Anda di halaman 1dari 45

GEOLOGI UMUM

BAB I. PENDAHULUAN
A. Pengertian Geologi

Geologi berasal dari kata Yunani: ge yang berarti bumi dan logos yang berarti ilmu(Bailey,
1939). Jadi dari asal katanya geologi berarti ilmu yang mempelajari bumi. Akan tetapi
pengertian bumi sendiri dapat mencakup selubung gas yang mengitari planet bumi
(atmosfer), akumulasi air di permukaan bumi dan di dalam kerak bumi (hidrosfer), serta
bagian padat dari planet bumi itu sendiri (litosfer).
Pada mulanya orang berusaha memahami semua gejala alam yang ada disekitarnya. Upaya
untuk mengetahui secara mendalam gejala alam yang ada di sekitar manusia diawali oleh
para filosof yang uraiannya berupa tinjauan filsafati sehingga dikenallah istilah Filsafat
Alamiah yang kemudian menjelma menjadi Ilmu Pengetahuan Alam yang ditunjang oleh
ilmu Matematika, Fisika, Kimia, Astronomi dan Geologi (Emmons, 1960). Dengan demikian
ilmu geologi berada dalam deretan ilmu pengetahuan alam. Semula geologi mempelajari
bumi dalam pengertian luas yang mencakup atmosfer, hidrosfer dan litosfer, namun
belakangan karena berkembangnya spesialisasi, geologi terfokus pada litosfer saja.
Spesialisasi berkembang karena pada hakekatnya manusia adalah makhluk terbatas di mana
tak seorangpun mampu memahami bumi dalam pengertian luas secara mendalam. Karena itu
timbul pembatasan ruang lingkup kajian sehingga bumi dalam pengertian luas dipelajari
berbagai ilmu seperti Meteorologi dan Klimatologi mempelajari gejala alam di Atmosfer,
Hidrologi dan Oseanografi mempelajari gejala alam di hidrosfer sedang litosfer dipelajari
dalam ilmu Geologi. Ruang lingkup kajian geologi yang sudah dibatasi pada litosfer saja
masih sangat luas sehingga terjadi spesialisasi lebih lanjut menghasilkan berbagai sub-bidang
geologi/cabang-cabang geologi, bahkan cenderung untuk berdiri sendiri. Spesialisasi ini
sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kemajuan peradaban sehingga kebutuhan
manusia juga meningkat. Orang tidak merasa puas lagi dengan hanya memenuhi kebutuhan
sandang, pangan dan papan melainkan ke kebutuhan tingkat tinggi dan sangat kompleks
seperti kebutuhan berbagai asesori, hiburan, pendidikan dan sebagainya. Semua itu
membutuhkan berbagai bahan baku yang gudang utamanya di bumi, sehingga untuk
mendapatkannya perlu mempelajari sumbernya secara mendalam. Muncullah berbagai
cabang geologi antara lain Geologi Pertambangan yang dapat dipecah lagi menjadi Geologi
Minyak dan Gas Bumi, Geologi Batubara dan seterusnya, Geologi Teknik, Mineralogi dan
sebagainya.
Selain tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat, gejala spesialisasi juga ditunjang oleh
bencana alam yang sering menimpa manusia sejak dahulu. Sebagai makhluk berakal,
manusia tidak mau mati konyol sehingga berusaha untuk menanggulangi bencana alam
tersebut dengan cara mempelajari sumber bencana alam tersebut. Muncullah cabang-cabang
geologi seperti Vulkanologi, Seismologi, dan sebagainya.
Demikianlah dari Geologi bermunculan sub-bidang geologi antara lain:
- Petrologi, khusus mempelajari batuan sebagai penyusun bumi.
- Mineralogi, mempelajari mineral sebagai penyusun batuan.
- Geologi Struktur, mempelajari struktur/susunan/hubungan batu-batuan penyusun kerak
bumi.
- Stratigrafi, mempelajari perlapisan batuan sedimen.
- Palaeontologi, mempelajari fosil-fosil yang terkandung di dalam batuan dalam rangka
mengungkapkan rahasia kehidupan pada masa silam.
- Vulkanologi, mempelajari masalah kegunungapian.
- Seismologi, mempelajari asal usul gempa bumi.
- Geologi Pertambangan, mempelajari bahan galian yang bernilai ekonomi.
- Geologi Minyak dan Gas Bumi, lebih mengkhusus pada asal-usul terjadinya minyak dan gas
bumi.
- Geologi Teknik, mempelajari kondisi geologis dalam kaitannya dengan konstruksi
bangunan seperti pembuatan jalan raya, jalan kereta api, bendungan jembatan, gedung
bertingkat dan sebagainya.
- Geomorfologi, mempelajari asal-usul bentuk-bentuk permukaan bumi.
Sering kita ketemu dengan istilah Geofisika dan Geokimia, tidak lain dari aplikasi teori-teori
dan teknik-teknik fisika (Geofisika) atau teori-teori dan teknik kimia (Geokimia) dalam
mempelajari bumi dalam pengertian luas termasuk atmosfer dan hidrosfer. Semua ilmu yang
mempelajari seluk beluk planet bumi secara keseluruhan diikat dalam satu istilah Earth
Sciences atau Ilmu Ke-bumian. Geologi termasuk salah satunya, bahkan kadang-kadang
digunakan sebagai sebutan lain untuk menyatakan Earth Science (Menard. 1974). Geografi
termasuk dalam kelompok Earth Sciences.
Karena geologi tidak hanya berkenaan dengan gambaran dan proses-proses yang terlihat pada
masa sekarang melainkan juga perkembangannya melewati waktu yang sangat lama sejak
sekitar 4,5 milyar tahun yang lalu, maka sering pula dibedakan atas Geologi Fisik dan
Geologi Sejarah. Cabang-cabang geologi yang disebutkan terdahulu dapat dimasukkan
kedalam kedua bagian ini, misalnya Petrologi, Mineralogi, Geologi struktur dan sebagainya
tergolong Geologi Fisik, sedang Palaeontologi, Stratigrafi dan Geokronologi (suatu sub-
spesialisasi gabungan antara Geokimia dan Geofisika yang berusaha menentukan umur
mutlak berdasarkan mineral-mineral yang terkandung di dalam batuan) tergolong Geologi
Sejarah.
Sub bidang geologi atau cabang-cabang geologi saling berhubungan, saling tergantung, saling
menunjang satu sama lain dalam mengungkapkan masalah-masalah yang berkenaan dengan
bumi. Hasil penelitian dari salah satu sub bidang sangat bermanfaat bagi sub bidang yang lain
dalam mengungkapkan masalah yang menjadi titik perhatiannya.
Demikianlah gambaran ruang lingkup kajian geologi, begitu luas baik dalam dimensi ruang
maupun dimensi waktu. Berkaitan dengan fraksi-fraksi yang sangat kecil yang hanya dapat
diamati di bawah mikroskop sampai ke yang sangat besar sehingga mata kita tidak mampu
melihatnya secara keseluruhan. Bertalian dengan proses-proses yang sangat lambat sehingga
manusia sering keliru menafsirkannya sebagai statis, sampai ke proses yang sangat cepat
sehingga dengan mudah diamati perubahannya.
Sebagai suatu kesimpulan, geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi khususnya litosfer,
mengenai materi penyusun bumi, bagaimana proses-proses yang dialami dan perubahan-
perubahan yang dihasilkan oleh proses-proses tadi serta perubahan-perubahan yang dialami
bumi sejak terbentuk sampai ke keadaan sekarang.

B. Hubungan Geologi dan Geografi


Bintarto mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang mencitrakan, menerangkan sifat-sifat
bumi, menganalisis gejala alam dan penduduk serta mempelajari corak khas mengenai
kehidupan dan berusaha mencari fungsi unsur-unsur bumi dalam ruang dan waktu. Hasil
seminar dan lokakarya Peningkatan Kualitas Pengajaran Geografi di Semarang tahun 1988,
mendefinisikan geografi sebagai ilmu yang mempelajari persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kewilayahan atau
kelingkungan dalam konteks keruangan. Fenomena geosfer yang dimaksud mencakup
atmosfer, hidrosfer, litosfer, biosfer dan antroposfer. Jadi geografi mempelajari hubungan dan
interaksi manusia dan lingkungannya dengan tekanan pada manusianya. Geo dalam geografi
sama dengan pengertian world ( dunia, bumi dan manusia serta segala yang ada di atas
permukaan), sedang geo dalam geologi lebih tepat diartikan earth (bumi). Dengan demikian
yang lebih tepat disebut ilmu bumi adalah geologi. Obyeknya memang ada kesamaan yaitu
bumi tetapi sudut pandangnya berbeda. Geografi memandang bumi sebagaiman yang ada,
seolah-olah statis, sedang geologi memandang bumi selalu berubah sebagai akibat proses
yang dialaminya. Dari hubungan tersebut terlihat bahwa geologi berperan sebagai ilmu bantu
bagi geografi sebab salah satu fenomena geosfer yang dipelajari dalam geografi menjadi
kajian geologi, yaitu litosfer. Geologi bukan cabang Geografi, sama seperti Ilmu tanah,
Meteorologi, Hidrologi dan sebagainya yang juga dipelajari dalam Geografi.

C. Asal mula Bumi

Gambar 1. 1. Matahari dengan kedelapan planetnya

Asal mula bumi atau terjadinya bumi adalah masalah astronomi, sama dengan terjadinya
jagad raya, planet-planet dan semua benda-benda angkasa. Terjadinya bumi dalam sistem
tatasurya kita merupakan masalah yang sangat sulit, bukan karena tidak adanya ciri-ciri atau
petunjuk, tetapi justru karena terlalu banyak dan tidak jelas ciri-ciri mana yang mula-mula
dan yang telah mengalami perubahan sepanjang perjalanan sejarah. Petunjuk astronomi
antara lain revolusi bumi, rotasi bumi, densitas planet, ukuran planet, dan sebagainya. Pada
waktu para ahli dari seluruh dunia membahas terjadinya bumi pada tahun 1952, tidak ada
kesepakatan antara mereka bahkan cenderung memanas karena masing-masing
mempertahankan pendapatnya. Akhirnya Harold Urey berdiri dan mengatakan None of us
was there at that time (Menard, 1974) . Namun karena banyak fenomena geologi berkaitan
dengan benda-benda angkasa lainnya maka akan dibicarakan secara ringkas sebagai langkah
awal pembicaraan geologi.
Sejak abad XVIII sudah muncul berbagai pemikiran mengenai terjadinya bumi dan planet-
planet lain dalam sistem tatasurya. Beberapa akan diuraikan secara ringkas di bawah ini.
Tahun 1749 George Buffon (Astronom Perancis) menduga bahwa mula-mula ada sebuah
bintang yang melintas dekat matahari, menyebabkan sebagian dari selubung debu gas
matahari tertarik keluar. Debu gas tersebut akan mengalami pendinginan dan berkumpul
menjadi planet-planet, salah satunya adalah bumi. Pemikiran Buffon ini pada abad XX
dikembangkan menjadi Teori Planetesimal dan Hipotesis Protoplanet.
Tahun 1775 Immanuel Kant (Jerman) & Pierre Laplace (Astronom Perancis) mengemukakan
Teori Kabut Pilin/Kabut Panas yang intinya: mula-mula ada awan debu panas yang berputar
perlahan-lahan dan semakin cepat akibat pemampatan gravitasional. Karena rotasinya
semakin cepat maka gaya sentrifugal bertambah besar yang mendorong awan debu ke arah
luar, sehingga terbentuk gelangan-gelangan awan debu yang mengitari pusatnya. Gelang-
gelang awan debu ini selanjutnya tarik-menarik membentuk planet-planet, sedang materi
awan debu yang berada di bagian pusat semakin panas dan menjadi matahari.
Tahun 1905 T. C. Chamberlin (Geolog dari Univ. Chicago) & F. R. Moulton (Astronom dari
Univ. Chicago) mengembangkan pemikiran Buffon menjadi Teori Planetesimal yang intinya:
mula-mula ada bintang yang melintas dekat matahari, menyebabkan terjadinya pasang luar
biasa di permukaan matahari. Selubung gas matahari mencuat keluar, kemudian terpecah
kedalam beberapa kelompok sambil mengitari matahari. Setelah dingin gas debu tadi akan
berkondensasi menjadi fragmen-fragmen padat dari ukuran debu sampai cukup besar.
Fragmen-fragmen padat dan dingin dalam jumlah banyak ini dikenal sebagai planetesimal
dan mengisi ruang antar bintang. Selanjutnya planetesimal berukuran besar akan menarik
yang kecil sehingga ukurannya semakin besar dan bertumbuh menjadi planet-planet. Planet
yang baru terbentuk ukurannya kecil, dingin dan tanpa atmosfer. Pertumbuhan berlangsung
terus menyebabkan ukurannya semakin besar dan kompaksi gravitasional menyebabkan
planet-planet tersebut mengalami pemanasan di bagian intinya.
Tahun 1944 C.F. von Weizacker dan Gerald Kuiper (1951) memodifikasi teori planetesimal
menjadi Hypotesis Protoplanet. Menurut hipotesis protoplanet, Matahari dan planet-planetnya
terjadi bersamaan dalam galaksi Bima Sakti (Milky Way Galaxy). Galaksi ini terdiri dari
sekitar 100 milyar bintang seperti Matahari, bentuknya seperti cakram di mana bagian tengah
lebih padat (± 80 % bintang) dan bagian tepi agak renggang (±20 % bintang). Matahari
terletak di bagian tepi galaksi, dan tergolong bintang berukuran sedang.
Sekitar 5 – 6 milyar tahun yang lalu terdapat awan debu gas yang dingin dalam jumlah
banyak di bagian tepi Galaksi Bima Sakti, berputar pada porosnya sambil mengikuti
perputaran galaksi secara keseluruhan. Awan debu tersebut diduga tersusun terutama
Hidrogen dan Helium dengan sedikit unsur-unsur O2, Ne, CO2, CH4, NH3 (Matahari
tersusun dari 70 % H2 dan 25 % He, Stokes, 1978), berputar maka massa awan debu
berkonsentrasi dibagian tengah dikelilingi selubung debu gas yang agak renggang. Masa di
bagian tengah makin mampat dan makin panas sampai jutaan derajad celcius menjadi
Matahari (temperatur inti Matahari ± 15 juta 0 C, permukaan ±6.000 0 C). Pada temperatur
sekitar 10 juta derajad celcius menurut Hans Bethe, akan terjadi reaksi nuklir yang prinsipnya
sama dengan pembuatan bom hidrogen yaitu 4 atom H dengan 4 elektronnya bergabung
menjadi 1 atom He dengan 2 elektronnya. Dua elektron yang hilang diubah menjadi energi
(Stokes, 1978). Jadi selalu terjadi transformasi H2 menjadi He di Matahari dengan pelepasan
energi yang luar biasa menyebabkan matahari merah membara. Stokes memperkirakan
sekitar 4 juta ton3 He/detik dipancarkan dari permukaan matahari. Helium yang dipancarkan
dari permukaan matahari ini akan berubah menjadi karbon disertai ledakan hebat yang
menghasilkan unsur-unsur berat seperti besi. Begitu juga dengan awan debu yang mengitari
matahari akan berkondensasi dan berkonsentrasi menjadi planetesimal. Planetesimal-
planetesimal tersebut bila bertumbukan akan bergabung, yang besar menarik yang kecil
sehingga semakin besar ukurannya yang dikenal sebagai protoplanet. Ukuran protoplanet
diduga ratusan kali lebih besar dari planet yang ada sekarang, tetapi densitasnya kecil karena
terutama tersusun dari unsur-unsur gas dengan sedikit unsur berat. Umumnya planet-planet
dalam (Terrestrial planet: Mercfurius, Venus, Bumi dan Mars) berukuran kecil namun
densitasnya lebih besar dibanding planet-planet luar (Jovian planets: Yupiter, Saturnus,
Uranus dan Neptunus). Hal ini terjadi karena gas-gas lembam (inert gas) seperti Ne, Ar, Cr,
Xe pada planet-planet yang dekat dengan matahari tersapu oleh badai matahari (pancaran ion-
ion dan proton dari permukaan matahari). Di samping itu, menurut William Lee Stokes
(1978) berkaitan dengan proses pendinginan yang dialami. Planet-planet luar pendinginannya
cepat sehingga terbentuk lapisan es yang tebal. Planet-planet dalam proses pendinginannya
lambat sehingga terjadi serangkaian reaksi-reaksi yang menghasilkan unsur-unsur berat:

Tremolite (Ca2(Mg2Fe)5Si8O22(OH)25500K: uap air bereaksi dengan Ca


4250K: H2O + Olivin Serpentin (Mg6Si4O10(OH)8
1750K: uap air  es
1500K: es + amonia hidrat padat NH3H2O
1200K: NH3H2O + CH4 hidrat padat CH47H2O.
Wujud air di planet-planet juga sesuai kedekatannya dengan Matahari. Di Venus (planet II
dari matahari) air berwujud gas (uap air), di Mars (planet IV dari matahari) air berwujud
padat (es) dan di bumi (planet III dari matahari) air terutama berwujud cair.
Mengenai asal-usul air dan gas di atmosfer dan permukaan bumi ada dua pandangan yaitu
hypotesis degassing dan photochemical dissociation.
1. Hipotesis Degassing (Outgassing): pada awal-awal pertumbuhan protoplanet bumi,
temperatur miningkat karena berputar pada porosnya. Lutgen (1979) mengatakan temperatur
permukaan bumi sampai 8.0000C. Karena itu bumi diduga mengalami peleburan sempurna
sehingga terjadi pemisahan materi bumi menurut berat jenisnya Gas dan air naik ke
permukaan menempati atmosfer dan permukaan bumi. Tetapi karena temperatur bumi masih
tinggi maka gas-gas tersebut hilang keluar jagat raya, bumi belum mempunyai atmosfer.
Setelah bumi mengalami pendinginan sampai temperatur tertentu mulailah terbentuk
atmosfer bumi dengan komposisi gas seperti gas-gas yang dikeluarkan oleh letusan gunung
api yaitu CO2, N2, dan uap air. Mulai terbentuk awan di atmosfer namun hujan yang jatuh
segera menguap lagi karena temperatur di permukaan bumi masih tinggi. Setelah temperatur
permukaan bumi rendah baru hujan yang jatuh mengisi bagian-bagian cekungan di
permukaan bumi menjadi lautan. Timbul pertanyaan, apabila gas-gas di atmosfer berasal dari
degassing maka tidak akan mengandung oksigen bebas (Sekarang komposisi atmosfer: 78%
N2, 21% O2, 0,9% A, 0,03% CO2, uap air dll.). Kemudian diduga bahwa sumber utama
oksigen bebas di atmosfer sekarang adalah proses dari proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan
hijau yang menggunakan sinar matahari mengubah air dan CO2 dari udara menjadi senyawa
organik dan setelah digunakan, tumbuh-tumbuhan melepaskan oksigen ke atmosfer.
2. Photochemical Dissociation: diduga atmosfer bumi mula-mula mirip dengan atmosfer
Jupiter sekarang (kaya CH4, NH3, H2, Ne, He, dan sedikit uap air). Pada waktu itu belum
ada oksigen bebas di atmosfer, belum ada lapisan ozon di statosfer. Perubahan komposisi
atmosfer bumi yang semula kaya CH4, NH3 dan uap air menjadi kaya N2, O2, CO2, uap air
lewat serangkaian reaksi kimia akibat radiasi matahari:
2H2 + O2Radiasi ultraviolet yang berlimpah menguraikan air: 2H2O
Oksigen yang terbentuk dalam reaksi di atas bereaksi dengan CH4 dan NH3: 2 O2 + CH4 
CO2 +2H2O; 3 O2 + 4 NH3  2 N2 + 6 H2O.
H2O yang terbentuk dalam reaksi di atas terurai lagi oleh radiasi ultraviolet, oksigen yang
dihasilkan, bereaksi dengan CH4 dan NH3 lagi dan seterusnya sehingga dari waktu ke waktu
kandungan nitrogen, karbon-dioksida dan oksigen bebas di atmosfer bumi bertambah. Mulai
terbentuk lapisan ozon yang melindungi kehidupan di bumi.
Jadi mungkin keduanya saling menunjang. Mula-mula photochemical dissociation yang
berlangsung dan setelah lapisan ozon terbentuk maka sumber utama oksigen bebas di
atmosfer berasal dari hasil fotosintesis tumbuh-tumbuhan berhijau daun.

===JPB===
BAB II. LAPISAN-LAPISAN BUMI

A. Sumber Keterangan Bagian Dalam Bumi


Jari-jari bumi ke katulistiwa 6378km dan ke kutub 6357km. Pemboran kerak bumi di
Oklahoma untuk meneliti bagian dalam bumi hanya mencapai 5253 meter, dan proyek
Mohole dekat pulau Guadalupe (lepas pantai Meksiko) mengebor sampai kedalaman 9 km.
Dari dalamnya pengeboran tersebut nampak bahwa hanya kulit luar dari bumi kita yang dapat
diselidiki secara langsung. Meskipun demikian, kita mengetahui para ahli telah berceritera
banyak tentang bagian dalam bumi, seperti: wujud, densitas batuan, temperatur, kecepatan
gelombang melalui berbagai lapisan dan sebagainya. Dari mana para ahli memperoleh
keterangan mengenai bagian dalam bumi? Patut dimaklumi bahwa bagian dalam dari bumi
sulit sekali bahkan tidak mungkin diselidiki secara langsung, sehingga wajar pula kalau
banyak hal yang tidak diketahui secara pasti. Para ahli melakukan penyelidikan secara tidak
langsung, dimana tak dapat dilupakan bantuan dari ilmu Kosmologi, Geokimia, dan
Geofisika.
Lewat pengetahuan Kosmologi seperti gaya tarik menari antar benda-benda angkasa, massa,
volume, diameter, jarak antar benda angkasa dan sebagainya, para ahli menganalisis sampai
ke kesimpulan mengenai keadaan bagian dalam dari bumi. Penelitian geokimia atas sampel
batuan, lava dan bahan-bahan lain yang dikeluarkan letusan gunung api mengantarkan ke
kesimpulan mengenai komposisi batuan, densitas serta sifat-sifat batuan di lapisan dalam.
Demikian juga batuan meteorit, sampel batuan dari bulan, diselidiki ahli geokimia dan
dibandingkan dengan batuan bumi untuk sampai ke kesimpulan mengenai bagian dalam
bumi. Hasil penyelidikan geofisika juga sangat membantu meramalkan keadaan bagian dalam
bumi. Terutama keterangan yang disumbangkan oleh hasil penelitian gravitasi, kemagnetan
bumi dan seisme. Berikut ini akan diuraikan secara singkat ketiga sumbangan geofisika
tersebut.
1. Gravitasi Bumi
Bumi mempunyai gaya tarik ke intinya sehingga semua benda yang ada di permukaan bumi
tidak melayang ke ruang angkasa. Dasar dari pengetahuan tentang gravitasi adalah penemuan
Isaac Newton yang mempelajari gerak-gerak planet dalam tatasurya yang menghasilkan
Hukum Gravitasi Universal (Menard, 1974).
Gm1m2
Fg = ¯¯¯¯¯¯¯¯ (Robinson, 1982)
r2
Fg = gaya gravitasi
G = Konstante besarnya 6,67 x 10-8 cm3/gr.det2
m1 & m2 = massa pertama dan massa kedua

Pada hakekatnya menimbang berat benda adalah menghitung besarnya gaya tarik bumi
terhadap benda tersebut ( berat adalah gaya tarik gravitasi terhadap suatu benda, sedang
massa merupakan jumlah material dalam suatu benda; berat = massa x gravitasi). Besarnya
gravitasi di permukaan bumi tidak sama di setiap tempat. Di katulistiwa berkisar 978 gal dan
di kutub 983,1 gal (1 gal = percepatan 1 cm/det2). Karena perbedaan gravitasi di daerah
katulistiwa dan kutub tersebut maka berat benda yang ditimbang di kutub lebih besar sekitar
0,5 % dibanding berat benda yang sama bila ditimbang di katulistiwa.
Dasar pengukuran gravitasi di permukaan bumi adalah percobaan benda jatuh dengan rumus
St = ½ gt2. Dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat berupa ayunan dalam ruang
hampa namun sebelumnya harus melalui percoban benda jatuh untuk menentukan skala alat
tersebut (g = k/T2). Alat lain yang digunakan meluas dewasa ini dan lebih praktis adalah
gravimeter, suatu sistem massa yang digantungkan pada suatu pegas dimana akan terjadi
gaya tarik gravitasi antara massa tersebut dengan massa bumi. Sistem ini dihubungkan
dengan jarum penunjuk skala sehingga orang tinggal membaca hasil pengukuran di suatun
tempat. Akan tetapi pada waktu merancang alat ini harus dilengkapi dengan percobaan benda
jatuh untuk menentukan besarnya gravitasi yang ditunjukkan oleh jarum.
Besarnya gravitasi di permukaan bumi tidak sama karena perbedaan besar jari-jari bumi,
perbedaan ketinggian dan perbedaan densitas batuan penyusun kerak bumi. Berdasarkan
pengukuran gravitasi di permukaan bumi yang dibandingkan dengan gravitasi teoritis yang
seharusnya dimiliki, para ahli mengetahui adanya penyimpangan gravitasi atau anomali
gravitasi. Gravitasi teoritis yang dimaksud adalah besar gravitasi di permukaan bumi yang
disebut spheroid, yaitu permukaan bumi rata-rata berbentuk elipsoidal, suatu permukaan
bumi hayal yang sangat penting untuk perhitungan-perhitungan. Semua titik di permukaan
speroid pada lintang yang sama, potensi gravitasinya sama karena jaraknya ke inti bumi sama
serta gaya sentrifugal akibat rotasi bumi sama. Besarnya gravitasi teoritis di berbagai lintang
dapat dihitung dengan rumus:
= lintang.) gal. Ket.  + 0,000023462 sin4¥ = 978,031846 (1 + 0,005278895 sin2
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa besarnya gravitasi dipengaruhi oleh ketinggian
tempat dan densitas batuan, maka faktor tersebut harus diperhitungkan dalam pengukuran
gravitasi. Setiap naik 1 meter gravitasi akan turun sebesar 0,3086 mgal dan sebagai kibat
tambahan batuan setiap = densitas (1 meter menyebabkan naiknya gravitasi sebesar
0,0419 batuan). Apabila lintang dan ketinggian tempat saja yang diperhitungkan maka
hasilnya disebut Anomali Udara Bebas (free air anomaly). Tetapi kalau tambahan batuan juga
diperhitungkan maka disebut Anomali Bouguer sesuai dengan nama ahli geodesi Perancis ,
Pierre Bouguer, yang mula-mula mengusulkan agar dilakukan koreksi terhadap batuan.
Besarnya h) mgal.Anomali Bouguer adalah: g – (¥+ 0, 3086 h – 0,0419
Sebagaimana pengertian anomali gravitasi yaitu selisih gravitasi sebenarnya/ gravitasi
lapangan dengan gravitasi teoritis, maka ada dua kemungkinan tipe anomali yaitu anomali
gravitasi positip dan negatip.
• Anomali gravitasi positip, bila gravitasi sebenarnya lebih besar dari gravitasi teoritis.
Daerah yang mengalami gravitasi positip cenderung akan mengalami pengangkatan untuk
mencapai keseimbangan.
• Anomali gravitasi negatip, bila gravitasi sebenarnya lebih kecil dari gravitasi teoritis.
Daerah yang mengalami anomali gravitasi negatip cenderung mengalami penurunan untuk
mencapai keseimbangan.
Bertolak dari pemikiran bahwa bumi volumenya tetap maka para ahli memikirkan bahwa
adanya bagian bumi yang menonjol seperti benua tentunya dikompensasikan oleh bagian lain
yang menurun seperti dasar laut. Kalau kita memperhatikan globe jelas terlihat bahwa
belahan bumi utara didominasi oleh daratan sedang belahan bumi selatan didominasi oleh
lautan. Pegunungan tinggi diimbangi oleh adanya palung laut. Keadaan semacam itu disebut
kedudukan seimbang atau disebut isostasi oleh CE Dutton. Selama belum tercapai
keseimbangan maka kerak bumi akan bergerak mencari keseimbangannya. Mengenai
isostasi, ada dua hipotesis yang terkenal dikalangan ahli geologi yaitu hipotesis Pratt dan
hipotesis Airy.

Gambar 2. 1. Anomali Gravitasi

• Hipotesis Pratt (Pratt hypotesis of isostasy). Sebenarnya Pratt tidak menggunakan itilah
isostasi ketika mengemukakan hipotesisnya pada tahun 1859, melainkan kompensasi. Pratt
mengatakan bahwa massa benua lebih tinggi dari pada massa dasar laut, tetapi densitas
batuan yang menyusun dasar laut lebih besar dari pada densitas batuan di benua. Dengan kata
lain adanya perbedaan ketinggian antara benua dan dasar laut adalah karena perbedaan
kepadatan batuan yang menyusun kerak bumi di kedua bagian bumi tersebut. Ketinggian
dikompensasikan oleh densitas batuan.
Pratt memberikan ilustrasi dengan menggunakan berbagai logam yang tidak sama berat
jenisnya tetapi berat dan penampangnya dibuat sama, kemudian diapungkan di dalam air
raksa. Ternyata logam yang berat jenisnya lebih besar hanya sedikit tersembul di atas
permukaan air raksa, sedang logam yang berat jenisnya kecil banyak tersembul di atas
permukaan air raksa.

Gambar 2. 2. Ilustrasi Pratt

• Hipotesis Airy (Airy’s hypothesis of isostasy). Airy mengemukakan hipotesisnya pada


tahun 1855 dengan jalan pikiran yang agak berbeda dengan Pratt. Airy membenarkan bahwa
batuan yang menyusun kerak bumi tidak sama densitasnya, namun perbedaan densitas batuan
tidak terlalu besar untuk menghasilkan perbedaaan ketinggian permukaan bumi yang
sedemikian besarnya. Airy memberikan ilustrasi yang mirip dengan ilustrasi Pratt, hanya
menggunakan logam yang sejenis, penampangnya juga dibuat sama tetapi tebalnya tidak
sama. Setelah logam dimasukkan kedalam air raksa, ternyata logam yang lebih tebal
tersembul lebih tinggi di atas permukaan air raksa dari pada logam yang tipis. Dengan
demikian Airy berkesimpulan bahwa perbedaan ketinggian permukaan bumi bukan
disebabkan oleh perbedaan densitas batuan tetapi akibat dari perbedaan tebal lapisan kerak
bumi. Itulah sebabnya hipotesis Airy ini sering pula disebut the Roots of Mountains
hypothesis of isostasi. Pendapat Airy ini lebih banyak dianut oleh para ahli geologi, namun
tidak berarti bahwa pendapat Pratt salah. Densitas batuan penyusun kerak bumi memang
tidak sama, demikian juga tidak semua pegunungan akarnya jauh masuk kedalam bumi.
Dengan demikian keduanya saling melengkapi. Leon Long memberikan penilaian 65% untuk
Airy dan 35% untuk Pratt.

Gambar 2. 3. Ilustrasi Airy

• Massa bumi dapat ditaksir dengan menganggap bumi bulat sempurna dengan jari-jari rerata
6371 km dan gravitasi rata-rata 980 gal. Rumus besarnya gravitasi di permukaan yang bulat
sempurna adalah g = G.m/r2. Rumus tersebut diperoleh dari rumus gravitasi universal: Fg =
Gm1m2/r2 dan rumus Hukum II Newton tentang gerak : F = mg. Bila rumus gravitasi
universal ditulis dengan cara lain:
Gm1m2 Gm2 G.m2 G.m1
Fg =  = m1 } = m1.g2{  dang2 = g1 = 
r2 r2 r2 r2
Jadi kalau bumi bulat sempurna dengan jari-jari 6371 km dan gravitasi 980 gal maka massa
bumi dapat diperoleh dari rumus di atas = 5,96 x 1027 gram.
r kat2. r kutubVolume bumi = 4/3 = 1,08 x 1027 cm3 di mana r katulistiwa = 6378 km dan
r kutub = 6357 km.
Massa bumi 5,96 x 1027 gr
Densitas bumi = = = 5,52 gram/cm3
Volume bumi 1,08 x 1027 cm3

2. Kemagnetan Bumi (Magnetisme).


Bumi merupakan medan magnet yang luar biasa besarnya, suatu berita menakjubkan yang
pertama kali dipublikasikan oleh William Gilbert tahun 1600 dan karenanya jarum kompas
selalu menunjuk ke arah utara dan selatan Kutub Magnet Bumi. Menurut Gilbert bumi
bersifat magnet karena inti bumi penuh dengan loadstone, batuan yng banyak mengandung
magnetit. Dia membuat globe yang bagian intinya diisi dengan loadstone sehingga orang
meyakini pendapatnya lebih dari dua abad lamanya. Akan tetapi belakangan orang mulai
menolak pendapat Gilbert, yang anehnya justru bermula dari percobaan Gilbert sendiri
dimana ia memanasi globenya sampai merah membara, dan ternyata berakibat globenya
kehilangan sifat kemagnetan. Orang mulai sangsi karena tentunya inti bumi temperaturnya
tinggi.
Abad ke-19 para ahli fisika mengetahui bahwa loadstone bukanlah satu-satunya sumber
kemagnetan. Kemagnetan merupakan fenomena yang tak dapat dipisahkan hubungannya
dengan arus listrik. Masalahnya adalah bagaimana arus kuat terdapat di dalam bumi yang
menyebabkan bumi bersifat magnet. Pertanyaan ini baru terjawab setelah ahli seismologi
menemukan bahwa inti bagian luar bumi berwujud cair sehingga diduga di inti bagian luar
inilah terjadi arus listrik.
Medan magnet adalah daerah sekitar magnet yang masih terpengaruh magnet tersebut. Garis-
garis gaya medan magnet memusat ke kedua kutub magnet. Jarum kompas dalam medan
magnet mempunyai kedudukan sejajar dengan garis gaya magnet di tempat itu. Gaya yang
bekerja pada jarum kompas tergantung pada intensitas medan magnet yang merupakan hasil
bagi antara gaya yang dihasilkan kutub magnet dengan kekuatan kutub magnet. Intensitas
medan magnet diukur dengan magnetometer, besarnya berkisar 25.000 gamma dekat ekuator
dan 70.000 gamma di sekitar kutub. Kekuatan kutub magnet dikatakan 1 unit kekuatan kutub
bila satu kutub mendorong kutub lainnya 1 dyne sejauh 1cm. Bila mendorong 2 dyne sejau
1cm berarti kekuatan kutubnya 2.
Sumbu magnet bumi membentuk sudut 11,50 dengan sumbu bumi. Tahun 1955 ditemukan
posisi kutub magnet bumi di 780 34’ LU – 2900 40’ BT dan 780 34’LS – 1100 40’ BT. Dari
posisi kedua kutub magnet bumi tersebut berarti sumbu magnet bumi tidak melalui inti bumi.
Di kutub magnet inklinasi seharusnya 900 (sudut antara bidang horizontal dengan jarum
kompas, positip bila jarum kompas penunjuk utara mengarah ke bawah dan negatip bila
mengarah ke atas) namun kenyataannya tidak mencapai 900 di kutub tadi. Hal ini terjadi
karena di dalam bumi masih ada 11 magnet lain yang mempengaruhinya. Kutub magnet lain
yang disebut dip pole, diketemukan tahun 1960 di 750 LU – 1010 BB dan 670 LS – 1430 BT.

Gambar 2. 4. Garis gaya Medan Magnet

Penelitian medan magnet bumi menunjukkan penyimpangan karena mineral penyusun batuan
ada yang bersifat magnet seperti Magnetit (Fe3O4), Hematit (Fe2O3), Ilmenit (FeTiO3) dan
Pyrrhotit (Fe2-xS). Atom-atom dalam mineral tersebut tersusun geometris dimana orbit
individual dan kisaran elektron diarahkan lewat suatu zone kecil tertentu berdiameter
beberapa mikron dan dikenal sebagai magnetic domain, menyebabkan mineral tersebut
bersifat magnetis. Kekuatan kemagnetannya tergantung pada proporsi kisaran elektronnya
yang searah atau terbalik satu sama lain. Magnetit dan pyrrhotit memiliki kemagnetan kuat
karena elektron-elektronnya searah, sedang hematit dan ilmenit kekuatannya lemah karena
elektron sekitarnya cenderung arahnya terbalik. Pada temperatur diatas temperatur
Curie/temperatur kritis (550-6000C) gerak-gerak atom begitu besar sehingga magnetic
domeinnya tidak ada dan berakibat sifat kemagnetannya hilang. Ketika temperatur turun di
bawah temperatur kritis tersebut maka arahnya diatur lagi oleh pengaruh medan magnet
bumi. Dari arah yang ditunjukkan mineral-mineral magnetik dalam batuan, orang mengetahui
bahwa magnet bumi telah mengalami pembalikan selama perjalanan sejarah bumi. Periode
pembalikan kutub tersebut tidak teratur, lamanya tidak sama misalnya perubahan ke posisi
kutub sekarang memerlukan waktu sekitar 690.000 tahun. Sebelumnya sekitar 200.000 tahun
dan sebelumnya lagi 60.000 tahun. Sejak 110 juta tahun terakhir para ahli mengetahui sekitar
80 kali pembalikan kutub magnet bumi (Stokes, 1978). Akan tetapi belum banyak penjelasan
yang memuaskan mengenai penyebab dari pembalikan kutub magnet tersebut. Penelitian
Paleomagnetisme memberikan gambaran mengenai posisi benua-benua di mana hasilnya
menunjang pendapat bahwa benua-benua telah mengalami pergeseran dari posisinya semula.
Kehadiran mineral-mineral ferromagnetik dalam batuan menyebabkan penyimpangan
magnetik/anomali medan magnet. Anomali magnetik dapat memberikan gambaran apakah
batuan kerak bumi banyak mengandung mineral ferromagnetik atau tidak. Karena itu
penelitian kemagnetan biasanya digunakan dalam pencarian bahan galian.
Analisis anomali magnetik hampir sama saja dengan analisis anomali gravitasi. Mula-mula
dilakukan penelitian dengan magnetometer (biasanya dari pesawat) untuk menghitung total
intensitas medan magnet. Hasilnya kemudian dikurangi dengan medan magnetik utama untuk
memperoleh anomali magnetik. Pengukuran dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan hasil
yang mantap. Dewasa ini analisis dilakukan dengan komputer sehingga cepat memperoleh
hasilnya.

Gambar 2. 5. Anomali magnetik negatip(kiri) & positip (kanan)


3. Seismik
Apabila terjadi pelepasan energi didalam kerak bumi akibat patahan atau letusan gunungapi
maupun longsor, maka energi tersebut akan diteruskan ke segala arah melalui materi batuan
berupa perambatan getaran dalam bentuk gelombang. Perambatan gelombang inilah yang
disebut gempa. Secara garis besar gelombang gempa dapat dibedakan atas dua macam yaitu
Body wave dan Surface wave.
• Body Wave adalah gelombang yang merambat di dalam bumi dari pusat gempa ke segala
arah. Berdasarkan cara perambatan melalui batuan penyusun bumi, dikenal 2 macam:
1. Gelombang Longitudinal (Gelombang Primer / Gel. P). Disebut gelombang Primer karena
gelombang ini yang paling cepat merambat sehingga paling dahulu tercatat oleh alat pencatat
gempa (seismograf). Arah getarannya ke depan dan ke belakang sehingga partikel-partikel
materi yang dilaluinya mengalami penekanan dan perenggangan. Oleh karena itu maka sering
pula disebut Push – Pull wave atau kadang-kadang disebut Compressive wave . Gelombang
ini dikenal pula dengan nama Gelombang suara karena cara perambatannya sama dengan
perambatan suara di udara. Sifat dari gelombang ini adalah dapat melalui media yang
berwujud padat, cair maupun gas. Tergolong cepat karena berkaitan dengan arah getarannya
yang searah dengan arah geraknya. Bila melalui materi bumi maka kecepatannya berkisar 6
km/detik di lapisan kerak bumi dan 8,5 km/detik di lapisan selimut bumi. Perhatikan gambar
6 di bawah ini
2. Gelombang Transversal (Gelombang Sekunder/Gel S). Berbeda dengan gelombang
longitudinal, arah getarannya tegak lurus pada arah geraknya. Karena itu maka kecepatannya
lebih rendah dibanding gelombang longitudinal. Akibat lain adalah hanya dapat melalui
media yang berwujud padat. Bila melalui media berwujud cair atau gas, gelombang ini hilang
atau tidak tercatat pada seismograf karena ikatan molekul cairan dan gas tidak kuat. Dengan
sedikit tekanan saja molekul-molekul cairan dan gas sudah bergerak lepas satu sama lain.
Adapun kecepatannya hanya sekitar 2/3 kecepatan grelombang primer.
3. Surface wave adalah yang merambat dari hiposentrum ke permukaan bumi kemudian dari
episentrum merambat ke segala arah. Jalan yang ditempuh lebih panjang sehingga paling
belakangan sampai ke alat pencatat gempa. Oleh karena itu sering disebut gelombang
panjang (Long Wave). Kecepatannya berkisar 3 – 4 km/detik.
Perbedaan sifat antara gelombang primer dan sekunder dapat digunakan untuk
memperkirakan wujud lapisan-lapisan dalam. Dari kecepatan gelombang melalui lapisan-
lapisan bumi dapat digunakan untuk memperkirakan materi penyusun bumi di setiap- lapisan.
Para ahli mempelajari seismogram, hasil pencatatan gelombang di berbagai stasion untuk
mengetahui lapisan-lapisan bumi, tebal masing-masing lapisan , kecepatan gelombang waktu
melalui setiap lapisan sehingga dapat diperkirakan materi penyusun setiap lapisan.
Seismogram sangat rumit karena gelombang yang tercatat di seismogram berasal dari
berbagai jalur dalam kerak bumi. Pada perbatasan lapisan satu dengan lapisan lainnya di
mana terjadi perubahan kecepatan gelombang, maka ada gelombang yang dipantulkan dan
ada yang dibiaskan bahkan menghasilkan gelombang baru karena terjadi pelepasan energi
ketika mengenai batas lapisan.
Refraksi ( Pembiasan) terjadi karena perubahan kecepatan ketika melalui lapisan atas dan
lapisan bawahnya. Sesuai dengan Hukum Snellius maka cosinus sudut datang berbanding
cosinus sudut pergi sama dengan kecepatan gelombang melalui lapisan atas (V1) berbanding
kecepatan gelombang melalui lapisan bawah (V2). Pada refleksi (pemantulan) gelombang di
perbatasan lapisan, sudut datang = sudut pantul.
Gambar 2. 7. (B) Jalannya pemantulan gelombang pada satu lapisan dengan kurva Travel
time di atasnya (C). Gelombang P dan S setelah mengenai perbatasan lapisan, menghasilkan
gelombang baru
Karena pulsa-pulsa gelombang yang tercatat pada seismogram campur aduk antara
gelombang yang dibiaskan dan gelombang yang dipantulkan berbagai lapisan maka harus
dipilah-pilah dahulu. Untuk itu digunakan kurva Travel t ime dan data seismogram dari
berbagai jarak.

Gambar 2. 8. Jalannya pembiasan gelombang dengan kurva Travel time di atasnya

Pulsa-pulsa gelombang yang dibiaskan terletak pada kurva berupa garis lurus, sedang pulsa-
pulsa gelombang hasil pemantulan terletak pada kurva berupa garis lengkung (hiperbola).
Setiap kurva garis lurus mewakili gelombang-gelombang yang dibiaskan puncak salah satu
lapisan. Begitu juga setiap kurva lengkung mewakili gelombang-gelombang yang
dipantulkan salah satu lapisan.
Kecepatan gelombang yang dibiaskan ketika melewati lapisan-lapisan dapat diketahui dari
kemiringan kurva garis lurus. Perhatikan gambar dari setiap kurva garis lurus diperoleh
waktu (t) yang diperlukan gelombang menempuh jarak (x) tertentu sepanjang puncak lapisan
di mana dibiaskan. Kecepatan gelombang di lapisan itu = x/t. Tetapi kemiringan kurva
kebalikannya yaitu t/x. Berarti kecepatan gelombang dihitung dari kemiringan kurva saja (V
= 1/S, di mana S adalah kemiringan kurva). Kecepatan gelombang dapat pula dihitung dari
bentuk kurva garis lengkung tetapi analisisnya lebih rumit.
X V2 – V1
V+Untuk mengetahui tebal lapisan: h = 
2 V1 + V2
V1 = Kecepatan gelombang di lapisan atas,
V2 = Kecepatan gelombang di lapisan bawah
X = Jarak sampai ke perpotongan kedua kurva garis lurus,
h = Tebal lapisan.

Gambar 2. 9. Kemiringan slope untuk


menghitung kecepatan gelombang melalui lapisan

Gambar 2. 10. Penelitian Seismik di lapangan


Untuk meneliti lapisan-lapisan bumi sampai ke inti bumi, dibutuhkan ledakan nuklir. Akan
tetapi gambaran lapisan-lapisan sedimen di kerak bumi menjadi kabur.
Untuk memperoleh gambaran lapisan-lapisan sedimen di kerak bumi, digunakan ledakan-
ledakan kecil dengan geophone (seismograf portable). Geophone diatur berderet dalam satu
garis lurus dari pusat ledakan. Masing-masing geophone dihubungkan dengan alat pencatat di
truk oleh sinyal-sinyal elektronik, di mana alat pencatat di truk akan mencatat secara
serempak pada satu grafik. Jarak pemasangan geophone sekitar 4 atau 5 kali kedalaman yang
akan diteliti. Bila lapisan yang akan diteliti < 50 m tebalnya maka geophone diatur dengan
interval 10 m sejauh kira-kir 300m dari pusat ledakan. Ledakan cukup ½ kg bahan peledak.
Bila penelitian kerak bumi sampai kedalaman kira-kira 100 km, digunakan bahan peledak
beberapa ton dan beberapa truk pencatat gempa dengan geophone yang diatur dengan interval
50 m sejauh 1.000 km. Dalam penelitian pencarian minyak bumi, praktis akan sulit mencatat
fase-fase pemantulan gelombang dari lapisan dengan kedalaman < 100 m dan > 10 km. Yang
nampak jelas adalah lapisan-lapisan pada kedalaman 100 m – 10 km.

B. Lapisan-lapisan Bumi
Berbagai dugaan dikemukakan orang mengenai bagian dalam bumi misalnya wujud,
temperatur dan tekan. Ada yang mengatakan bahwa makin dalam tempertur makin tinggi
dengan gradien geothermis 20/100 m dekat permukaan bumi, namun makin kedalam gradien
geothermis makin kecil. Higgins dan Kennedy (1971) mengatakan bahwa bila inti bumi
terutama tersusun dari besi maka temperaturnya berkisar 4.000 – 5.0000 C. Dibawah tekanan
lapisan di atasnya besi akan lebur pada temperatur 3.7000C. yaitu pada sekitar perbatasan
Mantle dan Inti bumi bagian luar (Allison, 1974). Atas dasar perhitungan temperatur di inti
bumi tersebut, muncul pendapat bahwa inti bumi berwujud gas karena pada temperatur 4.000
– 5.0000C materi padat akan lebur kemudian berubah menjadi gas. Sebagian ahli lain tidak
sependapat dengan alasan bahwa makin kedalam tekanan juga semakin tinggi karena beban
lapisan di atasnya. Oleh karena itu dibawah tekanan yang begitu besar (sekitar 3 juta
atmosfer), inti bumi akan berwujud padat. Muncul pula pendapat lain yang menggabungkan
pandangan di atas, mengatakan bahwa inti bumi berwujud kental karena sekalipun temperatur
sangat tinggi namun tekanan yang begitu tinggi akan menghalangi perubahan ke gas.
Dalam perkembangan selanjutnya, atas batuan penelitian seismik yang makin maju para ahli
mengemukakan keterangan-keterangan bagian dalam bumi yang lebih memuaskan dan
menyusun gambaran struktur bumi sebagai berikut: bumi dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu
Kerak bumi (Crust), Selimut bumi (Mantle) dan Inti bumi (Core) (Stokes, 1978).
1. Kerak bumi (Crust). Lapisan ini menempati bagian paling luar dengan tebal berkisar 6 – 50
km. Tebal lapisan ini tidak sama di semua tempat, di benua sekitar 20 – 50 km sedang di
dasar laut 0 -5 km atau bersama air laut di atasnya sekitar 10 – 12 km. Tersusun dari materi-
materi padat terutama yang kaya silisium dan aluminium. Ada yang membedakan atas 2
lapisan yaitu: a). Lapisan granitis, lapisan yang kebanyakan terdiri dari batuan granit.
Kecepatan gelombang longitudinal di lapisan ini sekitar 6,5 km/detik. Tetapi lapisan ini tidak
dijumpai di dasar laut.
b). Lapisan basaltis, lapisan yang letaknya di bawah lapisan granitis dan kebanyakan tersusun
dari materi basalt. Kecepatan gelombang longitudinal di lapisan ini sekitar 6,5 – 8 km/detik.
2. Selimut bumi (Mantle). Lapisan ini terletak di bawah kerak bumi dan pada umumnya
dibedakan atas 3 lapisan:
a). Litosfer, letaknya paling atas dari Selimut bumi, terdiri dari materi berwujud padat dan
kaya silisium – aluminium, tebalnya sekitar 50 – 100 km. Bersama-sama dengan kerak bumi
sering pula disebut lempeng litosfer yang mengapung di atas lapisan yang agak kental yaitu
astenosfer. Batas bawahnya berupa lapisan yang agak lain sifatnya dimana kecepatan
gelombang longitudinal lebih lambat dan disebut Low Velocity Layer. Biasanya digabungkan
dengan lapisan agak kental di bawahnya yaitu astenosfer.
b). Astenosfer, lapisan di bawah litosfer yang wujudnya agak kental, kaya dengan silisium
aluminium dan magnesium. Diduga batuan penyusun lapisan ini lebur sekitar 1 – 10%.
Kemungkinan titik lebur silikat yang menyusun lapisan ini turun karena adanya air yang
masuk ke lapisan ini sehingga walaupun temperatur di lapisan ini belum cukup tinggi
sebagian material silikat mulai lebur. Tebal lapisan ini sekitar 130-160 km, dan dengan
lapisan transisi low velocity layer bersama-sama tebalnya sekitar 100 – 400 km.
c). Mesosfer, lapisan yang lebih tebal dan lebih berat, kaya dengan silisium dan magnesium.
Tebalnya sekitar 2.400 – 2750 km, kecepatan gelombang longitudinal naik dari sekitar 8
km/detik sampai 13,5 km / detik. Pada perbatasan ke lapisan lebih dalam (inti bumi) terdapat
lapisan transisi di mana kecepatan gelombang longitudinal menurun sangat tajam dari 13,5
km/detik ke 8km/detik. Lapisan ini dikenal dengan nama Gutenberg – Wiechert
Discontinuety Layer yang biasanya dijumpai pada kedalaman 2698 km.
3. Inti Bumi (Core), lapisan ini menempati bagian paling dalam dan dapat dibagi 2 bagian:
a). Inti Bagian luar (Outer Core), diduga berwujud cair sebab lapisan ini tidak dilalui
gelombang transversal. Tebal lapisan ini sekitar 2160 km, kemungkinan tersusun dari materi
yang kaya silisium, besi, dan magnesium.
b). Inti Bagian Dalam (Inner core) pada kedalaman sekitar 5145 km terjadi perubahan
kecepatan gelombang longitudinal dari rendah ke tinggi, sebagai petunjuk batas antara inti
bagian luar dan inti bagian dalam. Tebal lapisan ini sekitar 1320 km, diduga berwujud padat,
tersusun dari materi yang kaya nikel dan besi dengan densitas lebih besar.

Gambar 2. 11. Lapisan-Lapisan Bumi

===JPB===

BAB III. MATERI BUMI

Bumi tersusun dari materi padat yang disebut batuan, sedang batuan sendiri tersusun dari
mineral-mineral. Mineral tersusun dari satu unsur atau senyawa berbagai unsur. Adapun
unsur-unsur penyusun bumi yang utama ada 8 yaitu oksigen, silikon, aluminium, besi,
kalsium, sodium (natrium), potasium (kalium) dan magnesium (Lihat Tabel 1).
Tabel 1. Unsur-Unsur Utama Penyusun Bumi
No. Unsur % Berat % Atom % Volume *
1. Oksigen (O) 46,6 60,5 93,8
2 Silikon (Si) 27,7 20,5 0,9
3 Aluminium (Al) 8,1 6,2 0,8
4 Besi (Fe) 5,0 1,9 0,5
5 Kalsium (Ca) 3,6 1,9 1,0
6 Sodium (Na) 2,8 2,6 1,2
7 Potasium (K) 2,6 1,8 1,5
8 Magnesium (Mg) 2,1 1,4 0,3
9 Lain-lain 1,5 3,2 -
J u m l a h 100,0 100,0 100,0
Sumber: Plummer, Charles. C, McGeary, David, 1985.
Keterangan: * khusus untuk 8 unsur utama

A. Mineral
Dalam kehidupan sehari-hari, mineral mempunyai pengertian yang bervariasi, misalnya
dalam bidang pertambangan mineral adalah bahan galian atau bahan tambang, dalam bidang
farmasi yang dimaksud dengan mineral adalah unsur yang terkandung di dalam suatu obat.
Dalam bidang geologi, khususnya mineralogi, yang dimaksud dengan mineral adalah bahan
alamiah yang anorganik, umumnya berbentuk kristal, tersusun dari satu unsur atau senyawa
beberapa unsur dengan bentuk dan komposisi kimia tetap serta memiliki sifat-sifat fisik yang
khas (Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002).
Lebih 3500 jenis mineral yang sudah diketahui orang (Monroe, Wicander, 2001). Akan tetapi
hanya sekitar 20-an jenis mineral yang banyak dijumpai dalam batuan, terutama
persenyawaan antara kedelapan unsur utama.
Berdasarkan kandungan kimianya maka mineral-mineral dapat dikelompokkan atas: mineral-
mineral silikat, oksida, sulfida, halida, karbonat dan sulfat.
1. Kelompok mineral silikat: merupakan persenyawaan antara silikon dan oksigen dengan
unsur-unsur lain yang bermuatan positip. Senyawa dasar mineral silikat adalah silika
tetrahedron yang terdiri dari satu ion silikon dikelilingi oleh empat oksigen, diberi simbol
(SiO4)-4.

Supaya silika tetrahedron stabil:


a. Ada tambahan ion bermuatan negatif. Ini disebut ikatan ionik (Gambar 3.2).
b. Atau membagi oksigen dengan tetrahedron di sekitarnya (berarti berkurang kebutuhan ion
+). Ikatan ini disebut ikatan kovalen. (Gambar 3.3).
Ikatan keempat oksigen dengan satu silikon 50% berupa ikatan ionik dan 50% ikatan
covalen. Perhatikan ikatan-ikatan pada gambar 14 dan 15. Dalam satu silika tetrahedron ini
muatannya negatif 4, sehingga rumus silika tetrahedron menjadi (SiO4)-4 (Si bermuatan +4,
dan O2 bermuatan-2 setiap oksigen).

Gambar 3. 2. Ikatan ionik


Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

Gambar 3. 3. Ikatan Kovalen


Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

Mineral-mineral silikat dapat dikelompokkan atas mineral silikat ferromagnesia dan


nonferromagnesia. Mineral silikat ferromagnesia adalah mineral silikat yang mengandung
besi dan atau magnesium. Senyawa dasar silikat yaitu silika tetrahedron bergabung dengan
ion-ion besi, magnesium, kalsium dan lain-lain membentuk mineral ferromagnesia. Termasuk
di dalamnya adalah olivin (Mg,Fe)2SiO4 banyak dalam batuan basa mirip butir-butir gula
berwarna kuning atau hijau namun ceratnya putih; augit (Ca(Mg,Fe,Al)2(AlSi)2O6 yang
berwarna dari hijau gelap sampai hitam namun ceratnya tidak berwarna; hornblende, suatu
senyawa silikat yang kompleks antara Ca, Na, Mg, Fe dan Al berwarna hijau gelap sampai
hitam namun ceratnya tidak berwarna, banyak tersebar dalam batuan beku dan metamorf;
biotit K(Mg,Fe)3(AlSi3)O10(OH,F)2, yang sering pula disebut mika hitam karena warnanya
gelap.
Mineral silikat nonferomagnesia adalah mineral silikat yang tidak mengandung besi atau
magnesium. Termasuk di dalamnya adalah felspar, mineral yang paling banyak menyusun
batuan (58%), terdiri dari ortoklas (KalSi3O8), Albit (NaAlSi3O8) dan anortit
(CaAl2Si2O8); muscovit KAl3Si3O10(OH)2, sering disebut mika putih karena warnanya
putih namun bila ada unsur lain yang mengotori kelihatan berwarna agak kekuningan, coklat
atau merah; kuarsa (Si02) yang merupakan mineral terbanyak kedua menyusun batuan,
umumnya berwarna putih atau seperti susu atau berwarna ungu, kemerahan, kuning pudar
dan sebagainya sebagai akibat pengotoran unsur lain. Perhatikan beberapa contoh mineral
silikat pada Gambar 3.4.

Gambar 3. 4. Beberapa contoh


mineral silikat
Sumber: Wicander, Reed, Monroe,
James S, 2002.

Struktur mineral silikat, berkisar dari isolated silica yang tergantung pada ion bermuatan +
sampai framework silicate structure dimana semua atom oksigen digunakan bersama dengan
tetrahedron di sekitarnya. Perhatikan gambar struktur silikat di bawah ini.

Gambar 3. 5. Struktur Silikat

Gambar 3. 9. Asbes sebagai contoh struktur rantai tunggal.

Gambar 3. 10. Struktur berangkai, misalnya kuarsa dan felspar


Gambar 3. 11. Struktur lembaran misalnya pada mika (kiri), lembaran berikutnya terletak di
atasnya digabungkan oleh ion-ion positip (kanan)

2. Mineral-mineral Oksida, terbentuk dari persenyawaan antara oksigen dengan unsur-unsur


bermuatan positip. Umumnya lebih kuat dari mineral lain kecuali dengan mineral silikat
tertentu dan umumnya lebih berat dari mineral lain kecuali dengan mineral sulfida. Termasuk
mineral oksida antara lain: korundum (Al2O3), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3), kasiterit
(SnO2).
3. Mineral-mineral Sulfida, terbentuk dari penggabungan secara langsung unsur-unsur (besi,
perak, tembaga, timah hitam, zink, air raksa) dengan belerang. Beberapa diantara mineral
sulfida menjadi sumber bahan tambang yang komersial seperti kalkopirit (CuFeS2), kalkosit
(Cu2S), galena (PbS), dan spalerit (ZnS).
4. Mineral-mineral Halida, dibentuk oleh persenyawaan unsur dengan klor. Termasuk di
dalamnya adalah mineral halid (garam dapur, NaCl) dan garam K (KCl).
5. Mineral-mineral karbonat, dibentuk oleh persenyawaan unsur-unsur dengan ion (CO3)-2.
Termasuk didalamnya adalah kalsit (CaCO3) dan dolomit CaMg(CO3)2.
6. Mineral-mineral Sulfat, dibentuk oleh persenyawaan unsur dengan ion (SO4)-2. Termasuk
di dalamnya adalah anhidrid (CaSO4), gipsum (CaSO4.2H2O), barit (BaSO4).

Mengidentifikasi suatu jenis mineral tidaklah mudah, perlu keahlian khusus dan pengalaman
serta penggunaan peralatan laboratorium. Secara tepat perlu analisis kimia untuk mengetahui
kandungan kimia setiap mineral dan perbandingan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya.
Akan tetapi kalau di lapangan, identifikasi mineral dilakukan secara makro dengan
mengamati sifat fisiknya seperti bentuk kristal, warna, cerat, kilap, bidang belah, kekerasan,
pecahan, berat jenis dan sebagainya. Kadang-kadang dengan memperhatikan sekitar 2 atau 3
sifat fisiknya saja kita sudah dapat mengetahui jenis mineralnya.
a. Bentuk kristal (Crystalform) , dihasilkan dari keteraturan ikatan atom penyusun mineral
dalam menempatkan atom-atomnya pada bidang-bidang tertentu dan pada jarak tertentu
dengan atom lain. Bentuk kristal bermacam-macam, tetapi dapat dikelompokkan atas bentuk
kubus, tetragonal, hexagonal, ortorombik, monoklin dan triklin. Perhatikan Tabel 2 dan
Gambar 3. 12. Dari bentuk kristal mineral, misalnya berbentuk kubus, berarti kemungkinan
mineral tersebut halit, galena, fluorit, pirit, garnet, atau intan, sehingga perlu di perhatikan
lagi bentuk fisik lainnya seperti kekerasannya, kilapnya, bidang belahnya, ceratnya dan
sebagainya.

Tabel 2. Bentuk-Bentuk Kristal Mineral


Sistem Karakteristik Contoh Mineral
1. Isometrik
(Kubus) 3 sumbu sama panjang dan saling tegak lurus Halit, Galena, Fluorit, Pirit, Garnet,
Intan
2. Tetragonal 3 sumbu saling tegak lurus, hanya 2 yang sama panjang Zirkon, Kalkopirit,
Kuarsa, Kalsit, Turmalin
3. Heksagonal 3 sumbu sama panjang dan sumbu keempat tegak lurus pada bidang yang
dibentuknya
Beril, Kuarsa, Kalsit, Turmalin
4. Ortorombik 3 sumbu tidak sama panjang tetapi saling tegak lurus Barit, Belerang, Topaz
5. Monoklin 3 sumbu tidak sama panjang, 2 sumbu saling tegak lurus Gipsum, Ortoklas,
Augit, Hornblende
6. Triklin 3 sumbu tidak sama panjang, tidak ada Aksinit, Plagioklas
yang tegak lurus

A. Isometrik, misalnya B. Tetragonal, misalnya C. Ortorombik, misalnya


pada pirit pada zirkon pada barit

D. Monoklin, misalnya E. Heksagonal, misalnya F. Triklin, misalnya


pada gipsum pada beril pada aksinit.

Gambar 3. 12. Contoh Bentuk Kristal dan jenis mineral


(Sumber: Skinner, B.J., dkk, 2004)

b. Kekerasan mineral (Hardness), berkenaan dengan ketahanan mineral terhadap goresan.


Biasanya dibandingkan dengan tingkat kekerasan 10 mineral standar yang disusun oleh
Friedrich Mohs dari Austria sehingga dikenal sebagai skala Mohs. Caranya, dengan
menggores mineral yang ingin diketahui tingkat kekerasannya kemudian dibandingkan
dengan menggores mineral-mineral standar pada skala Mohs. Dapat pula dilakukan dengan
saling menggoreskan antara mineral yang ingin diketahui kekerasannya dengan mineral
standar. Kalau mineral tergores maka berarti kekerasannya di bawah mineral yang digunakan
menggores dan sebaliknya kalau aus berarti mineral penggores lebih rendah kekerasannya.
Talk = 1 ; Felspar = 6
Gyps = 2 ; Kuarsa = 7
Kalsit = 3 ; Topaz = 8
Fluorit = 4 ; Corundum = 9
Apatit = 5 ; Intan = 10
Kalau kita teruskan contoh dalam poin a, bentuk kristalnya kubus masih ada beberapa
mineral yang memiliki bentuk kristal kubus, maka dilihat dari kekerasannya misalnya 6-6,5,
maka kemungkinannya adalah pirit karena intan kekerasannya 10, halit 2,5, galena 2,5, fluorit
4. Bila ingin memastikan, tinggal mengecek warnanya apakah kuning loyang dan ceratnya
coklat kehitaman.
c. Berat Jenis (Specific Gravity), diperoleh dengan membandingkan berat mineral dengan
berat air dengan volume yang sama. Contoh: biotit berat jenisnya 3, kasiterit 7, kalsit 2,71,
corundum 4, galena 7,5, halit 2,16, hematit 5,2, magnetit 5,2, olivin 3,4, pirit 5, kuarsa 2,65,
topaz 3,5, dan lain-lain. Berat jenis juga sulit diketahui di lapangan, hanya ditaksir beratnya
dengan menggunakan tangan.
d. Bidang belah/Belahan (Cleavage), tendensi mineral membelah pada bidang-bidang tertentu
dengan arah tertentu. Di mana ikatan atom lemah dan relatif sedikit maka disitulah mineral
cenderung membelah. Biasanya untuk melihat belahannya mineral kita putar-putar sambil
melihat ke arah mana belahannya. Perhatikan bidang belah mika pada gambar 3. 13 dan
beberapa contoh mineral pada gambar 3. 14.

Gambar 3. 14. Beberapa contoh mineral dengan belahannya

e. Pecahan (Fracture), bentuk pecahan mineral secara alamiah. Istilah yang digunakan antara
lain: Conchoidal, bila pecahan mineral permukaannya melengkung seperti pecahan kaca;
Huckly, bila permukaannya tajam-tajam; Splintery, bila pecahan mineral tipis-tipis; Earthy,
bila pecahan mineral seperti remah tanah.
f. Warna (Colour), terlalu kasar karena warna dipengaruhi oleh pengotoran unsur lain.
g. Cerat (Streak), adalah warna serbuk mineral. Lebih bagus dibanding warna karena tidak
terpengaruh oleh pengotoran unsur lain. Sebagai contoh, mineral hematit warnanya gelap,
tetapi ceratnya kemerahan. Biasanya cerat diperoleh dengan menggoreskan mineral pada
permukaan porselin yang belum dipoles. Perhatikan Gambar 3.15. berikut ini.

Gambar 3. 15. Cerat dari hematit terlihat pada porselin berwarna


merah kecoklatan, sedang warna hematit sendiri gelap.
Sumber: Skinner, B.J., Porter dkk, 2004
h. Kilap (Luster), berkenaan dengan kenampakan permukaan mineral dalam memantulkan
cahaya ke mata kita. Istilah-istilah yang umumnya digunakan adalah: Metallic, bila
memantulkan cahaya seperti logam misalnya pirit, kalkopirit, galena dan sebagainya; Non-
metallic, ada beberapa istilah yang digunakan: vitreous (seperti kaca) misalnya pada kalsit,
kuarsa dan sebagainya, resinous (seperti damar) misalnya pada spalerit dan belerang, greasy
(kotor seperti permukaan yang berlemak) misalnya pada serpentin, pearly (seperti mutiara)
misalnya pada gipsum dan talk, silky (seperti sutera) misalnya pada malachite, Dull (seperti
tanah) misalnya pada kaolinit dan glaukonit.
i. Lain-lain seperti taste (rasa), touch (rasa ketika disentuh), tenacity (sifat kohesif yang
dapat dilihat dari mudah tidaknya ditempa, dibengkokkan), sifat kemagnetan, sifat
kelistrikan, sifat radioaktivitas, dan bau.

Gambar 3. 16. Calsedon. (a). Agate, batuan yang terbentuk dari presipitasi silika. Bagian
dalamnya terbentuk kristal-kristal kuarsa. (b). Chert, nama yang digunakan untuk sejumlah
batuan yang kompak, keras terbentuk dari mikrokristalin silika.

B. Batuan
Batuan adalah materi padat berupa mineral maupun bahan organik yang menyusun bumi.
Berdasarkan cara terjadinya, batuan dapat digolongkan menjadi batuan beku, batuan sedimen
dan batuan metamorf (malihan).
1. Batuan Beku, terbentuk dari magma yang membeku. Menurut tempatnya membeku,
dibedakan atas batuan beku dalam, batuan beku korok dan batuan beku luar.
Batuan beku dalam membeku sebelum mencapai permukaan bumi. Karena itu pendinginan
berlangsung lambat sehingga ada kesempatan membentuk kristal-kristal besar. Ciri khas
batuan beku dalam adalah kristalnya besar atau disebut bertekstur kasar (Paneritik). Dari
ukurannya tubuh batuan beku dalam dibedakan atas batuan beku dalam yang pipih (Tabular
Pluton), biasanya relatif dekat ke permukaan bumi dan batuan beku dalam yang massif
(Massive Pluton), biasanya letaknya relatif agak dalam dan besar (Sokes, 1978). Baik tabular
pluton maupun massive pluton dibedakan lagi berdasarkan keselarasannya dengan batuan di
sekitar. Tabular pluton yang selaras (concordant) dengan batuan sekitar disebut sill dan yang
tidak selaras (discordant) dengan batuan sekitar disebut dike. Massive pluton yang selaras
dengan batuan sekitar disebut lakolit dan yang tidak selaras disebut batolit. Perhatikan
Gambar 3. 17.
Batuan beku luar (sering pula disebut batuan leleran/batuan vulkanik) yang membeku di
permukaan bumi. Batuan ini mengalami pendinginan cepat sehingga kristal-kristal yang
dihasilkan halus atau disebut bertekstur halus (Apanitik). Jumlah batuan beku luar tidak
sebanyak batuan beku dalam, kurang dari 1/10 batuan beku keseluruhan. Magma yang keluar
ke permukaan bumi dapat melalui puncak gunungapi berupa bahan-bahan padat yang
disemburkan ke udara, maupun melalui retakan dalam kerak bumi. Materi padat yang
disemburkan letusan gunungapi dikenal dengan nama tephra atau piroklastik. Berdasarkan
ukuran bahan padat tersebut dikenal sebagai bom yaitu bongkahan batuan berukuran lebih
dari 64 mm, lapilli yang berukuran 2 - 64 mm, pasir bila berukuran 0,05 – 2 mm dan abu
vulkanik bila berukuran 0,002 – 0,05 mm. Kalau proses pendinginannya sangat cepat,
sehingga tidak mengkristal sama sekali maka akan membentuk gelas vulkan atau obsidian.
Lihat gambar 3. 18.
Magma yang keluar ke permukaan bumi dalam wujud cair/kental disebut lava. Jika aliran
lava yang mencapai permukaan bumi mengandung banyak gas (terutama dari magma bersifat
asam yang kaya silikat) maka terbentuklah batuan berongga-rongga yang disebut bertekstur
vesikuler. Kalau batuan bertekstur vesikuler tersebut terbentuk dari riolit maka disebut batu
apung (pumice) karena mengapung di dalam air, biasanya berwarna terang. Batuan vesikuler
yang terbentuk dari basal disebut scoria, biasanya berwarna gelap.
Batuan beku korok membeku dalam pipa kepundan gunungapi atau retakan/celah-celah kerak
bumi. Biasanya kristalnya halus karena pembekuan dekat dengan permukaan bumi tetapi di
dalamnya terdapat kristal-kristal besar yang terbawa dari batuan beku dalam yang dilalui
dalam perjalanan. Batuan demikian disebut bertekstur campuran (Porfiritik).

Batuan beku dapat pula dibedakan berdasarkan kandungan kimianya yang tercermin pula dari
warna batuan menjadi batuan beku asam (> 65% silika), sedang (53 – 65% silika) dan basa (<
45% silika). Batuan beku asam banyak mengandung mineral-mineral silikat yang umumnya
berwarna terang sehingga keseluruhan batuan ini berwarna lebih terang. Contohnya adalah
granit dan riolit. Batuan beku basa kurang mineral-mineral silikat tetapi kaya mineral-mineral
ferro-magnesia, umumnya berwarna gelap sehingga keseluruhan batuan ini berwarna lebih
gelap. Contohnya adalah basal, peridotit dan gabro. Batuan beku sedang, seimbang antara
mineral-mineral silikat dengan mineral-mineral ferromagnesia sehingga umumnya berwarna
kelabu. Contohnya adalah andesit dan diorit. Perhatikan contoh batuan riolit dan granit, diorit
dan andesit, basal dan gabro dalam Gambar 3. 19. Gambar 3. 19. Granit, Rhyolit, Diorit,
Andesit, Gabro dan Basa Batuan beku banyak jenisnya karena perbedaan komposisi mineral
dan teksturnya. Tekstur berkaitan dengan proses pendinginan magma. Untuk mengetahui
terjadinya berbagai variasi batuan beku, N.L. Bowen melakukan percobaan yang disebutnya
sebagai hasil dari proses differensiasi magma. Menurut Bowen, magma yang mendingin
mengalami dua cabang reaksi yaitu continues series reaction dan discontinues series reaction,
di satu sisi terjadi reaksi yang berlangsung terus menerus membentuk mineral-mineral silikat
dan di sisi lain terjadi rekasi secara bertahap menghasilkan mineral-mineral ferromagnesia.
Pada sisi discontinues series reaction, terjadi pengkristalan mineral-mineral feromagnesia
secara bertahap sesuai dengan titik beku mineral, mulai dari olivin, piroksen, amfibol, biotit.
Sebaliknya pada sisi continues series reaction, reaksi berlangsung terus-menerus secara
perlahan tanpa fase-fase yang jelas di mana terjadi penggantian Ca dengan Na kemudian K
menghasilkan mineral-mineral silikat seperti anortit, albit dan ortoklas. Jadi, pada temperatur
yang masih tinggi batuan basa yang kaya dengan olivin dan piroksen yang banyak terbentuk.
Sisa magma berkurang kandungan magnesium dan besinya, relatif banyak kandungan
potasium, sodium dan silikon. Dengan demikian ketika temperatur semakin menurun, kristal-
kristal mineral feromagnesia semakin berkurang dan sebaliknya mineral-mineral silikat
semakin bertambah. Akibatnya batuan yang dihasilkan pada temperatur rendah adalah batuan
asam yang kaya silikat. Kalau magma didinginkan secara perlahan-lahan maka akan
membentuk kristal-kristal besar, yang menghasilkan batuan bertekstur kasar seperti gabro,
diorit dan granit. Sebaliknya apabila didinginkan secara cepat maka akan menghasilkan
batuan bertekstur halus yang komposisinya hampir sama dengan batuan bertekstur kasar
seperti basal (sama dengan gabro), andesit (sama dengan diorit) dan riolit (sama dengan
granit). Adapun reaksi Bowen yang menunjukkan urutan kristalisasi mineral pada proses
pendinginan lambat dapat dilihat pada diagram gambar 3. 20. Klasifikasi batuan beku secara
sederhana dapat dilihat di Gambar 3. 21. 3. 21. Klasifikasi Batuan Beku Secara Sederhana
(Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002). Gambar 3. 22. Contoh lain batuan beku:
tuff, obsidian, batuapung dan scoria 2. Batuan Sedimen, batuan yang terbentuknya lewat
proses pengendapan, baik secara fisik maupun secara kimiawi. Hasil rombakan batuan di
tempat tinggi yang terangkut ke tempat lebih rendah kemudian diendapkan, termasuk proses
pengendapan secara fisik/ mekanik/klastik. Bahan sedimen tersebut selanjutnya mengalami
proses sementasi dengan bahan perekat berupa bahan-bahan halus seperti liat, lempung,
kapur, silikat, dan sebagainya. Endapan tersebut kemudian tertutup dengan bahan sedimen
berikutnya, menekan kebawah sehingga terjadi proses litifikasi atau proses mengerasnya
bahan sedimen yang terekat tadi. Hasilnya disebut batuan sedimen yang bermacam-macam
sesuai dengan ukuran dan jenis bahan sedimen yang diendapkan. Sekitar 80% permukaan
benua tertutup dengan batuan sedimen walaupun volumenya hanya sekitar 5% volume kerak
bumi. Batuan beku paling banyak di kerak bumi, yaitu sekitar 80% volume kerak bumi.
Berdasarkan tenaga yang mengangkut hasil pelapukan/erosi , dapat digolongkan atas: a)
Sedimen aquatis, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga air. Contoh: sand bar (gosong
pasir), flood plain (dataran banjir), natural levee (tanggul alam), alluvial fan ( kipas aluvial),
delta dan sebagainya. b) Sedimen aeolis/aeris, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga
angin. Contoh: sand dunes(bukit pasir), tanah loss dan sebagainya. c) Sedimen glasial, yaitu
sedimen yang diangkut oleh tenaga gletser. Contoh: morena, drumline. Klasifikasi lain
berdasarkan cara pengendapan: a. Batuan Sedimen Klastis/Mekanik/Fisik (klastic = lepas-
lepas), yaitu batuan sedimen yang diendapkan dalam bentuk bahan-bahan padat hasil
pelapukan dan erosi kemudian mengalami sementasi dan litifikasi menjadi batuan sedimen.
Berdasarkan besarnya butir dari bahan sedimen yang terekat dapat digolongkan lebih lanjut
seperti dalam tabel berikut ini. Tabel 3. Klasifikasi Batuan Sedimen Klastik Diameter (mm)
Skala Wentworth Nama Bahan Sedimen Nama Batuan Sedimen > 256 Boulder (Bongkah)
64 – 256 Cobble (Brangkal)
4 – 64 Pebble (Krakal) Konglomerat bila permukaan bahan yang terekat halus, bentuknya
bulat-bulat; Breksi bila permukaannya kasar, bentuknya runcing-runcing.
2 – 4 Granule (Kerikil)
0,05 – 2 Sand (Pasir) Sandstone (Batu pasir)
0,002 – 0,05 Silt (Lanau) Siltstone (Batu lanau)
< 0.002 Clay (Lempung) Claystone, shale, mudstone Sumber: Plummer & McGeary, 1985
Batuan sedimen yang dihasilkan kalau ukuran bahan sedimen yang terekat satu sama lain
berukuran besar (> 2 mm),disebut konglomerat atau breksi tinggal memperhatikan apakah
bahan sedimen yang terekat satu sama lain permukaannya halus atau runcing. Kalau bahan-
bahan sedimen yang terekat tersebut permukaannya halus dan berbentuk bulat-bulat,
memberikan gambaran bahwa asalnya dari tempat yang jauh dimana dalam perjalanan telah
mengalami penghalusan permukaan, terutama oleh pengangkutan air sungai disebut
konglomerat, dan jika kasar dan berbentuk runcing-runcing, memberikan gambaran bahwa
asalnya tidak jauh dari tempat diketemukan disebut breksi (gambar 3. 23).
Jika ukuran bahan sedimen yang terekat jadi satu 0,05 – 2 mm maka disebut batupasir
(sandstone). Jenis batu pasir diberi nama menurut mineral penyusunnya. Bila hampir
seluruhnya berupa pasir kuarsa maka disebut Ortoquartzite; bila terdiri dari felspar dan kuarsa
maka disebut Arkose (warna merah dari kebanyakan arkose disebabkan oleh kandungan
ortoklas) bila terdiri dari kuarsa, felspar dan sekitar 15% atau lebih hancuran batuan lain
disebut Graywacke (sering pula disebut breksi mikro), tetapi kalau hancuran batuan lain
kurang dari 15% maka batuan disebut Arenit; bila berwarna hijau batuan disebut Greensand
atau Glauconitic sandstone karena warna hijau,berasal dari glaukanit, suatu silikat besi yang
kompleks.

Gambar 3. 23. Konglomerat dan breksi

Kalau batuan sedimen klastik berukuran 0,002 – 0,05 mm disebut batulanau (siltstone).
Karena sudah terlalu halusuntuk dilihat dengan mata maka biasanya sulit dibedakan dengan
shale, claystone dan mudstone.
Kalau batuan sedimen klastik berukuran < 0,002 disebut batulempung (claystone), shale
(serpih) dan mudstone (batulumpur). Shale berlapis-lapis tipis, claystone tidak
memperlihatkan ciri berlapis, dan mudstone digunakan secara umum untuk menyatakan
batuan dengan ukuran lebih kecil dari 0,05 mm tanpa membedakan ukuran silt dan clay.
Perhatikan beberapa contoh batuan sedimen dalam Gambar 3. 24. Gambar 3. 24. Beberapa
Contoh Batuan Sedimen: A. Konglomerat, B. Breksi, C. Batupasir, D. Siltstone, E. Shale, F.
Batugaram Sumber: Skinner, B.J., dkk, 2004 b. Batuan Sedimen Kimiawi, yaitu batuan
sedimen yang diendapkan secara kimiawi. misalnya gamping, dolomit, stalagtit dan stalagmit
dalam gua-gua kapur, gypsum, travertin dan lain-lain. Batutetes atau stalagtit dan stalagmit
yang terbentuk dalam gua gua kapur adalah endapan kalsit secara kimiawi. Air hujan yang
mengandung CO2 melarutkan kalsit (CaCO3) di daerah kapur membentuk senyawa baru
kalsium bikarbonat Ca(HCO3)2, meresap ke bawah, dan setelah menetes dari langit-langit
gua terurai kembali menjadi CO2 yang menguap ke udara, H2O yang mengalir sebagai
sungai bawah tanah dan kalsit mengendap di langit-langit gua (Stalagtit) H2CO3;dan di
dasar gua (Stalagmit). Reaksinya adalah: CO2 + H2O Ca(HCO3)2;H2CO3 + CaCO3
CaCO3 + CO2Ca(HCO3)2 + H2O. Klasifikasi batuan sedimen dapat dilihat dalam Tabel
3. Tabel 3. Klasifikasi Batuan Sedimen Batuan Sedimen Detrital Nama Sedimen dan Ukuran
Deskripsi Nama Batuan Kerikil (>2 mm) Partikel kerikil membulat
Partikel kerikil runcing Konglomerat
Breksi
Pasir (1/16 – 2 mm) Semuanya pasir kuarsa
Kuarsa dengan >25% felspar Batupasir kuarsa
Arkose

Lumpur (< 1/16 mm) Hampir seluruhnya silt Silt dan clay Hampir seluruhnya lempung
Batulanau Batulumpur Batulumpur Batulempung Batuan Sedimen Kimiawi Tekstur
Komposisi Nama batuan Bervariasi Bervariasi Kristalin Kristalin Kalsit (CaCO3) Dolomit
(CaMg{CO3}2) Gipsum (CaSO4. 2H2O) Halit (NaCl) Karbonat Gamping Batudolomit
Evaporit Batugips Batugaram Batuan Sedimen Biokimia Tekstur Komposisi Nama Batuan
Klastik Kulit dari kalsium karbonat (CaCO3) Gamping (berbagai tipe seperti kalk, kokuina)
Biasanya kristalin - Kulit dari SiO2 Kebanyakan karbon dari sisa tumbuhan Rijang Batubara
Gambar 3. 25. Beberapa Contoh batuan karbonat: A. Gamping yang mengandung fosil, B.
Gamping bioklastik, C. Kokuina, D. Kapur Struktur Batuan Sedimen. Struktur batuan
sedimen adalah kenampakan tubuh batuan sedimen. Struktur batuan sedimen dapat dibedakan
atas struktur primer dan struktur sekunder. Struktur primer yang biasanya terbentuk selama
proses pengendapan sebelum mengalami litifikasi, dan struktur sekunder berkembang setelah
proses pengendapan. Struktur primer bermanfaat untuk mengungkap kondisi lingkungan pada
masa silam ketika terbentuk batuan sedimen tersebut. Beberapa diantaranya adalah: 1).
Paralel bedding/horizontal bedding (Stratifikasi), yaitu kenampakan batuan sedimen yang
memperlihatkan perlapisan mendatar. Stratifikasi terbentuk bila kondisi pengendapan
bervariasi dari waktu ke waktu. 2). Cross bedding (Perlapisan silang siur), kenampakan
perlapisaan batuan sediment yang miring satu sama lain. Biasanya dihasilkan oleh arus air
ataupun angin pada material halus seperti pasir. Arus air yang mengalir membawa pasir
diendapkan tidak dalam posisi mendatar melainkan miring searah dengan arah arus.
Selanjutnya proses pengendapan berikutnya terjadi di atas lapisan yang pertama. Perlapisan
silang siur yang dihasilkan oleh angin mempunyai cirri agak lain dimana arah perlapisan
tidak teratur karena arah angin berubah-ubah. Dengan demikian lingkungan terbentuknya
berupa bukit pasir, dasar sungai dan delta. Perhatikan gambar 3. 26. 3). Graded bedding
(Perlapisan pilihan), yaitu kenampakan perlapisan batuan sedimen yang ukuran partikelnya
berubah perlahan-lahan dari kasar di bagian bawah sampai halus di bagian atas. Lingkungan
terbentuknya perlapisan pilihan adalah lingkungan air seperti danau atau laut. Bahan-bahan
sedimen yang diendapkan di air akan mengalami seleksi berdasarkan ukuran dan berat
partikel sehingga yang mencapai dasar danau/laut terlebih dahulu adalah partikel-partikel
berukuran besar disusul agak kecil, kecil dan halus. Perlapisan ini dapat berulang di atasnya
(gambar 3. 27.) 4). Lenticulair bed (Perlapisan membaji), yaitu perlapisan yang tebal
lapisannya semakin tipis ke salah satu arah. Bisanya terbentuk di muara-muara sungai karena
bahan-bahan endapan yang terbawa air sungai semakin berkurang ke arah tengah danau/laut.
Dapat pula terjadi interbedding, yaitu perlapisan membaji yang saling memasuki yang terjadi
bila pengendapan berasal dari dua arah yang berlawanan. 5). Mud-cracks (Struktur rekah
kerut), yaitu struktur yang terlihat pada permukaan batuan sedimen berupa rekahan-rekahan.
Struktur ini terjadi bila bahan endapan berupa Lumpur khususnya material homogen
mengalami pengeringan sehingga mengerut menghasilkan rekahan-rekahan yang lebarnya
beberapa cm dan dalamnya kira-kira 10 x lebar rekahan. Bila rekahan tersebut suatu ketika
tergenang air maka rekahan dapat terisi bahan endapan baru, namun masih dapat dikenali.
Lingkungan terbentuknya adalah daerah yang bergantian tergenang dan kering seperti dataran
banjir dan playa lake berupa danau temporer di gurun. Gambar 3. 28. 6). Ripple mark
(struktur gelembur gelombang). Tinggi gelombang berkisar 5 – 10 cm dan panjang
gelombang mencapai 1 meter. Biasanya dibentuk oleh gelombang atau arus yang mengalir di
atas bahan sedimen halus. Gelombang atau arus akan menyebabkan permukaan sedimen
berombak yang bila tidak mengalami gangguan akan awet di dalam batuan. Kalau terjadi arus
kuat maka gelembur gelombang akan terhapus. Lihat gambar 3. 29. 7). Raindrop impression,
yaitu struktur batun sedimen berupa lubang-lubang bekas tetesan air di permukan batuan.
Struktur ini terbentuk di lingkungan berlumpur seperti dataran banjir, dataran lumpur di
pantai, playa lake. Bila hujan jatuh di atas lumpur yang sudah mulai mengering maka bekas
jatuhnya butir-butir akan berlubang-lubang. Bila mengering dan awet maka menjadi ciri khas
yang dapat diamati dalam batuan sedimen. Jarang terdapat dalam batuan sedimen. 3. Batuan
Malihan (Metamorf), adalah batuan yang berasal dari batuan lain yang mengalami perubahan
fisik maupun kimiawi. Perubahan fisik misalnya terjadi penghancuran butir-butir batuan,
bertambah besarnya kristal-kristal mineral penyusun batuan akibat rekristalisasi, memipihnya
mineral penyusun batuan. Perubahan kimia misalnya terbentuk mineral baru setelah
rekristalilasi atau karena ada tambahan maupun pengurangan senyawa kimia tertentu.
Penyebab metamorfosis pada intinya adalah temperatur yang tinggi dan atau tekanan yang
tinggi. Pada umumnya kalau penyebabnya adalah temperatur yang tinggi menyebabkan
terjadinya rekristalisasi sehingga kristal mineral penyusun batuan menjadi lebih besar, atau
meningkatnya kandungan unsur tertentu akibat unsur lain menguap. Contoh yang pertama
adalah intrusi magma pada batuan kalsit menyebabkan kalsit mengalami rekristalisasi
membentuk marmer atau batu pualam yang teksturnya lebih besar. Contoh kedua adalah
grafit yang berasal dari batubara, persentase karbon meningkat akibat keluarnya unsur-unsur
lain. Apabila proses metamorfosis terjadi karena tekanan yang tinggi maka umumnya terjadi
pemipihan mineral sehingga membentuk batuan yang berfoliasi seperti batu tulis atau sabak,
sekis mika, granite gneiss. Lihat beberapa contoh batuan metamorf dalam Gambar 3. 30.
Proses metamorfosis dikelompokkan sebagai berikut: 1. Geothermal alterasi, yaitu
metamorfosis sebagai akibat naiknya temperatur di tempat yang dalam. Pada kedalaman 3000
meter temperatur kurang lebih 1000 C. Kandungan air mineral liat akan keluar akibat tekanan
lapisan di atasnya, menyebabkan titik lebur batuan turun. Beberapa mineral akan mengalami
rekristlisasi menghasilkan kristal-kristal yang lebih besar. Metamorfosis geothermal banyak
dijumpai dalam batuan sedimen tebal seperti di geosinklinal yang mencapai tebal ribuan
meter. Perhatikan gambar 3. 31. Gambar 3. 31. Granit (Kiri) setelah tertekan berubah menjadi
Gneis yang bergantian warna putih dengan warna hitam (kanan) 2. Hidrothermal alterasi,
yaitu metamorfosis yang disebabkan oleh cairan magma panas atau air tanah yang mengalami
pemanasan. Contoh: felspar yang keras menjadi liat kaolin yang lunak, hornblende menjadi
klorit, olivin menjadi serpentin. Batuan di permukaan bumi dekat sumber air panas atau
geyser diperlunak oleh uap panas dan air panas, sehingga warnanya menjadi agak pucat. 3.
Pneumatholysis, mirip dengan hidrothermal tetapi tenaga pengubahnya adalah gas panas.
Komposisi batuan akan mengalami perubahan sehingga menghasilkan batuan lain dari batuan
asalnya. Banyak mineral bahan galian terjadi lewat proses hydrothermal dan pneumatholysis,
khususnya berupa urat-urat (vein) dalam kerak bumi. Bedanya adalah yang disebabkan oleh
hydrothermal biasanya lebih lebar daripada yang disebabkan oleh pneumatholysis. 4.
Metamorfosis sentuhan (Contact metamorphosis), yaitu metamorfosa yang terjadi akibat
magma bersentuhan dengan batuan. Karena itu banyak dijumpai di sekitar batuan intrusi
seperti batolit dan lakolit. Makin jauh dari intrusi magma makin berkurang intensitas
metamorfosis . Dengan demikian di sekitar batuan intrusi akan dijumpai zona metamorfosis
(metamorphic aureole, atau halo), zone dimana dijumpai mineral-mineral yang letaknya
teratur menurut jauhnya dari intrusi. Di Amerika urutan mineral di sekitar batuan intrusi
adalah muskovit di tempat yang agak jauh, kemudian klorit, biotit dan ahirnya cordiorit
(suatu senyawa silikat besi, magnesium, aluminium yang kompleks) paling dekat dengan
batuan intrusi. Lebar zona metamorfosis di sekitar batolit bisa mencapai beberapa kilometer,
sedang di sekitar stock sampai ribuan meter dan di sekitar sill dan dike tidak jelas adanya
zona metamorfosis. 5. Dinamo metamorfosis (Dynamic metamorphosis), yaitu metamorfosis
yang terjadi karena tekanan tinggi yang dihasilkan oleh gerak-gerak kerak bumi. Jadi erat
kaitannya dengan patahan dan lipatan yang tersebar luas di seluruh dunia, sehingga sering
pula disebut Metamorfosis Regional. Tekanan menyebabkan batuan menjadi pipih, membuat
fragmen batuan bergaris-garis memanjang. Contoh: mudstone menjadi slate. Mudstone yang
terdiri dari butir-butir kuarsa kecil dalam massa liat yang halus, karena menderita tekanan
maka butir-butir kuarsa menjadi pipih, sedang partikel liat menjadi mika. 6. Metasomatisme,
yaitu metamorfosis yang terjadi karena bercampurnya magma dengan batuan membentuk
mineral-mineral baru. Pada proses ini selain terjadi perubahan karena adanya tambahan unsur
lain, juga terjadi rekristalisasi karena magma panas. 3. Tekstur dan komposisi batuan
metamorf. Tekstur batuan metamorf tidak didasarkan pada besarnya butir-butir batuan
melainkan atas dasar orientasi atau kecenderungan berlapis. Tekstur batuan metamorf
dibedaakan atas foliasi dan nonfoliasi. 1). Tekstur foliasi, yaitu tekstur berlapis-lapis dimana
butir-butir batuan penyusunnya pipih sehingga memperlihatkan lapisan atau belahan ke arah
mana batuan cenderung membelah. Pipihnya butir-butir batuan sebagai akibat dari tekanan.
Termasuk di dalamnya adalah slaty, phyllitic, schistose, dan gneissic. a. Slaty, bila batuan
berlapis-lapis dengan permukaan belahan halus dan mudah dipisahkan lewat bidang belah.
Contohnya adalah slate (batu sabak).Gambar 3.32 b. Phyllitic, bila lapisannya sedikit lebih
tebal (beberapa mm) , permukaan belahan agak kasar dibanding Slaty. Contohnya adalah
Phyllite (Filit). c. Shcistose, bila lapisannya lebih tebal dari phyllitic, permukaan belahan ber-
gelombang. Contohnya adalah sekis mika. Lihat gambar 3. 33. Gneissic, bila lapisannya tebal
dan mineral-mineral berwarna gelap dan terang terpisah dengan tegas. Contohnya adalah
gneiss (gambar 3. 34) 2). Tekstur Nonfoliasi, yaitu tekstur yang tidak menunjukkan
kecenderungan berlapis. Termasuk di dalamnya adalah marmer, serpentinit, antrasit.
Komposisi batuan metamorf sangat bervariasi antara batuan metamorf yang satu dengan yang
lain. Karena itu komposisi batuan metamorf dibedakan secara garis besar atas: a).
Monomineralik, yaitu batuan metamorf yang terutama dari satu macam mineral saja. b).
Multimineralik, yaitu batuan metamorf yang tersusun dari ≥ 2 mineral dominan. Sulit sekali
mengklasifikasikan batuan metamorf karena sangat bervarisi. Karena itu maka klasifikasinya
didasarkan pada tekstur dan komposisi mineral seperti yang diuraikan di atas Adapun
klasifikasi batuan metamorf dapat dilihat dalam Tabel 4. Tabel 4. Klasifikasi Batuan
Metamorf Tekstur Nama batuan Komposisi Batuan induk Metamorfosis Foliasi Slate Phyllite
Sekis (sekis mika, sekis klorit, sekis amfibol) Gneiss(garnet gneiss, granite gneis) Kaya
mineral silikat (mika, klorit, talk, serpentin, hornblende, kuarsa). Kaya felspar, kuarsa &
silikat, yang berwarna gelap, amphibol, pyroksen, mika, garnet. Shale, Tuff Shale, Tuff
Shale, batuan beku intermediate sampai basa Batuan beku asam sampai sedang, arkose,
graywacke, sekis mika Increase Regional Regional Metamorphism Nonfoliasi Metaquarts
Marbell (marmer) Hornfels Antracite coal Dominan kuarsa Kalsit & Dolomit, dengan atau
tanpa silikat Ca&Mg Mineral silikat yang gelap lebih dominan 92-98% Carbon Kuarsa dan
batu pasir kuarsa. Limestone/Dolomite, tanpa atau dengan campuran Shale, Slate, batuan
ekstruksi sedang sampai basa. peat, lignite, coal Regional/ Kontak Sda Kontak
Regional/Kontak Setelah membicarakan macam-macam batuan menurut terjadinya, dapat
dibuat suatu siklus batuan yang menunjukkan hubungan antara jenis batuan yang satu dengan
yang lain. Lewat waktu dan kondisi yang memungkinkan, terjadilah perubahan dari jenis
batuan yang satu ke jenis batuan yang lain sampai terbentuk siklus seperti terlihat dalam
gambar no.3. 36 Gambar 3. 36. Siklus Batuan Batuan beku terbentuk dari magma yang
mengalami pendinginan dan kristalisasi. Selanjutnya batuan beku mengalami pelapukan yang
memudahkan proses erosi dan pengangkutan, menjadi bahan sedimen. Bahan sedimen
terangkut oleh berbagai tenaga dan di tempat lain diendapkan, selanjutnya mengalami
sementasi dan litifikasi menjadi batuan sedimen. Di bawah tekanan /temperatur tinggi, batuan
sedimen mengalami malihan menjadi batuan metamorf. Dan akhirnya, bila batuan metamorf
ini masuk kembali ke lapisan dalam akan lebur menjadi magma. Tetapi perlu diingat bahwa
siklus tersebut dapat mengalami gangguan. Batuan beku banyak yang tidak pernah nampak di
permukaan bumi, terhindar dari proses pelapukan, erosi, dan pengangkutan. Karena itu tidak
mengikuti siklus lengkap seperti yang dikemukakan di atas. Di bawah tekanan/temperatur
tinggi batuan beku bisa langsung berubah ke batuan metamorf, atau langsung masuk ke
lapisan lebih dalam menjadi magma kembali. Demikian juga batuan sedimen atau batuan
metamorf tidak mengikuti siklus lengkap karena langsung mengalami pelapukan, tererosi,
terangkut ke tempat lain, diendapkan dan kembali menjadi batuan sedimen, atau langsung
masuk ke lapisan dalam menjadi magma. BAB IV. PROSES-PROSES GEOLOGI Meskipun
nampaknya bumi selalu statis karena tersusun dari materi keras namun sebenarnya tidaklah
demikian. Setiap detik bumi mengalami proses, menderita gaya-gaya baik yang berasal dari
dalam maupun dari luar sehingga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan. Perubahan
tersebut ada yang mudah diamati karena prosesnya cepat, ada pula yang sulit diamati karena
prosesnya sangat lambat. Berbagai teori dikemukakan para ahli untuk meyakinkan bahwa
bumi selalu mengalami proses, namun banyak orang yang menyangsikan kebenarannya. Baru
tahun 1960-an terjadi revolusi pemikiran yang menguatkan pendapat bahwa bumi dalam
keadaan labil dengan bukti yang meyakinkan. A. Tenaga Geologi Semua tenaga yang
menyebabkan terjadinya perubahan di permukaan bumi maupun di dalam bumi bersumber
dari dua heat engines (mesin yang mengubah energi panas menjadi energi mekanik), yang
satu terletak di dalam bumi dan yang lain di luar bumi. Heat engine yang ada di dalam bumi
tenaganya berasal dari aliran panas dari bagian dalam yang lebih panas ke permukaan bumi
yang dingin. Letusan gunungapi adalah hasil dari mesin ini. Tenaga dari dalam ini
membentuk permukaan bumi yang dikenal sebagai tenaga endogen, tenaga yang kita kenal
sebagai tenaga yang membangun bentuk-bentuk permukaan bumi. Tenaga endogen ini yang
menyebabkan erupsi/letusan gunungapi, menyebabkan terjadinya gempa dan membangun
bentuk-bentuk permukaan bumi seperti terjadinya pegunungan,lipatan, patahan dan
sebagainya. Mesin yang asalnya dari luar bumi berasal dari energi panas matahari yang
menggerakkan lautan menjadi arus, gelombang dan atmosfer menghasilkan awan,
menggerakkan angin, menghasilkan hujan, salju dan lain-lain, dengan segala bentuk-bentuk
hasil erosinya seperti yang kita lihat di permukaan bumi sehari-hari. Tenaga ini kita kenal
sebagai tenaga eksogen, tenaga yang merusak/mengubah bentuk-bentuk permukaan bumi
yang dibangun oleh tenaga endogen. Contoh heat engine¬ sederhana dapat dilihat dalam
gambar 4.1 berikut. Air yang dipanas di teko dalam gambar tersebut akan menguap dan
uapnya itu menggerakkan kipas dari kertas yang diletakkan di atasnya. Berarti tenaga panas
(heat energy) berubah menjadi tenaga mekanik (mechanical energy) yang menggerakkan
kipas kertas di atasnya. Panas matahari yang memasuki atmosfer bumi, yang sampai di
permukaan bumi hanya sekitar 50%, diserap atmosfer sekitar 15%, dan 35% dipantulkan ke
luar atmosfer. Lima belas persen yang diserap atmosfer diubah menjadi energi potensial yang
dapat diubah menjadi tenaga kinetik, digunakan menggerakkan udara menjadi angin. Lima
puluh persen yang sampai ke permukaan bumi digunakan untuk menguapkan air, konveksi
udara, dan radiasi gelombang panjang yang diserap atmosfer. Begitu selanjutnya air hujan
yang jatuh mengalir ke tempat yang lebih rendah melalui sungai. Air sungai yang mengalir
selanjutnya mengerosi dan membawa endapan dan di tempat lain diendapkan lagi, dan
seterusnya akan mengubah bentuk-bentuk permukaan bumi. B. Teori-teori tektonisme Sejak
orang mengetahui bentuk dan ukuran benua dan lautan pada abad ke-18, timbul berbagai
pemikiran mengenai perubahan yng dialami bumi. Banyak pemikir yang berspekulasi,
beberapa dintaranya cukup berani menerbitkan pemikirannya. Tahun 1858, Antonio Sneider
mengaitkannya dengan cerita Alkitab dan beranggapan bahwa dahulu daratan Amerika dan
Eropa terpisah oleh lautan Atlantik pada zaman air bah. James Dana di Amerika Serikat
(1847) dan Elie de Baumant di Eropa(1852) mengemukakan pendapatnya mengenai
permukaan bumi yang tidak rata. Amerika berpendapat bahwa permukaan bumi tidak rata
karena bagian bawahnya mengalami pendinginan secara drastis, sehingg permukaan bumi
mengerut. Pemikiran demikian sering disebut Teori Kontraksi (Contraction Theory atau
Theory of a Shrinking Earth). Terhadap teori ini timbul berbagai kritik, misalnya pandangan
bahwa bumi tidak akan mengalami pendinginan secara drastis karena di dalam bumi terdapat
banyak unsur radioaktif yang selalu memancarkan panas, reaksi-reaksi antar unsur penyusun
batuan menghasilkan panas, pergeseran kerak bumi menghasilkan panas, rotasi bumi
menghasilkan panas, dan sebagainya. Eduard Zuess (The Face of the Earth, 1884), dan Frank
B. Taylor (1910) mengemukkan pandangannya bahwa mula-mula ada dua benua yang
berlokasi di kedua kutub bumi. Benua-benua tersebut diberi nama Laurentia (Laurasia) di
utara dan Gondwana di selatan. Kemudian keduanya bergerak perlahan-lahan kearah ekuator,
terpecah menjadi beberapa benua seperti yang ada sekarang. Amerika Selatan, Australia,
India, dikatakan dahulu bagian dari benua Gondwana, sedang benua lain bagian dari benua
Laurentia. Pandangan ini banyak menarik perhatian para ahli geologi mengingat bentuk
setangkup benua-benua tersebut, tetapi merupakan tanda tanya apa yang menyebabkan
terjadinya pergeseran ke arah ekuator. Tahun 1915 Alfred Wegener dalam bukunya The
Origin of Continent’s and Ocean’s mengemukakan teorinya yang terkenal sebagai teori
pergeseran benua (Continental Drift Theory) dan diterima di kalangan ahli geologi sampai
tahun 1960-an. Menurut Wegener semula benua-benua yang ada sekarang bergabung jadi
satu yang diberi nama Benua Pangaa (Pangeae). Permulaan Mesozoikum benua Pangeae ini
bergerak secara perlahan-lahan kearah ekuator dan ke arah barat melintasi lautan sehingga
terpecah-pecah dan menempati posisi seperti yang sekarang. Pergeseran ke arah ekuator
didorong oleh gaya sentrifugal akibat rotasi bumi, sedang pergeseran ke arah barat seperti
pergeseran pasang yang dipengaruhi oleh gaya tarik bulan dan rotasi. Teorinya diperkuat
dengan bentuk benua-benua, misalnya antara Amerika Selatan dengan Afrika yang bila
disambung nampaknya persis bersambung. Selain itu diperkuat dengan kesamaan facies
litologi dan paleontologi periode Cretaceus di kedua benua tersebut (pantai timur Brazil dan
pantai barat Afrika). Penjelasannya hampir sempurna sehingga lama dipercayai ahli geologi,
namun tahun 1960-an para ahli geologi mulai meragukan bagaimana benua yang demikian
besar dan berat dapat bergeser di atas dasar lautan. Perhatikan gambar 4. 2 yang
memperlihatkan perubahan/pergeseran benua sejak Mesozoikum. Gambar 4. 2. Pergeseran
benua-benua. Pemikiran lain muncul, seperti adanya aliran konveksi dalam lapisan
Asthenosfer, dimana pengaruhnya sampai ke kerak bumi di atasnya, dikenal sebagai teori
konveksi (Convection Theory). Penyebab dari aliran konveksi ini diduga sebagai akibat
perbedaan densitas di lapisan atas dan bawah dalam asthenosfer. Arthur Holmes (1928) dari
Inggris yang pertama kali menganggap aliran konveksi di asthenosfer sebagai penyebab dari
pergeseran benua. Sesudah Perang Duni II, sejak tahun 1950-an, alat-alat seperti
echosounder, magnetometer, gravimeter, seismograf, dan sebagainya mulai dikembangkan
sehingga memungkinkan penelitian geologi di dasar laut yang dalam. Terungkaplah bahwa
bukan hanya benua yang bergeser melainkan dasar laut juga mengalami pergeseran.
Diketemukan adanya rangkaian pegunungan dasar laut yang umumnya terletak di tengah
dasar lautan yang dikenal sebagai Mid-Oceanic Ridge. Arah pergeseran dasar laut yaitu dari
Mid-Oceanic Ridge ke kedua arah yang berlawanan. Tahun 1962 Harry H. Hess dalam
bukunya History of the Ocean Basin, mengemukakan hipotesisnya bahwa aliran konveksi di
asthenosfer ada yang sampai ke permukaan bumi yaitu di Mid-Oceanic Ridge. Di puncak
Mid-Oceanic Ridge tersebut lava mengalir keluar kemudian menyebar ke kedua lereng
pegunungan tersebut. Ahli geologi dasar laut Amerika Serikat, Robert Dietz, kemudian
mengembangkan hipotesis Hess. Perkembangan penelitian topografi dasar laut membawa
bukti-bukti baru mengenai terjadinya pergeseran dasar laut dari arah Mid-Oceanic Ridge ke
kedua sisinya. Kenyataan seperti itu juga terlihat oleh Ekspedisi Glomar Challenger pada
tahun 1968. penyelidikan umur sedimen dasar laut juga mendukung hipotesis tersebut,
dimana makin jauh dari Mid-Oceanic Ridge, makin tua umur batuan sediment. Ini berarti ada
pergeseran dasar laut dari arah Mid-Oceanic Ridge. Beberapa dari Mid-Oceanic Ridge
tersebut adalah : Mid-Atlantic Ridge, East Pasific Rise, Atlantic-Indian Ridge, Pasific-
Antarctic Ridge. Tahun 1967 ahli Geofisika Inggris, Dan Mc Kenzie dan Robert Parker
menampilkan hipotesis baru yang menyempurnakan hipotesis-hipotesis sebelumnya seperti
teori pergeseran benua (continental drift theory), pemekaran lantai samudera (sea-floor
spreading) dan teori konveksi (convection theory) menjadi satu kesatuan konsep yang sangat
berharga dan diterima luas oleh kalangan geolog di seluruh dunia (Menard, 1974). Teori
tersebut dikenal sebagai Teori Tektonik Lempeng (Plate Tectonic Theory). Lempeng litosfer
adalah lapisan terluar bumi yang terdiri dari kerak bumi dan litosfer, mengapung di atas
lapisan yang agak lunak yaitu astenosfer. Tebalnya berkisar 100 – 250 km (Monroe,
Wicander, 2001). Lempeng ini sangat mobil karena terpengaruh oleh arus konveksi yang
terjadi di lapisan astenosfer. Akibat arus konveksi di astenosfer maka lempeng litosfer di
atasnya terdorong sehingga akhirnya pecah menjadi beberapa bagian yaitu Lempeng Pasifik,
Lempeng Amerika Utara, Lempeng Amerika Selatan, Lempeng Hindia dan Australia,
Lempeng Afrika, Lempeng Eurasia dan Lempeng Antarktika. Masing-masing lempeng
bergerak ke arah tertentu dengan kecepatan berkisar 1 – 13 cm/tahun. Perhatikan gambar 4. 3
yang memperlihatkan peta tektonik lempeng. Gambar 4. 3. Peta Tektonik Lempeng
Berdasarkan arah gerak lempeng pada batas interaksi lempeng, dikenal ada 3 tipe batas
lempeng: a. Konvergen, yaitu batas dua lempeng yang saling mendekati/bertabrakan; b.
Divergen, yaitu batas dua lempeng yang saling menjauhi; c. Shear atau Transform, yaitu
batas dua lempeng yang saling berpapasan. Contoh batas lempeng dapat dilihat di gambar 4.
4. Gambar 4. 4. Tipe-tipe batas lempeng Ad.a. Batas Lempeng Konvergen. Pada batas
lempeng konvergen, ada dua lempeng yang bergerak kearah satu sama lain. Karakteristik
perbatasan sebagian tergantung pada tipe lempeng yang bertabrakan. 1) Jika lempeng dasar
laut bertabrakan dengan lempeng dasar laut, salah satunya akan mengalami subduksi,
membenam dibawah yang lain. Contohnya adalah lempeng Australia bertabrakan dengan
lempeng Asia, dimana lempeng Australia membenam di sebelah barat Sumatera, selatan Jawa
– Nusa Tenggara dan Maluku Selatan; lempeng Pasifik bertabrakan dengan lempeng Asia,
dimana lempeng Pasifik mengalami subduksi di bawah Irian – Filipina – Jepang. Sepanjang
zone subduksi merupakan pusat-pusat gempa, dari gempa dangkal sampai gempa dalam dan
biasanya dikenal sebagai zone of Benioff. Lempeng yang turun menghasilkan palung laut dan
pada kedalaman 50 – 100 km sebagian mulai mengalami peleburan menghasilkan magma
andesitik. Magma andesit yang terbentuk menyusup keatas melalui retakan-retakan akibat
tabrakan antar lempeng, membentuk busur vulkanik berupa deretan pulau-pulau vulkanis
sejajar dengan palung. Perhatikan gambar 4. 5. Gambar 4. 5. (a). Lempeng dasar laut
bertabrakan dengan lempeng dasar laut (b). Busur pulau-pulau vulkanik yang terbentuk
(Sumber: Monroe, James S, Wicander, Reed, 2001) 2) Jika lempeng dasar laut bertabrakan
dengan lempeng benua, maka lempeng dasar laut membenam dibawah lempeng benua karena
batuan dasar laut lebih berat. Kenampakan yang dihasilkan sama saja dengan tabrakan dasar
laut dengan dasar laut, hanya letak palung dekat tepi benua dan busur vulkanik tidak berupa
pulau-pulau vulkanik melainkan pegunungan tepi benua. Sepanjang zone subduksi
merupakan pusat-pusat gempa dari gempa dangkal sampai gempa dalam. Subduksi lempeng
Nazca dibawah lempeng Amerika Selatan adalah contoh tipe batas lempeng ini. Palung Peru-
Chili menandai tempat subduksi dan Pegunungan Andes mewakili busur vulkanik. Lihat
gambar 4. 6 Gambar 4. 6. Lempeng Nasca menunjam di bawah Lempeng Amerika Selatan
Sumber: Skinner, B.J., dkk, 2004 3) Jika lempeng benua bertabrakan dengan lempeng benua,
kedua benua saling bertumpuk satu sama lain. Karena batuan kedua benua sama dan
keduanya lebih ringan dari batuan di bagian bawah, maka tidak ada yang menunjam dibawah
yang lain. Salah satu benua dapat menyelinap dalam jarak pendek dibawah yang lain, tetapi
tidak bergerak kebawah sebagai zone subduksi. Kedua benua menyatu sepanjang suture zone
(zone jahitan) yang menandai awal persinggungan kedua benua. Kerak dipertebal lebih lanjut
oleh dorongan salah satu benua di bawah yang lain. Hasilnya adalah rangkaian pegunungan
di pedalaman benua baru yang lebih besar, hasil penggabungan dua benua. Seluruh daerah
tumbukan ditandai oleh pusat-pusat gempa dangkal dalam daerah yang luas sepanjang
sejumlah patahan. Pegunungan Himalaya di Asia Tengah terbentuk dengan cara ini, di mana
Lempeng India bergerak ke utara bertabrakan dengan Lempeng Asia. Lihat gambar 4. 7.
Gambar 4. 7. Lempeng India tabrakan dengan lempeng Asia. Sumber: Skinner, B.J., dkk,
2004. Ad. b. Batas Lempeng Divergen Batas lempeng divergen adalah batas antar lempeng
yang bergerak saling menjauhi. Tipe batas lempeng ini umumnya dijumpai di pegunungan
tengah samudera (Mid-oceanic Ridge) seperti Mid-Atlantic Ridge, East Pacific Rise,
Atlantic-Indian Ridge, Pacific-Antarctic Ridge. Arus konveksi di Astenosfer naik di tempat
ini kemudian bergerak ke arah berlawanan, menyebabkan lempeng litosfer di atasnya pecah
dan bergeser ke arah yang berlawanan. Celah yang terbentuk antara kedua lempeng tersebut
terisi dengan magma dari lapisan astenosfer membentuk pegunungan tengah samudera. Lihat
gambar 4. 8. Ad. c. Batas Lempeng Shear atau Transform Batas lempeng shear adalah batas
antar lempeng yang gerakannya horizontal berlawanan arah sepanjang batas keduanya,
seperti mobil yang berpapasan di jalan. Contoh batas lempeng ini adalah patahan Anatolia
Utara di Turki yang arahnya Barat –Timur di mana sisi utara patahan bergerak ke timur dan
sisi selatannya bergerak ke barat, patahan San Andreas di Amerika Utara di mana sisi timur
bergerak ke selatan sepanjang patahan, dan sisi barat bergerak ke arah utara. Daerah di batas
lempeng semacam ini sering dilanda gempa dangkal karena gesekan batuan antara kedua
lempeng. Lihat Gambar 4.9. Gambar 4.9. Patahan San Andreas di Amerika Utara. Sumber:
Monroe, Wicander, 2001. Penyebab pergeseran lempeng disebabkan oleh arus mkonveksi di
dalam selimut bumi, namun ada beberapa mekanisme/cara yang dikemukakan oleh berbagai
ahli geologi. Misalnya ada yang mengemukakan bahwa arus konveksi terjadi dalam selimut
bagian atas saja yaitu di lapisan Astenosfer, namun ahli lain beranggapan arus konveksi
terjadi di seluruh selimut bumi. Perhatikan gambar 4.10. di bawah ini. Gambar 4. 10. Arus
konveksi di lapisan Astenosfer (kiri) dan arus konveksi di seluruh selimut bumi (kanan).
Adalagi yang berpendapat tempat naiknya batuan panas dari bawah merupakan daerah sempit
saja seperti cerobong asap, dan setelah sampai di permukaan tersebar ke segala arah. Lihat
Gambar 4. 11. Pendapat ini dikenal sebagai Mantle Plume oleh W. Jason Morgan seorang
ahli geologi dari Universitas Princeton. Tempat di permukaan bumi itu menjadi daerah
vulkanis aktif. Menurut pandangan Morgan lempeng bergerak karena beberapa plume yang
tidak luas berupa arus konveksi sepanjang seluruh pegunungan. Plume hipotetis ini seakan
seperti pipa dari dasar selimut bumi. Aliran radial materi selimut bumi dari dalam ke
permukaan akan memecahkan litosfer dan menggerakkan lempeng. Mantle plume yang naik
di benua misalnya, akan menyebabkan permukaan benua menggembung ke atas
menyebabkan aktivitas vulkanisme. Penggembungan ini menghasilkan tiga retakan (gambar
4. 12). Aliran radial berlangsung terus menyebabkan kerak bumi terpecah sepanjang dua dari
tiga retakan dan retakan ketiga menjadi tidak aktif. Dalam model ini kedua retakan yang aktif
akan menjadi pinggiran benua sebagaimana lautan terbentuk antara benua yng terbelah itu.
Retakan ketiga menjadi aulacogen, suatu retakan yang tidak aktif yang kemudian terisi
dengan sedimen. Sebagai contoh dari retakan semacam ini adalah Laut merah (gambar 4. 14).
Gambar 4.14. Laut Merah dan Teluk Aden merupakan dua retakan aktif sebagaimana
semenanjung Arab bergeser dari Afrika, sedang retakan yang tidak aktif atau aulacogen ialah
patahan Afrika Timur Tempat di mana mantle plume mungkin naik sekarang di benua adalah
di Taman Nasional Yellowstone di barat laut Wyoming. Daerah ini agak tinggi dan vulkanis,
ada arus panas dan kegiatan mata air panas dan geyser, semuanya mungkin disebabkan oleh
plume ini. Beberapa plume naik di bawah lautan misalnya di kepulauan Hawaii. Akan tetapi
agak lain dengan yang di benua, plume bertindak seperti pusat erupsi (hot spot) di bawah
lempeng yang bergerak. Sebagaimana lempeng bergerak di atas plume terbentuklah sederetan
gunung di mana hanya salah satu gunung tersebut yang aktif yaitu gunung yang persis di atas
mantle plume sedang yang lainnya sudah tidak aktif (gambar 4. 15). Perhatikan pula gambar
4. 16 yang menunjukkan peta Kepulauan Hawaii di mana di ujung tenggara saja yang aktif
dan makin ke barat laut gunung-gunungnya tidak aktif dan makin tua umur batuannya.
Gambar 4. 15. Perhatikan gunung yang aktif hanya yang terletak di atas pusat erupsi (hot
spot) dan makin ke kiri makin tua umurnya. Kebanyakan ahli geologi menerima konsep
tektonik lempeng karena konsep ini dapat menjelaskan banyak kenampakan-kenampakan di
permukaan bumi, antara lain: • Distribusi gempabumi yang sesuai dengan konsep tektonik
lempeng, di mana gempa dangkal umumnya terletak di bawah normal fault yang disebabkan
oleh tensional stress yang berasosiasi dengan perbatasan lempeng divergen dan di strike slip
fault pada shear boundary di continent convergence. Di sisi lain gempa dangkal, sedang dan
dalam dijumpai pada zone of Benioff yang terletak pada patahan terbalik yang terjadi bila
salah satu lempeng menunjam di bawah yang lainnya. Gambar 4. 16. Peta Kepulauan Hawaii
yang bergeser ke barat laut dan hanya dua gunung aktif di sebelah tenggara (tempat yang
persis di atas pusat erupsi) dan gunung-gunung makin ke baratlaut makin tua umurnya. •
Distribusi dan komposisi vulkan-vulkan di dunia: vulkan-vulkan basaltis terjadi di divergent
boundary, sedang vulkan-vulkan andesitis terjadi di convergent boundary. • Pegunungan
muda dunia yang berasosiasi dengan intrusi magma, metamorfosis, lipatan dan patahan yang
disebabkan oleh kompressi horisontal terjadi di converging plate boundaries. • Relief dasar
laut juga dapat dijelaskan dengan konsep tektonik lempeng: Mid Oceanic Ridge dijumpai
pada divergent boundaries, palung laut dijumpai di zone subduksi. • Tektonik lempeng juga
berkaitan dengan pembentukan batuan metamorfosis seperti terlihat pada gambar 4. 17.
Dengan demikian konsep tektonik lempeng dapat menjawab lebih banyak kenampakan
kenampakan yang ada di permukaan bumi daripada hipotesis atau teori-teori lain. Gambar 4.
17. Hubungan antara tektonik lempeng dengan metamorfosis Pada gambar 4. 18 di bawah ini
kita dapat melihat sebaran pegunungan dan tipe batas lempeng. Gambar 4. 18. Sebaran
pegunungan bertipe andesit dan basaltik ===JPB=== BAB V. STRUKTUR-STRUKTUR
DIASTROPIK Struktur atau bentuk dan susunan lapisan batuan sebagi akibat dari perubahan
yang dialami batuan, dapat dibedakan atas struktur primer dan struktur sekunder. Struktur
primer adalah struktur yang terbentuk pada saat pembentukan batuan seperti graded bedding,
cross bedding, lenticulair bed,mud crack, ripple mark, raindrop impression dan sebagainya
yang telah dibicarakan dalam strukrur batuan sedimen. Struktur sekunder adalah struktur
yang dihasilkan oleh proses deformasi dan dislokasi yang dialami batuan setelah batuan
terbentuk Sering pula disebut struktur diastropik karena dihasilkan oleh gerak-gerak
distropik. (Tektonik dan diastropik keduanya menyangkut gerak-gerak kerak bumi yang
menyebabkan terjadinya deformasi batuan, namun biasanya dibedakan dari skalanya di mana
tektonik digunakan untuk perubahan dalam skala besar seperti pembentukan benua, dasar laut
dan pegunungan, sedang diastropik untuk skala kecil/lokal seperti patahan, pelipatan, retakan,
basin dan kubah. Untuk menjelaskan posisi batuan dalam ruang, para ahli geologi
menggunakan dua macam pengukuran yaitu dip dan strike. Dip dan strike suatu lapisan
menunjukkan orientasi dalam hubungannya dengan bidang horizontal. Dip adalah sudut
antara bidang miring dengan bidang datar, atau sudut kemiringan lapisan diukur mulai dari
bidang horisontal. Strike adalah arah bidang mendatar yang tegak lurus dip. Alat yang
digunakan untuk mengukur dip dan strike adalah kompas geologi atau kompas Brunton yang
di dalamnya juga terdapat klinometer untuk mengukur besar kemiringan. Kegunaannya
adalah untuk merekonstruksi struktur batuan, dapat digunakan untuk mengukur ketebalan dan
dan kedalaman lapisan. Contoh dip dan strike dapat dilihat dalam gambar 5. 1 di bawah ini.
Cara mengukur struktur bidang dengan kompas geologi: 1. Pengukuran jurus (Strike):
letakkan kompas dengan sisi E menempel pada batuan tegak lurus kemiringan. Levelkan
kompas yang ditunjukkan oleh gelembung udara masuk ke dalam mata sapi. Angka yang
ditunjukkan jarum penunjuk utara adalah harga jurus, misalnya 2800. Beri tanda garis di sisi
kompas yang menempel pada batuan. 2. Kemiringan (Dip): letakkan kompas tegak lurus pada
garis yang telah dibuat dengan sisi W menempel di batuan tegak lurus garis yang dibuat di
batuan. Atur klinometer sampai nivo, baca kemiringannya. 3. Arah kemiringan (Direction of
dip): letakkan kompas dengan sisi S menempel pada batuan sejajar dengan garis, atur sampai
nivo, baca angka yang ditunjukkan jarum penunjuk utara. Arah itulah arah kemiringan lereng.
Struktur-struktur diastropik terdiri dari: A. Pelengkungan (Warping): Gerakan vertikal yang
tidak merata di suatu daerah khususnya yang berbatuan sedimen, akan menghasilkan
perubahan struktur perlapisan yang semula kurang lebih horizontal menjadi melengkung.
Kalau melengkung ke atas maka disebut dome (kubah) dan bila melengkung ke bawah
disebut basin (basin). Diameternya bisa mencapai beberapa kilometer. B. Lipatan (Folding):
Struktur batuan akan mengalami pelipatan bila menderita tekanan lemah tetapi berlangsung
dalam waktu lama. Besarnya tekanan masih di bawah titik patah batuan sehingga dapat
dinetralisir oleh keplastisan batuan. Bagian puncak lipatan disebut antiklin, dan lembah
lipatan disebut sinklin. Daerah pegunungan lipatan biasanya dihasilkan oleh tekanan
horizontal. Di atas puncak lipatan biasanya masih terjadi lipatan-lipatan kecil, demikian juga
di lembah lipatan. Puncak lipatan utama disebut antiklinorium (antiklinoria) dan lembah
lipatan utama disebut sinklinorium (sinklinoria). Puncak dan lembah kecil-kecil di
antiklinorium atau sinklinorium disebut antiklin dan sinklin. Geantiklin dan geosinklin
digunakan untuk pelipatan yang sangat hebat, di geantiklin dan geosinklin terdapat
antiklinorium dan sinklinorium. Berdasarkan sumbu lipatan, dikenal beberapa tipe dasar
lipatan: Gambar 5. 3. Tipe-tipe dasar lipatan: A. Lipatan simetris, B. Isoklin, C. Lipatan
simetris, D. Lipatan miring (Overturned), E. Lipatan rebah (Recumbent) 1. Lipatan simetris
adalah lipatan yang antiklin dan sinklinnya simetris, atau sumbu lipatan tepat di tengah
membagi dua sama besar kedua bibir lipatan. Biasanya dihasilkan oleh gaya horizontal dari
dua arah yang berlawanan dan seimbang. 2. Isoklin adalah lipatan tegak atau miring yang
sudut kemiringannya sama. 3. Lipatan asimetris adalah lipatan yang antiklin dan sinklinnya
tidak simetris, atau sumbu lipatannya tidak membagi dua sama besar kedua bibir lipatan.
Biasanya terbentuk karena gaya horizontal dari dua arah yang berlawanan dan tidak
seimbang. 4. Lipatan miring (overturned folded) adalah lipatan yang salah satu bibir lipatan
miring. Kedua bibir lipatan miring ke arah yang sama tetapi tidak sama besar sudutnya. 5.
Lipatan rebah (recumbent) adalah sumbu lipatan sudah mendatar atau hampir mendatar. 6.
Monoklin adalah lengkungan yang menghubungkan dua dataran (perhatikan gambar 5. 4 di
bawah ini). C. Retakan (Jointing). Retakan adalah struktur yang terbentuk karena gaya
regangan yang menyebabkan batuan retak, namun tidak mengalami dislokasi/masih
bersambung. Gaya regangan bekerja tegak lurus pada bidang retakan ke dua arah berlawanan.
Biasanya dijumpai pada batuan yang rapuh sehingga dengan tenaga kecil saja sudah
mengalami retak. Retak yang dijumpai di puncak lipatan dikenal sebagai tektonic joint.
Perhatikan gambar 5. 6. D. Patahan atau Sesar (Faulting). Patahan terjadi bila tekanan cukup
kuat, melampaui titik patah batuan, apalagi jika terjadinya cepat. Batuan tidak hanya retak-
retak tetapi terjadi pergeseran/ dislokasi sehingga tidak bersambung lagi. Berdasarkan arah
gerak blok batuan disepanjang bidang patahan dikenal pula beberapa tipe dasar patahan : 1.
Strike-slip Fault/Transcurrent Fault adalah patahan yang arah gerakannya horizaontal dengan
arah berlawanan. 2. Dip-slip Fault yaitu patahan yang gerakannya sepanjang bidang patahan
miring. Bila gerakannya mengarah ke bawah sesuai dengan gaya berat disebut Normal Fault
atau Gravity Fault (Patahan Normal), sedang bila gerakannya ke atas disebut Reverse
Fault(bila ≥45o) atau Thrust Fault (< 45o) atau patahan terbalik. 3. Rotational Fault (Hinge
Fault) yaitu patahan yang gerakannya memutar pada bidang patahan 4. Oblique-slip Fault,
yaitu patahan yang gerakannya mendatar saling menjauhi atau arah lain yang tidak termasuk
dalam jenis patahan di atas. Perhatikan gambar 5. 7. Gambar 5. 7. Beberapa Tipe Patahan.
Beberapa istilah yang berkaitan dengan bentukan-bentukan patahan antara lain : a. Graben
atau Slenk, suatu depresi yang terbentuk antara dua patahan dimana blok batuan yang diapit
kedua patahan tersebut mengalami penurunan. Contohnya adalah lembah sapi Kerep di
Tengger b. Horst, kebalikan dri graben dimana blok batuan yang diapit kedua patahan
mengalami pengangkatan sehingga lebih tinggi dari sekitar. c. Fault Scarp (Gawir Sesar)
suatu dinding terjal yang dihasilkan oleh patahan miring/dip-slip Fault. Sering kali tidak
kelihatan lagi di lapangan akibat mengalami erosi. d. Step Fault, patahan yang kelihatan
bertangga karena terdiri dari serangkaian patahan miring yang tidak sama tingginya. Gambar
5. 8. Beberapa Contoh Bentuk-Bentuk Patahan e. Rift Valley, suatu graben yang memanjang
contohnya lembah semangka dan patahan di Afrika Timur dapat disebut Rift Valley. Kadang-
kadang disebut depresi tektonik. f. Overthrust Fault, suatu patahan terbalik yang arah
gerakannya telah berubah ke arah mendatar sehingga batuan terletak jauh dari tempat
keluarnya. overthrust fault dapat pula berkembang dari suatu lipatan rebahan yang kemudian
mengalami patahan hampir sejajar dengan bidang horizontal, dimana pergeseran terjadi di
sepanjang bidang patahan tersebut. Gambar 5. 9. Contoh patahan di lapangan Ciri-ciri
Sesar/Patahan : breksi sesar, milonit(tepung sesar), cermin sesar (permukaan mengkilat
karena gesekan batuan), slicken side (permukaan halus dengan alur-alur sejajar arah
gerakan), zone sesar, omisi (lapisan yang hilang sambungannya), strie/barit(goresan pada
dinding batuan). Ciri-ciri topografi sesar : gawir sesar (fault scarp), faset segitiga, lembah
sesar, celah sesar, terban/graben, sembul/horst, perbedaan ketinggian, kelurusan, pemunculan
mata air dan rembesan, tekuk lereng, break of zone (perubahan lereng secara mendadak).
===JPB=== BAB VI. GEMPABUMI Gempabumi adalah perambatan gelombang dalam
kerak bumi dari suatu tempat di mana terjadi pelepasan energi. Energi yang dilepaskan
merambat ke segala arah dalam bentuk Gelombang Primer (Longitudinal), Gelombang
Sekunder (Transversal) atau Gelombang Permukaan. Getaran gelombang Primer searah
dengan arah geraknya, sedang getaran gelombang Sekunder tegak lurus arah geraknya.
Gelombang Permukaan (gelombang Panjang) merambat di permukaan dari episentrum ke
segala arah. Ada yang getarannya kesamping kiri-kanan (gelombang cinta, love wave) dan
ada yang naik-turun (gelombang Rayleigh). Kebanyakan gempa yang terjadi merupakan
kombinasi antara gelombang cinta dan rayleigh, sehingga merusak fondasi dan kerusakan
hebat, karena tanah naik turun sekaligus ke samping kiri-kanan pada saat yang bersamaan
seperti yang dirasakan penduduk di Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun 2006. Gambar 6. 1.
Perambatan Gelombang Permukaan Gempabumi merupakan peristiwa alam yang paling
banyak menimbulkan kerugian bahkan menyebabkan korban jiwa, terutama dari perambatan
gelombang permukaan. Kerusakan akibat gempa bumi biasanya diikuti bencana sekunder,
misalnya kebakaran, terputusnya jalur transportasi, longsor, terputusnya aliran listrik,
terputusnya saluran air dan sebagainya. Kerusakan waduk akibat gempa dapat menimbulkan
banjir. Demikian pula kalau instalasi nuklir hancur akibat gempa dapat menimbulkan bahaya
radioaktif. Kalau gempabumi terjadi di dasar laut, dapat menimbulkan gelombang tinggi yang
disebut tsunami yang sangat banyak membawa korban jiwa, kerusakan, bahkan kapal dapat
dihempaskan ke daratan seperti yang terjadi di Aceh pada bulan Desember tahun 2004.
Sampai saat ini masih sulit untuk meramalkan terjadinya gempa. Karena itu terutama
diusahakan memperkecil kerugian yang disebabkan oleh gempa bumi. A. Macam-Macam
Gempabumi Gempabumi dapat diklasifikasikan berdasarkan terjadinya, yaitu gempa
tektonik, gempa vulkanik dan gempa terban. Kebanyakan gempabumi yang terjadi di dunia
tergolong gempa tektonik. 1) Gempa Tektonik, adalah gempabumi yang terjadi karena gerak-
gerak kerak bumi. Umumnya gerak-gerak kerak bumi yang menimbulkan patahanlah yang
menghasilkan gempabumi. Karena itu sering pula disebut gempa dislokasi. Gempa tektonik
paling sering terjadi (sekitar 90%), juga paling banyak merusak dan sulit diramalkan. 2)
Gempa Vulkanik, adalah gempabumi yang terjadi karena gerakan magma dari dalam bumi.
Goncangannya hanya terasa sekitar gunungapi yang sedang aktif, tidak meluas dan tidak
sesering gempa tektonik (sekitar 7%). Sebelum gunungapi meletus biasanya didahului oleh
gempabumi dan semakin meningkat mendekati puncak letusan. Demikian juga pada saat
letusan berlangsung bahkan sesudah letusan gunungapi masih terasa goncangan gempabumi.
3) Gempa Terban/Runtuhan, adalah gempabumi yang terjadi karena adanya longsor atau
runtuhnya gua bawah tanah. Goncangannya hanya dirasakan sekitar daerah yang longsor atau
runtuh, dan hanya sekitar 3% dari keseluruhan gempa di bumi. Gempabumi dapat pula
dikelompokkan berdasarkan kedalaman pusat gempa, yaitu gempa dangkal, sedang dan
dalam. Perhatikan klasifikasi gempa berdasarkan kedalaman hiposentrum dalam tabel 5 di
bawah ini. Tabel 5. Macam- Macam gempa berdasarkan kedalamannya Kriteria K e d a l a m
a n (km) Menurut Dobrein Menurut Allison Dangkal < 70 < 60 Sedang 70 – 300 km 60 – 300
Dalam > 300 > 300 – 720

Menurut Allison, gempabumi terdalam yang pernah dikenal kedalamannya hanya 720 km di
rangkaian pulau-pulau Pasifik. Sekitar 85 – 90% dari semua gempabumi tergolong dangkal,
kebanyakan dalamnya kurang dari 8 km. Seringnya terjadi gempa dangkal karena bagian
kerak bumi yang aktif mengalami pergeseran adalah bagian atas. Gempa dalam jarang,
berkaitan dengan temperatur dan tekanan hidrostatika. Semakin tinggi temperatur dan
tekanan hidrostatika semakin lentur batuan yang berarti titik patahnya juga akan tinggi.
Dengan demikian sulit mengalami patahan karena dapat dinetralisir oleh keplastisan batuan.
Karena makin dalam makin tinggi temperatur dan tekanan hidrostatika, maka jarang terjadi
pusat gempa di lapisan yang dalam. Biasanya gempa dalam dijumpai pada perbatasan
lempeng tipe konvergen yaitu pada zone subduksi di mana kerak bumi menunjam ke lapisan
bawah.
1) Gempa dangkal, adalah gempabumi yang hiposentrumnya kurang dari 70 kilometer.
Gempa ini paling sering terjadi karena bagian paling atas dari kerak bumi yang paling mobil.
2) Gempa sedang, adalah gempabumi yang kedalaman hiposentrumnya antara 70 – 300
kilometer.
3) Gempa dalam, adalah gempabumi yang kedalaman hiposentrumnya lebih dari 300
kilometer. Gempa ini jarang terjadi, hanya dijumpai pada zone subduksi dimana salah satu
lempeng membenam masuk ke lapisan dalam.
Apabila episentrum gempabumi yang pernah terjadi digambar dalam suatu peta dunia,
ternyata tidak tersebar merata melainkan dalam suatu daerah sempit yang memanjang
mengikuti batas lempeng litosfer yaitu sekitar Sirkum Pasifik, Sirkum Mediteran dan
pegunungan tengah samudera.
B. Episentrum dan Hiposentrum Gempabumi
Pusat gempa yang di dalam bumi disebut hiposentrum gempa, dan tempat di permukaan bumi
tepat tegak lurus di atas hiposentrum disebut episentrum gempa (Yunani: hypo = di bawah;
epi = di atas). Daerah sekitar episentrum gempa inilah yang paling banyak menderita
kerusakan akibat gempa. Oleh karena itu episentrum gempa adalah tempat yang mula-mula
dicari.
Untuk menghitung jarak stasion pencatat gempa ke episentrum gempa digunakan rumus
Laska: = { ( S – P ) – 1’ } 1000 km. = jarak keKeterangan: episentrum, S = saat
gelombang S tercatat di seismograf; P = saat gelombang P tercatat di seismograf.
Rumus Laska ini kurang teliti karena tidak memperhitungkan perlambatan gerak gelombang.
Untuk itu maka para ahli seismologi telah menyusun tabel lebih teliti yang menunjukkan
hubungan antara jarak episentrum, waktu yang dibutuhkan gelombang Primer, waktu yang
dibutuhkan gelombang Sekunder dan selisih waktu yang diperlukan gelombang Primer dan
gelombang Sekunder, sehingga dengan cepat dapat diketahui jarak episentrum dari stasion
pencatat gempa. Contoh tabel dapat dilihat di bawah ini (tidak lengkap, seharusnya jarak dari
pusat gempabumi setiap kilometer).

Tabel 6. Waktu yang Diperlukan Gelombang P & S


Jarak dari pusat gempa (km) Waktu yang diperlukan:
Gelombang P Gelombang S Interval waktu antara gelombang P dan S
menit detik menit detik menit detik
1.600 3 22 6 3 2 41
3.100 5 56 10 48 4 52
4.900 8 01 14 28 6 27
6.500 9 50 17 50 8 00
8.000 11 26 20 51 9 25
9.500 12 43 23 27 10 44
11.000 13 50 25 39 11 49
Sumber: Sokes, 1978.
Contoh penggunaan tabel: sebuah gempabumi tercatat oleh alat seismograf di Tanjung Kodok
pada tanggal 11 Juni 1983 pukul 11 30’ 42” berupa gelombang P, dan gelombang S tercatat
4’ 52” kemudian setelah gelombang P. Berapa jarak Episentrum gempa dari Tanjung Kodok
dan kapan gempa terjadi di Episentrum? Dengan menggunakan tabel di atas dapat dilihat
bahwa jarak Episentrum gempa dari Tangjung Kodok adalah 3.100 km (dari selisih waktu
gelombang P dan S 4’ 52”, kemudian ditelusuri ke kiri). Karena gelombang Primer
membutuhkan waktu 5’ 56” untuk menempuh jarak 3.100 km, maka berarti gempa terjadi di
Episentrum pada pukul 11 24’ 46”.
Untuk menentukan letak episentrum gempa, diperlukan catatan gempa paling sedikit dari 3
stasion pencatat gempa. Berdasarkan data tersebut dihitung jarak masing-masing stasion
gempa ke episentrum, kemudian di masing-masing stasion dibuat lingkaran berjari-jari sesuai
jaraknya ke episentrum. Titik potong ketiga lingkaran tersebut adalah episentrum gempa.
Perhatikan Gambar 6. 5. berikut ini.

Mengenai letak hiposentrum gempa, dapat ditentukan dengan mencatat secara sistematik
deviasi waktu datangnya gelombang Primer dan gelombang Permukaan. Makin besar
deviasinya makin dalam letak hiposentrum. Untuk itu Brunner telah membuat diagram yang
menghubungkan kedalaman gempa dengan travel time dan jarak dari episentrum, sehingga
tinggal melihat saja.
Emmons mengemukakan bahwa intensitas gempabumi berbanding terbalik dengan pangkat
dua jarak dari pusat gempa, maka kedalaman gempa dapat dihitung dari berbagai catatan
intensitas gempa. G. Gorshkov dan A. Yakushova telah membuat rumus untuk menghitung
kedalaman hiposentrum gempa sebagai berikut:
r2 Keterangan:
F = 1,5 + 3 log {---- + 1}  F = Intensitas gempa di Episentrum
h2 r = radius getaran yang terasa (km)
h = kedalaman hiposentrum (km)
(Alzwar,Muzil, Samodra,Hanang, Tarigan, Jonatan I, 1988).
F dicari terlebih dahulu dengan menggunakan tabel 7. skala gempa G. Gorshkov dan A.
Yakushova, dengan menghitung percepatan maksimum getaran gempa.
Tabel 7. Skala Gempa Gorshkov dan Yakushova
Intensitas Gempabumi F
Hanya terdeteksi oleh alat peka (detectable by instrument only) 1 2,5
Sangat lemah (very feeble) 2 2,6 – 5,0
Lemah (slight) 3 6 – 10
Sedang (moderate) 4 11 – 25
Agak kuat (rather strong) 5 26 – 50
Kuat (strong) 6 51 – 100
Sangat kuat (very strong) 7 101 – 250
Merusak (destructive) 8 251 – 500
Meruntuhkan (Ruinous) 9 501 – 1.000
Mencelakakan/malapetaka (disastrous) 10 1.001 – 2.500
Sangat mencelakakan (very disastrous) 11 2.501 – 5.000
Bencana (catastrophic) 12 > 5.000
) dicari dengan menggunakan rumus:Percepatan maksimum getaran gempa (
2 a4
 = ——— dimana a = amplitudo
T2 T = periode getaran
= percepatan maksimum getaran gempa.

Gempa yang berpusat di dasar laut kadang-kadang menghasilkan gelombang air yang sangat
tinggi, kadang-kadang mencapai 30 meter tingginya sehingga sangat ditakuti oleh penduduk
yang tinggal di dekat pantai. Contoh tsunami adalah yang terjadi di Aceh, Desember 2004.
Panjang gelombang di laut dalam sekitar 100 – 200 km dan bergerak dengan kecepatan 725 –
800 km/jam. Begitu mendekati pantai dengan laut yang dangkal, tinggi gelombang sekitar ½
meter dan ketika mencapai pantai tingginya mencapai 15 meter atau lebih (Plummer, Mc.
Geary, 1985).
Daerah di permukaan bumi yang paling parah menderita goncangan gempa adalah daerah
yang berdekatan dengan episentrum gempa. Pada peta-peta gempa-bumi, kita kenal istilah-
istilah:
• Isoseiste, yaitu garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mengalami
gempabumi sama besarnya.
• Pleistoseiste, yaitu daerah yang paling parah menderita goncangan gempa, yang terletak
dalam garis isoseiste I.
• Homoseiste, yaitu garis yang menghubungkan tempat-tempat yang menerima getaran
gempa pada waktu bersamaan.

C. Ukuran Gempabumi
Besaran gempabumi biasanya dinyatakan dengan intensitas gempa dan magnitudo gempa.
Intensitas gempa didasarkan pada pengamatan terhadap akibat langsung dari gempabumi.
Skala intensitas gempa yang digunakan secara meluas adalah Skala Mercalli yang sudah
disempurnakan, terdiri dari 12 tingkatan (Lihat Tabel 8).

Tabel 8. Skala Mercalli yang Sudah Disempurnakan


Intensitas Gejala-gejala yang diakibatkan
I Tidak terasa, hanya oleh alat peka seperti seismograf
II Dirasakan oleh orang yang tidur, terutama yang tidur di lantai
III Dirasakan dalam rumah, tetapi tidak tahu kalau asalnya dari gempa. Getarannya seperti
truk ringan yang lewat.
IV Terasa dalam rumah seperti truk berat lewat, benda-benda yang digantung bergoyang,
pintu dan jendela gemertak.
V Orang tidur terbangun, orang diluar rumah sudah merasakan, daun pintu bergoyang, benda
yang digantung kurang baik jatuh
VI Terasa oleh semua orang, yang berjalan kaki jalannya tidak stabil, benda-benda yang
digantung berjatuhan.
VII Dirasakan oleh sopir, orang sulit berdiri tegak, tembok rumah runtuh.
VIII Sulit mengemudikan mobil, cabang pohon patah, rumah yang fondasinya kurang kuat
dapat runtuh.
IX Kepanikan umum, tembok-tembok rumah runtuh, rumah tembok yang kuat mengalami
kerusakan berat, pipa bawah tanah pecah.
X Bangunan beton rusak, bendungan hancur, air danau bergolak.
XI Pipa-pipa bawah tanah rusak, banyak jembatan hancur, rel KA bengkok.
XII Kerusakan total, batuan retak-retak, benda-benda terlempar ke udara.
Sumber: Stokes, 1978.
Magnitudo gempa adalah ukuran gempa yang didasarkan pada besarnya energi yang
dilepaskan ketika terjadi gempa. Skala magnitudo gempa yang sangat terkenal dan digunakan
meluas adalah Skala Richter. Skala tersebut dibuat oleh Charles F. Richter tahun 1935
dengan menggunakan seismograf Wood- Anderson sebagai standar dalam pengukuran
magnitudo. Mula-mula Richter membandingkan amplitudo maksimum (A) pada seismogram
yang tercatat pada jarak 100 km dari pusat gempa, dengan amplitudo ideal (A0). M = log
A/A0.
Karena gempabumi tidak hanya tercatat pada tempat berjarak 100 km dari pusat gempa, maka
dibuatlah rumus lain untuk menentukan besarnya magnitudo gempa pada jarak tertentu: M =
log A/A0 + log ∆ - 3,37 (∆ = geocentric distance, sudut antara garis dari stasion ke
episentrum gempa dan garis dari stasion ke inti bumi). Bila menggunakan seismograf lain
maka perlu dikoreksi untuk mengubah amplitudo yang ekivalen dengan amplitudo seismograf
Wood – Anderson.
Besarnya energi yang dilepaskan dihitung dengan menggunakan rumus yang dibuat Richter
dan Gutenberg: log E = K + 1,5 M (E = energi yang dilepaskan; K = konstanta, besarnya
berkisar 9 – 12; M = Magnitudo gempa). Dari rumus tersebut diketahui bahwa besarnya
energi yang dilepaskan hampir 32 kali lebih besar setiap naik 1 skala pada skala Richter, dan
amplitudo lebih besar 10 kali. Jadi gempa yang berkekuatan 6 pada Skala Richter tidak dapat
dikatakan dua kali lebih besar dari gempa berkekuatan 3 pada Skala Richter.
Skalanya tidak mempunyai batas atas dan bawah sehingga dapat mencatat gempa yang sangat
lemah atau sangat kuat. Meskipun tidak ada batas atasnya, namun gempa terbesar yang
pernah tercatat adalah gempa Alaska tahun 1964 sebesar 9,2 pada skala Richter. Gempa yang
berkekuatan 7 ke atas sudah tergolong gempa kuat, sedang yang kurang dari 2 tergolong
lemah. Gempa hebat yang magnitudonya lebih atau sama dengan 8 hanya terjadi sekitar 1
kali dalam 5 – 10 tahun, sedang gempa lemah yang tidak terasa oleh manusia sekitar 800.000
kali dalam setahun. Kerusakan yang diakibatkan gempa mulai pada magnitudo 5 ke atas dan
semakin bertambah menurut bertambahnya magnitudo gempa.
Untuk mengetahui magnitudo gempa, perlu diketahui amplitudo gempa dan jarak atau selisih
waktu antara gelombang primer dan gelombang sekunder, kemudian dimasukkan kedalam
gambar yang menghubungkan antara skala jarak / selisih waktu gelombang primer dan
sekunder serta skala amplitudo gempa. Di perpotongan garis tersebut dengan skala magnitudo
gempa itulah kekuatan gempa. Perhatikan Gambar 6. 6.

Alat pencatat gempa disebut seismograf, dipasang pada batuan agar ikut bergerak kalau
terjadi gempa. Pada alat seismograf ada tabung berputar yang dilapisi kertas grafik,
dihubungkan dengan pena yang tidak bergerak. Dengan demikian kalau tidak ada gempa
maka goresan pena pada kertas berupa garis lurus, tetapi bila terjadi gempa maka tabung
bergerak menghasilkan goresan zigzag pada kertas yang disebut seismogram. Perhatikan
Gambar 6. 7.
Gambar 6. 7. A. Seismograf dalam keadaan istirahat. B. Pencatatan getaran pada waktu
terjadi gerak batuan ke atas. C. Pada waktu batuan bergerak ke bawah.

D. Agihan Gempabumi
Pusat-pusat gempa di dunia cenderung terletak pada perbatasan lempeng-lempeng litosfer
karena di tempat-tempat itulah terjadi pergeseran kerak bumi, terutama tipe perbatasan
convergent. Gempa-gempa besar dan paling sering terjadi umumnya mengelompok dalam
dua jalur yaitu daerah Sirkum Pasifik (Chili, Amerika Tengah, California, Kepulauan
Alleuton, Jepang, Filipina, Indonesia, Selandia Baru) dan daerah Sirkum Mediteran ( Afrika
Utara, Spanyol, Italia, Yugoslavia, Yunani, Turki, Iran, India Utara, Thailand, Malaysia,
Indonesia). Di Sirkum Pasifik sendiri meliputi 80 - 90% dari seluruh gempabumi di dunia.
Daerah gempa lainnya berkaitan dengan Mid-oceanic Ridge yang merupakan tipe batas
lempeng divergent. Umumnya gempa di batas lempeng divergent tergolong gempa dangkal,
sedang di batas lempeng convergent dijumpai gempa dangkal, sedang dan dalam karena pada
tipe perbatasan convergent salah satu lempeng menunjam ke dalam.
E. Peramalan dan Proteksi Terhadap Bahaya Gempabumi
Smpai sekarang orang belum mampu meramalkan gempabumi secara tepat. Kita bangga para
akhli telah mampu menentukan daerah-daerah gempabumi, namun ramalan kapan akan
terjadi gempabumi, di mana pusatnya serta berapa kekuatan gempa yang akan terjadi belum
dapat diramalkan secara tepat. Petunjuk-petunjuk yang dapat digunakan meramalkan
terjadinya gempabumi antara lain:
• Penelitian Triangulasi: jaringan titik-titik di sekitar daeraah rawan gempa diteliti secara
periodik untuk mengetahui pola gerak batuan kerak bumi.
• Pengukuran kemiringan: lereng permukaan bumi di sekitar daerah rawan gempa-bumi
secara terus-menerus diukur dengan tiltmeter agar diketahui bila ada perubahan kemiringan,
sebab biasanya gempabumi didahului oleh perubahan kemiringan secara menyolok akibat
terjadi patahan di bawah tanah.
• Mencatat gempa-gempa kecil: penelitian mengenai gempa mikro berukuran < 1 pada Skala
Richter sangat penting sebab gempa besar biasanya didahului oleh gempa mikro yang makin
lama makin besar frekuensinya.
• Pengukuran ketinggian permukaan air tanah: di daerah patahan, pengukuran ketinggian
permukaan air tanah sangat penting karena ketika terjadi patahan dalam kerak bumi air tanah
akan tersedot sehingga terjadi penurunan permukaan air tanah secara tiba-tiba, bahkan sumur-
sumur menjadi kering tiba-tiba.
• Pengukuran strain batuan: pengukuran strain batuan akan menunjukkan gerak-gerak kerak
bumi di mana gerak kerak bumi dapat menghasilkan patahan dan selanjutnya menyebabkan
terjadinya gempabumi. Biasanya terjadi pemendekan sebelum terjadi gempabumi.
• Perubahan medan magnet bumi: pengukuran kemagnetan bumi juga penting sebab
perenggangan batuan akan menyebabkan pembelokan medan magnet bumi.
• Tabiat binatang: binatang-binatang yang berada di sekitar daerah yang mengalami
gempabumi menunjukkan tabiat kurang tenang karena telah merasakan getaran awal
gempabumi.
Beberapa kemajuan yang telah dicapai negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Uni
Soviet dan Jepang dalam hal peramalan gempabumi antara lain: Robert Wallace dari US
Geological Survey National Center of Earthquake Research mengemukakan hasil
penelitiannnya di sepanjang patahan San Andreas bahwa gempa berskala 6 pada Skala
Richter terjadi setriap 5 tahun, 7 pada Skala Richter setiap 17 tahun dan 8 pada Skala Richter
terjadi sekitar 100 tahun sekali. Akhli-akhli Jepang berhasil meramalkan gempabumi yang
terjadi di Matshushiro di mana gempa besar didahului oleh gempa-gempa kecil di daerah
episentrum beberapa bulan sebelumnya. Akhli-akhli seismologi Uni Soviet melihat bahwa
strain batuan di daerah patahan mengalami perubahan beberapa bulan sebelum terjadi
gempabumi.
Dari hasil yang sudah dicapai dalam meramalkan terjadinya gempa seperti di atas, nampak
bahwa masih sulit dimanfatkan sebagi dasar untuk menghindari bahaya gempa. Bahaya dn
kerugian yang ditimbulkan oleh peramalan gempa yang terlalu berani terletak pada dampak
ekonomi dan psikologisnya.
Bahaya utama gempa bumi berasal dari runtuhan bangunan, korsluiting yang menimbulkan
kebakaran, longsor dan gelombang tsunami. Untuk memperkecil bahaya gempabumi maka
bangunan gedung hendaknya mempertimbangkan kondisi geologis daerah. Fondasi bangunan
idealnya diletakkan pada batuan dasar, jangan membangun di atas tanah yang lunak, lereng
curam dan tanah bekas timbunan. Jembatan dan bangunan bertingkat hendaknya
menggunakan konstruksi khusus yang dapat meredam goncangan gempabumi.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh pada saat terjadi gempa agar terhindar dari bahaya
gempabumi antara lain:
1. Segera keluar rumah/bangunan dan mencari tempat aman seperti lapangan. Bila tidak
sempat keluar rumah, usahakan berlindung di bawah kolong meja, di samping tempat tidur
dan semacamnya.
2. Segera matikan listrik dan kompor agar tidak terjadi korsluiting yang dapat menimbulkan
kebakaran.
3. Bila berada di luar rumah, hindari berada di lereng curam atau kaki lereng agar terhindar
bila terjadi longsor.
4. Bila sedang mengemudi, hentikan kendaraan di tempat yang aman.
5. Bila sedang berenang, segera keluar dari kolam.
6. Di daerah pantai, gelombang tsunami merupakan bahaya besar karena kadang-kadang air
laut tiba-tiba turun sehingga banyak ikan yang tergeletak, menarik perhatin untuk
mengumpulkan ikan, tetapi sesaat kemudian akan datang gelombang besar. Oleh karena itu
jangan tergiur oleh ikan bila terjadi penurunan air laut secara tiba-tiba.
===JPB===

BAB VII. VULKANISME

Vulkanisme berasal dari kata Vulcanus, dewa api bangsa Yunani yang konon tinggal di danau
kawah Vulkano di Kepulauan Lipari, lepas pantai Italia. Istilah vulkanisme mengandung
pengertian transport magma dari dalam ke permukaan bumi. Vulkanisme adalah proses alam
yang berhubungan dengan kegiatan kegunungapian, mulai dari asal-usul pembentukan
magma di dalam bumi hingga kemunculannya di permukaan bumi dalam berbagai bentuk dan
kegiatannya.
Magma yang keluar ke permukaan bumi tidak hanya melalui gunungapi, melainkan juga
melalui retakan dalam kerak bumi, bahkan lebih banyak magma yang mencapai permukaan
bumi melalui retakan. Erupsi yang melalui retakan dalam kerak bumi disebut erupsi celah,
sedang yang melalui gunungapi disebut erupsi puncak. Jadi kurang tepat kalau vulkanisme
disebut kegiatan gunungapi atau letusan gunungapi.
Magma tidak lain dari batuan penyusun kerak bumi yang lebur karena temperatur tinggi.
Masih ingat pembahasan teori tektonik lempeng, khususnya lempeng yang saling bertabrakan
dimana salah satu lempeng akan menunjam masuk ke lapisan dalam? Pada kedalaman 50 –
100 km sebagian dari batuan penyusunnya sudah mulai lebur dan naik ke atas melalui
retakan-retakan/patahan yang terjadi akibat tabrakan. Inilah sumber utama magma yang
membangun gunung-gunungapi di atas permukaan bumi. Gunungapi yang terletak di tengah
samudera, sumber magmanya dari lapisan astenosfer yang menyusup keluar lewat retakan
akibat gerak lempeng yang berpisah atau ke arah berlawanan.
Gunungapi aktif belum ada keseragaman pemahaman diantara para ahli gunungapi. Jepang
dan Selandia Baru menganggap gunungapi aktif adalah gunungapi yang meletus kurang dari
50.000 tahun yang lalu, yang meletus antara 50.000 – 100.000 tahun yang lalu mempunyai
potensi aktif kembali, sedang gunungapi yang kegiatannya lebih dari 100.000 tahun yang lalu
dianggap sudah mati. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi menyatakan
bahwa gunungapi aktif adalah semua gunungapi yang pernah meletus sejak tahun 1600,
sedang gunungapi yang tidak pernah meletus sejak tahun 1600 tetapi masih memperlihatkan
kenampakan vulkanisme, serta daerah yang bentuk gunungapinya tidak jelas tetapi masih
dijumpai lapangan solfatara dan fumarola serta kenampakan panas bumi lainnya disebut
gunungapi istirahat. Salah satu contoh adalah kawasan gunungapi yang sebelumnya
dipandang sudah tidak aktif setelah beristirahat selama 14.500 tahun, tiba-tiba meletus pada
tahun 1987 – 1989 adalah G. Anak Ranaka di Flores. Di Filipina, Mt. Pinatubo yang
sebelumnya dianggap bukan gunungapi aktif, ternyata meletus hebat pada tahun 1991.
Pembagian lebih lanjut gunungapi aktif di Indonesia menurut Neumann van Padang (1951):
1. Tipe A, yaitu kegiatannya sejak tahun 1600, antara lain Merapi, Krakatau, Kelud.
2. Tipe B, yaitu yang kegiatannya sebelum tahun 1600, antara lain Lawu dan Ungaran.
3. Tipe C, yaitu yang merupakan lapangan panas bumi, yaitu munculnya gas-gas gunungapi,
mata air panas, bualan lumpur panas, lapangan alterasi hidrotermal dan lain-lain. Contohnya
adalah Kamojang, Wilis.
A. Sebaran Geografi Gunungapi
Jumlah seluruh gunungapi di dunia 1526 buah. Simkin dan Siebert (1994) mengelompokkan
menjadi 19 wilayah sebaran gunungapi (Lihat Tabel 9), terbanyak terletak di wilayah
Amerika Latin sebanyak 202 buah dengan gunungapi tertinggi yaitu G. Cotopaxi (5911 m),
kemudian Kepulauan Kuril, Kamchatka dan Rusia sebanyak 192 selanjutnya Indonesia dan
Andaman menempati urutan ketiga sebanyak 141 buah dibawah.
Tabel 9. Daftar Sembilanbelas Wilayah sebaran gunungapi
menurut Simkin dan Siebert (1994)
No Lokasi Jumlah No. Lokasi Jumlah
01 Eropa – Peg. Kaukasus 43 11 Alaska, Kep Aleutian 93
02 Afrika, Laut Merah 136 12 Kanada, A.S Bag. barat 93
03 Timur Tengah, L.Hindia 49 13 Hawaii, Lautan Pasifik 24
04 Selandia Baru, Fiji 47 14 Meksiko, Am. Tengah 109
05 Melanesia, Australia 86 15 Amerika Selatan 202
06 Indonesia, Kep Andaman 141 16 India Barat 17
07 Filipina, Asia Tenggara 64 17 Eslandia, L. Arktik 35
08 Jepang, Taiwan, Mariana 131 18 Lautan Atlantik 35
09 Kep Kuril, Kamchatka, Rusia 192 19 Antarktika, Kep. Sandwich 31

Di Indonesia, jumlah dan sebaran gunungapi aktif menurut Neumann van Padang (1951)
adalah 128 buah. Tetapi berdasarkan pemeriksaan kembali oleh Tjia dkk (1980), G. Umsini
di Papua bukan merupakan gunungapi aktif, namun dengan meletusnya G. Anak Ranakah
pada tahun 1986 di Flores Barat, jumlahnya kembali 128 buah. Gunungapi tersebut menyebar
dalam 4 busur gunungapi, yaitu:
1. Busur gunungapi Sunda, mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara.
2. Busur gunungapi Banda, kelompok gunungapi di Kepulauan Banda.
3. Busur gunungapi Halmahera, kelompok gunungapi di Halmahera dan Maluku Utara.
4. Busur gunungapi Sulawesi Utara – Sangihe, dari Minahasa, Sangihe, Talaud.

B. Bentuk-Bentuk Gunungapi
Kalau kita amati gunungapi yang ada di dunia, bentuknya ada tiga macam yaitu berbentuk
kerucut, berbentuk perisai dan berbentuk lubang besar sisa letusan hebat. Bentuk gunungapi
tersebut erat kaitannya dengan materi yang dikeluarkan atau sifat magmanya.
1). Gunungapi kerucut, bentuknya seperti kerucut, makin runcing ke puncak. Gunungapi ini
dibangun oleh letusan gunungapi yang terutama memuntahkan bahan-bahan padat karena
magmanya asam, sehingga ketika jatuh kembali ke bumi akan diendapkan berbentuk kerucut
dengan kemiringan sekitar 10-350. Kalau materi yang dikeluarkan berganti-ganti bahan padat
dan lava cair maka bentuknya seperti kerucut juga tetapi berlapis-lapis, bergantian bahan
padat dan lava. Gunungapi semacam ini disebut gunungapi strato. Kebanyakan gunungapi di
Indonesia tergolong gunungapi strato. Perhatikan Gambar 7. 1.

Gambar 7. 1. Gunung Fuji, Jepang, berbentuk kerucut


Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

2). Gunungapi perisai, bentuknya seperti perisai/tameng, tingginya tidak seberapa dibanding
diameter alasnya dan lerengnya landai. Dibentuk oleh letusan gunungapi yang terutama
mengeluarkan lava yang mengalir karena magmanya basa sehingga setelah mencapai
permukaan bumi mengalir ke segala arah membentuk lereng landai (2-100). Contoh
gunungapi perisai adalah gunung-gunung di Kepulauan Hawaii seperti Mauna Loa, Mauna
Kea, Kilauea dan sebagainya. Lihat Gambar 7. 2.

Gambar 7. 2. G. Mauna Kea,


Hawaii, merupakan contoh vulkan berbentuk perisai
Sumber: Wicander, Reed, Monroe, James S, 2002.

3) Gunungapi Maar (Ranu), berbentuk lobang besar bekas letusan dahsyat pada masa silam.
Semula magmanya sangat asam dengan tekanan gas sangat tinggi sehingga letusannya hebat,
menghempaskan sebagian besar tubuh gunungapi dan menyisakan lobang besar bekas
letusan.

C. Materi Letusan Gunungapi


Kalau terjadi letusan gunungapi maka ada material yang dikeluarkan berwujud cair yang
dikenal dengan nama lava, ada material padat yang disebut piroklastik dan ada gas. Lava
yang mengalir keluar (gambar 7.3), merupakan magma yang mencapai permukaan bumi.
Kalau lava banyak mengandung gas dan cepat membeku, maka akan menghasilkan batuan
beku yang berongga-rongga karena gasnya terperangkap didalam, dan dikenal dengan nama
batu apung (gambar 7.4)
Bahaya letusan gunungapi yang di puncaknya terdapat danau kawah seperti G. Kelud adalah
dapat menyebabkan banjir lahar. Ada dua macam lahar berdasarkan sifatnya, yaitu lahar
panas dan lahar dingin. Lahar panas adalah aliran lumpur hasil letusan gunungapi yang
bercampur dengan air danau kawah, biasanya pada saat terjadi letusan. Lahar panas sangat
berbahaya bagi penduduk yang tinggal di lereng-lereng gunung. Apabila lahar yang mengalir
sifatnya dingin karena endapan vulkanik di lereng-lereng gunung terbawa oleh air hujan yang
turun di puncak gunung, maka disebut lahar dingin. Biasanya lahar dingin terjadi beberapa
waktu (kadang-kadang berbulan-bulan) setelah letusan gunungapi berhenti.

Gambar 7. 3. Aliran lava

Gambar 7. 4. Pumice (batuapung)


Bahan-bahan padat yang dihempaskan letusan gunungapi disebut piroklastis. Abu vulkanik
yang bertumpuk-tumpuk mengeras dikenal dengan nama tuff vulkanik. Batuan hasil letusan
gunungapi kalau sudah melapuk, menjadi tanah yang subur karena banyak mengandung
mineral yang dibutuhkan tanaman. Berdasarkan ukuran bahan padat tersebut dikenal sebagai
bom yaitu bongkahan batuan berukuran lebih dari 64 mm, lapilli yang berukuran 2 - 64 mm,
pasir bila berukuran 0,05 – 2 mm dan abu vulkanik bila berukuran 0,002 – 0,05 mm.(gambar
7.5). Kalau proses pendinginannya sangat cepat, sehingga tidak mengkristal sama sekali
maka akan membentuk gelas vulkan atau obsidian (gambar 7.6).

AB
Gambar 7. 5. A. Gambar Bom B. Bom, Lapilli dan abu vulkanis

Gambar 7. 6. Obsidian

Gas yang dikeluarkan letusan gunungapi bermacam-macam, antara lain uap air, hidrogen,
khlor, belerang, nitrogen, karbon dioksida dan monoksida, metan. Gas yang dikeluarkan tidak
melalui kawah gunungapi saja, tetapi juga dari lubang-lubang pada lereng dan kaki
gunungapi. Tempat yang terutama mengeluarkan gas berupa uap air disebut fumarola, yang
mengeluarkan gas belerang disebut solfatara dan yang mengeluarkan gas asam arang disebut
movet.
D. Macam-macam Erupsi
Erupsi atau letusan gunungapi terjadi apabila tenaga gas dari dapur magma mampu
mendobrak batuan penyusun kerak bumi. Biasanya setelah letusan akan meninggalkan lubang
berbentuk mangkok di tempat keluarnya magma yang disebut kawah (crater). Ukurannya
bermacam-macam, dari beberapa meter sampai 0,8 km dan dapat meluas karena tepinya
mengalami longsor atau terkikis gas.
Istilah kaldera digunakan untuk depresi yang luas di puncak gunungapi, dikelilingi dinding
terjal. Diameternya dapat mencapai 11 km (Santorini, Yunani). Kaldera Tengger berdiameter
7 km dengan kedalaman 300 km (Caldera rim). Nama kaldera berasal dari depresi luas
bernama La Caldera di Kepulauan Kanari yang diameternya 5 km dan dikelilingi cliff
setinggi 1 km. Terbentuknya kaldera karena letusan hebat yang menghempaskan sebagian
tubuh gunungapi, dapur magma bagian atas kosong sehingga ambles membentuk depresi
yang luas. Terbentuknya kaldera dapat dilihat dalam Gambar 7. 7.

Keeksplosifan erupsi vulkan tergantung pada kedalaman dapur magma dan sifat magma.
Kedalaman dapur magma berkaitan dengan volume gas di dalam dapur magma. Makin dalam
dapur magma makin besar volume gasnya dan semakin besar tenaganya, sehingga semakin
eksplosif letusannya. Sifat magma berkaitan dengan kekentalan magma, makin asam magma
makin kental dan semakin eksplosif.
Berdasarkan bentuk dan lokasi kepundan tempat keluarnya magma, erupsi dapat dibedakan
atas erupsi celah dan erupsi puncak.
1). Erupsi Celah (Fissure Eruption), adalah erupsi yang tidak melalui lubang kepundan
gunungapi melainkan mengalir keluar melalui retakan-retakan batuan. Dengan demikian sifat
letusannya effusif. Lebih banyak magma yang sampai di permukaan bumi melalui retakan-
retakan batuan dibanding melalui pipa kepundan gunungapi. Hampir 2,6x106 km2
permukaan daratan tertutup dengan lava yang keluar lewat erupsi celah. Plato Dekan di India,
tertutup lava yang tebalnya rata-rata 667 meter, paling tebal 3.000 meter dan menutupi daerah
seluas 5x105 km2. Plato Columbia di Amerika Serikat, tertutup lava basal setebal 100 m dan
seluas 130.000 km2. Jarak aliran lava dari tempat keluarnya ada yang lebih dari 60 km. Laki
di Islandia Selatan, juga tertutup dengan lava basal yang mengalir dari dalam melalui celah
sepanjang 32 km, dan pada tahun 1783 selama 2 bulan mencurahkan lava basal sekitar 12
km3.
2). Erupsi Puncak (Summit Eruption), adalah erupsi yang melalui pipa kepundan gunungapi.
Tidak seperti erupsi celah yang berlangsung lama, erupsi puncak berlangsung dalam waktu
yang pendek. Bila magmanya bersifat asam, kadang-kadang pipa kepundan tersumbat oleh
magma yang membeku. Sumbat tersebut dikenal dengan nama sumbat lava (lava plug),
menjadi penghalang keluarnya magma. Gas-gas yang menyertai magma berkumpul semakin
banyak, dan bila sudah cukup kuat untuk mendobrak ke atas maka terjadilah erupsi
berikutnya. Sering pula sumbat tersebut terlalu kuat sehingga magma mencari jalan lain,
menerobos batuan yang lebih lemah dan terbentuklah kawah baru.
Klasifikasi lain, didasarkan pada penyebab erupsi sebagai berikut:
1). Erupsi Magma (Magmatic eruption), yaitu erupsi yang dihasilkan oleh dobrakan tekanan
gas yang berasal dari dapur magma.
2). Erupsi Hidro (Hidroeruption), yaitu erupsi yang dihasilkan oleh tekanan uap yang berasal
dari pemanasan air di luar magma.
3). Erupsi Preatik (Preatic eruption), yaitu erupsi yang dihasilkan oleh tekanan uap dari air
tanah yang mengalami pemanasan magma.
4). Erupsi Preato-magmatik (Hydromagmatic eruption), yaitu gabungan erupsi magma dan
erupsi preatik.
E. Tipe-Tipe Erupsi
Berdasarkan ciri-ciri letusan gunungapi di dunia para ahli membagi letusan gunungapi
tersebut kedalam 5 tipe:
1). Tipe Islandia (Islandic Type), mempunyai ciri erupsi sangat lemah, magma sangat cair
yang mengalir ke permukaan bumi melalui satu saluran, kemudian menyebar di permukaan
bumi membentuk lapisan-lapisan lava. Erupsi biasanya berlangsung berbulan-bulan dan pada
erupsi berikutnya saluran seringkali bergeser tempat. Contoh: di daerah Laki, Islandia
Selatan.
2). Tipe Hawaii (Hawaiian Type), erupsinya juga lemah, magma meleleh keluar karena
magma cair dan tekanan gasnya rendah, namun erupsinya berlangsung lama. Contohnya
adalah Mauna Loa, Mauna Kea dan Kilauea di Hawaii.
3). Tipe Stromboli (Strombolian Type), erupsinya tidak terlalu eksplosif, magmanya agak
cair, tekanan gas sedang dan dapur magma agak dalam. Selain mengeluarkan lava, juga
bahan-bahan piroklastis sehingga membentuk kerucut campuran. Contohnya adalah G.
Stromboli di sebelah utara pulau Sisilia dan G. Etna di pulau Sisilia.
4). Tipe Vulkano (Volcanian Type), erupsinya lebih eksplosif dengan magma yang agak cair,
tekanan gas sedang dan dapur magma agak dalam. Tipe ini ditandai awan debu yang
membumbung tinggi seperti kembang kol. Yang lebih kuat karena tekanan gasnya lebih
tinggi dan dapur magmanya lebih dalam adalah Cerro Negro di Nicaragua. Letusannya tahun
1971 menghasilkan awan debu setinggi 6 km. Tipe yang lebih kuat dalam kelompok ini
adalah Mt. Vesuvius di pantai Teluk Napel, Italia. Tekanan gasnya amat tinggi dan dapur
magmanya amat dalam. Sering disebut Tipe Perret, sesuai dengan nama ahli vulkanologi
Amerika Serikat yang meneliti gunung tersebut. Letusannya yang terdahsyat terjadi tahun 79
menghancurkan kota Pompeii dengan awan dan gas panas, membinasakan 16.000 orang dan
mengubur kota tersebut 4,5 – 7,5 meter, meskipun terletak 10 km dari lubang kepundan G.
Vesuvius. Hujan yang jatuh di lereng gunung tersebut menghasilkan aliran lumpur melalui
sungai-sungai sampai ke kota Herculanum yang sudah berada di luar daerah abu vulkanik dan
masih mencapai tebal 19,5 meter.
5). Tipe Pele (Pelean Type), erupsinya sangat kuat karena magma sangat kental, tekanan
gasnya tinggi dan dapur magma dalam. Tahun 1902 G. Pele yang terletak di Kep. Martinique
(L. Karibia) meletus menghasilkan awan pijar (nuee ardente, bahasa Perancis yang berarti
glowing cloud) dengan temperatur sekitar 7000 C yang menuruni lereng dengan kecepatan 3
km/menit, sehingga dalam watu 1 menit saja membinasakan 30.000 penduduk kota St Pierre
yang terletak di kaki gunung tersebut. Hanya satu orang yang selamat karena dipenjarakan di
kamar bawah tanah. Dia terkurung selama 4 hari sampai regu penolong mendengar suaranya
meminta tolong. Termasuk dalam tipe ini adalah G. Krakatau yang letusannya tahun 1883
menghasilkan gelombang laut setinggi 30 meter, memuntahkan abu setinggi 80 km sehingga
3 hari lamanya gelap dan selama setahun hanya 80% radiasi matahari yang sampai di
permukaan bumi. Letusannya terdengar di Australia yang berjarak 2.000 km. Jumlah korban
diperkirakan 36.000 orang terutama oleh gelombang tsunami yang menghem-paskan perahu
sejauh 3 km ke daratan. Sedikit lebih lemah dalam tipe ini adalah G. Kelud dengan tekanan
gas sedang dan dapur magma agak dalam. Ciri khas letusan G. Kelud adalah aliran lahar
panas karena di puncaknya terdapat kawah. Letusannya tahun 1919 menelan korban sekitar
5.000 orang, terutama karena arus lumpur panas (lahar panas) yang menuruni lereng dengan
cepat. Untuk mengurangi bahaya yang ditimbulkan oleh lahar panas tersebut maka para ahli
membuat terowongan sebanyak 7 buah sebelum Perang Dunia II, mengurangi isi danau
kawah dari 38 juta m3 menjadi 1,8 juta m3. Tetapi letusan tahun 1951 menyebabkan
terowongan tersebut hancur total. Kemudian pemerintah membangun lagi, namun setiap kali
meletus mengalami kerusakan lagi. Tipe lebih lemah adalah G. Merapi dengan tekanan gas
rendah dan dapur magma dangkal. Ciri khas G. Merapi adalah terbentuknya sumbat lava di
puncaknya. Letusannya tahun 1930 berlangsung selama 2 hari paroksisma (puncak ledakan),
memuntahkan sumbat lava dan membinasakan 1.369 orang terutama dari awan panas (yang
disebut masyarakat sekitar wedus gembel) dan ladu atau batu-batu pijar yang menuruni
lereng.
Pembagian lain, Professor Escher membagi tipe erupsi menjadi 8 macam berdasarkan sifat
lava, tekanan gas dan kedalaman dapur magma. Perhatikan gambar 7.8 berikut, uraian setiap
tipe sama saja dengan yang telah dikemukakan di atas.

Gambar. 7. 8. Tipe-Tipe Erupsi Vulkan menurut Prof. Escher

F. Ramalan Erupsi Vulkan


Pada dasarnya aktivitas magma di dalam perut bumi sangat sulit diketahui. Orang hanya
dapat mengamati dan mengukur beberapa gejala di permukaan bumi. Meskipun demikian
orang berusaha mengetahui kapan suatu gunungapi akan meletus dan bagaimana sifat
letusannya sehingga dapat memperkecil bahaya yang ditimbulkan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya gejala-gejala yang mendahului suatu erupsi vulkan. Para akhli Vulkanologi
mengamati, mencatat dan menganalisis gejala-gejala tersebut, mulai membuat prognose
kemudian dilanjutkan dengan diagnose atau penentuan lebih detail kapan dan bagaimana sifat
erupsi yang akan terjadi. Gejala-gejala yang biasanya dijadikan petunjuk untuk meramalkan
erupsi vulkan adalah:
a. Gempabumi di sekitar vulkan. Biasanya sebelum terjadi erupsi didahului oleh suatu getaran
gempa yang dihasilkan oleh gerakan magma yang mendesak ke permukaan bumi. Dengan
catatan seismogram pada alat seismograf para akhli mengkonstantir apakah akibat dari
aktivitas vulkanisme atau dari sumber lain.
b. Pembumbungan (Swelling). Gejala ini kadang-kadang dijumpai sebelum terjadi erupsi
vulkan dimana gunung bertambah tinggi. Kalau terjadi pembumbungan vulkan, dapat
dijadikan salah satu petunjuk adanya aktivitas magma yang mendorong ke permukaan bumi.
c. Perubahan temperatur. Temperatur udara di sekitar gunungapi yang akan meletus biasanya
naik. Demikian juga suhu air danau kawah dan sumber air panas meningkat. Sayangnya
temperatur kritik pada saat akan terjadi letusan belum diketahui.
d. Perubahan komposisi gas. Umumnya di sumber-sumber keluarnya gas terjadi perubahan
komposisi gas karena hadirnya gas-gas baru yang berasal dari magma, menandakan adanya
gejolak mgma.
e. Komposisi lava dan abu vulkanik. Penelitian di laboratorium terhadap lava dan abu
vulkanik yang dikeluarkan vulkan dapat menuntun kd arah peramalan kekuatan letusan.
Khususnya yang berhubungan dengan SiO2, bila kandungannya tinggi berarti magmanya
bersifat asam sehingga kemungkinan letusannya akan hebat.
f. Perubahan medan magnet bumi. Di sekitar vulkan yang akan meletus umumnya terjadi
perubahan medan magnet bumi akibat pengaruh panas dari magma. Hal tersebut dapat
membantu meramalkan erupsi vulkan.
g. Sejarah letusan atau siklus letusan. Catatan letusan suatu vulkan pada masa silam dapat
membantu meramalkan erupsi vulkan walaupun tentunya sangat kasar. Beberapa vulkan
menunjukkan kecenderungan letusan dalam suatu periode tertentu. Sebagai contoh, siklus
letusan gunung Kelud rata-rata 18 tahun tetapi tersingkat hanya 8 tahun dan terlama 30 tahun.
Jadi rangenya terlalu besar.

===JPB===

BAB VIII. STRATIGRAFI

Stratigrafi adalah susunan lapisan sedimen dari waktu ke waktu. Perlapisan batuan sedimen
mengandung makna penting dalam menentukan umur relatif batuan dan lingkungan
pengendapan dalam hubungan ruang dan waktu. Jadi lapisan-lapisan batuan sedimen
mengandung catatan kejadian penting pada masa silam seperti iklim, jenis organisme yang
hidup, lingkungan tempat terbentuknya batuan tersebut, kapan batuan tersebut terbentuk dan
sebagainya.

A. Prinsip-Prinsip Stratigrafi
Steno mengemukakan tiga prinsip stratigrafi yaitu prinsip kemendataran awal, superposisi
dan kesinambungan menyamping.
a. Prinsip kemendataran awal (The law of original horizontality), menjelaskan bahwa proses
pengendapan bahan sedimen pada awalnya mendatar, kecuali sedimen kasar di lingkungan
pengendapan non marin sering membentuk sudut 300 menurut sudut hentinya (angle of
repose), misalnya pada kipas aluvial, endapan rombakan batuan (talus scree), endapan
vulkanik di lereng gunungapi.
b. Prinsip superposisi (The law of superposition), menjelaskan bahwa dalam suatu
pengendapan yang berlapis-lapis, lapisan bawah yang diendapkan lebih awal dan berumur
lebih tua daripada lapisan-lapisan di atasnya. Prinsip ini hanya berlaku apabila lapisan-lapisan
tersebut belum mengalami gangguan misalnya mengalami pelipatan rebah.
c. Prinsip kesinambungan menyamping (The law of lateral continuety), menjelaskan bahwa
perlapisan batuan sedimen menerus melintasi ledok pengendapan, tidak diendapkan di satu
tempat saja secara vertikal. Oleh karena itu dalam suatu lingkungan pengendapan, suatu
lapisan masih dapat diketemukan lanjutannya ke samping.
Ciri batuan sedimen adalah berlapis-lapis, pipih berbentuk lempengan. Penyebab perlapisan
kadang-kadang mudah ditafsirkan namun ada pula yang sulit diketahui penyebabnya. Pada
batuan sedimen klastik, penyebab perlapisan batuan adalah:
1. Perubahan iklim, yang berpengaruh pada banyak sedikitnya bahan sedimen yang
diendapkan.
2. Perubahan tinggi muka laut (transgresi dan regresi laut), berpengaruh pada perbedaan
ketinggian antara daerah asal sedimen dengan lingkungan pengendapan.
3. Pengangkatan daerah asal sedimen, berpengaruh pada besar kecilnya erosi, daya angkut
sungai dan sifat batuan yang diendapkan.
4. Pengaruh kimia, misalnya garam-garaman menyebabkan terjadinya pengendapan secara
kimiawi.
5. Perlapisan karena organisme, misalnya pada kurun waktu tertentu lingkungan
memungkinkan hidup organisme diatomeae yang menghasilkan endapan kersik, namun kurun
waktu lain tidak memungkinkan hidupnya organisme diatomeae maka terbentuklah lapisan
yang berbeda.

B. Satuan-satuan stratigrafi
Lapisan batuan sedimen juga perlu diberi nama supaya mudah dibedakan dengan lapisan
batuan lain. Satuan perlapisan batuan terkecil yang masih dapat diamati di lapangan disebut
lapisan (laminae). Lapisan-lapisan yang mempunyai kesamaan tertentu misalnya kesamaan
litologi digabung dan disebut formasi (formation). Suatu formasi dapat pula dibagi kedalam
anak bagian, misalnya formasi tersebut terdiri dari lapisan yang berganti-ganti antara
batupasir – lempung – batu- pasir – lempung maka batupasir dan lempung disebut anggota
(member). Beberapa formasi yang mempunyai persamaan sifat-sifat tertentu digabungkan
menjadi kelompok (group), misalnya beberapa formasi yang terbentuk di lingkungan marin
disebut kelompok marin dan beberapa formasi batuan endapan vulkanik disebut kelompok
vulkanik.
Kelompok, formasi, anggota, biasanya diberi nama menurut tempat diketemukan singkapan
terbaik atau berdasarkan tempat pertama kali diketemukan. Contoh: Formasi Tellisa di
Sumatera Selatan, terutama terdiri dari lapisan-lapisan lempung dan napal, diberi nama sesuai
nama anak sungai Tellisa (di Jambi) tempat diketemukannya singkapan yang bagus. Di
beberapa tempat dalam Formasi Tellisa ini terdapat batu gamping yang menggantikan
sebagian lempung. Batu gamping tersebut diberi nama Member Baturaja sesuai dengan nama
tempat di mana pertama kali diketemukan. Jadi pemberian nama sangat subyektif, namun
kalau sudah diberi nama oleh peneliti terdahulu maka hendaknya jangan membuat nama baru
lagi. Perhatikan contoh stratigrafi di Nias dan Simeulue pada gambar 8. 1.

C. Ketidak selarasan dalam Stratigrafi


Lyell dan ahli geologi lainnya pada abad ke 19 berspekulasi bahwa memungkinkan untuk
menentukan umur mutlak batuan dengan menggunakan catatan stratigrafi. Dia mengatakan
bila seseorang mengukur tingkat sedimentasi di laut, dan mengukur tebal seluruh sedimen,
maka mungkin untuk menghitung berapa lama terjadinya lapisan batuan sedimen tersebut.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan benar dengan mengasumsikan bahwa:
a. Tingkat sedimentasi konstan selama terjadi sedimentasi
b. Diasumsikan bahwa seluruh lapisan konform, yang berarti diendapkan lapisan demi
lapisan tanpa interupsi/gangguan. Jika ada gap/ada yang hilang dalam catatan geologi karena
tererosi atau tidak ada pengendapan maka waktu yang didapatkan dari perhitungan akan
mengalami kesalahan.
Asumsi pertama salah karena dari pengamatan sehari-hari pada masa sekarang berbeda
tingkat sedimentasi dari tempat satu ke tempat lainnya dan dari waktu ke waktu. Asumsi
kedua juga salah karena sedimen dapat hilang secara periodik oleh perubahan lingkungan
seperti perubahan tinggi permukaan laut dan aktivitas tektonik yang memimpin ke terjadinya
erosi dan tidak terjadi pengendapan.
Unkonformitas adalah tidak adanya kesinambungan dalam urutan sedimentasi. Hal itu terjadi
karena perubahan kondisi lingkungan yang menyebabkan tidak terjadinya pengendapan pada
waktu tertentu. Ada tiga jenis unkonformitas yang dijumpai dalam batuan sedimen, yaitu
angular unconformity, disconformity dan nonconformity.

a. Angular Unconformity (Unkonformitas menyudut), berkaitan dengan lapisan yang lebih


tua mengalami deformasi kemudian tererosi sebelum lapisan lebih muda diendapkan di
atasnya. Perhatikan contoh proses terjadinya unkonformitas menyudut dan contoh
kenampakan di lapangan dalam Gambar 8. 2.
b . Disconformity (Diskonformitas), yaitu unkonformitas yang permukaan lapisan tidak
teratur di antara lapisan mendatar yang disebabkan oleh berhentinya sedimentasi dan terjadi
erosi, tetapi tidak ada pemiringan lapisan. Diskonformitas mudah dikenali karena lapisan di
atas dan di bawahnya mendatar. Perhatikan contoh proses terjadinya diskonformitas dan
contoh kenampakan di lapangan dalam Gambar 8. 3.
c. Nonconformity (Nonkonformitas), di mana lapisan sedimen terletak di atas batuan beku
atau batuan metamorf.

Anda mungkin juga menyukai