Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu bagian dari rumah sakit yang
menyediakan pelayanan awal dan segera bagi pasien. Penanganan di IGD memiliki criteria
berdasarkan kegawatannya dalam pemberian pelayanan. Secara umum kunjungan pasien
IGD didominasi oleh stroke, hipertensi, asma, pasien dengan trauma, abdominal pain.
Penelitian yang dilakukan oleh Husna (2015). Asma adalah gangguan peradangan kronis
saluran nafas yang dicirikan oleh batuk, mengi, dada terasa berat dan kesulitan bernafas.
Asma adalah gangguan pada saluran bronkhial yang mempunyai ciri bronkospasme periodik
(kontraksi spasme pada saluran pernafasan) terutama pada percabangan trakeobronkhial
yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin,
infeksi, otonomik dan psikologi (Somantri, 2012). Gejala asma sangat bervariasi antara
seorang penderita dengan penderita lainnya, gejala asma terdiri dari triad, yaitu : dispnue,
batuk dan mengi (Somantri, 2012). Gejala tersebut disebabkan oleh penyempitan saluran
nafas. Penyempitan ini disebabkan oleh mengkerutnya otot-otot yang melingkari saluran
nafas, membengkak dan meradangnya jaringan sekitar selaput lendir atau dahak yang
ditumpahkan kesaluran nafas (Suddarth, 2013).
Serangan asma bronkial yang berat dapat menyebabkan kematian. Dilaporkan angka
kematiannya berkisar 1-3%. Banyak faktor yang terlibat dalam terjadinya kematian karena
asma bronkial.Akan tetapi, yeng jelas 77 dari 90 kasus kematian kerena asma bronkial dapat
dicegah. Faktor-faktor utama penyebab kematian adalah ketidaktepatan diagnosis, penilaian
beratnya asma oleh penderita maupun oleh dokter yang merawat kurang akurat, serta
pengobatan yang kurang memadai. Hal yang penting bagi penderita sendiri adalah
pengetahuan yang baik mengenai penyakitnya, termasuk perilaku bagaimana cara
pencegahan serangan asma bronkial, tindakan pertama untuk mengatasi serangan asma, dan
menentukan saat yang tepat untuk meminta pertolongan dokter (Abidin,2012). Menurut
Wahyu (2013). Faktor-faktor pencetus derajatserangan asma menentukan tingkat serangan
asma pada penderita asma itu sendiri. Dengan seringnya penderita terpapar dengan pencetus-
pencetus tersebut maka serangan asma penderita akan sering terjadi berulang. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan untuk menganalisa keefektifan dari teknik slow deep
breathing.

B. Tujuan
Untuk menganalisa keefektifan dari teknik pernapasan slow deep breathing terhadap
tingkat kontrol asma bronkhial
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Asma adalah gangguan peradangan kronis saluran nafas yang dicirikan oleh batuk,
mengi, dada terasa berat dan kesulitan bernafas. Asma adalah gangguan pada saluran
bronkhial yang mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran
pernafasan) terutama pada percabangan trakeobronkhial yang dapat diakibatkan oleh
berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi
(Somantri, 2012).
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor
risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)

B. Mekanisme Penelitian
Penelitian teknik Slow Deep Breathing pada jurnal pertama yang berjudul “Efektifitas
Terapi Slow Deep Breathing Terhadap Tingkat Keparahan Asma Di Ruang Mawar Rsud.
Dr. R. Koesma Tuban”, merupakan penelitian analitik eksperimental dengan desain
eksperimental semu (quasi eksperimen). Didapatkan 14 responden pada masing-masing
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah terapi napas slow deep breathing sebagai variabel bebas dan tingkat
kontrol asma sebagai variabel terikat. Penelitian dilakukan selama 4-5 hari dan
menggunakan alat peak flow meter yang akan digunakan untuk mengukur fungus faal paru
pasien. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan ada 2 kelompok, yaitu sebagai
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
yaitu penderita asma bronkial persisten sedang yang berusia 21- 65 tahun.
Jurnal penelitian kedua yang berjudul “Terapi Slow Deep Breathing (Sdb) Terhadap
Tingkat Kontrol Asma” merupakan jenis penelitian yang menggunakan metode quasi
eksperimen dengan rancangan nonequivalent control group design. Teknik sampling yang
digunakan adalah purposive dengan sampel 15 orang pada masing-masing kelompok
eksperimen dan kontrol. Dari hasil analisis penelitian didapatkan bahwa ada perbedaan
bermakna antara selisih skor pretest dan posttest ACT (p=0,001), nilai APE (p=0,004),
variasi harian APE (p=0,005), efek samping obat (p=0,010) dan kunjungan ke UGD
(p=0,038) antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
Jurnal penelitian pada jurnal ketiga yang berjudul “Pengaruh Deep Breathing Exercise
terhadap Nilai Arus Puncak Ekspirasi Pada Penderita Asma Bronkhial” penelitian ini
menggunakan metode quasi experimental design, dengan pendekatan pre test and post test
two groups design. Jumlah sampel pada penelitian ini 10 orang, cara pengambilan sampel
menggunakan metode total sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil
seluruh anggota populasi sebagai sampel. Data yang diperoleh tidak berdistribusi normal,
uji statistik menggunakan uji Wilcoxon untuk mengetahui perbedaan niali APE predan
postpada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol nilai p: 0,042
atau p<0,05 hasilnya signifikan, pada kelompok perlakuan deep breathing exercisenilai
p: 0,043 atau p<0,05 hasilnya signifikan. Uji Mann Whitneyuntuk mengetahui beda
pengaruh kedua kelompokdiperoleh nilai p= 0,012 atau nilai p < 0,05 sehingga Ha
diterima yang berarti ada perbedaan pengaruh deep breathing exerciseterhadap nilai arus
puncak ekspirasi pada penderita asma bronkhial.
BAB III
INTERVENSI YANG DISARANKAN

A. PICOT FRAME WORK


B. Sumber Literatur
Astuti, Nurul Dwi. 2017. Terapi Slow Deep Breathing (Sdb) Terhadap Tingkat Kontrol
Asma.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Ferianto, Kusno & Dwi Ariani. 2019. Efektifitas Terapi Slow Deep Breathing Terhadap
Tingkat Keparahan Asma di Ruang Mawar Rsud. Dr. R. Koesma Tuban.
Maya Walburga, Vincentia. 2014. Pengaruh Deep Breathing Exerciseterhadap Nilai Arus
Puncak Ekspirasi Pada Penderita Asma Bronkhial.
Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic Noc. Jakarta : EGC

C. Teori dan Konsep Intervensi


1. Definisi
Slow deep breathing (SDB) merupakan teknik pernapasan dengan frekuensi
bernapas kurang dari 10 kali permenit dan fase inhalasi yang panjang. Latihan slow
deep breathing dapat meningkatkan suplai oksigen ke otak dan dapat menurunkan
metabolisme otak sehingga kebutuhan oksigen otak menurun.
Slow Deep Breathing (SDB) adalah teknik pernapasan dengan frekuensi bernapas yang
kurang dari 10 kali permenit dan merupakan inhalasi yang panjang. Slow deep breathing
merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat.
Pengendalian pengaturan pernapasan secara sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan
pernapasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla oblongata.
Slow Deep Breathing merupakan latihan pernapasan dengan teknik bernapas secara
perlahan dan dalam, menggunakan otot diafragma, sehingga memungkinkan abdomen
terangkat secara perlahan dan dada mengembang penuh.
2. Mekanisme
Pada penelitian jurnal pertama termasuk jenis penelitian yang di gunakan yaitu jenis
penelitian analitik eksperimental dengan desain eksperimental semu (quasi eksperimen).
Sehingga didapatkan 14 responden pada masing-masing kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah terapi napas slow deep
breathing sebagai variabel bebas dan tingkat kontrol asma sebagai variabel terikat. Penelitian ini
dilakukan dengan mengkaji yang diberikan slow deep breathing terhadap tingkat kontrol asma
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang diberikan pretest dan posttest untuk
mengetahui perbedaan dari kedua kelompok tersebut sebelum dan sesudah penelitian. Dalam
penelitian ini sampel yang digunakan ada 2 kelompok, yaitu sebagai kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu penderita asma bronkial
persisten sedang yang berusia 21- 65 tahun.
Pada penelitian jurnal kedua termasuk jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis
penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian quasi eksperimen. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah non equivalent control group design. Pengambilan sampel
menggunakan purposive sampling sehingga didapat 15 responden pada masing-masing
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah terapi napas slow deep breathing sebagai variabel bebas dan tingkat kontrol
asma sebagai variabel terikat. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji terapi slow deep
breathing terhadap tingkat kontrol asma antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
yang diberikan pretest dan posttest untuk mengetahui perbedaan dari kedua kelompok tersebut
sebelum dan sesudah penelitian. Penelitian dilakukan selama 10 minggu dan menggunakan alat
peak flow meter yang akan digunakan untuk mengukur fungus faal paru pasien. Dalam
penelitian ini sampel yang digunakan ada 2 kelompok, yaitu sebagai kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu penderita asma bronkial
persisten sedang yang berusia 21-65 tahun.
Pada penelitian jurnal ketiga menggunakan metode quasi experimental design, dengan
pendekatan pre test and post test two groups design. Jumlah sampel pada penelitian ini
10 orang, cara pengambilan sampel menggunakan metode total sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai sampel.
3. Indikasi dan Kontraindikasi
a. Indikasi :
Pada teknik slow deep breathing dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan sitem
pernapasan yaitu asma, emfisema, dan pasien bedrest
b. Kontraindikasi :
1) pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam ruang
antar pleura dan merupakan suatu keadaan gawat darurat
2) gangguan sistem kardiovaskuler seperti hipotensi, infark miokard akut dan
aritmia

4. Efek Samping
Dalam penelitian ini tidak ditemukan efek samping dalam teknik slow deep brathing

5. Efektivitas dan Keamanan Penggunaan


Dari ketiga jurnal yang telah di telaah, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan
teknik slow deep bretahing sangat efektif dan berpengaruh terhadap tingkat kontrol
pada asma bronkhial. Slow deep breathing akan akan memberikan efek melenturkan dan
memperkuat otot pernapasan, meningkatkan sirkulasi, mempercepat dan
mempertahankan pengontrolan asma yang ditandai dengan penurunan gejala
meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya. Tetapi pada slow deep breathing perlu
diperhatikan pada pasien dengan komplikasi seperti penumothorak dan pasien jantung.

D. Implikasi dan Rekomendasi Intervensi


1. Implikasi
Pada penelitian ini, menunjukan adanya peningkatan fungsi ventilasi oksigenasi
paru setelah intervensi slow deep breathing. Latihan menghirup dan menghembuskan
udara secara perlahan dan dalam yang dilakukan secara periodik atau terus-
menerus merupakan kegiatan yang terpola antara kontrol pusat pernapasan dengan
kombinasi kemampuan kinerja otot pernapasan, compliance paru, dan struktur
rangka dada yang dapat menghasilkan adaptasi terhadap ritme dan kecepatan
pernapasan. Penderita asma memiliki pola pernapasan yang salah dan
cenderung menggunakan pernapasan dada atas dan mengempiskan perut saat inspirasi.
Pada kondisi ini energi yang diperlukan tinggi sedangkan pengembangan paru minimal.
Dalam kondisi ini, diafragma yang terdorong ke atas akibat perut yang
dikempiskan cenderung tegang dan panik sewaktu serangan yang membuat sukar
mengontrol pernapasan dan membuat konstriksi (menyempitnya) saluran napas
bronchus bertambahsehingga menyebabkan penurunan fungsi paru. Sloe deep
breathing dilakukan untuk menghasilkan tekana lebih rendah pada intrathorak,
sehingga udara akan mengalir dari tekanan atmosfir yang lebih tinggi masuk kedalam
paru-paru yang memiliki tekanan yang rendah sebagai proses pertukarangas dan
ventilasi. Terlatihnya otot-otot pernapasan ini akan meningkatkan kemampuan
paru-paru untuk menampung volume udara sehingga nilai APE (arus puncak
ekspirasi) akan mengalami peniningkatan. Pada teknik slow deep breathing perlu
diperhatikan pada pasien dengan komplikasi seperti penumothorak dan pasien jantung.

2. Rekomendasi Intervensi
Dalam penelitian ini sangat direkomendasikan bagi penderita asma diharapkan
tetap melakukan olah napas slow deep breathing dengan tujuan mempertahankan fungsi
paru dan melatih cara bernapas dengan baik dan benar. Latihan pernapasan slow deep
breathing dapat digunakan sebagai salah satu penunjang pengobatan asma karena
keberhasilan pengobatan asma tidak hanya ditentukan oleh obat asma yang dikonsumsi
pasien. Namun juga dapat dipengaruhi oleh pengendalian faktor pemicu dan latihan olah
napas.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi non farmakologi yang efektif dapat diberikan pada pasien asma dapat mengurangi
tingkat keparahan asma dibuktikan dengan teknik slow deep breathing. Tingkat keparahan
asma pada pasien asma sebelum diberikan terapi slow deep breathing pada kelompok eksperimen
mengalami kategori berat. Sedangkan sesudah diberikan intervensi hampir seluruhnya mengalami
tingkat keparahan sedang, Tingkat keparahan asma pada kelompok kontrol sebelum diberikan
intervensi mengalami tingkat keparahan asma berat, sedangkan sesudah diberikan intervensi
sebagian besar mengalami tingkat keparahan asma sedang dan ringan.

B. Saran
a. Intervensi dapat direkomendasikan sebagai pedoman dalam melakukan terapi non
farmakologi untuk memberikan efek relaksasi pada pasien asma
b. Pedoman dalam melakukan evidence based nursing practice khususnya di ruang IGD
c. Meningkatkan pengetahuan dalam melakukan prosedur
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Nurul Dwi. 2017. Terapi Slow Deep Breathing (Sdb) Terhadap Tingkat Kontrol Asma.
Diakses pada tanggal 19 Januari 2020. Pukul : 19.00 WIB
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Ferianto, Kusno & Dwi Ariani. 2019. Efektifitas Terapi Slow Deep Breathing Terhadap Tingkat
Keparahan Asma di Ruang Mawar Rsud. Dr. R. Koesma Tuban. Diakses pada tanggal 1
Februari 2020. Pukul : 19.00 WIB
Maya Walburga, Vincentia. 2014. Pengaruh Deep Breathing Exerciseterhadap Nilai Arus
Puncak Ekspirasi Pada Penderita Asma Bronkhial. Diakses pada tanggal 1 Februari
2020. Pukul : 19.00 WIB
Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic Noc. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai