Anda di halaman 1dari 18

PENUGASAN HARI KEDUA

Nama : Lalu Muh. Furqon Ali Hidayat

Khafilah : Dr. Wahidin Sudiro Husodo (17)

Prodi : S1 Fisioterapi
PKM 2.1

Revolusi Industri

Revolusi industri gelombang ke empat, yang juga disebut industri 4.0, kini telah
tiba. Industri 4.0 adalah tren terbaru teknologi yang sedemikian rupa canggihnya,
yang berpengaruh besar terhadap proses produksi pada sektor manufaktur.
Teknologi canggih tersebut termasuk artificial intelligence (AI), e-commerce, big
data, fintech, shared economies, hingga penggunaan robot. Istilah industri 4.0
pertama kali diperkenalkan pada Hannover Fair 2011, yang ditandai dengan
revolusi digital.

Bob Gordon dari Universitas Northwestern, seperti dikutip Paul Krugman (2013),
mencatat bahwa sebelumnya telah terjadi tiga revolusi industri. Pertama,
ditemukannya mesin uap dan kereta api (1750-1830). Kedua, penemuan listrik,
alat komunikasi, kimia dan minyak (1870-1900). Ketiga, penemuan komputer,
internet dan telepon genggam (1960 hingga sekarang). Versi lain menyatakan
bahwa revolusi industri ke tiga dimulai 1969, melalui munculnya teknologi
informasi dan mesin otomasi.

Sebagaimana tiga revolusi industri sebelumnya, kehadiran industri 4.0 juga


diyakini bakal menaikkan produktivitas. Survei McKinsey (Maret 2017) terhadap
300 pemimpin perusahaan terkemuka di Asia Tenggara menunjukkan, bahwa 9
dari 10 responden percaya terhadap efektivitas industri 4.0. Praktis hampir tidak
ada yang meragukannya. Namun ketika ditanya apakah mereka siap
mengarunginya, ternyata hanya 48 persen yang merasa siap. Berarti, industri 4.0
masih menyisakan tanda tanya tentang masa depannya.

Keraguan ini sejalan dengan yang ditulis Krugman (“A New Industrial
Revolution: The Rise of the Robots”, The New York Times, 17/1/13), bahwa
pengunaan mesin pintar memang bisa meningkatkan Produk Domestik Bruto
(PDB). Namun pada saat yang sama, hal tersebut sekaligus juga dapat mengurangi
permintaan terhadap tenaga kerja, termasuk yang pintar sekalipun. Namun, semua
hal itu tidaklah akan terjadi seketika, ada tahapannya. Selama proses panjang itu
terjadi, perdebatan akan terus berlangsung.
Jadi, kedatangan teknologi digital pada pabrik-pabrik memang memberi janji
peningkatan produktivitas, meski belum tentu besar. Studi Boston Consulting
Group (September 2015) tentang dampak industri 4.0 terhadap perekonomian
Jerman pada 2025, ternyata “hanya” akan terjadi penambahan pertumbuhan
ekonomi 1 persen selama lebih dari satu dasawarsa.

Yang juga menarik disimak adalah, ternyata gejala de-industrialisasi (menurunnya


persentase kontribusi sektor manufaktur terhadap pembentukan PDB) yang
belakangan ini terjadi di Indonesia, juga dialami di negara-negara maju.
Penyebabnya adalah, peran sektor jasa (services) yang terus meningkat. Inilah
fenomena yang disebut the post-industrial economy (Jean-Luc Biacabe, Institute
Friedland, 2016).

Kombinasi antara proyeksi pertumbuhan ekonomi yang tidak bertambah dengan


cepat dan menurunnya peran manufaktur, menyisakan pertanyaan tentang
kehebatan industri 4.0. Belum lagi bahwa industri 4.0 masih menyisakan sisi
gelapnya, yakni dampak negatifnya terhadap penciptaan lapangan pekerjaan.
Bukan cuma itu, majalah The Economist (6/4/18) juga prihatin bawa era AI juga
menyebabkan hilangnya privasi seseorang akibat persebaran data digital secara
mudah. Tiada tempat lagi bagi data untuk disembunyikan.

Satu hal sudah pasti, bahwa industri 4.0 sudah datang dan kita tidak mungkin
menolak atau menghindarinya. Proses ini akan terus berjalan dan kita pun harus
mati-matian menepis dampak negatifnya. Tak ada lagi yang bisa
menghentikannya. Lalu, bagaimana nasib Indonesia dan para tetangga kawasan ?

Jeffrey Sachs Center (2017) mencatat, bahwa lebih dari setengah penduduk
ASEAN yang berjumlah 629 juta orang berusia di bawah 30 tahun; di mana 90
persennya berusia 15-24 tahun yang familiar terhadap internet dan dunia digital.
Ini merupakan modal besar ke depan yang bisa menciptakan tambahan output
USD 1 triliun, sehingga PDB kawasan ini mencapai USD 5,25 triliun pada 2025.
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memproyeksikan Indonesia, Filipina,
Thailand, Vietnam dan Kamboja akan memindahkan 56 persen pekerjaan ke
otomatisasi pada beberapa dasawarsa mendatang. Sedangkan 54 persen pekerja
Malaysia terancam kehilangan pekerjaan. Semuanya tampak suram, kecuali
Singapura yang kini penduduknya cuma 5,6 juta orang.

Karena itu, mau tidak mau, antisipasi dini harus dilakukan. Pemerintah Indonesia
pun menyusun peta jalan dan strategi dalam memasuki era digital, Making
Indonesia 4.0, yang diluncurkan Presiden Jokowi pada 4 April (4/4). Indonesia
akan fokus pada lima sektor manufaktur unggulan: (1) industri makanan dan
minuman, (2) tekstil dan pakaian, (3) otomotif, (4) kimia, serta (5) elektronik.
Pada kelima area manufaktor tersebut berkontribusi besar terhadap PDB serta
memiliki daya saing internasional.

Jadi, apakah industri 4.0 merupakan peluang atau ancaman ? Tidak ada yang bisa
memastikannya. Kedua karakter tersebut bisa hadir bersamaan. Semua negara,
baik maju dan berkembang, kini berada pada kegalauan yang sama. Sejauh ini,
mungkin hanya negara Singapura saja yang berani mengklaim dampak positifnya
lebih besar.

Terlepas dari bagaimana proses ini kelak akan berujung, maka antisipasi untuk
kian membangun modal manusia (human capital) untuk mengiringi laju
pembangunan infrastruktur di Indonesia, menjadi kian menemukan konteks dan
prioritasnya. Industri 4.0 memang tidak sampai mengenyahkan seluruh
penggunaan tenaga kerja. Namun hanya mereka yang berkualifikasi tertentu yang
bisa bertahan di sektor manufaktur. Lainnya akan diserap sektor non-manufaktur
dan sektor informal.

Peran mahasiswa dalam menghadapi revolusi industri 4.0 adalah dengan


meningkatkan critical thingking ( Berfikir kritis), cretivity (kreativitas),
communication (komunikasi), Collaboration (kolaborasi). Dengan memiliki
Formula tersebut maka mahasiswa di harapkan dapat mempunyai peran untuk
menyongsong revolusi industri 4.0.
PKM 2.2

NARKOBA
Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
Narkoba ialah sekelompok zat yang dapat memberikan efek adiksi (kecanduan).
Sejatinya, narkoba digunakan untuk keperluan medis seprti obat bius dan lain-
lain. Namun, kini terjadi penyalahgunaan obat terlarang ini, kini semua orang
dapat dengan mudah mendapatkan obat terlarang ini. Bahkan ada industri yang
sengaja memproduksi obat terlarang ini untuk dipasarkan secara bebas, bukan
untuk keperluan medis. Penyebaran yang sangat luas akan obat terlarang ini tak
seperti mencari sumber kebocoran pada suatu pipa. Pasalnya, oknum-oknum besar
dan juga yang bertanggung jawab akan keamanan suatu negara justru ikut terlibat
dalam penyelundupan barang haram ini ke tanah air. Oleh karena itu, pemerintah
harus dengan keras dan tegas untuk mencari oknum yang bertanggung jawab akan
masuknya barang haram ini ke tanah air. jenis-jenis narkoba dibedakan
berdasarkan bahan, cara pembuatan serta efek yang diberikan kepada tubuh.
Narkotika, Menurut UU No. 35 Tahun 2009 mendefinisikan narkotika sebagai
suatu senyawa yang berasal baik dari tanaman atau bukan, sintesik atapun semi
sintesik yang memberikan efek terhadap penurunan / perubahan kesadaran dan
menimbulkan ketergantungan. Adapu yang termasuk narkoba ialah ganja, opium,
heroin, kokain, serta turunannya.

Definisi psikotropika menurut UU No. 5 Tahun 1997 mengatakan bahwa


psikotropika adalah senyawa alami maupun sintesis yang bukan dari golongan
narkotika yang dapat menyebabkan khasiat psikoaktif (mempengaruhi syaraf)
sehingga menyebabkan perubahan mental dan perilaku seseorang. Yang termasuk
psikotropika ialah pil KB, magadon, shabu-shabu, ekstasi, LSD, dan lain-lain. Zat
adiktif lainnya Yang termasuk ke dalam golongan ini ialah kelompok senyawa
yang dapat menyebabkan kecanduan atau adiksi. Contohnya ialah kopi, alkohol,
nikotin. Beberapa Regulasi yang mengatur larangan Narkoba
Pasal 74

(1) Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor


Narkotika, termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke
pengadilan guna penyelesaian secepatnya.

(2) Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana
Prekursor Narkotika pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan
eksekusi pidana mati, serta proses pemberian grasi, pelaksanaannya harus
dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 113

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau


menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam
bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang
pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku
dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika
Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman
beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau
dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6
(enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 116

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain atau pemberian
Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 118

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau


menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana
penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 119

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika
Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga).

Pasal 121

(2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian
Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku dipidana
dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 132
(3) Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi
tindak pidana yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,
atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 133

(1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikan sesuatu, memberikan
kesempatan, menganjurkan, memberikan kemudahan, memaksa dengan ancaman,
memaksa dengan kekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anak yang
belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal
118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,
Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur
hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah) dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Pasal 144

(2) Ancaman dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku bagi pelaku tindak pidana yang dijatuhi dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Dampak positif narkoba ternyata Narkoba itu mempunyai sisi yang baik lho buat
kesehatan manusia. Di balik dampak negatifnya, narkotika juga memberikan
dampak yang positif. Tapi jika digunakan sebagaimana mestinya dan oleh anjuran
oleh dokter, terutama untuk menyelamatkan jiwa manusia dan membantu dalam
pengobatan, narkotika memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Dan berikut
ini adalah dampak positif narkotika dari Narkoba: Opioid Opioid atau opium
digunakan selama berabad-abad sebagai penghilang rasa sakit dan untuk
mencegah batuk dan diare. Kokain Daun tanaman Erythroxylon coca biasanya
dikunyah-kunyah untuk mendapatkan efek stimulan, seperti untuk meningkatkan
daya tahan dan stamina serta mengurangi rasa lelah. Ganja Orang-orang terdahulu
menggunakan tanaman ganja untuk bahan pembuat kantung karena serat yang
dihasilkannya sangat kuat. Biji ganja juga digunakan sebagai bahan pembuat
minyak. Segala jenis obat-obatan terlarang, narkotika dan zat adiktif atau
prikotropika berdampak buruk bagi si pemakai, terutama dalam hal kesehatan,
baik fisik maupun mental. Dampak yang mengancam siapa saja yang berani
mencicipi narkoba sangat tidak main-main, termasuk mendekam di penjara dan
juga kematian. Ada banyak sekali macam narkoba, begitupun dengan dampak
yang mungkin terjadi pada si pemakai. Dampak tersebut terbagi menjadi beberapa
kriteria, yaitu: Dampak tidak langsung Dikucilkan oleh masyarakat sekitar yang
memiliki pergaulan baik-baik. Itulah mengapa banyak pecandu yang kemudian
menjadi anti sosial. Keluarga akan merasa sangat malu, karena memiliki anggota
keluarga yang mengonsumsi zat terlarang. Terbuangnya uang secara sia-sia untuk
membeli narkoba. Apabila tubuh si pecandu telah rusak digerogoti zat beracun
dari narkoba, maka akan semakin banyak uang yang harus dikeluarkan untuk
biaya penyembuhan dan perawatan kesehatan. Mendekam di balik jeruji besi dan
merasakan bagaimana dinginnya terkurung di sana. Dampak langsung, Dampak
langsung bagi tubuh manusia (jasmani) Gangguan pada jantung, otak, tulang,
kulit, endoring, pembuluh darah, sistem pencernaan, paru-paru, sistem syaraf,
tulang, traktur urinarius dan hemoprosik. Berkesempatan besar terinfeksi penyakit
menular berbahaya, seperti HIV/AIDS, Hepatitis dan TBC. Dampak langsung
bagi kejiwaan atau mental manusia Menyebabkan depresi mental, karena akibat
yang ditimbulkan dari kecaman keluarga dan lingkungan. Menyebabkan
gangguan jiwa berat (psikotik) Menyebabkan bunuh diri Memicu untuk
melakukan tindak kejahatan, kekerasan dan pengrusakan, termasuk mencuri untuk
membeli narkoba.
Peran Mahasiswa dalam pencegahan Narkoba hal yang harus dilakukan oleh
mahasiswa untuk memberantas narkoba adalah menumbuhkan rasa kepedulian
akan masalah narkoba tersebut(care), kepedulian yang dimaksud adalah peduli
terhadap korban dari narkoba tersebut.

Slogan “Jauhi Narkobanya bukan Korbannya” sangat cocok untuk diboomingkan,


diharapkan dengan slogan tersebut dapat merubah pola fikir masyarakat terhadap
korban dari pemakaian narkoba tersebut.
Setelah muncul rasa kepedulian (care )maka akan ada sebuah tindakan ataupun
peran yang diberikan (give) sebagai wujud dari kepedulian tersebut. Bentuk dari
rasa kepedulian (care) bisa ditunjukkan dengan melakukan pencegahan terhadap
pemakaian narkoba terlebih dahulu tentunya di dalam keluarga, cara yang dapat
dilakukan adalah memberikan nasihat tentunya dengan pendekatan kekeluargaan.

Untuk cakupan yang lebih luas seharusnya kita sebagai mahasiswa mampu
melakukan seminar – seminar tentang bahaya narkoba di daerah masing – masing,
dan membentuk serta mengkoordinir kelompok belajar atau kelompok minat
remaja yang dapat membawa remaja kepada kegiatan positif sehingga waktu
untuk melakukan kegiatan negatif seperti penyalahgunaan narkoba tidak tersisa.

Hal – hal di atas masih berbicara tentang teori semata, untuk mewujudkan itu
semua, tentu sebagai mahasiswa harus ada aksi (action) yang dilakukan. Untuk
mewujudkan teori teersebut menjadi aksi nyata, tentu diperlukan adanya persiapan
dan pembkalan diri yang memadai.

Hal pertama yang harus dilakukan adalah kita sebagai mahasiswa benar – benar
bersih dari narkoba, artinya tidak menjadi konsumen barang haram tersebut.
Kemudian perbanyaklah pengetahuan tentang bahaya narkoba untuk terus
menambah bekal ketika memberikan seminar mengenai hal tersebut.

Kemudian sebagai mahasiswa, kita dapat membentuk tim pencegahan narkoba


yang bertugas untuk melakukan sosialisasi tentang bahaya narkoba di masyarakat
terutama bagi para remaja.
PKM 2.3 Radikalisme

Radikalisme adalah paham atau ideologi yang menuntuk perubahan dan


pembaruan sistem sosial dan politik dengan cara kekerasan. Secara bahasa kata
Radikalisme berasal dari bahasa Latin, yaitu kata “radix” yang artinya akar.
Ensensi dari radikalisme adalah sikap jiwa dalam mengusung perubahan.
Tuntutan perubahan oleh kaum yang menganut paham ini adalah perubahan
drastis yang jauh berbeda dari sistem yang sedang berlaku. Dalam mencapai
tujuannya, mereka sering menggunakan kekerasan. Radikalisme sering dikaitkan
dengan terorisme, karena mereka akan melakukan apa saja untuk menghabisi
musuhnya. Radikalisme sering dikaitkan dengan gerakan kelompok-kelompok
ekstrim dalam suatu agama tertentu. Aksi terorisme belakangan bukan saja terjadi
di Timur Tengah, tapi kini merambah ke Tanah Air. Para teroris umumnya pernah
belajar di Timur Tengah.

Dari peristiwa demi peristiwa terorisme juga dapat terlihat, para pelaku umumnya
masih berusia muda atau bahkan kalangan remaja. Mulai dari bom Bali, bom
Thamrin, bom Kampung Melayu, hingga bom Panci Bandung.

Karena itu, radikalisme kini menjadi ancaman nyata bagi generasi muda di Tanah
Air. Pemerintah dan pihak-pihak terkait, kini lebih gencar mencegah radikalisme
atau deradikalisasi, khususnya di kalangan remaja.

Direktur Wahid Institute Yenny Wahid mengatakan, usia muda termasuk masa
rentan menjadi intoleran dan radikal. Karena mereka masuk dalam fase mencari
jati diri atau identitas. Apalagi, generasi ini melihat adanya ketidakadilan di
sekitar mereka.

"Akibatnya, mereka dengan mudah menerima gagasan-gagasan dan pemikiran


radikal yang mereka peroleh dengan mudah, melalui tulisan di dunia maya
maupun lisan yang disampaikan pemuka agama," ujar Yenny dalam diskusi
bertema Radikalisme di Timur Tengah dan Pengaruhnya di Indonesia, yang
diselenggarakan Forum Bela Negara Alumni UI (BARA UI), di Jakarta Selatan,
Sabtu 22 Juli 2017.

Selain itu, lanjut dia, ada pemahaman tentang jihad yang keliru. Orang yang
punya konsep pemahaman Islam yang literalis seperti mencuri potong tangan,
berzinah dirajam dalam konteks modern seperti saat ini lebih mudah
teradikalisasi.

"Kalau jihad mesti perang bukan menahan nafsu atau melawan diri sendiri, itu
lebih mudah teradikalisasi. Itu faktor-faktor yang berperan," tegas putri Presiden
ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini.

Yenny mengatakan, Pancasila menjadi jawaban untuk mencegah radikalisasi


menyusup ke generasi muda. Tidak hanya sila Ketuhanan Yang Maha Esa, jika
sila ke-2 dan ke-5 diamalkan dan diwujudkan, ide mengenai negara khilafah atau
ide-ide radikal lainnya tidak akan diterima masyarakat Indonesia.

"Ketika masih ada korupsi yang dilakukan pejabat-pejabat negara, ketika


masyarakat miskin masih banyak, ini mudah sekali jadi ladang subur persemaian
gagasan-gagasan radikalisme," tegas Yenny.

Dia beralasan, ada orang-orang yang mengatakan bahwa solusi dari ini semua
adalah khilafah. Menurut Yenny, itu terlalu gampang, tapi tak bisa dibantah
bahwa ada sebagian masyarakat yang tertarik dengan gagasan sederhana seperti
itu, meski belum bisa dibuktikan efektifitasnya.

"Bukan cuma sila Ketuhanan yang Maha Esa. Sekarang kalau bicara Pancasila
seolah-olah hanya Ketuhanan yang Maha Esa, tapi yang paling penting justru sila
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," pungkas Yenny.

Perempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid itu


mengatakan, agama dan nasionalisme adalah bagian dari sikap masyarakat
sebagai umat beragama. Karena itu jangan dibenturkan antara keduanya.
"Jadi jangan cuma bicara sila Ketuhanan Yang Maha Esa, dan coba
membenturkan antara agama dengan nasionalisme. Karena agama dan
nasionalisme adalah bagian dari sikap kita sebagai umat beragama," Yenny
menandaskan.

Pada kesempatan sama, Kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT)


Komjen Suhardi Alius mengatakan, kelompok radikalis punya banyak taktik
untuk mendoktrin kaum remaja dan masyarakat. Di sinilah pentingnya meredam
radikalisme bagi mereka yang sudah menyadari kekeliruannya.

"Kemarin ada deklarasi Cinta Tanah Air dan sebagainya. Mereka berbalik, kurang
lebih ada 37 mantan napi teroris yang sudah berbalik, dan sekarang mendirikan
yayasan Lingkar Perdamaian. Ini termasuk contoh, menjadi embrio untuk
menyebarkan paham-paham yang baik," kata dia.

Sementara data BNPT menyebutkan, pelaku teroris terbesar berpendidikan SMU


yakni 63,3 persen, kemudian disusul perguruan tinggi 16,4 persen, SMP 10,9
persen, tidak lulus perguruan tinggi 5,5 persen, dan SD 3,6 persen.

Kemudian berdasarkan umur, pelaku teroris terbanyak usia 21-30 tahun yakni
47,3 persen, disusul usia 31-40 tahun 29,1 persen. Sedangkan, usia di atas 40
tahun dan di bawah 21 tahun masing-masing 11,8 persen. Dosen Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) F Iriani Sophiaan
mengatakan, keberlangsungan suatu negara dan bangsa sangat ditentukan oleh
tekad persatuan dan kesatuan, serta sinergi yang positif di antara berbagai
komponen bangsa untuk menjaganya.

Menurut dosen yang menjadi ketua BARA UI ini, pro dan kontra di antara pilar
kebangsaan adalah hal biasa, yang harus dihargai sebagai dinamika yang melekat,
dan merupakan keniscayaan yang tak mungkin dinegasikan.

"Kondisi pro kontra seharusnya menjadi penguat dan terus bergerak dalam
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Bukan sebaliknya untuk
menghancurkan," kata Iriani, yang juga moderator diskusi publik ini. Terkait
perbedaan ini, Iriani menambahkan, Indonesia beruntung memiliki prasyarat yang
terbingkai menjadi satu, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara, Dosen di King Fahd University Saudi Arabia Sumanto Al Qurtuby
mengatakan, konflik Timur Tengah tidak terkait dengan Sunni dan Syiah, tapi
karena lebih pada perebutan kekuasaan atau politik. "Misal di Qatar di sana baik-
baik saja. Di Bahrain juga," ujar Qurtubi dalam diskusi yang digelar Bara UI itu.
Karena itu, Qurtuby mengimbau masyarakat Indonesia agar tidak memaknai
konflik Timur Tengah sebagai konflik agama.

"Indonesia jangan terpengaruh ke sana. Itu semata-mata karena politik," ucap dia.

Pria yang juga mengajar di Nasional University Singapura itu menyebutkan, di


Timur Tengah kelompok Sunni dan Syiah hanya merupakan faksi. Kedua
kelompok ini, kata Qurtuby, tidak saling memerangi seperti yang selama ini
dipersepsikan orang Indonesia. Yang ada, kata dia, keduanya berperang melawan
kelompok radikal.
PK.M. 2.4

GERMAS

Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) merupakan suatu tindakan


sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh
komponen bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat
untuk meningkatkan kualitas hidup. Pelaksanaan GERMAS harus dimulai dari
keluarga, karena keluarga adalah bagian terkecil dari masyarakat yang
membentuk kepribadian.

GERMAS dapat dilakukan dengan cara: Melakukan aktifitas fisik,


Mengonsumsi sayur dan buah, Tidak merokok, Tidak mengonsumsi alkohol,
Memeriksa kesehatan secara rutin, Membersihkan lingkungan, dan Menggunakan
jamban. Pada tahap awal, GERMAS secara nasional dimulai dengan berfokus
pada tiga kegiatan, yaitu: 1) Melakukan aktivitas fisik 30 menit per hari, 2)
Mengonsumsi buah dan sayur; dan 3) Memeriksakan kesehatan secara rutin.

Tiga kegiatan tersebut dapat dimulai dari diri sendiri dan keluarga,
dilakukan saat ini juga, dan tidak membutuhkan biaya yang besar, tutur Menkes.

GERMAS merupakan gerakan nasional yang diprakarsai oleh Presiden RI


yang mengedepankan upaya promotif dan preventif, tanpa mengesampingkan
upaya kuratif-rehabilitatif dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam
memasyarakatkan paradigma sehat. Untuk menyukseskan GERMAS, tidak bisa
hanya mengandalkan peran sektor kesehatan saja. Peran Kementerian dan
Lembaga di sektor lainnya juga turut menentukan, dan ditunjang peran serta
seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari individu, keluarga, dan masyarakat dalam
mempraktekkan pola hidup sehat, akademisi, dunia usaha, organisasi
kemasyarakatan, dan organisasi profesi dalam menggerakkan anggotanya untuk
berperilaku sehat; serta Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam
menyiapkan sarana dan prasarana pendukung, memantau dan mengevaluasi
pelaksanaannya.

Salah satu dukungan nyata lintas sektor untuk suksesnya GERMAS,


diantaranya Program Infrastruktur Berbasis Masyarakat (IBM) Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang berfokus pada pembangunan akses
air minum, sanitasi, dan pemukiman layak huni, yang merupakan infrastruktur
dasar yang mendukung Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Badan
Pengawas Obat dan Makanan dalam hal keamanan pangan.

Dalam kehidupan sehari-hari, praktik hidup sehat merupakan salah satu


wujud Revolusi Mental. GERMAS mengajak masyarakat untuk membudayakan
hidup sehat, agar mampu mengubah kebiasaan-kebiasaan atau perilaku tidak
sehat. Untuk itu, Pemerintah RI diwakili Menteri Koordinator Bidang
Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Puan Maharani, mencanangkan
GERMAS pada 15 November 2016 di Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Tidak
hanya di Bantul, GERMAS juga dicanangkan di sembilan wilayah lainnya, yaitu:
Kabupaten Bogor (Jawa Barat), Kabupaten Pandeglang (Banten), Kota Batam
(Kepulauan Riau), Kota Jambi (Jambi), Surabaya (Jawa Timur), Madiun (Jawa
Timur), Pare-pare (Sulawesi Selatan), Kabupaten Purbalingga (Jawa Tengah),
Kabupaten Padang Pariaman (Sumatera Barat).

Pencanangan GERMAS menandai puncak peringatan Hari Kesehatan


Nasional (HKN) ke-52 yang jatuh pada 12 November 2016. Tahun ini, HKN ke-
52 mengusung tema Indonesia Cinta Sehat dengan sub tema Masyarakat Hidup
Sehat, Indonesia Kuat. Tema ini harus dimaknai secara luas, seiring dengan
Program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga melalui gerakan
masyarakat hidup sehat (GERMAS). Secara khusus, GERMAS diharapkan dapat
meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat,
meningkatkan produktivitas masyarakat, dan mengurangi beban biaya kesehatan.

Menurut saya ini belum terlaksana. Mengapa? Karena yang ppertama pemerintah
masih kurang bersosialisasi kepada masyarakat dan selain itu rendahnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masyarakat masih banyak yang
kurang peduli terhadap lingkungan yang tidak sehat dan membeli makanan cepat
saji padahal itu adalah cara hidup yang tidak sehat dan yang terakhir masih
banyaknya masyarakat yang merokok padahal itu adalah salah satu bentuk hidup
yang sangat tidak sehat. Oleh karena itu perlunya sosialisasi dari pemerintah
bagaimana agar germas itu bisa terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

https://psekp.ugm.ac.id/2018/04/10/revolusi-industri-4-0/

https://www.ahlipengertian.com/narkoba/

http://www.jurnalasia.com/opini/metode-cga-peran-mahasiswa-dalam-
pemberantasan-narkoba/

https://www.ilmudasar.com/2017/08/Pengertian-Sejarah-Ciri-Kelebihan-dan-
Kekurangan-Radikalisme-adalah.html

https://www.liputan6.com/news/read/3034980/radikalisme-ancaman-nyata-
pemuda-tanah-air

http://www.depkes.go.id/article/view/16111500002/germas-wujudkan-indonesia-
sehat.html

Anda mungkin juga menyukai