Anda di halaman 1dari 32

CASE REPORT

SKENARIO 4 “DEPRESI”

Pembimbing:
dr. Tendry Septa, Sp.KJ (K)

Disusun Oleh:
Arinda Stefani (1818012053)
Wulan Alawiyah Jahra (1818012029)
Agnes Trilansia P (1818012105)
Lidya Angelina Purba (1818012110)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020
KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan case report yang berjudul
“SKENARIO 4 DEPRESI” tepat pada waktunya. Adapun tujuan pembuatan
case report ini adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Lampung.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Tendry Septa, Sp.KJ (K) yang
telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan naskah ini.
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam laporan ini, oleh karena
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga case
report ini dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi
siapa pun yang membacanya.

Bandar Lampung, 29 Juli 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................ii
I. IDENTITAS PASIEN........................................................................1
II. WAWANCARA PSIKIATRI............................................................1
I. ANAMNESIS............................................................................1
A. Keluhan Utama...................................................................1
B. Riwayat Penyakit Sekarang................................................1
C. Riwayat Penyakit Sebelumnya...........................................2
D. Riwayat Pendidikan............................................................2
E. Riwayat Pekerjaan..............................................................2
F. Riwayat Keluarga...............................................................3
G. Riwayat Ekonomi...............................................................3
H. Riwayat Kehidupan Sekarang............................................3
III. STATUS MENTAL...........................................................................4
A. Deskripsi Umum..........................................................................4
B. Pembicaraan.................................................................................4
C. Alam Perasaan.............................................................................5
D. Persepsi........................................................................................5
E. Pikiran..........................................................................................6
F. Sensori dan Kognisi.....................................................................6
G. Pengendalian Impuls....................................................................7
H. Daya Nilai dan Tilikan.................................................................7
I. Taraf dapat dipercaya...................................................................7
J. Penilaian terhadap Realita...........................................................8
IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT.........................8
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA..........................................9
VI. FORMULASI DIAGNOSIS............................................................10
VII. EVALUASI MULTIAKSIAL.........................................................12
VIII. DAFTAR MASALAH.....................................................................13

ii
IX. PROGNOSIS...................................................................................13
X. RENCANA TERAPI.......................................................................13
XI. DISKUSI..........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................27

iii
CASE REPORT

I. IDENTITAS PASIEN

An. D, laki-laki, 11 tahun, pelajar kelas 6 SD, beragama Islam

II.WAWANCARA PSIKIATRI

Wawancara dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis

dengan orang tua pasien

I. ANAMNESIS

A. Keluhan Utama

Anak terlihat lebih pendiam, sering mimpi buruk, nilai

pelajaran menurun, emosi cepat berubah, dan tidak mau lagi

mengaji sejak 2 bulan terakhir.

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dibawa orang tuanya berobat ke Psikiater Konsultan

Anak dan Remaja karena sudah hampir 2 bulan terakhir,

terlihat jauh lebih pendiam, sering mimpi buruk dengan

berteriak-teriak, nilai pelajaran menurun, dan tidak mau lagi

mengaji

Emosi pasien juga cepat berubah, mudah mengangis dan

1
marah. Orang tua mengatakan tidak mengetahui apa yang

menyebabkan anaknya berubah. Menurut orang tua selama

ini nilai anaknya baik disekolah dan tidak pernah ada masalah

di sekolah. Selain itu pasien merupakan anak yang baik dan

penurut serta cukup rajin beribadah, pasien belajar mengaji

dengan Tn.Y namun hampir dua bulan terakhir tidak mau

mengaji sama sekali.

C. Riwayat Penyakit Sebelumnya

1. Riwayat Penyakit Psikiatri

Orang tua pasien menuturkan bahwa tidak pernah

mengalami keluhan lain selain keluhan yang

dirasakannya sejak 2 bulan ini.

2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif

Menurut orang tua pasien, pasien tidak pernah

menggunakan narkoba.

3. Riwayat Penyakit Medis Umum

Orang tua pasien mengatakan pasien tidak memiliki

penyakit sebelumnya.

D. Riwayat Pendidikan

Pasien merupakan pelajar kelas 6 SD dengan nilai cukup

baik dan tidak ada masalah di sekolah.

2
E. Riwayat Keluarga

Pasien merupakan anak ke dua dari dua bersaudara.

Keluarga pasien tidak ada ynag pernah memiliki riwayat

gangguan psikiatri.

Genogram keluarga

Laki-laki

Perempuan

Pasien

Tinggal serumah

F. Riwayat Sosial Ekonomi Keluarga

Orang tua pasien bekerja di swasta dan mengatakan

perekonomian mereka cukup terpenuhi.

G. Situasi Kehidupan Sekarang

Pasien tinggal bersama kakak dan kedua orang tuanya.

3
III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

1. Kesadaran

Kompos mentis

2. Sikap Terhadap Pemeriksa

Perlu dinilai selama wawancara apakah kooperatif, defensif,

hostil, bingung, hati-hati, atau seduktif.

3. Penampilan

Apakah penampilan sesuai usia, rapi atau berantakan, perawatan

diri baik atau buruk, pakaian yang digunakan, dan kesan gizi.

4. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor

Selama wawancara apakah pasien tampak gelisah, agitatif,

kontak mata baik/tidak, apakah pasien sering menggerakkan

kedua tangan dan sering mengubah posisi tubuh.

B. Pembicaraan

Perlu diperhatikan pembicaraan pasien, apakah spontan, lancar,

kualitas dan kuantitas, amplitudo, apakah pasien menjawab sesuai

pembicaraan, dan apakah ada sttutering.

4
C. Alam Perasaan

1. Mood

Perlu diperhatikan pembicaraan pasien, apakah spontan,

lancar, kualitas dan kuantitas, amplitudo, apakah pasien

menjawab sesuai pembicaraan, dan apakah ada sttutering.

2. Afek

Perlu dinilai bagaimana afek pasien apakah menyempit,

tumpul, datar

3. Keserasian

Apakah terdapat keserasian antara mood yang dikatakan oleh

pasien dengan afek yang dinilai oleh pemeriksa. Apakah serasi

atau tidak serasi.

D. Persepsi

1. Halusinasi

Tidak didapatkan halusinasi pada pasien.

2. Ilusi

Tidak didapati ilusi pada pasien.

3. Derealisasi

Tidak terdapat derealisasi pada pasien.

4. Depersonalisasi

Tidak ditemukan adanya depersonalisasi pada pasien.

5
E. Pikiran

1. Proses/Bentuk Pikir

Perlu dinilai apakah proses pikir koherens/inkoherens. Apakah

terdapat asosiasi longgar, clang association, neologisme, word

salad, circumstansial, tangensial, flight of idea, dan blocking.

2. Arus Pikir

Perlu dinilai arus pikir pasien apakah koheren, produktivitas

cukup, kontinuitas relevan dan apakah terdapat hendaya

bahasa.

3. Isi Pikir

Perlu dinilai apakah terdapat waham kejar, cemburu, curiga,

aneh, kebesaran, somatik.

F. Sensorium dan Kognisi

1. Orientasi dan Daya ingat

Perlu ditanyakan orientasi tempat, waktu, orang dan situasi.

Perlu ditanyakan daya ingat segera, jangka pendek, jangka

menengah, dan jangka panjang.

2. Konsentrasi dan Perhatian

Perlu dinilai apakah terdapat gangguan konsentrasi dan

perhatian.

6
3. Kemampuan visuospatial

Perlu dinilai apakah terdapat gangguan kemampuan

visuospatial.

4. Pikiran Abstrak

Perlu diajukan pertanyaan untuk menilai pikiran abstrak dan

dinilai apakah terdapat gangguan pada pikiran abstrak.

5. Intelegensi dan Kemampuan Informasi

Perlu ditanyakan terkait pengetahuan umum pasien sesuai

pendidikan pasien SD.

G. Pengendalian Impuls

Perlu diperhatikan selama wawancara bagaimana pengendalian

impuls pasien.

H. Daya Nilai dan Tilikan

Perlu ditanyakan bagaimana daya nilai pasien terhadap peristiwa

sehari-hari. Perlu ditanyakan daya nilai apakah tilikan pasien

derajat 1, yaitu penyangkalan penuh terhadap penyakitnya.

I. Taraf Dapat Dipercaya

Dinilai apakah secara umum dapat dipercaya atau tidak semua

jawaban yang diberikan pasien.

7
J. Penilaian terhadap Realita

Perlu ditanyakan penilaian pasien terhadap realita.

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

1. Status Internus

Keadaan umum baik. Fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan

gastrointestinal dalam batas normal.

2. Tanda-tanda Vital

Tanda-tanda vital dalam batas normal.

3. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan paru, jantung, abdomen tidak ditemukan kelainan.

4. Status Neurologis

Status neurologis dalam batas normal.

5. Laboratorium

Laboratorium dalam batas normal.

8
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

a) Identitas pasien

Pasien An. D, laki-laki berusia 11 tahun, pendidikan terakhir SD.

b) Dilakukan alloanamnesis pada orangtua

- An. D dibawa ke Psikiater Konsultan Anak dan Remaja karena

terlihat jauh lebih pendiam, sering mimpi buruk dengan

berteriak-teriak, nilai pelajaran menurun dan tidak mau lagi

mengaji sejak 2 bulan lalu.

- Emosi An. D cepat berubah, terkadang mudah menangis dan

marah.

- Selama ini nilai pelajaran cukup baik dan tidak ada masalah

selama di sekolah.

- An. D adalah anak yang baik, penurut, cukup rajin beribadah

dan sudah 1 tahun belajar mengaji di Tn. Y

- Perekonomian keluarga cukup baik

9
VI. FORMULASI DIAGNOSIS

Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna, pada pasien didapati gejala

yaitu kehilangan minat dan kegembiraan, afek menurun, gangguan

tidur, menurunnya aktivitas, hendaya dalam kehidupan sosial,

pendidikan, dan keluarga. Sehingga pada pasien dapat disimpulkan

bahwa pasien mengidap gangguan suasana perasaan.

Dalam kasus ini, tidak ditemukan riwayat yang berkaitan dengan

kondisi medis umum, sehingga hal ini dapat menjadi dasar untuk

menyingkirkan diagnosis gangguan mental organik (F0). Pasien tidak

memiliki riwayat menggunakan narkoba, sehingga hal ini dapat

menyingkirkan diagnosis gangguan mental dan perilaku akibat

penggunaan zat psikoaktif (F1). Pasien tidak memiliki keluhan berupa

gangguan pikiran dan persepsi seperti adanya halusinasi atau waham,

sehingga hali ini dapat menyingkirkan diagnosis skizofrenia, gangguan

skizotipal dan gangguan waham (F2). Pasien memiliki keluhan berupa

perubahan suasana perasaan yang menetap, sehingga pasien termasuk

pada blok diagnosis gangguan suasana perasaan (F3).

Berdasarkan hasil alloanamnesis dengan keluarga pasien, ditemukan

beberapa gejala yaitu kehilangan minat yang ditandai dari pasien tidak

mau lagi pergi mengaji, afek depresif dan kehilangan kegembiraan

ditandai dari pasien menjadi lebih pendiam, mudah menangis dan

marah. Pada pasien juga terjadi penurunan aktivitas dan konsentrasi

10
yang ditandai dari menurunnya nilai pasien di sekolah. Pada pasien juga

didapatkan gangguan tidur, yaitu pasien sering mimpi buruk dengan

berteriak-teriak. Semua gejala ini terjadi lebih dari 2 minggu. Hal

tersebut menjadi dasar diagnosis pada blok gangguan suasana perasaan

(F3), sehingga aksis I yaitu episode depresif ringan (F32.0).

Keluarga tidak mengeluhkan adanya gangguan perilaku pada pasien.

Selama ini nilai pelajaran pasien juga cukup baik dan tidak ada masalah

di sekolah. Hal ini menyingkirkan diagnosis gangguan kepribadian (F6)

dan retardasi mental (F7). Sehingga sampai saat ini belum ada diagnosis

pada aksis II. Pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang, tidak ditemukan riwayat penyakit fisik ataupun kelainan

medis umum sehingga belum ada diagnosis pada aksis III.

Hasil anamnesis yang dilakukan terhadap keluarga, pasien menjadi

lebih pendiam dan tidak mau lagi pergi mengaji. Sehingga ditemukan

diagnosis pada aksis IV yaitu masalah psikososial dengan keluarga dan

lingkungan. Penilaian terhadap kemampuan fungsi pasien dalam

kehidupan menggunakan skala GAF (Global Assesment of functioning).

Pada pasien ini didapatkan Aksis V, skor GAF current 70-61

berdasarkan DSM IV, yaitu terdapat beberapa gejala ringan (seperti

suasana hati yang tertekan dan insomnia ringan) atau beberapa kesulitan

dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau sekolah, tetapi umumnya berfungsi

cukup baik, memiliki beberapa hubungan interpersonal yang berarti.

11
Sedangkan skor GAF highest level pas year (HLPY) 100-91, yaitu

gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak

tertanggulangi karena keluhan baru dirasakan dua bulan yang lalu.

VII. EVALUASI MULTIAKSIAL

 Aksis I : F32.0 Episode depresif ringan

 Aksis II : Belum ada diagnosis

 Aksis III : Belum ada diagnosis

 Aksis IV : Masalah psikososial dengan keluarga dan lingkungan

 Aksis V : GAF current 70-61, GAF HLPY 100-91

12
VIII.DAFTAR MASALAH

1. Organobiologi

Tidak ditemukan kelainan pada hasil pemeriksaan fisik dan

penunjang.

2. Genetik

Tidak ada riwayat gangguan jiwa pada keluarga.

3. Psikologi

 Lebih pendiam

 Mimpi buruk dengan berteriak-teriak

 Tidak mau mengaji

 Iritabilitas, kemarahan, masalah dalam konsentrasi (nilai

pelajaran menurun)

4. Sosial

Menjadi lebih pendiam, iritabilitas dan marah dalam interaksi dan

komunikasi pasien dengan lingkungan sekitar.

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

X. RENCANA TERAPI

1. Non Farmakoterapi

 Edukasi gaya hidup sehat (makan-makanan bergizi dan

berolahraga)

13
 Sleep hygiene

Intervensi sleep hygiene untuk anak berusia 10 - 18 tahun

dengan gangguan tidur. Tiga aturan utama yang berkaitan

dengan 6 tema studi F.E.R.R.E.T (Tan et al, 2012).

Tema Aturan 1 Aturan 2 Aturan 3


Food (F) Jangan Jauhi Tidak ada
minum apa makanan alkohol atau
pun 30 dan kafein 3 merokok 3
menit jam sebelum jam sebelum
sebelum tidur tidur
tidur
Emotions (E) Atur waktu Relax 30 Menghindari
dalam menit memikirkan
sehari sebelum hal-hal atau
untuk hal- tidur merencanakan
hal yang hal-hal di
ingin tempat tidur
dipikirkan
atau
rencanakan
Routine (R) Bangun dan Meredupkan Rutinitas tidur
tidur pada lampu harus dijaga
waktu yang sebelum sama setiap
sama setiap tidur hari.
hari Serangkaian
kegiatan yang
mengarah ke
waktu tidur
(menyikat
gigi,
mengenakan
piyama, dan
membaca
cerita dari
buku)
Restrict (R) Tidak ada Tidak Jangan
media berolahraga melakukan
elektronik 3 jam hal lain di
(mis. IPod, sebelum tempat tidur
menonton tidur kecuali tidur
TV, (mis.
handphone) mengerjakan

14
setidaknya PR)
30 menit
sebelum
tidur
Environment Anak harus Kontrol Jauhkan jam
(E) nyaman cahaya, dari tempat
dengan suhu dan tidur anak
piyama dan kebisingan
kamar tidur
Timing (T) Usahakan Aturan Mencoba
untuk tidak diterapkan untuk selalu
tidur lebih 30 menit patuh pada
banyak atau atau 3 jam peraturan
kurang dari sebelum
jam tidur tidur agar
mudah
diingat

2. Psikoterapi

Family focused treatment for childhood depression (FFT-CD) à

menargetkan 2 mekanisme yang diduga terlibat dalam pemulihan:

 Meningkatkan dukungan keluarga dan interaksi yg suportif

 Memperkuat keterampilan kognitif-perilaku spesifik dalam

konteks keluarga yang telah menjadi pusat CBT untuk

depresi khususnya aktivasi perilaku, komunikasi, dan

penyelesaian masalah.

3. Farmakoterapi

Fluoxetin 10 mg per oral 1x1, dapat ditingkatkan menjadi 20 mg

setelah 1-2 minggu jika diperlukan.

XI. DISKUSI

15
Pada hasil wawancara alloanamnesis dengan orang tua dan pemeriksaan

status mental terhadap An. D didapatkan bahwa An. D mengalami

hendaya dalam kehidupan sosial, keluarga dan sekolahnya. Hal ini

dapat dilihat dari perilaku An. D yang terlihat jauh lebih pendiam,

sering mimpi buruk dengan berteriak-teriak, nilai pelajaran menurun

dan tidak mau lagi mengaji sejak 2 bulan lalu.

Pada pemeriksaan status mental yang dapat dinilai dari An. D adalah

adanya emosi yang cepat berubah, mudah menangis dan marah. Tidak

terdapatnya gangguan persepsi yaitu halusinasi, ilusi, derealisasi dan

depersonalisasi pada An. D. Pada pemeriksaan status mental perlu

dinilai lebih lanjut mengenai sensorium dan kognisi, pengendalian

impuls, daya nilai dan tilikan pada An. D. Pemeriksaan fisik untuk

diagnosis lebih lanjut diperkirakan dalam batas normal. Sedangkan

pemeriksaan neurologis pada An. D juga dalam batas normal.

Pada beberapa jenis gangguan psikiatri terdapat berbagai tanda dan

gejala yang sangat luas sehingga dilakukan suatu penyusunan urutan

blok-blok diagnosis yang berdasarkan suatu hierarki, dimana suatu

gangguan yang terdapat dalam urutan hierarki yang lebih tinggi,

mungkin mempunyai ciri-ciri dari gangguan yang terletak dalam

hierarki lebih rendah, tetapi tidak sebaliknya. Oleh karena itu,

penegakan diagnosis psikiatri baru dapat dipastikan setelah

kemungkinanan kepastian diagnosis/diagnosis banding dalam blok

16
diatasnya dapat ditiadakan secara pasti (Maslim, 2013).

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan psikiatri pada pasien, penulis

menyingkirkan beberapa diagnosis pada blok hierarki yang lebih tinggi.

Pada pasien tidak ditemukan adanya riwayat terjatuh, trauma kapitis,

atau kelainan organik lainnya, sehingga kemungkinan gangguan mental

organik (F0) disingkirkan. Pada pasien juga tidak ditemukan riwayat

penggunaan zat psikoaktif, sehingga kemungkinan gangguan mental

dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif (F1) disingkirkan.

Kemudian pada pasien juga tidak ditemukan keluhan berupa gangguan

pikiran dan persepsi seperti adanya halusinasi atau waham, sehingga

menyingkirkan kemungkinan skizofrenia, gangguan skizotipal dan

gangguan waham (F2). Karena beberapa blok di atasnya telah

disingkirkan dan beberapa tanda dan gejala yang ada pada pasien juga

mendukung, maka diagnosis dimasukkan pada blok gangguan suasana

perasaan (F3).

Penegakan diagnosis aksis I berdasarkan alloanamnesis kepada

keluarga pasien, dimana didapati adanya kehilangan minat pada pasien

yang ditandai dari pasien tidak mau lagi pergi mengaji, padahal

sebelumnya pasien rajin untuk mengaji. Pada pasien juga ditemukan

adanya kehilangan kegembiraan ditandai dari pasien menjadi lebih

pendiam, mudah menangis dan marah. Pada pasien juga terjadi

penurunan aktivitas dan konsentrasi yang ditandai dari menurunnya

17
nilai pasien di sekolah. Pada pasien juga didapatkan gangguan tidur,

yaitu pasien sering mimpi buruk dengan berteriak-teriak. Beberapa

gejala tersebut menjadi dasar diagnosis pada blok gangguan gangguan

suasana perasaan (F3), dan memenuhi kriteria diagnosis depresif

ringan, sehingga aksis I yaitu episode depresif ringan (F32.0).

Depresi merupakan gangguan psikologis yang ditandai dengan

munculnya gejala penurunan mood, kehilangan minat terhadap sesuatu,

perasaan bersalah, gangguan tidur atau nafsu makan, kehilangan energi,

dan penurunan konsentrasi (World Health Organization, 2012).

Sedangkan menurut Kaplan (2010), depresi adalah satu masa

terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan

yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur

dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa

putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh.

Pedoman diagnostik blok episode depresif (F32) menurut Pedoman

Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)-III sebagai

berikut.

Gejala utama :

- Afek depresif

- Kehilangan minat dan kegembiraan

- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah

lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan

18
menurunnya aktivitas.

Gejala lainnya:

a) Konsentrasi dan perhatiannya berkurang

b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d) Pandangan masa depat yang suram dan pesimistis

e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri;

f) Tidur terganggu

g) Nafsu makan berkurang.

Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut

diperlukan masa sekurang kurangnya 2 minggu untuk penegakkan

diagnosis.

Kemudian untuk mendiagnosis depresif ringan PPDGJ-III, yaitu:

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi

seperti tersebut diatas

2. Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya: (a) sampai

dengan (g).

3. Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.

4. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya

sekitar 2 minggu.

5. Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang

19
biasa dilakukannya.

Sedangkan menurut DSM-5, diagnosis gangguan depresi utama

membutuhkan salah satu dari berikut: (1) suasana hati disforik atau (2)

penurunan minat dalam kegiatan biasa. Gejala seperti itu harus

dipertahankan setidaknya selama 2 minggu, dan tidak dapat dijelaskan

dengan proses lain yang diketahui menyebabkan gejala depresi, seperti

berkabung normal, kondisi fisik tertentu yang umumnya terkait dengan

depresi, atau gangguan mental lainnya. Ini bisa menjadi satu episode

atau, umumnya, berulang, atau keduanya. Berdasarkan DSM-5,

Gangguan depresi meliputi disruptive mood dysregulation, gangguan

depresi mayor, gangguan depresi persisten (distimia), premenstual

dysphoric disorder, substance/ medication-induce depressive disorder,

gangguan depresi yang berhubungan dengan kondisi medis lainnya,

gangguan depresi yang tidak spesifik, dan gangguan depresi yang tidak

tergolongkan. Gangguan utama pada penyakit ini adalah penampakan

sedih saat ini, kosong, atau mood yang iritabel, diikuti dengan

perubahan somatik dan kognitif secara signifikan mempengaruhi fungsi

sehari-hari seseorang. Depresi menurut Diagnostic And Statistical

Manual Of Mental Disorder, Fifth Edition(DSM-5), yang menggunakan

istilah Major Depressive Disorder (MDD) atau selanjutnya disebut

Gangguan Depresi Mayor (GDM) yaitu harus memenuhi kriteria :

A. Lima atau lebih dari gejala dibawah ini yang sudah ada bersama-

sama selama 2 minggu dan memperlihatkan perubahan fungsi

20
dari sebelumnya; minimal terdapat 1 gejala dari mood yang

depresi atau hilangnya minat.

Catatan : Jangan memasukkan gejala yang merupakan bagian dari

gangguan kondisi medis lainnya.

1. Mood depresi sepanjang hari, hampir setiap hari, yang

ditunjukkan oleh baik laporan subyektif (misalnya perasaan

sedih, kosong, tidak ada harapan) atau observasi orang lain

(misalnya terlihat menangis). (Catatan : pada anak-anak dan

remaja, bisa mood yang iritabel).

2. Secara nyata terdapat penurunan minat atas seluruh rasa

senang, aktifitas harian, hampir setiap hari (yang ditandai

oleh perasaan subyektif atau objektif).

3. Kehilangan atau peningkatan berat badan yang nyata tanpa

usaha khusus (contoh : perubahan 5% atau lebih berat badan

dalam 1 bulan terakhir), atau penurunan dan peningkatan

nafsu makan yang hampir terjadi setiap hari. (Catatan : pada

anak-anak, perhatikan kegagalan mencapai berat badan yang

diharapkan).

4. Sulit tidur atau tidur berlebih hampir setiap hari.

5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (teramati

oleh orang lain, bukan semata-mata perasaan gelisah atau

perlambatan yang subyektif).

6. Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari.

7. Perasaan tidak berguna atau rasa bersalah yang mencolok

21
(bisa bersifat waham) hampir setiap hari (bukan semata-mata

menyalahkan diri atau rasa bersalah karena menderita sakit).

8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, atau

penuh keragu-raguan hampir setiap hari (baik sebagai hal

yang dirasakan secara subyektif atau teramati oleh orang

lain).

9. Pikiran berulang tentang kematian (bukan sekedar takut

mati), pikiran berulang tentang ide bunuh diri dengan atau

tanpa rencana yang jelas, atau ada usaha bunuh diri atau

rencana bunuh diri yang jelas.

B. Gejala-gejala ini secara klinis nyata menyebabkan distress atau

hendaya dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area penting

kehidupannya.

C. Episodenya tidak terkait dengan efek fisiologis zat atau kondisi

medis lainnya.

D. Keberadaan episode depresi tidak dapat dijelaskan pada gangguan

skizoafektif, skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau

spektrum skizofrenia lainnya yang tidak spesifik.

E. Tidak pernah dijumpai episode manik atau hipomanik. (APA,

2013)(Sadock, 2017)(Marwick K. , 2013)(Friedman, 2014)

* Catatan : Kriteria A-C menggambarkan episode depresi.

22
Hasil alloanamnesis yang dilakukan terhadap keluarga pasien,

didapatkan pasien menjadi lebih pendiam, dan tidak mau ikut mengaji.

Sehingga ditemukan diagnosis pada aksis IV yaitu masalah psikososial

dengan keluarga dan lingkungan. Penilaian terhadap kemampuan fungsi

pasien dalam kehidupan menggunakan skala GAF (Global Assesment

of functioning). Pada pasien ini didapatkan Aksis V, skor GAF current

70-61 berdasarkan DSM IV, yaitu terdapat beberapa gejala ringan

(seperti suasana hati yang tertekan dan insomnia ringan) atau beberapa

kesulitan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau sekolah, tetapi umumnya

berfungsi cukup baik, memiliki beberapa hubungan interpersonal yang

berarti. Sedangkan skor GAF highest level pas year (HLPY) 100-91,

yaitu gejala tidak ada, berfungsi maksimal, tidak ada masalah yang tak

tertanggulangi karena keluhan baru muncul sejak dua bulan yang lalu.

Skor GAF digunakan untuk menilai secara subyektif fungsi sosial,

pekerjaan dan psikologis seseorang.

Penatalaksanaan pada kasus ini harus bertujuan untuk pemulihan,

mencapai remisi pada gejala, dan kembali ke fungsi yang seharusnya.

Rencana tatalaksana biopsikososial untuk anak-anak dan remaja mirip

dengan orang dewasa. Namun, pada anak-anak dan remaja, dokter

sering memulai dengan intervensi psikososial (Alsaad et al, 2020).

Intervensi psikososial adalah pengobatan lini pertama dalam kasus

23
depresi ringan hingga sedang.

 Psikoedukasi termasuk pendidikan tentang penyakit, pentingnya

memiliki sleep hygiene yang baik dan nutrisi yang baik

 Berolahraga setidaknya 30 menit sehari

 Psikoterapi: Family-focused treatment for child depression (TCF-

DI) (Alsaad et al, 2020).

Family-focused treatment for child depression (TCF-DI) mungkin juga

efektif dalam tatalaksana masalah dan gejala interpersonal yang diamati

di antara anak-anak yang depresi. Data menunjukkan bahwa

karakteristik lingkungan keluarga mempengaruhi pemulihan depresi

persisten pada anak-anak yang depresi. Hasil penelitian yang

membandingkan efek dari tatalaksana yang berfokus pada keluarga

untuk anak yang depresi (TCF-DI) dengan psikoterapi individual

supportive pada anak-anak berusia 7-14 tahun dengan gangguan depresi

menunjukkan bahwa keterlibatan keluarga dalam terapi menghasilkan

peningkatan yang signifikan dalam gejala depresi, respon global,

fungsi, dan penyesuaian sosial (Tompson et al, 2017).

Banyak penelitian telah menunjukkan sleep hygiene yang baik menjadi

prediktor penting kualitas tidur pada anak dan remaja. Penelitian Tan et

al (2012) pada anak dan remaja usia 10-18 tahun yang mengalami

gangguan tidur dilakukan intervensi dengan program sleep hygiene

F.E.R.R.ET (Food, Emotions, Routine, Restrict, Environment and

24
Timing), setiap kategori memiliki tiga aturan sederhana untuk

mendorong tidur yang lebih nyenyak. Ditemukan peningkatan yang

signifikan dalam sleep hygiene, kualitas tidur serta berkurangnya

kantuk di siang hari saat melakukan aktivitas yang menetap (yang

dikerjakan sambil duduk terus menerus) setelah intervensi. Pada

penelitian tersebut anak dan orang tua menyadari pentingnya terapi

sleep hygiene sehingga dilakukan secara patuh (Mahli, 2015 & Tan et

al, 2012).

Dalam episode depresi ringan sampai sedang, penatalaksanaan dengan

manajemen psikologis saja mungkin memadai, terutama di awal

perjalanan penyakit. Namun, episode keparahan yang lebih besar,

cenderung memerlukan penambahan obat antidepresan, atau kombinasi

lain dari tatalaksana psikologis dan farmakologis (Mahli, 2015).

SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) atau antidepresan

serotonergik adalah yang paling banyak diteliti dalam populasi ini.

Fluoxetine adalah yang paling efektif, penggunaannya

direkomendasikan untuk dikombinasi dengan psikoterapi kognitif untuk

kasus-kasus depresi anak sedang dan berat. Ada perdebatan besar

tentang keamanan SSRI pada masa kanak-kanak. SSRI, kecuali

fluoxetine di Amerika Serikat, tidak pernah diizinkan oleh agen apa pun

untuk digunakan pada anak-anak atau remaja, terutama karena efek

samping untuk risiko bunuh diri (Bernaras et al, 2019).

25
Efikasi farmakoterapi dengan antidepresan trisiklik (imipramine,

clomipramine, amitriptyline) tidak direkomendasikan pada masa kanak-

kanak dan remaja karena tidak ada manfaat dan menghasilkan efek

samping kardiotoksisitas yang berbahaya. Disarankan untuk tidak

menggunakan inhibitor monoamine oksidase (MAOI) karena efek

interaksi dengan obat lain dan kurangnya uji klinis dengan kelompok

yang cukup besar yang menjamin efikasinya (Bernaras et al, 2019).

Faktor yang paling penting dalam memprediksi tingkat keparahan dan

peningkatan persentase depresi adalah durasi depresi yang tidak diobati.

Tatalaksana yang adekuat dapat mengurangi durasi episode depresi.

Tingkat remisi tergantung pada faktor-faktor yang berbeda seperti

keparahan penyakit, episode depresi berat 20% - 30% lebih rendah

tingkat remisinya daripada depresi ringan hingga sedang. Sekitar 60% -

90% episode depresi ringan hingga sedang pada remaja terjadi dalam

setahun. Namun, kekambuhan dalam 5 tahun terjadi pada sekitar 50% -

70%. Pasien dengan depresi berat memiliki tingkat kekambuhan jangka

panjang antara 50% dan 64%. Tingkat kekambuhan lebih tinggi ketika

remisi depresi parsial (67,6%) dibandingkan dengan ketika remisi

lengkap (15,18%). Anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan

rekuren atau kronis yang memanjang hingga dewasa lebih mungkin

menderita disabilitas dan gangguan yang cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA

26
Alsaad AJ, Yusra A, Yasser AN. 2020. Depression In Children. StatPearls
Publishing LLC. Di akses dari:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534797/ (pada 29 Juli
2020).

America Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and statistical manual of


mental disorder fifth edition (DSM-V). Washington: American
Psychiatric Publishing.

Bernaras E, Joana J, Maite G. 2019. Child and Adolescent Depression: A


review theories, evaluation instruments, pevention programs, and
treatments. Front Psychol. 10: 543.

Elvira SD dan Hadisukanto D. 2015. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di


Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Edisi 1. Jakarta:
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.

Maslim R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas


dari PPDGJ III dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Unika Atmajaya.

Maslim R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-lII


dan DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika
Atmajaya.

Saddock BJ, Sadock VA, dan Ruiz P. 2015. Kaplan &-Sadock’s Synopsis of
Psychiatry. 11th edition. London: Wolters Kluwer.

27
Tan E, Dione H, Barbara CG. 2012. Sleep hygiene intervention for youth
aged 10 to 18 years with problematic sleep: a before-after pilot
study. BMC Pediatric. 12, 189.

Tompson MC, David AL, Jennifer LH, Joan RA. 2017. Family focused
treatment for childhood depression: model and case illustrations.
Cogn Behav Pract. 24 (3): 269-287.

28

Anda mungkin juga menyukai