Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN

PERMUKIMAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035


Imam Arifa’illah Syaiful Huda, Diyah Sari Anjarika
Prodi S2 Geografi, Fakultas Geografi;
Universitas Gadjah Mada; Yogyakarta
Email: faillah.arif@gmail.com

ABSTRAK
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menjadi pemicu meningkatnya
kebutuhan perumahan. Tingginya kebutuhan perumahan tidak dibarengi dengan
meningkatnya kesejahtran masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang tidak
memiliki rumah atau memilih membangun perumahan yang tidak layak huni yang
rata-rata dibangun di bantaran sungai. untuk itu, pemerintah harus membuat
kebijakan dalam pembangunan perumahan yang mampu dijangkau oleh
masyarakat. Pemenuhan kebutuhan rumah bagi setiap keluarga (shelter for all)
dan pengembangan perumahan yang berkelanjutan (sustainable housing
development) sudah menjadi agenda global yang harus diwujudkan oleh setiap
negara. Tujuan penelitian ini yakni menganalisis daya dukung dan kebutuhan
lahan permukiman di Kabupaten Lamongan tahun 2035. Metode yang digunakan
dalam penulisan jurnal ini yakni metode kuantitatif. Proses pencarian,
pengumpulan, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan studi
kepustakaan dari berbagai sumber terpercaya, seperti Badan Pusat Statistik
Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat 7
kecamatan yang memiliki daya dukung rendah dalam kategori pemenuhan
kebutuhan ruang pada tahun 2035. Salah satu strategi yang dapat diterapkan
untuk menekan kebutuhan ruang yang cukup tinggi yakni dengan strategi
intensifikasi. Sebagai contoh penerapan pembangunan perumahan secara
vertikal atau pengembangan secara intensifikasi. Secara simulatif, kemampuan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumahnya membutuhkan intervensi
pemerintah melalui bantuan/subsidi perumahan atau subsidi silang
pengembangan kawasan perumahan dan permukiman.
Kata Kunci: Daya Dukung, Kebutuhan Lahan, Permukiman
1. PENDAHULUAN

Daya dukung lahan merupakan salah satu permasalahan dalam


pemenuhan kebutuhan rumah khususnya bagi Masyarakat Berpenghasilan
Rendah (MBR). Hal ini berkaitan dengan keterjangkauan daya beli masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan papan dan keterbatasan lahan apalagi di perkotaan
(Syarif, 2011). Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat menjadi pemicu
meningkatnya kebutuhan pemukiman dan perumahan. Setiap tahun jumlah
permintaan rumah meningkat sebanyak 900.000 ribu, dengan kemampuan
membangun hanya 200.000, sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap tahun
jumlah backlog meningkat sebanyak 700.000, hal ini berkaitan dengan berbagai
aspek diantaranya daya dukung lahan (Prayitno, 2012).
Daya dukung lahan dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi MBR,
terkait aspek pengelolaan pasar tanah, pembangunan infrastruktur dan
pengembangan ekonomi (Limbong, 2013). Hal ini dimaksudkan penyediaan
rumah didukung oleh kemampuan daya dukung lahan, yang berpengaruh
diantaranya terhadap kegiatan ekonomi dimana tanah tersebut berada akan
menentukan perkembangan harga pasar dan harga rumah itu sendiri.
Masalah yang sering terjadi adalah bahwa tingginya kebutuhan
perumahan tidak dibarengi dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat,
sehingga banyak masyarakat yang tidak memiliki rumah atau memilih
membangun perumahan yang tidak layak huni yang rata-rata dibangun di
bantaran sungai. untuk itu, pemerintah harus membuat kebijakan dalam
pembangunan perumahan yang mampu dijangkau oleh masyarakat. Pemenuhan
kebutuhan rumah bagi setiap keluarga (shelter for all) dan pengembangan
perumahan yang berkelanjutan (sustainable housing development) sudah
menjadi agenda global yang harus diwujudkan oleh setiap negara. Hal ini juga
menjadi perhatian berbagai pemangku kepentingan di dunia sebagaimana
dicanangkan pada The 12th Session of the Commission on Sustainable
Development (CSD 12) tanggal 14-30 April 2004 di New York, yakni ”to achieve
significant improvements in the living conditions of the poorest population groups,
in particular slum inhabitants, by the year 2020” (Butters, 2003).
Perwujudan pembangunan perumahan dan permukiman berkelanjutan,
tidak dapat dilepaskan dari pembangunan perkotaan secara keseluruhan, apalagi
bila dikaitkan dengan ketersediaan lahan yang merupakan sumberdaya alam
yang tidak terbarukan. Salah satu indikator pembangunan berkelanjutan yang
dimotori oleh United Nations Centre for Human Settlements (UNCHS) adalah
memberikan rekomendasi tentang bagaimana menetapkan indikator lingkungan
untuk pembangunan perumahan, permukiman dan perkotaan. Indikator
lingkungan perkotaan yang terkait dengan sustainibilitas lingkungan perkotaan
adalah terpenuhinya luas ruang terbuka (km2)/% (Junaidi, 2000). Ketersediaan
ruang terbuka hijau (RTH) merupakan salah satu indikator utama penelitian
dalam melakukan analisis pembangunan perumahan berkelanjutan. Indikator lain
adalah tingkat keterjangkauan masyarakat untuk menyewa atau membeli hunian
serta pendapat masyarakat tentang hunian yang diminati. Hal ini terkait dengan
tiga pilar konsep pembangunan berkelanjutan yakni pembangunan yang telah
mempertimbangkan secara seimbang tiga dimensi berkelanjutan yaitu
ekologi/lingkungan, ekonomi dan sosial (Munasinghe, 1993 dalam Murbaintoro,
2009).
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukan perhitungan
proyeksi kebutuhan permukiman untuk dijadikan dasar sebagai perencanaan
pembangunan permukiman di masa depan. Selanjutnya, Jurnal ini akan
membahas tentang perhitungan kebutuhan permukiman di Kabupaten Lamongan
berdasarkan perhitungan proyeksi penduduk tahun 2035 atau 20 tahun kedepan.
Berdasarkan perhitungan kebutuhan permukiman, diharapkan mampu menjadi
dasar perencanaan pembangunan wilayah dan sebagai dasar untuk menetapkan
kebijakan.

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yakni metode


kuantitatif. Proses pencarian, pengumpulan, dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan studi kepustakaan dari berbagai sumber terpercaya, seperti
Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Studi kepustakaan dilakukan
dengan cara mengumpulkan data jumlah penduduk, luas wilayah, luas
permukiman dan bangunan, luas lahan sawah, luas hutan, pertumbuhan
ekonomi, dan menganalisis berbagai referensi seperti artikel ilmiah, jurnal,
buku, dan arsip akademis yang menjelaskan temuan, ide atau pendapat, dan
konsep atau teori yang berhubungan dengan kebutuhan lahan pertanian di
Kabupaten Lamongan.
Tujuan praktis pada jurnal ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
kebutuhan permukiman yang ada pada masing-masing kecamtan di Kabupaten
Lamongan sehingga dapat dilakukan upaya untuk menentukan kebijakan
penggunaan lahan serta pengembangan wilayah lebih lanjut.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya dukung suatu wilayah berkaitan erat dengan kondisi dan kemampuan
ekosistem (Arrow, 1995 dalam Kurniawan, 2015: 3). Kondisi ekosistem suatu
wilayah menentukan terhadap ketersedian sumberdaya lingkungan. Selanjutnya,
ketersediaan sumber daya lingkungan tersebut berpengaruh terhadap variasi
aktivitas ekonomi suatu wilayah. Pemanfaatan sumber daya lingkungan oleh
berbagai aktivitas ekonomi pada gilirannya akan mempengaruhi kapasitas
menghasilkan barang produksi yang tentunya berpengaruh terhadap daya
dukung wilayah. Meskipun demikian, di samping dipengaruhi oleh kapasitas
ekosistem, daya dukung wilayah juga dipengaruhi oleh perubahan struktur
produksi dan konsumsi, serta pemanfaatan teknologi (Kurniawan, 2015: 3).
Daya dukung wilayah untuk permukiman, dapat diartikan sebagai
kemampuan wilayah dalam menyediakan lahan permukiman guna manampung
jumlah penduduk tertentu untuk bertempat tinggal secara layak (Muta’ali, 2015).
Kabupaten Lamongan memiliki luas wilayah kurang lebih 1.812,80 Km²
setara 181.280 Ha atau + 3.78 % dari luas wilayah Propinsi Jawa Timur dengan
panjang garis pantai sepanjang 47 Km. Pertumbuhan penduduk dan
perkembangan perekonomian di Kabupaten Lamongan yang cukup pesat
menjadi salah satu pemicu adanya alih fungsi lahan dari sektor pertanian menjadi
sektor non pertanian. Berdasarkan kondisi tersebut, telah dilakukan perhitungan
kebutuhan ruang di Kabupaten Lamongan. Dari perhitungan tersebut diketahui
bahwasannya terdapat 7 kecamatan di Kabupaten Lamongan dengan daya
dukung rendah sehingga strategi pengembangan yang sesuai yakni intesifikasi,
dan ada 20 kecamatan dengan daya dukung tinggi sehingga masih
memungkinkan digunakan strategi pengembangan secara ekstensifikasi. Untuk
lebih jelasnya data hasil perhitungan kebutuhan ruang dapat dilihat pada tabel
1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1 : Hasil Penghitungan Kebutuhan Ruang Kabupaten Lamongan tahun 2025 dan 2035 bisa dilihat pada tabel di bawah ini:
Ketersediaan Total kebutuhan DAYA TAMPUNG TH+20
NO KABUPATEN
Luas Wialayah Ruang ruang 2035 DAYA TAMPUNG PENGEMBANGAN
1 Sukorame 4147 569 109 5.228663887 ekstensifikasi
2 Bluluk 5415 1634 230 7.10212508 ekstensifikasi
3 Ngimbang 11433 6043 1149 5.258532621 ekstensifikasi
4 Sambeng 19544 9737 1106 8.801611324 ekstensifikasi
5 Mantup 9307 3801 633 6.00120123 ekstensifikasi
6 Kembangbahu 6384 2923 532 5.496116246 ekstensifikasi
7 Sugio 9129 1082 714 1.515084372 ekstensifikasi
8 Kedungpring 8443 612 8524 0.071797001 Intensifikasi
9 Modo 7780 1399 534 2.618683746 ekstensifikasi
10 Babat 6295 1072 1441 0.743689583 Intensifikasi
11 Pucuk 4484 1063 854 1.245293698 ekstensifikasi
12 Sukodadi 5232 886 783 1.132049189 ekstensifikasi
13 Lamongan 4038 143 862 0.165914301 Intensifikasi
14 Tikung 5299 1059 1641 0.645529032 Intensifikasi
15 Sarirejo 4739 469 106 4.419626686 ekstensifikasi
16 Deket 5005 730 612 1.193671168 ekstensifikasi
17 Glagah 4052 219 882 0.248418543 Intensifikasi
18 Karangbinangun 5288 1211 869 1.393738473 ekstensifikasi
19 Turi 5869 1549 790 1.960357116 ekstensifikasi
20 Kalitengah 4335 1179 641 1.838898948 ekstensifikasi
21 Karanggeneng 5132 1745 631 2.763482415 ekstensifikasi
22 Sekaran 4965 1353 1438 0.941096976 Intensifikasi
23 Maduran 3015 575 679 0.846542259 Intensifikasi
24 Laren 9600 4197 1506 2.786553492 ekstensifikasi
25 Solokuro 10102 7922 2018 3.9248834 ekstensifikasi
26 Paciran 4789 3751 2234 1.678860865 ekstensifikasi
27 Brondong 7459 4101 2873 1.427476486 ekstensifikasi
Sumber: Hasil Analisis, 2017
Dari tabel 1.1 dan peta kebutuhan ruang (gambar 1.1), dapat dilihat
bahwa ketersediaan ruang di Kabupetan Lamongan secara umum masih
tergolong baik atau masih banyak ruang yang dapat digunakan untuk
permukiman. Secara umum, total kebutuhan ruang kabupaten Lamongan
dapat dilihat pada tabel 1.1. Dari hasil perhitungan kebutuhan ruang
Kabupaten Lamongan, terdapat tujuh kecamatan yang memiliki daya dukung
rendah. Tujuh kecamatan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini:

Tabel 1.2 : Daya Tampung Kebutuhan Permukiman di Kabupaten Lamongan


tahun 2035 Lamongan
No. Kecamatan Daya Pengembangan
Dukung
1 Kedungpring, Babat, Lamongan, Rendah Intensifikasi
Tikung, Glagah, Sekaran, Maduran
2 Sukorame, Bluluk, Ngimbang, Mantup, Tinggi Ekstensifikasi
Kembangbahu, Sugio, Modo, Pucuk,
Sukodadi, Sarirejo, Deket,
Karangbinangun, Turi, Kalitengah,
Karanggeneng, Laren, Solokuro,
Paciran, Brondong,

Kecamatan yang memiliki daya dukung rendah disebabkan beberapa hal.


Luas wilayah serta pertumbuhan atau perkembangan sektor industri atau jasa
yang cukup pesat. Sebagai contoh, pada tabel 1.1 terdapat dua kecamatan yang
menurut RTRW Kabupaten Lamongan telah ditetapkan sebagai wilayah
pengembangan I atau sebagai Pusat Kegiatan Nasional (Kecamatan Lamongan)
dan III (Kecamatan Babat) telah ditetapkan sebagai pusat kegiatan lokal promosi.
Kedua kecamatan ini termasuk dalam hirarki I. Penetapan kebijakan pusat
kegiatan ini menjadi salah satu pengaruh terbesar tumbuhnya sektor industri atau
sektor lainnya, sehingga kebutuhan ruang semakin lama semakin tinggi. Untuk
itu, hasil proyeksi kebutuhan ruang menjadi salah opsi untuk dijadikan dasar
sebagai perencanaan pengembangan wilayah agar tercipta pengembangan
wilayah yang berkelanjutan.
Gambar1.1 : Peta Kebutuhan Ruang di Kabupaten Lamongan tahun 2035
Salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pemenuhan kebutuhan
ruang pada kecamatan yang memiliki daya dukung rendah yakni dengan strategi
Intensifikasi. Sebagai contoh penerapan strategi intensifikasi pada sektor
permukiman yakni dengan membangun perumahan secara vertikal. Dengan
pembangunan perumahan secara vertikal maka akan membantu mengurangi laju
pengurangan lahan RTH. Pembangunan hunian vertikal dengan satuan luas
lahan yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan hunian tapak memberi
peluang untuk menyediakan rumah lebih banyak sehingga backlog dapat
ditekan.
Hollingworth (1979), didalam Warpani (1980), menyebutkan analisa
penduduk telah diyakini merupakan hal yang sangat penting dalam perencanaan
kota maupun daerah, dimana salah satu hal yang penting dalam analisa
penduduk yaitu mengetahui perkiraan (proyeksi) jumlah penduduk dimasa
datang. Adanya proyeksi dimasa mendatang mempermudah dalam memprediksi
kebutuhan perumahan dan permukiman dibeberapa tahun kedepan. Dengan
mengetahui jumlah kebutuhan perumahan di masa mendatang, pemerintah bisa
mengambil kebijakan atau perencanaan dalam menyediakan lahan untuk
permukiman sehingga perkembangan permukiman di masa mendatang tidak
menyalahi peruntukannya dan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
(RTRW) tersebut.
Hasil perhitungan penduduk menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten
Lamongan akan meningkat terus dari 1.342.266 jiwa menjadi 1.572.672 jiwa
pada tahun 2035. Tingkat pertumbuhan penduduk Kabupaten Lamongan yang
semakin meningkat setiap tahun akan berimplikasi terhadap kebutuhan
penggunaan lahan dan kebutuhan rumah. Ketersediaan lahan di Kabupaten
Lamongan yang semakin terbatas akan menyebabkan ketersediaan lahan
tersebut menjadi faktor pembatas terhadap tingkat pertumbuhan penduduk
Kabupaten Lamongan.
Pengembangan hunian vertical menuju pembangunan perumahan yang
berkelanjutan membawa implikasi dan konsekuensi logis kepada penentuan arah
kebijakan pembangunan perumahan secara menyeluruh di Kabupaten
Lamongan. Secara filosofis kerangka implikasi kebijakan tersebut dapat dikaitkan
dengan pemikiran tentang spatial arrangement and sustainable development
(Haryadi, 1997). Kebijakan dan strategi merupakan intervensi dari pemerintah
(pusat, propinsi, kabupaten/ kota) dalam sistem aktivitas di masyarakat agar
dapat berjalan seimbang. Sebagaimana dipahami bersama bahwa sistem
aktifitas dimasyarakat sangat dipengaruhi oleh gaya hidup yang bersumber pada
kultur masyarakat. Dan semuanya itu tidak terlepas dari daya dukung lahan (land
capacity).
Terkait dengan daya dukung lahan, beberapa penelitian menyatakan
bahwa terdapat indikator yang saling mempengaruhi antara daya dukung lahan
dengan pemenuhan kebutuhan perumahan (Prilia, 2012). Tata guna lahan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi daya dukung, diperlukan
adanya keserasian antara pembangunan yang dilakukan dengan daya dukung
fisik. (Wulan Rian,etc.2015.73) Untuk mencapai keserasian tersebut, hal yang
perlu dilakukan adalah mengetahui kemampuan daya dukung lingkungan fisik.
Dengan diketahuinya daya dukung lingkungan fisik, maka dapat ditentukan juga
kegiatan pembangunan yang sesuai dengan daya dukung kebutuhan perumahan
khususnya bagi MBR (Nurdini,2011). Hasil litbang dan analisis data lapangan
sebagai masukan dalam penentuan kebijakan penataan kawasan perumahan
bagi seluruh golongan masyarakat dengan memanfaatkan lahan Secara
proposional. Melalui pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang
layak dan bebas kumuh.
4. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Lamongan


terdapat 7 kecamatan yang memiliki daya dukung rendah dalam kategori
pemenuhan kebutuhan ruang pada tahun 2035. Salah satu strategi yang dapat
diterapkan untuk menekan kebutuhan ruang yang cukup tinggi yakni dengan
strategi intensifikasi. Sebagai contoh penerapan pembangunan perumahan
secara vertikal. Pemenuhan kebutuhan hunian bagi masyarakat, sangat
dipengaruhi oleh tingkat keterjangkauan masyarakat untuk menyewa atau
mimiliki rumah. Secara simulatif, kemampuan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan rumahnya membutuhkan intervensi pemerintah melalui
bantuan/subsidi perumahan atau subsidi silang pengembangan kawasan
perumahan dan permukiman.

5. DAFTAR PUSTAKA

Butters, C. 2003. Sustainable Human Settlements – Challenges for CSD, working


paper in the 12th Session of the Commission on Sustainable Development
(CSD 12). NABU. New York.
Muta’ali. 2015. Teknik Analisis Regional Untuk Perencanaan Wilayah, Tata
Ruang dan Lingkungan. Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Geografi
Universitas Gadjah Mada
Pemerintah Kabupaten Lamongan. 2016. Lamongan dalam angka tahun 2016.
Murbianto. 2009. Model Pengembangan Hunian Vertikal Menuju Pembangunan
Perumahan Berkelanjutan. Bandung: Jurnal Permukiman
Setyorini, Beti. 2012. Analisis Kepadatan Penduduk Dan Proyeksi Kebutuhan
Permukiman Kecamatan Depok Sleman Tahun 2010 – 2015. Skripsi.
Surakarta: Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kurniawan dan Isnaini. 2015. Keistimewaan Lingkungan Daerah Istimewah
Yogyakarta. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Syarif. 2011. Politik pembangunan perumahan rakyat di era reformasi. Jakarta:
Housing and urban development Institude (HUD)

Budi. 2012. Perlindungan hak bermukim MBR dan Warga miskin perkotaan.
Kementrin Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Jakarta
Limbong. 2013. Bank Tanah. Pustaka margareta. Jakarta
Warpani Suwardjoko. 1980. Analisis Kota & Daerah. Bandung : ITB
Prilia Ayu. 2012. Pengaruh Kesesuaian Lahan untuk Permukiman terhadap Daya
Dukung Lahan. Jurnal Universitas Taruma Negara
Wulan Rian , . Rani Widyahantari ,. Heni suhaeni ,. Puthut Samyahardja , .
Wahyu Yodhakersa. 2015. Pengkajian Penyediaan Sarana Prasarana
Permukiman Berdasarkan Daya Dukung . Jurnal Permukiman 10
November 2015. Bandung : Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU –
PR
Nurdini Allis. 2011. Alternatif Penyediaan Tanah dan Hunian Bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah di Perkotaan. Proceeding Seminar Nasional
Kerjasama Pusat Litbang Permukiman Kementerian PU dan Universitas
Katolik Parahyangan.Bandung, 22-23 November 2011.

Anda mungkin juga menyukai