Departemen Kesehatan cq.
Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.

1. Tingkat Propinsi
1. Pengolahan dan pemanfaatan Data SP2TP di Propinsi mempergunakan piranti
lunak yang sama dengan Kota/Kabupaten.

2. Laporan dari Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, diterima oleh Dinas Kesehatan


Propinsi (Koordinator Tim SP2TP) dalam bentuk disket diteruskan kepada
Pelaksana SP2TP, untuk dikompilasi/direkapitulasi.

231
3. Hasil kompilasi disampaikan kepada pengelola program Propinsi untuk diolah
dan dimanfaatkan dalam rangka tindak lanjut , bimbingan dan pengendalian yang
diperlukan.

4. Hasil kompilasi yang telah di olah tersebut di umpan balikkan ke Dinas


Kesehatan Kota/Kabupaten.

1. Tingkat Pusat.
Hasil olahan yang dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
paling lambat dua bulan setelah berakhimya triwulan tersebut disampaikan kepada
pengelola program terkait dan Pusat Data Kesehatan untuk dianalisis dan dimanfaatkan
serta dikirimkan ke Pusat sebagai umpan balik.

Pengolahan, Penyajian dan Interpretasi Data SP2TP


Indikator
Berdasarkan sumber data yang ada, selanjutnya dilakukan pengolahan dengan
menggunakan formula dan tabel tertentu akan dihasilkan indikator, yang meliputi:
2. Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan.
232
Indikator yang digunakan untuk menggambarkan upaya kesehatan telah ditetapkan oleh
masing-masing program/kegiatan, seperti: cakupan vaksinasi campak, cakupan kunjungan
neonatal, cakupan pengobatan TB, cakupan antenatal K1, cakupan TT WUS, cakupan
kasus pneumonia, D/S, dan sebagainya.
3. Indikator yang menggambarkan keadaan umum/lingkungan.
Indikator keadaan umum/lingkungan yang telah ditetapkan oleh masing-masing
program/kegiatan antara lain : % pemeriksaan air bersih, % sekolah yang melaksanakan
kegiatan UKS, % rumah yang memenuhi sanitasi dasar dan sebagainya.
4. Indikator yang menggambarkan derajat kesehatan.
Indikator yang digunakan antara lain : Pola 10 besar penyakit. Diperoleh dari pengolahan
LB1.
Ukuran Statistik dan Tendensi Sentral
Dalam penyajian dan interpretasi data dapat dipergunakan ukuran-ukuran
Statistik maupun ukuran-ukuran Tendensi Sentral, sehingga data termaksud memiliki
fonnat tertentu dan mempunyai suatu makna sebagai informasi yang berguna untuk
menarik suatu kesimpulan.
Ukuran statistik dan tendensi sentral yang umum dipergunakan adalah sebagai
berikut:
1. Ukuran - ukuran Statistik
a. Rasio.

1. Rasio adalah suatu ukuran frekuensi relatif terjadinya suatu peristiwa/ kejadian
dibandingkan dengan frekuensi peristiwa/kejadian yang lain
2. (perbandingan antara suatu nilai dengan nilai yang lain).

3. Rasio dapat juga menunjukkan tingkat hubungan atau keterkaitan antara suatu
variabel dengan variabel lainnya dan menunjukkan suatu arti tertentu.

4. Rumus:

X = Jumlah kejadian, orang, dan lain-lain yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri tertentu.
Y = Jumlah kejadian, orang yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri tertentu, namun ciri
tersebut berbeda dengan ciri-ciri pada kelompok X.
K=1

233
Contoh:
1. Rasio tambal-cabut gigi (penambalan gigi tetap dan pencabutan gigi tetap).
Jumlah penambalan gigi tetap adalah 100 gigi dan jumlah pencabutan gigi tetap adalah
150 gigi, berarti rasio tambal-cabut gigi di Puskesmas tersebut adalah :
100 gigi: 200 gigi = 1/2 atau setiap penambalan 1 gigi tetap ada pencabutan 2 gigi tetap.
5. Seks rasio.
Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan A adalah 875 orang dan 961
orang, berarti seks rasio di Kecamatan A adalah :
961 : 875 = 1,1 atau setiap 10 orang laki-laki ada 11 orang perempuan.
b. Rate.

- Rate adalah suatu ukuran frekuensi suatu peristiwa/kejadian pada suatu populasi
tertentu, baik pada suatu saat maupun selama periode waktu tertentu.

- Rumus:
X = Jumlah orang di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu (berdasarkan waktu,
tempat dan orang) yang mengalami suatu kejadian (kasus) selama periode waktu tertentu.
Y = Jumlah orang dalam suatu kelompok masyarakat tertentu selama jangka waktu yang
sama dengan munculnya kasus. Biasanya populasi ini diambil dari jumlah populasi pada
pertengahan jangka waktu tertentu.
K = Suatu angka konstanta yang biasanya dibuat sehingga rate yang terkecil yang dapat
dipakai dalam perhitungan paling kurang satu desimal (4,2/100 bukan 0,42/1000).
- Dalam epidemiologi, rate dipakai sebagai "incidence rate, prevalensi rate dan attack
rate".
Contoh :
Jumlah penderita campak umur < 15 tahun yang berobat ke Puskesmas A tahun 1996
adalah 20 penderita. Jumlah penduduk berumur < 15 tahun pada wilayah Puskesmas A
adalah 1200 orang. Maka incidence rate di wilayah Puskesmas A pada tahun 1996 adalah
:
20 penderita campak berobat umur < 15 tahun x 1000
1200 penduduk berumur < 15 tahun

= 17 penderita per 1000 penduduk < 15 tahun


c. Proporsi

234
- Disebut pula sebagai distribusi proporsional yaitu persentase (proporsi) di antara jurnlah
keseluruhan peristiwa/kejadian dari suatu seri data yang muncul dalam suatu kategori dari
seri data termaksud.

- Rumus :
X = Jumlah kejadian atau penderita dan lain-lain, yang timbul dalam suatu katagori atau
subgrup tertentu dari suatu kelompok yang lebih besar.
Y = Jumlah keseluruhan dari kejadian, atau penduduk dan lain-lain muncul pada semua
kategori dari suatu seri data tertentu.
K = Selalu sama dengan 100
Contoh :
1. Jumlah Posyandu di Puskesmas B adalah 16, dan 6 diantaranya adalah Posyandu
Pratama. Berarti proporsi Posyandu Pratama pada Puskesmas B adalah :

2. Jumlah sarana air bersih di Puskesmas M adalah 100, dengan rincian Sumur Gali
(SG) 40; Penampungan Mata Air (PMA) 50; dan Sumur Pompa Tangan (SPT)
10. Dengan demikian proporsi dari masing-masing (jenis) SAB adalah 40 % SG;
50 % PMA dan 10% SPT.
2. Ukuran - ukuran Tendensi Sentral
a. Mean (angka rata-rata)
1. Mean adalah nilai rata-rata dari nilai seperangkat data.

2. Pada dasarnya semua data yang berskala rasio atau interval dapat dibuat rata-rata.

3. Contohnya antara lain berat badan, tinggi badan dan jumlah kunjungan. Dengan
demikian tidak semua data dibuat rata-rata.

4. Namun tidak semua data dapat bermanfaat sebagai informasi dengan dihitung
angka rata-ratanya.

5. Angka rata-rata (mean) hanya dapat memberikan manfaat dan dapat dipercaya
untuk data yang distribusinya normal, dalam arti tidak ada nilai ekstrim di dalam
seperangkat data termaksud.

6. Rata-rata dapat menggambarkan suatu kecenderungan (trend) kejadian yang


diamati dari waktu ke waktu di dalam suatu wilayah tertentu.

235
7. Cara perhitungannya adalah :

Dengan membagi hasil penjumlahan nilai-nilai individu dalam seperangkat data tertentu
dengan banyaknya individu dalam perangkat data tersebut.

8. Rumus:

X = Aritmetik mean (angka rata-rata).


Xi = Nilai masing-masing individu dalam seperangkat data.
N = Banyaknya individu dalam seperangkat data.
Contoh :
Sederetan angka jumlah kunjungan Puskesmas di Puskesmas Z (Januari-
Desember1995):1025, 750, 800, 925, 850, 825. 875, 775, 1050, 800, 1000,925.
Rata-rata kunjungan Puskesmas per bulan adalah:

Apabila dalam satu bulan diperhitungkan 25 hari kerja, maka rata-rata kunjungan perhari
adalah 883 : 25 = 35 orang.
b. Median (nilai tengah).
1. Median adalah sebagai angka yang membagi suatu distribusi data menjadi 2
bagian sama besamya, setelah datanya diurutkan dari yang paling kecil ke yang
paling besar.

2. Median dapat diartikan pula sebagai nilai yang dimiliki oleh peristiwa/ kejadian
atau individu yang letaknya tertengah, setelah nilai-nilai individu dalam suatu seri
data diurutkan dari yang paling kecil sampai yang paling besar.

3. Cara untuk memperoleh nilai median dari data yang tidak berkelompok adalah
sebagai berikut:

1. Buat rangking atau urutan nilai individu dari kecil ke besar atau dari besar
ke kecil.

2. Tentukan titik tengah dari urutan tersebut.

236
4. Jika banyak individu adalah ganjil, maka individu yang berada di
tengah urutan nilai-nilai individu, merupakan titik tengah.

5. Jika banyak individu adalah genap, maka titik tengah dari dua nilai
yang terdapat di tengah urutan nilai individu tersebut adalah titik
tengah dari seperangkat data tersebut.
1. Ambil nilai individu yang berada di titik tengah sebagai nilai median dalam
seperangkat data tersebut.
1. Rumus :

Contoh :
Sederetan data yang banyaknya individu adalah genap.
2. Kunjungan penderita diare di Puskesmas X (Januari-Desember 1995) adalah 58, 30,
46, 68, 84, 81, 15, 156, 79, 92, 88,96

3. Buat urutan kunjungan penderita tersebut dari kecil ke besar atau besar ke kecil.

30, 46, 58, 68, 79, 81, 84, 88, 92, 96, 156
1. Titik tengah : 12 : 2 = 6
2. Kunjungan penderita diare dengan urutan ke 6 dan ke 7 adalah 79 dan 80, maka
median adalah :

Median biasanya dipergunakan untuk seperangkat data, dimana terdapat nilai individu
yang ekstrim.
c. Mode (nilai terbanyak).
3. Mode merupakan nilai yang paling sering muncul dalam seperangkat data.

4. Mode adalah kelas interval yang mempunyai frekwensi kejadian terbesar.

5. Mode tidak dapat digunakan dalam perhitunganstatistik yang lebih teliti dan
tepat.

237
Contoh :
Penimbangan anak balita di Posyandu Z bulan Januari 1996 ada 12 orang dengan berat
adalah 6 kg; 8 kg; 10 kg; 9 kg; 7 kg; 10 kg, 6 kg; 7 kg; 8 kg; 9 kg; 7 kg; 7 kg; maka Mode
berat anak balita adalah 7 kg (karena berat anak balita 7 kg ada 4 kali atau yang
terbanyak).

Pengolahan Data
Tujuan pengolahan data adalah untuk mengubah data yang telah dikumpulkan menjadi
informasi yang dibutuhkan untuk tujuan tertentu.
Sebelum melakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan :
1. Koreksi data (data editing).
Setiap data yang dikumpulkan atau diterima, diteliti/dicek kebenaran datanya.
Contoh : ada penderita Tetanus Neonatorum pada umur kelompok 1-4 tahun, jelas hal ini
salah. Karenanya perlu dikoreksi atau diperbaiki.
2. Tabulasi data.
Dari data yang telah dikumpulkan/diterima dibuat "Master table" (tabel utama)
yang merupakan kumpulan data dalam kelompok besar sebelum disajikan dalam grafik
atau tabel.
Dari "Master tabel" data kemudian disajikan dalam bentuk tabel sederhana (yang hanya
1-2 variabel) atau grafik sehingga mudah dipahami.
Pengolahan data dapat dilakukan secara "Manual" (tangan) dan dengan komputer.
Pengolahan data secara "manual" biasanya menggunakan tabel. Sedangkan pengolahan
data dengan komputer perlu beberapa persyaratan antara lain adanya "coding data",
program pengolahan (untuk entri data) sudah tersedia.

Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan secara sederhana antara lain dengan cara visualisasi
dalam bentuk tabel, grafik batang, garis, dan pie (lingkaran), pemetaan dan sebagainya.
Tujuan penyajian data dalam bentuk grafik antara lain adalah agar pembaca dapat melihat
secara cepat informasi yang ingin disampaikan tanpa harus melihat tabel, agar menarik
238
dan mengurangi kejenuhan dalam penyajian data/informasi serta agar pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.

239
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat penyajian grafik adalah:
6. arah dan tujuan analisis data

7. ketersediaan data

8. ketersediaan alat bantu pembuatan grafik

9. ketepatan dalam memilih salah satu grafik yang akan disajikan, karena masing-
masing grafik mempunyai karakteristik informasi tersendiri.
Bentuk penyajian grafik, antara lain :

1. Grafik batang /
balok ( bar
chart).
Tujuan dari grafik ini adalah :
1. melihat kecenderungan data / pengamatan menurut waktu (dimana sumbu X
berisi data waktu dan sumbu Y menunjukkan frekuensi nilai dari variabel data).

2. Membandingkan beberapa pengamatan data menurut tempat dan jenis atau


kategori tertentu.

1. Grafik
lingkaran ( pie
chart).
Bentuk penyajian ini adalah penyajian data yang menggambarkan distribusi dari
suatu data. Biasanya grafik lingkaran penyajiannya berbentuk persentase. Satu
lingkaran menggambarkan proporsi 100%, yang terbagi menjadi komponen-
komponennya
2. Grafik garis.
Bentuk penyajian ini untuk melihat kecenderungan dari waktu ke waktu dalam suatu
pengamatan. Pada sumbu Y dapat berupa angka mutlak, persentase, rasio dan rate.
Sedangkan pada sumbu X berisi data waktu (tahun, bulan dan minggu atau hari
tergantung kepentingan dan tujuan analisisnya).
3. Grafik
Gambar
(Pictogram)

240
Bentuk penyajian ini digunakan untuk menggambarkan suatu visualisasi data bagi
masyarakat yang tidak biasa membaca data. Biasanya gambar yang digunakan adalah
simbol-simbol atau gambar-gambar tertentu, yang masing-masing simbol
menggambarkan jumlah tertentu,
4. Grafik Peta
(Cartogram)
Bentuk dari penyajian ini untuk menggambarkan suatu data (absolut)berdasarkan
letak geografis (peta). Untuk menggambarkan jumlah kejadian digunakan gambar
sebagai simbol.
5. Grafik Pencar
(Scatter
diagram)
Grafik ini dipakai untuk menyajikan hubungan (korelasi) antara dua varibel yang
saling berkaitan.Dalam penyajian data dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga)
variabel, yaitu sebagai berikut:
1. Penyajian menurut variabel tempat.
Penyajian ini dapat di buat menurut Desa, Kecamatan, Puskesmas, Posyandu dan
lain-lain.
2. Penyajian menurut variabel waktu .
Penyajian data/informasi dibuat menurut waktu yang dapat disajikan dalam
mingguan, bulanan dan tahunan.
3. Penyajian menurut variabel orang.
Dalam penyajian data menurut variabel orang dapat dikelompokkan lagi menjadi
kelompok umur, jenis kelamin maupun pekerjaannya.
Data yang dimasukkan dalam tabulasi atau visualisasi dapat berupa:
1. Angka absolut
Sebagai contoh :
Jumlah penderita DHF/DBD per bulan di puskesmas (A) Kabupaten (X), Tahun 1993 -
1995

241
Data absolut tersebut disajikan dalam bentuk tabel. Di samping itu, data tersebut dapat
disajikan dalam bentuk grafik garis sebagai contoh berikut ini:

Grafik

JUMLAH PENDERTTA DHF/DBD PER BULAN


DI PUSKESMAS (A) KABUPATEN (X) TAHUN 1993 -1995

b. Persentase
Sebagai contoh:
1. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan termasuk yang didampingi tenaga
kesehatan per desa selama 2 tahun dalam bentuk tabel yang kemudian dibuat
grafik batang, sehingga pola persamaan di desa dapat dilihat kecenderungannya.

242
Hubungan jumlah kasus Poliomyelitis dan cakupan polio 4, dalam tabel dan grafik.

243
Dari LB 1 khususnya penyakit Rongga Mulut dapat disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik sebagai berikut:

244
Dari laporan LB3 khususnya Gizi, dapat dibuat tabel dan grafik sebagai berikut:

Tabel: Cakupan Vit. A pada Anak Balita


di Kodya (A), Tahun 1994 dan 1995

245
Sumber: LB3 (SP2TP)

Grafik: Cakupan Vit. A pada anak balita


di Kodya (A) Tahun 1994 dan 1995

c. Rasio.
246
Misal: Rasio bidan di desa terhadap jumlah penduduk sasaran.
Data Rasio bidan di desa per penduduk sasaran (ibu hamil), didapat dari jumlah bidan di
desa dibagi jumlah penduduk sasaran (ibu hamil) di desa tersebut. Sebagai contoh sebagai
berikut:

Tabel: Rasio Bidan di desa per penduduk sasaran (Ibu hamil)


Puskesmas (S) Kabupaten (A) Tahun 1994

Sumber : Ketenagaan Puskesmas (SP2TP)

Dari tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata di Puskesmas (S) 1 (satu) bidan di desa
melayani sekitar 40 ibu hamil.
Pemanfaatan Data
Semua data dasar, data sumber daya dan kegiatan dicatat di Puskesmas,
sedangkan pelaporannya (LB1, LB2, LB3, LB4, LT1, LT2 dan LT3) yang dikirim ke
Kota/Kabupaten disesuaikan dengan kebutuhan informasi di tingkat Kota/Kabupaten,
Propinsi dan Pusat.
Dengan demikian hasil pencatatan kegiatan yang relatif lengkap tersebut dapat digunakan
sebagai data sekunder bagi Facility Based Survey.
Pemanfaatan data SP2TP harus dikaitkan dengan prioritas nasional, kesepakatan
global, keterpaduan lintas program dan sektor terkait, masalah penyakit yang berpotensi
KLB/Wabah serta efektivitas pelayanan.
A. Umum.
Informasi yang diperoleh dari pengolahan data SP2TP dapat dipergunakan atau
dimanfaatkan untuk:
1. Pemantauan.

247
Pemantauan diperlukan untuk mengambil tindakan perbaikan segera dan yang
paling penting untuk dilakukan di tingkat Puskesmas.
Gambaran kesenjangan pelayanan kesehatan dapat diketahui dengan cara
membandingkan cakupan hasil pelayanan dengan target/norma yang telah ditetapkan,
misalnya:
1. Cakupan imunisasi DPT3 tahun 1995 (Januari s/d Desember 1995) di Puskesmas
A mencapai 65 %. Target DPT3 di Puskesmas A 80 %. Dari data tersebut terlihat
adanya kesenjangan antara cakupan yang seharusnya dicapai dengan kenyataan.

2. Adanya kesenjangan antara jenis pelayanan juga menggambarkan adanya


"missed opportunity", misalnya kunjungan K4 mencapai 75% sedangkan cakupan
TT2 bumil hanya 60%.

3. Dalam melihat kesenjangan pelayanan kesehatan dapat pula dibandingkan


dengan norma atau target untuk tingkat Kota/Kabupaten, Propinsi bahkan
Nasional.
4. Penilaian atau evaluasi
Apabila pemantauan dilakukan pada saat kegiatan dalam fase pelaksanaan dan
biasa dilakukan secara periodik, maka penilaian dilakukan setelah kegiatan selesai
dilaksanakan.
Dalam pemantauan diamati masukan, proses dan kefuaran dari suatu kegiatan. Sedangkan
penilaian melihat dampak dari kegiatan termaksud. Hasil penilaian tidak dapat digunakan
untuk segera mengambil tindakan perbaikan, tetapi harus melalui perencanaan kembali.
Misalnya dalam kegiatan pemberantasan malaria.
Pemantauan mengamati:
1. Masukan, yaitu tenaga penyemprot, insektisida, spraycan dan lain
sebagainya.

2. Proses, bagaimana penyemprotan rumah dilakukan.

3. Keluarannya adalah jumlah rumah yang disemprot.


Penilaian akan melihat Annual Parasite Incidene (API) atau Parasite Rate (PR).
5. Mendeteksi Kemungkinan terjadinya wabah / kejadian luar biasa.
Penyakit yang harus diwaspadai kemungkinannya menjadi wabah adalah diare,
demam berdarah dengue (DBD ), campak dan malaria.

248
Dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya wabah perlu dilakukan pemantauan
harian atau mingguan. Data yang dicatat dalam Register kunjungan, Register Rawat Inap
dan beberapa register penyakit menular dapat dimanfaatkan sebagai sumber
data/informasi.
Pemanfaatan data dalam Manajemen Kesehatan di Puskesmas adalah :
1. Pemanfaatan data untuk PI (Perencanaan) Tingkat Puskesmas.
1. Perencanaan di tingkat Puskesmas meliputi:
2. Perencanaan awal berupa usulan kegiatan Puskesmas, kebutuhan obat-obatan,
dan kebutuhan sumber daya (sarana, tenaga dan dana) sesuai dengan masalah dan
kondisi setempat yang akan dilaksanakan untuk tahun anggaran berikut. Dalam
menyusun perencanaan ini data SP2TP dan informasi lain yang diperlukan antara
lain:
1. Data dasar seperti: vital statistik, sasaran kegiatan pokok puskesmas, sarana, dan
informasi umum lainnya yang mendukung upaya kesehatan.

2. Data pola penyakit dan distribusi penyakit menurut tempat, waktu dan orang
(umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya) dari kartu individu, register
dan laporan LB1.

3. Data permintaan dan pemakaian obat-obatan dari laporan LB2.

4. Data cakupan kegiatan yang dihitung dari hasil kegiatan pokok Puskesmas
bersumber dari Laporan LB3 dan LB4,
5. Perencanaan pelaksanaan kegiatan (POA), dibuat setelah alokasi dana diterima
oleh Puskesmas. Penyusunan POA disesuaikan dengan hasil kegiatan pokok
Puskesmas dan kondisi tenaga serta wilayah kerjanya.

6. Perencanaan kegiatan bulanan, dibuat setelah pembuatan POA dengan maksud,


pembagian kerja/tugas dari setiap staf pada bulan dimaksud yang didasari oleh
hasil kegiatan bulan lalu.
7. Pemanfaatan data untuk penggerakan pelaksanaan (P2).
Lokakarya Mini bulanan yang dihadiri seluruh staf Puskesmas, membahas hasil
kegiatan bulan lalu, baik yang merupakan keberhasilan maupun yang merupakan
masalah/hambatan dengan maksud mencari penyebab hambatan dan rencana tindakan
yang akan dilakukan. Sedangkan Lokakarya Mini tribulan melibatkan lintas sektor tingkat

249
kecamatan, berdasar hasil kegiatan tribulan dan informasi lainnya disajikan untuk dibahas
termasuk untuk ditindaklanjuti oleh yang berkepentingan.
8. Pemanfaatan data untuk pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3).
Untuk Stratifikasi, digunakan data hasil kegiatan tahunan dan hasil olahan SP2TP
termasuk pula informasi lainnya yang diperlukan. Stratifikasi adalah merupakan alat
evaluasi Puskesmas, dimana dalam Stratifikasi hasil kegiatan pokok Puskesmas selama 1
(satu) tahun kalender dihitung dan dibandingkan dengan indikator yang ada, sehingga
diketahui tingkat/strata Puskesmas tersebut.
Data dari LB-3 dan LB-4 juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk
penyusunan laporan Triwulanan Proyek, khususnya Bagian Proyek PPKM di
Kota/Kabupaten ( form B. 1 .a). Data termaksud misalnya jumlah bumil risti yang
ditangani, jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan, jumlah keluarga berisiko yang dibina.

B. Khusus
Pemanfaatan data SP2TP sebagaimana pada ruang lingkup yaitu kartu individu, register,
laporan bulanan dan tahunan adalah sebagai berikut:
1. Data yang terdapat pada kartu individu dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan
informasi mengenai:
1. Kelengkapan pelayanan kepada klien.

2. Rencana follow-up kasus dan penderita.

3. Sebagai dasar untuk merujuk pasien.

4. Sumber informasi bagi program dan sektor terkait lain.

5. Alat untuk sistim isyarat dini adanya KLB/Wabah dan intervensi


penyakit/keadaan tertentu.
1. Data yang tercantum dalam Kartu Indeks Penyakit dapat dimanfaatkan untuk:

6. Alat untuk sistim isyarat dini adanya KLB/Wabah dan intervensi


penyakit/keadaan tertentu.

7. Sebagai alat memantau kejadian penyakit di suatu lokasi.

1. Data yang tercantum dalam register dapat dimanfaatkan untuk melihat:

8. Jumlah kunjungan kasus: meningkat, menurun atau tetap.

250
9. Menilai kelengkapan pelayanan kepada klien.
10. Rencana follow-up kasus.

11. Sumber informasi bagi program dan sektor terkait lain.

12. Mengetahui hasil pelayanan di masing-masing wilayah/desa

1. Data yang tercantum dalam register kohort dapat dimanfaatkan untuk:

13. Menilai kelengkapan pelayanan.

14. Menilai keterpaduan pelayanan.

15. Memantau kesinambungan pelayanan yang diterima klien.

16. Rencana follow-up kasus.

17. Sumber informasi bagi program dan sektor terkait lain.

1. Data yang tercantum dalam LB1 dapat dimanfaatkan untuk:

18. Gambaran pola penyakit di tingkat pelayanan kesehatan

19. Gambaran mengenai distribusi penyakit menumt kelompok umur.

20. Gambaran pola musiman penyakit.

21. Gambaran pola minimal dan maksimal kesakitan suatu penyakit 5 tahunan.

22. Kecenderungan penyakit tertentu.

23. Sebagai sumber informasi untuk perencanaan, intervensi dan tindak lanjut kasus.

24. Perencanaan obat.

1. Data yang tercantum dalam LB2 dapat dimanfaatkan untuk:

25. Mengendalikan tingkat stok obat.

26. Perencanaan distribusi obat.

27. Gambaran 10 jenis obat yang paling sering digunakan sebagai bahan evaluasi
penggunaan obat secara rasional dikaitkan dengan pola 10 penyakit terbesar.

28. Merencanakan kebutuhan obat dalam setahun

1. Data yang tercantum dalam LB3 dapat dimanfaatkan untuk:


251
29. Penghitungan cakupan program Gizi, KIA, Imunisasi dan pengamatan penyakit
menular.

30. Rencana tindak lanjut program terhadap kematian maternal, kematian neonatal.
BBLR, BGM, LILA WUS < 23,5 cm, AFP, tetanus neonatorum, demam berdarah
dengue.
31. Kesenjangan cakupan terhadap target.

32. Melihat dropout dan missed opportunity baik program yang bersangkutan
maupun keterkaitannya dengan program lain.

1. Data yang tercantum dalam LB4 dapat dimanfaatkan untuk:

33. Mengetahui jangkauan program Perkesmas, UKS, penyuluhan kesehatan


masyarakat, kesehatan olah raga, kesehatan gigi dan kesehatan lingkungan.

34. Rencana tindak lanjut program terhadap risiko pencemaran air bersih, keluarga
dengan penderita TB, kusta, tetanus neonatorum, BBLR.

35. Mengetahui jangkauan pelayanan dan pemanfaatan Puskesmas, Puskesmas


dengan rawat inap, sarana laboratorium.

1. Data yang tercantum dalam LT1 dapat dimanfaatkan untuk:

36. Sebagai denominator / penyebut dalam penghitungan dan pengolahan data


seperti: jumlah penduduk, jumlah keluarga, jumlah desa, jumlah rumah, jumlah
sekolah, dan sebagainya.

37. Gambaran mengenai ketersediaan sarana dan fasilitas pelayanan.

38. Gambaran mengenai peran serta masyarakat seperti: jumlah posyandu, polindes,
pos kesehatan pesantren, pos UKK, dukun bayi, kader, dan sebagainya.

1. Data Kepegawaian (LT2) dimanfaatkan di Kota/Kabupaten untuk pengelolaan


ketenagaan Puskesmas.

2. Data laporan Ketersediaan dan Permintaan peralatan puskesmas (LT3) dimanfaatkan


untuk:

39. Mengetahui jumlah total alat Puskesmas yang dirinci menurut fasilitas pelayanan
di Puskesmas/Puskesmas rawat inap, Puskesmas Pembantu dan bidan di desa.

252
40. Untuk mengetahui kebutuhan dasar alat yang diperlukan di Puskesmas dan
jumlah permintaan alat yang diajukan ke Kota/Kabupaten.

41. Untuk mengetahui penerimaan alat di Puskesmas.


Alternatif Tindak Lanjut
Dari hasil interpretasi dan pemanfaatan seperti diuraikan data di atas, dapat
diperoleh berbagai informasi penting bagi program yang sangat bermanfaat untuk
menentukan alternatif pemecahan masalah dan tindak lanjut, seperti:
1. Perbaikan input.

1. Pengerahan atau realokasi sumber daya seperti tenaga pelaksana pelayanan,


sarana pelayanan (obat-obatan, vaksin), dan biaya operasional puskesmas.

2. Perbaikan manajemen upaya kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan dasar dan


tingkat Kota/Kabupaten seperti peningkatan kemampuan petugas, dukungan
politis, dukungan peraturan/perundang-undangan, dan sebagainya.

3. Perbaikan proses pelaksanaan kegiatan.

1. Perbaikan manajemen yang meliputi metodologi seperti pendekatan risiko,


keterpaduan pelaksanaan.

2. Peningkatan pembinaan dan supervisi.

3. Perbaikan pencatatan dan pelaporan kegiatan.


Contoh:
4. Hasil Interpretasi Imunisasi DPT-1

253
Catatan:
- K = kurang
- B = baik
- J = jelek
Setelah dilakukan interpretasi maka terlihat status dan masing-masing desa dan
untuk masing-masing desa. Berdasarkan hasil interpretasi tersebut maka ditentukan
alternatif tindakan sebagai berikut:
1. Bagi desa yang mempunyai status baik atau cukup, pola penyelenggaraan perlu
diteruskan, mungkin diperlukan beberapa penyesnaian atau peningkatan tertentu.

2. Bagi desa yang mempunyai status kurang atau terutama yang jelek diperlukan
analisa penyebab masalah, sehingga altematif tindak lanjut dapat terfokus untuk
menghilangkan penyebab masalah tersebut.
Setiap keputusan untuk tindak lanjut hams dijabarkan dalam bentuk rencana operasional
jangka pendek (1-3 bulan) sesuai dengan keadaan masalah dan keadaan daerah (area
spesifik) rencana operasional tersebut meliputi :
1. Intervensi dan kegiatan teknis termasuk penyediaan logistik yang perlu
dibicarakan dalam Lokakarya Mini Puskesmas.

2. Intervensi dan kegiatan non teknis yang perlu konsultasi dengan camat, Tim
Penggerak PKK Kecamatan dan pertemuan koordinasi tingkat Kecamatan.

254
BAB 12
Sistem Informasi Geografisdan Penerapannya

penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-an.
Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, militer, akademis, atau
bisnis terutama di negara-negara maju. Perkembangan teknologi digital sangat besar
peranannya dalam perkembangan penggunaan SIG dalam berbagai bidang. Hal ini
dikarenakan teknologi SIG banyak mendasarkan pada teknologi digital ini sebagai alat
analisis.
Sebelum membahas permasalahan teknis Sistem Informasi Geografi (SIG) lebih
dalam, ada baiknya bila terlebih dahulu memahami makna, manfaat, dan peran SIG dalam
penyelesaian permasalahan. Siapakah sebenamya yang dapat terbantu oleh adanya
teknologi SIG ini? Apa kelebihan-kelebihan yang diperoleh dengan menguasai teknologi
SIG? Bagaimana operasionalisasi dari teknologi tersebut agar mendapatkan hasil yang
efektif dan efisien? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kiranya dapat menjadi dasar
pemahaman dalam usaha penguasaan teknologi SIG ini.

Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis(SIG)


Pengertian
Seperti tergambar dari namanya, SIG merupakan sebuah sistem yang saling
berangkaian satu dengan yang lain. BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai
kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data
geografi, dan personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki,
memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang berreferensi
geografi.

255
Dengan demikian, basis analisis dan SIG adalah data spasial dalam bentuk digital
yang diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi. Analisis SIG memerlukan
tenaga ahli sebagai interpreter, perangkat keras komputer, dan software pendukung.

Gambar 12.1 Pola Keterkaitan GIS


Pranoto mengartikan Sistem informasi geografis (SIG) sebagai suatu komponen
yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya
manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan,
memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan,
menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Pranoto,
2001).
Secara definisi SIG adalah suatu perangkat untuk mengumpulkan, menyimpan,
menampilkan dan mengkorelasikan data spasial dari fenomena geografis untuk dianalisis
dan hasilnya dikomunikasikan kepada pemakai data bagi keperluan pengambilan
keputusan.
Manfaat SIG
Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia sebagai ahli dan
sekaligus operator, perangkat alat (lunak /keras) maupun objek permasalahan. SIG adalah
sebuah rangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi digital untuk melakukan analisis
spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer untuk melakukan
pengolahan data seperti:
1. Perolehan dan verifikasi

2. Kompilasi

3. Penyimpanan

256
4. Pembaruan dan perubahan

5. Manajemen dan pertukaran

6. Manipulasi

7. Penyajian

8. Analisis
Pemanfaatan SIG secara terpadu dalam sistem pengolahan citra digital adalah untuk
memperbaiki hasil klasifikasi. Dengan demikian, peranan teknologi SIG dapat diterapkan
pada operasionalisasi penginderaan jauh satelit. Pengembangan teknologi penginderaan
jauh satelit dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

Gambar 12.2 GIS dalam sistem digital satelit


Mengingat sumber data sebagian besar berasal dari data penginderaan jauh baik
satelit maupun terrestrial terdigitasi, maka teknologi sistem informasi geografi (SIG) erat
kaitannya dengan teknologi penginderaan jauh. Namun demikian, penginderaan jauh
bukanlah satu-satunya ilmu pendukung bagi sistem ini.
Sumber data lain berasal dari hasil survei terrestrial (uji lapangan) dan data-data
sekunder lain seperti sensus, catatan, dan laporan yang terpercaya. Secara diagram hal
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

257
Gambar 12.3 Sistem kerja SIG
Data spasial dari penginderaan jauh dan survei terestrial tersimpan dalam basis
data yang memanfaatkan teknologi komputer digital untuk pengelolaan dan pengambilan
keputusannya.
Secara teknis SIG mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta digital yang
tersimpan dalam basis data. Dalam SIG, dunia nyata dijabarkan dalam data peta digital
yang menggambarkan posisi dari ruang (space) dan klasifikasi, atribut data, dan
hubungan antar item data. Kerincian data dalam SIG ditentukan oleh besamya satuan
pemetaan terkecil yang dihimpun dalam basis data. Dalam bahasa pemetaan kerincian itu
tergantung dari skala peta dan dasar acuan geografis yang disebut sebagai peta dasar.
Memperoleh Data SIG
Data Sistem Informasi Geografi berupa data digital yang berformat raster dan
vektor. Vektor menyimpan data digital dalam bentuk rangkaian koordinat (x,y). Titik
disimpan sebagai sepasang angka koordinat dan poligon sebagai rangkaian koordinat
yang membentuk garis tertutup. Raster menyatakan data grafis dalam bentuk rangkaian
bujursangkar yang disimpan sebagai pasangan angka menyatakan baris dan kolom dalam
suatu matriks.
Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau data foto udara digital serta
foto udara yang terdigitasi (scanning). Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi.
Masing-masing sumber data tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, terutama pada
keincian dan keluasan data yang dapat diperoleh. Dengan demikian, pemanfaatan kedua
jenis data tersebut secara saling melengkapi sangatlah menguntungkan.
Metode digitasi dapat dilakukan secara manual dengan alat digitizer atau
menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Perangkat lunak yang
dapat digunakan untuk digitasi ini misalnya AutaCAD, R2V dan lain-lain.
Perangkat keras lain sebagai alat bantu digitasi adalah scanner. Scanner akan
mengubah gambar analog (gambar pada selembar kertas) menjadi data digital elektronik
yang dapat direkam pada media magnetik seperti disk, CD dan lain-lain.
Ada sedikitnya lima metode perolehan data digital yang dikenal saat ini yaitu:
1. Digitasi peta-peta yang ada dengan menggunakan digitizer

258
2. Scanning peta

3. Produksi peta foto digital

4. Masukan manual dari koordinat terkomputasi dan perhitungan

5. Transfer dari sumber data digital


Pengolahan Data SIG
SIG dengan kemampuan mempunyai karakteristik sebagai perangkat pengelola
basis data (database management system-DBMS) seperti yang telah diuraikan di atas,
juga sebagai perangkat analisis keruangan (spatial analysis) serta merupakan proses
komunikasi untuk pengambilan keputusan. Adapun dalam hal kemampuan fungsi analisis
spasial terdiri (Prahasta, 2002):
1. Klasifikasi (reclassify)
Fungsi analisis untuk mengklasifikasikan atau mengklasifikasikan kembali suatu
data spasial atau atribut menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria
tertentu. Misalnya data ketinggian suatu wilayah, kepadatan penduduk yang dapat
digolongkan dalam interval tertentu..
2. Jaringan (Network)
Yaitu fungsi analisis yang merujuk data spasial titik-titik (point) atau garis-garis
(lines) sebagai suatu jaringan yang tidak terpisahkan, fungsi ini dapat menghitung jarak
antara satu titik dengan titik lainnya. Biasanya digunakan dalam bidang transportasi,
saluran pipa air minum, saluran pembuangan.
3. Overlay
Yaitu suatu fungsi analisis yang menghasilkan data spasial baru dari minimal dua
data spasial yang menjadi masukannya. Misalnya hubungan distribusi jumlah penderita
kusta dengan tingkat kepadatan penduduk.
4. Buffering
Yaitu suatu fungsi analisis yang menghasilkan data spasial baru yang berbentuk
poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial yang menjadi masukannya. Data
spasial titik menghasilkan data spasial baru yang berupa lingkaran-lingkaran yang
mengelilingi titik-titik pusatnya, misalnya seperti untuk mengetahui jarak jangkauan
pelayanan dari sarana pelayanan kesehatan.

259
SIG dengan pendekatan analisis keruangan (spatial analysis) akan dapat
mengetahui pemencaran, penjalaran atau penyebaran suatu penyakit yang dikemukakan
dalam teori difusi (Bintarto, 1991), yaitu:
1. Difusi Ekspansi (expansion diffusion)
Yaitu suatu proses dimana informasi, material dan sebagainya menjalar melalui
suatu populasi dari suatu daerah ke daerah yang lain. Difusi ekspansi ada dua jenis, yaitu
1) difusi menjalar (contagious diffusion) dimana proses menjalarnya terjadi dengan
kontak yang langsung antar manusia atau antar daerah, misalnya menjalarnya penyakit
melalui kontak antar manusia, 2) difusi kaskade (cascade diffusion) adalah proses
penjalaran atau penyebaran fenomena melalui beberapa tingkat atau hirarki.
2. Difusi Penampungan (relocation diffusion)
Yaitu merupakan proses informasi, material dan sebagainya yang didifusikan
meninggalkan daerah yang lama dan berpindah atau ditampung didaerah yang baru.
Misalnya seperti perpindahan epidemi dari suatu populasi ke populasi yang lain.
Unsur-unsur dalam proses difusi adalah 1) daerah atau area atau lingkungan
dimana proses difusi terjadi, 2) waktu (time) dimana difusi dapat terjadi terus menerus
atau dalam waktu yang terpisah-pisah, dan 3) item yang dapat berbentuk material seperti
penduduk dan non material seperti penyakit (Bintarto, 1991)

Kepustakaan

1. Jogiyanto H. Analisis dan Desain Sistem Informasi. Yogyakarta: Andi, 1999.


2. Lippeveld T and Sauerborn R. A Framework For Designing Health Information
Systems in Design and Implementation of Health Information Systems. Geneva:
WHO, 2000.
3. Levey and Loomba. Health Care Administration; a managerial perspective.
Philadelphia : JB Lippincolt Co., 1976.
4. Kendall KE. & Kendal JE. Analsis dan Perancangan Sistem, alih bahasa Thamin
Abdul HA. Jakarta : Pearson Education Asia Pte Ltd, 2003.
5. Hicks, JO, Jr. Management Information Systems: a user perspective, Third Edition.
USA : West Publishing Company, 1993.
6. Davis GB. Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen, terjemahan dari
Conceptional Fondation Structure and Development, IPPM-PT Pustaka

260
Binamawas Prasindo.Jakarta : PT.Gramedia, 1992
7. Scott GM. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Edisi Indonesia, Cetakan
ke-7, atas izin McGraw Hill Inc. Jakarta : PT Rajawali Grafindo, 2002.
8. Hartono B. Pengembangan SIK Daerah dalam : Pusdatin (eds). Materi Fasilitasi
Pengembangan SIK Daerah. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2002.
9. Sauerborn R and Lippeveld T. Introduction in : Lippeveld T. (ed). Design and
Implementation of Health Information Systems. Geneva : WHO, 2000.
10. Hartono B., Wandaningsih. Konsep Dasar Sistem Informasi Kesehatan dalam :
Medika No. 11 Tahun 17, November 1991. Jakarta : 1991.
11. Kenney N., Macfarlene A. Identifying problems with data collection at a local
level: survey of NHS maternity units in England. BMJ, 1999: 319: 816-22.
12. Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional 2004. Jakarta: Depkes RI, 2004.
13. Depkes RI. Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS). Jakarta: Depkes RI, 2002.
14. Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 1: Konsep
Dasar SIMPUS. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1997.
15. Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 3:
Pengolahan dan Pemanfaatan Data SP2TP. Jakarta : Departemen Kesehatan RI,
1997.
16. Budiyanto E. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS.
Yogyakarta: Andi Offset, 2002.
17. Depkes RI. Sistem Informasi Geografis (SIG). Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Ditjen P2M & PL, Tanpa tahun.
18. WHO. Developing health management information systems: a practical guide for
developing countries. Geneva: WHO, 2004.

261
Lampiran-Lampiran

Contoh-Contoh Tabel
Contoh Tabel Induk (Master Table)
Data Distribusi Penduduk di Kecamatan A Tahun 2005

Jumlah
Jumlah Jumlah Bayi Jumlah Balita Ibu
Desa/Kelurahan penduduk
KK Hamil

262
Jumlah

Contoh Tabel Teks (Text Table)


Cakupan Imunisasi Lengkap terhadap Anak Balita di Kecamatan A Tahun 2005
Imunisasi
Desa/Kelurahan
DPT Polio Campak BCG

Jumlah

Contoh Tabel Distribusi Frekuensi


Jumlah Pasien Puskesmas X menurut Golongan Umur Tahun 2005

Golongan Umur Jumlah Pasien

263
Laki - Laki Perempuan Total

0-<1

1-<5

5 - < 10

10 - < 15

15 - < 20

20 - < 25

25 - < 30

30 - < 35

35 - < 40

40 - < 45

45 - < 50

50 +

Jumlah

Contoh-Contoh Penyajian

264
265
266
267
268
PetunjukDiskusi
PETUNJUK DISKUSI KELOMPOK
MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN INFORMASI
DAN INDIKATOR
1. Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok, yaitu Kelompok Puskesmas, Kelompok
Rumah Sakit, dan Kelompok Dinas Kesehatan.

2. Kelompok Puskesmas diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan


informasi dan indikator untuk mendukung Manajemen Pasien/Klien dan
Manajemen Unit di Pusat Kesehatan Masyarakat.

3. Kelompok Rumah Sakit diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan


informasi dan indikator untuk mendukung Manajemen Pasien/Klien dan
Manajemen Unit di Rumah Sakit.

4. Kelompok Dinas Kesehatan diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan


kebutuhan informasi dan indikator untuk mendukung Manajemen Klien,
Manajemen Unit, dan Manajemen Sistem Kesehatan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

5. Kelompok dapat diberi "Formulir Kebutuhan Informasi dan Indikator"


sebagaimana tercantum di bawah ini, untuk membantu diskusi mereka.
Fungsi-Fungsi Manajemen Informasi yang dibutuhkan Indikator

269
6. Waktu untuk berdiskusi hendaknya dibatasi yaitu 30 menit. Selesai diskusi
kelompok, masing-masing kelompok diminta menyajikan hasil diskusinya dan
ditanggapi secara pleno (diskusi pleno).

PETUNJUK DISKUSI KELOMPOK


MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN DATA
DAN CARA MENGUMPULKANNYA
7. Mahasiswa tetap berada dalam tiga kelompok, yaitu Kelompok Puskesmas,
Kelompok Rumah Sakit, dan Kelompok Dinas Kesehatan.

8. Kelompok Puskesmas diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan data


untuk indikator-indikator yang diperlukan di Pusat Kesehatan Masyarakat (hasil
kerja kelompok yang lalu).

9. Kelompok Rumah Sakit diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan kebutuhan


data untuk indikator-indikator yang dibutuhkan di Rumah Sakit (hasil kerja
kelompok yang lalu).

10. Kelompok Dinas Kesehatan diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan


kebutuhan data untuk indikator-indikator yang dibutuhkan di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota (hasil kerja kelompok yang lalu).

11. Kelompok dapat diberi " Formulir Kebutuhan Data dan Cara Mengumpulkannya "
sebagaimana tercantum di bawah ini, untuk membantu diskusi mereka.
Indikator Data yang dibutuhkan Sumber Data Cara Mengumpulkan

* Sumber Data: Unit Kesehatan/Masyarakat/Registrasi Penduduk


** Cara Mengumpulkan: Secara Rutin/Sewaktu-waktu
270
12. Waktu untuk berdiskusi hendaknya dibatasi yaitu 30 menit. Selesai diskusi
kelompok, masing-masing kelompok diminta menyajikan hasil diskusinya dan
ditanggapi secara pleno (diskusi pleno).

PETUNJUK DISKUSI KELOMPOK


MENETAPKAN JENIS ANALISIS DAN BENTUK SAJIAN INFORMASI
1. Mahasiswa tetap berada dalam tiga kelompok. Kelompok I disebut Kelompok
Direktur Rumah Sakit, Kelompok II disebut Kelompok Bupati atau Walikota, dan
Kelompok III disebut Kelompok Ketua Bappeda/DPRD..

2. Kelompok Direktur Rumah Sakit diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan


jenis analisis dan bentuk sajian informasi yang sesuai dengan pengambilan
keputusan yang sering dilakukan oleh Direktur Rumah Sakit

3. Kelompok Bupati atau Walikota diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan jenis
analisis dan bentuk sajian informasi yang sesuai dengan pengambilan keputusan
yang sering dilakukan oleh Bupati atau Walikota dalam rangka Pembangunan
Kesehatan dengan memilih butir informasi yang dihasilkan dari kerja kelompok
yang lalu).

4. Kelompok Ketua Bappeda/DPRD diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan


jenis analisis dan bentuk sajian informasi yang sesuai dengan pengambilan
keputusan yang sering dilakukan oleh Ketua Bappeda/DPRD dalam rangka
Pembangunan Kesehatan

5. Kelompok dapat diberi Formulir " Jenis Analisis dan Sajian Informasi Untuk
Pengambilan Keputusan " sebagaimana tercantum di bawah ini, untuk membantu
diskusi mereka.

271
6. Waktu untuk berdiskusi hendaknya dibatasi yaitu 30 menit. Selesai diskusi kelompok,
masing-masing kelompok diminta menyajikan hasil diskusinya dan ditanggapi secara
pleno (diskusi pleno).
Tugas Akhir
ANALISIS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
PROGRAM KESEHATAN DI PUSKESMAS
SISTEMATIKA:
BAB I: PENDAHULUAN (Pembangunan Kesehatan hubungannya dengan Program)
BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI
1. GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFI
2. SOSIAL EKONOMI
3. STATUS KESEHATAN DAN SARANA KESEHATAN
BAB III: ANALISIS SITUASI PROGRAM
1. PELAKSANAAN PROGRAM
2. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PROGRAM
BAB IV: PEMBAHASAN
A. ANALISIS MASALAH
1. Pelaksanaan Program (Cakupan/Kinerja dan Sumber Daya dll), divisualisasi dalam
bentuk analisis geografis (peta tematik)
2. Sistem Informasi (Indikator, Proses Informasi, Sumber Daya)
B. ANALISIS PEMECAHAN DAN TINDAK LANJUT
1. Pelaksanaan Program
2. Sistem Informasi Manajemen Program
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
272
Pembagian Kelompok:
1. Program Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak
2. Program Perbaikan Gizi
3. Program Imunisasi
4. Program Pemberantasan Penyakit TB Paru
5. Program Pemberantasan Penyakit ISPA/Malaria
6. Program Pemberantasan DBD
7. Program Kesehatan Lingkungan
8. Program Promosi Kesehatan

273

Anda mungkin juga menyukai