Anda di halaman 1dari 22

RESUME KEPERAWATAN MATERNITAS

DENGAN MATERI
ABORTUS,ANEMIA.DAN MIOMA UTERI

NAMA : NURFAJRI RAMDHONI


NIM : 181440129

PRODI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG
TAHUN 2020
MENGENALI ABORTUS DAN FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN ABORTUS

Recognize the Abortion And Its Related Factors

Darmawati
Bagian Keilmuan Keperawatan Maternitas dan Anak, PSIK-FK Universitas Syiah
Kuala
Maternity and Pediatric Nursing Department, School of Nursing, Faculty of
Medicine, Syiah Kuala University
E-mail: darmawati_dar@yahoo.com

Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar rahim yaitu
usia kurang dari 20 minggu usia kehamilan dengan berat janin kurang dari 500 gram (Bennett &
Brown, 1997; Enkin, 2000; Wiknjosastro, 2002). Angka abortus sulit ditetapkan, sekitar 15 – 20
% kehamilan yang diketahui secara klinis berakhir menjadi abortus spontan, dan 80 % terjadi
pada trimester pertama dan satu dari tujuh wanita mengalami abortus sekitar
minggu ke-14 usia gestasi (Bennett & Brown, 1997).
Seorang wanita yang mengalami abortus akan memperlihatkan emosi yang sama
seperti wanita yang hamil dan melahirkan, termasuk juga respon depresi postpartum.
Respon wanita yang mengalami aborsi bervariasi tergantung apakah kehamilannya
diinginkan dan direncanakan atau kehamilan akibat perkosaan. Sikap wanita yang
mengalami abortus akan sangat dipengaruhi pada dukungan yang
ditunjukkan oleh teman, keluarga, serta tenaga kesehatan (Bobak, 2005).

Berbagai faktor diduga sebagai penyebab abortus spontan, diantaranya adalah faktor
janin, faktor ibu dan faktor eksternal. Abortus karena faktor janin bisa disebabkan oleh
kelainan kromosom (Farrer, 2001). Faktor ibu seperti usia, paritas, mempunyai riwayat
keguguran sebelumnya, infeksi pada daerah genital, penyakit kronis yang diderita ibu
(hipertensi, anemia, tuberkulosis paru aktif, nefritis dan diabetes yang tidak terkontrol),
bentuk rahim yang kurang sempurna, mioma, gaya hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan
merokok, mengkonsumsi minuman beralkohol, minum kopi, pengguna ganja dan kokain,
minum obat-obatan yang dapat membahayakan kandungan, stress atau ketakutan, hubungan
sek dengan orgasme sewaktu hamil dan kelelahan karena sering bepergian dengan
kendaraan (Cuningham, et al., 2005; Smith, 1998; Wiknjosastro, 2002,). Faktor lingkungan
juga bisa menyebabkan abortus seperti seperti trauma fisik, terkena pengaruh radiasi, polusi,
pestisida, dan berada dalam medan magnet di atas batas normal (Puscheck, 2006 ).

Selain faktor lingkungan, gaya hidup yang tidak sehat seperti minum kopi juga
berakibat terhadap abortus. Wanita yang minum kopi selama hamil beresiko terhadap
abortus dan melahirkan bayi yang meninggal. Semakin banyak minum kopi semakin
meningkatkan resiko kejadian abortus. Wanita yang minum kopi tiga gelas sehari
mempunyai resiko 3% abortus dan kematian bayi, sedangkan wanita yang minum kopi
rata – rata atau lebih dari delapan gelas sehari mempunyai resiko 75 % abortus spontan dan
beresiko
2.7 kali terhadap kematian janin (Edry, 2000).

Selain kopi, wanita yang menggunakan ganja juga beresiko terhadap abortus.
Penelitian yang dilakukan oleh Baines (2005) mengatakan bahwa embrio yang terpapar zat
tetrahydrocannabinol (THC) yang berada dalam ganja akan mengalami kegagalan dalam
berimplantasi sehingga mengakibatkan keguguran.
Sekitar 30% kehamilan akan mengalami abortus pada ibu hamil pengguna narkotika jenis
ganja.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap abortus adalah usia, ibu hamil yang berusia
lebih dari 35 tahun dan grande multipara akan beresiko tinggi terhadap kehamilan (Enkin,
et al., 2000). Pada usia 20 tahun kejadian abortus sekitar 10 %, sedangkan pada wanita
yang berusia lebih dari 45 tahun atau lebih kejadian abortus meningkat lebih dari 90 %
(Heffner, 2004).

Selain faktor usia, status pernikahan juga berpengaruh terhadap kejadian abortus, Di
Amerika 82 % wanita yang hamil diluar nikah akan menggugurkan kandungannya atau
melakukan aborsi. Wanita muda yang hamil diluar nikah, cenderung dengan mudah akan
memilih membunuh anaknya sendiri (Cuningham, et al., 2005). Sedangkan untuk di
Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar, karena di dalam adat timur, kehamilan diluar
nikah adalah merupakan aib, dan merupakan suatu tragedi yang sangat tidak bisa diterima
oleh masyarakat lingkungan, dan keluarga (Hadisaputro, 2008).

Wanita yang mengalami abortus sering bertanya mengapa abortus terjadi?, Apa yang
saya lakukan sehingga terjadi abortus?, Bagaimana dengan kehamilan saya berikutnya?,
Apa yang harus saya lakukan agar tidak terjadi abortus? (Llewellyn, 2008). Salah satu
peran perawat maternitas adalah membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Hal ini dilakukan dengan melakukan pengkajian secara komprehensif mengenai riwayat
penyakit klien, memberikan informasi dan pendidikan kesehatan tentang kesehatan
reproduksi dan memberikan pelayanan keperawatan pada klien pasca aborsi termasuk
menjelaskan kepada pasien yang mengalami abortus untuk mengurangi kecemasan pada
pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, B.G., McDonald, A.D., Sloan, M. (1992). Cigarette, Alcohol, and Coffe
Consumtion and Spontaneous Abortion. American Journal Publication Health 82:85

Badudu & Zain. (1996). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Yayasan Balai Pustaka.

Baines, E., (2005). Coffee Increases Fetal Death Risk. GP. London: Nov 18, 2005. pg. 2, 1
pgs.
Beazley, D., & Egermen, R. (1998). Toxoplasmosis. Semin Perinatol 22(4), 332-338.
Boivin, J.F. (1997). Risk of Spontaneous Abortion in Women occupationally Exposed to
Anestetic Gases: A Meta- Analysis. Occupation Environment Medition 54:541
.
Brown, H., & Abernathy, M. (1998). Cytomegalovirus Infection. Semin Perinatol 22(4),
449-457.

Burchett, S. (1998). Viral Infection. Dalam J. Cloherty & A. stark ( Eds). Manual of
Neonatal Care. (4th ed). Boston : Little Brown.

Cuningham, G.F., Gant,F.N., Leveno, J.K., Gilsstrap III, C.L., Hauth, C.J., Wenstrom.
D.K., (2005). Obstetri William. Edisi 21. Jakrata : EGC.

Cokkinides, V.E., Coker, A.L., Sanderson, M., Addy, C., Bethea L. (1999). Physical
Violence During Pregnancy: Maternal Complication and Birth Outcome. Obstetry
Gynecology 93:661.

Connoly, A.M., Katz, V.L., Bash, K.L., McMohan M.J., Hansen, W.F. (1997). Trauma and
Pregnancy. American Journal Perinatology 14:331.

Edry, S.G., (2001). A New Reason for Moderation Parenting. San Francisco: Apr 2001.
Vol. 15, Iss. 3; pg. 59, 1 pgs.

th
Enkin, Murray. (2000). A Guide to Effective Care in Pregnancy and Childbirth. (3 ed).
Oxford University Press.

Farrer, Helen. (2001). Perawatan Maternitas.Edisi 2. Jakarta: EGC.

Floyd, R.L., Decoufle, P., Hungerford, D.W. (1999). Alcohol Use Prior to Pregnancy
Perdarahan Post Partum Akibat Anemia pada Ibu Hamil di RSUD Tugurejo Semarang

Diana Handaria1, Andra Novitasari1, Anada Kaporina1


1Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang

PENDAHULUAN

Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan penurunan jumlah


kadar hemoglobin yang menyebabkan terjadinya anemia. Anemia dalam kehamilan
merupakan kondisi ibu hamil dengan kadar Hb < 11 gr/dl pada trimester I dan III atau kadar
Hb < 10,5 gr/dl pada trimester II (Munaidy, 2010). WHO menetapkan anemia dalam
kehamilan merupakan kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 gr%. Ibu hamil beresiko mengalami
anemia dalam masa kehamilan karena hal ini merupakan perubahan fisiologis sebagai
kompensasi peningkatan kebutuhan kadar oksigen. Perubahan fisiologis yang terjadi tersebut
menyebabkan berbagai komplikasi salah satunya adalah perdarahan postpartum (Manuaba,
1998). Perdarahan postpartum merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar dalam
angka kematian ibu. Perdarahan postpartum merupakan perdarahan atau kehilangan darah ≥

500 cc setelah kelahiran atau kehilangan darah ≥ 1000 cc setelah seksio sesaria (Wuryanti,
2010; Cunningham, 2006).
Anemia dalam kehamilan dan perdarahan postpartum merupakan dua kondisi yang
dapat terjadi pada kehamilan yang dapat berakibat buruk pada ibu maupun anak. Anemia
yang merupakan kondisi fisiologis dan perdarahan postpartum yang merupakan salah satu
dampak dari anemia adalah keadaan yang berbahaya bagi kehamilan. Oleh karena itu, peneliti
ingin mengidentifikasi kejadian perdarahan postpartum akibat anemia pada ibu hamil di
RSUD Tugurejo Semarang.

METODE

Penelitian studi observasional dengan menggunakan desain cross sectional. Populasi


dalam penelitian cross sectional ini adalah ibu dengan partus spontan di RSUD Tugurejo
Semarang pada periode 2011. Pasien dengan persalinan seksio sesaria tidak dimasukkan
dalam penelitian karena pada persalinan dengan seksio sesaria tenaga medis akan melakukan
tindakan pencegahan terlebih dahulu untuk mengurangi resiko perdarahan. Data rekam medik
dari bagian obstetri dan ginekologi rumah sakit digunakan untuk mendapatkan data pasien
sebelum didiagnosis mengalami perdarahan postpartum.Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah anemia dan variabel terikat adalah perdarahan postpartum,.
Kriteria inklusi adalah pasien dengan diagnosis perdarahan postpartum dan kehamilan
trimester II dan III. Kadar Hb diklasifikasikan mejadi kadar Hb normal, ringan, sedang dan
berat. Kadar Hb normal (≥ 11 gr/dl), ringan (9 – 10,99 gr%), sedang (7 – 8,99 gr%) dan berat
(< 7 gr%). Jumlah sampel dalam penlitian adalah 55 sampel yang meliputi 40 sampel dengan
perdarahan postpartum dan 15 sampel tidak mengalami perdarahan postpartum. Analisis data
meliputi analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi variabel yang diteliti dan
analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan
teknik analisis yang digunakan adalah Chi Square Fisher’s dengan tingkat kepercayaan 90 %.
HASIL

Tabel 1. Karakteristik Sampel

Karakteristik N %
Perdarahan Postpartum
Ya 40 72,7
Tidak 15 27,3
Kadar Hb
Normal – ringan 20 36,4
Sedang – berat 35 63,6

Tabel 1 menunjukkan karakteristik sampel penelitian. Total sampel penelitian ini


adalah 55 sampel. Hasil penelitian diperoleh jumlah sampel dengan perdarahan postpartum
sebanyak 40 sampel (72,7 %). Sebagian besar sampel memiliki kadar Hb pada kategori sedang-
berat (63,6%).

Tabel 2. Analisis Kejadian Perdarahan Postpartum akibat Anemia

Perdarahan Postpartum
OR 90 p
Kadar Hb Ya Tidak Total
value
% CI
N % N % N %
Normal – Ringan 11 55,0 9 45,0 20 100,0 3,955 0,026
Sedang – Berat 29 82,9 6 17,1 35 100,0
Jumlah 40 72,7 15 27,3 55 100,0

Tabel 2 merupakan analisis bivariat kejadian perdarahan postpartum akibat anemia.


Pada tabel menunjukkan kadar Hb normal-ringan sebanyak 11 sampel (55%) mengalami
perdarahan postpartum dan sebanyak 9 sampel (45%) tidak mengalami perdarahan
postpartum, sedangkan kadar Hb sedang-berat sebanyak 29 sampel (82,9%) mengalami
perdarahan postpartum dan sebanyak 6 sampel (17,1%) tidak mengalami perdarahan
postpartum. Setelah dilakukan uji chi–square didapatkan nilai p=0,026 (p< 0,1) menujukkan
hubungan yang bermakna antara kadar Hb dengan kejadian perdarahan postpartum. Nilai
risiko relatif menunjukkan kadar Hb sedang-berat lebih beresiko 3,955 kali untuk mengalami
perdarahan postpartum
PEMBAHASAN

Hasil pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Najah (2004) yang menyatakan terdapat
hubungan antara anemia dengan kejadian perdrahan postpartum dan juga penelitian Anuja
(2009) yang menyatakan terdapat hubungan antara anemia dengan kejadian perdarahan
postpartum yang dilakukan di India. Kadar Hb sedang-berat lebih beresiko dalam kejadian
perdarahan postpartum dan sesuai dengan penelitian yang dilakukan Justine (2008) yang
menyatakan bahwa anemia sedang- berat lebih beresiko dalam dalam kejadian perdarahan
postpartum yang dilakukan di Pebla Island, Tanzania. Hasil ini juga sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa anemia dengan kadar Hb sedang – berat lebih beresiko dalam mengalami
perdarahan postpartum (Christopher, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Anuja, B. 2009. Anemia during pregnancy: most preventable yet most prevalent. India: JP-
Journals-10006-1133.
Christopher, B. 2006. Postpartum Hemorrhage A Comprehensive Guide to Evaluation,
Management and Surgical Intervention. India: Federatin of Obstetric and
Gynaecological Societes of India (FOGSI).
Cunningham, F.G., Norman F.G., Kenneth J.L., Larry C.G., John C.H. dan Katharine D.W.
2006. Obstetri Williams volume 2. Jakarta: EGC.
Justine, A. 2008. Association between anemia during pregnancy and blood lost at and after
delivery among women with vaginal births in Pemba Island, Zanzibar Tanzania.
Tanzania: Journal of Health, Population and Nutrition.
Manuaba, I.B.G., I.A Chandranita Manuaba dan I.B.G Fajar Manuaba. 1998. Ilmu kebidanan,
penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC.
Munaidy, S. 2010. Kadar hemoglobin padaibuhamil trimester III di RSUP H Adam Malik
Tahun2009. Medan: FK USU.
Najah, Salis Nawalin. 2004. Beberapa karakterisik ibu yang berpengaruh terhadap kejadian
perdarahan postpartum (studi kasus pada bulan Januarai – September 2003 di RSUD
DR H Soewondo Kendal). Semarang: Universitas Diponegoro.
Wuryanti, A. 2010. Hubungan anemia dalam kehamilan dengan perdarahan
postpartum karena atonia uteri di RSUD Wonogiri. Surakarta: FK UNS.
KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA
UTERI DI RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU
MANADO

Hana Arifint1, Freddy.W. Wagey2, Hermie. M. M


Tendean 2
1 Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi Manado
2 Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Prof. DR. R. D.

Kandou Manado Email: Hanaindaharifint@gmail.com

Kesehatan reproduksi wanita berpengaruh besar dan berperan penting bagi


kelanjutan generasi penerus bangsa. Kesehatan reproduksi wanita juga merupakan
parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat.1
Masalah kesehatan reproduksi wanita sudah menjadi agenda internasional. Salah
satu masalah kesehatan reproduksi wanita yaitu adanya penyakit kewanitaan atau
ginekologi. Menurut hasil statistik terdapat 50,95% wanita yang mempunyai penyakit
ginekologi dan diantaranya 87,5% wanita yang sudah menikah.2
Salah satu masalah kesehatan reproduksi wanita adalah mioma uteri. Mioma uteri
merupakan jenis tumor jinak yang paling umum ditemukan dari berbagai jenis tumor
jinak lainnya. Faktor penyebab mioma uteri tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang
sekali ditemukan sebelum usia pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi,
dan hanya bermanifestasi selama usia reproduksi.3
Mioma akan mengecil seiring dengan penurunan hormon estrogen dalam tubuh.2
Mioma uteri dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan, dan penurunan kualitas
hidup. Sebagian besar (sekitar dua pertiga) wanita dengan mioma uteri tidak
menunjukkan gejala (asimtomatik). Hampir setengah dari kasus mioma uteri ditemukan
secara kebetulan pada pemeriksaan ginekologik.4
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri tergantung dari lokasi, arah
pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah

mioma. Pada 35-50% penderita mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya
tidak mengeluh apapun. Hipermenore, menometroragia merupakan gejala klasik dari
mioma uteri. 4 Dari penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan
57% gejala perdarahan, dan sisanya mengeluh dismenore, nyeri perut bagian bawah dan
pinggang, gangguan defekasi, gangguan miksi, dan infertilitas.5
Di Manado khususnya di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou pada Periode 1 Januari -
31 Desember 2012, Ditemukan 3 penyakit tumor jinak ginekologi terbanyak yaitu
mioma uteri (43.1%), kista ovarium (41.4%), dan tumor padat ovarium (1,7%).6,7 Secara
umum penatalaksanaan
mioma uteri dibagi atas 2 metode, terapi medisinal (hormonal), dan terapi pembedahan.
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah dan 50% dari semua mioma
uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apapun, terutama apabila
mioma itu masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan atau keluhan. Pengobatan
operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi arteri uterus. Mioma adalah
indikasi paling umum untuk histerektomi di Amerika Serikat dan Australia.8 Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita mioma uteri di RSUP.
Prof. Dr. R. D. Kandou.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif retrospektif dengan
menggunakan data sekunder, yaitu data yang diambil dari catatan medis yang terdapat di

bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Penelitian ini
akan dilaksanakan bulan Oktober – Desember 2018. Sampel dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien yang di diagnosis mioma uteri yang dirawat dibagian Obstetri dan
Ginekologi RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1 Juli 2017- 30
Juni 2018.
Hasil
Penelitian di RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada Juli 2017 sampai dengan
Juni 2018 terhadap data rekam medik penderita yang dirawat dibagian obstetri dan
ginekologi didapatkan hasil 83 kasus mioma uteri. Berikut ini adalah penjabaran hasil
penelitian yang telah dilakukan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi:
Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa, usia terbanyak penderita mioma uteri
terdapat pada kelompok usia 36-45 tahun yaitu 48%, diikuti dengan usia 46-55 tahun
yaitu 36%, sedangkan untuk kasus mioma uteri yang paling sedikit terdapat pada usia
lebih dari 65 tahun yaitu 4%. Dari data tabel 2, kelompok nullipara merupakan
kelompok yang paling banyak terjadinya kasus mioma uteri yaitu 39,8%, diikuti
multipara yaitu 37,3%, kemudian kelompok primipara yaitu 21,7%, dan kelompok
multigrande adalah kelompok yang paling sedikit terjadinya kasus mioma uteri yaitu 1
kasus 1,2%. Jumlah mioma uteri terbanyak berdasarkan IMT penderita terdapat pada
IMT 25,0-29,9 yaitu 32,6%, dan jumlah kasus mioma uteri paling rendah terdapat pada
IMT 18,5-22,9 yaitu 3,7%.

A. Distribusi Penderita Mioma Uteri Berdasarkan


Usia Penderita Table 1. Jumlah kasus mioma uteri
menurut usia penderita

Usia Penderita N Presentase


(tahun) (%)
26-35 6 7%
36-45 40 48%
46-55 30 36%
56-65 4 5%
>65 3 4%
Total 83 100%
B. Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Jumlah Paritas
Table 2. Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan jumlah paritas penderita
Jumlah N Presentase
Paritas (%)
Nullipara 33 39,8 %
Primipara 18 21,7 %
Multipara 31 37,3 %
Multigrande 1 1,2 %
Total 83 100%

C. Distribusi Kasus Mioma Uteri Berdasarkan IMT


Table 3. Jumlah kasus mioma uteri berdasarkan IMT penderita
Indeks Massa N Presentase
Tubuh (%)
<18,5 3 3,7%
18,5 - 22,9 20 24%
23,0 - 24,9 20 24%
25,0 - 29,9 27 32,6%
> 30 13 15,7%
Total 83 100%

D. Distribusi Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Keluhan


Utama Table 4. Jumlah kasus mioma uteri menurut
keluhan utama penderita
Keluhan Utama N Presentase
(%)
Perut membesar 32 38.50%
Perdarahan jalan lahir 25 30.10%
Nyeri 20 24.00%
perut
Nyeri saat haid 3 3.70%
Sulit BAB dan BAK 3 3.70%
Total 83 100%

E. Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Kadar Hemoglobin


Table 5. Jumlah kasus mioma uteri menurut kadar hemoglobin penderita

Kadar Hemoglobin N Presentase


(gr/dl) (%)
<6,5 6 7%
6.5 - 7.9 3 4%
8,0 - 10.0 20 24%
10.0 - 12.0 34 41%
>12 20 24%
Total 83 100%

Keluhan utama terbanyak pasien 3,7%. Berdasarkan tabel diatas didapatkan


mioma uteri adalah perut membesar yaitu bahwa jumlah kasus mioma uteri terbanyak
38,50%, diikuti dengan perdarahan jalan menurut kadar hemoglobin 10.0-12.0 yaitu
lahir yaitu 30,10%, Nyeri perut yaitu 24%, 41%, dan jumlah kasus yang paling sedikit
nyeri saat haid yaitu 3,7%, dan sulit buang terdapat pada kadar hemoglobin 6.5-7.9
air kecil dan sulit buang air besar yaitu yaitu 4%.
A. Distribusi Kasus Mioma Uteri Berdasarkan Penanganan yang
Diberikan Table 6. Jumlah kasus mioma uteri menurut
penanganan pada penderita

Penangan N Presentase
an (%)
Histerekto 44 53.10%
mi
Miomekto 9 10,80%
mi
Konservati 30 36.10%
f
Total 83 100%

PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian retrospektif dengan menggunakan data rekam medik di
RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado pada Juli 2017 – Juni 2018, di dapatkan 83
kasus yang merupakan penderita mioma uteri.
Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari miometrium dan merupakan tumor
jinak tersering pada wanita di atas usia 30 tahun. Angka kejadiannya diperkirakan 3
dari 10 wanita berusia > 30 tahun menderita mioma uteri.9
Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa, usia terbanyak penderita mioma uteri
terdapat pada kelompok usia 36-45 tahun yaitu 48%, diikuti dengan usia 46-55 tahun
yaitu 36%, sedangkan untuk kasus mioma uteri yang paling sedikit terdapat pada usia
lebih dari 65 tahun yaitu 4%.
Penelitian yang pernah dilakukan oleh Anwar I (2015), menyatakan bahwa kasus
mioma uteri terbanyak pada kelompok usia 40–50 tahun yaitu 63,3% dan kasus yang
paling sedikit terdapat pada usia lebih dari
60 yaitu 0,88%.10 Wiknjosastro menyatakan bahwa frekuensi kejadian
mioma uteri paling tinggi antara usia 35 – 50 tahun yang mendekati angka 40%, jarang
ditemukan pada usia di bawah 20 tahun. Hal ini disebabkan karena pada usia sebelum
menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi serta akan turun
pada usia menopause.11
Jumlah kasus mioma uteri terbanyak berdasarkan jumlah paritas yaitu pada
kelompok nullipara 39,8%, diikuti dengan kelompok multipara yaitu 37,3% kemudian
kelompok primipara yaitu 21,7%, dan kelompok multigrande yaitu 1,2%.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara jumlah paritas
dan angka kejadian mioma uteri. Menurut teori bahwa wanita yang sering melahirkan
lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya perkembangan mioma dibandingkan
dengan wanita nullipara atau primipara. Hal ini disebabkan besarnya jumlah reseptor
estrogen yang berkurang di lapisan miometrium setelah kehamilan.12 Akan tetapi dari
penelitian ini tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok nullipara
dan kelompok multipara. Hal ini kemungkinan karena adanya faktor lain
mempengaruhi seperti: asupan gizi yang dikonsumsi, alat kontrasepsi yang dipakai
serta pola hidup.
Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa jumlah kasus mioma uteri
terbanyak berdasarkan IMT penderita terdapat pada IMT 25,0-29,9 yaitu 32,6%,
dimana IMT ini menurut kategori indeks massa tubuh Asia Pasifik merupakan obesitas
tingkat 1. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pengaruh obesitas terhadap timbulnya
mioma uteri.
Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan
bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal,
berkemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri dan mendapatkan risiko
mioma uteri meningkat hingga 21% untuk setiap 10 Kg kenaikan berat badan. IMT
diatas normal akan menaikkan resiko terjadinya mioma uteri karena obesitas
menyebabkan terjadinya peningkatan konversi androgen adrenal kepada estrone dan
menurunkan hormone sex-binding globulin yang menyebabkan perubahan
metabolisme estrogen.13
Kejadian mioma uteri menimbulkan keluhan utama, yaitu
keluhan yang membawa pasien datang ke dokter. Keluhan ini tergantung pada lokasi,
ukuran, dan jenis mioma uteri serta ada tidaknya kehamilan. Dari penelitian ini di
dapatkan

bahwa keluhan yang paling sering membawa penderita mioma uteri datang ke dokter
yaitu perut membesar sebanyak 38,50%, dan diikuti dengan perdarahan jalan lahir yaitu
30,10%. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Anwar I (2015)
dimana keluhan utama dari penderita mioma uteri adalah perdarahan yaitu 65 kasus
mioma uteri dari total jumlah penderita mioma uteri 114 kasus.18 Leone et al. (2003)
mengatakan bahwa gejala dan keluhan yang dihasilkan mioma uteri seperti perdarahan
dan pembesaran ukuran adalah keluhan yang sering dijumpai.14
Perdarahan adalah salah satu gejala umum pada mioma uteri. Meskipun jenis
pendarahannya dapat bervariasi, presentasi yang paling umum termasuk perkembangan
aliran menstruasi yang semakin berat itu berlangsung lebih lama dari durasi normal
(menorrhagia, didefinisikan sebagai kehilangan darah menstruasi > 80 mL). Pendarahan
ini dapat terjadi akibat distorsi signifikan pada endometrium rongga oleh tumor yang
mendasarinya.15
Perdarahan pervaginam menyebabkan sebagian besar penderita mioma uteri
mengalami penurunan kadar hemoglobin. Pada penelitian ini jumlah kasus mioma uteri
terbanyak menurut kadar hemoglobin 10.0-12.0 yaitu 41%, dan jumlah kadar
hemoglobin yang paling sedikit terdapat pada kadar hemoglobin 6.5-
7.9 yaitu 4%. Kadar Hb 10.0-12.0 dilihat dari derajat klasifikasi anemia berdasarkan
NCI (Nasional cancer institute) merupakan kadar Hb normal. Dari hasil ini didapatkan
bahwa karakteristik penderita mioma uteri terbanyak berdasarkan kadar hemoglobin
adalah 10.0-12.0 yang merupakan kadar Hb normal.
Penanganan pada setiap penderita mioma uteri di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado bervariasi. Berdasarkan penelitian ini didapatkan bahwa penanganan terbanyak
yang diberikan pada penderita mioma uteri adalah histerektomi yaitu 53,10%,
penanganan konservatif yaitu 36,10%, dan penanganan miomektomi yaitu 10,8%.
Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Amole O (2011) di Aminu
Kano Teaching Hospital, bahwa operasi pembedahan yang paling banyak dilakukan
untuk mioma uteri adalah histerektomi yang dilakukan pada 58,1% kasus mioma
uteri.16
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba IBG. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. (Edisi 2). Jakarta:


EGC; 2009, h7,10,11.
Stoppard, Miriam. Panduan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Erlangga; 2010
Adrianansz G, Tumor Jinak Organ Genitalia. Dalam; Ilmu Kandungan. (edisi 3),
Jakarta: Bina Pustaka Sarwono, 2011; h:274-78
Benson, R. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Penerbit EGC.
2008.
Kurniasari T. Karakteristik Mioma Uteri Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta
Periode Januari 2009 - Januari 2010 [Skripsi]. Surakarta. FK Universitas
sebelas maret; 2011.
Berhandus C. Jenis-jenis penyakit ginekologi umum menurut urutan terbanyak
di BLU RSU Prof. Dr. R.D. Kandou Periode 1 januari 2012-31 desember 2012
[Skripsi]. Manado: FK Unsrat; 2012
Pasinggi S. Prevalensi mioma uteri berdasarkan umur di RSUP Prof. R.D.
Kandou Manado [skripsi]: FKU Sam Ratulangi. Desember; 2015
Schorge J, Schaffer J, Halvorson L, et al. Pelvic Mass. Dalam: Wiliams
Gynecology. Cina: Mc. Grows Hill. 2008; 198-207.
Endjun Januadi. Ultrasonografi Dasar Obstetri dan Ginekologi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008

Anda mungkin juga menyukai