Anda di halaman 1dari 47

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI


HALUSINASI PENDENGARAN
RUANG 11 (LARASATI) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG

PEMBIMBING KLINIK : Ns. INDRIYANI SUSILOWATI S.Kep.

DISUSUN OLEH :

AHLUL HAQ NANDA PAMBAYUN


12.05.003

AKADEMI KEPERAWATAN WIDYA HUSADA SEMARANG


TAHUN AJARAN 2014-2015

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas Keperawatan Jiwa II yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI
PENDENGARAN “. Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mengalami
kesulitan dan hambatan, akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberi pengarahan,
bimbingan, semangat serta doa untuk keberhasilan penulis, antara lain :
1. Ibu Ns. Wahyuningsih S.Kep, selaku dosen pembimbing praktek Keperawatan
Jiwa II, yang telah membimbing dan memberi masukan kepada kami.
2. Ibu Ns. Indriyani Sulilowati S.Kep, selaku pembimbing klinik ruang 11nyang
telah banyak membeerikan kami masukan.
3. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca.

Semarang, Maret 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1

B. Tujuan ..................................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................. 3

A. Definisi Halusinasi .................................................................................................. 3

B. Faktor Penyebab Halusinasi .................................................................................... 4

C. Jenis Halusinasi ....................................................................................................... 5

D. Fase Halusinasi ....................................................................................................... 6

E. Penatalaksanaan ...................................................................................................... 9

BAB III TINJAUAN KASUS ......................................................................................... 14

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA ............................................................ 14

ANALISA DATA ......................................................................................................... 22

B. MASALAH KEPERAWATAN ........................................................................... 23

C. POHON MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN ............................. 23

D. INTERVENSI KEPERAWATAN ........................................................................ 24

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN ................................... 27

BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................... 33

BAB V PENUTUP........................................................................................................... 41

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 41

B. Saran ..................................................................................................................... 41

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 43

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan


persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang agak sempurna. Kadang-kadang pasien menganggap
halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini
kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran (Nasution, 2003).
Sensori dan persepsi yang dialami pasien tidak bersumber dari
kehidupan nyata. Pada umumnya pasien mendengar suara-suara yang
membicarakan mengenai keadaan pasien atau yang dialamatkan pada pasien
itu (Ilham, 2005).
Jumlah penderita schizophrenia di Indonesia adalah tiga sampai
lima per1000 penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait
dengan tingginya stress yang muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survey
di rumah sakit di Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami
gangguan jiwa (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009). Pada penderita
skizophrenia 70% diantaranya adalah penderita halusinasi (Marlindawany
dkk., 2008).
Menurut Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan
kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi
lingkungan. Pada pasien 2gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu
diikuti dengan gangguanpersepsi sensori; halusinasi (Nasution 2003).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami
halusinasiadalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik
danperilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien
dapatmelakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide),
bahkanmerusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan,

1
dibutuhkanpenanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari
Chaery 2009).
Berdasarkan latar belakang di atas maka kelompok tertarik untuk
membahas tentang “Konsep dasar Asuhan Keperawatan dan Strategi
Pelaksanaan (sp) pada Pasien dengan Gangguan Orientasi Realita
(Halusinasi)”, karena menurut penulis masalah ini sangat menarik dan
masalah ini sangat sering dijumpai pada pasien dengan gangguan jiwa dan
merupakan karaketristik dari pasien dengan gangguan jiwa.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar asuhan keperawatan jiwa mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan dan strategi pelaksanaan pada
gangguan halusinasi dan mampu menerapkan asuhan keperawatan
gangguan halusinasi pada klien yang memiliki masalah gangguan
halusinasi.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Memahami konsep dasar halusinasi
b. Memahami rentang respons halusinasi
c. Memahami faktor penyebab halusinasi
d. Memahami jenis halusinasi
e. Memahami fase halusinasi
f. Memahami penatalaksanaan keperawatan halusinasi
g. Memahami asuhan keperawatan pasien halusinasi (Pengkajian,
Pohon masalah, Diagnosa keperawatan, intervensi, Implementasi,
Evaluasi)
h. Memahami strategi pelaksanaan (SP) pada pasien halusinasi

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Halusinasi
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penyerapan
panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Pengertian
yang hampir sama, yaitu menurut Varcarolis (Yosep, 2009), halusinasi
didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus, dan menurut Kusuma (1997), halusinasi adalah persepsi
sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, dimana
keadaan tersebut dibedakan dari ilusi, yang merupakan kekeliruan persepsi
terhadap stimuli yang nyata.

Definisi lebih lengkap dikemukakan oleh Townsend (1998), dimana


halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori, yaitu suatu keadaan
seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang
mendekat diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan suatu
pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi, atau kelainan berespon terhadap
setiap stimulus. Menurut (Surya, 2011) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar).

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan


halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang
terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh
klien.

3
B. Faktor Penyebab Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), faktor-faktor yang menyebabkan
klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
2. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak
normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
a) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan,
tidak seimbang dengan kadar serotonin.
b) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
c) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
b. Faktor Presipitasi

4
1. Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
4. Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah
di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan
kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam
hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan
sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5. Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.

C. Jenis Halusinasi
Stuart dan Laraia (2001), membagi halusinasi menjadi tujuh jenis,
meliputi: halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual),
halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi
perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic.
Karakteristik masing-masing jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
a) Halusinasi pendengaran, seperti mendengar suara-suara atau
kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai ke percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang
orang yang mengalarni halusinasi. Pikiran yang terdengar di mana klien

5
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu,
kadang-kadang dapat membahayakan.
b) Halusinasi penglihatan, stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
c) Halusinasi penghidu, klien membaui bau-bauan tertentu seperti bau
darah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak rnenyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia.
d) Halusinasi pengecapan, klien merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
e) Halusinasi perabaan, dimana klien mengalami nyeri atau
ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, seperti rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
f) Halusinasi cenesthetic, yaitu merasakan fungsi tubuh seperti aliran
darah di vena atau arteri, pencernaan makanan, atau pembentukan urin.
g) Halusinasi kinesthetic, yaitu merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.

D. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (dalam Stuart dan Sundeen, 2006), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.

Tabel 2.1 Fase-Fase Halusinasi


Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien
1 2 3
Fase 1 : Klien mengalami keadaan Menyeringai atau
Comforting- emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak

6
ansietas tingkat kesepian, rasa bersalah, dan sesuai,
sedang, secara takut serta mencoba untuk menggerakkan bibir
umum, halusinasi berfokus pada penenangan tanpa menimbulkan
bersifat pikiran untuk mengurangi suara, pergerakan
menyenangkan ansietas. Individu mata yang cepat,
mengetahui bahwa pikiran respon verbal yang
dan pengalaman sensori lambat, diam dan
yang dialaminya tersebut dipenuhi oleh sesuatu
dapat dikendalikan jika yang mengasyikkan.
ansietasnya bias diatasi
(Non psikotik)
Fase II : Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem
Condemning- menjijikkan dan syaraf otonom yang
ansietas tingkat menakutkan, klien mulai menunjukkan
berat, secara lepas kendali dan mungkin ansietas, seperti
umum, halusinasi mencoba untuk peningkatan nadi,
menjadi menjauhkan dirinya dengan pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa penyempitan
malu karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
(Psikotik ringan) sensori dan
kehilangan
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.
Fase III : Klien berhenti Cenderung
Controlling- menghentikan perlawanan mengikuti petunjuk
ansietas tingkat terhadap halusinasi dan yang diberikan
berat, pengalaman menyerah pada halusinasi halusinasinya
sensori menjadi tersebut. Isi halusinasi daripada

7
berkuasa menjadi menarik, dapat menolaknya,
berupa permohonan. Klien kesukaran
mungkin mengalarni berhubungan dengan
kesepian jika pengalaman orang lain, rentang
sensori tersebut berakhir. perhatian hanya
(Psikotik) beberapa detik atau
menit, adanya tanda-
tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.
1 2 3
Fase IV: Pengalaman sensori Perilaku menyerang-
Conquering menjadi mengancam dan teror seperti panik,
Panik, umumnya menakutkan jika klien tidak berpotensi kuat
halusinasi mengikuti perintah. melakukan bunuh
menjadi lebih Halusinasi bisa berlangsung diri atau membunuh
rumit, melebur dalam beberapa jam atau orang lain, Aktivitas
dalam hari jika tidak ada fisik yang
halusinasinya intervensi terapeutik. merefleksikan isi
(Psikotik Berat) halusinasi seperti
amuk, agitasi,
menarik diri, atau
katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah
yang kompleks, tidak
mampu berespon
terhadap lebih dari
satu orang.
Sumber : Stuart, 2006

8
E. Penatalaksanaan
Menurut Keliat (2011), tindakan keperawatan untuk membantu klien
mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya
dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum
mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk
merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara
konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat
kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul
untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat
menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau
menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar
tetap terapeutik.

Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan


selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah
klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang
harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa
dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan
mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha
yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan
efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan,
sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu
dengan cara-cara baru.

Menurut Keliat (2011), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada
klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.

9
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien
harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga.
Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar...., tidak mau lihat”.
Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi:
2. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
3. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan
dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan
kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk
melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal:
4. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian

10
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga.
Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah
sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua,
halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama
(kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
1. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:

11
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore
pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan
syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang
sekali menimbulkan intoksikasi.
2. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam

12
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
3. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek
samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine.
(ISO, 2008)

13
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA


I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Ny S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 43 th
Suku/bangsa : Ibu Rumah Tangga
Suku/bangsa : Indonesia
Ajaran : Islam
Pendidikan : SLTA
Alamat : Batang
Penanggung Jawab
Nama : TN K
Umur : 45 th
Pekerjaan : Wiraswasta
Hubungan dengan klien : Suami
Alamat : Batang
Identitas Rumah Sakit
Tanggal masuk : 4 maret 2015
Ruang : 11 (Larasati)
Dx medis : Depresi berat dengan gangguan psikotik
No RM : 064406
II. ALASAN MASUK
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum masuk rumah RSJ

pasien merasa mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk

selalu sholat. Serimg melamun dan berbicara sendiri. Pasien sering keleyuran

14
dan berteriak-teriak saat mendengar bisikan. Pasien marah-marah sambil

memukul tembok dan orang yang disekitarnya

III. FAKTOR PREDISPOSISI


Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering
mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru
pertama kali dirawat di RSJ. sebelum dirawat di RSJ pasien hanya
mendapatkan obat dari dokter terdekat. Pasien juga mengatakan bahwa
keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda Vital
- TD : 120/90
- HR : 76X/menit
- S : 36,5 C
- RR : 20x/menit
2. Antopometri
- Tinggi badan : 162 cm
- Berat badan : 54 kg
3. Kepala : Rambut hitam ikal,tidak berketombe dan rambut panjang
4. Mata : Sclera tidak ikterik,pupil isokor,konjungtiva tidak anemis dan
mata dapat melihat dengan baik
5. Hidung : Bersih,tidak ada secret dan penciuman baik
6. Mulut : Gigi bersih dan tidak ada stomatitis
7. Kuku : Kurang bersih dan agak panjang
8. Telinga : Bersih ,tidak ada serumen
9. Leher : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran tonsil
10. Dada
a. Paru
- Inspeksi : Simetris,tidak alat bantu pernafasan
- Palpasi : Vocal premitus kanan dan kiri sama
- Perkusi : Sonor

15
- Auskultasi : Vesikuler
b. Jantung
- Inspeksi : Simetris,tidak tampak Ictus Cordis
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada LMCS 1CS ke 5
- Perkusi : Pekak
- Auskultasi : Bunyi jantung S1 lup dan S2 reguler
c. Abdomen
- Inspeksi : Simetris,datar tidak ada lesi
- Auskultasi : Terdengar bising usus 12 xmenit
- Perkusi : Tympani
- Palpasi : Tidak ada massa,tidak ada nyeri tekan

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan
: Perempuan

: Laki-laki

: Meninggal

: Tinggal serumah

: Pasien Ny S.

a. Pola Asuh
Pasien mengatakan setiap harinya mengasuh kedua
anaknya.Pasien memiliki 2 anak bersaudara namun sekarang sudah
ditinggal anak pertamanya
b. Pola komunikasi
Pasien mengatakan jika mendapatkan suatu masalah pasien
mencari tabanyakepada suaminya. Pasien juga berkomunikasi baik
dengan keluarganya
c. Pengambilan keputusan

16
Pasien mengatakan dalam mengambil keputusan pasien
selalu dirunding terlebih dahulu dengan suaminya. Pasien juga sering
mendapatkan saran dari suaminya
2. Konsep Diri
a. Citra Diri
pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat
ditanya bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
b. Identitas Diri
pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat,
hobi). Pasien mengatakan setiap harinya sebagai Ibu rumah tangga
yang hanya mengasuh kedua anaknya. Pasien suka dengan statusnya
sebagai seorang wanita
c. Peran Diri
sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab
sebagai Ibu rumah tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya
sendiri, tapi setelah dirawat di RSJ pasien tidak melakukan aktivitas
seperti dirumah
d. Ideal Diri
pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul
dengan keluarga seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera
sembuh dan tidak ingin lagi nmendengar suatu suara atau bisikan-
bisikan
e. Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya.
Pasien juga mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik.
Dan mampu melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Pasien
mengatakan tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang Berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang
terdekatnya adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu

17
dirumah, namun setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya
dekat dengan anaknya yang ke 2.
b. Peran Serta dalam Masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan ibu-ibu
sekitar rumahnya, namun setelah dirwat di RSJ pasien tidak mau
bergaul dengan pasien lainnya karena alasannya malu dengan
kondisinya, pasien tampak sering menyendiri, kontak mata pasien
kurang saat berinteraksi dan pasien sering melamun.
Masalah Keperawatan : Menarik Diri
4. Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering
mengikuti pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tetap
rajin sholat 5 waktu.
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh
sedang, rambut ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat
bercerita, cara berjalan baik, pasien saat duduk bersama teman-temanya
terkadang hanya melamun.
2. Pembicaraan
Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam
pembicaraan sesuai atau nyambung dengan pertanyaan, pasien terkadang
terdiam ditengah pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
3. Aktivitas Motorik
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara
mandiri, saat berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya,
tangannya tampk seperti mengepal.
Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
4. Alam Perasaan

18
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang
menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan
keaadanyan sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti
dahulu.
5. Afek
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar
sesuatu, respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat
diakukan interaksi.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
6. Interaksi Selama Wawancara
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan
sesuai/ baik, kontak mata dengan pasien perawat sedikit kurang, pasien
cenderung menatap kedepan padahal perawat ada di sampingnya,
pembicaraan pasien keheranan saat ditanyai, kadang pasien terdiam
sebentar seperti mendengar sesuatu.
7. Persepsi
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur
dan sholat, isi suara tersebut yaitu menyuruh klien untuk sholat, suara
tersebut kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5
detik, respon pasien untuk mengontrol halusinasinya tersebut hanya
dengan cara berkeluyuran dan bicara sendiri.
Masalah Keperawatan: Halisinasi Pendengaran
8. Proses Pikir
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat,
selama interaksi berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah
terarah.
9. Isi Pikir
Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya.
Pasien tidak mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering
mendengar suara atau bisikan palsu.
10. Tingkat Kesadaran

19
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien mampu
mengingat nama temannya di RSJ yang sudah diajak berkenalan, orientasi
waktu dan tempat
11. Memori
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan
ingatan dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
- Jangka panjang : Pasien mengatakan lahir tahun 1980
- Jangka pendek : Pasien mengatakan yang membawa kerumah sakit
adalah suaminya
- Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi
dan sayur.
12. Tingkat Kosentrasi dan Berhitung
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara
sederhana misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
13. Kemampuan Penilaian
Pasien mengatakan mampu mengambil keputusan sederhana misal
pasien memutuskan untuk menggosok gii setelah makan pagi.
14. Daya Tilik Diri
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke
RSJ pasien mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang.
VII. KEMAMPUAN AKTIVITAS SEHARI-HARI
1. Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit pasien mau makan
3x sehari 1 porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/ BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit
pasien BAB 1kali sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari
dan dapat dilakukan sendiri di toilet.
3. Mandi
Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan
sendiri dikmar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi
1kali sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
4. Berpakaian/ Berhias

20
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali
dalam 2 atau 3 hari sekali.
5. Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan tidur sekitar jam 21.00 wib & kadang-kadang
terbangun ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara
bisikan.
6. Penggunaan Obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor
oleh perawat , pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien
mengatakan mendapatkan obat sejumlah 2
7. Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan ingin segera pulang, pasien mengatakan jika
nanti sudah pulang pasien akan ingin minum obat yag akan diberikan oleh
rumah sakit, pasien engatakan bila sudah keluar dari rumah sakit pasien
tidak mau dibawa ke RSJ.
8. Aktivitas dalam Rumah
Pasien mengatakan di rumah tidak pernah melakukan pekerjaan
rumah.
9. Aktivitas luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
VIII. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu adaptif, pasien mampu berbicara
dengan orang lain.
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasein mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka
berbicara dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
X. ASPEK MEDIS
Terapi medik : Risperidone 2 x 2 mg
Merlopam 2 x 2 mg

21
ANALISA DATA

NO DATA FOKUS MASALAH


1. DS:
Pasien mengatakan sering mendengar Gangguan persepsi sensori:
bisikan suara saat ingin tidur dan halusinasi pendengaran
sholat, isi suara tersebut yaitu
menyuruh untuk sholat, suara tersebut
kadang muncul kadang tidak, suara itu
muncul lamanya biasa 5 detik
DO:
Klien saat interaksi kadang ketawa
sendiri dan sering mondar-mandir,
kadang bicara sendiri.
2. DS:
Pasien mengatakan tidak suka Isolasi sosial : menarik diri
bergaul, di rumah pasien sering
melamun, berdiam diri dan tidak mau
bergaul dengan orang lain.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak
berinteraksi
3. DS:
Pasien mengatakan kadang saat Resiko mencederai diri, orang lain,
mendengar bisikan “cepat sholat” dan lingkungan sekitar
rasanya ingin marah dan saat tidak
terkontrol langsung memukul tembok
DO:
Klien tampak gelisah, tangan klien
kadang tampak mengepal dan ingin
memukul sesuatu

22
B. MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan

C. POHON MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

Akibat Resiko menyiderai diri, orang lain dan


lingkungan

Core (Masalah Utama) Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Penyebab Isolasi sosial : menarik diri

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan

23
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Gangguan persepsi TUM: Tindakan Psikoterapeutik:
sensori: halusinasi Setelah dilakukan tindakan Klien
pendengaran keperawatan selama 3 x 24 1. Bina hubungan saling percaya.
jam klien mampu mengontrol 2. Adakan kontak sering dan
halusinasi dengan kriteria singkat secara bertahap.
hasil (TUK): 3. Observasi tingkah laku klien
1. Klien dapat membina terkait halusinasinya.
hubungan saling percaya. 4. Tanyakan keluhan yang
2. Klien dapat mengenal dirasakan klien.
halusinasinya; jenis, isi, 5. Jika klien tidak sedang
waktu, dan frekuensi berhalusinasi klarifikasi tentang
halusinasi, respon adanya pengalaman halusinasi,
terhadap halusinasi, dan diskusikan dengan klien tentang
tindakan yg sudah halusinasinya meliputi :
dilakukan. SP I :
3. Klien dapat 1. Identifikasi jenis halusinasi
menyebutkan dan Klien.
mempraktekan cara 2. Identifikasi isi halusinasi Klien.
mengntrol halusinasi yaitu 3. Identifikasi waktu halusinasi
dengan menghardik, Klien.
bercakap-cakap dengan 4. Identifikasi frekuensi halusinasi
orang lain, terlibat/ Klien.
melakukan kegiatan, dan 5. Identifikasi situasi yang
minum obat. menimbulkan halusinasi.
4. Klien dapat dukungan 6. Identifikasi respons Klien
keluarga dalam terhadap halusinasi.
mengontrol halusinasinya. 7. Ajarkan Klien menghardik
5. Klien dapat minum obat halusinasi.
dengan bantuan minimal. 8. Anjurkan Klien memasukkan
6. Mengungkapkan cara menghardik halusinasi
halusinasi sudah hilang dalam jadwal kegiatan harian.
atau terkontrol SP II :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan cara

24
bercakap-cakap dengan orang
lain.
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP III :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah).
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur.
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
4. Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan
benar.
5. Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara control
yang sudah diajarkan.
6. Menganjurkan Klien memilih
salah satu cara control
halusinasi yang sesuai.
Keluarga:
1. Diskusikan masalah yang
dirasakn keluarga dalam
merawat Klien.
2. Jelaskan pengertian tanda dan
gejala, dan jenis halusinasi yang
dialami Klien serta proses
terjadinya.
3. Jelaskan dan latih cara-cara
merawat Klien halusinasi.

25
4. Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara
langsung.
5. Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat.
Tindakan Psikofarmako:
1. Berikan obat-obatan sesuai
program Klien.
2. Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum.
3. Mengukur vital sign secara
periodic.
Tindakan Manipulasi
Lingkungan
1. Libatkan Klien dalam kegiatan
di ruangan.
2. Libatkan Klien dalam TAK
halusinasi

26
E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama pasien : Ny S
Umur : 43 th

Hari / tanggal Diagnosa keperawatan implementasi SOAP


Sabtu Gangguan persepsi halusinasi 1. Membina hubungan saling percaya S:
14/03/2015 pendengaran 2. Membantu klien untuk dalam Pasien mengatakan mendengar suara
(SP I) mengenal halusinasinya ( isi, situasi, atau bisikan yang isinya pasien
frekuensi, durasi, dan respon) disuruh untuk sholat. Pasien
3. Membantu klien untuk mengontrol mendengar suara tersebut saat ingin
halusinasinya dengan cara pertama sholat dan tidur, suara tersebut bisa
yaitu menghardik muncul sehari bisa 3 x dan lamanya -
4. Merencakan RTL untuk kegiatan /+ 5 detik. Respon pasien untuk
menghardik mengontrol halusinasinya dengan
5. membuat kontrak waktu untuk berkluyuran dan berbicara sendiri.
pertuman SP II Pasien mengatakan mau diajarkan
mengontrol halusinasinya dengan

1
cara menghardik, dan prasaan pasien
setelah di ajarkan sedikit lebih
nyaman
O:
pasien tampak tenang, kontak mata
sedikit menurun, bicara kurang jelas,
pasien mau di ajak komunikasi,
pasien tampak mempraktikan cara
mengontrol halusinasinya secara
mandiri dengan baik
A:
Telah tercapai hubungan BHSP
Pasien mampu melakukan cara
mengontrol halusinasi dengan benar.
P:
lanjutkan intervensi
Untuk pasien:
Anjurkan pasien untuk melakukan
cara menghardik sesuai jadwal yg

28
sudah di buat
Anjurkan pasien untuk melakukan
cara menghardik saat halusinasi
muncul
Untuk perawat
Lakukan kontrak waktu untuk
pertemuan berikutnya
Minggu Gangguan persepsi halusinasi 1. Mengevaluasi kembali kemampuan S:
15/03/2015 pendengaran pasien dalam mengontrol halusinasi pasien mengatakan masih ingat cara
(SP II) dengan cara menghardik seperti yang kemarin sudah diajarkan yaitu
yang diajarkan pertemuan dengan cara menghardik, pasien
sebelumnya mengatakan cara yaitu kita menutup
2. Mengajari pasien cara mengontrol telinga lalu sambil bilang”pergi
halusinasi dengan cara yang kedua kamu pergi, kamu suara palsu tidak
yaitu bercakap cakap dengan orang nyata”.
lain Setelah diajarkan cara yang kedua
3. Membuat jadwal latian cara pasien mengatakan juga sudah bisa
bercakap cakap yaitu dengan cara mengajak ngobrol
4. Menganjurkan cara bercakap cakap dengan orang lain.. setelah diajarkan

29
ketika halusinasi muncul pasien mengatakan prasaannya lebih
5. Melakukan kontrak pada pertemuan nyaman
berikutnya O:
pasien tampak meragakan kembali
cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik seperti pertemuan
sebelumnya
Pasien tampak memperagakan
mengontrol halusinasi dengan cara
ke dua yaitu dengan mengajak
ngobrol dengan orang lain
A:
Pasien mampu memperagakan
kembali mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
Pasien mapu memperagakan
mengontrol halusinasi dengan cara
kedua yaitu bercakap cakap dengan
orang lain

30
P:
Untuk pasien: anjurkan pasien untuk
mempraktekan kembali cara
mengntrol halusinasi dengan
mengajak obrol orang lain sesuai
jadwal dan saat halusinasi itu muncul
Untuk perawat;
Lakukan kontrak dengan pasien
untuk melanjutkan SP yang ke III
yaitu dengan cara melakukan
aktivitas terjadwal.
Senin Gangguan Persepsi Sensori 1. Mengevaluasi ingatan pasien S:
mengenai cara mengontrol
16/3/2015 Halusinasi -Pagi juga mas, perasaaan saya hari
halusinasi yang sudah diajarkan
dalam pertemuan sebelumnya. ini lebih baik. Iya saya sudah
2. Membuat jadwal harian kegiatan
mencoba semua cara yang diajarkan
pasien.
yaitu dengan menghardik dan
mengobrol dengan orang lain.
O:
- Pasien mampu dan mau

31
memperagakan cara mengontrol
halusinasi menghardik dan
mengobrol dengan orang lain.
-pasien tampak mau makan dan
meminum obat secara teratur.
A:
-Pasien mampu memperagakan cara
mengontrol halusinasi menghardik,
mengobrol dengan pasien yang lain.
-pasien mampu meminum obat
dengan secara teratur.
P:
-Untuk pasien= melaksanakan
jadwal kegiatan yang sudah di buat.
-Untuk perawat= melanjutkan sp IV
yaitu dengan mrnganjurkan pasien
untuk minum obat secara teratur.

32
BAB III
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis temukan
antara konsep dasar teori dengan kasus nyata masalah keperawatan pada Ny. S
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran diruang Larasati
(R.11) Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang pada
tanggal 14 Maret 2015, dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi serta pada tahap penulisan akhir dari penulisan laporan studi kasus
ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran, yang diharapkan dapat
memberi manfaat dalam meningkaykan asuhan keperawatan pada pasien,
khususnya pada pasin dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan,
tahapnya terdiri dari pengumpulan data, penulis melakukan pendekatan pada
pasien dan data diperoleh melalui wawancara, pengamatan, atau observasi
langsung pada klien, catatan rekam medis, perawat ruangan sebagai berikut:
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 08.00 WIB diruang 11
(Larasati) RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Penulis menemukan
kesenjangan pada tahap pengkajian, karena keluarga tidak pernah menjenguk
klien sampai akhir implementasi. Proses pengkajian untuk mendapatkan data
dimulai dari tanggal 14 Maret 2015 melalui tahap perkenalan (Bina Hubungan
Saling Percaya antara Perawat dan Klien), sampai klien mau menceritakan
masalahnya kepada perawat.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), faktor-faktor yang menyebabkan klien
gangguan jiwa mengalami halusinasi yaitu ada 2 pokok antara lain: Faktor genetis
yaitu secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya

1
mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang
anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%. Faktor Neurobiologis yaitu klien skizofrenia
mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter
juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat. Faktor
predisposisi yang terjadi pada Ny. S adalah adanya rasa kesedihan yang dirasakan
klien saat kehilangan anaknya yang kemudian menyebabkan klien menjadi
pendiam dan cenderung murung bahkan menarik diri, dari situlah muncul gejala
klien sering mendengar suara suara yang tidak ada wujudnya secara terus
menerus.
Menurut Stuart dan Laraia (2001) faktor presipitasi halusinasi adalah
Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf
terganggu. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf
pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social,
kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan. Sikap/perilaku,
meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa
malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan,
rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan,
ketidakadekuatan penanganan gejala. Dari catatan medis didapatkan bahwa
sebelum masuk RSJ klien sering mondar mandir kebingungan dan bicara sendiri.
Data faktor presipitasi : sebelumnya klien tidak pernah melakukan penganiayaan
fisik, dahulu klien hanya sering marah marah, klien mempunyai kenangan masa
lalu yang kurang menyenangkan yaitu kehilangan anaknya yang sangat dekat

34
dengan klien. Hal tersebut menyebabkan klien merasa kehilangan yang sangat
dalam terhadap anaknya.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penyerapan panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Pengertian yang hampir sama, yaitu
menurut Varcarolis (Yosep, 2009), halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus, dan menurut Kusuma
(1997), halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal, dimana keadaan tersebut dibedakan dari ilusi, yang merupakan
kekeliruan persepsi terhadap stimuli yang nyata. Stuart dan Laraia (2001),
membagi halusinasi menjadi tujuh jenis, meliputi: halusinasi pendengaran
(auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfactory),
halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi
cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic. Halusinasi yang dialami oleh klien bisa
berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart dan Laraia (dalam Stuart dan
Sundeen, 2006), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat
ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin
berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya. Fase I : Comforting-ansietas tingkat sedang,
secara umum, halusinasi bersifat menyenangkan. Fase II :Condemning-ansietas
tingkat berat, secara umum, halusinasi menjadi menjijikkan. Fase III :
Controlling-ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Fase
IV: Conquering-Panik, umumnya halusinasi menjadi lebih rumit, melebur dalam
halusinasinya.
Dalam melakukan pengkajian, klien didalam rumah tangga berperan
sebagai Ibu Rumah Tanga, klien merasa sudah tidak bisa jadi ibu yang baik bagi
anaknya karena tidak bisa menjaga anaknya dengan baik dan mengakibatkan
meninggalnya anak klien. Peran dimasyarakat dulunya klien sering mngikuti acara
seperti pengajian dsb, namun semenjak kejadian itu klien lebih sering dirumah
dan murung dikamar. Hubungan sosial: didalam RSJ klien jarang bergaul pada
teman-temannya, klien tampak lebih senang menyendiri dikamar kaena merasa

35
lebih tenang. Jika ada masalah sekarang klien lebih banyak diam. Dalam
melalukan pengkajian, didapatkan pembicaraan klien lambat dan pelan, serta
tampak bingung, tidak bisa mempertahankan kontak mata dan tidak fokus dengan
topik pembicaraan. Aktivitas motorik pengkajian klien tampak gelisah dan sering
mondar-mandir seperti kebingungan. Interaksi selama wawancara cukup
kooperatif, dan kadang tidak menjawab sebagian pertanyaan yang ditanyakan
perawat. Persepsi yaitu jenis halusinasi pendengaran, pasien mengatakan sering
mendengar suara suara yang selalu membayanginya seperti “ayo sholat”, dalam
sehari tidak bisa diprediksi kadang muncul dangan tiba tiba berdurasi 5 detik,
disaat klien sedang sendiri atau sebelum dan sesudah tidur. Tingkat kesadaran
klien mengatakan bahwa dirinya masih bingung dan kacau pasien sering mondar
mandir tidak tahu mau berbuat apa.
Beberapa data yang ada diteori tidak semuanya ada pada Ny. S, tetapi data
yang ada pada Ny. S sudah memperkuat diagnosa bahwa klien mengalami
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran yaitu klien sring mendengar
suara yang membisikan “ayo sholat”, klien sering berbicara sendiri, tampak
gelisah dan kontak mata agak kurang.
Pada pengkajian terdapat factor penghambat penulis karena klien kadang
saat diajak bicara klien tampak bingung, tidak bisa fokus, dan ditengah
pembicaraan klien berhenti bicara kmudian melamun. Klien mudah tersinggung
saat ditanya mengenai masala lalunya yang menyangkut kenangan masa lalu
dengan anaknya. Penulis juga tidak bertemu dengan keluarga klien sehingga
menyulitkan penulis untuk validasi data yang didapat.
Solusi penulis untuk dapat mengatasi masalah masalah tersebut adalah
dengan berinisiatif untuk berkali-kali melakukan pendekatan pada klien dan
membina hubingan saling percaya. Penulis juga harus lebih sabar dan harus
melihat kondisi klien kapan harus diajak bicara lagi dan tidak memaksakan klien
untuk diajak bicara. Sedangkan untuk mendapatkan data yang lebih valid, penulis
juga melihat status klien dan bertanya lebih jelas kepada perawat ruangan.

36
B. Diagnosa Keperawatan
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien
dengan halusinasi menurut Keliat (2011) yaitu: Resiko Perilaku
kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran. Gangguan persepsi
sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik diri. Isolasi sosial: menarik diri
berhubungan dengan harga diri rendah. Dalam kasus juga muncul tiga diagnose
keperawatan yaitu, Resiko Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran. Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik
diri. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah. Dimana
penulis mengangkat prioritas masalah gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaan karena untuk dapat bersosialisasi pasien harus bisa mengatasi
halusinasi pendengarannya, dimana saat klien sedang mengalami halusinasinya
pikiran klien nmenjadi kacau dan resikko menciderai diri dan orang lain serta
lingkungannya bisa terjadi.penulis mengangkat diagnose kdua menarik diri
sebagai lanjutan implementasi dari halusinasi, seperti yang tercantum dalam
strategi pelaksanaan (SP II) mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap klien
harus bisa menghardik dan untuk bisa bercakap cakap penulis harus mengatasi
diagosa isolasi sosial sebagai penyebab halusinasi.sedangkan diagnose resiko
menciderai diri, orang lain, dan lingkungan, penukis sertakan karena merupakan
akibat dari diagnosa halusinasi pendengaran. Dalam penulisan diagnose adanya
kelengkapan data klien dapat diajak berkerja sama serta adanya proses bimbingan.

C. Intervensi Keperawatan
Penulis membuat rencana asuhan keperawatan berdasarkan prioritas
masalah dari ssemua diagnose keperawatan yang menurut prioritas utama yaitu
gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran. Untuk standar operasional
prosedur penulis mengambil dari sumber (lilik, 2011). Tujuan umum yaitu klien
tidak menciderai diri, orang lain dan lingkungan. Tujuan khusus Klien dapat
membina hubungan saling percaya. Klien dapat mengenal halusinasinya; jenis, isi,
waktu, dan frekuensi halusinasi, respon terhadap halusinasi, dan tindakan yang
sudah dilakukan, Klien dapat menyebutkan dan mempraktekan cara mengntrol

37
halusinasi yaitu dengan menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, terlibat/
melakukan kegiatan, dan minum obat. Klien dapat dukungan keluarga dalam
mengontrol halusinasinya. Klien dapat minum obat dengan bantuan minimal.
Mengungkapkan halusinasi sudah hilang atau terkontrol
Factor pendukung adalah pasien mau diajak untuk bercakap cakap dan
adanya bantuan dari perawat ruangan. Pada perencanaan penulis menemukan
kesulitan atau hambatan karena dalam penyusunan rencana asuhan keperawatan
adalah penulis mengacu pada pedoman asuhan keperawatan jiwa yang sudah ada
tetapi pada kenyataan perlu pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan perlu
mempertimbangkan kondisi klien.

D. Implementasi
Dalam pelaksanaan implementasi penulis mengacu pada rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan, yang sebelumnya telah disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan klien saat ini dan mengacu pada strategi pelaksanaan (SP)
tindakan keperawatan.implementasi yang telah dilaksanakan pada diagnose ini
bertujuan agar klien dapat mengontrol halusinasinya. Tindakan yang telah
dilaksanakan adalah klien mau berjabat tangan dan memeperkenalkan diri, klien
mau berdampingan dengan perawat, klien mau menyebutkan isi, jenis, waktu, dan
frekuensi timbulnya halusinasi.
Pada tanggal 14 Maret 2015 penulis melakukan pertemuan I, dalam tahap
ini penulis tidak mendapatkan hambatan karena klien dapat berkomunikasi dengan
baik dan dapat membina hubungan saling percaya. Rasional jika klien sudah dekat
dengan perawat maka latihan untuk mengontrol halusinasi dapat dilaksanakan.
Pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 10.00 WIB penulis melakukan pertemuan SP I
yaitu mengenal dan melatih mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Adapun hasil yang penulis dapatkan pada klien yaitu klien mampu mengenal
halusinasi dank lien mau diajak menghardik. Dalam hal ini tidak ada kendala
dalam melakukan atau mengajarkan klien menghardik.
Adapun evaluasi hari pertama yang didapat yaitu data subjektif: Pasien
mengatakan mendengar suara atau bisikan yang isinya pasien disuruh untuk

38
sholat. Pasien mendengar suara tersebut saat ingin sholat dan tidur, suara tersebut
bisa muncul sehari bisa 3 x dan lamanya -/+ 5 detik. Respon pasien untuk
mengontrol halusinasinya dengan berkluyuran dan berbicara sendiri. Pasien
mengatakan mau diajarkan mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik,
dan prasaan pasien setelah di ajarkan sedikit lebih nyaman Data objektif: pasien
tampak tenang, kontak mata sedikit menurun, bicara kurang jelas, pasien mau di
ajak komunikasi, pasien tampak mempraktikan cara mengontrol halusinasinya
secara mandiri dengan baik. Analisa Telah tercapai hubungan BHSP, Pasien
mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan benar. Perencanaan
lanjutkan intervensi Untuk pasien: Anjurkan pasien untuk melakukan cara
menghardik sesuai jadwal yg sudah di buat, Anjurkan pasien untuk melakukan
cara menghardik saat halusinasi muncul. Untuk perawat: Lakukan kontrak waktu
untuk pertemuan berikutnya.
Solusi npenulis untuk mengatasi yaitu dengan mengulang strategi pelaksanaan
(SP I) mengajarkan kembali cara menghardik.
Pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 09.00 penlis melakukan pertemuan
kedua, penulis mengimplementasikan strategi pelaksanaan SP II) yang bertujuan
klien dapat mengontrol halusinasinya dengan bercakap cakap dengan orang lain.
Adapun hasil yang penulis dapatkan adalah klien mampu melaksanakan cara
menghardik dengan mengontrol halusinasi dengan bercakap cakap.
Adapun evaluasi hari ke dua yang didapat yaitu: data subjektif: pasien
mengatakan masih ingat cara yang kemarin sudah diajarkan yaitu dengan cara
menghardik, pasien mengatakan cara yaitu kita menutup telinga lalu sambil
bilang”pergi kamu pergi, kamu suara palsu tidak nyata”. Setelah diajarkan cara
yang kedua pasien mengatakan juga sudah bisa yaitu dengan cara mengajak
ngobrol dengan orang lain.. setelah diajarkan pasien mengatakan prasaannya lebih
nyaman. Data objektif: pasien tampak meragakan kembali cara mengontrol
halusinasi dengan menghardik seperti pertemuan sebelumnya, Pasien tampak
memperagakan mengontrol halusinasi dengan cara ke dua yaitu dengan mengajak
ngobrol dengan orang lain. Analisa : Pasien mampu memperagakan kembali
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, Pasien mapu memperagakan

39
mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap cakap dengan orang lain.
Perencanaan : Untuk pasien: anjurkan pasien untuk mempraktekan kembali cara
mengntrol halusinasi dengan mengajak obrol orang lain sesuai jadwal dan saat
halusinasi itu muncul. Untuk perawat; Lakukan kontrak dengan pasien untuk
melanjutkan SP yang ke III yaitu dengan cara melakukan aktivitas terjadwal.
Pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 09.00 WIB penulis melakukan
pertemuan ke III dan mengimplementasikan strategi pelsanaan (SP III) yang
bertujuan untuk klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara melakukan
akivitas yang terjadwal. Hasil yang penulis dapatkan adalah klien mampu
melakukan cara mengontrol halusianasi yang kedua yaitu beercakap cakap, klien
mampu melakukan kegiatan sehari hari seperti merapikan tempat tidur dan
mencuci gelas.
Adapun evaluasi hari ketiga didapatka data subjektif: perasaaan saya hari
ini lebih baik. Iya saya sudah mencoba semua cara yang diajarkan yaitu dengan
menghardik dan mengobrol dengan orang lain. Data objektis: Pasien mampu dan
mau memperagakan cara mengontrol halusinasi menghardik dan mengobrol
dengan orang lain. pasien tampak mau makan dan meminum obat secara teratur.
Analisa: Pasien mampu memperagakan cara mengontrol halusinasi menghardik,
mengobrol dengan pasien yang lain., pasien mampu meminum obat dengan
secara teratur. Perencanaan: Untuk pasien: melaksanakan jadwal kegiatan yang
sudah di buat. Untuk perawat: melanjutkan SP IV yaitu dengan mrnganjurkan
pasien untuk minum obat secara teratur.
Penulis dalam melakukan implementasi menemukan hambatan yaitu
kurangnya data yang mendukung seperti keterangan dari keluarga sehingga
penulis hanya mengetahui sedikit kebiasaan klien dirumah dan mengetahui sedikit
tentang masa lalu klien dan masalah-masalah yang dialami klien, klien mudah
tersinggung jika disinggung masa lalunya.

40
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan
asuhan keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan
pendekatan secara terus menerus, membina hubungna saling percaya
yang dapat menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan yang diberikan.
2. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan halusinasi,
pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sisitem
pendukung yang sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai
system pendukung yang mengerti keadaan dan permasalahan dirinya.
Disamping itu perawat/petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran
keluarga dalam memberikan data yang diperlukan dan membina
kerjasama dalam memberikan perawatan pada pasien. Dalam hal ini
penulis dapat menyimpulkan bahwa peran serta keluarga merupakan
factor penting dalam proses penyembuhan klien.

B. Saran
1. Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan
pada klien dengan gangguan halusinasi diharapkan mampu memahami
konsep dasar halusinasi, k4onsep asuhan keperawatan serta setrategi
pelaksanaan pada pasien halusinasi.
2. Sebagai pemberi asuhan keperawatan, sebaiknya perawat selalu
memberikan pendekatan terus menerus dan bertahap kepada pasien
dengan halusinasi untuk mengontrol halusinasi yang muncul. Pasien

41
dengan halusinasi biasanya sering menyendiri atau melamun, dalam hal
ini sebaiknya perawat sering melakukan interaksi dengan pasien untuk
mengurangi halusinasi yang muncul.
3. Perawat sebaiknya selalu mengawasi dan memberi dukungan pada pasien
memperhatikan kebutuhuan pasien, selain itu perawat juga harus
memotivasi pasien agar melakukan kegiatan yang dapat mengontrol
halusinasi serta dengan sesering mungkin menemani pasien saat pasien
terlihat menyendiri.
4. Bagi keluarga klien hendaknya sering mengunjungi klien dirumah sakit
sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan kondisi klien dan
dapat membantu perawat bekerja sama dalam memberikan asuhan
keperawatan.

42
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A.,Akemat, 2011,Keperawatan Jiwa :Terapi Aktivitas Kelompok.


Jakarta : EGC.

Maramis, W. F., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa. Cetakan Kesembilan. Surabaya :


Airlangga University Pres.

Sunaryo, 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Stuart, G.W., Laraia, M. T., 2001, Principles and Practice of Psychiatric


Nursing.7th edition. St. Louis : Mosby Year Book.

Stuart, G. W.,Sundeen, S. J., 2006,Buku Saku Keperawatan JiwaEdisi 5. Jakarta:


EGC.

Yosep, I. 2007.Keperawatan Jiwa Edisi I. Bandung: Refika Aditama.

Farida,Kusumawati. 2008:Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika.

Azizah, Lilik M. 2011. Keperawatan Jiwa Ed 1. Yogyakarta: Graha Ilmu

Fitria, Nita. 2010. Laporan pendahuluan dan strategi pelaksanaan. Jakarta: hak
cipta

Maramis, Willy F. 2009. Catatan ilmu kedokteran jiwa.Surabaya: airlangga


university press (AUP)

Hawari, Dadang. 2001. Keperawatan kesehatan holistic padagangguan jiwa


SKIZOFRENIA. Jakarta: gaya baru

Nasution SS. 2003.:Asuhan keperawatan pada pasien dengan perubahanse


nsoripersepsi:halusinasi.. Jakarta: Bumi Aksara,

43
Marlindawani,dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.

Ilham. 2008. Konsep Dasar Halusinasi. Dibuka pada website


http://healthreference-ilham.blogspot.com/7 juli 2014

Hawari, Dadang.2009. Kesehatan Jiwa: Psikometrialatukur (skala) kesehatan


jiwa. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I dan Kusnandar., 2008. Iso Farmakoterapi.
ISFI, Jakarta.

44

Anda mungkin juga menyukai