KESEHATAN
Penyusun:
Homepage: http://www.unsrat.ac.id
Daftar Isi .............................................................................................................................. i
Kepustakaan ..........................................................................................................................
Lampiran-lampiran ...............................................................................................................
1
BAB I
KONSEP DASAR SISTEM INFORMASI
K
eberhasilan manajemen kesehatan sangat ditentukan antara lain oleh
tersedianya data dan informasi kesehatan. Data dan informasi ini sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan di bidang kesehatan.
Untuk mendapatkan data dan informasi kesehatan yang berkualitas diperlukan suatu
sistem informasi kesehatan yang adekuat. Pembangunan Sistem Informasi Kesehatan
yang adekuat dalam menghasillkan informasi yang berkualitas dalam pengambilan
keputusan di bidang kesehatan membutuhkan pengetahuan konsep dasar system informasi
kesehatan itu sendiri dan dasar-dasar dalam pengembangannya.
Untuk dapat lebih memahami secara konseptual dan aplikasi Sistem Informasi Kesehatan,
kita mulai dengan memahami konsep dasar Sistem Informasi Kesehatan yang berisi
definisi dan kerangka dasar Sistem Informasi Kesehatan.
1. Pengertian Sistem
Pengertian sistem yang menekankan pada komponen-komponennya seperti yang
disampaikan oleh beberapa ahli di bawah ini:
2. Gabungan dari beberapa komponen yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
umum (Sauerborn dan Lippeveld, 2000)
3. Suatu tatanan dimana terjadi suatu kesatuan usaha dari berbagai unsur yang
saling berkaitan secara teratur menuju pencapaian tujuan dalam suatu lingkungan
tertentu
2
Sedangkan pengertian sistem Pengertian sistem yang menekankan pada prosedur,
menurut pendapat FitzGeald (1981) yang dikutif oleh Sauerborn dan Lippeveld (2000) :
―sistem adalah suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan ,
berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan
suatu sasaran tertentu.
Pengertian sistem yang menekankan komponen-komponennya merupakan definisi
yang lebih luas dan banyak diterima, karena kenyataannya suatu sistem dapat terdiri dari
beberapa subsistem atau sistem bagian.
6. Komponen-Komponen Sistem
Berdasarkan komponen-komponennya bentuk sistem terdiri dari:
1. Sistem Sederhana, yang hanya terdiri dari 3 komponen, yaitu: masukan (input),
proses (process), dan keluaran(output).
3
Komponen-komponen fungsional yang melandasi sistem menurut Siregar (1992)
yaitu sebagai berikut :
1. Masukan ada 2 macam :
3. Proses
Proses merupakan komponen sistem yang berfungsi untuk mengolah sehingga dihasilkan
keluaran atau kegiatan yang mengubah masukan menjadi keluaran.
4. Keluaran
Keluaran merupakan hasil kerja langsung dari suatu sistem, bentuknya harus nyata, dapat
dilihat dan diukur.
5. Umpan balik
Umpan balik merupakan kegiatan dalam sistem dimana dengan adanya umpan balik ini
dapat dilakukan penyesuaian secara otomatis terhadap masukan dan proses sehingga
diperoleh keluaran yang sesuai.
6. Kontrol
Kontrol berfungsi untuk mengendalikan kerja sistem sehingga proses-proses yang
dilakukan sistem dapat menghasilkan keluaran sesuai dengan tujuan.
7. Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat dimana sistem hidup. Lingkungan mempunyai pengaruh
terhadap sistem dan sebaliknya lingkungan dapat dipengaruhi sistem (Siregar,1992).
Data itu sendiri mempunyai arti informasi yang faktual merupakan fakta-fakta atau
gambaran-gambaran yang didapat dari eksperimen atau survey yang digunakan sebagai
dasar dalam perhitungan atau penyusunan kesimpulan.
Dalam sistem informasi (ilmu komputer) data merupakan informasi perhitungan dari
pengolahan komputer berupa angka, teks, gambar, suara dalam bentuk yang cocok untuk
penyimpanan dan pengolahan oleh komputer.
Dalam statistik data adalah himpunan angka-angka yang merupakan nilai dari unit
sampel kita sebagai hasil dari mengamati/mengukur.
1. Data diskrit : data dalam bentuk bilangan bulat atau data yang didapat dari hasil
perhitungan. Misalnya : jumlah anak dalam keluarga, jumlah penderita TBC Paru
dll.
2. Data kontinyu : data dalam bentuk rangkaian data yang dapat dalam bentuk desimal
dan didapatkan dari pengukuran. Misalnya : Tinggi Badan, berat badan, panjang
badan dll.
3. Data kuantitatif : data dalam bentuk bilangan (numerik) misalnya jumlah balita
yang diimunisasi dll.
2. Data sekunder : data yang diambil dari suatu sumber dan biasanya data itu sudah
dikompilasi lebih dahulu oleh instansi atau yang punya data.
5
Sedangkan informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan
lebih berarti bagi yang menerimanya. Sauerborn meringkasnya menjadi kumpulan fakta
atau data yang sangat berguna.
Menurut Siregar (1992), alih bentuk data menjadi informasi melalui empat langkah
pokok yaitu pengumpulan data, pengolahan data, penyajian data dan analisis data.
Selanjutnya diilustrasikan sebagai berikut:
Proses pengumpulan data diawali dengan ketersediaan data pada sumber data baik
dalam bentuk hasil pencatatan dan pelaporan ataupun hasil survei.
Pengolahan data dapat dilakukan secara manual maupun dengan bantuan perangkat
komputer .
6
Proses pengolahan data atau transformasi adalah kegiatan-kegiatan mengubah data
menjadi informasi dengan cara tertentu sesuai dengan keperluan terhadap informasi yang
dihasilkan. Umumnya terdapat empat kelompok cara pengolahan data yaitu klasifikasi,
sortir, kalkulasi dan kesimpulan.
Klasifikasi adalah mengelompokkan data berdasarkan kesamaan karakteristik ke
dalam grup atau kelas. Sebagai contoh data PHBS dikelompokan dahulu berdasarkan
karakteristik datanya antara lain nama Desa, nama Kecamatan dan Kabupaten.
Selanjutnya mengelompokan data kepala keluarga kemudian kelompok kondisi PHBS
perilaku, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Kalkulasi adalah kegiatan pengolahan data dalam bentuk penghitungan angka-angka
(arithmetic). Manipulasi angka-angka dari data disebut kalkulasi berupa penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, pemangkatan, pengakaran dan sebagainya.
Sortir merupakan prosedur penyusunan data dengan urutan. Penyortiran dapat
dilakukan dengan dua urutan yaitu urutan angka dan urutan abjad. Hal ini dimaksudkan
terutama untuk memudahkan pencarian data catatan pada waktu data catatan ditampilkan
pada layar monitor ataupun setelah dicetak menjadi informasi hardcopy.
Penyimpulan dimaksudkan agar data menjadi bernilai melalui proses pemadatan atau
peringkasan dari deretan data yang telah diinput dan diolah. Sederetan angka-angka dapat
diolah menjadi kesimpulan baik dalam bentuk jumlah, persentase, pengurangan dan
manipulasi lainnya sehingga memberi nilai dari data tersebut menjadi suatu informasi.
Sistem Informasi
1. Pengertian Sistem Informasi
Menurut Siregar (1995) sistem informasi adalah suatu sistem yang dapat
menghasilkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan secara tepat guna dan tepat waktu
untuk semua macam proses pengambilan keputusan pada berbagai jenjang dalam suatu
organisasi.
Sistem informasi memiliki tiga elemen utama, yaitu data yang menyediakan
informasi, prosedur yang memberitahu pengguna bagaimana mengoperasikan sistem
informasi, dan orang-orang yang membuat produk, menyelesaikan masalah, membuat
keputusan, dan menggunakan sistem informasi tersebut. Orang-orang dalam sistem
informasi membuat prosedur untuk mengolah dan memanipulasi data sehingga
menghasilkan informasi dan menyebarkan informasi tersebut ke lingkungan.
7
Model dasar sistem adalah masukan, pengolahan, dan keluaran. Fungsi pengolahan
informasi sering membutuhkan data yang telah dikumpulkan dan diolah dalam waktu
periode sebelumnya. Oleh karena itu pada model sistem informasi ditambahkan pula
media penyimpan data (data base) maka fungsi pengolahan informasi bukan lagi
mengubah data menjadi informasi tetapi juga menyimpan data untuk penggunaan
lanjutan.
Skema dasar sistem informasi dapat ditunjukkan pada Gambar 1.3 (Davis, 1999).
Model dasar ini berguna dalam memahami bukan saja keseluruhan sistem
pengolahan informasi, tetapi juga untuk penerapan pengolahan informasi secara
tersendiri. Setiap penerapan dapat dianalisis menjadi masukan, penyimpanan,
pengolahan dan keluaran.
Keberhasilan suatu sistem informasi sangat bergantung pada sistem basis data.
Semakin lengkap, akurat dan mudah dalam menampilkan kembali data yang ada dalam
sistem basis data maka akan semakin tinggi kualitas sistem informasi tersebut. Basis data
(database) merupakan kumpulan dari data yang saling berhubungan satu dengan lainnya,
tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat lunak untuk
memanipulasinya. Data perlu disimpan di dalam basis data untuk keperluan penyediaan
informasi lebih lanjut (Jogiyanto, 1999).
5. Blok basis data, merupakan kumpulan data yang saling berhubungan satu
dengan lainnya, tersimpan di perangkat keras komputer dan digunakan perangkat
lunak untuk mengubahnya. Data di dalam basis data perlu diorganisasikan
sedemikian rupa, sehingga informasi yang dihasilkan berkualitas.
Kesatuan dari komponen-komponen tersebut dapat digambarkan seperti pada gambar 1.4.
9
3. Jenis-Jenis Sistem Informasi
Sistem informasi dikembangkan untuk berbagai tujuan, sehingga terdapat beberapa jenis
sistem informasi, diantaranya:
3. Sistem kerja pengetahuan, adalah sistem yang mendukung para pekerja profesional
seperti ilmuwan, insinyur dan doktor untuk membantu mereka menciptakan
pengetahuan baru dan memungkinkan mereka menerapkannya pada organisasi atau
masyarakat.
10
4. Sistem informasi manajemen, merupakan sistem yang menghasilkan informasi
untuk kepentingan manajerial atau proses-proses manajemen (perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan dan penilaian) kegiatan organisasi.
Seperti sistem lainnya, sistem informasi kesehatan terdiri dari komponen yang
saling berhubungan yang dapat dikelompokkan dalam dua bagian yaitu:2
2. Pengiriman data
3. Pengolahan data
4. Analisis data
11
5. Penyajian informasi
Oleh karena itu dalam merancang atau merancang kembali sistem informasi
kesehatan dibutuhkan penekanan pada pengaturan yang sistematis setiap komponen baik
proses informasi maupun manajemen sistem informasi tersebut.2
12
1. Data yang harus dicatat dan dilaporkan di unit-unit operasional sangat banyak,
sehingga beban para petugas menjadi berat.
2. Proses pengolahan data menjadi lama, sehingga hasil pengolahan data menjadi
lama, menyebabkan hasilnya menjadi tidak tepat waktu ketika disajikan dan
diumpanbalikkan.
13
BAB 2
Peran Sistem Informasi Kesehatan Dalam Manajemen Kesehatan
P
embangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh
semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
1. Upaya kesehatan
3. Pembiayaan kesehatan
7. Pemberdayaan masyarakat.
Sistem Informasi merupakan “jiwa” dari suatu proses manajemen, demikian pula
Sistem Informasi Kesehatan merupakan “jiwa” dari manajemen kesehatan. Sistem
14
Informasi Kesehatan (SIK) sebagai bagian penting dari manajemen kesehatan terus
berkembang selaras dengan perkembangan organisasi. Dengan adanya perubahan sistem
kesehatan mengakibatkan terjadinya perubahan pada SIK, namun sayangnya perubahan
sistem kesehatan di lapangan tidak secepat dengan yang diperkirakan oleh para
pengambil keputusan.
Hal ini tampak nyata ketika sistem kesehatan berubah dari sentralisasi ke
desentralisasi, SIK tidak berfungsi sebagaimana layaknya. SIK yang selama ini telah
dikembangkan, (meskipun masih terfragmentasi) secara Nasional tidak berfungsi, alur
laporan dari pelayanan kesehatan ke jenjang administrasi kabupaten/kota hingga ke pusat
banyak yang terhambat.
Manajemen Kesehatan
Secara umum manajemen merupakan suatu kegiatan untuk mengatur orang lain
guna mencapai suatu tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Hal ini berdasarkan beberapa
pendapat ahli berikut :
1. Manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang /lebih untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil (tujuan)
yang tidak dapat dicapai oleh hanya satu orang saja. (Evancevich)
15
2. Manajemen adalah proses dimana pelaksanaan dari suatu tujuan diselenggarakan
dan diawasi (Encyclopaedia of sosial sciences)
16
2. Organizing (pengorganisasian) adalah rangkaian kegiatan menajemen untuk
menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan
memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
Dari sisi manajemen berdasarkan sasaran, terdapat tiga jenis manajemen kesehatan
yang diperlukan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yaitu manajemen
pasien/klien, manajemen unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan.
1. Manajemen Pasien/Klien
17
pelayanan kesehatan yang mereka selenggarakan. Informasi yang mereka butuhkan itu
akan digunakan untuk membuat keputusan yang tepat, misalnya:
1. Tanggal, diagnosis, dan pengobatan yang diberikan dalam kunjungan yang lalu
akan membantu si pemberi pelayanan kesehatan dalam membuat keputusan
terhadap seorang penderita tuberkulosis yang berkunjung ke Puskesmas (dalam
rangka keparipurnaan pelayanan).
2. Seorang anak usia 2 tahun dibawa oleh ibunya karena menderita bercak-bercak
pada kulit dan diare. Punyakah pemberi pelayanan informasi yang iepat untuk
mengetahui apakah anak tersebut menderita campak dan apakah ia telah
divaksinasi? (dalam rangka integrasi pelayanan).
3. Dalam rangka memutuskan vaksin apa yang akan diberikan kepada seorang anak
usia 8 bulan yang dibawa ibunya ke Puskesmas, petugas kesehatan perlu
mengetahui jenis vaksin apa yang pernah didapat si anak dan bilamana
didapatnya (dalam rangka keparipurnaan dan kelanjutan pelayanan).
4. Hasil-hasil patologis dari spesimen biopsi cervix akan membantu ahli bedah
memutuskan perlu-tidaknya melakukan histerektomi (dalam rangka kelanjutan
pelayanan).
Tujuan manajemen umum dari suatu unit kesehatan adalah untuk memberikan
pelayanan kesehatan terhadap suatu penduduk tertentu di dalam wilayah kerja
pelayanannya dengan sumber daya yang ada. Unit-unit kesehatan dapat diklasifikasikan
menurut tingkat konsentrasi sumber dayanya menjadi: unit-unit pelayanan kesehatan
dasar dan unit-unit pelayanan kesehatan rujukan. Setiap jenis unit kesehatan memiliki
fungsi-fungsi manajemennya sendiri. Namun demikian pada dasamya fungsi-fungsi itu
dapat dibedakan atas fangsi-fungsi pemberian pelayanan kesehatan, dan fungsi-fungsi
administratif.
Unit-unit pelayanan kesehatan rujukan seperti rumah sakit dan klinik rawat jalan
khusus menyediakan pelayanan dan teknik-teknik yang kerumitannya tidak dapat
ditangani oleh unit pelayanan kesehatan dasar. Rumah Sakit Kabupaten/Kota merupakan
unit pelayanan kesehatan rujukan tingkat pertama (primer), Rumah Sakit Provinsi
merupakan unit pelayanan kesehatan rujukan tingkat kedua (sekunder), dan Rumah Sakit
Pusat merupakan unit pelayanan kesehatan rujukan tingkat ketiga (tersier). Di Rumah
Sakit Kabupaten/Kota harus diselenggarakan paling sedikit empat pelayanan spesialistik,
yaitu: obsetrik dan genekologi, anak, bedah, dan penyakit dalam.
4. Rumah Sakit rujukan tersier berfungsi sesuai dengan anggaran tahunan yang
tersedia. Pemasukan dana berasal dari subsidi pemerintah, dari pembayaran
asuransi kesehatan, dan dari pembayaran para pasien. Dalam rangka menyusun
anggaran tahunan, Direktur Umum dan Keuangan akan memerlukan data dan
informasi tentang pemasukan tahun lain menurut sumbernya, dan pengeluaran-
pengeluaran tahun lalu menurut pusat-pusat biaya.
9. surveilans penyakit
21
Penetapan Standar Pelayanan Minimal Dalam Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota,
merinci kewenangan untuk Daerah Kabupaten/Kota yang disebut sebagai kewenangan
minimal.
Pada hakikatnya suatu Sistem Informasi Kesehatan tidak dapat berjalan sendiri.
Sistem Informasi Kesehatan merupakan bagian fungsional dari Sistem Kesehatan yang
komprehensif, yang memberikan pelayanan kesehatan secara terpadu, meliputi baik
pelayanan kuratif, pelayanan rahabilitatif, maupun pencegahan penyakit, dan peningkatan
kesehatan. Sistem Informasi Kesehatan harus dapat mengupayakan dihasilkannya
informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan di berbagai tingkat Sistem
Kesehatan. Sistem Kesehatan memang terdiri atas berbagai tingkat sejak dari tingkat
paling bawah, tingkat menengah, sampai ke tingkat pusat. Dengan berlakunya konsep
desentralisasi dan otonomi daerah, Sistem Kesehatan di setiap tingkat harus dapat mandiri
(selfpropeled), walaupun berkaitan satu sama lain.
Sesuai dengan pembagian wilayah di Indonesia yang berlaku saat ini, tingkat-
tingkat itu adalah sebagai berikut:
4. Tingkat Pusat, di mana terdapat Departemen Kesehatan, Rumah Sakit Pusat, dan
pelayanan kesehatan rujukan tersier lain.
22
desentralisasi ternyata dihadapi banyak kendala, khususnya berkaitan dengan ketenagaan,
sarana dan peralatan, yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan ekonomi negara.
Dengan mengenali fungsi spesifik dari setiap tingkat manajemen kesehatan, akan
dapat dikenali pula siapa saja pemakai informasi kesehatan (yaitu para manajer
kesehatan) dari keputusan-keputusan apa yang harus mereka buat. Hal ini akan membantu
dalam perumusan kebutuhan informasi di setiap tingkat dan penetapan data apa yang
harus dikumpulkan, cara dan instrumen pengumpulannya, pengiriman datanya, prosedur
pengolahan datanya, pengemasan informasinya, dan penyajian informasinya.
23
BAB 3
SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
s istem Informasi Manajemen adalah sebuah sistem yang cukup kompleks. Sistem
ini dapat berjalan dengan baik apabila semua proses didukung dengan teknologi
yang tinggi, sumber daya yang berkualitas, dan yang paling penting komitmen
perusahaan. Sistem Informasi Manajemen berguna untuk mendukung fungsi operasi,
manajemen, dan pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi.
24
untuk menjalankan Sistem Informasi Manajemen haruslah sangat tinggi agar proses yang
terjadi dilantai produksi menjadi menguntungkan bagi perusahaan.
Supaya informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi dapat berguna bagi
manajamen, maka analis sistem harus mengetahui kebutuhan-kebutuhan informasi yang
dibutuhkannya, yaitu dengan mengetahui kegiatan-kegiatan untuk masing-masing tingkat
(level) manajemen dan tipe keputusan yang diambilnya. Berdasarkan pada pengertian-
pengertian di atas, maka terlihat bahwa tujuan dibentuknya Sistem Informasi Manajemen
adalah supaya organisasi memiliki informasi yang bermanfaat dalam pembuatan
keputusan manajemen, baik yang menyangkut keputusan-keputusan rutin maupun
keputusan-keputusan yang strategis. Sehingga SIM adalah suatu sistem yang
menyediakan kepada pengelola organisasi data maupun informasi yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
Secara teori, komputer tidak harus digunakan di dalam SIM, tetapi kenyataannya
tidaklah mungkin SIM yang komplek dapat berfungsi tanpa melibatkan elemen komputer.
Lebih lanjut, bahwa SIM selalu berhubungan dengan pengolahan informasi yang
didasarkan pada komputer (computer-based information processing).
25
SIM merupakan kumpulan dari sistem-sistem informasi. SIM tergantung dari besar
kecilnya organisasi dapat terdiri dari sistem-sistem informasi sebagai berikut :
Top level management dengan executive management dapat terdiri dari direktur
utama (president), direktur (vise-president) dan eksekutif lainnya di fungsi-fungsi
pemasaran, pembelian, teknik, produksi, keuangan dan akuntansi. Sedang middle level
management dapat terdiri dari manajer-manajer devisi dan manajer-manajer cabang.
26
Lower level management disebut degan operating management dapat meliputi mandor
dan pengawas.
Top level management disebut juga dengan strategic level, middle level
management dengan tactical level dan lower management dengan tehcnical level.
Ada empat bidang pokok konsep dan pengembangan sistem yang sangat penting
dalam melacak asala mula konsep SIM yaitu: (1) akuntansi manajerial; (2) ilmu
pengetahuan manajemen; (3) teori manajemen; dan (4) pengolahan komputer.
Akuntansi Manajerial
Disini perlu dianggap bahwa bidang akuntansi dibagi atas dua bidang pokok, yaitu
akuntansi keuangan dan akuntansi manajerial. Akuntansi keuangan (financial accounting)
berhubungan dengan pengukuran pendapatan dalam suatu periode tertentu, misal dalam
satu bulan atau satu tahun (laporan rugi-laba/income statement) dan melaporkan status
keuangan pada akhir periode (neraca). Karena sebuah organisasi beroperasi secara terus
menerus sepanjang waktu, pengukuran pendapatan untuk suatu jangka waktu tertentu
meliputi pertanyaan-pertanyaan pengukuran penerimaan dalam suatu periode dan
mengenali serta membandingkan biaya yang timbul untuk menghitung laba.
Analisis biaya dipakai dalam akuntansi manajerial untuk menentukan biaya yang
paling relevan dalam pengambilan keputusan. Biaya yang relevan ini dapat berupa biaya
penuh (full cost), biaya langsung (direct cost), biaya marjinal (marginal cost), biaya
penggantian (replacement cost), biaya peluang (opportunity cost) atau lain-lainnya.
28
kredit. Akuntansi manajerial adalah sebuah sistem informasi yang berorientasi pada
manajemen internal serta pengendalian dan karenanya berhubungan erat dengan SIM.
Ilmu manajemen atau penelitian operasional adalah penerapan metode ilmiah dan
teknik-teknik analisis kuantitatif terhadap masalah manajemen. Beberapa di antara
konsep-konsep pokoknya adalah:
2. Memakai model matematis dan prosedur matematis serta statistis dalam analisis.
7. Simulasi (simulation)
29
Ilmu pengetahuan manajemen adalah sebuah perkembangan penting dalam sistem
informasi manajemen berdasarkan komputer, karena ilmu pengetahuan manajemen telah
mengembangkan prosedur-prosedur untuk analisis dan pemecahan berdasarkan komputer
dalam banyak jenis persoalan keputusan. Ancangan sistematis dalam pemecahan
persoalan, pemakaian model, teknik-teknik ilmu pengetahuan manajemen, dan algoritma
pemecahan berdasarkan komputer umumnya digabungkan dalam rancangan SIM.
Teori Manajemen
Perkembangan dalam teori manajemen ini penting untuk merancang SIM, karena
membantu dalam memahami peranan sistem manusia/mesin serta bermanfaat untuk
mengembangkan model-model keputusan.
Pengolahan Komputer
30
Tabel 3.1. Persyaratan Teknis SIM berbasis computer
31
Petugas administrasi dapat merasakan bertambahnya kebutuhan akan masukan
(input) pada saat upaya SIM dimulai dan sebuah data base sedang disusun. Prosedur baru
untuk mengendalikan data akan ditetapkan. Proses administrasi akan berubah dengan
memakai alat-alat online seperti unit peraga, alat pencetak, dan alat untuk memasukkan
data.
Laporan cenderung menjadi lebih informatif dan cepat. Analisis dan laporan
khusus lebih mudah diperoleh. Umpan balik berbagai prestasi menjadi lebih besar
frekuensinya. Staf ahli yang membantu manajemen tingkat lebih tinggi mendapat manfaat
besar dari kemampuan SIM. Database diselidiki untuk kemungkinan sesuatu persoalan.
Datanya dianalisis guna menemukan pemecahan yang mungkin.
32
mencapai sebuah pemecahan yang memuaskan. Perencanaan dibantu oleh model
perencanaan disertai sebuah dialog manusia/mesin untuk mengadakan percobaan
pemecahan.
2. Perangkat lunak
3. Program aplikasi
33
4. Database (data yang tersimpan dalam media penyimpanan komputer)
5. Prosedur
6. Petugas Pengoperasian
Dalam hal penerapan, sebuah subsistem terapan yang lengkap terdiri dari:
Tetapi gagasan dasarnya tetap sama untuk mengenali fungsi-fungsi pokok atas mana
subsistem dapat dirancang. Subsistem ini dapat pula dibagi menjadi beberapa subsistem
yang lebih kecil sepeti terlihat pada tabel 3.3.
34
Tabel 3.3. Subsitem Fungsional Pokok SIM
Subsistem Kegiatan
Satu ancangan lain untuk memahami struktur sebuah sistem informasi adalah
dalam bentuk subsistem yang melaksanakan berbagai kegiatan. Beberapa subsistem
kegiatan akan bermanfaat bagi lebih dari satu subsistem fungsi keorganisasian; sedangkan
lainnya mungkin akan berguna untuk hanya satu fungsi.
35
Subsistem kegiatan ini memakai data di dalam data base dan kemampuan mendapat
kembali yang berada dalam sistem manajemen data base.
Struktur Keorganisasian
Struktur Hirarki
36
Gambar 3.2. Organisasi hirarki dasar dengan spesialisasi fungsional dan hubungan lini
serta staf.
Spesialisasi
Rentang Kendali
Teori manajemen pada mulanya agak bersifat mekanis dalam pandangannya atas
interaksi manusia. Tujuan para anggota sebuah organisasi dianggap konsisten dengan
tujuan organisasi (atau setidaknya terlebur dengan tujuan organisasi). Para karyawan
dianggap konsisten dengan tujuan organisasi). Para karyawan dianggap menanggapi
positif terhadap wewenang dan didorong oleh imbalan keuangan. Gerakan hubungan
kemanusiaan yang dimulai dengan telaah Hawthorne yang terkenal antara tahun 1927 dan
1932 telah membentuk konsep tentang organisasi sebgai sebuah sistem sosial.
Motivasi ternyata didasari oleh lebih dari sekedar imbalan ekonomis. Kelompok
kerja, rekan sekerja dan sebagainya ternyata penting. Gaya kepemimpinan dianjurkan
38
yang lebih meningkatkan kepuasan pekerja dalam organisasi. Hasil-hasil riset keperilkuan
(behavioral research) tidak menunjuk kepada seperangkat tunggal prinsip tertentu, tetapi
sebagian besar riset memperlihatkan perlunya mempertimbangkan kebutuhan manusia
dalam merancang organisasi.
Motivasi adalah alasan seseorang untuk menjalankan sesuatu kegiatan. Hal ini
biasanya dijelaskan dalam istilah dorongan atau kebutuhan manusia. Kebutuhan seseorng
manusia tidak tetap. Kebutuhan ini berubah dari waktu ke waktu bersamaan dengan
tingkat karirnya, dan sementara kebutuhan tertentu mendapat lebih banyak kepuasan.
Dinamika Kelompok
Dalam sebuah organisasi, seorang individu biasanya dimiliki oleh satu atau
beberapa kelompok kecil. Mereka mungkin berupa kelompok keorganisasian formal
seperti regu kerja produksi atau dapat pula berdasarkan kepentingan bersama seperti latar
39
belakang budaya, profesi, tujuan rekreasi (kalb bowling), atau parkir kendaraan. Ada
banyak bukti yang menunjukkan bahwa kelompok kecil adalah faktor penting yang
mempengaruhi hubungan antara individu dengan organisasi.
Gaya Kepemimpinan
Rencana adalah satu arah tindakan yang sudah ditentukan terlebih dahulu.
Perencanaan mengungkapkan tujuan-tujuan keorganisasian dan kegiatan-kegiatan yang
diperlukan guna mencapai tujuan tersebut. Bagian ini mensurvai persoalan menetapkan
tujuan dalam organisasi dan ciri tingkat-tingkat perencanaan yang berlainan.
Menetapkan Tujuan
Kompromi tadi pada umumnya sangat terbatasi oleh struktur yang ada. Melalui
mekanisme seperti prosedur pengoperasian aturan keputusan, dan anggaran, kesepakatan
gabungan menjadi agak permanen. Para individu dalam sebuah organisasi hanya memiliki
waktu terbatas untuk proses perundingan/kompromi, sehingga hasilnya cenderung bukan
sesuatu yang baru tetapi berdasarkan keadaan atau peristiw terakhir. Perhatian tidak
dipusatkan pada semua maslah secara serempak, tetapi umumnya secara berurutan sesuai
kebutuhan. Tujuan dalam sebuah organisasi cenderung mengandung kontradiksi, tetapi
40
alat-alat bantu seperti kelenturan organisasi digunakan untuk ―meredam‖ keadaan tidak
konsisten ini.
Tujuan perusahaan bisnis umumnya dinyatakan dalam bentuk tujuan untuk laba,
saham pasar, penjualan, sediaan barang, dan produksi. Semua ini harus dinyatakan dalam
istilah operasional. Bila tujuan tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif, maka tujuan
pengganti dapat digantikan untuk program ini. Tujuan ―membuat tempat kerja yang
nyaman‖ tidaklah operasional. ―Mengurangi pergantian karyawan menjadi 4%‖ akan
lebih berarti dalam istilah operasional.
Bila sasaran-sasaran dinyatakan secara jelas dan operasional, ini akan membentuk
landasan untuk mencapai tujuan. Bila setiap manajer membantu dalam menyusun tujuan
dan cara untuk mencapainya kemudian diukur seberapa jauh sudah dicapai, maka
perusahaan telah menggunakan apa yang disebut sebagai ―manajemen berdasarkan
sasaran.
Hirarki Perencanaan
41
Pengendalian
1. Sebuah standar spesifikasi prestasi yang diharapkan. Ini berupa sebuah anggaran,
sebuah prosedur pengoperasian, sebuah algoritma/aturan keputusan dan
sebagainya.
6. Dalam hal tindakan unit pengendali gagal membawa prestasi nyata yang kurang
memuaskan ke arah yang diharapkan, adanya sebuah metode untuk tingkat
perencanaan/pengendalian lebih tinggi untuk mengubah satu atau beberapa
kondisi seperti unit pengendali/manajer baru, atau revisi atas standar prestasi.
42
BAB 4
P
engembangan Sistem Informasi Kesehatan hendaknya diselaraskan dan
diintegrasikan dengan upaya menata kembali Sistem Kesehatan dan Manajemen
Kesehatan. Penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merupakan suatu
tantangan dan pekerjaan yang cukup rumit. Tatanan Sistem Kesehatan merupakan
kerangka dasar yang baik dalam upaya menata kembali Sistem Informasi Kesehatan.
Sepanjang proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan, model Sistem
Kesehatan itu akan digunakan sebagai acua konseptual bagi setiap tahap proses.
Jarang sekali proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan merombak total
Sistem Kesehatan suatu negara atau daerah. Menurut pengalaman, proses penataan
kembali Sistem Informasi Kesehatan secara komprehensif bahkan kerap kali menjumpai
kegagalan. Lebih baik penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan itu difokuskan pada
aspek-aspek yang kurang berfungsi dalam Sistem Kesehatan. Atau direncanakan dan
diselenggarakan dalam kaitannya dengan proses penataan kembali Sistem Kesehatan
yang sedang berlangsung.
Pendekatan Sistem
berdasarkan sasaran, terdapat tiga jenis manajemen kesehatan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, yaitu manajemen pasien/klien, manajemen
unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan.
43
Tahap dan Langkah Pendekatan Sistem
1. Usaha Persiapan
1. Usaha Definisi
Yaitu kegiatn identifikasi masalah (suatu masalah ada atau akan ada), memahami
masalah (mempelajari untuk mencari solusi) dan pemicu masalah (sinyal umpan balik
yang menunjukkan hal-hal lebih baik atau buruk).
Langkah-langkah :
2. Menganalisis bagian sistem dalam urutan tertentu. Pada saat mempelajari tiap
tingkat system, elemen-elemen sistem dianalisis secara berurutan :
3. Mengevaluasi Manajemen
44
4. Mengevaluasi pemrosesan Informasi
1. Usaha Solusi
Langkah-langkah
6. Membuat tindak lanjut untuk memastikan bahwa solusi itu efektif. Manajer harus
memastikan solusi mencapai kinerja yang direncanakan.
Pemecahan Masalah
Masalah merupakan suatu kondisi yang memiliki potensi untuk menimbulkan
kerugian luar biasa atau menghasilkan keuntungan luar biasa. Jadi pemecahan masalah
berarti tindakan memberikan respon terhadap masalah untuk menekan akibat buruknya
atau memanfaatkan peluang keuntungannya. Oleh karena itu masalah penting untuk
dipecahkan.
Jenis-jenis masalah :
1. Masalah terstruktur; apabila terdiri dari elemen dan hubungan antar elemen yang
semuanya dipahami oleh pemecah masalah.
45
2. Masalah tak terstruktur; berisi elemen-elemen atau hubungan antar elemen yang
tidak dipahami oleh pemecah masalah.
Standar menggambarkan keadaan yang diharapkan apa yang harus dicapai oleh
sistem. Informasi menggambarkan keadaan saat ini atau apa yang sedang dicapai oleh
sistem.
Perbedaan antara masalah dan gejala dimana gejala adalah kondisi yang dihasilkan
oleh masalah. Untuk memberikan ilustrasi ini, kita ambil contoh, seorang manajer
dihadapkan pada suatu gejala seperti laba yang rendah. Dalam hal ini ada masalah
penyebab laba rendah. Jadi dalam kaitan ini, masalah adalah penyebab dari suatu
persoalan, atau penyebab dari suatu peluang.
Secara etimologis kata decide berasal dari bahasa latin de yang berarti off dan kata caedo
yang berarti to cut. Hal ini berarti proses kognitif cut off sebagai tindakan mimilih
diantara beberapa alternatif kemungkinan. Ada beberapa pengertian pengambilan
keputusan menurut para ahli yaitu :
46
1. Max (1972), Decision Making is commanly difined as choosing from among
alernatives (pengambilan keputusan merupakan pemilihan dari beberapa
alternatif).
4. S.P Siagian dalam Iqbal Hasan (2002:10), Pengambilan keputusan adalah suatu
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang dihadapi dan
mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling
tepat.
49
Perluasan fasilitas-fasilitas pabrik, pengembangan produk baru, pengolahan dan
pengiklanan kebijaksanaan-kebijaksanaan, manajemen kepegawaian, dan perpaduan
semuanya adalah contoh masalah-masalah yang memerlukan keputusan-keputusan yang
tidak terprogram. Sangat banyak waktu yang dikorbankan oleh pegawai-pegawai tinggi
pemerintahan, pemimpin-pemimpin perusahaan, administrator sekolah dan manajer
organisasi lainnya dalam menjawab masalah dan mengatasi konflik. Ukuran keberhasilan
mereka dapat dihubungkan secara langsung kepada mutu informasi yang mendasari tugas
ini.
Pandangan terhadap pengambilan keputusan adalah bahwa proses ini merupakan
proses penggunaan informasi yang rasional, bukan proses yang emosional, Dalam hal ini,
kesukaran-kesukaran dalam pengambilan keputusan dapat dikaitkan kepada:
1. Informasi yang tidak cukup; dan
Pengambilan keputusan berkisar dari sangat rutin dan baku (terprogram) sampai
kompleks (tidak dapat diprogram). Untuk maksud klasifikasi, maka pada dasarnya ada
tiga tingkat pengambilan keputusan.
1. Pengambilan keputusan tingkat strategis
Pengambilan keputusan strategis dicirikan oleh sejumlah besar ketidak pastian dan
berorientasi ke masa depan. Keputusan-keputusan ini menetapkan rencana jangka
panjang yang akan mempengaruhi keseluruhan organisasi. Pengambilan keputusan
tingkat strategis misalnya perluasan pabrik, penentuan produksi, penggabungan,
penggolongan, pengeluaran modal dan sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa
strategi yang diputuskan itu berhubungan dengan perencanaan jangka panjang dan
meliputi penentuan tujuan, penentuan kebijaksanaan, pengorganisasian, dan pencapaian
keberhasilan organisasi secara keseluruhan.
2. Pengambilan keputusan tingkat taktis.
50
Pengambilan keputusan taktis berhubungan dengan kegiatan jangka pendek dan
penentuan sumber daya untuk mencapai tujuan. Jenis pengambilan keputusan ini
berhubungan dengan bidang-bidang seperti perumusan anggaran, analisis aliran dana,
penentuan tata ruang pabrik, masalah kepegawaian, perbaikan produksi serta penelitian
dan pengembangan. Bila pengambilan keputusan strategis sebagian besar mengandung
kegiatan perencanaan yang menyeluruh, pengambilan keputusan taktis memerlukan
gabungan dari kegiatan perencanaan dan pengawasan. Jenis keputusan ini memiliki
potensi yang kecil untuk melaksanakan pengambilan keputusan terprogram.. Untuk
sebagian besar aturan-aturan keputusan dalam pengambilan keputusan taktis tidak
tersusun dan tidak dapat dipertanggungjawabkan terhadap kebiasaan sehari-hari dan
peraturan yang mengatur sendiri.
3. Pengambilan keputusan tingkat teknis.
Pada tingkat teknis, standar-standar ditentukandan output bersifat deterministik (sifatnya
menentukan). Pengambilan keputusan teknis adalah suatu proses yang dapat menjamin
bahwa tugas-tugas spesifik dapat dilaksanakan dalam cara efektif dan efisien. Tingkat ini
lebih ditekankan pada fungsi pengawasan dan sedikit sekali fungsi perencanaan. Pada
tingkat ini pengambilan keputusan terprogram dapat dilaksanakan. Contoh jenis
pengambilan keputusan ini adalah penerimaan atau penolakan kredit, pengendalian
proses, penentuan waktu, penerimaan, pengiriman,pengawasan inventaris dan
penempatan karyawan.
Suatu tingkat pengambilan keputusan yang berlainan memerlukan jenis informasi
yang berbeda pula. Para analis harus menyadari jenis-jenis pengambilan keputusan ini di
dalam sistem informasi guna memenuhi keperluan yang berbeda-beda, karena informasi
yang akan dihasilkan tergantung kepada keperluan-keperluan ini.
Perlu diperhatikan dan dipahami secara jelas bahwa dalam prakteknya di antara
berbagai golongan pangambilan keputusan ini sering batas-batasnya kabur dan malahan
sering tumpang tindih. Walaupun garis-garis pemisahnya tidak jelas atau kabur, namun
sebagai seorang analis harus menyadari akan adanya jenisjenis pengambilan keputusan
ini dan bagaimana sistem informasi dapat dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang
berlainan, sebab informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akan tergantung kepada
kebutuhan-kebutuhan ini.
Dalam banyak organisasi, keputusan-keputusan strategis dan taktis lebih banyak
diambil berdasar intuisi, pengalaman dan kemampuan interpretasi, daripada berdasar
informasi dari sistem informasi formal.
51
Dalam lingkup manajemen usaha dan proyek, masalah yang muncul hampir
seluruhnya merupakan masalah yang usulan pemecahannya perlu
dipertanggungjawabkan, bahkan terkadang seluruh prosesnya perlu diungkapkan untuk
dapat diperiksa.
Hal ini menuntut penggunaan pendekatan yang bersifat formil. Sebagai contoh,
keputusan suatu perusahaan untuk mengembangkan produk tidaklah dapat dilaksanakan
secara intuitif. Seluruh tahapan perlu dipaparkan untuk meyakinkan pemegang saham,
direksi, bagian teknik, bagian produksi dan pemasaran bahwa produk baru tersebut dapat
dibuat dan memang akan menguntungkan perusahaan. Melalui pendekatan formal
semacam ini, maka keputusan tidak saja dibuat akan tetapi diungkapkan pada semua
pihak yang berkepentingan, sebagai usaha utama untuk meyakinkan pihak lain.
Pendekatan formal ini membutuhkan sistematika yang jelas, masuk akal, seluruh
tahapannya mengikuti urutan yang benar dan kesimpulan akhir merupakan hasil yang
konsisten dari seluruh proses. Informasi yang disusun secara teratur dan sistematik dan
selalu diperbaharui maka ia akan merupakan sarana pengambilan keputusan tidak lain
merupakan usaha pentransformasian. Informasi ke dalam bentuk usulan atau alternatif.
Inti dari sistem informasi manajemen adalah penyusunan informasi secara teratur
dan sistematik mengikuti struktur organisasi dan digunakan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan manajemen. Dalam lingkup keputusan yang bersifat rutin maka
sistem informasi manajemen merupakan alat Bantu yang sangat diperlukan karena
informasi yang terolah dengan baik dapat memberi arah pada keputusan yang baik tinggal
menambahkan faktor pertimbangan yang perlu dihasilkan oleh pengambil keputusan.
Satu langkah yang lebih kontemporer lagi, adalah dengan memasukkan beberapa
aspek dari mekanisme keputusan ke dalam sistem informasi manajemen tersebut,
sehingga pengambil keputusan pada dasarnya hanyalah tinggal memilih saja.
53
Upper-level management : bertanggung jawab dalam mengarahkan masa depan
organisasinya. Level ini lebih berkonsentrasi pada perencanaan strategik, menetapkan
tujuan, serta merencanakan rencana jangka panjang organisasi.
Middle-level management : mengurus perencanaan taktis organisasinya,
memastikan karyawan telah mengerjakan pekerjaanya dengan maksimal, serta
mengontrolnya.
Lower-level management : mengerjakan rencana yang sudah ditargetkan oleh level
atasnya.
Pengambilan keputusan melalui sebuah proses. Sementara itu ada beragam model
proses pengambilan keputusan. Dalam gambar 4.3, Sauerborn, (2000) menggambarkan
model pengambilan keputusan yang dimulai dari pengumpulan sumber-sumber yang akan
memberikan data-data melalui prosedur tertentu. Data tersebut kemudian harus
ditransformasikan menjadi sebuah informasi. Selanjutnya informasi ini kemudian
digunakan dalam pembuatan keputusan.
54
Model lain lagi yang disebut The Knowledge-driven model oleh Van Lohuizen
(1986). Langkah pertama dari proses pengambilan keputusan adalah mengumpulkan data.
Melalui sebuah proses seleksi dan reduksi data tersebut akan menjadi informasi.
Pemrosesan dan analisis terhadap informasi akan menghasilkan pengetahuan yang
baru. Pengetahuan ini selanjutnya diproses untuk memberikan pengertian yang
mendalam. Setelah melewati proses justifikasi kemudian pengertian dapat memberikan
arti dalam pembuatan keputusan.
55
Beberapa model yang digambarkan di atas hanya sebagian dari model pengambilan
keputusan yang dapat diadopsi oleh seorang pengambil keputusan. Pada kenyataannya
yang ditemukan seringkali tidak sesederhana bahwa ketika masalah datang dan banyak
informasi dikumpulkan kemudian masalah dapat terpecahkan. Banyak hal dapat
mempengaruhi proses pembuatan keputusan. Seorang Manajer ketika mengambil sebuah
keputusan mungkin perlu mempertimbangkan kepentingan pemberi dana bagi
institusi/perusahaannya, komunitas di sekitarnya, atau pendapat profesional lain. Seorang
manajer mungkin kadang juga perlu berkaca pada pengalaman masa lalu sebelum
mengambil keputusan. Lain lagi dengan seorang manajer institusi pemerintah yang
banyak dipengaruhi oleh kepentingan politik dalam mengambil keputusan. Beragam
pengaruh tersebut dapat menjadi masalah sekaligus tantangan yang menarik bagi
pengambil keputusan.
Pada tahap pemahaman hubungannya dengan SIM adalah pada proses penyelidikan
yang meliputi pemeriksaan data baik dengan cara yang telah ditentukan maupun dengan
cara khusus. SIM harus memberikan kedua cara tersebut. Sistem Informasi sendiri harus
meneliti semua data dan mengajukan permintaan untuk diuji mengenai situasi-situasi
yang jelas menuntut perhatian. Baik SIM maupun organisasi harus menyediakan saluran
komunikasi untuk masalah-masalah yang diketahui dengan jelas agar disampaikan kepada
organisasi tingkat atas sehingga masalah-masalah tersebut dapat ditangani. Pada tahap ini
juga perlu ditetapkan kemungkinan-kemungkinannya. Dukungan SIM memerlukan suatu
data base dengan data masyarakat, saingan dan intern ditambah metode untuk
penelusuran dan penemuan masalah-masalah.
Pada tahap perancangan (design), kaitannya dengan SIM adalah membuat model-
model keputusan untuk diolah berdasarkan data yang ada serta memprakarsai pemecahan-
pemecahan alternatif. Model-model yang tersedia harus membantu menganalisis
alternatif-altematif. Dukungan SIM terdiri dari perangkat lunak statistika serta perangkat
lunak pembuatan model lainnya. Hal ini melibatkan pendekatan terstruktur, manipulasi
model, dan sistem pencarian kembali data base. pada tahap pemilihan, SIM menjadi
56
paling efektif apabila hasil-hasil perancangan disajikan dalam suatu bentuk yang
mendorong pengambilan keputusan. Apabila telah dilakukan pemilihan, maka peranan
SIM berubah menjadi pengumpulan data untuk umpan balik dan penilaian kemudian.
Dukungan SIM pada tahap pemilihan adalah memilih berbagai model keputusan
melakukan analisis kepekaan (analisis sensitivitas) serta menentukan prosedur pemilihan.
Dukungan SIM untuk pembuatan keputusan terdiri dari suatu database yang lengkap,
kemampuan pencarian kembali database, perangkat lunak statistika dan analitik liainnya,
serta suatu dasar model yang berisi perangkat lunak pembuatan model-model keputusan.
Pada dasarnya peranan SIM tersebut pada proses pemahaman, .yang menyangkut
penelitian lingkungan untuk kondisi-kondisi yang memerlukan keputusan. Istilah
pemahaman di sini mempunyai arti sama dengan pengenalan masalah. Kemudian pada
proses perancangan serta pada prosed pemilihan.
Oleh karena itu, manusia pengambil keputusan harus selalu menjadi bagian dari
suatu pemilihan. Suatu algoritma keputusan, suatu aturan keputusan atau suatu program
komputer hanya membantu dengan memberikan dasar untuk suatu keputusan, akan tetapi
pemilihan keputusan dilakukan oleh seorang manusia. Pernyataan komputer mengambil
keputusan pada umumnya didasarkan atas anggapan bahwa beberapa keputusan dapat
diprogramkan, sedangkan keputusan-keputusan yang lain tidak. Hal ini mengingatkan
bahwa klasifikasi tentang keputusan terprogram dan tidak terprogram sangat penting
untuk perancangan SIM. Ada suatu kecenderungan di antara para perancang SIM untuk
beranggapan, bahwa suatu database (pusat data) saja akan banyak memperbaiki
pengambilan keputusan. Pandangan demikian sebenarnya telah mengabaikan akan adanya
tiga unsur dalam pengambilan keputusan yang berperan penting, yaitu; data, model atau
prosedur keputusan, dan pengambil keputusan, itu sendiri. Oleh karena itu pengambilan
keputusan dapat diperbaiki dengan data yang lebih baik, model keputusan yang lebih
baik, atau pengambil keputusan yang lebih baik terlatih, lebih banyak pengalaman, dan
sebagainya).
57
Pada dasarnya, suatu sistem informasi memiliki sifat yang hampir sama dengan
sistem produksi yang mengkonversikan bahan baku menjadi produk yang mungkin
langsung digunakan oleh konsumen atau menjadi bahan baku untuk fase konversi
berikutnya. Sistem informasi mengkonversi data kasar menjadi suatu laporan yang dapat
dipakai atau menjadi input untuk proses lanjutan.
Banyak manajemen yang tidak puas dengan sistem informasi mereka dan secara
tajam langsung menyalahkan sistem komputer. Tiga alasan yang dapat menimbulkan hal
ini adalah:
1. Besarnya harapan yang tidak terpenuhi.
Pengembangan sistem dapat berarti menyusun suatu sistem baru untuk menggantikan
sistem lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada. Sistem lama
perlu diperbaiki atau diganti disebabkan karena beberapa hal, yaitu:
1. Adanya gangguan dalam sistem lama menyebabkan sistem tersebut tidak dapat
beroperasi sesuai dengan yang diharapkan
58
2. Pertumbuhan organisasi yang menyebabkan harus disusunnya sistem baru
4. Adanya instruksi
Penyusunan sistem baru dapat terjadi karena adanya instruksi atasan, misalnya
Peraturan Pemerintah. Jika sistem baru sudah terbentuk maka diharapkan akan terjadi
peningkatan sistem tersebut yang meliputi:
1. Kinerja, yang dapat diukur dari beban kerja dan waktu respon. Beban kerja
adalah jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan pada saat tertentu. Waktu respon
adalah rata-rata waktu yang tertunda diantara dua transaksi atau pekerjaan
ditambah dengan waktu respon untuk menanggapi pekerjaan tersebut.
5. Efisiensi, terjadi peningkatan efisiensi operasi yang dapat diukur dengan cara
keluaran dibagi masukan.
59
pengembangan sistem merupakan suatu bentuk yang digunakan untuk menggambarkan
tahapan utama dan langkah-langkah dalam proses pengembangannya.
Perencanaan sistem yang terdiri dari estimasi kebutuhan-kebutuhan fisik, tenaga kerja dan
dana yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan sistem serta untuk mendukung
operasionalisasi setelah diterapkan. Pada tahap ini dilakukan penilaian kelayakan sistem
baik secara teknis, ekonomi dan organisasi.
Langkah-langkah pada analisis sistem hampir sama dengan yang dilakukan dalam
mendefinisikan proyek-proyek sistem pada tahap perencanaan. Perbedaannya terletak
dalam ruang lingkup tugasnya. Pada analisis sistem, ruang lingkup tugasnya lebih terinci
yaitu dilakukan penelitian terinci sedangkan pada tahap perencanaan sifatnya hanya
penelitian pendahuluan. Langkah-langkah dasar yang harus dilakukan adalah:
Untuk memenuhi kebutuhan pada pemakai sistem Untuk memberikan gambaran yang
jelas dan rancang bangun yang lengkap kepada pemrogram komputer yang terlibat.
1. Merancang pemodelan sistem yaitu model fisik dan logik dengan menggunakan
sistem bagan alir.
Tahap implementasi sistem merupakan tahap meletakkan sistem supaya siap untuk
dioperasikan. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap pelaksanaan ini adalah:
2. Pengujian sistem
3. Dokumentasi
6. Penggantian Sistem
Setelah sistem terpasang, maka sistem tersebut harus dipertahankan. Pemeliharaan sistem
diadakan karena dua alasan. Pertama, untuk memperbaiki kesalahan dalam perangkat
lunak. Alasan kedua adalah untuk meningkatkan kemampuan perangkat lunak dalam
merespons perubahan kebutuhan-kebutuhan organisasi.
61
1. Buat inventarisasi format-format, buku register dan alat lainnya yang digunakan
untuk mencatat dan meringkas data pada setiap tingkat.
2. Menyelidiki kualitas data yang dikumpulkan menggunakan format yang ada pada
setiap tingkat. Aspek-aspek yang diselidiki adalah:
1. Keakuratan
2. Kelengkapan
3. Ketepatan
4. Ketepatan waktu
5. Tentukan masalah yang dihadapi dengan sistem pengumpulan data yang ada pada
setiap tingkat, termasuk waktu dan alur informasi.
2. Analisis data
3. Desiminasi data
5. Pengembangan petugas
6. Menetapkan kebutuhan data dari unit yang sesuai dengan sistem kesehatan
Prinsip:
1. Tingkat administrasi yang berbeda dalam sistem kesehatan mempunyai peran
yang berbeda sehingga memiliki kebutuhan data yang berbeda
62
2. Tidak semua data yang dibutuhkan dihasilkan melalui sistem pengumpulan data
rutin. Data yang jarang dibutuhkan atau yang hanya diperlukan oleh beberapa
orang dapat dihasilkan melalui penelitian khusus atau survey sampel.
Langkah-langkah:
1. Tentukan peran/fungsi dari tiap-tiap tingkat, untuk setiap program-program
pokok. Umumnya sebagai berikut:
Tingkat Administratif Fungsi
c. Tentukan rumus dan identifikasi variabel atau elemen data yang dibutuhkan untuk
menghitung indikator-indikator.
d. Tentukan sumber dari elemen-elemen data yang berbeda yang dibutuhkan baik untuk
pembilang dan penyebut dari setiap indikator. Sumber utama dapat berupa:
1. Data rutin yang dihasilkan dari sistem informasi kesehatan kementerian
kesehatan
2. Data yang paling rinci harus disimpan pada sumbernya dan laporan yang
diperlukan untuk tingkat yang lebih tinggi hanya minimal.
Langkah-langkah:
a. Tentukan data apa yang akan dilaporkan dan kepada siapa. Hal ini mencakup:
1. Identifikasi variabel/indikator yang dibutuhkan untuk dilaporkan pada tingkat
yang lebih tinggi
2. Identifikasi unit yang paling tepat dan pejabat yang akan disampaikan
laporannya.
Faktor utama yang menentukan dari langkah ini adalah fungsi dari kantor dan/atau orang
yang akann disampaikan data tersebut dalam hubungannya dengan informasi yang
dihasilkan dan penggunaan informasi tersebut.
b. Tentukan frekkwensi pelaporan pada setiap tingkat, dengan mempertimbangkan faktor-
fakto berikut:
1. Kebutuhan dari setiap tingkat
Laporan akan kejadian yang jarang atau yang jarang dibutuhkan (seperti jumlah
kampanye imunisasi di desa) dapat dilaporkan tiap 4 bulan atau tiap semester daripada
bulanan.
c. Tentukan bentuk format data yang akan dilaporkan pada setiap tingkat.
1. Bentuk data mentah atau ringkas.
d. Buatlah diagram alur (flow chart) yang menunjukkan alur informasi dari perifer ke
tingkat yang lebih tinggi. Contohnya dapat ditunjukkan pada gambar 5.1.
2. Alat pengumpulan dan pelaporan data yang paling efektif adalah sederhana dan
singkat.
Langkah-langkah:
64
1. Buat rancangan awal dari setiap format yang dibutuhkan, gunakan sebagai
petunjuk daftar indikator yang digunakan unt uk program. Langkah ini
memerlukan modifikasi format yang sudah ada ataupun membuat format baru.
2. Bandingkan rancangan awal format yang dibuat dengan daftar indikator untuk
meyakinkan bahwa data yang dibutuhkan dapat dihasilkan dari format tersebut.
3. Presentasikan rancangan awal format kepada petugas yang sesuai dan diskusikan
dengan mereka aspek-aspek format baru berikut ini:
1. Bagaimana perbandingannya dengan format lama ?
65
b. Jika sistem komputerisasi digunakan, tentukan tingkat paling bawah dimana komputer
digunakan untuk mengolah data. Diantara yang penting yang dipertimbangkan dalam
memilih tingkat ini adalah ketersediaan petugas terlatih untuk pemeliharaan sistem.
Kajian kebutuhan yang terpisah harus dilakukan dari tiap jenis pelatihan. Variabel-
variabel yang harus dikumpulkan pada kajian kebutuhan pelatihan adalah sebagai berikut:
1. Fungsi-fungsi dasar dari setiap petugas yang berhubungan dengan SIK
2. Isi (Apa ?)
3. Strategi (Bagaimana ?)
67
Peserta pelatihan bagi pelatih (TOT) harus diberikan salinan kamus data, panduan
bagi penyedia data dan panduan bagi pengguna data.
d. Perbanyak materi pelatihan. Karena ada peluang beberapa perubahan pada format,
stuktur dan isi materi pelatihan harus dibuat berdasarkan hasil evaluasi, maka jumlah
salinan yang diperbanyak harus dibatasi.
f. Identifikasi peserta yang paling tepat untuk setiap jenis pelatihan berdasarkan tugas
dan tanggung jawab mereka yang berhubungan dengan menghasilkan, mengelola
dan menggunakan data. Strategi yang efisien yang digunakan adalah
mengidentifikasi dan melatih petugas. Jika strategi ini digunakan, penting untuk
mempertimbangkan distribusi geografis peserta pelatihan bagi pelatih (TOT).
h. Lakukan pelatihan bagi pengguna data. Ini biasanya dilaksanakan setelah data yang
cukup dari SIK telah terkumpul sebagai contoh selama pelatihan.
68
7. Uji coba sistem dan jika perlu, merancang ulang sistem pengumpulan data, alur data,
pengolahan data dan penggunaan data.
Prinsip:
a. Sistem harus diuji cobakan pada kondisi sebisa mungkin yang menggambarkan
keadaan yang sebenarnya biasa terjadi selama pelaksanaannya.
Langkah-langkah:
a. Siapkan petunjuk untuk uji coba sistem. Ini mencakup pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Dimana ? pemilihan tempat uji coba akan dilaksanakan. Dibutuhkan
pengembangan kriteria pemilihan tempat uji coba. Ini termasuk factor teknis
seperti tingkat keahlian atau kualifikasi dari petugas pada daerah tersebut, atau
pertimbangan praktis seperti dekatnya area, adanya dukungan infrastruktur atau
tingkat kerjasama petugas.
2. Siapa ? Siapa yang mengikuti uji coba ? ini penting untuk tipe penyedia data dan
pengguna data yang berbeda yang berparisipasi pada uji coba.
3. Apa ? Apa tujuan khusus dari uji coba ?Terutama, aspek-aspek apa dari SIK yang
diuji coba?Apakah tujuan-tujuan yang berbeda harus diambil untuk mencapai
tujuan tersebut ?
4. Bagaimana ? Alat dan cara apa dari pengumpulan data yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang dibutuhkan secara sistematis agar ujicoba format
efektif ?
5. Berapa lama ? Untuk berapa lama uji coba akan dilaksanakan ?
b. Berikan orientasi bagi petugas yang terlibat dalam uji coba sistem.
1. Sampaikan kepada mereka tujuan dan prosedur uji coba.
2. Latih pengguna data dan penyedia data pada area uji coba pada system yang baru.
3. Laksanakan kegiatan uji coba
4. Buat laporan hasil uji coba.
5. Rumuskan rekomendasi, berdasarkan hasil uji coba.
1. Mengawasi dan menilai sistem
Prinsip:
1. Tujuan pengawasan dan penilaian tidak dititikberatkan pada apa yang salah dan
sanksinya; tetapi lebih kepada aspek-aspek positif sistem yang membuatnya
bekerja dan mengidentifikasi ketika terjadi kesalahan sebagai dasar perbaikan
sistem.
Langkah-langkah:
69
1. Susun rencana pengawasan dan penilaian sistematis dari sistem.
1. Apa yang akan diawasi dan dinilai ?
Prinsip:
1. Cara yang efektif memotivasi prosedur data adalah melakukan secara tetap
umpan balik positif maupun negatif dari keadaan data yang dihasilkan petugas.
Langkah-langkah:
1. Tentukan cara yang paling efektif dan efisien untuk desiminasi data yang
dihasilkan dari SIK dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kepada siapa data harus didesiminasi ? kebutuhan kelompok sasaran perlu
dipertimbangkan.
2. Apa yang seharusnya didesiminasi ? Ini tidak hanya mencakup keluaran SIK,
tetapi juga umpan balik kepada siapa yang menggunakan informasi dan
apakah/bagaimana mereka menggunakannya
70
4. Dalam bentuk format apa data didesiminasi kepada setiap kelompok sasaran yang
berbeda ? Seluruh cakupan format dan tempat desiminasi data harus
dipertimbangkan.
5. Identifikasi tenaga, dana dan sumber daya lain untuk melaksanakan rencana
desiminasi data.
5. Tingkatkan kerjasama lintas sektor dan lintas program yang terlibat dalam aspek-
aspek yang berbeda dari SIK.
8. Prioritaskan pilihan yang berbeda berdasarkan derajat dan urgensi kebutuhan dan
ketersediaan sumber daya untuk pelaksanaan yang tepat.
11. Awasi dan nilai efek dari aspek baru yang diterapkan pada SIK.
72
Sistem Kesehatan dan Manajemen Kesehatan. Penataan kembali Sistem Informasi
Kesehatan merupakan suatu tantangan dan pekerjaan yang cukup rumit. Khususnya bila
dikaitkan dengan birokrasi pemerintahan kita. Selain faktor-faktor metodologi, yang
dapat juga mempengaruhi keberhasilan proses reformasi ini adalah keadaan politik, sosio-
budaya, dan administrasi. Dalam uraian selanjutnya akan dibahas secara singkat tentang
aspek-aspek metodologi dari penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan.
73
3. Pelaporan Program Kesehatan Khusus seperti pemberantasan tuberkulosis,
pemberantasan malaria, kesehatan ibu dan anak, dan kesehatan sekolah;
Proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan agar terpadu dengan Sistem
Kesehatan dapat diuraikan ke dalam lima tahap sesuai dengan dua komponen utama dari
Sistem Informasi Kesehatan sebagaimana telah diuraikan di atas. Tiga tahap yang
pertama berkaitan dengan pengembangan proses pengelolaan informasi, yaitu:
Sedangkan dua tahap terakhir berkaitan dengan penataan struktur manajemen Sistem
Informasi Kesehatan untuk menjamin berlangsungnya proses pengelolaan informasi
kesehatan dan digunakannya informasi kesehatan tersebut, yaitu:
74
penggunaan ini harus ada di setiap tingkat administrasi (sejak tingkat terbawah sampai ke
pusat) dan bagi fungsi-fungsi manajemen yang sesuai (pasien/klien, unit kesehatan, dan
sistem kesehatan).
BAB 5
D
alam Pokok Bahasan yang lalu telah dijelaskan bahwa agar efektif dan efisien
suatu Sistem Informasi Kesehatan harus terkait dan sesuai dengan
pengorganisasian Sistem Kesehatan setempat. Juga dinyatakan bahwa Sistem
75
Informasi Kesehatan yang baik akan meningkatkan kinerja manajemen kesehatan dalam
Sistem Kesehatan tersebut. Untuk mencapai hal itu dengan cara merumuskan kebutuhan
informasi dan indikator.
Perumusan kebutuhan informasi dan indikator ini dilakukan atas dasar analisis
fungsi terhadap pelayanan kesehatan, dengan fokus pada manajemen pasien/klien,
manajemen unit kesehatan, dan manajemen sistem kesehatan. Penataan kembali Sistem
Informasi Kesehatan memang harus didahului dengan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan agar kita dapat memfokuskan kepada hal-hal yang belum berfungsi dengan
baik.
Sejumlah data dapat digunakan secara langsung untuk membuat keputusan.
Misalnya, tingkat ketersediaan obat tertentu dapat dengan mudah mendorong diambilnya
keputusan tentang perlunya segera memesan obat tersebut. Namun demikian, dalam
banyak hal penggunaan secara langsung data mentah semacam ini tidaklah mungkin.
Oleh karena itu, indikator-indikator yang tepat akan membantu kita dalam mengubah data
mentah menjadi informasi yang sesuai bagi pengambilan keputusan.
Sampai saat ini kebutuhan informasi biasanya hanya ditentukan di pusat. Dengan
adanya kebijakan desentralisasi, maka kebutuhan informasi itu harus dirumuskan di
berbagai tingkat administrasi, termasuk di tingkat yang paling bawah. Kecenderungansaat
ini menunjukkan bahwa perumusan kebutuhan informasi harus didasarkan kepada
konsensus di antara para pelaku, yaitu yang mencakup baik para pengelola data dan
informasi maupun para pemakai informasi, khususnya para pengambil keputusan.
Kepentingan produsen maupun konsumen informasi harus dipertimbangkan.
76
karena manajemen kesehatan ke arah itu benar-benar didukung oleh Sistem Informasi
Kesehatan.
Kerangka Umum
Namun demikian, apa yang akan dijelaskna dalam Pokok Bahasan ini bukanlah
sesuatu yang harus diterapkan secara kaku. Tujuannya adalah memberikan tuntunan
dalam rangka merumuskan kebutuhan informasi yang berorientasi kepada kegiatan dan
menetapkan indikator-indikatornya. Dengan demikian akan dapat dibatasi banyaknya
informasi dan indikator yang harus dikelola oleh Sistem Informasi Kesehatan. Pada
gilirannya, hal ini akan berdampak kepada meningkatnya mutu data yang dikumpulkan.
78
Tabel 5.1. Pembagian fungsi manajemen di tingkat Kecamatan, Kabupaten/
Kota dan Provinsi
Berikut ini akan diberikan contoh fungsi-fungsi manajemen di tingkat Kecamatan
(yaitu di Puskesmas) dan di tingkat Kabupaten/Kota (yaitu di Rumah Sakit Umum
Daerah dan Dinas Kesehatan). Fungsi-fungsi yang dicantumkan hanya sebagian saja,
yaitu yang dianggap sebagai unggulan dan perlu mendapat prioritas untuk didukung oleh
Sistem Informasi Kesehatan.
79
Pelayanan kesehatan masyarakat (luar gedung): (1) Manajemen klien penyuluhan
kesehatan masyarakat, (2) Manajemen pasien/klien pemberantasan penyakit menular, dan
(3) Manajemen klien upaya penyehatan lingkungan.
2. Manajemen Unit Puskesmas
Berkaitan dengan manajemen pasien/klien, sebagai manajer Puskesmas, Kepala
Puskesmas melakukan manajemen terhadap penyelenggaraan pelayanan-pelayanan
kesehatan oleh Puskesmas. Yaitu untuk mengetahui seberapa jauh mutu pelayanan-
pelayanan itu secara umum dan bagaimana efektivitas dan efisiensinya.
Oleh karena dukungan Sistem Informasi Kesehatan difokuskan dulu kepada fungsi-
fungsi manajemen pasien/klien tersebut di atas, maka fungsi manajemen unit Puskesmas
pun akan mengikuti pola itu. Manajemen unit Puskesmas yang akan mendapat prioritas
dukungan dari Sistem Informasi Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Manajemen pelayanan KIA & KB, pelayanan gizi, penyuluhan kesehatan
masyarakat, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, dan pengobatan.
2. Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, obat, sarana, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan KIA & KB, pelayanan gizi, penyuluhan kesehatan
masyarakat, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, dan pengobatan.
3. Fungsi Manajemen di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Sesuai dengan analisis fungsi terhadap fungsi manajemen sejumlah RSUD
Kabupaten/Kota, dapat disajikan daftar prioritas fungsi manajemen Rumah Sakit sebagai
berikut:
1. Manajemen Pasien/Klien
Rumah Sakit pada dasarnya merupakan unit pelayanan kesehatan rujukan, sehingga
fungsi utamanya adalah melaksanakan pelayanan medik. RSUD Kabupaten/ Kota adalah
unit pelayanan rujukan primer, yaitu rujukan pertama dan pelayanan kesehatan dasar
seperti Puskesmas.
Banyak kegiatan pelayanan medik yang diselenggarakan di RSUD Kabupaten/
Kota. Namun yang kiranya perlu mendapat prioritas dukungan dari Sistem Informasi
Kesehatan adalah: (i) Pelayanan Rawat Jalan, (ii) Pelayanan Rawat Inap, (iii) Pelayanan
Rawat Darurat, (iv) Pelayanan Penunjang Medik (terutama: gizi, farmasi. laboratorium,
dan radiologi), dan (v) Pelayanan Kamar Operasi.
2. Manajemen Unit Rumah Sakit
Sebagai manajer Rumah Sakit, Direktur dan para Wakil Direktur Rumah Sakit
melaksanakan manajemen terhadap kegiatan pelayanan yang diselenggarakan oleh
80
Rumah Sakit. Yaitu untuk menjaga mutu dan efektivitas serta efisiensi dari pelayanan-
pelayanan tersebut.
Oleh karena dukungan Sistem Informasi Kesehatan Rumah Sakit akan diprioritaskan
kepada fungsi-fungsi manajemen pasien/klien tersebut di atas, maka fungsi manajemen
unit Rumah Sakit pun akan mengikutinya. Manajemen unit Rumah Sakit yang akan
mendapat prioritas dukungan Sistem Informasi Kesehatan adalah sebagai berikut:
1. Manajemen pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Darurat, Penunjang
Medik, dan Kamar Operasi.
2. Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, obat, sarana, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan Rawat Jalan, Rawat Inap, Rawat Darurat, Penunjang
Medik, dan Kamar Operasi.
3. Fungsi Manajemen di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Sesuai dengan hasil analisis fungsi terhadap fungsi manajemen dari sejumlah Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, dapat disajikan daftar prioritas fungsi manajemen Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai berikut.
1. Manajemen Klien
Kegiatan pelayanan kesehatan di Dinas Kesehatan pada hakikatnya hanyalah
pelayanan kesehatan masyarakat. Adapun fungsi manajemen klien yang menjadi prioritas
untuk didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
tersebut adalah: (i) Penyehatan lingkungan tempat-tempat umum, (ii)Penyehatan
lingkungan permukiman, (ii) Pembinaan kesehatan kerja di kantor/ perusahaan, (iv)
Surveilans epidemiologi penyakit dan penanggulangan wabah, (v)Kewaspadaan pangan
dan gizi, (vi) Penanggulangan penyalahgunaan napza, (vii)Pembinaan mutu dan
keamanan industri rumah tangga makanan dan minuman, dan (viii) Pembinaan terhadap
pengobatan tradisional.
2. Manajemen Unit Dinas Kesehatan
Manajemen unit Dinas Kesehatan juga dikaitkan dengan manajemen klien, yaitu
dari segi keaktifannya dan pendayagunaan sumber daya dalam rangka penyelenggaraan
pelayanan kesehatan masyarakat yang sudah ditetapkan.
Dengan demikian, maka fungsi manajemen unit Dinas Kesehatan yang
seyogianya mendapat prioritas dukungan Sistem Informasi Kesehatan adalah sebagai
berikut:i)
1. Manajemen pelayanan penyehatan lingkungan tempat-tempat umum, penyehatan
lingkungan permukiman, pembinaan kesehatan kerja di kantor/perusahaan,
81
surveilans epidemiologi penyakit dan penanggulangnn wabah, kewaspadaan
pangan dan gizi, penanggulangan penyalahgunaan napza, pembinaan mutu dan
keamanan industri rumah tangga makanan dan minuman, pembinaan terhadap
pengobatan tradisional.
2. Manajemen sumber daya tenaga kesehatan, peralatan, dan keuangan untuk
pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat tersebut.
3. Manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota
Manajemen Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota dipantau dan dievaluasi melalui dua
aspek, yaitu: (i) hasil dari Sistem Kesehatan Kabupaten/Kota yang berupa pencapaian
Visi Pembangunan Kesehatan, dan (ii) kinerja kerjasama lintas sektor antara sektor
kesehatan dengan sektor-sektor terkait.
1. Pencapaian Visi Pembangunan Kesehatan Kabupaten/Kota: (i) Derajat kesehatan,
(ii) Lingkungan sehat, (iii) Perilaku sehat, dan (iv) Pelayanan kesehatan yang
bermutu dan terjangkau.
82
Identifikasi Kebutuhan Informasi
Walaupun banyak data tentang pasien dapat diperoleh pada saat yang bersangkutan
datang ke pelayanan kesehatan, tidak semua data itu perlu dicatat dan disimpan. Hanya
data yang amat penting untuk informasi bagi kontinuitas, integrasi, keparipurnaan, dan
kerasionalan pelayanan kesehatan yang perlu dicatat dan disimpan.
Inti dari pengumpulan data di Puskesmas dan Rumah Sakit untuk manajemen
pasien/klien adalah rekam medik (medical record) dari individu-individu pasien/klien.
Sesungguhnya bila sistem rujukan antara Puskesmas dan Rumah Sakit berjalan dengan
baik, Rumah Sakit cukup melanjutkan pengisian rekam medik pasien/klien yang telah
dilakukan di Puskesmas.
Sebagian besar informasi yang diolah dari data rekam medik digunakan untuk
pengambilan keputusan dalam melayani individu-individu pasien/klien. Informasi tentang
pasien/klien di tingkat manajemen pasien/klien di Puskesmas sangat penting artinya
karena akan dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
pasien/klien dan menentukan mutu data yang digunakan di tingkat-tingkat
manajemen/administrasi selanjutnya (Rumah Sakit, Kabupaten/Kota dan Provinsi). Peran
informasi kesehatan dalam meningkatkan mutu pelayanan akan semakin besar apabila
data rekam medik juga dilengkapi dengan data sensus terhadap penduduk yang tinggal di
wilayah kerja Puskesmas. Ciri-ciri utama dari mutu pelayanan kesehatan adalah
kontinuitas, integrasi, keparipurnaan, dan kerasionalan pelayanan kesehatan, yang
kesemuanya itu dapat ditingkatkan melalui dukungan Sistem Informasi Kesehatan.
Bila kita lanjutkan contoh di atas, khususnya fungsi manajemen Puskesmas, maka
akan dapat diidentifikasi kebutuhan informasi sebagai berikut.
83
2. Informasi untuk Manajemen Unit Kesehatan
Untuk manajemen unit kesehatan diperlukan dua jenis informasi, yaitu: (a) informasi
tentang penggunaan atau cakupan pelayanan yang diselenggarakan, dan (b) informasi
tentang sumber daya unit kesehatan yang bersangkutan. Rincian informasinya tergantung
kepada jenis unit kesehatan itu (apakah Puskesmas, Rumah Sakit, atau lainnya), dan jenis
pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya.
Untuk memberikan informasi tersebut umumnya data pelayanan kesehatan (data
pasien/klien) dikombinasi dengan data tentang penduduk di wilayah kerja unit kesehatan
bersangkutan. Hal ini penting untuk mengetahui apakah pelayanan yang digunakan oleh
penduduk tersebut benar-benar sesuai dengan kebutuhan mereka.
Informasi tentang sumber daya yang dimiliki unit kesehatan akan memberikan
indikasi tentang bagaimana berfungsinya unit kesehatan tersebut. Yaitu apakah unit
kesehatan itu memiliki cukup sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan misi,
tugas pokok dan fungsinya. Tercakup di dalamnya mengenai memadai atau tidaknya
infrastuktur (bangunan, dan lain-lain), peralatan, bahan/logistik, prosedur-prosedur untuk
pengambilan keputusan, staf yang terlatih dan bermotivasi tinggi, dan lain scbagainya. Di
samping itu juga apakah modal dan sumber daya yang ada digunakan secara efisien.
Melanjutkan contoh di atas, khususnya fungsi manajemen Puskesmas, akan dapat
diidentifikasi kebutuhan informasi sebagai berikut:
84
1. KIA&KB Kepala Puskesmas 1. Seberapa banyak kematian
ibu & bayi di wilayah
kerja.
85
11. Seberapa banyak
masyarakat wilayah kerja
yang berobat ke
Puskesmas.
Menular
16. Persebaran rumah, kakus,
pemb.sampah, persediaan
air
86
9. Obat 22. Kondisi peralatan
kesehatan yang ada.
Kepala Puskesmas
23. Besar dana per-tahun dan
sumber-sumbernya.
3. Peralatan
24. Perimbangan antara dana
untuk investasi,
operasional, pemeliharaan
Kepala Puskesmas
11. Keuangan
2. Besamya masalah
penyakit tertentu
4. Pelaksanaan Perilaku
87
2. Perilaku Sehat Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS)
Forum Kerjasama LS
5. Kondisi kesehatan
perumahan penduduk
6. Kecukupan tersedianya
3. Lingkungan Sehat
sarana pelayanan
kesehatan
Forum Kerjasama LS
7. Banyaknya masyarakat
4. Pelayanan kesehatan yang menggunakan
yg bermutu dan sarana pelayanan
Forum Kerjasama LS kesehatan
terjangkau
Forum Kerjasama LS
88
Penetapan Indikator
Indikator adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau
terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak selalu menjelaskan keadaan secara
keseluruhan, tetapi kerap kali hanya memberi petunjuk (indikasi) tentang keadaan
keseluruhan tersebut sebagaii suatu pendugaann (proxy) Misalnya, insidens diare yang
didapat dari mengolah data kunjungan pasien Puskesmas hanya menunjukkan sebagian
saja dari kejadian diare yang melanda masyarakat (yaitu mereka yang mengunjungi
Puskesmas saja).
Indikator sedapat mungkin harus mengarah kepada dilakukannya tindakan. Namun
demikian, dalam banyak hal, untuk sampai kepada dilakukannya tindakan,informasi yang
dikemas dari indikator yang ada masih perlu dilengkapi dengan informasi dari investigasi
lebih lanjut. Misalnya setelah dilakukannya kunjungan ke lokasi untuk menggali
informasi kualitatif atau setelah dilakukannya penelitian/kajian khusus.
Indikator adalah ukuran yang bersifat kuantitatif, dan umumnya terdiri atas
pembilang (numerator) dan penyebut (denominator). Walaupun dapat juga dibuat
indikator yang hanya berupa pembilang (numerator), khususnya untuk sesuatu yang
sangat langka tetapi penting. Pembilang adalah jumlah kejadian yang sedang diukur.
Sedangkan penyebut yang umum digunakan adalah besarnya populasi sasaran berisiko
89
dalam kejadian yang bersangkutan (misalnya: anak balita, ibu hamil, dan sebagainya).
Indikator yang mencakup pembilang dan penyebut sangat tepat untuk memantau
perubahan dari waktu ke waktu dan membandingkan satu wilayah dengan wilayah lain.
Sesuai dengan uraian dalam definisi indikator, terdapat paling sedikit empat jenis
indikator, yaitu: (1) indikator berbentuk absolut, (2) indikator berbentuk proporsi, (3)
indikator berbentuk angka atau rate, dan (4) indikator berbentuk rasio. Indikator
berbentuk absolut adalah indikator yang hanya berupa pembilang saja, yaitu jumlah dari
sesuatu hal/ kejadian. Biasanya digunakan untuk sesuatu yang sangat jarang, seperti
misalnya kasus meningitis di Puskesmas. Indikator berbentuk proporsi adalah indikator
yang nilai resultantenya dinyatakan dengan persen karena pembilangnya merupakan
bagian dari penyebut. Misalnya proporsi Puskesmas yang memiliki dokter terhadap
seluruh Puskesmas yang ada. Indikator berbentuk angka atau rate adalah indikator yang
menunjukkan frekuensi dari suatu kejadian selama waktu (periode) tertentu. Biasanya
dinyatakan dalam bentuk per 1000 atau per 100.000 populasi (konstanta atau k). Angka
atau rate adalah ukuran dasar yang digunakan untuk melihat kejadian penyakit karena
angka merupakan ukuran yang paling jelas menunjukkan probabilitas atau risiko dari
penyakit dalam suatu masyarakat tertentu selama periode tertentu. Misalnya angka
malaria di kalangan anak balita yang dihasilkan dari pembagian jumlah kasus malaria
anak balita (pembilang) oleh jumlah populasi anak balita di pertengahan tahun
(penyebut). Indikator berbentuk rasio adalah indikator yang pembilangnya bukan
merupakan bagian dari penyebut. Misalnya rasio bidan terhadap penduduk suatu
Kabupaten.
Selain keempat jenis indikator tersebut, dikenal pula apa yang disebut Indeks atau
Indikator Komposit (Composite Indicator). Yaitu suatu istilah yang digunakan untuk
indikator yang lebih rumit (complex), memiliki ukuran-ukuran yang multidimensional
yang merupakan gabungan dari sejumlah indikator. Indeks ini biasanya dikembangkan
melalui penelitian khusus karena penggunaannya secara praktis sangat terbatas. Misalnya,
akhir-akhir ini untuk mengukur beban akibat penyakit (burden of disease), WHO
menyarankan digunakannya DALE (Disability-Adjusted Life Expectancy). Yaitu nilai
harapan hidup sejak lahir, yang berupa tahun-tahun yang bebas dari ketidakmampuan
akibat kematian prematur atau kasus-kasus ketidakmampuan yang terjadi sepanjang
waktu tertentu.
Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan indikator, sesuai dengan bagaimana
mereka akan digunakan. Umumnya digunakan klasifikasi dengan berpegang pada
90
pendekatan sistem, sehingga terdapat: (1) indikator hasil atau keluaran, yang dapat
dibedakan lagi ke dalam indikator "output" dan indikator "outcome", (2) indikator
proses, dan (3) indikator masukan, yang dapat dibedakan lagi ke dalam indikator
sumber daya dan indikator determinan. Namun demikian kadang kala dijumpai kesulitan
dalam pengkalisifikasian ini secara tajam karena kekurang-jelasan konsep dalam
kategorisasi.
Indikator dapat pula diklasifikasikan menurut program. Memang pengklasifi-kasian
dengan cara ini dapat mendorong terjadinya vertikalisasi kegiatan dan mengakibatkan
membengkaknya jumlah indikator. Namun demikian, bila dalam peng-klasifikasian
tersebut selalu diacu pembagian kewenangan dan tugas sebagaimana telah ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan yang ada, maka masalah yang mungkin timbul
akan dapat dicegah.
Untuk menyedarhanakan penetapan indikator, maka uraian indikator, baik untuk
tingkat Kabupaten/Kota maupun untuk tingkat Provinsi, sesuai dengan kebutuhan
informasi, dikelompokkan ke dalam dua kategori saja, yaitu:
1. Indikator Hasil atau Keluaran, yaitu yang mengindikasikan informasi tentang
pencapaian visi Pembangunan Kesehatan, yang meliputi unsur-unsur (a) derajat atau
status kesehatan, (b) perilaku sehat, (c) lingkungan sehat, serta (d) pelayanan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau.
91
Penutup
Orang senang mengatakan bahwa Sistem Informasi Kesehatan yang baik tidak akan
ada gunanya apabila Manajemen Kesehatan yang harus didukungnya masih buruk.
Namun dari uraian di atas tersirat bahwa pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
yang diawali dengan identifikasi kebutuhan informasi diharapkan dapat memicu
perbaikan Manajemen Kesehatan. Yaitu dimulai dengan perbaikan manajemen
pasien/klien dan dilanjutkan dengan manajemen unit kesehatan serta manajemen Sistem
Kesehatan.
Ketepatan kebutuhan informasi yang telah diidentifikasi dapat pula menghasilkan
Sistem Informasi Kesehatan yang kurang memadai bilamana tidak berhasil ditetapkan
indikator-indikator yang esensial. Indikator yang esensial itu harus mengacu kepada sifat-
92
sifat indikator yang baik, yaitu spesifik dan sensitif. Spesifik artinya bahwa indikator
tersebut khusus menggambarkan informasi yang bersangkutan dan tidak tercampur-baur
dengan hal-hal lain. Misalnya, angka kematian tidak dapat digunakan untuk
menggambarkan informasi tentang pelayanan kesehatan karena angka kematian
dipengaruhi oleh banyak faktor selain pelayanan kesehatan. Sedangkan sensitif artinya
bahwa perubahan yang kecil saja dalam hal yang akan diketahui informasinya dapat
tergambarkan dengan indikator tersebut. Misalnya proporsi anak balita dengan gizi baik
mungkin dapat menjadi indikator yang sensitif bagi keadaan gizi masyarakat karena anak
balitalah yang seharusnya mendapat makanan yang baik.
BAB 6
D
alam Pokok Bahasan yang lalu kita telah membahas bagaimana memilih
indikator yang sesuai untuk menyusun informasi bagi pengambilan keputusan
di berbagai tingkat administrasi. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana
mengumpulkan data untuk indikator-indikator tersebut.
Data dapat dikumpulkan dengan berbagai macam cara. Untuk memudahkannya, kita
akan mengelompokkan cara mengumpulkan data itu ke dalam dua golongan, yaitu: (1)
metode rutin, dan (2) metode sewaktu-waktu (non-rutin). Pengumpulan data secara rutin
93
dilakukan untuk data yang berasal dari unit kesehatan. Data ini dikumpulkan atas dasar
catatan atau rekam medik pasien/klien baik yang berkunjung ke unit kesehatan maupun
yang dilayani di luar gedung unit pelayanan. Pengumpulan data secara rutin umumnya
dilakukan oieh petugas unit kesehatan. Akan tetapi pengumpulan data secara rutin juga
dapat dilakukan oleh masyarakat (kader kesehatan). Bentuk lain dari pengumpulan data
secara rutin adalah registrasi vital. Adapun pengumpulan data sewaktu-waktu umumnya
dilakukan melalui survei, survei cepat (kuantitatif atau kualitatif) dan studi-studi khusus.
Tidak ada satu pun cara pengumpulan data yang dapat mengumpulkan semua data
untuk perencanaan dan manajemen kesehatan. Suatu Sistem Informasi Kesehatan
umumnya menggunakan kombinasi dari kedua cara yaitu baik metode rutin maupun
metode sewaktu-waktu. Alasannya adalah karena adanya perbedaan sifat dan kegunaan
dari data yang diperoleh dengan masing-masing metode tersebut. Pengumpulan data
secara rutin umumnya diarahkan untuk mendapatkan data yang berbasis pelayanan
kesehatan dan data tentang mereka yang secara rutin menggunakan pelayanan kesehatan
tersebut.
Fungsi manajemen yang akan menggunakan data dan jenis indikatornya kerapkali
menentukan bagaimana cara pengumpulan data yang paling tepat. Untuk lebih jelasnya
dapat disimak tabel 1 di halaman berikut.
Data untuk memantau program kesehatan yang sedang berjalan lebih mudah dan
lebih efisien didapat dengan pengumpulan data secara rutin. Sedangkan data untuk
94
mengevaluasi dampak (derajat kesehatan, lingkungan sehat, perilaku sehat, dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan) akan lebih baik bila dikumpulkan sewaktu –waktu.
Namun demikian perlu diingat bahwa data yang sudah diperoleh melalui
pengumpulan data secara rutin dan sewaktu-waktu pun kerap kali tidak cukup untuk
memahami penyebab dari masalah-masalah kesehatan. Khususnya di daerah
Kabupaten/Kota. Biasanya orang lalu menambahinya dengan penyelidikan secara
informal atau mencari informasi kualitatif melalui diskusi dengan individu-individu atau
dengan kelompok-kelompok. Selain itu ditambah lagi dengan data sekunder dan sektor-
sektor lain terkait.
Pilihan cara pengumpulan data juga berkaitan dengan ciri-ciri tertentu dari cara itu
sendiri seperti misalnya kerumitan dan biayanya. Metode pengumpulan data sewaktu-
waktu seperti sensus atau survei dengan sampel besar umumnya memerlukan biaya
banyak, peralatan canggih, dan tenaga pelaksana yang terlatih. Untuk melaksanakan
pengumpulan data semacam ini Dinas Kesehatan mungkin memerlukan bantuan teknis
dari Perguruan Tinggi atau Departemen Kesehatan.
Cara apa pun yang digunakan, yang penting data yang dikumpulkan adalah data
yang memang benar-benar sesuai dengan kebutuhan informasi dan indikator Untuk dapat
menetapkan data yang sesuai dengan indikator yang dibutuhkan, maka indikator-indikator
yang sudah ditetapkan dalam Pokok Bahasan III selanjutnya diterjemahkan ke dalam
bentuk kebutuhan data. Misalnya sebagaimana contoh berikut.
95
Sebagaimana telah disebutkan di atas, pengumpulan data secara rutin dan
pengumpulan data sewaktu-waktu haruslah saling mengisi. Penjelasannya adalah:
Untuk membantu para manajer kesehatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
berbeda. Kerap kali metode sewaktu-waktu digunakan untuk menjajagi penyebab-
penyebab dan kekurangan atau kelemahan yang teridentifikasi dari pelaporan rutin.
Misalnya, di suatu daerah diketahui melalui laporan rutin bahwa pelayanan kesehatan ibu
dain anak di Puskesmas sangat sedikit mendapat kunjungan anak. Suatu survei sederhana
yang dilakukan terhadap para ibu mengungkap informasi bahwa bagi para ibu tidak
masuk akal untuk membawa anaknya yang tidak sakit ke Puskesmas. Karena itu, mereka
sulit mencari alasan meninggalkan rumah membawa anaknya.
Metode rutin dan metode sewaktu-waktu saling melangkapi dalam hal sumber
datanya. Metode rutin umumnya berbasis sarana/pelayanan kesehatan dan mengumpulkan
data dari sebagian masyarakat saja. Di daerah-daerah di mana penggunaan sarana
kesehatannya rendah, informasi yang didapat dari sistem informasi yang berbasis
sarana/pelayanan kesehatan saja akan sangat menyesatkan (bias). Sebaliknya, metode
sewaktu-waktu berbasis masyarakat, sehingga dapat diungkap informasi tentang latar
belakang sosial budaya masyarakat, harapan-harapannya, perilakunya, dan lain-lain
secara lebih lengkap.
Metode rutin dan metode sewaktu-waktu saling melengkapi dalam kaitannya dengan
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data. Instrumen yang digunakan dalam
metode rutin digunakan untuk mengumpulkan data dari sebagian masyarakat, yaitu
mereka yang berkunjung ke unit-unit kesehatan. Karena metode sewaktu-waktu
digunakan untuk mengumpulkan data dari keseluruhan masyarakat (walaupun secara
sampling), maka dalam membuat instrumennya harus diperhatikan juga instrumen yang
digunakan dalam metode rutin.
Melihat uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa hasil-hasil pengumpulan data
secara sewaktu-waktu harus diperbandingkan atau dipertautkan dengan hasil-hasil
pengumpulan data secara rutin. Jadi antara metode rutin dan metode sewaktu-waktu tidak
hanya pada tingkat pangkalan datanya, melainkan juga sampai ke tingkat analisis dan
penyusunan informasinya.
1. Sumber Data
96
Pengumpulan data secara rutin dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis berdasarkan
sumber datanya, yaitu: (1) pengumpulan data unit kesehatan, (2) pengumpulan data
masyarakat, dan (3) pengumpulan data registrasi penduduk. Memang terdapat tumpang-
tindih di antara ketiga jenis pengumpulan data ini, sehingga umumnya Sistem Informasi
Kesehatan lalu menggunakan gabungan dari ketiganya.
Jenis pengumpulan data rutin yang paling umum adalah pengumpulan data berbasis
pelayanan atau unit kesehatan. Dalam hal ini data dicatat oleh petugas-petugas kesehatan
yang bekerja di unit kesehatan sambil melaksanakan kegiatan pelayanan sehari-hari. Cara
pengumpulan data ini memang merupakan cara paling mudah untuk (a) mengumpulkan
data pasien /klien, (b) memantau penggunaan sumber daya, dan (c) surveilans penyakit.
Contoh data minimal yang perlu dicatat dan dikumpulkan dari pasien/ klien di unit
kesehatan adalah:
Identitas: nama, alamat, jenis kelamin, usia, kepala/anggota keluarga, dan status sosial-
ekonomi keluarga.
Tindakan yang berkaitan dengan risiko: status imunisasi, tindak lanjut berkaitan dengan
resiko lain (perawatan antenatal, penimbangan balita. dan lain-lain).
Untuk wanita: jumlah dan usia anak, kontrasepsi, penyakit selama masa hamil, dan pasca-
persalinan. Data penting tentang episode penyakit (khususnya untuk penyakit kronis,
infeksi HIV, gangguan-gangguan perinatal pada bayi, penyakit-penyakit selama masa
kanak-kanak). Data tentang faktor-faktor risiko lain dan alergi-alergi.
Data tersebut di atas dari semua pasien/klien selanjutnya dapat dihimpun dalam
suatu pangkalan data pasien/klien, baik dalam bentuk file kartu-kartu (manual) ataupun
file dalam komputer.
Namun demikian pengumpulan data unit kesehatan ini juga sekaligus memiliki
banyak masalah. Misalnya buruknya mutu data yang terkumpul, terlalu banyaknya waktu
petugas kesehatan tersita untuk pencatatan, bahwa agregat datanya tidak mencerminkan
gambaran kesehatan masyarakat secara umum, dan lain-lain.
Betapa pun, pengumpulan data secara rutin di unit-unit kesehatan dapat menjadi alat
yang bermanfaat bagi perencanaan dan manajemen. Selain itu ia dapat juga menjadi
pemicu ditingkatkannya secara berkelanjutan iklim manajemen di unit-unit kesehatan
pemerintah (misalnya Puskesmas atau Rumah Sakit).
97
Salah satu cara untuk mengatasi masalah mutu data untuk pemanfaatannya di tingkat
administrasi yang lebih tinggi adalah dengan menggunakan titik-titik sentinel. Dari titik-
titik sentinel ini diminta untuk dilaporkan data yang lebih lengkap sebagai tambahan
terhadap pencatatan dan pelaporan data yang berlaku umum. Pelaporan sentinel pada
dasarnya juga merupakan bagian dari pelaporan data berbasis pelayanan/unit kesehatan.
Untuk itu staf dari sejumlah unit kesehatan terpilih (misalnya Puskesmas atau Rumah
Sakit) diberi pelatihan khusus dan disupervisi secara khusus pula untuk mengumpulkan
dan melaporkan data tertentu (data penyakit atau kegiatan). Hasil dari daerah sentinel
biasanya memang lebih lengkap dan lebih akurat. Jika dirasakan bahwa unit-unit
kesehatan di daerah terpencil tidak mungkin memberikan data yang cepat dan akurat,
maka pendekatan sintinel ini cukup baik untuk dilakukan, khususnya untuk surveilans
penyakit.
Masalah bahwa data dari unit kesehatan tidak mewakili keadaan masyarakat yang
sebenamya, dapat diatasi dengan memperluas pengumpulan data rutin sehingga
mencakup data dari masyarakat. Misalnya, dengan meningkatkan pelaporan dari para
bidan di desa atau dengan mengembangkan pencatatan dan pelaporan oleh para kader
kesehatan.
Masalah lain dari pengumpulan data rutin yang juga kita jumpai adalah terpecahnya
sistem menjadi sistem-sistem pengumpulan data khusus program-program kesehatan.
Sistem-sistem khusus itu cenderung berjalan sendiri-sendiri sebagai sistem-sistem
informasi "vertikal". Misalnya, pcmberantasan malaria memiliki sistem informasi vertikal
sendiri, demikian pula pemberantasan tuberkulosis, imunisasi, penyehatan lingkungan,
dan lain-lain. Masing-masing mengembangkan aparat sendiri, infrastruktur sendiri, dan
aturan-aturan sendiri sehingga terlepas satu sama lain. Walau berat, betapa pun integrasi
antar mereka harus diupayakan.
Pengumpulan data masyarakat dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu antara lain:
1. Memantau kegiatan-kegiatan yang dilakukan di masyarakat oleh petugas
kesehatan atau oleh kader kesehatan.
98
3. Membantu perencanaan pelayanan-pelayanan kesehatan agar lebih terjangkau
oleh masyarakat.
2. Anggota Keluarga: kepala keluarga, isteri/suami, anak, dan lain-lain yang dirinci
ke dalam nama, jenis kelamin, tanggal lahir/usia, pendidikan terakhir, pekerjaan
terakhir, kondisi kesehatan (penyakit kronis, gizi, cacat fisik, cacat mental), dan
perilaku sehat (merokok/tidak, pecandu Napza/tidak, mandi per-hari, sikat gigi
per-hari, dll).
99
5. Keadaan Ekonomi Keluarga: penghasilan keluarga, pengeluaran keluarga untuk
kesehatan (per-hari atau per-minggu atau per-bulan), dan status ekonomi (apakah
termasuk keluarga miskin/bukan). Kepesertaan Kepala Keluarga dan atau
Isteri/Suami dalam Pembiayaan Kesehatan Praupaya: menjadi peserta atau tidak,
dan jenis pembiayaan praupaya yang diikuti(dana sehat atau askes atau JPKM
atau lainnya).
Semua data keluarga yang didapat dan sensus ini kemudian dijadikan pangkalan data
(data base) di Puskesmas atau Dinas Kesehatan. Bilamana Puskesmas atau Dinas
Kesehatan memiliki komputer yang cukup besar kemampuannya, maka dapat dibuat
pangkalan data dalam komputer tersebut (computerized data base). Bagi anggota keluarga
yang kemudian ternyata menjadi pasien/klien Puskesmas, pangkalan data ini akan
diinteraksikan dengan pangkalan data pasien/klien, sehingga pangkalan data keluarga
kemudian diperbarui (updated). Bagi mereka yang tidak menjadi pasien/klien Puskesmas,
peremajaan (updating) data dari pangkalan data keluarga dilakukan dengan laporan dari
petugas kesehatan (misalnya bidan di desa) atau dari kader kesehatan. Untuk itu perlu
dikembangkan formulir peremajaan (updating) yang harus diisi dan dilaporkan secara
berkala (misalnya seminggu sekali) ke Puskesmas.
Pengumpulan data dari registrasi penduduk juga merupakan bagian penting dari
pengumpulan data secara rutin. Bersama dengan data sensus, data registrasi penduduk
merupakan sumber penting untuk menghitung angka kelahiran dan angka kematian.
Namun demikian, registrasi penduduk saat ini belum bisa banyak diharapkan, khususnya
berkaitan dengan pencatatan kematian. Dengan fasilitasi dari Badan Pusat Statistik dan
Departemen Dalam Negeri & Otonomi Daerah, diharapkan setiap Daerah akan dapat
menata dan mengembangkan registrasi penduduk ini.
Mutu dan digunakan atau tidaknya data yang dikumpulkan secara rutin sangat
ditentukan oleh relevansi, kesederhanaan, dan tata-letak (layout) dari instrumen
pengumpulan datanya. Berikut ini akan kita bahas mengenai perancangan formulir
pengumpulan data dan penggunaannya, untuk digunakan sebagai pertimbangan dalam
100
meninjau kembali formulir-formulir pengumpulan data yang telah ada (kartu status
pasien/rekam medik, formulir SP2TP, formulir SPRS, dan lain-lain).
Kartu rekam medik merupakan salah satu jenis instrumen pengumpul data
pasien/klien yang digunakan untuk mencatat (merekam) data yang berkaitan dengan
status kesehatan pasien orang-perorang. Di Puskesmas, kartu rekam medik ini dikenal
dengan sebutan kartu status pasien. Isi dan format dari kartu rekam medik ini sebenarnya
tergantung dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Namun demikian, untuk
Puskesmas tentu tidak boleh kurang dari pelayanan kesehatan dasar wajib, yaitu
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, kesehatan lingkungan, dan pengobatan
(pelayanan kuratif). Sedangkan untuk Rumah Sakit Kabupaten/Kota tentu tidak boleh
kurang dari pelayanan kesehatan rujukan primer wajib, yaitu obstetrik dan ginekologi,
anak, bedah, dan penyakit dalam.
Kartu rekam medik Rumah Sakit dapat berisi catatan terinci tentang keadaan pasien
saat masuk, hasil-hasil laboratorium, jadwal diagnosis dan perlakuan yang berlangsung,
101
dan catatan-catatan tindak lanjut secara harian bahkan mungkin per-jam tergantung
kondisi pasien. Untuk kartu rekam medik rawat inap dapat pula disediakan kolom catatan
yang berisi ringkasan kesimpulan tentang kondisi pasien dan kemajuan manajemen
pasien yang bersangkutan.
Kartu rujukan harus memiliki sedikitnya dua bagian, yaitu: (a) bagian yang diisi oleh
unit pelayanan kesehatan yang mengirim/merujuk pasien, dan (b) bagian yang diisi oleh
unit pelayanan penerima kiriman/rujukan. Bila pasien rujukan itu setelah ditangani
kemudian dikembalikan ke unit pelayanan kesehatan pengirim, maka bagian b diisi
penjelasan tentang perlakuan dan hasil-hasil perlakuan yang dilakukan unit pelayanan
kesehatan rujukan, serta tindak lanjut apa yang harus dilakukan oleh unit pelayanan
kesehatan pengirim.
Perdebatan yang selalu timbul dalam hal ini adalah: siapa yang sebaiknya
menyimpan kartu rekam medik - pasien/klien atau unit kesehatan? Konsep yang
menyatakan bahwa kartu pasien sebaiknya dipegang oleh pasien sendiri muncul pada saat
diperkenalkan "Kartu Menuju Sehat" (KMS). Kartu yang berisi perkembangan
pertumbuhan bayi ini memang diberikan kepada para ibu pemilik bayi. Kartu itu
merupakan sarana yang baik untuk merangsang peran serta para ibu dalam
mengupayakan kesehatan bayi-bayinya. Tetapi kenyataan memang menunjukkan bahwa
banyak ibu yang kemudian menghilangkan kartunya. Jadi, apa tidak sebaiknya kartu
pasien itu disimpan oleh unit pelayanan kesehatan? Sulit untuk memberikan jawaban
yang memuaskan.
Mungkin jalan yang terbaik adalah dengan melakukan kombinasi. Misalnya seperti
yang dilakukan di beberapa Rumah Sakit (RS Persahabatan, salah satunya), kartu rekam
medik disimpan oleh unit kesehatan, dan kepada pasien diberikan kartu kecil (lebih baik
jika dibuat dari plastik seperti kartu kredit) yang mencantumkan nama dan nomor
registrasi dari pasien yang bersangkutan.
Untuk efisiensi tindak lanjut pasien/klien, dapat digunakan apa yang disebut "sistem
file pengingat". Teknologi yang sederhana tetapi tepatguna ini terdiri atas dua penyimpan
file, misalnya dua buah filing cabinet gantung atau dua buah kotak kayu. Kotak yang
pertama, disebut "kotak hari", dibagi ke dalam 31 slot. Kotak kedua, yaitu "kotak bulan",
dibagi ke dalam 12 slot. File-file pengingat sangat bermanfaat untuk pasien dengan
102
penyakit kronis seperti tuberkulosis atau hipertensi, dan untuk hal-hal yang bersifat
preventif. Begitu pasien selesai dilayani dan pulang, kartu catatan mediknya dimasukkan
ke dalam "slot hari" atau "slot bulan" sesuai dengan tanggal tindak-lanjutnya (kartu
dimasukkan ke dalam "slot bulan" apabila tindak lanjutnya tidak di bulan yang sama
dengan saat pelayanan). Dengan melihat kartu-kartu yang masih tertinggal di "slot hari"
yang sudah lewat, akan diketahui pasien-pasien yang melewatkan/mengabaikan tindak-
lanjutnya. Pada akhir bulan, semua kartu yang terdapat di "slot bulan" depan, dipindahkan
ke "slot-slot hari" sesuai dengan tanggal yang tercantum.
Tata-letak (layout) kartu pencatatan adalah sesuatu yang penting diperhatikan dalam
membuat instrumen pengumpulan data pasien/klien. Terutama jika kartu itu disimpan
oleh pasien/klien sendiri. Misalnya, butir-butir data seyogianya disusun dengan urutan
yang baik dan standar, sehingga memudahkan petugas pemberi pelayanan kesehatan saat
pemeriksaan. Untuk itu pada kartu sebaiknya sudah tercantum daftar penyakit atau
masalah kesehatan yang tercetak.
Jika digunakan bantuan komputer dalam pengumpulan data pasien/ klien, maka
harus diperhatikan agar perangkat lunak untuk "data entry" mudah digunakan dan bersifat
interaktif (user-friendly).
103
yang berkaitan dengan manajemen sumber daya. Karena itu, instrumen pengumpulan
datanya pun mengikuti penggolongan itu.
104
menunjukkan data apa yang harus diisikan ke dalam kolom tersebut. Bentuk "checklist"
dapat pula digunakan karena lebih mudah dan cepat pengisiannya serta lebih cepat pula
dalam mengagregasikannya. Misalnya untuk data "usia" dapat digunakan pilihan ( ) di
bawah 1 tahun, ( ) lebih 1 tahun - di bawah 5 tahun, ( ) 5 tahun - 10 tahun dan seterusnya.
Petugas tidak perlu lagi menulis, melainkan hanya membuat tanda (misalnya V atau X) di
dalam ( ) yang sesuai. Sedangkan urutan dari data yang harus dicatat dalam kartu atau
register sebaiknya mengikuti urutan (sekuen) dari prosedur pelayanan kesehatan yang
akan dilakukan petugas pemberi pelayanan.
Hal-hal yang berlaku untuk komputerisasi pencatatan data pasien/ klien, juga berlaku
untuk pencatatan data unit kesehatan. Hal ini karena pada hakikatnya keduanya harus
terkait secara erat. Oleh karena itu sebaiknya komputerisasi data unit kesehatan harus
dilakukan sekaligus dengan komputerisasi data pasien/klien. Namun demikian, untuk unit
kesehatan yang besar, sebelum mengambil keputusan untuk mengkomputerkan
pencatatan data, perlu dikaji dulu ketersediaan sumber daya seperti tenaga pengelola serta
sarana-sarana penyedia dan pemelihara perangkat keras dan perangkat lunak.
Sebagai bagian dari sistem informasi rutin berbasis unit/pelayanan kesehatan, data
untuk manajemen Sistem Kesehatan dapat diperoleh melalui dua sumber, yaitu (a)
melalui data agregat yang dilaporkan unit-unit kesehatan, dan (b) melalui pengumpulan
data primer. Data primer yang dimaksud di sini adalah data yang dikumpulkan langsung
oleh petugas-petugas dari Dinas Kesehatan secara berkala sambil melakukan supervisi
dan bimbingan.
• Instrumen Laporan Unit Kesehatan
Dalam sistem informasi rutin berbasis unit/pelayanan kesehatan, sebagian besar data yang
diperlukan untuk manajemen Sistem Kesehatan dikumpulkan oleh unit-unit kesehatan
dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan (Dinas Kesehatan Provinsi juga mendapat "laporan"
dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota). Jumlah formulir laporan, isi laporan, dan
frekuensi pengiriman tergantung kebutuhan para perencana kesehatan dan manajer Sistem
Kesehatan di tingkat administrasi kesehatan bersangkutan. Data yang dilaporkan terutama
berkaitan dengan derajat kesehatan masyarakat, pelayanan-pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, dan sumber daya yang digunakan. Agar terjamin penggunaan
informasinya, maka sebaiknya hanya data yang diperlukan untuk informasi pengambilan
keputusan di tingkat administrasi yang lebih yang dikirim sebagai laporan. Prinsip ini
105
juga berlaku dalam kaitannya dengan frekuensi pelaporan. Misalnya, jika data tentang
pemakaian obat hanya akan dianalisis setahun sekali oleh Dinas Kesehatan untuk
menetapkan standar paket-paket penyediaan obat bagi unit kesehatan, maka laporannya
pun cukup dilakukan setahun sekali saja.
Sebagaimana diutarakan di depan, sistem informasi rutin cenderung terkotak-kotak
akibat tekanan dari para perencana dan manajer proyek atau program kesehatan. Setiap
program atau proyek nasional membuat sendiri formulir laporannya, tanpa berkoordinasi
satu sama lain. Akibatnya, petugas-petugas kesehatan di tingkat bawah dibebani setiap
minggu, setiap bulan, setiap tiga bulan, setiap enam bulan, setiap tahun, mengisi berbagai
jenis formulir laporan yang banyak sekali duplikasinya. Oleh karena itu, salah satu
tantangan dalam menata kembali Sistem Informasi Kesehatan adalah merampingkan dan
mengintegrasikan berbagai sistem pencatatan dan pelaporan yang ada. Sedapat mungkin
diupayakan agar pelaporan dari unit-unit kesehatan dibuat komprehensif (terpadu dalam
satu pelaporan) dan dikirim melalui jalur hubungan manajerial yang baku. Misalnya
dengan cara mengembangkan profil-profil kesehatan (Profil Puskesmas, Profil Rumah
Sakit, Profil Kesehatan Kabupaten, dan lain-lain).
• Instrumen Pengumpulan Data Primer
Sebagaimana dikemukakan di atas, data yang diperlukan untuk manajemen Sistem
Kesehatan juga dapat dikumpulkan oleh staf Dinas Kesehatan dalam rangka supervisi dan
bimbingan rutin ke unit-unit kesehatan. Berdasarkan kepada pedoman standar untuk
pelayanan-pelayanan kesehatan yang akan disupervisi, dapat dibuat "checklist" untuk
dibawa oleh petugas supervisi. Dengan "checklist" ini akan terkumpul data yang dapat
digunakan oleh supervisor tadi untuk mengevaluasi pelayanan kesehatan yang
disupervisinya. Dengan "cheklist" itu, data dikumpulkan dari pemeriksaan terhadap kartu
rekam medik (kartu status) Puskesmas dan kartu-kartu pelayanan lainnya, dari observasi
langsung petugas yang sedang melayani, atau kadang kala juga dari wawancara dengan
pasien/klien yang baru selesai menjalani pengobatan. Data yang terekam dalam "cheklist"
selanjutnya dapat diagregat dan diolah lebih lanjut di Dinas Kesehatan.
Tata-letak (layout) dari formulir dapat membantu ketepatan pengisian maupun
kemudahan penggunaannya oleh supervisor. Banyak dari hal-hal yang berlaku untuk
penyusunan tata-letak kartu rekam medik pasien/klien dan formulir pencatatan pelayanan
kesehatan juga berlaku dalam hal ini. Sedapat mungkin, formulir itu mudah dimengerti
(self-explanatory) dan membatasi digunakannya singkatan-singkatan yang tidak lazim.
Urutan data juga penting diperhatikan.
106
Kerap kali sebuah laporan harus dikirimkan ke berbagai pihak. Untuk itu diperlukan
beberapa salinan (duplikat) laporan. Di daerah di mana mudah dan murah pelayanan
fotokopi, duplikat laporan dapat dibuat dengan memfotokopi laporan asli. Di daerah lain
dapat dilakukan pengetikan menggunakan karbon walaupun hal ini sedikit merepotkan.
Tetapi cara yang paling baik sebenarnya adalah dengan komputerisasi dimana kemudian
dapat digunakan fasilitas jaringan komunikasi antar komputer, khususnya internet. Dalam
tatanan yang demikian ini maka, satu laporan dapat dikirim serentak ke sejumlah sasaran
tanpa perlu membuat duplikatnya.
3. Merancang Dan Melaksanakan Pengumpulan Data
Dalam proses penataan kembali Sistem Informasi Kesehatan rutin, perancangan dan
pelaksanaan sistem pengumpulan data rutin ddilakukan segera setelah tahap identifikasi
kebutuhan informasi dan indikator. Perencana yang bertanggungjawab dalam hal ini
harus menjawab sejumlah pertanyaan praktis. Misalnya saja:
6. Instrumen pengumpulan data apa saja yang diperlukan dan berapa banyak
masing-masingnya agar dapat memenuhi kebutuhan informasi yang telah
diidentifikasi?
7. Apakah instrumen yang telah ada dapat digunakan? Atau perlu dimodifikasi?
107
Kesehatan adalah dari pasien/klien, maka harus benar-benar diupayakan agar
pengumpulan data ini terjamin (kecepatan, kebenaran, dan cakupannya).
Sehubungan dengan perlunya diupayakan kecepatan dan kebenaran data yang masuk
dari tingkat "akar rumput", maka sebaiknya Sistem Informasi Kesehatan yang
dikembangkan diawali dengan cakupan yang tidak terlalu luas dulu (start small). Ini
diperoleh dengan mencermati kegiatan analisis fungsi. Yaitu walaupun dari analisis
fungsi itu dijumpai banyak sekali fungsi untuk Puskesmas misalnya, dapat dilakukan
pentahapan dan pemrioritasan terhadap fungsi-fungsi mana yang akan terlebih dulu
didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan (selama kurun waktu tertentu). Demikian pun
berlaku untuk Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan. Selanjutnya, bila dukungan ini telah
berjalan dengan baik, barulah cakupan fungsi yang akan didukung diperluas.
Proses perancangan dan pelaksanaan pengumpulan data secara rutin dapat ditempuh
dalam tiga tahap, yaitu: (a) penetapan instiumen-instrumen pengumpulan data yang
diperlukan, (b) pembuatan format-format instrumen dan pengujian, serta (c) penerapan
instrumen-instrumen baru pengumpulan data.
Fase pertama dalam perancangan kembali pengumpulan data secara rutin adalah
membandingkan kebutuhan data (yang berasal dari kebutuhan informasi dan indikator)
yang telah ditetapkan dengan instrumen-instrumen pengumpulan data yang telah ada.
Cara yang praktis untuk itu adalah dengan menggunakan format pembantu sebagaimana
dalam Tabel 6.1 di bawah ini.
Tabel 6.1 Format untuk membantu mengkaji instrumen pengumpulan data
yang telah ada
108
Analisis semacam ini juga akan membantu identifikasi tumpang-tindih yang terjadi
di antara instrumen-instrumen yang telah ada. Dengan mengenali tumpang-tindih
tersebut, maka akan dapat dilakukan integrasi beberapa instrumen. Dengan demikian
besar kemungkinan akan diperoleh instrumen baru yang lebih sedikit jenisnya dan lebih
sederhana (tidak terlalu banyak butir-butir datanya), namun tetap memenuhi kebutuhan.
Tentu saja instrumen yang masih dapat digunakan sepenuhnya, tidak perlu dihapus.
Aspek-aspek yang cukup penting untuk diperhatikan dalam rangka peningkatan
pengumpulan data secara rutin adalah (a) standarisasi definisi kasus, (b) standarisasi
prosedur manajemen kasus, dan (c) standarisasi prosedur pengumpulan data. Tanpa
definisi yang baku tentang apa yang disebut kasus baru suatu penyakit dan apa itu
kunjungan ulang untuk suatu episod yang sama, maka data tentang kecenderungan
penyakit menjadi sulit dianalisis. Misalnya bila di suatu Puskesmas setiap kunjungan
tuberkulosis selalu dicatat sebagai kasus baru, sedangkan di Puskesmas lain kunjungan
tuberkulosis oleh pasien yang sama hanya dicatat sekali. Membandingkan data
tuberkulosis antara dua Puskesmas tersebut tentu tidak ada artinya sama sekali. Lebih
lanjut, informasi tentang mutu pelayanan kesehatan juga menjadi subyektif bila prosedur
manajemen kasus tidak distandarisasi.
Pembuatan format dapat sangat membantu dalam upaya menjamin penggunaan yang
lebih baik terhadap informasi yang dihasilkan. Terutama dalam rangka pengambilan
keputusan untuk manajemen pasien/klien (format yang dibutuhkan adalah kartu rekam
medik dan formulir pelaporannya).
Bila keputusan telah diambil berkaitan dengan instrumen-instrumen mana yang akan
direvisi, mana yang akan dihapus, dan apa saja yang akan dibuat baru, maka pembuatan
format-formatnya dapat diserahkan kepada sebuah Tim yang ahli dalam hal itu. Tim ini
harus memperhatikan berbagai issu berkaitan dengan cara pembuatan formulir dan tata-
letak (layout) setiap instrumen. Pertanyaan-pertanyaan khas yang harus dijawab antara
lain adalah:
10. Bagaimana urutan yang baik dari butir-butir dalam formulir?
11. Bagaimana kalimat-kalimat yang baik untuk setiap butir (pemilihan kata-katanya
agar tidak disalahtafsirkan, tata bahasanya, dan lain-lain)?
12. Apakah formulir perlu dilengkapi gambar? Bila ya, gambar apa saja?
109
13. Di mana diletakkan kepanjangan dari singkatan-singkatan (bila ada)?
14. Di mana diletakkan petunjuk cara pengisian dan penggunaan? Apakah perlu
dibuat buku tersendiri/terpisah?
15. Untuk kartu rekam medik, apakah ini untuk disimpan oleh pasien/klien atau oleh
unit kesehatan?
16. Untuk formulir data unit kesehatan, apakah akan digunakan buku register atau
lembar-lembar "tally"?
20. Relevansi: Apakah data yang dikumpulkan dapat digunakan di unit kesehatan
bersangkutan untuk manajemen pasien/klien?
21. Beban: Seberapa beban waktu dan upaya yang harus ditanggung staf unit
kesehatan untuk mengisi instrumen pengumpulan data?
110
22. Tata-letak (layout): Apakah urutan butir-butir datanya bagus? Cukupkah ruang
kosong untuk mengisikan data?
111
mengisi kartu atau formulir, tetapi juga bagaimana menggunakan informasinya untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
Langkah terakhir adalah penghentian penggunaan instrumen-instrumen lama.
Langkah ini penting terutama bila memang terjadi perubahan yang sangat besar. Namun
demikian, langkah ini hendaknya dilakukan secara cermat, agar jangan sampai terjadi
kekosongan di unit-unit kesehatan. Pastikan dulu bahwa semua unit kesehatan telah
menerima instrumen-instrumen baru, sebelum dilakukan penghentian secara resmi
instrumen-instrumen lama. Mungkin baik pula dipertimbangkan penghentian secara
bertahap, sesuai dengan perkembangan distribusi instrumen-instrumen baru. Risikonya
memang adalah bahwa selama masa transisi, Dinas Kesehatan harus menangani dua
sistem sekaligus.
112
1. Kajian Cepat (Rapid Assessment)
Para manajer kesehatan dan pemberi pelayanan kesehatan harus memiliki
pengetahuan tentang tatanan sosio-budaya masyarakat di wilayah kerja unit
kesehatannya. Juga tentang perilaku sehat dari penduduk. Kesemuanya itu diperlukan
agar mereka dapat merancang dan melaksanakan pelayanan kesehatan yang efektif.
Dilema yang mereka hadapi adalah bahwa pencatatan dan pelaporan rutin tidak
memberikan informasi mendalam tentang perilaku masyarakat yang diperlukan untuk
meningkatkan "efektivitas" dari intervensi-intervensi kesehatan. Sementara itu,
penelitian-penelitian sosial - baik sosiologi maupun antropologi - terlalu mahal untuk
diselenggarakan dan dan memakan waktu terlalu lama. Padahal para pengambil
keputusan itu menginginkan informasi yang relatif segera. Oleh karena itu maka sejumlah
ahli menyarankan diselenggarakannya metode kualitatif secara sangat terfokus. Mereka
menamakan metode itu kajian cepat (rapid assessment). Contoh penggunaan dari metode
ini adalah: pengkajian terhadap risiko sosial dari penyakit-penyakit, pengkajian terhadap
persepsi masyarakat terhadap tindakan pencegahan, dan lain-lain.
Kajian cepat ini masih dapat diurai ke dalam berbagai metode lagi, yaitu observasi,
wawancara, diskusi kelompok fokus (focus group discussion), dan lain-lain. Adapun ciri-
ciri utama dari kajian cepat adalah: (a) jarak waktu yang pendek antara pengumpulan data
dan penyajian hasilnya, (b) digunakannya kombinasi antara metode kualitatif dan metode
kuantitatif, dan (c) orientasinya kepada tindakan, sehingga para pengambil keputusan
terlibat dalam menentukan apa yang akan dikaji.
Berikut ini disajikan secara ringkas penjelasan tentang observasi, wawancara
perorangan, dan diskusi kelompok fokus.
Observasi
Pengamat-pengamat yang telah dilatih diminta untuk mengikuti interaksi antara dua
orang, biasanya antara pasien dengan pemberi pelayanan. Para pengamat ini umumnya
tidak ikut terlibat dalam interaksi, walaupun hanya sekedar bertanya atau memberikan
komentar.
Observasi banyak digunakan untuk mengkaji mutu pelayanan kesehatan. Praktek-
praktek pelayanan kesehatan hasil pengamatan dibandingkan dengan apa yang tercantum
dalam standar pelayanan, baik dalam aspek teknis medisnya maupun aspek
kemanusiaannya (kepedulian). Observasi juga dapat digunakan untuk mengkaji alur
pasien dan waktu tunggu pasien di unit-unit pelayanan kesehatan.
Wawancara Perorangan
113
Metode ini merupakan metode yang paling dekat dengan metode antropologi yang
baku. Individu-individu dipilih berdasar kriteria tertentu. Untuk mendapatkan sebanyak-
banyaknya variasi pengalaman mereka. Wawancara biasanya diselenggarakan di tempat
yang tidak asing bagi responden (orang yang diwawancara). Di sini tidak digunakan
daftar pertanyaan (kuesioner), dan wawancara berlangsung secara bebas seperti
percakapan biasa. Namun demikian, pewawancara tetap harus memiliki pedoman
wawancara yang tersimpan dalam ingatannya, sehingga dapat membimbing percakapan
kepada issu-issu tertentu. Agar tidak kaku, pewawancara tidak sibuk mencatat, melainkan
merekam pembicaraan menggunakan tape recorder. Setelah selesai wawancara, rekaman
itu kemudian ditranskripsi (ditulis) dan dikode menurut konsep-konsep yang dikaji.
Umumnya diskusi tidak berlangsung lama, yaitu kira-kira satu setengah jam. Agar
FGD berjalan baik dan benar diperlukan pelatihan fasilitator dan pencatat. Fasilitator
harus pandai-pandai memandu jalannya diskusi, sehingga diskusi tidak didominasi oleh
satu atau dua orang saja. la juga tidak perlu terlalu kaku berpegang pada urutan butir-butir
issu yang menjadi pedomannya. Bilamana diskusi tentang suatu butir issu menyinggung
butir issu lain yang tidak berurutan, peluang itu tak boleh dilewatkan. Fasilitator dapat
segera mengajak peserta diskusi untuk membahas butir issu tadi. Sebagaimana dengan
wawancara, setelah selesai diskusi, hasil pencatatan kemudian dikode menurut konsep-
konsep yang dikaji.
114
2. Survei
Metode survei tidak dapat dijelaskan dengan baik dalam kesempatan yang terbatas
ini. Oleh karena itu, berikut ini hanya akan dijelaskan secara ringkas dua jenis survei
yang sering dilakukan di bidang kesehatan, yaitu (a) survei kesehatan rumah tangga, dan
(b) survei pengguna pelayanan kesehatan.
Survei ini merupakan pengkajian terhadap rumah tangga yang pemilihan sampelnya
dilakukan secara gabungan antara metode acak (random) dengan metode mengikuti
kriteria tertentu (purposive). Tujuannya adalah untuk mengungkap berbagai aspek
kesehatan dari keluarga, seperti kesakitan, perilaku dalam mencari pertolongan kesehatan,
dan pengeluaran keluarga untuk kesehatan.
Walaupun survei semacam ini dapat menghasilkan data yang sangat tinggi validitas
dan ketepatannya, tetapi memerlukan biaya yang besar dan waktu penyelenggaraan yang
lama. Karena merupakan data yang diperoleh dari sampel, maka untuk menggeneralisasi
hasilnya juga diperlukan kecermatan. Sejak tahun 1972, Departemen Kesehatan telah
melaksanakan enam kali Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), yaitu pada tahun
1972, 1980, 1985/86, 1992, 1995, dan 2001. Dua SKRT terakhir dilakukan secara terpadu
dengan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang diselenggarakan oleh Badan
Pusat Statistik (BPS). BPS juga mengumpulkan data kesehatan dalam cakupan terbatas
melalui Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang telah diselenggarakan
sebanyak empat kali, yaitu tahun 1991, 1994, dan 1997 dan 2003.
115
Surkesnas akan melibatkan potensi Daerah dan diharapkan dapat digunakan sebagai
sarana advokasi dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan kemampuan Daerah.
Dengan demikian, model Surkesnas diharapkan dapat memacu kemauan dan kemampuan
Daerah untuk menyelenggarakan Survei Kesehatan Daerah (Surkesda).
Survei pengguna pelayanan kesehatan atau biasa disebut juga survei pemakai adalah
alat yang cukup efisien untuk mengkaji persepsi dari sebagian masyarakat yaitu mereka
116
yang menggunakan pelayanan kesehatan. Survei ini telah banyak digunakan dalam
rangka mengetahui kepuasan konsumen terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya
dan persepsi mereka terhadap mutu pelayanan tersebut. Penyederhanaan dari metode ini
adalah dalam bentuk penyediaan kotak-kotak keluhan/saran di unit-unit pelayanan
kesehatan. Namun demikian cara ini tidak begitu efektif karena sifatnya yang sangat tidak
terstruktur. Lamanya pengumpulan data tidak dapat diitetapkan dan jumlah respondennya
pun tidak tentu. Demikian pula issu yang masuk umumnya juga tidak terfokus.
3. Surveilans Demografik
Estimasi terhadap derajat kesehatan saat ini memegang peran penting dalam
perumusan kebijakan kcsehatan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
117
6. Dalam konteks peningkatan mutu pelayanan kesehatan, banyak orang
berpendapat bahwa dampak upaya kesehatan merupakan sesuatu yang penting
untuk diperhitungkan.
Penutup
Untuk dapat memenuhi kebutuhan informasi bagi manajemen kesehatan Daerah.
Sistem Informasi Kesehatan Daerah harus mengumpulkan data dengan berbagai metode
yang meliputi tidak hanya metode rutin, melainkan juga metode sewaktu-waktu.
Metode pengumpulan data sewaktu-waktu digunakan untuk mencari data guna
mengisi kesenjangan informasi yang didapat dari metode pengumpulan data rutin. Data
tertentu seperti data dampak kesehatan dan perilaku kesehatan memang sulit untuk
diperoleh melalui pengumpulan data rutin yang berbasis sarana/pelayanan kesehatan.
Pengumpulan data secara rutin akan dapat mencakup data seperti itu apabila diperluas
dengan memasukkan petugas kesehatan di desa (sanitarian atau bidan) dan kader
118
kesehatan sebagai pengumpul data dari masyarakat. Akan tetapi, survei cepat atau survei
biasa dapat pula digunakan untuk mengumpulkan data tersebut dari masyarakat di
wilayah kerja unit kesehatan secara sewaktu-waktu. Mungkin cara ini bahkan lebih murah
dibanding memperluas cakupan pelaporan rutin sampai ke masyarakat.
Instrumen pengumpulan data merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan karena
dari situlah bermula validitas dan keakuratan data. Oleh karena itu, pengelolaan
instrumen sejak dari perancangannya, pengetesan-nya, pencetakan dan distribusinya
harus dilaksanakan dengan cermat. Hal terpenting yang harus diperhatikan adalah
konsistensinya terhadap kebutuhan informasi, indikator, dan data yang telah ditetapkan di
tahap sebelumnya.
BAB 7
PROSES MENGOLAH DATAMENJADI INFORMASI
D
alam pengertian yang sederhana, Sistem Informasi Kesehatan adalah suatu
proses pengumpulan data, pengolahan data menjadi informasi, dan diseminasi
informasi dalam Sistem Kesehatan. Proses ini memerlukan kebijakan dan
melibatkan para petugas kesehatan serta sejumlah prosedur, dan mungkin juga
menggunakan bantuan komputer.
Sebagaimana disebutkan dalam Pokok Bahasan terdahulu, Sistem Informasi
Kesehatan memiliki seperangkat komponen yang saling berkait, yang dapat
dikelompokkan ke dalam dua entitas, yaitu (1) proses informasi, dan (2) manajemen
Sistem Informasi Kesehatan. Melalui proses informasi, data mentah (masukan) diolah dan
diubah menjadi informasi dalam bentuk yang "dapat digunakan" dalam pengambilan
keputusan (keluaran). Proses informasi ini dapat diurai menjadi: (1) pengumpulan data,
119
(2) pengiriman data, (3) pengolahan data, (4) analisis data, serta (5) penyajian data dan
informasi untuk digunakan dalam manajemen.
Dalam Pokok Bahasan ini akan kita telaah perihal pengiriman data, yaitu tentang
bagaimana data disalurkan di antara para pelaksana Sisiem Kesehatan. Selain itu juga
tentang pengolahan data, yaitu tentang bagaimana data mentah diproses dan diubah
menjadi informasi yang berguna dan dapat dimengerti oleh para petugas kesehatan.
Pengiriman Data
Dalam bentuknya yang paling sederhana, pengiriman data adalah penyaluran data
mentah dari suatu tingkat administrasi kesehatan atau dari lapangan ke tingkat
administrasi kesehatan lebih tinggi atau ke penyelenggara survei dalam suatu Sistem
Kesehatan, untuk diolah.
Disadari bahwa data mentah yang terkumpul di suatu tingkat administrasi atau dari
lapangan belum tentu sesuai bentuk ataupun mutunya dengan tindakan-tindakan yang
akan didukungnya dalam manajemen kesehatan. Oleh karena itu, untuk medapatkan
kesesuaian dengan manajamen kesehatan. data tersebut harus diolah sehingga menjadi
informasi yang berguna untuk mendukung tindakan-tindakan di tingkat administrasi yang
bersangkutan. Untuk data rutin, data itu harus dipilih dan kemudian data terpilih dikirim
ke tingkat administrasi lebih tinggi.
Jadi, pengiriman data pada dasarnya adalah proses bagaimana data ditransfer di
antara para pelaku Sistem Kesehatan, sehingga dijamin bahwa di setiap tingkat
administrasi, semua keputusan administratif, politis maupun manajerial didasarkan
kepada informasi yang sesuai. Tugas dari pengiriman data adalah menjamin tersedianya
data yang sesuai untuk pengambilan keputusan.
Suatu Sistem Informasi Kesehatan yang baik akan menjamin bahwa data yang
dikirim akan relevan tidak saja bagi pengambilan keputusan di tingkat administrasi lebih
tinggi, tetapi juga bagi manajemen sehari-hari di tingkat Puskesmas dan Rumah Sakit. Ini
berarti bahwa perhatian terhadap mutu data harus dimulai sejak dari tingkat "akar
rumput" (yaitu Puskesmas dan Rumah Sakit Kabupaten/Kota).
Berikut kita akan membahas dua jenis pengiriman data, yaitu pengiriman data secara
vertikal dan pengiriman data secara horizontal. Pengiriman data vertikal adalah
pengiriman data dari suatu tingkat administrasi kesehatan atau dari lapangan ke tingkat
120
administrasi kesehatan di atasnya atau ke penyelenggara survei. Sedangkan pengiriman
data horizontal adalah pengiriman data dari satu pelaku ke pelaku Sistem Kesehatan yang
lain dalam satu tingkat administiasi.
Sebagaimana disebutkan di atas, pengiriman data vertikal berfokus pada transfer data
antar tingkat administrasi kesehatan dalam Sistem Kesehatan atau dari lapangan ke
penyelenggara survei. Dengan memperhatikan fungsi-fungsi manajemen sebagaimana
dibahas dalam Pokok Bahasan terdahulu, dapat disampaikan contoh-contoh pengiriman
data vertikal sebagai berikut.
2. Manajemen pasien/klien: rujukan rekam medik dari unit pelayanan kesehatan
dasar (Puskesmas) ke unit pelayanan kesehatan spesialistik (Rumah Sakit), atau
sebaliknya.
Pengiriman data horizontal yang bermakna transfer data di antara pelaku Sistem
Kesehatan di satu tingkat administrasi cenderung untuk meningkat. Kecenderungan ini
akibat akan semakin baiknya kerjasama lintas sektor di suatu Daerah dalam rangka
mencapai visi Pembangunan Kesehatan di Daerah tersebut. Juga karena semakin
diharusskannya komuniasi antara unit-unit kesehatan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan (stakeholders), termasuk konsumen dan masyarakat umum.
Terdapat paling sedikit tiga fungsi yang didukung oleh proses pengiriman data
horizontal ini. Pertama, pengiriman data yang secara langsung dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan. Misalnya data tentang persepsi masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan, data perubahan anggaran kesehatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), dan lain-lain. Kedua, pengiriman data yang perlu diproses dulu sebelum
digunakan untuk pengambilan keputusan. Misalnya data mentah dari apotik-apotik, data
mentah dari sekolah-sekolah atau pesantren-pesantren, atau data mentah dari lintas sektor
lainnya. Ketiga, pengiriman umpan-balik, yaitu data yang berada di Bank Data Dinas
Kesehatan yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Misalnya yang
diperlukan oleh Bappeda untuk perencanaan APBD, yang diperlukan kantor Bupati untuk
menyusun laporan tahunan kepada DPRD, dan lain-lain.
Sebagaimana pengiriman data vertikal, pengiriman data horizontal juga dapat sangat
ditingkatkan kecepatan dan ketepatannya bila telah digunakan jaringan komputer luas.
Apa lagi jika Dinas Kesehatan atau unit-unit kesehatan telah dapat memanfaatkan Internet
untuk menyajikan datanya. Yaitu melalui pembuatan dan pengelolaan situs atau website
atau homepage di Internet.
Pengolahan Data
122
Tujuan dari pengolahan data adalah dihasilkan dan disajikannya informasi yang
dapat membantu proses pengambilan keputusan di setiap tingkat administrasi kesehatan.
Proses pengolahan data ini dapat dilakukan secara manual ataupun dengan menggunakan
bantuan komputer. Cara apa pun yang digunakan, pada dasarnya pengolahan data
mencakup tiga langkah pokok, yaitu: (1) pembersihan data, (2) pembuatan ringkasan
untuk analisis, dan (3) analisis data dan pengemasan informasi.
1. Pembersihan Data
Betapa pun, data mentah kerap kali mengandung hal-hal yang menyebabkan
kekurangtepatan atau kurang konsostensi. Pada umunya tidak ada data mentah yang
bebas dari kesalahan. Oleh karena itu, data mentah perlu dievaluasi, diverifikasi dan
diperbaiki (bila perlu). Sumber kesalahan yang umum dijumpai adalah akibat adanya
variabel yang tidak terisi (kosong), atau mungkin bahkan duplikasi. Juga akibat adanya
angka yang meragukan (misalnya seorang ibu hamil berusia 92 tahun), adanya
kontradiksi (misalnya seorang yang lahir tahun 1949 disebutkan berusia 25 tahun pada
tahun 2001), atau adanya inkonsistensi dengan apa yang telah diketahui (misalnya
dilaporkan adanya 10.000 kelahiran di suatu daerah yang diketahui jumlah wanita usia
suburnyn hanya 2.000 orang).
Jadi, pembersilian data akan menjamin proses transformasi data mentah ke dalam
tabel-tabel atau indikator-indikator akan berlangsung mulus tanpa gangguan akibat
adanya kesalahan (error). Untuk mengatasi kesalahan terdapat sejumlah yang dapat
ditempuh. Lembar laporan atau kuesioner survei dapat dirujuk ke register data atau kartu
rekam medik aslinya. Prosedur ―imputasi" atau penetapan isi variabel yang kosong
dapat dilakukan dengan menggunakan perkiraan yang cerdik (informed guesswork). Data
di dalam komputer dapat dibersihkan dengan menjalankan program pembersih data.
Namun harus disadari bahwa sebaik-baiknya upaya pembersihan kerap kali masih saja
ada kesalahan yang tersisa akibat tidak terdeteksi. Pembersihan data pada hakikatnya
adalah untuk memperkecil kesalahan yang ada, sehingga tidak menyesatkan pengambilan
keputusan.
123
Tahap kedua dari pengolahan data adalah pembuatan ringkasan data yang berupa
tabel-tabel yang berisi indikator. Tabel-tabel dan indikator- indikator ini nanti akan
digunakan untuk menganalisis dan mengemas informasi sesuai dengan kebutuhan. Oleh
karena itu pembuatan tabel-tabel juga harus memperhatikan arah analisisnya. Untuk
kepentingan analisis ke arah penyajian informasi tentang kesetaraan jendel misalnya,
tabel-tabel tertentu perlu menyediakan kolom terpisah bagi jenis kelamin berbeda.
Tabel adalah sajian data atau indikator dimana data atau indikator tersebut disusun
dalam baris- baris dan kolom-kolom sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan
perbandingan-perbandingan. Terdapat beberapa jenis tabel, yaitu:
6. Tabel Induk (Master Table). Tabel ini berisi semua data/indikator yang tersedia
dari suatu hal/keadaan secara terinci, sehingga orang dapat memperoleh
gambaran lengkap dalam satu tabel. Tabel ini biasanya digunakan sebagai dasar
untuk membuat tabel-tabel lain yang lebih singkat. Contohnya tabel induk yang
berisi data demografik penduduk suatu kecamatan (lihatLampiran).
7. Tabel Teks(Text Table). Tabel ini adalah tabel kecil berisi beberapa
data/indikator, yang kelak dapat diletakkan diantara uraian atau teks. Tabel teks
memang merupakan tabel yang akan disisipkan untuk memperjelas narasi atau
teks. Contohnya tabel teks yang berisi data tentang cakupan imunisasi lengkap
terhadap anak balita di suatu kecamatan (lihat lampiran).
Tabel yang dibuat harus memenuhi syarat tertentu, yaitu jelas, merupakan suatu
kesatuan (unitas), akurat, dan ekonomis. Bentuk tabel harus diatur sedemikian rupa
sehingga memperlihatkan semua isi tabel secara jelas dan terang. Jika dalam tabel
tersebut terdapat angka atau kolom yang ingin dibandingkan satu sama lain, maka hal
tersebut harus diungkapkan secara sistematik. Tiap tabel juga harus merupakan sebuah
unit. Pada hakikatnya tabel adalah jalan pintas untuk menyatakan fakta-fakta dan tiap
124
tabel harus merupakan suatu unit yang nyata tentang subyek yang ingin dipaparkan.
Jangan menggunakan sebuah tabel untuk membandingkan banyak hal dalam banyak
kategori, karena yang demikian itu akan membingungkan. Tiap butir dalam tabel harus
diperiksa beberapa kali, sehingga isi dari butir-butir tersebut benar-benar akurat. Tabel
juga harus ekonomis, yaitu tidak terlalu besar, walaupun juga tidak terlalu kecil.
Setelah data diringkas dalam bentuk tabel-tabel, maka langkah selanjutnya adalah
memadukan data atau indikator yang terdapat dalam tabel-tabel tertentu sesuai dengan
informasi yang akan dihasilkannya. Kegiatan ini disebut dengan analisis data. Terdapat
empat jenis analisis data, yaitu: (a) analisis deskriptif, (b) analisis komparatif, (c) analisis
kecenderungan, dan (d) analisis hubungan.
10. Analisis Komparatif adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel
sehingga dapat diperoleh perbandingan antara dua atau beberapa hal/keadaan.
Misalnya antara satu kecamatan dengan kecamatan lain, antara sektor pemerintah
dengan sektor swasta, dan lain-lain.
11. Analisis Kecenderungan adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel
sehingga dapat ditunjukkan perkembangan suatu hal/keadaan dari waktu ke
waktu. Misalnya perkembangan kunjungan Puskesmas dari bulan ke bulan atau
dari tahun ke tahun.
12. Analisis hubungan adalah memadukan data atau indikator dalam tabel-tabel
sehingga dapat ditunjukkan ada/tidaknya hubungan (biasanya kausal) antara satu
hal/keadaan dengan satu atau beberapa hal/keadaan lain yang dianggap sebagai
faktor pengaruhnya. Analisis ini dapat dilakukan secara hipotetik (berdasar teori
yang berlaku), tetapi dapat juga (lebih baik) dilakukan melalui penghitungan
statistik (misalnya dengan regresi).
Kegiatan analisis data tidak dapat dipisahkan dari kegiatan mengemas informasi.
Artinya, dalam melakukan analisis data, sekaligus sudah harus diperhitungkan untuk
125
siapa hasil analisis itu akan diberikan. Sebagaimana dikemukakan di depan, informasi
yang dihasilkan oleh Sistem Informasi Kesehatan akan diberikan kepada para pengambil
keputusan dari pihak-pihak yang berkepentingan pada umumnya (stakeholders).
Setiap kategori pemakai informasi tersebut pasti memiliki minat yang berbeda
karena masing-masing mengemban fungsi yang berbeda pula. Analisis tentang kasus
malaria di suatu Kabupaten misalnya, harus dikemas secara berbeda untuk konsumsi
Kepala Dinas Kesehatan, untuk konsumsi Bupati, atau untuk konsumsi Bappeda dan
DPRD. Untuk konsumsi Kepala Dinas Kesehatan yang akan memutuskan bagaimana
upaya pemberantasan malaria harus ditingkatkan, dapat disampaikan analisis deskriptif
tentang penyebaran kasus malaria menurut kecamatan, dan juga tentang sumber daya
yang tersedia.
Untuk konsumsi Bupati yang akan mengambil keputusan tentang perlu/tidaknya
peningkatan upaya pemberantasan malaria, informasi tentang malaria ini akan lebih
mengena bila dalam bentuk analisis kecenderungan jumlah kasus (misalnya menunjukkan
peningkatan jumlah kasus dari tahun ke tahun) yang dilengkapi dengan analisis
komparatif (misalnya dibandingkan dengan Kabupaten tetangga). Untuk konsumsi
Bappeda dan DPRD yang akan memutuskan disetujui/tidaknya usulan anggaran
pemberantasan malaria, informasi tentang malaria akan lebih tepat dalam bentuk analisis
kecenderungan jumlah kerugian Daerah (dalam Rupiah) akibat semakin banyaknya
penduduk yang terserang malaria (sehingga tidak produktif untuk beberapa lama).
Terdapat berbagai macam bentuk kemasan atau sajian informasi. Bila informasi
sudah cukup jelas ditampilkan dalam bentuk tabel (misalnya tabel teks), maka biarkan
saja informasi tersebut dalam kemasan tabel. Tetapi informasi lain mungkin lebih tepat
bila dikemas dalam bentuk-bentuk lain, yaitu:
1. Histogram atau Bar Chart, yaitu sajian distribusi frekuensi yang berupa gambar
balok-balok. Interval kelasnya digambarkan sepanjang sumbu horisontal,
sedangkan frekuensinya digambarkan sepanjang sumbu vertikal. Kelas terendah
diletakkan paling kiri pada sumbu horisontal.
2. Poligon Frekuensi, yaitu sajian distribusi frekuensi untuk data yang bersifat
berlanjut (kontinyu). Data yang kontinyu apabila disajikan dalam bentuk
Histogram, balok-baloknyn akan berhimpitan (overlap), sehingga gambar bida
kelihatan ruwet. Agar tidak kelihatan ruwet, titik-titik tengah yang terletak di
126
puncak-puncak balok dihubungkan dengan garis lurus, kemudian bidang yang
terbentuk diblok/diwarnai/diarsir dan dinyatakan sebagai gambaran frekuensi.
5. Pie Diagram, yaitu grafik berbentuk lingkaran yang terbagi ke dalam beberapa
bagian untuk menggambarkan beberapa hal/keadaan yang merupakan bagian-
bagian dari suatu keseluruhan.
6. Scatter Diagram, yaitu grafik yang berupa kumpulan titik-titik yang berserak
yang menyajikan sepasang pengamatan (data) dari suatu hal/ keadaan (yang
diletakkan pada sumbu horisontal dan sumbu vertikal) untuk memperlihatkan
ada/tidaknya hubungan antara keduanya.
7. Pictogram, yaitu grafik yang berupa gambar bentuk-bentuk nyata seperti gambar
orang, gambar tempat tidur, gambar kapsul, dan lain-lain.
8. Peta, yaitu grafik yang diwujudkan dalam bentuk peta suatu daerah di mana
bagian-bagiannya menunjukkan distribusi frekuensi. Peta ini terutama digunakan
untuk menunjukkan distribusi sesuatu dikaitkan dengan geografi.
Contoh-contoh bentuk kemasan tersebut di atas dapat dilihat dalam Lampiran, dan untuk
panduan lebih lanjut tentang pengolahan data ini dapat dirujuk Modul Manajemen Data
Kesehatan.
Penggunaan Komputer
Dewasa ini komputer di sebagian besar wilayah Indonesia bukan lagi merupakan
barang langka. Namun demikian untuk menggunakan komputer dalam pengolahan data
atau Sistem Informasi Kesehatan, faktor-faktor berikut perlu dipertimbangkan:
1. Kerumitan analisis. Kerumitan yang dimaksud di sini bukan tentang prosedur
statistik, melainkan tentang cara dan bentuk penyajian setelah data diolah. Bila
kemasan informasi yang dihasilkan hanya dalam bentuk tabel belaka, maka
penggunaan komputer tidak terlalu perlu. Tetapi jika dikehendaki adanya kemasan-
127
kemasan informasi berupa grafik, chart, peta, dan lain-lain, maka penggunaan
komputer akan sangat membantu.
2. Berfungsinya sistem yang ada. Jika Sistem Informasi Kesehatan belum ditata
kembali sehingga berfungsi dengan baik, maka penggunaan komputer memang
"cost-effective". Tetapi bila Sistem Informasi Kesehatan masih tidak teratur, belum
didasarkan kepada kebutuhan informasi, data yang dikelola buruk mutunya, dan
belum mengacu kepada indikator-indikator yang sudah dibakukan sehingga tidak
mungkin dilakukan perbandingan-perbandingan, penggunaan komputer tidak
banyak artinya. Ada kata-kata bijak yang layak untuk diingat dalam hal ini, yaitu
"Jika Anda dapat melakukannya secara manual, penggunaan komputer akan
membuatnya lebih efisien. Tetapi jika Anda belum dapat melakukannya secara
manual, penggunaan komputer justru akan memperparah keadaan."
3. Volume data yang diolah. Jika volume data yang diolah sangat sedikit, penggunaan
komputer tidaklah efisien. Kecuali jika penggunaan komputer tersebut tidak hanya
untuk mengolah data, tetapi juga untuk menangani pekerjaan-pekerjaan
administrasi seperti mengetik, menyimpan arsip, dan lain-lain.
4. Tenaga Pengelola komputer. Jika di suatu tempat sulit didapatkan tenaga yang
mampu mengoperasikan dan memelihara komputer, maka penggunaan komputer
mungkin akan mengundang banyak masalah. Tetapi, mengangkat seorang yang
memiliki kemampuan khusus di bidang komputer kerapkali juga sulit karena
standar gaji yang tidak memadai. Jalan tengah yang mungkin ditempuh adalah
memberikan bekal tambahan di bidang komputer kepada tenaga statistisi.
Pembahasan tentang penggunaan komputer dalam pengolahan data atau dalam
Sistem Informasi Kesehatan selalu berdasar pada empat masalah penting, yaitu (1)
perangkat keras, (2) perangkat lunak, (3) pangkalan data, dan (4)jaringan.
1. Perangkat Keras
Dengan telah majunya teknologi komputer, dewasa ini komputer mikro menjadi
perangkat keras yang dapat digunakan di mana pun karena kemampuannya yang besar
dengan bentuk fisik yang kecil. Namun demikian, untuk lebih meningkatkan lagi
kemampuan komputer mikro itu, banyak perangkat keras lain yang dapat ditambahkan.
Oleh karena itu berikut ini akan disajikan secara singkat uraian tentang perangkat-
perangkat keras tersebut.
1. Komputer Mikro. Bila ingin aman, memang sebaiknya dibeli komputer mikro
yang bermerek (branded), seperti IBM, Compac, Hewlet-Packard, atau Acer.
128
Tetapi harga komputer bermerek ini memang relatif sangat tinggi. Oleh karena
itu, dapat saja dibeli komputer yang tidak bermerek (istilah populernya
"komputer jangkrik"), asalkan diperhatikan benar ciri-ciri pokoknya. Ciri-ciri
pokok itu meliputi kecepatan prosesor, kapasitas memori, dan kapasitas harddisk.
Komputer itu sebaiknya yang Modular sehingga mudah untuk mengganti
komponen-komponennya bila terjadi kerusakan atau bila ingin ditingkatkan
kemampuannya. Komponen-komponen yang biasanya diganti-ganti adalah
harddisk, floppy disk (disket) drives, video adapters, dan power supply. Sering
kali terdapat pula CD-ROM drive untuk memainkan Compact Disc.
2. Tenaga Listrik. Aliran listrik yang stabil sangat vital bagi komputer, karena
komponen-komponen dalam Central Processing Unit (CPU) komputer sangat
peka terhadap fluktuasi tenaga listrik. Jika tenaga listrik tidak stabil (tegangan
sering naik/turun), maka sebaiknya dipasang stabiliser. Bila aliran listrik sering
padam secara tiba-tiba, maka sebaiknya dipasang batere cadangan atau
uninterruptible power supply (UPS) untuk setiap komputer. Atau dapat pula
digunakan komputer notebook (portable) yang memiliki cadangan tenaga dari
batere. Bila memungkinkan dapat pula didayagunakan tenaga matahari (solar
panel) untuk power supply komputer. Guna mencegah kebakaran atau kerusakan
komputer, sebaiknya instalasi listrik memiliki kabel bumi (earth wires).
3. Pencetak (Printer). Terdapat tiga jenis pencetak (printer) yang dapat dipilih,
dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yaitu Dot matrix, Inkjet,
dan Laser. Tabel berikut meringkas kelebihan dan kekurangan dari masing-
masing jenis printer.
129
4. Jaringan. Bila dikehendaki hubungan antara satu komputer dengan komputer lain
secara lokal, maka dapat dipasang fasilitas jaringan lokal (local area network).
Yang saat ini cukup populer adalah fasilitas jaringan Ethernet atau 10Base-T.
Bentuk konfigurasi jaringannya biasanya adalah konfigurasi bintang,
menggunakan kabel seperti kabel telepon dengan penghubung-penghubung
(jacks) Modular yang dirangkai melalui serangkaian concentrator, jika jarak
antara satu komputer dengan komputer lain cukup jauh biasanya digunakan kabel
serat optik untuk menghubungkannya.
130
6. Penyimpan Cadangan Data. Untuk mencegah hilangnya data karena rusak atau
terhapus, sebaiknya disediakan sarana untuk menyimpan cadangan data (backup
data). Sarana ini dapat berupa portable tape drive atau Bernoulli-type portable
hard drive yang dihubungkan ke komputer melalui parallel port. Bila tidak, maka
setiap kali harus dilakukan penyimpanan cadangan data ke dalam floppy disk
(disket).
2. Perangkat Lunak
Perangkat lunak yang terbaik adalah yang dibuat khusus untuk Sistem Informasi
Kesehatan yang sedang dikembangkan. Namun perlu disadari bahwa pembuatan
perangkat lunak khusus ini, bila menggunakan jasa pembuat perangkat lunak (software
house), memerlukan biaya yang cukup banyak. Oleh karena itu berikut ini disajikan
uraian secara ringkas tentang perangkat-perangkat lunak standar, yang dapat digunakan
dalam komputerisasi Sistem Informasi Kesehatan.
1. Perangkat Lunak Otomasi Perkantoran. Walaupun komputerisasi yang dilakukan
adalah dalam rangka Sistem Informasi Kesehatan, perangkat lunak otomasi
perkantoran diperlukan juga. Terutama untuk tujuan pembuatan laporan naratif.
Perangkat lunak dari jenis ini yang harus dimiliki minimal adalah paket pengolah
kata (word processor) dan electronic spread-sheet. Kedua paket tersebut dapat
pula dimanfaatkan untuk keperluan berjaringan, yaitu misalnya diintegrasikan
dengan pelayanan jaringan dalam rangka e-mail. Untuk panduan lebih lanjut
tentang hal ini dapat dirujuk Modul Otomasi Perkantoran dalam Bidang
Kesehatan dan Modul Petunjuk Penggunaan E-mail.
131
3. Perangkat Lunak Manajemen Pangkalan Data. Perangkat lunak apa pun yang
digunakan untuk manajemen pangkalan data, hendaknya diingat agar perangkat
lunak itu mudah digunakan. Mudah yang dimaksud di sini termasuk pengertian
"user friendly" atau interaktif, yaitu membimbing pemakainya, sehingga mereka
yang awam komputer pun dapat menggunakannya. Akan lebih baik jika bahasa
yang digunakan untuk interaksi adalah bahasa Indonesia. Untuk panduan lebih
lanjut tentang hal ini dapat dirujuk Modul Manajemen Pangkalan Data.
4. Perangkat Lunak Analisis Statistik. Untuk dapat menganalisis data secara efektif,
ke dalam komputer sebaiknya dipasang perangkat lunak analisis statistik. Di
pasar dapat dijumpai banyak paket perangkat lunak ini. Untuk analisis sederhana
di Puskesmas misalnya, Epi Info cukup memadai. Perangkat lunak yang dibuat
oleh Centers for Disease Control and Prevention di Amerika Serikat ini mudah
digunakan khususnya untuk menganalisis data survei epidemiologis kecil-
kecilan. Misalnya pada saat terjadinya wabah di suatu desa. Perangkat lunak ini
memiliki berbagai macam alat untuk membuat kuesioner, memasukkan (entri)
data, menganalisis data, dan membuat sajian dalam bentuk tabel atau grafik.
Karena sudah menjadi milik masyarakat (public domain), maka untuk
memperolehnya pun tidak memerlukan banyak biaya. Perangkat lunak komersial
yang saat ini juga banyak pemakainya adalah Microsoft Excel. Jika data yang
diolah cukup banyak, maka perlu dipasang paket perangkat lunak yang lebih
canggih seperti SAS, JMP, atau SPSS. Untuk panduan lebih lanjut tentang
penggunaan Epi Info dan SPSS dapat dirujuk Modul Penggunaan Epi Info dan
Modu Penggunaan SPSS.
7. Perangkat Lunak Utilitas. Salah satu perangkat lunak utilitas yang semakin
dirasakan pentingnya adalah perangkat lunak antivirus. Perangkat lunak antivirus
seperti Norton, McAfee Virus Scan, dan lain-lain sebaiknya dipasang di setiap
komputer untuk mencegah masuknya virus ke dalam komputer tersebut. Akan
tetapi, oleh karena virus-virus baru selalu muncul, maka sebaiknya perangkat
lunak antivirus itu diperbarui secara berkala. Kini perbaruan perangkat lunak
antivirus dapat dilakukan melalui Internet. Perangkat lunak utilitas lain yang
perlu adalah misalnya perangkat lunak untuk perbaikan perangkat keras
(hardware troubleshooting), perangkat lunak untuk membuat data cadangan
(backup), perangkat lunak untuk pemeliharaan harddisk, dan perangkat lunak
untuk komunikasi. Untuk panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk buku-
buku petunjuk (manual) penggunaan perangkat lunak yang ingin digunakan.
8. Pangkalan Data
Pangkalan data adalah sekumpulan data yang disimpan dalam komputer secara
teratur sehingga dapat dilakukan penemuan kembali secara mudah dan cepat Dalam suatu
pangkalan data dapat disimpan, ditemukan kembali, dan dimodifikasi banyak sekali data.
Terdapat dua jenis pangkalan data, yaitu (a) pangkalan data tree structured dan (b)
pangkalan data relasional. Pangkalan data tree structured menyimpan data secara
hirarkhis, di mana setiap butir dalam pangkalan data disusun secara logik Yaitu misalnya,
"Kabupaten" berisi "Kecamatan", dan "Kecamatan" berisi "Desa". Pangkalan data
133
relasional tersusun dari beberapa satuan (entitas) yang mirip seperangkat catatan
(records). Misalnya "Entitas Anak" berisi empat bidang (field) yaitu "Nama", "Umur",
"Berat Waktu Lahir", dan "Nama Ibu". Entitas ini akan berkait dengan "Entitas Ibu" yang
berisi empat bidang, yaitu "Nama", "Umur", "Status Kesehatan", dan "Alamat". Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 7.1.
Dalam pangkalan data tree structured, data dapat disusun secara (a) sekuensial atau (b)
tree structured. Untuk jelasnya dapat disimak Gambar 7.2.
134
Misalnya kita akan mencari kembali suatu catatan/rekaman (record) yang berisi
tentang Desa 3, yang ada di Kecamatan b, Kabupaten N. Bila data tersusun secara
sekuensial, maka komputer akan membaca record demi record – Aa1, Aa2, Aa3, Ab1,
dan seterusnya sampai ketemu record Nb3. Proses pencarian kembali tersebut akan lebih
cepat bila data tersusun secara tree structured. Dalam hal ini komputer mula-mula akan
mencari di strata "Kabupaten" sampai menemukan Kabupaten N. Setelah itu, computer
akan menelusur Kecamatan, tetapi hanya Kecamatan yang ada di Kabupaten N, sampai
menemukan Kecamatan b. Selanjutnya komputer akan menelusur Desa-desa yang ada di
kecamatan b sampai ketemu Desa 3.
Dalam pangkalan data relasional, pencarian kembali data akan berlangsung secara
berbeda. Misalnya kita ingin menemukan record tentang ibu yang memiliki bayi dengan
berat badan waktu lahir 2.000 gram. Dalam hal ini pertama-tama komputer akan
menggabung "Entitas Anak" dengan "Entitas Ibu" sehingga diperoleh "Entitas Baru".
Penggabungan ini dengan menggunakan field "Nama Ibu" yang merupakan field yang
sama-sama dimiliki baik oleh "Entitas Anak" maupun "Entitas Ibu". Records yang berada
dalam "Entitas Baru" kemudian ditelusur, sehingga ditemukan Ibu-ibu yang memiliki
Anak dengan Berat Lahir 2.000 gram. Secara umum dapat dikatakan bahwa banyak data
set statistik yang memiliki struktur mirip dengan susunan pangkalan data realasional.
Untuk panduan lebih lanjut tentang hal ini dapat dirujuk Modul Manajemen Pangkalan
Data.
4. Jaringan
Jaringan atau network adalah gabungan komputasi dengan komunikasi, yaitu suatu
sistem komputer yang memungkinkan seorang pemakai yang menggunakan terminal di
tempat yang terpisah dapat berinteraksi secara elektronik dengan komputer pusat.
Interaksi ini dilakukan dengan menggunakan modem dan sambungan telepon atau
perangkat lain. Sebuah komputer dapat bertukar informasi dengan komputer-komputer
lain dan bahkan "meminjam" processing unit-nya melalui sebuah janngan.
Terdapat beberapa jenis jaringan menurut tatanan fisiknya atau topologinya. Yang
cukup dikenal ada tiga, yaitu (a) topologi bintang, (b) topologi cincin, dan (3) topologi
bus. Topologi Bintang adalah tatanan di mana setiap komputer terminal dihubungkan
secara langsung dengan komputer pusat yang berfungsi sebagai prosesor dan pengatur
pengiriman data dari satu terminal ke terminal lain. Topologi cincin adalah tatanan
135
dimana semua komputer dalam janngan berhubungan secara setara dalam suatu lingkaran,
dan setiap paket data berjalan mengelilingi lingkaran dengan membawa "tanda" yang
menunjukkan terminal mana pengirim atau penerima data tersebut. Sedangkan Topologi
Bus adalah tatanan yang merangkai semua komputer dalam jaringan dengan satu kabel
"tulang punggung" (backbone) yang memiliki penghenti sinyal (signal terminator) di
kedua ujungnya. Konfigurasi ini dikenal juga sebagai Ethernet, yang merupakan salah
satu jaringan paling disukai saat ini. Lebih jelasnya dapat disimak Gambar 7.3.
Gambar 7.3. Topologi-topologi jaringan komputer
Jaringan lokal atau local area network (LAN) adalah jaringan yang menghubungkan
sejumlah komputer dalam satu gedung menggunakan kabel atau gelombang radio.
Sedangkan jaringan luas atau wide area network (WAN) adalah jaringan yang
menghubungkan sejumlah komputer dengan fasilitas komunikasi jarak jauh. Dalam LAN
terdapat satu komputer pusat yang disebut server, yang mengendalikan jaringan dan
biasanya dilengkapi dengan program-program komputer yang umum dipakai dan
pangkalan data.
Penutup
Telah dibahas tiga hal penting dalam kaitannya dengan manajemen data, yaitu
mengupayakan mutu data, pengiriman data, dan pengolahan data. Pembahasan tentang
mutu data berkisar pada hal-hal yang dapat mempengaruhi mutu data dan bagaimana
upaya untuk mendapatkan data yang baik. Pembahasan tentang pengiriman data
menyangkut perihal bagaimana data ditransfer di antara pelaku-pelaku Sistem Kesehatan
dalam rangka mengupayakan agar keputusan-keputusan baik administratif, politik
maupun manajemen didasarkan kepada informasi yang dapat diandalkan (realible).
Dalam hal ini telah dibahas pengiriman data secara vertikal dan pengiriman data secara
horizontal. Sedangkan pembahasan tentang pengolahan data menyangkut perihal
bagaimana data mentah diproses untuk mengubahnya menjadi informasi yang berguna
bagi para pelaku Sistem Kesehatan. Dalam pembahasan ini tercakup uraian tentang
pembersihan data, pembuatan tabel-tabel sebagai ringkasan data, dan pembuatan sajian-
sajian informasi dalam berbagai bentuk.
Telah dibahas pula tentang penggunaan komputer dalam pengolahan data pada
khususnya dan Sistem Informasi Kesehatan pada umumnya.
137
BAB 8
MANAJEMEN SISTEMINFORMASI KESEHATAN
M
engelola Sistem Informasi Kesehatan, sebagaimana mengelola sistem-
sistem yang lain, memerlukan manajemen yang baik. Oleh karena Sistem
Informasi Kesehatan harus terdapat di semua tingkat administrasi kesehatan
(Operasional, Kabupaten/Kota, dan Provinsi), maka manajemen Sistem Informasi
Kesehatan pun harus diselenggarakan di semua tingkat administrasi kesehatan tersebut.
Pokok Bahasan ini tidak akan menguraikan perihal manajemen secara ilmiah dan
berpanjang-panjang, melainkan hanya akan membahas hal-hal yang bersifat praktis.
Asumsinya, semua peserta sudah memahami uraian secara teoritis tentang manajemen
secara umum.
Harold Koontz, seorang pakar manajemen, menyatakan bahwa manajemen itu dapat
didekati dari berbagai sudut, yaitu (1) dari sudut proses, (2) dari sudut empiris, (3) dari
sudut perilaku manusia, (4) dari sudut sistem sosial, (5) dari sudut teori keputusan, dan
(6) dari sudut matematik.
Dari sudut proses dikatakan bahwa "manajemen adalah proses mengupayakan agar
segala sesuatu dapat dilaksanakan oleh orang-orang yang bekerja dalam suatu
organisasi." Dari sudut empiris dikatakan bahwa "manajemen adalah kajian terhadap
pengalaman-pengalaman dalam memecahkan masalah untuk diterapkan dalam situasi/
yang lain". Dari sudut perilaku manusia dikatakan bahwa "karena manajemenbersangkut-
paut dengan manusia, maka inti dari manajemen adalah hubungan pribadi antar manusia".
Dari sudut sistem sosial dikatakan bahwa "manajemen harus memperhatikan saling-kait
antar berbagai budaya yang dibawa oleh anggota-anggota organisasi". Dari sudut teori
keputusan dikatakan bahwa "gerak dari manajemen ditentukan oleh kecepatan dan
ketepatan dalam pengambilan keputusan-keputusan‖. Sedangkan dari sudut matematik
dikatakan bahwa "pengambilan keputusan dapat didukung dengan model-model
matematik seperti riset operasi, dan lain-lain". Kesemuanya itu juga berlaku bagi
manajemen Sistem Informasi Kesehatan.
138
Selanjutnya Harold Koontz menyatakan bahwa sebagai suatu proses, manajemen
terdiri atas kegiatan-kegiatan: (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) pengem-bangan
tenaga, (4) bimbingan dan pengarahan, serta (5) pengendalian. Hal ini pun berlaku pula
bagi manajemen Sistem Informasi Kesehatan.
Theo Lippeveld, Rainer Sauerbom, dan Claude Bodart dalam buku Design and
implementation of health information system (WHO, 200) menyatakan bahwa pada
hakikatnya apa yang dilakukan dalam kegiatan-kegiatan manajemen adalah berkaitan
dengan sumber daya. Dalam tahap perencanaan, maka yang dilakukan adalah menetapkan
pengalokasian dana, tenaga, peralatan, waktu, dan lain-lain untuk mencapal tuiuan yang
telah ditetapkan. Dalam pengorganisasian dan pengembangan tenaga, yang dilakukan
adalah menetapkan pembagian tugas dan fungsi dan orang-orang atau kelompok-
kelompok orang, yang kemudian diwadahi dalam suatu struktur. Dalam bimbingan dan
pengarahan, yang dilakukan adalah mengupayakan keseimbangan antara sumber daya
manusia dengan sumber daya lain, agar tenaga-tenaga yang ada dapat bekerja dengan
baik. Selain itu juga diciptakan organisasi pembelajaran dan diterapkan teknik-teknik
motivasi yang sesuai bagi orang-orang yang bekerja. Sedangkan dalam pengendalian,
yang dilakukan adalah penetapan kebijakan dan peraturan-peraturan yang diperlukan
sebagai rambu-rambu agar orang-orang selalu bekerja dalam koridor yang sesuai untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Atas dasar ini maka mereka menyatakan bahwa
walaupun manajemen Sistem Informasi Kesehatan secara terinci mungkin berbeda antara
satu Daerah dengan Daerah lain, tetapi pada hakikatnya sama, yaitu secara konseptual
membutuhkan suatu struktur manajemen. Struktur manajemen terhadap Sistem Informasi
Kesehatan mencakup paling sedikit dua komponen yaitu (1) sumber daya, dan (2)
peraturan perundang-undangan. Pengembangan kedua komponen inilah yang berbeda
antara satu Daerah dengan Daerah lain, dan bervariasi pula dalam keluasan serta
kedalamannya.
Sumber daya penting yang harus diperhatikan meliputi tenaga, perangkat keras
komputer, perangkat lunak komputer, bahan-bahan, dan dana. Sedangkan peraturan
perundang-undangan diperlukan untuk menjamin penggunaan yang optimum terhadap
sumber daya bagi Sistem Informasi Kesehatan.
139
Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan tidak hanya harus mempertimbangkan
kebutuhan informasi, melainkan juga sumber daya yang tersedia di suatu daerah.
Keberhasilan atau kegagalan Sistem Informasi Kesehatan di waktu-waktu yang lalu
banyak berkaitan dengan masalah-masalah sumber daya di tingkat operasional (yang
merupakan titik menentukan dalam pengumpulan data) dan juga di tingkat
Kabupaten/Kota.
1. Tenaga
Di banyak Daerah, kalau tidak boleh dikatakan semua Daerah, proses pengumpulan
data merupakan sesuatu yang sangat mengganggu. Perawat atau bidan harus
menghabiskan waktu berhari-hari untuk mengisi laporan. Padahal waktu itu sebenarnya
sangat berharga bagi pelayanan pasien atau klien. Oleh karena itu dalam penataan
kembali Sistem Informasi Kesehatan, haruslah diingat bahwa tugas utama pemberi
pelayanan kesehatan adalah melayani pasien/klien. Tugas mencatat data haruslah
dirumuskan sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu tugas utama tersebut.
Sedangkan untuk tugas membuat laporan sebaiknya dipertimbang-kan adanya tenaga
khusus (misalnya Statistisi) yang sekaligus mengelola Sistem Informasi Kesehatan.
1. Di Unit Pelayanan Kesehatan Dasar
Di unit pelayanan kesehatan dasar seperti Puskesmas, tenaga kesehatan bertugas
melaksanakan manajemen pasier/klien agar dapat dicapai pelayanan kesehatan kuratif dan
preventif yang efektif. Oleh karena itu tugas-tugas administratif, termasuk pencatatan
data, haruslah sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu tugas melayani
pasien/klien. Mengumpulkan data yang dapat dan harus digunakan setempat untuk
menjaga dan meningkatkan pelayanan kesehatan adalah tugas utama dari pengelola
Sistem Informasi Kesehatan di unit itu. Mengumpulkan data di luar itu hanya akan
menambah beban dan merupakan pemborosan tenaga yang sebenarnya terbatas.
Pembagian tugas di bidang informasi kesehatan antara tenaga kesehatan dan tenaga
informasi (misalnya Statistisi) di unit pelayanan kesehatan dasar adalah sebagai berikut.
Tenaga kesehatan;
1. Mencatat data pasien/klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang
diselenggarakannya,
2. Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan
menyerahkannya kepada Statistisi.
Statistisi:
140
1. Mengagregat data harian yang diserahkan oleh para petugas kesehatan.
7. Membantu para kader untuk menyelenggarakan sensus, registrasi vital, dan survei
mawas diri.
Apabila Statistisi yang bersangkutan tidak memiliki latar belakang pendidikan di bidang
kesehatan, maka keterlibatan Pimpinan Unit atau tenaga kesehatan yang ditugasi, sangat
penting dalam analisis data.
3. Di Rumah Sakit Kabupaten/Kota
Rumah Sakit memerlukan Sistem Informasi Kesehatan yang tugas utamanya
melayani fungsi-fungsi klinik dan administratif yang secara langsung dapat meningkatkan
mutu pelayanan. Fungsi klinik mencakup rekam medik, hasil diagnosis, akses kepada
kode diagnosis dan prosedur standar (misalnya ICD-10), catatan untuk informasi esensial
tentang pasien (evaluasi terhadap risiko obstetrik), atau peringatan bila terjadi
ketidaksesuaian obat dan kontra indikasi. Sedangkan fungsi administratif mencakup arus
pasien antara registrasi dan instalasi-instalasi, akuntansi dan penagihan, serta inventarisasi
perbekalan farmasi.
Sistem Informasi Kesehatan di Rumah Sakit memantau kondisi keuangan Rumah
Sakit, mutu pelayanan, jenis dan volume pelayanan, lama perawatan, angka kematian,
dan angka kesakitan.
Sebagaimana di unit pelayanan kesehatan dasar, tugas pencatatan data pelayanan di
Rumah Sakit juga dibebankan kepada para pemberi pelayanan kesehatan atau tenaga
kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan tenaga kesehatan lain). Selanjutnya pengelolaan
data rekam medik itu sebaiknya diserahkan kepada tenaga khusus, yaitu Perekam Medik.
141
Sedangkan tugas pencatatan data administratif dibebankan kepada tenaga administratif
(tata usaha, kepegawaian, logistik, dan lain-lain). Selanjutnya pengelolaan catatan data
administratif sebaiknya diserahkan kepada tenaga khusus, yaitu Statistisi. Perekam Medik
dan Statistisi ini secara bersama-sama bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sistem
Informasi Kesehatan dari Rumah Sakit yang bersangkutan.
Pembagian tugas di bidang informasi kesehatan antara tenaga kesehatan, tenaga
administrasi, dan tenaga informasi (yaitu Perekam Medik dan Statistisi) di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut.
Tenaga Kesehatan:
1. Mencatat data pasien/klien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan yang
diselenggarakannya.
2. Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan
menyerahkannya kepada Perekam Medik.
Tenaga Administrasi:
1. Mencatat data administrasi sebagai bagian dari pelayanan administratif yang
diselenggaraknnya.
2. Setiap hari (usai jam pelayanan) menghitung data yang dicatat dan
menyerahkannya kepada Statistisi.
Tenaga Informasi (Perekam Medik dan Statistisi):
1. Mengagregat data harian pasien dan data harian administrasi yang diserahkan
oleh tenaga kesehatan dan tenaga administrasi.
144
pelatihan bagi tenaga pengelola Sistem Informasi Kesehatan di Daerah seyogianya
diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan Departemen Kesehatan.
Pelatihan untuk tenaga pengelola Sistem Informasi Kesehatan mencakup pelatihan
dasar, kursus-kursus penyegar, pelatihan pengembangan, dan bimbingan reguler dalam
supervisi. Pelatihan dasar diberikan sekaligus untuk memenuhi persyaratan menduduki
jabatan fungsional Statistisi. Dalam buku Pedoman Jabatan Fungsional Statistisi di
lingkungan Departemen Kesehatan R.I. disebutkan bahwa syarat untuk pengangkatan
pertama kali sebagai Statistisi adalah:
1. Berstatus sebagai pegawai negeri sipil.
2. Berijazah serendah-rendahnya Diploma I bidang Statistik atau SMTA ditambah
pendidikan/pelatihan bidang Statistik.
4. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP3 minimal bernilai baik.
12. Pedoman-pedoman.
14. Kalkulator.
4. Dana
Dana merupakan sumber daya yang paling penting, karena semua sumber daya lain
dan kegiatan-kegiatan Sistem Informasi Kesehatan sangat ditentukan oleh ketersediaan
dana. Dana yang disediakan mencakup dana untuk investasi, dana untuk kegiatan, dan
dana untuk pemeliharaan sumber daya. Ketiga komponen dana itu hendaknya berimbang.
Setiap investasi, apakah itu berupa rekrutmen tenaga atau pengadaan peralatan, harus
diimbangi dengan biaya untuk operasionalisasi dan pemeliharaannya. Dana untuk
pemeliharaan tenaga adalah berupa dana untuk pendidikan/pelatihan.
Sangat sulit untuk menetapkan berapa dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan
Sistem Informasi Kesehatan. Dalam kondisi terbatasnya kemampuan keuangan
pemerintah, lebih baik pengembangan Sistem Informasi Kesehatan yang menyesuaikan
dengan kemampuan Pemerintah Daerah menyediakan dana untuk itu. Untuk Daerah-
daerah yang mendapat alokasi dana melalui proyek-proyek tertentu, penyediaan dana
untuk Sistem Informasi Kesehatan pun harus mempertimbangkan kemampuan Daerah
untuk melanjutkannya.
146
Peraturan Perundang-undangan
Tersedianya sumber daya untuk Sistem Informasi Kesehatan saja tidaklah cukup.
Seperangkat peraturan perundang-undangan diperlukan untuk menjamin penggunaan
yang optimum terhadap sumber-sumber daya yang ada dalam mendukung proses
menghasilkan informasi. Peraturan perundang-undangan itu yang diperlukan itu berupa
(1) aturan untuk manajemen Sistem Informasi Kesehatan secara menyeluruh, (2) standar
untuk pengumpulan data, (3) aturan dalam rangka pengiriman dan pengolahan data serta
pelaporan, (4) aturan berkaitan dengan kerahasiaan dan privasi, (5) aturan dan standar
berkaitan dengan pelatihan, (6) aturan tentang pengadaan dan distribusi peralatan dan
bahan, dan (7) aturan berkaitan dengan jaminan mutu.
Salah satu dan keputusan-keputusan awal yang dihadapi Daerah dalam menata
kembali Sistem Informasi Kesehatannya adalah di mana meletakkan tanggung jawab
untuk manajemen Sistem Informasi Kesehatan tersebut. Letak dari unit yang
bertanggung-jawab terhadap manajemen Sistem Informasi Kesehatan menunjukkan
seberapa jauh informasi kesehatan dianggap penting di Daerah tersebut. Letak ini juga
menentukan seberapa besar daya jangkau yang dimiliki oleh unit tersebut.
Di Daerah yang menghargai pentingnya Sistem Informasi Kesehatan, unit
penanggung-jawabnya diletakkan cukup tinggi di dalam struktur organisasi Dinas
Kesehatan. Selain cukup tinggi, letaknya pun sedemikian rupa sehingga daya jangkaunya
mencakup seluruh Dinas Kesehatan (misalnya dengan meletakkannya langsung di bawah
Kepala Dinas, atau di bawah Kepala Bagian Tata Usaha, dan bukan di bawah salah satu
Kepala Subdinas).
Pengaturan tentang letak unit penanggung jawab Sistem Informasi Kesehatan tentu
harus tercantum dalam Peraturan Daerah tentang organisasi Dinas Kesehatan.
Aturan juga harus dibuat tentang bagaimana menjamin agar Sistem Informasi
Kesehatan mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan informasi dari mereka yang
berkepentingan (stakeholders) terhadap Pembangunan Daerah di bidang Kesehatan. Juga
aturan yang menjamin diperolehnya data yang bermutu dan berlangsungnya pengirman
data baik secara vertikal maupun horizontal.
147
Data akan dapat diperbandingkan hanya apabila dikumpulkan dengan menggunakan
pendekatan yang sama. Atau jika data itu telah divalidasi bahwa pendekatan yang berbeda
menghasilkan data yang sama. Untuk itu maka diperlukan standar prosedur, baik prosedur
pengumpulan data maupun prosedur validasi data.
Standar pengumpulan data juga mencakup definisi-definisi yang jelas tentang kasus
baik untuk klinik maupun pelayanan-pelayanan lain. Karena adanya perbedaan
kemampuan petugas, maka pedoman tentang standar harus dibuat sesuai dengan tingkat
kemampuan petugas. Misalnya, untuk Rumah Sakit, pedoman tentang definisi kasus
dapat diambil dari ICD-9 atau ICD-10. Tetapi untuk Puskesmas mungkin cukup
digunakan kategorisasi penyakit berdasar gejala. Para petugas pelayanan rawat jalan
harus dapat membedakan pasien baru dan pasien lama untuk penyakit yang sama. Selain
itu perlu adanya aturan yang menjamin agar data dilaporkan dengan cara yang sama di
semua unit kesehatan. Misalnya, jika kasus tertentu harus dilaporkan menurut golongan
umur, maka semua unit kesehatan harus mematuhi hal ini. Jika tidak, maka data yang
terkumpul tidak dapat dianalisis dari segi umur.
Data akan digunakan hanya jika data itu tersedia pada saat dibutuhkan. Untuk itu
diperlukan aturan yang menetapkan tentang jadwal yang jelas dan realistik bagi
pengiriman data. Jadwal ini mencakup pengiriman dan tingkat administrasi terendah
sampai pengiriman dari Kabupaten/Kota ke Provinsi. Jadwal ini sekaligus juga akan
menunjukkan kapan setiap unit kesehatan harus menyelesaikan pengolahan datanya.
Jadwal yang pasti juga harus ditetapkan untuk pengiriman umpan-balik serta
pelaksanaan bimbingan dan supervisi. Jadwal untuk umpan-balik dan supervisi
seyogianya disamakan karena keduanya saling menunjang.
Kegiatan administrasi, termasak manajemen keuangan dan persediaan, biasanya
dilaporkan bulanan atau tiga bulanan. Sedangkan inventarisasi tenaga, inventarisasi
peralatan, dan kondisi fisik dari unit kesehatan dapat dilaporkan setahun sekali. Periode
laporan apa pun yang dipilih, jadwal yang pasti harus ditetapkan dan dikomunikasikan ke
seluruh unit kesehatan. Jika interval pelaporan cukup panjang, maka diperlukan sistem
pengingat atau teguran.
Dalam rangka pengadaan peralatan, maka yang penting diupayakan adalah adanya
standar yang akan memudahkan dalam perawatan dan pengembangannya (merek yang
sama, konfigurasi yang serupa, dan lain-lain). Standar ini misalnya akan memungkinkan
dilakukannya tukar-menukar suku cadang. Dalam hal perangkat lunak komputer,
standarisasi akan memudahkan dalam pelatihan penggunaan perangkat lunak tersebut.
Hal yang sama berlaku untuk bahan-bahan atau instrumen seperti kartu rekam medik,
register, formulir laporan, dan lain-lain.
Distribusi peralatan dan bahan untuk Sistem Informasi Kesehatan sebaiknya
menggunakan sistem distribusi yang digunakan untuk obat dan alat/bahan kesehatan. Hal
ini akan memudahkan dalam pemantauannya karena sistem distribusi obat dan alat/bahan
kesehatan umumnya sudah berjalan cukup lama.
149
Berakitan dengan pengaturan dan standarisasi pengadaan dan distribusi peralatan dan
bahan, kiranya perlu diatur juga prosedur penyimpanan dan pemeliharaannya.
Pelatihan petugas dalam rangka Sistem Informasi Kesehatan tidak menjamin akan
diperolehnya data yang bermutu dan dipatuhinya pelaporan. Karena itu masih diperlukan
aturan-aturan yang dapat menambah jaminan akan mutu data. Aturan ini adalah tentang
bimbingan dan supervisi dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke unit-unit kesehatan,
dan dari Dinas Kesehatan Provinsi ke Dinas-dinas Kesehatan Kahupaten/Kota.
Bimbingan dan supervisi harus terstruktur dan harus secara sistematis mengevaluasi
kegiatan-kegiatan Sistem Informasi Kesehatan menggunakan "checklist". Tidak semun
hal harus dicakup dalam bimbingan dan supervisi. Petugas bimbingan dan supervisi
sebaiknya memfokus hanya pada hal-hal yang memerlukan peningkatan.
Penutup
150
BAB 9
SISTEM INFORMASI KESEHATAN DI INDONESIA
D
epartemen Kesehatan sudah sejak lama mengembangkan Sistem Informasi
Kesehatan Nasional (SIKNAS), yaitu semenjak diciptakannya Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) pada awal tahun
1970an. Pengembangan SIKNAS ini semakin ditingkatkan dengan dibentuknya Pusat
Data Kesehatan pada tahun 1984.
151
Pembangunan Kesehatan yang tercermin dalam motto "INDONESIA SEHAT 2010".
Dengan adanya perubahan dinamis pembangunan kesehatan dan adanya penyesuaian
dengan Rencana Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014, maka Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan mengalami revisi dengan Visi Pembangunan Kesehatan 2010-
2014 “ Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”.
Sejalan dengan perubahan Visi Pembangunan Kesehatan yang tercermin dalam Visi
Kementerian Kesehatan 2010-2014 “ Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan”,
maka motto menjadi Indonesia Cinta Sehat yang juga sangat ditentukan oleh pencapaian
Provinsi-provinsi Sehat, Kabupaten-kabupaten Sehat, dan Kota-kota Sehat. Bahkan juga
oleh pencapaian Kecamatan-kecamatan Sehat dan Desa-desa Sehat.
Menurut World Health Organization (WHO) dalam buku ―Design and
Implementaiton of Health Information System‖ (2000) bahwa suatu sistem informasi
kesehatan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan sebagai bagian dari suatu sistem
kesehatan. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi
proses pengambilan keputusan semua jenjang. Sistem informasi harus dijadikan sebagai
alat yang efektif bagi manajemen. WHO juga menyebutkan bahwa SIK merupakan salah
satu dari 6 ―building blocks‖ atau komponen utama dalam suatu sistem kesehatan.
Enam komponen Sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service Delivery / Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan
152
dan transparansi proses kerja. Sistem Kesehatan Nasional terdiri dari dari tujuh subsistem,
yaitu :
1. Upaya kesehatan;
3. Pembiayaan kesehatan;
7. Pemberdayaan masyarakat.
Dalam Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem
manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. Subsistem manajemen dan informasi
kesehatan diselenggarakan guna menghasilkan fungsi-fungsi kebijakan kesehatan,
administrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hukum kesehatan yang memadai dan
mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya
guna. Dengan subsistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan yang berhasil guna
dan berdaya guna dapat mendukung penyelenggaraan keenam subsistem lain dalam
sistem kesehatan nasional sebagai satu kesatuan yang terpadu dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
1. Informasi kesehatan mencakup seluruh data yang terkait dengan kesehatan yang
berasal dari sektor kesehatan ataupun dari berbagai sektor pembangunan lain.
4. Informasi kesehatan yang disediakan harus akurat dan disajikan secara cepat dan
tepat waktu, dengan mendayagunakan teknologi informasi dan komunikasi.
153
5. Pengelolaan informasi kesehatan harus dapat memadukan pengumpulan data
melalui cara-cara rutin (yaitu pencatatan dan pelaporan) dan cara-cara nonrutin
(yaitu survei, dan lain-lain).
154
klasik pula, yaitu berupa kurang akurat, kurang sesuai kebutuhan, dan kurang cepatnya
data dan informasi yang disajikan.
Berdasarkan penelitian Bambang dkk. (1991) terdapat beberapa masalah pada sistem
informasi kesehatan di Indonesia diantaranya:
1. Data yang harus dicatat dan dilaporkan di unit-unit operasional sangat banyak,
sehingga beban para petugas menjadi berat.
2. Proses pengolahan data menjadi lama, sehingga hasil pengolahan data menjadi
lama, menyebabkan hasilnya menjadi tidak tepat waktu ketika disajikan dan
diumpanbalikkan.
155
data dan melaporkannya menjadi sangat terbebani. Dampak negatifnya adalah berupa
kurang akuratnya data dan lambatnya pengiriman laporan data.
Fragmentasi juga terjadi dalam kancah lintas sektor. Derajat kesehatan masyarakat
sesungguhnya sangat ditentukan oleh sektor-sektor yang berkaitan dengan perilaku
manusia dan kondisi lingkungan hidup, di samping oleh sektor kesehatan. Akan tetapi
selama ini informasi yang berasal dari sektor-sektor terkait di luar kesehatan tidak pemah
tereakup dalam Sistem Informasi Kesehatan. Hal ini terutama disebabkan kurang jelasnya
konsep kerjasama lintas sektor, sehingga tidak pernah dirumuskan secara konkrit peran
atau kegiatan penting apa yang perlu dilakukan oleh sektor-sektor terkait bagi suksesnya
pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (critical success
factors).
Walaupun Otonomi Daerah sudah dilaksanakan sejak awal tahun 2001, tetapi fakta
menunjukkan bahwa sebagian besar Daerah Kabupaten dan Daerah Kota belum memiliki
kemampuan yang memadai, khususnya dalam pengembangan Sistem Informasi
Kesehatannya. Selama berpuluh-puluh tahun kemampuan tersebut memang kurang
dikembangkan, sehingga untuk dapat membangun Sistem Informasi Kesehatan yang baik,
Daerah masih memerlukan fasilitasi.
Beberapa Daerah Provinsi tampaknya sudah mulai mengembangkan Sistem
Informasi Kesehatannya karena adanya berbagai proyek pinjaman luar negeri (ADB3,
CHN3, HP5, PHP, dan lain-lain). Akan tetapi tampaknya pengembangan yang dilakukan
masih kurang mendasar, kurang komprehensif, dan tidak mengatasi masalah-masalah
klasik yang ada. Setiap proyek cenderung menciptakan sistem informasi kesehatan sendiri
dan kurang memperhatikan kelangsungan sistem. Banyak fasilitas komputer akhirnya
kadaluwarsa (out of date) atau rusak sebelum Sistem Informasi Kesehatan yang
diinginkan terselenggara. Yang belum rusak pun pada umumnya bervariasi baik dalam
spesifikasi perangkat kerasnya maupun perangkat lunaknya, sehingga satu sama lain tidak
bersesuaian (compatible).
156
Sistem informasi dengan manajemen adalah ibarat sistem saraf dengan jaringan
tubuh. Sistem saraf yang baik pun tidak akan ada artinya apabila jaringan tubuh yang
ditopangnya mati (nekrosis). Apa lagi bila ternyata sistem sarafnya pun buruk pula.
Selama ini manajemen kesehatan yang dipraktekkan, khususnya di Daerah dan
tingkat operasional (Rumah Sakit, Puskesmas, dan lain-lain) tidak pernah jelas benar.
Puskesmas mengalami kelebihan beban yang sangat hebat (overburdened) karena adanya
"keharusan dari atas" untuk melaksanakan sedemikian banyak program kesehatan.
Jangankan untuk berperan sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan, untuk melaksanakan
"tugas dari atas" saja sudah tidak sempurna.Rumah sakit masih terombang-ambing antara
manajemen yang harus menghasilkan profit atau manajemen lembaga sosial. Daerah tidak
kunjung dapat merumuskan Sistem Kesehatan Daerahnya karena masih belum jelasnya
Otonomi Daerah.
Kegalauan dalam manajemen kesehatan tersebut sudah barang tentu sangat besar
pengaruhnya bagi pemanfaatan informasi. Segala sesuatu yang serba "dari atas" juga
menyebabkan para manajer tidak pernah memikirkan perlunya memanfaatkan data untuk
mendukung inisiatifnya.
Pemanfaatan Data dan Informasi Kesehatan oleh Masyarakat Kurang
Dikembangkan
Akhir-akhir ini minat masyarakat untuk memanfaatkan data dan informasi, termasuk
di bidang kesehatan, sesungguhnya tampak meningkat secara nyata. Hal ini terutama
karena dipacu oleh revolusi di bidang telekomunikasi dan informatika (telematika) akibat
makin meluasnya penggunaan komputer danjaringannya (intranet dan internet). Namun
demikian, tuntutan masyarakat yang meningkat ini tampak kurang berkembang di bidang
kesehatan karena kurangnya respon.
157
yang masih kurang, akibat pengaruh budaya (kultur). Dalam banyak hal, rendahnya
apresiasi ini juga dikarenakan alasan-alasan yang masuk akal, yaitu rasio manfaat-biaya
(cost-benefit ratio) yang kurang memadai. Investasi untuk teknologi telematika yang
begitu besar belum dapat dijamin akan menghasilkan manfaat yang sepadan.
Lingkaran setan ini memang sulit ditentukan dari mana untuk memulai
memutuskannya. Namun demikian tentunya akan ideal apabila dapat dilakukan
pendekatan serempak mengembangkan pemanfaatan teknologi telematika dalam Sistem
Informasi Kesehatan yang dilandasi dengan upaya menggerakkan pemanfaatannya
(terutama melalui pengembangan praktek-praktek manajemen yang benar).
Kelemahan ini pun berkait dengan masalah rasio biaya-manfaat yang masih sangat
rendah. Padahal selain investasi, Sistem Informasi Kesehatan juga memerlukan biaya
yang tidak sedikit untuk pemeliharaannya. Banyak investasi yang sudah dilakukan,
khususnya yang berupa pemasangan komputer, pelatihan petugas, pencetakan formulir,
dan lain-lain akhirnya tidak berlanjut karena ketiadaan dana untuk mendukung
kelangsungannya. Apa lagi selama ini ketersediaan dana Daerah umumnya kurang
mencukupi. Oleh karena itu, pemeliharaan Sistem Informasi Kesehatan yang dalam
kenyataannya "tidak bermanfaat", tentu akan kecil prioritasnya dalam pengalokasian
dana.
Selain dana, kelangsungan Sistem Informasi Kesehatan juga sangat ditentukan oleh
keberadaan tenaga purna-waktu yang mengelolanya. Selama ini di banyak tempat,
khususnya di Daerah, pengelola data dan informasi umumnya adalah tenaga yang
merangkap jabatan atau tugas lain. Di beberapa tempat memang dijumpai adanya tenaga-
tenaga purna waktu. Akan tetapi mereka itu dalam kenyataan tidak dapat sepenuhnya
bekerja mengelola data dan informasi karena imbalannya yang kurang memadai. Untuk
memperoleh imbalan yang cukup, maka mereka bersedia melakukan pekerjaan apa saja
(diluar pengelolaan data dan informasi) yang ditawarkan oleh program atau proyek-
proyek lain. Kelemahan ini masih ditambah dengan kurangnya keterampilan dan
pengetahuan mereka di bidang informasi, khususnya teknologi informasi dan manfaatnya.
158
Selama ini sudah terdapat jabatan-jabatan fungsional untuk para pengelola data dan
informasi, yaitu Pranata Komputer dan Statistisi, yang memberi tunjangan jabatan
sebagai imbalan. Namun demikian untuk dapat memangku jabatan-jabatan tersebut
diperlukan persyaratan tertentu yang sulit dipenuhi oleh para pengelola data dan
informasi kesehatan.
159
SIK masih dalam status ―Ada tapi tidak adequat‖ dan masih perlu ditingkatkan. Pada
gambar di bawah dapat dilihat hasil capaian untuk komponen-komponen SIK.
160
Kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam pengelolaan SIK juga
menjadi faktor yang mengakibatkan lemahnya SIK terutama dalam hal manajemen data.
Jumlah SDM yang tersedia di lapangan masih kurang bila dibandingkan dengan jumlah
inisiatif penguatan SIK secara manual ataupun terkomputerisasi.
Dari evaluasi pengembangan Sistem Informasi Kesehatan hingga saat ini, dapat
disimpulkan isu-isu strategis yang perlu menjadi prioritas untuk ditanggulangi dalam
rencana pengembangan dan penguatan SIK. Isu strategis tersebut adalah :
1. Kemampuan Pengelolaan SIK masih terbatas, antara lain tentang landasan
hukum, kerja sama dan koordinasi.
2. Data dan informasi serta indikator yang perlu dikumpulkan dan digunakan belum
seluruhnya dan setepatnya ditetapkan.
3. Kemampuan sumber data untuk menyediakan data dan informasi pada umumnya
masih lemah.
5. Dukungan sumber daya terutama sumber daya manusia, Teknologi Informasi dan
Komunikasi, sarana dan prasarana serta pembiayaan masih terbatas.
161
dan strategi yang jelas dan komprehensif oleh karena itu perlu disusun suatu Roadmap
Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi Kesehatan.
Dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
192/Menkes/Sk/VI/2012 tentang Roadmap Rencana Aksi Penguatan Sistem Informasi
Kesehatan Indonesia maka strategi pengembangan SIKNAS mengacu pada Keputusan
tersebut dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 511/Menkes/SK/ V/2002 tentang
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Untuk itu Visi yang ditetapkan untuk pengembangan SIKNAS mengacu pada
Kepmenkes Nomor 192 Tahun 2012 dan mendukung visi Kementerian Kesehatan yaitu: “
Terwujudnya Sistem Informasi Kesehatan terintegrasi pada tahun 2014 yang
mampu mendukung proses pembangunan kesehatan dalam menuju masyarakat
sehat yang mandiri dan berkeadilan “
Guna mendukung misi kementerian kesehatan dan untuk mencapai visi SIK,
ditetapkan misi dari SIK dengan mengacu pada isu-isu strategis dan masukan komponen
SIK menurut HMN-WHO, sebagai berikut:
1. memperkuat pengelolaan SIK yang meliputi landasan hukum, kebijakan dan
program, advokasi dan koordinasi.
162
7. meningkatkan budaya penggunaan data dan informasi untuk penyelenggaraan
upaya kesehatan yang efektif dan efisien serta untuk mendukung tata kelola
kepemerintahan yang baik dan bagi masyarakat luas.
163
Kebijakan
Berdasarkan kepada analisis situasi dan kebijakan yang telah ditetapkan, maka
ditetapkan Strategi Pengembangan SIKNAS yang juga dalam rangka mendukung
pencapaian misi SIKNAS sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan menetapkan kebijakan dan standar SIK.
7. Melakukan advokasi dan koordinasi dalam upaya memperkuat sumber daya SIK.
8. Advokasi dan koordinasi penggunaan TIK di sektor kesehatan sebagai alat untuk
meningkatkan manajemen dan pelayanan kesehatan
10. Mendorong tersedia dan terlaksananya prosedur yang menjamin kualitas data
165
Sistem Informasi Kesehatan yang ada saat ini masih terfragmentasidan dikerjakan
oleh berbagai unit atau program. Kebutuhan akan data dan informasi, menyebabkan
masing-masing unit atau program melakukan inisiatif untuk membuat dan
mengembangkan sistem informasi sendiri. Belum adanya peraturan SIK yang
komprehensif, serta belum tersedianya pedoman teknis dan standar, menjadikan sistem
informasi yang ada di unit atau program menjadi tidak terintegrasi dan tidak harmonis.
Dalam rangka harmonisasi pengintegrasian SIK, regulasi, kerangka kerja dan
pedoman-pedoman teknis serta standar perlu disusun dan diperkuat. Pedoman-pedoman
teknis ini akan diarahkan pada SIK yang memanfaatkan TIK, baik untuk model manual,
transisi, maupun komputerisasi. Dalam penyusunan peraturan dan pedoman, diperlukan
koordinasi aktif dan masukan dari semua pemangku kepentingan SIK baik dalam
lingkungan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta
diluar Kementerian Kesehatan seperti Kementerian Komunikasi dan Informasi, Badan
Pusat Statistik, Kementerian Dalam Negeri, BKKBN, Bappenas, Perguruan Tinggi,
lembaga donor, organisasi massa, LSM dan lain-lain.
Kebijakan dan standar yang dikembangkan akan bersifat mengikat bagi setiap pelaku
yang terkait dengan SIK, baik dari segi pembiayaan, SDM, dan teknis pelaksanaan.
Dengan demikian, dapat dipastikan seluruh pemangku kepentingan memahami model
sistem informasi yang baru dan peran mereka di dalam sistem tersebut. Diharapkan SIK
dapat berjalan harmonis dan terintegrasi dengan adanya aturan yang jelas dan terstandar.
Peraturan perundangan ini akan mengakomodir kebutuhan akan struktur organisasi SIK
yang bervariasi di tiap daerah. Sehingga kedudukan para pengelola SIK menjadi jelas
dalam struktur organisasi/institusi tempat dia bekerja.
Komite Ahli dan Tim Perumus penyusun rancangan Peraturan Pemerintah, pedoman
dan roadmap yang beranggotakan para ahli dan semua pemangku kepentingan SIK
bertugas melakukan rapat koordinasi guna memberikan masukan terkait kebijakan dan
standar SIK. Selanjutnya setelah regulasi, roadmap dan standar SIK tersusun, Komite
Ahli dan Tim Perumus penyusun PP, pedoman dan roadmap akan digabung menjadi
Komite Ahli SIK.Untuk memastikan inisiatif SIK senantiasa terkoordinasi, Komite Ahli
SIK akan mendiskusikan isu-isu terkini SIK secara rutin, serta memberikan rekomendasi
terhadap pelaksanaan Roadmap SIK. Hasil rekomendasi dari Komite Ahli SIK akan
dilaksanakan melalui kelompok kerja yang dibangun dari berbagai pemangku
kepentingan SIK.Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Menyusun rancangan Peraturan Pemerintah untuk SIK.
166
2. Menyusun Pedoman SIK.
4. Membentuk Komite Ahli penyusun RPP, pedoman dan roadmap yang melakukan
pertemuan secara berkala.
Indikator kesehatan yang ada saat ini sangat banyak, beberapa terjadi tumpang tindih
satu dengan lainnya (duplikasi), dikelola oleh berbagai pihak, serta tidak terstandar. Hal
ini membebani petugas di lapangan dalam penggumpul datanya karena terlalu banyak,
terkadang datanya tidak bisa dikumpulkan (terlalu sulit), sehingga mengaki-batkan
indikator tidak bisa dipantau. Kondisi ini menyebabkan indikator yang ada saat ini belum
dapat menggambarkan situasi kesehatan secara nyata dan membebani petugas kesehatan
di lapangan.
Untuk memperkuat indikator kesehatan, akan dilakukan koordinasi di tingkat Pusat.
Koordinasi dengan semua pemangku kepentingan dilakukan untuk mengevaluasi
indikator-indikator kesehatan yang ada, mencari duplikasi serta mengevaluasi kesesuaian
dengan standar internasional.Selanjutnya akan disusun dan ditetapkan suatu indikator
kesehatan standar.
Saat ini pengelolaan indikator kesehatan dilakukan oleh berbagai pihak, hal ini
menyebabkan terjadinya indikator yang tidak terstandar. Di masa depan, bila standar
indikator kesehatan yang dikelola satu pintu telah terwujud, Pusdatin sebagai
penanggungjawab akan berkordinasi dengan semua pemangku kepentingan dalam
memastikan standar indikator ini senantiasa termuktahirkan. Untuk ini, akan disusun
suatu Standar Prosedur Operasional (SPO) yang mengambarkan mekanisme koordinasi
pemuktahiran yang harus disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan.
167
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Melakukan evaluasi dan standarisasi indikator yang ada.
168
Saat ini, sistem statistik vital masih lemah sehingga diperlukan inisiatif penguatan
seperti melakukansample registration system (SRS). Balitbangkes dengan bekerjasama
dengan pemangku kepentingan terkait akan mengembangkan SRS untuk mendapatkan
model yang efektif dan feasible. Pelatihan otopsi verbal bagi petugas lapangan akan
diperkuat agar penyebab kematian (cause of death) dapat diperoleh. Dalam upaya
mendukung SRS Pusdatin akan menjajaki pemanfaatan teknologi mHealth untuk
pengumpulan dan pengiriman statistik vital ke tingkat pusat.
Upaya pembangunan kesehatan masyarakat perlu dipantau dengan melakukan
pengumpulan data komposit berupa Indeks Pembangunan Kesehatan yang diperoleh dari
hasil riset berbasis masyarakat dan atau fasilitas. Untuk memantau kesetaraan dan
keadilan gender akan dikembangkan Indeks Kesetaraan dan Keadilan gender. Selain itu
akan dikumpulkan data sosial budaya kesehatan yang merupakan faktor-faktor diluar
kesehatan yang mempengaruhi kesehatan,serta data tumbuhan obat, jamu yang
dimanfaatkan masyarakat Indonesia. Agar dapat mengetahui instalasi farmasi yang sesuai
standar, akan dilakukan inventaris dari sarana penyimpanan, sarana distribusi dan sarana
penunjang di instalasi farmasi provinsi/kabupaten/kota. Pengembangan eHealth terutama
telemedicine memerlukan master patient index agar data dapat bertransaksi, yang akan
dikumpulkan dari fasilitas kesehatan, selain itu akan dikembangkan pula diseases
registry.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan:
1. Menyederhanakan sistem pencatatan dan pelaporan indikator dengan merevisi
petunjuk teknis SIP (Sistem Informasi Puskesmas) dan SIRS (Sistem Informasi
Rumah Sakit).
169
7. Melakukan sosialisasi pelaksanaan registrasi vital ke semua pelaksana dan
pemangku kepentingan terkait.
10. Menyusun daftar sosial budaya terkait kesehatan, tumbuhan obat, jamu yang
dimanfaatkan masyarakat Indonesia.
170
2. Menyusun SPO mekanisme dan hubungan kerja tentang aliran dan pertukaran
data kesehatan bersama lintas sektor.
172
Informasi harus memenuhi berbagai kebutuhan dari para pemangku kepentingan dan
dapat diakses dengan mudah, akurat, dan tepat waktu. Oleh karena itu, pengembangan
penggunaan TIK akan fokus pada tiga kegiatan, yaitu pengumpulan, penyimpanan, serta
diseminasi data dan informasi. Inisiatif ini akan menjadi model SIK yang diperbaharui.
Keterbatasan dana yang ada dapat menyebabkan hambatan dalam upaya modernisasi
SIK. Dalam memenuhi kebutuhan untuk memodernisasi SIK perlu dilakukan koordinasi
penjajakan pendanaan dari mitra lokal, nasional, dan internasional. Kementerian
Kesehatan akan membantu Dinas Kesehatan untuk melakukan advokasi ke Pemerintah
Daerah maupun mengupayakan bantuan luar negeri yang tidak mengikat. Untuk
memastikan keberlanjutan SIK yang sudah komputerisasi, Kementerian Kesehatan akan
melakukan advokasi agar Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran operasional dan
pemeliharaan SIK secara rutin.
Saat ini belum ada mekanisme pertukaran informasi diantara para pemangku
kepentingan sistem informasi. Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah pengembangan
kebijakan dan Standar Prosedur Operasional untuk pertukaran informasi dengan
penekanan pada prinsip keamanan dan kerahasiaan data/informasi.
Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang telah memiliki infrastruktur yang dibutuhkan
untuk mendukung operasional komputer dan penggunaan TIK akan didorong menerapkan
SIK model baru, yang mengumpulkan data individu/ disaggregate. Perangkat lunak
generik akan dikembangkan untuk Puskesmas, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota/Provinsi dan RS. Daerah dapat tetap menggunakan perangkat lunaknya
apabila telah dipastikan sesuai atau memenuhi standar yang telah ditentukan dalam
pedoman SIK, agar data dapat mengalir antara daerah dan Bank Data Pusat. Perangkat
lunak ini memungkinkan terjadinya proses otomatisasi di Puskesmas dan RS dalam
pengumpulan dan pengiriman data individu /disaggregat ke Pusat.
Di tingkat Pusat, akan dikembangkan sebuah ―data “warehouse” Bank Data untuk
menyimpan data/informasi. Data warehouse ini akan memiliki platform koneksi untuk
pertukaran data ke sistem informasi di unit pelayanan kesehatan baik yang generik
maupun yang tidak. Pusdatin juga akan mengembangkan suatu portal online terpusat
untuk diseminasi informasi sehingga memudahkan akses informasi kesehatan. Metadata
dictionary juga akan disusun dalam rangka penyempurnaan manajemen SIK. Metadata
sangat diperlukan untuk memahami informasi yang disimpan dalam data warehouse.
Agar sistem baru dapat berlangsung dan terjamin pelaksanaannya di semua tingkat,
perlu dikembangkan dan diterapkan suatu strategi change management. Untuk itu akan
173
dibuat suatu petunjuk pelaksanaan strategi change management, yang dapat menjadi
acuan bagi semua tingkat dalam pelaksanaannya.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksan
1. Mengembangkan program TIK untuk mengumpulkan, menyimpan, dan
diseminasi data yang sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan.
174
6. Menyusun dan mengembangkan petunjuk strategi change management untuk
menjamin kelangsungan penerapan sistem baru.
Melakukan advokasi dan koordinasi dalam upaya memperkuat sumber daya SIK.
Kualitas Manajemen SIK dapat ditingkatkan melalui penguatan sumber daya SIK,
melalui peningkatan kapasitas SDM, penyediaan anggaran, dan infrastruktur. Penguatan
ini dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian pengembangan SIK pada semua tingkat
yang mengacu pada peraturan dan pedoman operasional yang telah ditetapkan.
Agar upaya penguatan sumber daya SIK dapat terlaksana, maka diperlukan advokasi
kepada pemangku kepentingan terutama dalam kaitan penyediaan anggaran yang
didukung dengan adanya Peraturan Daerah/Gubernur/Bupati/Walikota tentang SIK.
Ketersediaan anggaran menjadi penting karena SIK memerlukan infrastruktur penunjang
dan upaya pemeliharaannya.
Sebagai bahan acuan advokasi SIK, akan dikembangkan penelitian bekerjasama
dengan Perguruan Tinggi tentang ―pemakaian TIK dalam penguatan sistem pengelolaan
informasi kesehatan terhadap dampak kesehatan dan menentukan investasi minimal (cost
per unit) yang diperlukan untuk pelaksanaan penggunaan TIK‖. Hasil penelitian ini akan
diadvokasikan kepada pimpinan tingkat nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota agar
mendapatkan dukungan pendanaan untuk implementasi, operasional, dan pemeliharaan
TIK bagi pengelolaan informasi kesehatan
Upaya berikutnya adalah advokasi kepada pemangku kepentingan terkait
peningkatan kapasitas SDM SIK. Penguatan SDM SIK dilakukan dengan pelembagaan
penggelola SIK sebagai jabatan fungsional. Akan diupayakan pembentukan jabatan
fungsional SIK (Informatika Kesehatan) pada semua tingkat dengan jenjang karir yang
jelas.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
7. Melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah agar mengalokasikan anggaran
operasional dan pemeliharaan SIK secara rutin yang diperkuat antara lain dengan
Peraturan tentang SIK.
175
9. Melakukan assessment untuk pelembagaan tenaga pengelola SIK melalui jabatan
fungsional dan terhadap jumlah, jenis dan cara capacity building tenaga SIK
(Training Need Assessment).
10. Pelembagaan tenaga pengelola SIK sebagai pejabat fungsional.
1. Menyusun rancangan Jabatan fungsional Informatika Kesehatan dan memproses
ke Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan.
Advokasi dan koordinasi penggunaan TIK di sektor kesehatan sebagai alat untuk
meningkatkan manajemen dan pelayanan kesehatan.
176
2. Mengembangkan eGoverment untuk mendukung manajemen dan pelayanan
kesehatan.
Sumber daya SIK harus dijamin ketersediaannya, agar SIK dapat berjalan baik. Perlu
ada dukungan pendanaan yang berkesinambungan baik di pusat maupun daerah melalui
advokasi. Penguatan SDM SIK dilakukan dengan perencanaan kebutuhan tenaga SDM
SIK, pengadaan tenaga SDM SIK melalui pelatihan sesuai kebutuhan, pendayagunaan
tenaga SDM SIK meliputi pendistribusian, pemanfaatan dan pengembangan, pembinaan
dan pengawasan mutu tenaga SDM SIK. Langkah selanjutnya adalah penguatan SDM
SIK pada semua tingkat yang dilakukan melalui perluasan kursus singkat ―Pemantapan
Tenaga SIK‖ dan peningkatan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.
Pelatihan rutin yang telah berjalan saat ini perlu diperkuat dengan meningkatkan
koordinasi dengan Badan PPSDM Kesehatan dalam penyelenggaraan pelatihan SDM SIK
baik di tingkat Pusat dan Daerah. Pengembangan program kursus singkat ―Pemantapan
Tenaga SIK‖ akan dilakukan melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang akan
menjadi ―center of excelent‖ SIK. Hal ini bertujuan untuk menyediakan materi atau
kurikulum standar bagi petugas kesehatan yang bekerja pada bidang SIK.
Selain itu akan dilakukan pula kajian terhadap pemanfaatan jaringan SIK yang ada di
Kabupaten/kota, untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemanfaatannya. Sehingga
dapat dilakukan optimalisasi pemanfaatan jaringan SIK di Kabupaten/kota yang telah
tersambung dan demikian pula di Kabupaten/kota yang baru tersambung. Advokasi
kepada pemangku kepentingan terkait dilakukan untuk meningkatkan infrastuktur melalui
perluasan dan pemeliharaan sambungan jaringan ke seluruh Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota dan Unit Pelayanan Kesehatan (antara lain RS dan Puskesmas).
Diharapkan perluasan sambungan jaringan dapat bekerja sama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika sehingga dapat memanfaatkan jaringan backbone
komunikasi nasional.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengupayakan penyediaan insentif kinerja bagi pelaksana pengelolaan SIK di
kabupaten/kota,dan provinsi.
8. Memenuhi standar kompetensi individu pengelola SIK, serta layanan mutu dan
manajemen keamanan informasi infrastruktur.
178
1. Melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah agar mengalokasikan anggaran
operasional dan pemeliharaan SIK secara rutin yang diperkuat antara lain dengan
Peraturan tentang SIK.
Advokasi dan koordinasi penggunaan TIK di sektor kesehatan sebagai alat untuk
meningkatkan manajemen dan pelayanan kesehatan.
179
Selain itu pemanfaatan TIK juga akan dikembangkan untuk memperkuat
administrasi pemerintahan agar efisien dan efektif, serta transparan. Pemanfaatan ini
dilakukan dengan mengembangkan atau memperluas penggunaan aplikasi eGovernment.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan model mHealth dan Telemedicine untuk mengatasi masalah
infrastruktur, komunikasi, dan kekurangan sumber daya manusia dalam sistem
kesehatan.
Sumber daya SIK harus dijamin ketersediaannya, agar SIK dapat berjalan baik. Perlu
ada dukungan pendanaan yang berkesinambungan baik di pusat maupun daerah melalui
advokasi. Penguatan SDM SIK dilakukan dengan perencanaan kebutuhan tenaga SDM
SIK, pengadaan tenaga SDM SIK melalui pelatihan sesuai kebutuhan, pendayagunaan
tenaga SDM SIK meliputi pendistribusian, pemanfaatan dan pengembangan, pembinaan
dan pengawasan mutu tenaga SDM SIK. Langkah selanjutnya adalah penguatan SDM
SIK pada semua tingkat yang dilakukan melalui perluasan kursus singkat ―Pemantapan
Tenaga SIK‖ dan peningkatan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait.
Pelatihan rutin yang telah berjalan saat ini perlu diperkuat dengan meningkatkan
koordinasi dengan Badan PPSDM Kesehatan dalam penyelenggaraan pelatihan SDM SIK
baik di tingkat Pusat dan Daerah. Pengembangan program kursus singkat Pemantapan
Tenaga SIK‖ akan dilakukan melalui kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang akan
menjadi center of excelent‖ SIK. Hal ini bertujuan untuk menyediakan materi atau
kurikulum standar bagi petugas kesehatan yang bekerja pada bidang SIK.
Selain itu akan dilakukan pula kajian terhadap pemanfaatan jaringan SIK yang ada di
Kabupaten/kota, untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemanfaatannya. Sehingga
dapat dilakukan optimalisasi pemanfaatan jaringan SIK di Kabupaten/kota yang telah
tersambung dan demikian pula di Kabupaten/kota yang baru tersambung. Advokasi
kepada pemangku kepentingan terkait dilakukan untuk meningkatkan infrastuktur melalui
180
perluasan dan pemeliharaan sambungan jaringan ke seluruh Dinas Kesehatan
Kabupaten/kota dan Unit Pelayanan Kesehatan (antara lain RS dan Puskesmas).
Diharapkan perluasan sambungan jaringan dapat bekerja sama dengan Kementerian
Komunikasi dan Informatika sehingga dapat memanfaatkan jaringan backbone
komunikasi nasional.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengupayakan penyediaan insentif kinerja bagi pelaksana pengelolaan SIK di
kabupaten/kota,dan provinsi.
181
7. Memperkuat pertukaran data melalui penyediaan infrastuktur pertukaran data.
8. Memenuhi standar kompetensi individu pengelola SIK, serta layanan mutu dan
manajemen keamanan informasi infrastruktur.
Kualitas data masih merupakan masalah di bidang kesehatan. Data yang ada masih
belum akurat, belum lengkap dan belum up to date. Karena data belum mempunyai
kualitas yang baik sehingga data ini pun belum layak untuk dipergunakan sebagai bahan
pembuat keputusan oleh pimpinan.
Meningkatkan kualitas data dapat dicapai dengan mendorong tersedianya dan
terlaksananya prosedur yang menjamin kualitas data dengan cara mengembangkan SPO
pengelolaan data dari semua jenjang administrasi. Prinsip jaminan kualitas dan sistem
pengendaliannya harus tergambarkan dalam aktivitas pencatatan data dalam SPO
pelayanan kesehatan. Selanjutnya akan disusun pedoman evaluasi kualitas data, dan
dilakukan pelatihan evaluasi kualitas data, serta dilakukan evaluasi terhadap kualitas data
secara rutin.
Data yang berkualitas salah satunya dapat dicapai dengan menerapkan jaminan
kualitas decision-making and improved service outcomes. Untuk menjamin kualitas data
akan dikembangkan suatu sistem evaluasi kualitas data atau ―Data Quality Self-
assessment (DQS). DQS akan dilakukan secara rutin terhadap data yang dikumpulkan
dan diumpanbalikkan ke Dinas Kesehatan dan sumber/pengirim data lainnya untuk
memperbaiki kualitas data secara terus-menerus. Selain itu akan dilakukan pelatihan
tentang kualitas data yang memasukkan unsur penggunaan ICD dan klasifikasi standar,
sistem registrasi vital dan International Health Regulation.
Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mengembangkan SPO pengelolaan data dari semua jenjang administrasi dan
memasukkan prinsip jaminan kualitas data dan sistem pengendaliannya dalam
semua SPO pelayanan kesehatan.
3. Melakukan penyusunan materi pemanfaatan data dan informasi bagi aparatur dan
tenaga kesehatan untuk memperkuat kurikulum pendidikan, pelatihan dan
penjenjangan.
183
Mendorong budaya penggunaan informasi di masyarakat luas.
Dalam rangka mewujudkan sistem kepemerintahan yang baik, penggunaan data dan
informasi dalam pengambilan keputusan, penentuan kebijakan, dan perencanaan, menjadi
hal yang penting. Informasi merupakan hasil dari pengolahan data yang dapat
memberikan gambaran tentang sesuatu hal. Data dapat pula menjadi knowledge dan
wisdom. Sehingga pertukaran informasi menjadi hal yang penting dalam
mengembangkan wawasan. Untuk itu, perlu dibentuk suatu wadah atau forum- forum
Informatika Kesehatan di Indonesia yang diselenggarakan secara rutin. Pusdatin berperan
memfasilitasi penyelenggaraan forum–forum informatika tersebut, yang bertujuan untuk
menyatukan semua pemangku kepentingan dalam upaya membuat jejaring dan pertukaran
pengetahuan.
Kegiatan yang akan dilaksanakan adalah:
1. Mendukung dibentuknya wadah atau forum informatika kesehatan untuk
memajukan kesadaran/pengembangan TIK dalam penggunaan informasi.
SIK Nasional yang diharapkan adalah SIK Terintegrasi yaitu sistem informasi yang
menyediakan mekanisme saling hubung antar sub sistem informasi dengan berbagai cara
yang sesuai dengan yang dibutuhkan, sehingga data dari satu sistem secara rutin dapat
melintas, menuju atau diambil oleh satu atau lebih sistem yang lain. Hal ini melingkupi
sistem secara teknis (sistem yang bisa berkomunikasi antar satu sama lain) dan konten
(data set yang sama). Aliran informasi antar sistem sangat bermanfaat bila data dalam file
suatu sistem diperlukan juga oleh sistem yang lainnya, atau output suatu sistem menjadi
input bagi sistem lainnya. Bentuk fisik dari SIK Terintegrasi adalah sebuah aplikasi
sistem informasi yang dihubungkan dengan aplikasi lain (aplikasi sistem informasi
puskesmas, sistem informasi rumah sakit, dan aplikasi lainnya) sehingga secara
interoperable terjadi pertukaran data antar aplikasi. Dengan SIK Terintegrasi, data entri
hanya perlu dilakukan satu kali sehingga data yang sama akan disimpan secara elektronik
dan bisa dikirim dan diolah. SIK Terintegrasi yang berbasis elektronik adalah strategi
pengembangan yang akan diadopsi untuk meringankan beban pencatatan dan pelaporan
petugas kesehatan di lapangan. Dalam rangka mewujudkan SIK Terintegrasi,
dikembangkan model SIK Nasional yang menggantikan sistem yang saat ini masih
diterapkan di Indonesia. Model ini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan
184
komunikasi tetapi tetap dapat menampung SIK Manual untuk fasilitas kesehatan yang
masih mempunyai keterbatasan infrastruktur (seperti pasokan listrik dan peralatan
komputer serta jaringan internet). Kedepan semua pemangku kepentingan SIK bisa
bergerak menuju ke arah SIK Komputerisasi dimana proses pencatatan, penyimpanan dan
diseminasi informasi bisa lebih efisien dan efektif serta keakuratan data dapat
ditingkatkan.
Bila digambarkan model SIK yang terintegrasi adalah seperti pada gambar 8.2. Pada
model ini terdapat 7 komponen yang saling terhubung dan saling terkait, yaitu :
1. Sumber Data Manual
186
3. Tahap 3 – Pengembangan dan Implementasi mHealth untuk petugas kesehatan di
lapangan. Melihat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan
memiliki banyak lokasi terpencil, mHealth perlu dikembangkan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, pelaporan, dan pembelajaran.
4. Tahap 4 - Pengembangan dan Implementasi e-Health lainnya, termasuk
telemedicine, distance learning, dll.
SIKDA Generik
Sistem Kesehatan Daerah (SIKDA) Generik ini adalah upaya dari Kemenkes dalam
menerapkan standarisasi Sistem Informasi Kesehatan, sehingga dapat tersedia data dan
informasi kesehatan yang akurat, tepat dan cepat, dengan mendayagunakan teknologi
informasi dan komunikasi dalam pengambilan keputusan/kebijakan dalam bidang
kesehatan di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian Kesehatan. SIKDA Generik
merupakan aplikasi elektronik yang dirancang untuk mampu menjembatani komunikasi
data antar komponen dalam sistem kesehatan nasional yang meliputi puskesmas, rumah
sakit, dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan Kementerian
Kesehatan. SIKDA Generik terdiri dari 3 aplikasi sistem informasi elektronik yaitu
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas, Sistem Informasi Manajemen Dinas Kesehatan,
dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. SIKDA Generik ini akan didistribusikan
kepada seluruh fasilitas kesehatan dalam rangka pengembangan SIK komputerisasi.
Pengorganisasian
187
pelayanan kesehatan juga dapat mengeluarkan keputusan terkait SIK sesuai wilayah
kerjanya, untuk memastikan pelaksanaan operasional.
Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
dan pengembangan SIK merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pem-bagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, sebagai berikut:
1. Pemerintah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus
pengelolaan dan pengembangan SIK skala nasional dan fasilitasi pengembangan
SIK daerah.
2. Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur dan
mengurus pengelolaan SIK skala Provinsi.
Pemerintah daerah dapat melakukan pengembangan SIK dalam skala terbatas dan
mengikuti standar yang ditetapkan pemerintah.
Organisasi
Pengelolaan SIK merupakan suatu hal yang penting dan tidak mudah sehingga
memerlukan unit khusus yang fokus dan kompeten. Pengelolaan SIK diselenggarakan
oleh semua tingkatkan manajemen kesehatan di pusat maupun daerah dan melibatkan
semua pemangku kepentingan (bidang kesehatan dan selain bidang kesehatan). Berikut
ini diuraikan organisasi penyelenggara di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan
pelayanan kesehatan.
Penyelenggara SIK di pusat dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Pusat Data dan
Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan sebagai pusat jaringan SIK Nasional. Dalam
rangka memperkuat koordinasi SIK Nasional dibentuk Dewan SIK Nasional. Dewan SIK
Nasional terdiri atas semua pemangku kepentingan dan terdiri dari komite ahli, tim
perumus, dan kelompok kerja. Tugas dan mekanisme kerja Dewan SIK Nasional akan
ditentukan kemudian.
188
Penyelenggara Tingkat Provinsi
2. Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan
informasi
2. Koordinator: Pejabat Eselon III yang bertanggung jawab terhadap data dan
informasi
BAB 10
SISTEM INFORMASI RUMAH SAKIT
R
umah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan atau upaya
kesehatan penunjang, yang dapat juga digunakan untuk kepentingan
pendidikan dan pelatihan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kesehatan.
190
Dengan pelayanan yang semakin kompleks diharapkan rumah sakit menyediakan
informasi yang adekuat dalam mendukung terciptanya manajemen pelayanan dan
administrasi yang bermutu untuk meningkatkan kinerja rumah sakit. Disinilah peran
Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dikatakan penting, sebagai tulang punggung
manajemen rumah sakit.
Sistem informasi rumah sakit adalah suatu tatanan yang berurusan dengan
pengumpulan data, pengolahan data, penyajian informasi, analisa dan penyimpulan
informasi serta penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk kegiatan rumah sakit.
Sistem informasi rumah sakit bertugas menyiapkan informasi untuk kepentingan
pelayanan rumah sakit. Subsistemnya antara lain : subsistem pengembangan dan
subsistem operasional.
Menurut Wandaningsih (1995), ada beberapa aspek penting dari sistem informasi
rumah sakit yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Aspek kualitas
Kualitas suatu aspek informasi tergantung pada tiga (3) hal, seperti keakuratan,
ketepatan waktu, dan manfaat informasi bagi rumah sakit.
2. Aspek dimensi
terdapat 6 (enam) dimensi informasi yang menunjukkan besar kecilnya suatu
informasi, yaitu : sistem informasi, jenis informasi, metode pengukuran yang dipakai,
waktu kebutuhan informasi, tempat pengambilan keputusan yang membutuhkan
informasi, penggunaan informasi oleh pengambil keputusan
Menurut Austin (1983), secara umum sistem informasi rumah sakit dapat digolongkan
menjadi :
1. Sistem informasi klinik atau medic
Sistem ini dirancang untuk membantu proses audit medis yang dapat menjamin agar
standar mutu pelayanan selalu dipenuhi.
2. Sistem informasi administrasi
191
Sistem ini dirancang untuk membantu memantau kegiatan pendayagunaan sumber-
sumber untuk pelayanan medis, seperti sistem informasi akuntansi, sistem informasi
logistik dan sistem informasi ketenagaan.
3. Sistem informasi manajemen perencanaan dan pengawasan
Sistem informasi ini ditujukan untuk perencanaan evaluasi penampilan rumah sakit dan
juga untuk menilai dampak pelayanan di masyarakat.
Menurut Siregar (1986), administrasi rumah sakit, anggota dewan rumah sakit dan
staf medis menggunakan sistem informasi untuk mendukung hal-hal berikut :
1. Jaminan oleh kualitas pelayanan
Informasi klinik dari catatan medis penderita bagi proses kesehatan untuk menilai
pelaksanaan diagnostik dan pengobatan di rumah sakit. Sistem Informasi rumah sakit
yang menggunakan komputer dapat menelusuri data seperti ini untuk penilaian tindakan
perbaikan.
2. Perbaikan biaya dan peningkatan produksi
sistem informasi dengan komputer sangat baik untuk melakukan analisa biaya dan
laporan produksi yang dapat digunakan untuk administrasi rumah sakit untuk
memperbaiki efektifitas kegiatan. Sistem ini dapat mengintegrasi informasi klinik dan
keuangan.
3. Analisa penggunaan dan penaksiran permintaan
Sistem informasi rumah sakit yang lengkap dapat menyajikan penggunaan pelayanan
rumah sakit baik sekarang maupun masa lalu. Informasi ini berguna untuk analisa
efektifitas penggunaan sumber daya dan merupakan dasar bagi peramalan permintaan
masyarakat.
4. Perencanaan program dan evaluasi
Informasi yang digunakan untuk ketiga tujuan diatas merupakan masukan utama untuk
menilai pelayanan saat ini. Bila digabung dengan proyeksi tentang perubahan penduduk
yang dilayani maka sistem ini membantu peramalan program mana yang akan datang.
5. Penyederhanaan laporan internal dan eksternal
Setiap rumah sakit memerlukan pencatatan yang akurat mengenai informasi medis dan
keuangan.
6. Penelitian klinik
192
Terutama bagi rumah sakit yang beraliansi dengan institusi pendidikan. Dengan sistem
informasi yang baik maka ini dapat menyajikan informasi bagi kebutuhan studi
longitudinal dan perbandingan.
7. Pendidikan
Sistem informasi yang baik dapat membantu dalam penalaran atau latihan kedokteran
atau profesi kesehatan lain dengan menyajikan data medis masa lalu dan sekarang untuk
kepentingan pendidikan.
Rekam Medik
Rekam Medis merupakan catatan yang berisikan semua informasi tentang identitas
dan riwayat seorang pasien selama menerima pelayanan medik di sebuah organisasi
kesehatan, dan disajikan secara kronologis sesuai dengan kejadiannya sampai dengan
pemeriksaan, tindakan dan pengobatan serta diagnosa akhir.
Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam
rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tanpa didukung suatu
sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan benar, mustahil tertib administrasi rumah
sakit akan berhasil sebagaimana yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi
merupakan salah satu faktor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di
rumah sakit. Tujuan rekam medis secara rinci akan terlihat dan analog dengan kegunaan
rekam medis itu sendiri.
Kegunaan Rekam Medis dapat dilihat dari beberapa aspek :
1. Aspek Administrasi (Administration)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena isinya menyangkut
tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan
paramedis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis karena rekam medis dipakai sebagai
dasar untuk merencanakan pengobatan terhadap seorang pasien.
3. Aspek Hukum (Legal)
193
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum karena isinya mengandung jaminan
hukum atas dasar keadilan dalam rangka usaha menegakkan hukum dan penyediaan tanda
bukti untuk penegak keadilan.
4. Aspek Keuangan (Financial)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai keuangan karena dapat dijadikan penetapan
berapa biaya yang harus dibayar saat menerima pelayanan.
5. Aspek Penelitian (Research)
Suatu berkas rekam medis dapat dijadikan bahan penelitian karena didalamnya berisikan
informasi data medis untuk pengembangan ilmu kesehatan.
6. Aspek Pendidikan (Education)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan karena isinya disajikan secara
kronologis sesuai dengan kejadiannya mulai dari pemeriksaan, tindakan, pengobatan dan
diagnosa akhir, sehingga dapat dijadikan bahan referensi pendidikan di bidang
profesinya.
7. Aspek Dokumentasi (Documentation)
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi karena isinya menjadi sumber
ingatan yang harus disimpan sebagai bahan pertanggungjawaban laporan rumah sakit.
Dari beberapa aspek kegunaan rekam medis di atas, terlihat bahwa rekam medis
tidak hanya menyangkut pasien dan pemberi pelayanan saja melainkan mempunyai
kepentingan dan kegunaan yang luas yang secara umum dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sebagai alat komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil
bagian dalam memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan kepada pasien.
4. Sebagai bahan yang berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap
kualitas pelayanan yang diberikan kepada pasien.
5. Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya.
194
6. Menyediakan data-data khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian
dan pendidikan.
7. Sebagai dasar didalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik terhadap
pasien.
8. Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan serta sebagai bahan
pertanggungjawaban dan laporan.
Rekam Medis di Indonesia telah dikenal semenjak masa pra kemerdekaan, hanya
saja masih belum dilaksanakan dengan baik, penataan atau mengikuti sistem informasi
yang benar tetapi dibuat/ dilaksanakan sesuai selera pimpinana rumah sakit tersebut.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1960, kepada semua petugas
kesehatan diwajibkan untuk menyimpan rahasia kedokteran, termasuk berkas rekam
medis. Kemudian pada tahun 1972 dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
034/Birhup/1972, ada kejelasan bagi rumah sakit menyangkut kewajiban untuk
menyelenggarakan medical record. Bab I pasal 3 menyatakan bahwa guna menunjang
terselenggaranya rencana induk (master plan) yang baik, maka setiap rumah sakit :
1. Mempunyai dan merawat statistik yang up to date
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara langsung dengan mendapatkan data primer dari
rumah sakit berdasarkan Sistem Pelaporan Rumah Sakit yang berlaku.
1. Jenis data yang dikumpulkan meliputi :
1. Data kegiatan rumah sakit.
2. Data keadaan morbiditas pasien
3. Data inventarisasi (data dasar) rumah sakit
4. Data ketenagaan rumah sakit
5. Data peralatan rumah sakit
1. Data Kegiatan Rumah Sakit
196
Dilaporkan dengan menggunakan formulir RL.1, merupakan formulir rekapitulasi yang
mencakup berbagai kegiatan rumah sakit, yaitu :
1. Pelayanan rawat inap
5. Kesehatan jiwa
8. Kegiatan radiology
197
1. Morbiditas untuk pasien umum (formulir RL 2.1.) yang isinya mencakup : jati
diri pasien, tanggal masuk dan tanggal keluar, diagnosis, penyebab luar cedera
dan keracunan, operasi/tindakan, keadaan keluar rumah sakit dsb.
3. Rekapitulasi data keadaan morbiditas rawat inap di rumah sakit (formulir RL 2a,
dan RL 2.a.1 untuk laporan survailans terpadu), memuat data kompilasi
penyakit/morbiditas pasien rawat inap yang dikelompokkan menurut daftar
tabulasi dasar KIP. Untuk masing-masing kelompok penyakit dilaporkan
Mengenai jumlah pasien keluar menurut golongan umur dan menurut seks, serta
jumlah pasien keluar mati.
4. RL 2.c. Data Status Imunisasi ( sebagai lampiran RL 2.a.1.), memuat informasi
tentang penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.
5. Rekapitulasi data keadaan morbiditas pasien rawat jalan di rumah sakit (formulir
RL 2.b dan RL 2.b.1 untuk laporan survailans terpadu), memuat data kompilasi
penyakit/morbiditas pasien rawat jalan yang dikelompokkan menurut Daftar
Tabulasi Dasar KIP. Untuk masing-masing kelompok penyakit dilaporkan
mengenai jumlah kasus baru menurut golongan umur dan menurut seks serta
jumlah kunjungan.
6. Data Inventarisasi (Data Dasar) Rumah Sakit
Data keadaan morbiditas rumah sakit terdiri dari: identitas rumah sakit, surat izin,
penyelenggara, direktur rumah sakit, fasilitas kesehatan gigi, fasilitas tempat tidur,
fasilitas unit rawat jalan.
7. Data Ketenagaan Rumah Sakit
Data keadaan morbiditas rumah sakit terdiri dari:
1. RL4, memuat rekapitulasi data jumlah tenaga yang bekerja di rumah sakit
menurut kualifikasi pendidikan dan status kepegawaian.
2. RL4.a. merupakan data individual ketenagaan rumah sakit, memuat data pribadi,
data pekerjaan, pendidikan lanjutan, pengalaman kerja, latihan jabatan dan status
kepegawaian.
198
3. Data Peralatan Rumah Sakit
1. RL5, memuat rekapitulasi data jumlah peralatan medik yang ada di rumah sakit
menurut sumber pengadaan dan keadannya.
3. Periode Pelaporan
Periode pelaporan disesuaikan dengan jenis data yang dikumpulkan, yaitu:
1. Data Kegiatan Rumah Sakit (RL1)
Formulir RL1 dibuat setiap triwulan oleh masing-masing rumah sakit berdasarkan
pencatatan harian yang dikompilasi setiap bulan. Data yang dilaporkan mencakup
keadaan mulai tanggal 1 bulan pertama sampai dengan tanggal 30/31 bulan ketiga padas
etiap triwulan yang bersangkutan.
2. Data Keadaan Morbiditas Pasien Rawat Nginap RL2a dikumpulkan
setahun sekali, sedangkan RL2a1 dan RL2c dikumpulkan tiap bulan mencakup semua
pasien yang keluar rumah sakit (hidup+mati) dari semua pelayanan rawat nginap.
3. Data Keadaan Morbiditas Pasien rawat Jalan RL2b di kumpulkan setahun sekali,
sedangkan RL2b1 dikumpulkan tiap bulan mencakup semua kunjungan yang
datang berobat jalan pada semua unit rawat jalan/poliklinik.
4. Data Inventarisasi ( RL3 )
Formulir RL3 diisi satu kali dalam setahun. Data yang dilaporkan sesuai dengan keadaan
pada tanggal 31 Desember setiap tahunnya.
5. Data Keadaan Ketenagaan Rumah Sakit ( RL4 )
Formulir RL4 dibuat dua kali setahun. Data yang di laporkan sesuai dengan keadaan pada
tanggal 30 Juni dan 31 Desember.
6. Data Keadaan Peralatan Rumah Sakit ( RL5)
Formulir RL5 dibuat sekali setahun.Data yang di laporkan sesuai dengan keadaan pada
tanggal 31 Desember.
7. Khusus untuk data yang hanya dikirimkan ke Depkes
Seperti formulir data individual mengenai penyakit pasien rawat nginap (RL2.1, RL2.2,
& RL2.3), dibuat bagi setiap pasien yang keluar Rumah Sakit ( hidup & meninggal) pada
tangga! 1-10 bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Sedangkan data individual
199
ketenagaan Rumah sakit (RL4a) dibuat untuk setiap tenaga sesuai dengan keadaan per 31
Desember dan diperbaharui pada tahun selanjutnya jika ada perubahan.
3. Bagi Rumah Sakit yang tidak diselenggarakan oleh Depkes, Pemda satu exemplar
laporan dikirimkan kepada pemilik/penyelenggara Rumah Sakit yang
bersangkutan.
Pengolahan data dilakukan melalui tahapan pra-komputer (manual) dan tahapan komputer
(EDP).
1. Tahapan manual meliputi:
1. Registrasi Laporan Masuk
200
Pada saat registrasi tersebut, komputer mengecek nomor kode RS yang
bersangkutan.
Data ketenagaan yang sifatnya rekapitulasi (RL4) dilakukan pengecekan total tenaga
dengan keadaan tenaga tahun sebelumnya. Apabila terjadi perbedaan yang menyolok,
maka dikonfirmasikan dengan rumah sakit yang bersangkutan. Untuk data individual
ketenagaan (RL4a) dilakukan koding pada beberapa jenis yang sudah ada pembakuannya
seperti kode jenis tenaga, kode jabatan, dll.
Data peralatan yang sifatnya rekapitulasi dilakukan pengecekan jumlah menurut sumber
maupun jumlah menurut keadaan/kondisinya.
201
8. Entry Data
10. Update/Insert
1. Entry data
Entry data merupakan kegiatan yang paling banyak membutuhkan waktu dan tenaga
dalam hal pengolahan data, karena memindahkan laporan satu per satu kedalam
komputer.Walaupun beberapa aspek komputer mampu mengidentifikasi kesalahan
operator, tetapi akhirnya faktor manusia pula yang menentukan.
Untuk membersihkan data yang salah, dibuatkan list koreksi, yang pada prinsipnya
untuk hal-hal yang berkaitan dengan file yang sudah baku, maka data tersebut
diperbandingkan (match) sehingga dapat diketahui cocok atau tidak. Apabila tidak sama
maka keluarlah list validasi.
Untuk list balancing akan dikeluarkan pada data-data yang dapat dikontrol
jumlahnya, baik sesuai kolom maupun barisnya. Apabila total perincian tersebut tidak
sesuai dengan jumlah yang ada maka keluarlah list balancing.
Sesuai dengan jenis formulirnya, maka data-data yang dikeluarkan dalam list tersebut
berisi kode RS, kode medical record dan sebagainya, dimana selanjut nya diikuti dengan
variabel-variabel yang salah.
Petugas koreksi mengecek kebenaran data tersebut dengan dokumen aslinya. Apabila
temyata data dari komputer yang salah (kesalahan operator yang mengentry) maka list
diperbaiki, tetapi apabila dalam dokumen yang salah dan kesalahannya dapat ditolerir,
maka dokumen dan list diperbaiki. Tetapi untuk hal-hal tertentu yang tidak dapat diatasi
seperti umpama adanya "Penyakit Cacar" maka perlu konfirmasi dari rumah sakit yang
bersangkutan.
3. Update/Insert
Untuk list yang telah selesai dikoreksi di updatekan dan apabila ada data yang
ketinggalan di insertkan, sebagaimana proses entry data.
202
Untuk beberapa jenis laporan tertentu dilakukan validasi/balancing lebih dari satu
kali, hal ini untuk menjaga kualitas data.
4. Print (output)
Setelah diyakini data-data sudah bersih maka dibuatkan tabel-tabel sesuai dengan
bentuk-bentuk program komputer yang telah disiapkan. Dalam bagan dapat
digambarkan arus pengolahan data ( lihat lampiran 3). Kelancaran arus pengolahan
data sering terganggu dengan adanya laporan yang datangnya diluarjadwal
pengiriman data.
203
diharapkan. Disamping itu juga harus dikaitkan dengan indikator-indikator lain yang
dipakai untuk menilai tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur RS yaitu LOS, TOI,
BTO, karena nilai yang sama dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lain belum tentu
memberikan gambaran tingkat efisiensi yang sama.
Penyajian data rumah sakit yang telah dilaksanakan saat ini sebagian besar masih
bersifat deskriptif, meskipun ada juga yang telah disajikan secara analitis kuantitatif. Hal
itu tidak terlepas dari berbagai faktor, diantaranya :
1. Belum adanya indikator-indikator berikut nilai parameternya yang sudah
dibakukan. Kalaupun ada lebih banyak masih mengacu pada keadaan di luar
negeri.
Dari tahun ketahun, penyajian buku tersebut diupayakan untuk dapat lebih sempurna.
Buku berbagai data rumah sakit tersebut didistribusikan kepada rumah sakit pemerintah,
Kantor Wilayah Depkes Rl, Dinas Kesehatan Propinsi, Unit-Unit kerja di Departemen
Kesehatan khususnya Ditjen Pelayanan Medik serta unit-unit lain baik di lingkungan
Depkes maupun diluar Depkes yang memintanya.
Disamping itu Bagian Informasi Ditjen Pelayanan Medik juga memberikan tayanan
khusus untuk data-data lain yang belum ada di dalam publikasi berbagai data, sepanjang
204
data tersebut ada didalam laporan rumah sakit. Adapun data-data rumah sakit yang dapat
disajikan baik dalam bentuk tabel maupun grafik menurut jenis datanya, yaitu :
Data yang disajikan dapat berupa resume pelayanan yang berisi angka-angka mutlak
(angka penjumlahan) maupun data yang berupa indikator-indikator (angka rata-rata atau
angka perbandingan), diantaranya :
1. Jumlah penderita dirawat
3. Jumlah penderita keluar mati, baik mati < 48 jam maupun mati > 48 jam
4. Jumlah lamanya dirawat untuk pasien yang sudah keluar rumah sakit
205
19. o Rata-rata kunjungan/hari, dsb
Data Morbiditas
4. "Average Post Operative Length of Stay" untuk setiap jenis penyakit dengan
operasi.
5. "Average Pre Operative Length of Stay" untuk setiap jenis penyakit dengan
operasi.
206
9. Perincian tempat tidur menurut kelas perawatan
207
Dengan kata lain, indikator dapat dipakai untuk menilai peningkatan kemampuan
manajemen dan efisiensi serta mutu pelayanan.
Sebenamya indikator untuk sasaran ini tidak lain sama dengan indikator efisiensi di
rumah sakit. Kemampuan manajemen rumah sakit dapat diandalkan jika manajemen
dilakukan dengan efisien. Pengertian efisiensi selalu dikaitkan dengan pengertian
perbandingan antara input sumber daya (tenaga, dana, alat, metoda) dan output yang
dihasilkan dalam satuan. Secara tradisional output pelayanan di rumah sakit selalu
dinyatakan dalam bentuk Jumlah Hari Rawat, Jumlah Pasien yang Masuk Dirawat, atau
Jumlah Pasien yang Keluar.
Efisiensi Penampilan Rumah Sakit dinyatakan dalam bentuk Biaya Per Satu Hari
Rawat, Persentase Okupasi, Rata-rata Lama Hari Rawat, Bed Turnover Internal,Turnover
Rate. Apakah betul demikian ? Marilah kita lihat dua buah rumah sakit A dan B. Rumah
Sakit A adalah rumah sakit khusus merawat pasien kronis (Jiwa atau TB Paru)
mempunyai B0R 90 % dengan AvLOS 20 hari. Rumah Sakit B adalah rumah sakit umum
Kelas B dengan pelayanan spesialisasi dan sub-spesialisasi mempunyai BOR 70 %
dengan AvLOS 9 hari. Jika dua rumah sakit tersebut diperbandingkan maka jelas rumah
sakit A kurang efisien dibandingkan dengan rumah sakit B. Contoh ekstrim ini
menunjukkan bahwa memperbandingkan dua buah atau lebih rumah sakit yang berbeda
dalam hal fasilitas pelayanan yang disediakan, penggunaan teknologi pelayanan , dan
sumber daya yang tersedia akan dapat menyesatkan. Di rumah sakit B juga dirawat
banyak pasien kronis (jiwa misalnya) yang menunjukkan BOR tinggi dan AvLOS
panjang untuk ruangan pasien kronis ini, walaupun angka BOR untuk seluruh rumah sakit
tercatat ± 60 %. Perbedaan sifat pasien, perbedaan dalam hal tindakan medik dan
teknologi intervensi ini disebut dengan "Case Mix". Karena adanya "Case Mix" inilah
maka harus dicari indikator lain yang lebih sesuai untuk memperbandingkan tingkat
efesiensi dari dua atau lebih rumah sakit, atau untuk memperbandingkan dan
menggambarkan tingkat efisiensi unit (bagian) didalam rumah sakit sendiri.
Indikator yang selama ini dipakai untuk menilai tingkat efisiensi di rumah sakit
adalah gambaran Grafik Barber- Johnson. Grafik ini digambarkan dari 4 jenis variabel,
yaitu BOR, AvLOS, Turnover Interval dan Bed Turnover Ratio. Kelemahan disini adalah
karena variabel diperoleh dari angka rata-rata, di dalam angka rata-rata ini mengandung
208
variasi angka yang tidak mungkin kita dapat abaikan begitu saja. Namun walaupun begitu
Grafik ini pasti sangat bermanfaat, terutama untuk memonitor kecenderungan dari tingkat
efisiensi di dalam rumah sakit itu sendiri.
Di Amerika dikembangkan indikator yang lebih tajam lagi untuk menilai tingkat
efisiensi rumah sakit dengan cara memperkecil pengaruh "Case Mix". Indikator yang
banyak digunakan adalah:
1. AvLOS pasien pre-operative.
2. AvLOS penyakit tertentu yang disebut dengan Tracer Conditions.
Pasien yang harus mengalami operasi biasanya diharuskan terlebih dahulu menjalani
pemeriksaan diagnostik lengkap Radiologi dan Laboratorium atau harus masuk rumah
sakit untuk observasi terhadap keadaan tertentu. Jadi pasien sudah menggunakan sumber
daya rumah sakit tidak sedikit sebelum dia di operasi. Lebih lama pasien dirawat, atau
lebih banyak dia harus menjalani tes diagnostik sebelum saatnya dioperasi lebih banyak
pasien tersebut akan menghabiskan sumber daya rumah sakit. Disini ada unsur
pemborosan yang harus diperhitungkan atau dengan kata lain ada unsur in-efisiensi.
Lebih singkat Av LOS pre-operasi, lebih hemat dan lebih efisien pelayanan yang
diberikan.
Indikator yang lebih tajam lagi untuk menilai efisiensi rumah sakit adalah dengan
cara menghitung Av LOS dari beberapa jenis penyakit tertentu (Tracer Conditions) yang
dicatat di rumah sakit. Perkembangan paling akhir terjadi di Amerika untuk mencari
indikator efisiensi rumah sakit paling andal yang sekaligus digunakan untuk menilai
tingkat mutu pelayanan. Pencarian ini dirintis lewat riset intensif menggunakan teknologi
komputer canggih. Hasilnya adalah penyusunan sekelompok diagnose penyakit yang
dinamakan sebagai Diagnosis Related Group (DRG). Di dalam DRG ini dikumpulkan 83
kelompok besar penyakit dan kemudian masih dibagi menjadi sub-kelompok sehingga
akhirnya tersusun 383 jenis penyakit. Tiap jenis penyakit dapat dikatakan mempunyai Av
LOS yang tidak berbeda panjangnya, tidak berbeda cara penanganan mediknya, dan
menghabiskan sumber daya yang kurang lebih sama besamya.
DRG disusun dari kumpulan diagnosis penyakit dari ICD ke IX WHO. Pada saat ini
DRG sudah dipergunakan oleh hampir setiap rumah sakit di Amerika untuk menghitung
unit cost penyakit, menyusun tarif, menyusun anggaran belanja, dan untuk
memperbandingkan mutu pelayanan diantara rumah sakit.
Mutu Pelayanan
209
Konsep dan pengertian tentang mutu pelayanan di rumah sakit agak sulit untuk
dijelaskan karena adanya persepsi sebagian orang bersifat subyektif. Terdapat banyak
sekali variabel bebas yang mempengaruhi pelayanan ini. Negara yang paling banyak
mempersoalkan penilaian mutu dan kemudian melakukan banyak sekali riset tentang
mutu pelayanan rumah sakit adalah negara Amerika. Riset ini dilakukan untuk mencari
jalan keluar dan berusaha untuk memberikan pengertian operasional tentang mutu,
mencari pendekatan untuk menilai mutu dan mencari cara yang tepat dan obyektif
sebagaimana mutu rumah sakit dilakukan. Salah satu hasil dari riset tersebut adalah DRG
yang telah dijelaskan di atas.
Pada umumnya para ahli sekarang sudah sepakat bahwa indikator untuk membuat
analisa tentang mutu pelayanan rumah sakit (bukan mengukur mutu) adalah sebagai
berikut:
1. AvLOS DRG
2. AvLOS Postoperative.
3. AvLOS Tracer Conditions.
4. Net Death Rate Hospital.
5. Infection Rate Postoperative.
6. Postoperative Death Rate.
Pemerataan Pelayanan.
Pemerataan pelayanan rumah sakit mempunyai arti orang dapat diberikan pelayanan
yang lebih banyak, cakupan pelayanan rumah sakit keluar lebih luas, atau lebih banyak
jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan oleh rumah sakit.
Untuk mengetahui luas service area ini ada beberapa cara. Yang paling sederhana, akan
tetapi memakan waktu lama dan rumit, adalah mencatat alamat dari semua pasien yang
pernah datang berobat di rumah sakit. Cara lain adalah menghitung kelahiran bayi di
rumah sakit dibandingkan dengan angka kelahiran bayi di masyarakat. Rumusannya
adalah sebagai berikut:
210
Service area population
211
2. Tidak tersedia dana (kalaupun ada jumlahnya sangat sedikit) untuk keperluan
bimbingan teknis langsung ke rumah sakit.
3. Adanya kecenderungan meningkatnya jumlah laporan yang dimintakan ke rumah
sakit (penambahan secara lebih rinci, untuk keperluan program) yang menyebabkan
bertambahnya beban kerja rumah sakit dalam hal pelaporan.Untuk mengatasi
masalah tersebut perlu adanya pembatasan yang jelas
Informasi-informasi mana yang dapat diperoleh melalui bentuk pelaporan rutin, serta
informasi-informasi mana yang hanya dapat diperoleh melalui survei atau pengumpulan
data yang bersifat insidentil.
BAB 11
D
alam Sistem Kesehatan Nasional puskesmas adalah sebagai ujung tombak
dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat yang
dikenal sebagai Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) strata pertama di setiap
kecamatan. Puskesmas bertanggung jawab atas masalah kesehatan di wilayah kerjanya.
212
Di dalam sistem kesehatan daerah puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas
pada dinas kesehatan kota/kabupaten, dan merupakan unit struktural pemerintah daerah
kota/kabupaten.
GBHN tahun 1993 telah mengamanatkan antara lain tentang perlunya dibangun
suatu sistem informasi yang terpadu dalam rangka meningkatkan daya guna manajemen
pembangunan. Dengan demikian, sistem informasi perlu dikembangkan dalam rangka
mendukung kelancaran proses manajemen institusi kesehatan pemerintah di berbagai
jenjang administrasi, termasuk di tingkat Puskesmas.
Pengembangan sistem informasi manajemen Puskesmas pada hakekatnya bertolak
dari pemahaman bahwa pelaksanaan SP2TP perlu ditingkatkan sehingga tidak hanya
berorientasi pada pencatatan dan pelaporan saja, namun informasi yang dihasilkan oleh
SP2TP itu diharapkan dapat menjadi masukan bagi peningkatan proses manajemen
Puskesmas, perbaikan pelaksanaan kegiatan bulanan maupun rencana operasional
tahunan Puskesmas, dan sebagai dasar penggerakan pelaksanaan staf Puskesmas melalui
lokakarya mininya.
Bagi manajemen Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, informasi yang dipasok oleh
sistem ini perlu dikonfirmasikan dan dipadukan dengan berbagai informasi yang
dihasilkan oleh sistem lain, dalam upaya mengetahui gambaran keadaan dan masalah
kesehatan di wilayahnya. Dengan mengetahui keadaan dan masalah kesehatan secara
benar, diharapkan dapat diambil langkah-langkah pemecahan atau penanggulangannya
secara memadai.
Tujuan SIMPUS
Tujuan umum SIMPUS adalah meningkatnya kualitas manajemen Puskesmas secara
lebih berhasil-guna dan berdaya-guna, melalui pemanfaatan secara optimal data SP2TP
dan informasi lain yang menunjang.
Penyelengaraan SIMPUS
Sumber Informasi
Sebagaimana diketahui, SP2TP terdiri dari komppnen pencatatan dan komponen
pelaporan. Yang terutama dibutuhkan untuk menunjang kegiatan manajemen Puskesmas
adalah komponen pencatatannya, oleh karena informasi yang dapat dihasilkan dari
komponen ini lebih lengkap daripada komponen pelaporannya. Pencatatan-pencatatan
yang utama, antara lain adalah:
1. Kartu individu, seperti Kartu Rawat Jalan, Kartu Ibu, Kartu TB, Kartu Rumah
dan sebagainya,
214
4. Rekam Kesehatan Keluarga (RKK atau Family Folder), yang diberikan khusus
untuk keluarga berisiko antara lain :
3. salah seorang anggotanya mempunyai risiko tinggi seperti: ibu hamil, neonatus
risiko tinggi (BBLR) dan balita kurang energi kronis (KEK)
3. Informasi yang diperoleh dari pengolahan dan interpretasi data SP2TP dan
sumber lainnya, dapat bersifat kualitatif (seperti meningkat, menurun dan tidak
ada perubahan) dan bersifat kuantitatif dalam bentuk angka seperti jumlah,
persentase dan sebagainya. Informasi tersebut dapat berupa laporan tahunan
Puskesmas.
Pemanfaatan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan SIMPUS:
1. Informasi yang diperoleh dari SP2TP dan informasi lainnya dimanfaatkan untuk
menunjang proses manajemen di tingkat Puskesmas, sebagai bahan untuk
215
penyusunan rencana tahunan Puskesmas, penyusunan rencana kerja operasional
Puskesmas, bahan pemantauan evaluasi dan pembinaan.
2. Informasi dari SP2TP dan sumber lainnya akan membantu Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten dalam penyusunan perencanaan tahunan, penilaian kinerja
Puskesmas berdasarkan beban kerja dan pencapaian hasil kegiatan Puskesmas,
sebagai bahan untuk pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan program di
wilayahnya, untuk menentukan prioritas masalah dan upaya pemecahan dan
tindak lanjutnya.
216
4. Memberikan umpan-balik hasil pengawasan dan pengendalian pelaksanaan
sistem informasi manajemen Puskesmas kepada Puskesmas.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa SP2TP adalah sistem pencatatan dan
pelaporan gabungan berbagai macam kegiatan upaya pelayanan kesehatan Puskesmas dan
jajarannya dalam menunjang manajemen program Puskesmas.
2. Ketenagaan di Puskesmas.
217
Variabel atau indikator yang dilaporkan adalah data/informasi yang sensitif, mudah
diperoleh, spesifik dan sederhana, serta bermanfaat untuk pemantauan dan evaluasi, yang
dapat menggambarkan aksesibilitas, masalah, manajemen dan dampak program.
Diharapkan pencatatan di Puskesmas dan laporan yang diterima di Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi, serta Pusat, diolah dan dimanfaatkan oleh
pengambil keputusan dan penanggung jawab program guna meningkatkan pelaksanaan
programnya.
Laporan SP2TP mempergunakan sistem tahun kalender. Periode laporan dari Puskesmas
ke Kota/Kabupaten adalah bulanan dan tahunan. Periode laporan dari Kota/Kabupaten ke
Propinsi dan Pusat adalah triwulan.
Pengorganisasian
Dalam peiaksanaan SP2TP pengorganisasian di berbagai jenjang administrasi adalah
sebagai berikut:
Tingkat Puskesmas
1. Pengorganisasian.
1. Penanggung jawab : Kepala Puskesmas
2. Bersama dengan para pelaksana kegiatan membuat laporan bulanan SP2TP dan
mengirimkan laporan tersebut ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
3. Bersama dengan para pelaksana kegiatan membuat laporan tahunan SP2TP dan
mengirimkan laporan tersebut ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten paling lambat
tanggal 31 Januari tahun berikutnya.
218
4. Menyimpan arsip laporan SP2TP dari masing-masing pelaksana kegiatan.
5. Mengolah dan memanfaatkan data hasil rekapitulasi untuk tindak lanjut yang
diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya
Tingkat Kota/Kabupaten
Di Kota/Kabupaten dibentuk Tim SP2TP dengan susunan personalia sebagai berikut:
1. Pengorganisasian
1. Penanggung jawab : Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten
2. Koordinator : Kepala Sub Bagian Tata Usaha
3. Pelaksana : Urusan Rencana dan Informasi
4. Anggota : Pengelola Program
219
Pengorganisasian di atas didasarkan pada struktur organisasi Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten Pola Maksimal sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri No.21/94
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja, Dinas Kesehatan.
5. setiap akhir bulan Februari tahun berikutnya mengirimkan hasil entri data/
rekapitulasi laporan tahunan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Direktorat
Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat.
221
1. Tugas Koordinator SP2TP.
222
1. Formulir pencatatan.
Formulir pencatatan SP2TP terdiri dari :
1. Rekam Kesehatan Keluarga (RKK) atau yang disebut "Family Folder".
Yang dimaksud RKK adalah himpunan kartu-kartu individu suatu keluarga yang
memperoleh pelayanan kesehatan di Puskesmas. Adapun kegunaan RKK adalah:
Penggunaan RKK diutamakan pada keluarga yang anggotanya mengidap salah satu
penyakit/kondisi, antara lain:
1. salah seorang anggota keluarga adalah penderita TB Paru.
3. keluarga risiko tinggi yaitu ibu hamil risiko tinggi, neonatus risiko tinggi
(BBLR), balita kurang energi kronis (KEK).
Keluarga yang menggunakan RKK diberi kartu tanda pengenal keluarga (KTPK)
yang merupakan alat bantu untuk memudahkan pencarian berkas/tile keluarga yang telah
terdaftar/mendapatkan pelayanan pada saat meminta pelayanan ulang di Puskesmas.
KTPK dibuat 2 rangkap, 1 dibawa oleh keluarga pengunjung Puskesmas, dan 1 disimpan
di Puskesmas.
5. Kartu Tanda Pengenal (KTP).
KTP diberikan kepada individu yang berkunjung/berobat ke Puskesmas dan merupakan
alat bantu untuk memudahkan pencarian berkas/file bagi individu yang telah
terdaftar/mendapat pelayanan pada saat meminta pelayanan ulang di Puskesmas.
Khusus untuk akseptor KB, penyakit kusta dan TB paru mempergunakan KTP khusus
yaitu kartu KB, kartu penderita kusta dan kartu penderita TB Paru, atas namanya sendiri.
Maksud pemberian kartu ini adalah apabila yang bersangkutan pindah, maka kartu dan
rekam kesehatan/berkasnya dibawa pindah (untuk memudahkan/mengetahui pelayanan
yang telah diberikan/ didapatkan oleh yang bersangkutan).
6. Kartu Rawat Jalan atau kartu rekam medik pasien adalah alat untuk mencatat
identitas dan status pasien yang berkunjung ke Puskesmas untuk memperoleh
pelayanan rawat jalan.
223
7. Kartu Rawat Tinggal atau kartu rekam medik pasien adalah alat untuk mencatat
identitas dan status pasien yang di rawat di Puskesmas yang mempunyai ruang
rawat inap.
8. Kartu Penderita Kusta.
Kartu ini khusus untuk penderita kusta, yang berisi identitas penderita kusta yang dilayani
di gedung Puskesmas.Kartu Indeks Penyakit Khusus Kusta, merupakan alat untuk
mengetahui riwayat dan perkembangan penyakit kusta.
9. Kartu Penderita TB Paru.
Kartu ini khusus untuk penderita TB Paru, yang berisi identitas penderita TB Paru yang
dilayani di gedung Puskesmas Kartu Indeks Penyakit Khusus TB Paru adalah alat untuk
mengetahui keadaan dan perkembangan penyakit TB Paru pasien yang dilayani di gedung
Puskesmas.
10. Kartu Ibu adalah alat untuk mengetahui identitas dan status kesehatan serta
riwayat kehamilan ibu sampai kelahiran bayinya.
11. Kartu Anak adalah alat untuk mengetahui identitas, status kesehatan dan
pelayanan baik pelayanan preventif-promotif maupun pengobatan dan
rehabilitatif yang telah diberikan kepada balita dan anak prasekolah.
12. KMS balita adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat pertumbuhan
balita dan pelayanan yang telah diperoleh oleh balita tersebut.
13. KMS anak sekolah adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat
pertumbuhan dan pelayanan yang telah didapat oleh anak sekolah.
14. KMS ibu hamil adalah alat untuk mengetahui identitas dan mencatat
perkembangan kesehatan ibu hamil dan pelayanan kesehatan yang telah diterima
yang bersangkutan.
15. KMS Usila adalah alat untuk mencatat kesehatan usia lanjut secara pribadi baik
fisik maupun psiko-sosialnya, sehingga dapat digunakan untuk memantau
kesehatannya, menemukan penyakit pada usia lanjut secara dini dan menilai
kemajuan kesehatan usia lanjut.
16. Kartu Tumbuh Kembang Balita adalah alat untuk mencatat tumbuh kembang
balita, sehingga apabila terdapat kelainan dapat dideteksi sedini mungkin
224
17. Kartu Rumah adalah alat untuk mengetahui dan mengikuti keadaan sanitasi
lingkungan perumahan.
18. Register.
Adalah formulir untuk mencatat/merekap data kegiatan di dalam dan di luar gedung
Puskesmas, yang telah dicatat di kartu-kartu dan catatan lainnya.
2. Register Kunjungan
5. Register KIA
9. Register Gizi
225
20. Register Kasus DBD
41. Register Perawatan Kesehatan Masyarakat untuk Keluarga dan Individu (Reg. A).
226
menggunakan register KB sesuai dengan pedoman dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Pada prinsipnya seorang pasien yang berkunjung pertama kali atau kunjungan ulang
ke Puskesmas harus melalui loket untuk mendapatkan Kartu Tanda Pengenal atau
mengambil berkasnya dari petugas loket. Pasien tersebut disalurkan pada unit
pelayanan yang dituju. Apabila pasien mendapat pelayanan kesehatan di luar gedung
Puskesmas, maka pasien tersebut akan dicatat dalam register yang sesuai dengan
pelayanan yang diterima.
Pelaporan
Pelaporan terpadu Puskesmas menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan
Januari sampai dengan Desember dalam tahun yang sama.
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat
No.590/BM/DJ/Info/V/96 diberlakukan formulir laporan yang baru. Sedangkan untuk
kebutuhan Dari II dan Propinsi diberikan kesempatan mengembangkan variabel laporan
sesuai dengan kebutuhan, dengan memperhatikan kemampuan/beban kerja petugas di
Puskesmas.
1. Formulir Laporan :
1. Laporan dari Puskesmas
ke Kota/Kabupaten.
227
i). Laporan Bulanan.
1. Data Kesakitan(LB.1)
1. Laporan Sentinel.
Bentuk dari laporan sentinel adalah :
1. Laporan
bulanan
Sentinel (LB 1
S)
Laporan ini memuat data penderita penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
(PD3I), penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan diare, menurut umur dan
status imunisasi. Puskesmas yang membuat LB1S adalah Puskesmas yang ditunjuk (1
Puskesmas dari tiap Kota/Kabupaten) dengan periode laporan bulanan serta dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Dinas Kesehatan Propinsi dan Pusat (Ditjen. PPM &
PLP).
2. Laporan
bulanan
Sentinel (LB2S)
Laporan ini memuat data KIA, Gizi, Tetanus Neonatorum dan penyakit akibat kerja.
Hanya Puskesmas dengan ruang rawat inap (Puskesmas RRI) yang membuat LB2S dan
periode laporan bulanan serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Dati 11, Dinas Kesehatan
Propinsi dan Pusat (Ditjen Binkesmas).
2. Laporan Tahunan ;
Laporan ini mencakup :
1. Data Dasar Puskesmas (LT-1)
228
2. Data Kepegawaian (LT-2)
2. Laporan dari
Kota/Kabupaten ke
Propinsi dan Pusat.
229
2. Khusus laporan LB2, 1 kopi laporan dikirimkan pula ke Gudang Farmasi
PropinsiT (GFK).
3. Laporan bulanan sentinel LB1S dan LB2S setiap tanggal 10 bulan berikutnya
dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Propinsi dan Pusat (untuk LB1S
ke Ditjen PPM & PLP dan LB2S ke Ditjen Binkesmas).
230
2. Pelaksana kegiatan merekapitulasi data yang dicatat baik di dalam gedung
maupun di luar gedung serta laporan yang diterima dari Puskesmas Pembantu
dan Bidan di desa.
4. Hasil rekapitulasi oleh pelaksana kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk tindak
lanjut yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kinerja kegiatan yang
menjadi tanggungjawabnya.
b. Tingkat Kota/Kabupaten
1. Pengolahan data SP2TP di Kota/Kabupaten menggunakan piranti lunak yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan.
1. Tingkat Propinsi
1. Pengolahan dan pemanfaatan Data SP2TP di Propinsi mempergunakan piranti
lunak yang sama dengan Kota/Kabupaten.
231
3. Hasil kompilasi disampaikan kepada pengelola program Propinsi untuk diolah
dan dimanfaatkan dalam rangka tindak lanjut , bimbingan dan pengendalian yang
diperlukan.
1. Tingkat Pusat.
Hasil olahan yang dilaksanakan oleh Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat
paling lambat dua bulan setelah berakhimya triwulan tersebut disampaikan kepada
pengelola program terkait dan Pusat Data Kesehatan untuk dianalisis dan dimanfaatkan
serta dikirimkan ke Pusat sebagai umpan balik.
1. Rasio adalah suatu ukuran frekuensi relatif terjadinya suatu peristiwa/ kejadian
dibandingkan dengan frekuensi peristiwa/kejadian yang lain
2. (perbandingan antara suatu nilai dengan nilai yang lain).
3. Rasio dapat juga menunjukkan tingkat hubungan atau keterkaitan antara suatu
variabel dengan variabel lainnya dan menunjukkan suatu arti tertentu.
4. Rumus:
X = Jumlah kejadian, orang, dan lain-lain yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri tertentu.
Y = Jumlah kejadian, orang yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri tertentu, namun ciri
tersebut berbeda dengan ciri-ciri pada kelompok X.
K=1
233
Contoh:
1. Rasio tambal-cabut gigi (penambalan gigi tetap dan pencabutan gigi tetap).
Jumlah penambalan gigi tetap adalah 100 gigi dan jumlah pencabutan gigi tetap adalah
150 gigi, berarti rasio tambal-cabut gigi di Puskesmas tersebut adalah :
100 gigi: 200 gigi = 1/2 atau setiap penambalan 1 gigi tetap ada pencabutan 2 gigi tetap.
5. Seks rasio.
Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kecamatan A adalah 875 orang dan 961
orang, berarti seks rasio di Kecamatan A adalah :
961 : 875 = 1,1 atau setiap 10 orang laki-laki ada 11 orang perempuan.
b. Rate.
- Rate adalah suatu ukuran frekuensi suatu peristiwa/kejadian pada suatu populasi
tertentu, baik pada suatu saat maupun selama periode waktu tertentu.
- Rumus:
X = Jumlah orang di dalam suatu kelompok masyarakat tertentu (berdasarkan waktu,
tempat dan orang) yang mengalami suatu kejadian (kasus) selama periode waktu tertentu.
Y = Jumlah orang dalam suatu kelompok masyarakat tertentu selama jangka waktu yang
sama dengan munculnya kasus. Biasanya populasi ini diambil dari jumlah populasi pada
pertengahan jangka waktu tertentu.
K = Suatu angka konstanta yang biasanya dibuat sehingga rate yang terkecil yang dapat
dipakai dalam perhitungan paling kurang satu desimal (4,2/100 bukan 0,42/1000).
- Dalam epidemiologi, rate dipakai sebagai "incidence rate, prevalensi rate dan attack
rate".
Contoh :
Jumlah penderita campak umur < 15 tahun yang berobat ke Puskesmas A tahun 1996
adalah 20 penderita. Jumlah penduduk berumur < 15 tahun pada wilayah Puskesmas A
adalah 1200 orang. Maka incidence rate di wilayah Puskesmas A pada tahun 1996 adalah
:
20 penderita campak berobat umur < 15 tahun x 1000
1200 penduduk berumur < 15 tahun
234
- Disebut pula sebagai distribusi proporsional yaitu persentase (proporsi) di antara jurnlah
keseluruhan peristiwa/kejadian dari suatu seri data yang muncul dalam suatu kategori dari
seri data termaksud.
- Rumus :
X = Jumlah kejadian atau penderita dan lain-lain, yang timbul dalam suatu katagori atau
subgrup tertentu dari suatu kelompok yang lebih besar.
Y = Jumlah keseluruhan dari kejadian, atau penduduk dan lain-lain muncul pada semua
kategori dari suatu seri data tertentu.
K = Selalu sama dengan 100
Contoh :
1. Jumlah Posyandu di Puskesmas B adalah 16, dan 6 diantaranya adalah Posyandu
Pratama. Berarti proporsi Posyandu Pratama pada Puskesmas B adalah :
2. Jumlah sarana air bersih di Puskesmas M adalah 100, dengan rincian Sumur Gali
(SG) 40; Penampungan Mata Air (PMA) 50; dan Sumur Pompa Tangan (SPT)
10. Dengan demikian proporsi dari masing-masing (jenis) SAB adalah 40 % SG;
50 % PMA dan 10% SPT.
2. Ukuran - ukuran Tendensi Sentral
a. Mean (angka rata-rata)
1. Mean adalah nilai rata-rata dari nilai seperangkat data.
2. Pada dasarnya semua data yang berskala rasio atau interval dapat dibuat rata-rata.
3. Contohnya antara lain berat badan, tinggi badan dan jumlah kunjungan. Dengan
demikian tidak semua data dibuat rata-rata.
4. Namun tidak semua data dapat bermanfaat sebagai informasi dengan dihitung
angka rata-ratanya.
5. Angka rata-rata (mean) hanya dapat memberikan manfaat dan dapat dipercaya
untuk data yang distribusinya normal, dalam arti tidak ada nilai ekstrim di dalam
seperangkat data termaksud.
235
7. Cara perhitungannya adalah :
Dengan membagi hasil penjumlahan nilai-nilai individu dalam seperangkat data tertentu
dengan banyaknya individu dalam perangkat data tersebut.
8. Rumus:
Apabila dalam satu bulan diperhitungkan 25 hari kerja, maka rata-rata kunjungan perhari
adalah 883 : 25 = 35 orang.
b. Median (nilai tengah).
1. Median adalah sebagai angka yang membagi suatu distribusi data menjadi 2
bagian sama besamya, setelah datanya diurutkan dari yang paling kecil ke yang
paling besar.
2. Median dapat diartikan pula sebagai nilai yang dimiliki oleh peristiwa/ kejadian
atau individu yang letaknya tertengah, setelah nilai-nilai individu dalam suatu seri
data diurutkan dari yang paling kecil sampai yang paling besar.
3. Cara untuk memperoleh nilai median dari data yang tidak berkelompok adalah
sebagai berikut:
1. Buat rangking atau urutan nilai individu dari kecil ke besar atau dari besar
ke kecil.
236
4. Jika banyak individu adalah ganjil, maka individu yang berada di
tengah urutan nilai-nilai individu, merupakan titik tengah.
5. Jika banyak individu adalah genap, maka titik tengah dari dua nilai
yang terdapat di tengah urutan nilai individu tersebut adalah titik
tengah dari seperangkat data tersebut.
1. Ambil nilai individu yang berada di titik tengah sebagai nilai median dalam
seperangkat data tersebut.
1. Rumus :
Contoh :
Sederetan data yang banyaknya individu adalah genap.
2. Kunjungan penderita diare di Puskesmas X (Januari-Desember 1995) adalah 58, 30,
46, 68, 84, 81, 15, 156, 79, 92, 88,96
3. Buat urutan kunjungan penderita tersebut dari kecil ke besar atau besar ke kecil.
30, 46, 58, 68, 79, 81, 84, 88, 92, 96, 156
1. Titik tengah : 12 : 2 = 6
2. Kunjungan penderita diare dengan urutan ke 6 dan ke 7 adalah 79 dan 80, maka
median adalah :
Median biasanya dipergunakan untuk seperangkat data, dimana terdapat nilai individu
yang ekstrim.
c. Mode (nilai terbanyak).
3. Mode merupakan nilai yang paling sering muncul dalam seperangkat data.
5. Mode tidak dapat digunakan dalam perhitunganstatistik yang lebih teliti dan
tepat.
237
Contoh :
Penimbangan anak balita di Posyandu Z bulan Januari 1996 ada 12 orang dengan berat
adalah 6 kg; 8 kg; 10 kg; 9 kg; 7 kg; 10 kg, 6 kg; 7 kg; 8 kg; 9 kg; 7 kg; 7 kg; maka Mode
berat anak balita adalah 7 kg (karena berat anak balita 7 kg ada 4 kali atau yang
terbanyak).
Pengolahan Data
Tujuan pengolahan data adalah untuk mengubah data yang telah dikumpulkan menjadi
informasi yang dibutuhkan untuk tujuan tertentu.
Sebelum melakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan :
1. Koreksi data (data editing).
Setiap data yang dikumpulkan atau diterima, diteliti/dicek kebenaran datanya.
Contoh : ada penderita Tetanus Neonatorum pada umur kelompok 1-4 tahun, jelas hal ini
salah. Karenanya perlu dikoreksi atau diperbaiki.
2. Tabulasi data.
Dari data yang telah dikumpulkan/diterima dibuat "Master table" (tabel utama)
yang merupakan kumpulan data dalam kelompok besar sebelum disajikan dalam grafik
atau tabel.
Dari "Master tabel" data kemudian disajikan dalam bentuk tabel sederhana (yang hanya
1-2 variabel) atau grafik sehingga mudah dipahami.
Pengolahan data dapat dilakukan secara "Manual" (tangan) dan dengan komputer.
Pengolahan data secara "manual" biasanya menggunakan tabel. Sedangkan pengolahan
data dengan komputer perlu beberapa persyaratan antara lain adanya "coding data",
program pengolahan (untuk entri data) sudah tersedia.
Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan secara sederhana antara lain dengan cara visualisasi
dalam bentuk tabel, grafik batang, garis, dan pie (lingkaran), pemetaan dan sebagainya.
Tujuan penyajian data dalam bentuk grafik antara lain adalah agar pembaca dapat melihat
secara cepat informasi yang ingin disampaikan tanpa harus melihat tabel, agar menarik
238
dan mengurangi kejenuhan dalam penyajian data/informasi serta agar pengambilan
keputusan dapat dilakukan secara cepat dan tepat.
239
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat penyajian grafik adalah:
6. arah dan tujuan analisis data
7. ketersediaan data
9. ketepatan dalam memilih salah satu grafik yang akan disajikan, karena masing-
masing grafik mempunyai karakteristik informasi tersendiri.
Bentuk penyajian grafik, antara lain :
1. Grafik batang /
balok ( bar
chart).
Tujuan dari grafik ini adalah :
1. melihat kecenderungan data / pengamatan menurut waktu (dimana sumbu X
berisi data waktu dan sumbu Y menunjukkan frekuensi nilai dari variabel data).
1. Grafik
lingkaran ( pie
chart).
Bentuk penyajian ini adalah penyajian data yang menggambarkan distribusi dari
suatu data. Biasanya grafik lingkaran penyajiannya berbentuk persentase. Satu
lingkaran menggambarkan proporsi 100%, yang terbagi menjadi komponen-
komponennya
2. Grafik garis.
Bentuk penyajian ini untuk melihat kecenderungan dari waktu ke waktu dalam suatu
pengamatan. Pada sumbu Y dapat berupa angka mutlak, persentase, rasio dan rate.
Sedangkan pada sumbu X berisi data waktu (tahun, bulan dan minggu atau hari
tergantung kepentingan dan tujuan analisisnya).
3. Grafik
Gambar
(Pictogram)
240
Bentuk penyajian ini digunakan untuk menggambarkan suatu visualisasi data bagi
masyarakat yang tidak biasa membaca data. Biasanya gambar yang digunakan adalah
simbol-simbol atau gambar-gambar tertentu, yang masing-masing simbol
menggambarkan jumlah tertentu,
4. Grafik Peta
(Cartogram)
Bentuk dari penyajian ini untuk menggambarkan suatu data (absolut)berdasarkan
letak geografis (peta). Untuk menggambarkan jumlah kejadian digunakan gambar
sebagai simbol.
5. Grafik Pencar
(Scatter
diagram)
Grafik ini dipakai untuk menyajikan hubungan (korelasi) antara dua varibel yang
saling berkaitan.Dalam penyajian data dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga)
variabel, yaitu sebagai berikut:
1. Penyajian menurut variabel tempat.
Penyajian ini dapat di buat menurut Desa, Kecamatan, Puskesmas, Posyandu dan
lain-lain.
2. Penyajian menurut variabel waktu .
Penyajian data/informasi dibuat menurut waktu yang dapat disajikan dalam
mingguan, bulanan dan tahunan.
3. Penyajian menurut variabel orang.
Dalam penyajian data menurut variabel orang dapat dikelompokkan lagi menjadi
kelompok umur, jenis kelamin maupun pekerjaannya.
Data yang dimasukkan dalam tabulasi atau visualisasi dapat berupa:
1. Angka absolut
Sebagai contoh :
Jumlah penderita DHF/DBD per bulan di puskesmas (A) Kabupaten (X), Tahun 1993 -
1995
241
Data absolut tersebut disajikan dalam bentuk tabel. Di samping itu, data tersebut dapat
disajikan dalam bentuk grafik garis sebagai contoh berikut ini:
Grafik
b. Persentase
Sebagai contoh:
1. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan termasuk yang didampingi tenaga
kesehatan per desa selama 2 tahun dalam bentuk tabel yang kemudian dibuat
grafik batang, sehingga pola persamaan di desa dapat dilihat kecenderungannya.
242
Hubungan jumlah kasus Poliomyelitis dan cakupan polio 4, dalam tabel dan grafik.
243
Dari LB 1 khususnya penyakit Rongga Mulut dapat disajikan dalam bentuk tabel dan
grafik sebagai berikut:
244
Dari laporan LB3 khususnya Gizi, dapat dibuat tabel dan grafik sebagai berikut:
245
Sumber: LB3 (SP2TP)
c. Rasio.
246
Misal: Rasio bidan di desa terhadap jumlah penduduk sasaran.
Data Rasio bidan di desa per penduduk sasaran (ibu hamil), didapat dari jumlah bidan di
desa dibagi jumlah penduduk sasaran (ibu hamil) di desa tersebut. Sebagai contoh sebagai
berikut:
Dari tabel di atas, terlihat bahwa rata-rata di Puskesmas (S) 1 (satu) bidan di desa
melayani sekitar 40 ibu hamil.
Pemanfaatan Data
Semua data dasar, data sumber daya dan kegiatan dicatat di Puskesmas,
sedangkan pelaporannya (LB1, LB2, LB3, LB4, LT1, LT2 dan LT3) yang dikirim ke
Kota/Kabupaten disesuaikan dengan kebutuhan informasi di tingkat Kota/Kabupaten,
Propinsi dan Pusat.
Dengan demikian hasil pencatatan kegiatan yang relatif lengkap tersebut dapat digunakan
sebagai data sekunder bagi Facility Based Survey.
Pemanfaatan data SP2TP harus dikaitkan dengan prioritas nasional, kesepakatan
global, keterpaduan lintas program dan sektor terkait, masalah penyakit yang berpotensi
KLB/Wabah serta efektivitas pelayanan.
A. Umum.
Informasi yang diperoleh dari pengolahan data SP2TP dapat dipergunakan atau
dimanfaatkan untuk:
1. Pemantauan.
247
Pemantauan diperlukan untuk mengambil tindakan perbaikan segera dan yang
paling penting untuk dilakukan di tingkat Puskesmas.
Gambaran kesenjangan pelayanan kesehatan dapat diketahui dengan cara
membandingkan cakupan hasil pelayanan dengan target/norma yang telah ditetapkan,
misalnya:
1. Cakupan imunisasi DPT3 tahun 1995 (Januari s/d Desember 1995) di Puskesmas
A mencapai 65 %. Target DPT3 di Puskesmas A 80 %. Dari data tersebut terlihat
adanya kesenjangan antara cakupan yang seharusnya dicapai dengan kenyataan.
248
Dalam mendeteksi kemungkinan terjadinya wabah perlu dilakukan pemantauan
harian atau mingguan. Data yang dicatat dalam Register kunjungan, Register Rawat Inap
dan beberapa register penyakit menular dapat dimanfaatkan sebagai sumber
data/informasi.
Pemanfaatan data dalam Manajemen Kesehatan di Puskesmas adalah :
1. Pemanfaatan data untuk PI (Perencanaan) Tingkat Puskesmas.
1. Perencanaan di tingkat Puskesmas meliputi:
2. Perencanaan awal berupa usulan kegiatan Puskesmas, kebutuhan obat-obatan,
dan kebutuhan sumber daya (sarana, tenaga dan dana) sesuai dengan masalah dan
kondisi setempat yang akan dilaksanakan untuk tahun anggaran berikut. Dalam
menyusun perencanaan ini data SP2TP dan informasi lain yang diperlukan antara
lain:
1. Data dasar seperti: vital statistik, sasaran kegiatan pokok puskesmas, sarana, dan
informasi umum lainnya yang mendukung upaya kesehatan.
2. Data pola penyakit dan distribusi penyakit menurut tempat, waktu dan orang
(umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya) dari kartu individu, register
dan laporan LB1.
4. Data cakupan kegiatan yang dihitung dari hasil kegiatan pokok Puskesmas
bersumber dari Laporan LB3 dan LB4,
5. Perencanaan pelaksanaan kegiatan (POA), dibuat setelah alokasi dana diterima
oleh Puskesmas. Penyusunan POA disesuaikan dengan hasil kegiatan pokok
Puskesmas dan kondisi tenaga serta wilayah kerjanya.
249
kecamatan, berdasar hasil kegiatan tribulan dan informasi lainnya disajikan untuk dibahas
termasuk untuk ditindaklanjuti oleh yang berkepentingan.
8. Pemanfaatan data untuk pengawasan, pengendalian dan penilaian (P3).
Untuk Stratifikasi, digunakan data hasil kegiatan tahunan dan hasil olahan SP2TP
termasuk pula informasi lainnya yang diperlukan. Stratifikasi adalah merupakan alat
evaluasi Puskesmas, dimana dalam Stratifikasi hasil kegiatan pokok Puskesmas selama 1
(satu) tahun kalender dihitung dan dibandingkan dengan indikator yang ada, sehingga
diketahui tingkat/strata Puskesmas tersebut.
Data dari LB-3 dan LB-4 juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk
penyusunan laporan Triwulanan Proyek, khususnya Bagian Proyek PPKM di
Kota/Kabupaten ( form B. 1 .a). Data termaksud misalnya jumlah bumil risti yang
ditangani, jumlah persalinan oleh tenaga kesehatan, jumlah keluarga berisiko yang dibina.
B. Khusus
Pemanfaatan data SP2TP sebagaimana pada ruang lingkup yaitu kartu individu, register,
laporan bulanan dan tahunan adalah sebagai berikut:
1. Data yang terdapat pada kartu individu dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan
informasi mengenai:
1. Kelengkapan pelayanan kepada klien.
250
9. Menilai kelengkapan pelayanan kepada klien.
10. Rencana follow-up kasus.
21. Gambaran pola minimal dan maksimal kesakitan suatu penyakit 5 tahunan.
23. Sebagai sumber informasi untuk perencanaan, intervensi dan tindak lanjut kasus.
27. Gambaran 10 jenis obat yang paling sering digunakan sebagai bahan evaluasi
penggunaan obat secara rasional dikaitkan dengan pola 10 penyakit terbesar.
30. Rencana tindak lanjut program terhadap kematian maternal, kematian neonatal.
BBLR, BGM, LILA WUS < 23,5 cm, AFP, tetanus neonatorum, demam berdarah
dengue.
31. Kesenjangan cakupan terhadap target.
32. Melihat dropout dan missed opportunity baik program yang bersangkutan
maupun keterkaitannya dengan program lain.
34. Rencana tindak lanjut program terhadap risiko pencemaran air bersih, keluarga
dengan penderita TB, kusta, tetanus neonatorum, BBLR.
38. Gambaran mengenai peran serta masyarakat seperti: jumlah posyandu, polindes,
pos kesehatan pesantren, pos UKK, dukun bayi, kader, dan sebagainya.
39. Mengetahui jumlah total alat Puskesmas yang dirinci menurut fasilitas pelayanan
di Puskesmas/Puskesmas rawat inap, Puskesmas Pembantu dan bidan di desa.
252
40. Untuk mengetahui kebutuhan dasar alat yang diperlukan di Puskesmas dan
jumlah permintaan alat yang diajukan ke Kota/Kabupaten.
253
Catatan:
- K = kurang
- B = baik
- J = jelek
Setelah dilakukan interpretasi maka terlihat status dan masing-masing desa dan
untuk masing-masing desa. Berdasarkan hasil interpretasi tersebut maka ditentukan
alternatif tindakan sebagai berikut:
1. Bagi desa yang mempunyai status baik atau cukup, pola penyelenggaraan perlu
diteruskan, mungkin diperlukan beberapa penyesnaian atau peningkatan tertentu.
2. Bagi desa yang mempunyai status kurang atau terutama yang jelek diperlukan
analisa penyebab masalah, sehingga altematif tindak lanjut dapat terfokus untuk
menghilangkan penyebab masalah tersebut.
Setiap keputusan untuk tindak lanjut hams dijabarkan dalam bentuk rencana operasional
jangka pendek (1-3 bulan) sesuai dengan keadaan masalah dan keadaan daerah (area
spesifik) rencana operasional tersebut meliputi :
1. Intervensi dan kegiatan teknis termasuk penyediaan logistik yang perlu
dibicarakan dalam Lokakarya Mini Puskesmas.
2. Intervensi dan kegiatan non teknis yang perlu konsultasi dengan camat, Tim
Penggerak PKK Kecamatan dan pertemuan koordinasi tingkat Kecamatan.
254
BAB 12
Sistem Informasi Geografisdan Penerapannya
penggunaan Sistem Informasi Geografi (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-an.
Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, militer, akademis, atau
bisnis terutama di negara-negara maju. Perkembangan teknologi digital sangat besar
peranannya dalam perkembangan penggunaan SIG dalam berbagai bidang. Hal ini
dikarenakan teknologi SIG banyak mendasarkan pada teknologi digital ini sebagai alat
analisis.
Sebelum membahas permasalahan teknis Sistem Informasi Geografi (SIG) lebih
dalam, ada baiknya bila terlebih dahulu memahami makna, manfaat, dan peran SIG dalam
penyelesaian permasalahan. Siapakah sebenamya yang dapat terbantu oleh adanya
teknologi SIG ini? Apa kelebihan-kelebihan yang diperoleh dengan menguasai teknologi
SIG? Bagaimana operasionalisasi dari teknologi tersebut agar mendapatkan hasil yang
efektif dan efisien? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kiranya dapat menjadi dasar
pemahaman dalam usaha penguasaan teknologi SIG ini.
255
Dengan demikian, basis analisis dan SIG adalah data spasial dalam bentuk digital
yang diperoleh melalui data satelit atau data lain terdigitasi. Analisis SIG memerlukan
tenaga ahli sebagai interpreter, perangkat keras komputer, dan software pendukung.
2. Kompilasi
3. Penyimpanan
256
4. Pembaruan dan perubahan
6. Manipulasi
7. Penyajian
8. Analisis
Pemanfaatan SIG secara terpadu dalam sistem pengolahan citra digital adalah untuk
memperbaiki hasil klasifikasi. Dengan demikian, peranan teknologi SIG dapat diterapkan
pada operasionalisasi penginderaan jauh satelit. Pengembangan teknologi penginderaan
jauh satelit dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
257
Gambar 12.3 Sistem kerja SIG
Data spasial dari penginderaan jauh dan survei terestrial tersimpan dalam basis
data yang memanfaatkan teknologi komputer digital untuk pengelolaan dan pengambilan
keputusannya.
Secara teknis SIG mengorganisasikan dan memanfaatkan data dari peta digital yang
tersimpan dalam basis data. Dalam SIG, dunia nyata dijabarkan dalam data peta digital
yang menggambarkan posisi dari ruang (space) dan klasifikasi, atribut data, dan
hubungan antar item data. Kerincian data dalam SIG ditentukan oleh besamya satuan
pemetaan terkecil yang dihimpun dalam basis data. Dalam bahasa pemetaan kerincian itu
tergantung dari skala peta dan dasar acuan geografis yang disebut sebagai peta dasar.
Memperoleh Data SIG
Data Sistem Informasi Geografi berupa data digital yang berformat raster dan
vektor. Vektor menyimpan data digital dalam bentuk rangkaian koordinat (x,y). Titik
disimpan sebagai sepasang angka koordinat dan poligon sebagai rangkaian koordinat
yang membentuk garis tertutup. Raster menyatakan data grafis dalam bentuk rangkaian
bujursangkar yang disimpan sebagai pasangan angka menyatakan baris dan kolom dalam
suatu matriks.
Sumber data digital dapat berupa citra satelit atau data foto udara digital serta
foto udara yang terdigitasi (scanning). Data lain dapat berupa peta dasar terdigitasi.
Masing-masing sumber data tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan, terutama pada
keincian dan keluasan data yang dapat diperoleh. Dengan demikian, pemanfaatan kedua
jenis data tersebut secara saling melengkapi sangatlah menguntungkan.
Metode digitasi dapat dilakukan secara manual dengan alat digitizer atau
menggunakan perangkat lunak dengan teknik digitasi on screen. Perangkat lunak yang
dapat digunakan untuk digitasi ini misalnya AutaCAD, R2V dan lain-lain.
Perangkat keras lain sebagai alat bantu digitasi adalah scanner. Scanner akan
mengubah gambar analog (gambar pada selembar kertas) menjadi data digital elektronik
yang dapat direkam pada media magnetik seperti disk, CD dan lain-lain.
Ada sedikitnya lima metode perolehan data digital yang dikenal saat ini yaitu:
1. Digitasi peta-peta yang ada dengan menggunakan digitizer
258
2. Scanning peta
259
SIG dengan pendekatan analisis keruangan (spatial analysis) akan dapat
mengetahui pemencaran, penjalaran atau penyebaran suatu penyakit yang dikemukakan
dalam teori difusi (Bintarto, 1991), yaitu:
1. Difusi Ekspansi (expansion diffusion)
Yaitu suatu proses dimana informasi, material dan sebagainya menjalar melalui
suatu populasi dari suatu daerah ke daerah yang lain. Difusi ekspansi ada dua jenis, yaitu
1) difusi menjalar (contagious diffusion) dimana proses menjalarnya terjadi dengan
kontak yang langsung antar manusia atau antar daerah, misalnya menjalarnya penyakit
melalui kontak antar manusia, 2) difusi kaskade (cascade diffusion) adalah proses
penjalaran atau penyebaran fenomena melalui beberapa tingkat atau hirarki.
2. Difusi Penampungan (relocation diffusion)
Yaitu merupakan proses informasi, material dan sebagainya yang didifusikan
meninggalkan daerah yang lama dan berpindah atau ditampung didaerah yang baru.
Misalnya seperti perpindahan epidemi dari suatu populasi ke populasi yang lain.
Unsur-unsur dalam proses difusi adalah 1) daerah atau area atau lingkungan
dimana proses difusi terjadi, 2) waktu (time) dimana difusi dapat terjadi terus menerus
atau dalam waktu yang terpisah-pisah, dan 3) item yang dapat berbentuk material seperti
penduduk dan non material seperti penyakit (Bintarto, 1991)
Kepustakaan
260
Binamawas Prasindo.Jakarta : PT.Gramedia, 1992
7. Scott GM. Prinsip-Prinsip Sistem Informasi Manajemen. Edisi Indonesia, Cetakan
ke-7, atas izin McGraw Hill Inc. Jakarta : PT Rajawali Grafindo, 2002.
8. Hartono B. Pengembangan SIK Daerah dalam : Pusdatin (eds). Materi Fasilitasi
Pengembangan SIK Daerah. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2002.
9. Sauerborn R and Lippeveld T. Introduction in : Lippeveld T. (ed). Design and
Implementation of Health Information Systems. Geneva : WHO, 2000.
10. Hartono B., Wandaningsih. Konsep Dasar Sistem Informasi Kesehatan dalam :
Medika No. 11 Tahun 17, November 1991. Jakarta : 1991.
11. Kenney N., Macfarlene A. Identifying problems with data collection at a local
level: survey of NHS maternity units in England. BMJ, 1999: 319: 816-22.
12. Depkes RI. Sistem Kesehatan Nasional 2004. Jakarta: Depkes RI, 2004.
13. Depkes RI. Strategi Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan Nasional
(SIKNAS). Jakarta: Depkes RI, 2002.
14. Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 1: Konsep
Dasar SIMPUS. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1997.
15. Depkes RI. Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS), Buku 3:
Pengolahan dan Pemanfaatan Data SP2TP. Jakarta : Departemen Kesehatan RI,
1997.
16. Budiyanto E. Sistem Informasi Geografis Menggunakan Arc View GIS.
Yogyakarta: Andi Offset, 2002.
17. Depkes RI. Sistem Informasi Geografis (SIG). Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Ditjen P2M & PL, Tanpa tahun.
18. WHO. Developing health management information systems: a practical guide for
developing countries. Geneva: WHO, 2004.
261
Lampiran-Lampiran
Contoh-Contoh Tabel
Contoh Tabel Induk (Master Table)
Data Distribusi Penduduk di Kecamatan A Tahun 2005
Jumlah
Jumlah Jumlah Bayi Jumlah Balita Ibu
Desa/Kelurahan penduduk
KK Hamil
262
Jumlah
Jumlah
263
Laki - Laki Perempuan Total
0-<1
1-<5
5 - < 10
10 - < 15
15 - < 20
20 - < 25
25 - < 30
30 - < 35
35 - < 40
40 - < 45
45 - < 50
50 +
Jumlah
Contoh-Contoh Penyajian
264
265
266
267
268
PetunjukDiskusi
PETUNJUK DISKUSI KELOMPOK
MENGIDENTIFIKASI KEBUTUHAN INFORMASI
DAN INDIKATOR
1. Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok, yaitu Kelompok Puskesmas, Kelompok
Rumah Sakit, dan Kelompok Dinas Kesehatan.
269
6. Waktu untuk berdiskusi hendaknya dibatasi yaitu 30 menit. Selesai diskusi
kelompok, masing-masing kelompok diminta menyajikan hasil diskusinya dan
ditanggapi secara pleno (diskusi pleno).
11. Kelompok dapat diberi " Formulir Kebutuhan Data dan Cara Mengumpulkannya "
sebagaimana tercantum di bawah ini, untuk membantu diskusi mereka.
Indikator Data yang dibutuhkan Sumber Data Cara Mengumpulkan
3. Kelompok Bupati atau Walikota diberi tugas mendiskusikan dan merumuskan jenis
analisis dan bentuk sajian informasi yang sesuai dengan pengambilan keputusan
yang sering dilakukan oleh Bupati atau Walikota dalam rangka Pembangunan
Kesehatan dengan memilih butir informasi yang dihasilkan dari kerja kelompok
yang lalu).
5. Kelompok dapat diberi Formulir " Jenis Analisis dan Sajian Informasi Untuk
Pengambilan Keputusan " sebagaimana tercantum di bawah ini, untuk membantu
diskusi mereka.
271
6. Waktu untuk berdiskusi hendaknya dibatasi yaitu 30 menit. Selesai diskusi kelompok,
masing-masing kelompok diminta menyajikan hasil diskusinya dan ditanggapi secara
pleno (diskusi pleno).
Tugas Akhir
ANALISIS SISTEM INFORMASI MANAJEMEN
PROGRAM KESEHATAN DI PUSKESMAS
SISTEMATIKA:
BAB I: PENDAHULUAN (Pembangunan Kesehatan hubungannya dengan Program)
BAB II: GAMBARAN UMUM LOKASI
1. GEOGRAFIS DAN DEMOGRAFI
2. SOSIAL EKONOMI
3. STATUS KESEHATAN DAN SARANA KESEHATAN
BAB III: ANALISIS SITUASI PROGRAM
1. PELAKSANAAN PROGRAM
2. SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PROGRAM
BAB IV: PEMBAHASAN
A. ANALISIS MASALAH
1. Pelaksanaan Program (Cakupan/Kinerja dan Sumber Daya dll), divisualisasi dalam
bentuk analisis geografis (peta tematik)
2. Sistem Informasi (Indikator, Proses Informasi, Sumber Daya)
B. ANALISIS PEMECAHAN DAN TINDAK LANJUT
1. Pelaksanaan Program
2. Sistem Informasi Manajemen Program
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
272
Pembagian Kelompok:
1. Program Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak
2. Program Perbaikan Gizi
3. Program Imunisasi
4. Program Pemberantasan Penyakit TB Paru
5. Program Pemberantasan Penyakit ISPA/Malaria
6. Program Pemberantasan DBD
7. Program Kesehatan Lingkungan
8. Program Promosi Kesehatan
273