PENDAHULUAN
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi1. Batasan ini
berdasarkan pada observasi epidemiologi, bayi dengan berat badan lahir
dibawah 2.500 gram memiliki mortalitas 20 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan bayi dengan berat badan lahir lebih dari 2.500 gram2.
Lebih dari 50% beban global BBLR terjadi di Asia, dengan insiden
terbesar di Asia Selatan (26%) dimana satu dari empat bayi baru lahir
adalah dengan berat kurang dari 2.500 gram. Insiden BBLR di tujuh Negara
Asia Tenggara berkisar 7-21%, dimana insiden di Indonesia 7% (masih
berada di atas Vietnam 5%), namun jauh lebih baik dibandingkan dengan
Burma 9%, Timor Leste 10%, Kamboja 11%, Laos 15 % dan Philipina
21%2
Kejadian BBLR (periode 2009-2013) dari 15,5% menjadi 16% dan
sebesar 95,6% dari jumlah tersebut berada di negara berkembang.
Prevalensi BBLR di Indonesia dari tahun 2007 (11,5%) hingga tahun 2013
(10,2%) dan tahun 2018 (6,2%). Prevalensi tertinggi di Provinsi Sulawesi
Tengah (8,9%) dan terendah di Provinsi Jambi (2,6%), sedangkan di
Provinsi Sumatera Selatan memiliki prevalensi 7%3
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah hasil dari hambatan
pertumbuhan intrauterine, kelahiran prematur atau kombinasi patofisiologi
keduanya. Ada banyak faktor yang berkontribusi dalam kejadian BBLR,
diantaranya faktor ibu, janin dan plasenta2.
Faktor risiko kejadian BBLR d Indonesia yaitu Ibu hamil yang
berumur <20 atau >35 tahun, jarak kehamilan terlalu pendek, ibu dengan
riwayat BBLR sebelumnya, mengerjakan pekerjaan fisik yang berat,
mengerjakan pekerjaan fisik beberapa jam tanpa istirahat, sangat miskin,
beratnya kurang dan kurang gizi, merokok, konsumsi obat-obatan terlarang,
2
2
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
4
5
2.2.1 Klasifikasi
Menurut Kosim dkk 2014, Berat badan lahir bayi dapat
dikelompokkan menjadi1 :
1. Bayi Berat Lahir Rendah
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah berat badan
lahir bayi kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia
gestasi1. Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR6:
1) Menurut harapan hidupnya
a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dengan berat lahir
1500-2500 gram.
b. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) dengan
berat lahir 1000-1500 gram.
c. Bayi BeratLahir Ekstrim Rendah (BBLER) dengan
berat lahir kurang dari 1000 gram.
2) Menurut masa gestasinya
a. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang
dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan
berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut
neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan
(NKB-SMK).
b. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan seharusnya untuk masa
gestasi. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan
intrauterin dan bayi kecil untuk masa kehamilannya
(KMK)
5
6
1. Faktor ibu
a. Penyakit
1) Mengalami komplikasi kehamilan seperti anemia,
perdarahan antepartum, preeklampsia berat,
eklampsia, dan infeksi kandung kemih
2) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular
seksual, hipertensi, HIV/AIDS, TORCH, dan
penyakit jantung
3) Penyalahgunaan obat, merokok, dan konsumsi
alkohol
b. Kehamilan
1) Kehamilan pada usia < 20 tahun atau >35 tahun
2) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek
(kurang dari 1 tahun)
3) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya
c. Keadaan sosial ekonomi
1) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi
rendah. Hal ini dikarenakan keadaan gizi dan
pengawasan antenatal yang kurang
2) Aktivitas fisik yang berlebihan
2. Faktor janin
Faktor janin meliputikelainan kromosom, infeksi janin
kronik, gawat janin, dan kehamilan kembar.
3. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh hidramnion, plasenta previa,
solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom
parabiotik), dan ketuban pecah dini.
4. Faktor lingkungan
6
7
7
8
c) Tingkat pendidikan
8
9
9
10
10
11
4. Kadar Hemoglobin
11
12
12
13
5. Pendidikan Ibu
Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan
dengan BBLR, dengan resiko 1,870 kali lebih besar terjadi pada
ibu dengan tingkat pendidikan rendah dari pada tingkat
pendidikan tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
menyatakan tingkat pendidikan rendah memiliki risiko 1,919 kali
lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil
dengan tingkat pendidikan tinggi. Hasil analisis tingkat
pendidikan berkaitan dengan luasnya wawasan yang dimiliki oleh
seorang ibu. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka wawasan
yang dimiliki ibu akan semakin tinggi dan memiliki pola pikir
yang terbuka untuk menerima pengetahuan baru yang dianggap
bermanfaat dalam masa kehamilannya.
Tingkat pendidikan yang dimiliki ibu mempunyai pengaruh
kuat pada perilaku reproduksi, kelahiran, kematian anak dan bayi,
kesakitan, dan sikap serta kesadaran atas kesehatan keluarga.
13
14
BAB III
LAPORAN KASUS
14
15
3.1 Identitas
A. Pasien
Nama : Ny. H
Usia : 25 tahun
Tanggal lahir : 15 Desember 1994
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Lr. Perguruan RT 003 RW 002 Kelurahan Talang
Bubu, Plaju Darat, Plaju
Agama : Islam
MRS : 16 April 2019
Jam MRS : 02.00 WIB
No. RM : 60-00-12
B. Suami
Nama : Tn.MY
Umur : 26 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam
Alamat : Lr. Perguruan RT 003 RW 002 Kelurahan Talang
Bubu, Plaju Darat, Plaju
3.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 16 April 2019 pukul
14.00 WIB.
15
16
1. Keluhan Utama
Ibu hamil cukup bulan dating ke PONEK RSMP karena
mengeluh mules seperti ingin melahirkan.
5. Riwayat Mentruasi
Haid Menarche : 13 Tahun
Siklus Haid : 28 Hari
Siklus Haid : 7 hari, 2-3x ganti pembalut/hari
Keluhan saat haid : Tidak ada
HPHT : 21 Juli 2018
TP : 28 April 209
6. Riwayat Perkawinan
Status Pernikahan : 1x
Lama pernikahan : 9 bulan
Usia saat menikah : 23 tahun
7. Riwayat Kontrasepsi
Tidak menggunakan kontrasepsi
B. Pemeriksaan spesifik
Kepala : Normocephali
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-), pemesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi sela iga (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi: bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular.
Murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi : perut membesar dan teraba tegang, luka bekas
operasi (-), striae gravidarum (+)
19
C. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan dalam
- Vaginal Toucher :
Konsistensi portio : lunak
Posisi portio : medial
Pembukaan : 3 cm
Pendataran : 50%
Selaput ketuban : (+)
Presentasi : Kepala
Penunjuk : UUK kiri depan
Penurunan : Hodge II
20
Silinder Negatif
Kristal Negatif
Bakteri Negatif Negatif
Lain-lain Negatif
3.5 Diagnosa kerja
G1P1A0 Hamil Aterm Inpartu Kala 1 Fase Laten Janin Tunggal Hidup
Presentasi Kepala dengan Anemia Berat
3.6 Penatalaksanaan
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, HIS, DJJ
- Pemeriksaan laboratorium berupa darah rutin dan urin rutin
- Rencana Partus Pervaginam
- Observasi kemajuan persalinan menggunakan partograf WHO
DJJ : 140x/menit
His : 3x/10’/45 “
TBJ : 2325 gram
Pemeriksaan dalam
Vaginal Toucher :
Presentasi : Kepala
Penunjuk : UUK
anterior
Penurunan : Hodge III
- APGAR Score :
Penilaian 1’ 5’
Appearance 2 2
Pulse 2 2
Grimase 1 1
Activity 1 2
Respiratory 2 2
Total 8 9
23
Hasil Lab
Hb: 8,3 gr/dL
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar?
Kasus ini membahas seorang perempuan berusia 24 tahun yang
datang dengan dengan keluhan mules nyeri perut ingin melahirkan dan
didiagnosis G1P0A0 hamil aterm inpartu kala 1 fase laten janin tunggal
hidup presentasi kepala dengan Anemia Berat. Jika ditinjau dari segi
penulisan diagnosis obstetri pada pasien ini sudah tepat, dimana diawali
dengan diagnosis ibu yang trdiri dari diagnosis kehamilan, persalinan lalu
diikuti dengan diagnosis janin dan riwayat penyakit penyerta.
Berdasarkan anamnesis diketahui bahwa pasien dating ke PONEK
RSMP dengan keluhan mules ingin melahirkan dirasakan mules menjalar
dari perut ke pinggang sejak 6 jam SMRS. Mules dirasakan semakin lama
semakin sering dan kuat. Pasien juga mengeluh keluar darah dan lendir dari
jalan lahir sejak 8 jam yang lalu. Keluar air-air tidak ada.
Pasien menyangkal adanya riwayat ibu dengan riwayat BBLR
sebelumnya karena kehamilan ini adalah yang pertama. Pasien juga
menyangkal mengerjakan pekerjaan fisik yang berat, mengerjakan pekerjaan
fisik beberapa jam tanpa istirahat. Tingkat ekonomi pasien baik, pasien
tidak mengalami kurang gizi, menyangkal ada riwayat merokok, konsumsi
obat-obatan terlarang, dan konsumsi alcohol. Pasien tidak pernah
mengalami penyakit darah tinggi selama kehamilan, penyakit cacar serta
sakit anemia
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg,
nadi 80x/menit frekuensi nafas 20x/menit, temperatur 36,5°C , berat badan
saat hamil 56 kg dan tinggi badan 155 cm,LILA 27 cm. Berdasarkan HPHT
yaitu 21 Juli 2018 maka taksiran persalinan 28 April 2019. Pada
25
IMT 2.28 dengan berat badan sebelum hamil adalah 42 kg dan ketika hamil
56 kg. Penambahan berat badan 14 kg. Rata-rata total penambahan berat
badan Ibu hamil berkisar 10-15 kg, yaitu 1 kg pada trimester I dan
selebihnya pada trimester II dan III. Mulai trimester II sampai III rata-rata
penambahan berat badan adalah 0.3-0.7 kg/minggu. Pada ibu yang
mempunyai pertambahan berat badan kurang dari 9,1 kg mempunyai risiko
melahirkan bayi dengan berat lahir <3.000gr dibandingkan ibu yang
mengalami pertambahan berat badan lebih dari 9 kg8,9.
Pada ibu hamil yang memiliki kadar hemoglobin rendah atau
anemia berat dapat meningkatkan risiko morbiditas maupun mortalitas ibu
dan bayi, kemungkinan terjadi BBLR dan prematur juga lebih besar.
Akibat ketidakseimbangan antara peningkatan volume darah dan
massa eritrosit ini, menyebabkan terjadinya hemodilusi fisiologis yang akan
menyebabkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit.
Anemia pada kehamilan memberikan dampak buruk terhadap ibu dan janin.
Perempuan hamil dengan anemia akan mengalami peningkatan risiko
morbiditas dan mortalitas, terutama meningkatnya angka kematian jika
terjadi hemoragia postpartum, sedangkan dampaknya pada janin akan
meningkatkan risiko kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan nilai
Apgar yang rendah5. Sehingga faktor yang mempengaruhi terjadinya BBLR
pada kasus ini adalah anemia berat.
Bayi lahir jenis kelamin perempuan, berat Bayi Lahir 2260 PB
50cm. Bayi yang lahir termasuk berat bayi lahir rendah, dimana Bayi berat
lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram.
Menurut masa gestasinya terjadi dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat
badan kurang dari berat badan seharusnya untuk masa gestasi. Bayi
mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan bayi kecil untuk masa
kehamilannya (KMK).
Ibu hamil dengan kadar Hb <11 berpeluang 1,861 kali lebih besar
melahirkan BBLR dibandingkan kadar Hb >11. Hal ini diperkuat dengan
hasil penelitian lain yang memaparkan bahwa ibu dengan anemia berisiko
27
2,54 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR10. Kekurangan
kadar Hb pada ibu hamil merupakan salah satu permasalahan kesehatan
yang rentan terjadi selama kehamilan, Kadar Hb <11 g/dl mengindikasikan
ibu hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil meningkatkan risiko
kejadian BBLR, risiko perdarahan sebelum dan saat persalinan bahkan
dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya jika ibu hamil tersebut
menderita anemia berat. Hal ini dapat memberikan sumbangan besar
terhadap angka kematian ibu bersalin maupun angka kematian bayi5.
Jadi diagnosis pada kasus ini adalah G1P0A0 hamil aterm inpartu
Kala I fase aktif janin tunggal hidup presentasi kepala dengan Anemia berat.
Penegakan diagnosis pada pasien ini sudah tepat berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang serta didukung
dengan teori yang ada.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada kasus ini didapatkan Ny. G 1P1A0 Hamil Aterm Inpartu Kala 1
Fase Laten Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala dengan Anemia Berat
didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Diagnosis sebagai persalinan dengan P1A0 post partus pervaginam
dengan Anemia Berat. Diagnosis ditegakkan dengan dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
2. Faktor penyebab terjadinya BBLR pada kasus adalah anemia berat
3. Tatalaksana kasus sudah tepat. Pada pasien dengan anemia dalam
kehamilan dilakukan tranfusi PRC 400 cc
5.2 Saran
Berdasarkan uraian diatas, maka saran yang diberikan adalah:
1. Memberikan edukasi untuk rutin melakukan pemeriksaan ANC untuk
memeriksakan adanya risiko anemia kehamilan yang akan berdampak
pada ibu dan janin
2. Menjelaskan penatalaksanaan kasus anemia dalam kehamilan dan
BBLR pada pasien dan keluarga.
30
DAFTAR PUSTAKA