Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS

Oleh :

Nurfajri Ramdhoni

(181440129)

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN 2020

1
A. PENGERTIAN

Sepsis adalah suatu kondisi dimana terjadi reaksi peradangan sistemik

(inflammatory sytemic rection) yang dapat disebabkan oleh invansi bakteri,

virus, jamur atau parasit. Selain itu, sepsis dapat juga disebabkan oleh adanya

kuman-kuman yang berproliferasi dalam darah dan osteomyelitis yang

menahun. Efek yang sangat berbahaya dari sepsis adalah terjadinya kerusakan

organ dan dalam fase lanjut akan melibatkan lebih dari satu organ.

Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan

gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis

neonatorum dapat berlangsung cepat sehingga seringkali tidak terpantau, tanpa

pengobatan yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48jam.

(perawatan bayi beriko tinggi, penerbit buku kedoktoran, jakarta : EGC)

Sepsis neonatorum adalah infeksi bakteri pada aliran darah pada bayi

selama empat minggu pertama kehidupan. Insiden sepsis bervariasi yaitu antara

1 dalam 500 atau 1 dalam 600 kelahiran hidup (Bobak, 2005)..

B. ETIOLOGI

Mayoritas dari kasus-kasus sepsis disebabkan oleh infeksi-infeksi

bakteri gram negatif (-) dengan persentase 60-70% kasus, beberapa disebabkan

oleh infeksi-infeksi jamur, dan sangat jarang disebabkan oleh penyebab-

penyebab lain dari infeksi atau agen-agen yang mungkin menyebabkan SIRS.

Agen-agen infeksius, biasanya bakteri-bakteri, mulai menginfeksi hampir

2
segala lokasi organ atau alat-alat yang ditanam (contohnya, kulit, paru, saluran

pencernaan, tempat operasi, kateter intravena, dll.). Agen-agen yang

menginfeksi atau racun-racun mereka (atau kedua-duanya) kemudian

menyebar secara langsung atau tidak langsung kedalam aliran darah. Ini

mengizinkan mereka untuk menyebar ke hampir segala sistim organ lain.

Kriteria SIRS berakibat ketika tubuh mencoba untuk melawan kerusakan yang

dilakukan oleh agen-agen yang dilahirkan darah ini. Sepsis bisa disebabkan

oleh mikroorganisme yang sangat bervariasi, meliputi bakteri aerobik,

anareobik, gram positif, gram negatif, jamur, dan virus

Bakteri gram negative yang sering menyebabkan sepsis adalah E. Coli,

Klebsiella Sp. Pseudomonas Sp, Bakteriodes Sp, dan Proteus Sp.

Bakteri gram negative mengandung liposakarida pada dinding selnya

yang disebut endotoksin. Apabila dilepaskan dan masuk ke dalam aliran darah,

endotoksin dapat menyebabkan bergabagi perubahan biokimia yang merugikan

dan mengaktivasi imun dan mediator biologis lainnya yang menunjang

timbulnya shock sepsis.

Organisme gram positif yang sering menyebabkan sepsis adalah

staphilococus, streptococcus dan pneumococcus. Organime gram positif

melepaskan eksotoksin yang berkemampuan menggerakkan mediator imun

dengan cara yang sama dengan endotoksin.

3
C. PATH WAY

Injuri langsung Embolisme mikrovaskular Edema paru neurogenik trauma ,


paru Agregasi seluler mikrovaskular : hipoksia , dan intoksikasi
platelet dan glanulosit

Embolisme mikrovaskular Henti simpatik hipotalamus


4
Pelepasan dari febrinopeptida
dan asam amino
Vasokontriksi sistematis Venokonstriksi paru

Kerusakan endothelial dan


epitelium
Perubahan volume darah
menuju paru

Peningkatan permeabilitas
kapiler paru
Peningkatan tekanan hidrostatik

Peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, penggunaan obat


bantu pernafasan

Peningkatan kerja pernapasan, Respon sistemik dan psokologis


hipoksemia secara reversible

Gangguan pertukaran gas Intake nutrisi tidak Kecemasan keluarga,


adekuat, kelemahan, dan ketidakefektifan koping
keletihan fisik keluarga, dan ketidaktahuan
akan prognisis

Perubahan pemenuhan Kecemasan koping keluarga


nutrisi kurang dari tidak efektif ketidaktahuan
kebutuhan Gangguan informasi
pemenuhan ADL

D. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala umum dari sepsis adalah:

a. demam atau hypothermia

b. berkeringat

5
c. sakit kepala

d. nyeri otot

Pada pasien sepsis kemungkinan ditemukan:

a. perubahan sirkulasi

b. penurunan perfusi perifer

c. Tachycardia

d. Tachypnea

e. pyresia atau temperature <36oC

f. hypotensi

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Bila sindrom klinis mengarah ke sepsis, perlu dilakukan evaluasi sepsis

secara menyeluruh. Hal ini termasuk biakan darah, pungsi lumbal, analisis dan

kultur urin, serta foto dada. Diagnosis sepsis ditegakkan dengan ditemukannya

kuman pada biakan darah. Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan

neutropenia dengan pergeseran ke kiri (imatur:total seri granulosit>0,2). Selain

itu dapat dijumpai pula trombositopenia. Adanya peningkatan reaktans fase

akut seperti C-reactive protein (CPR) memperkuat dugaan sepsis. Diagnosis

sebelum terapi diberikan (sebelum hasil kultur positif) adalah tersangka sepsis

(Mansjoer,2000:509).

F. PENGKAJIAN

menggunakan pendekatan ABCDE

6
1. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas jika

perlu (guedel atau nasopharyngeal), jika terjadi penurunan fungsi

pernapasan segera kontak ahli anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU.

2. Breathing: kaji jumlah pernasan lebih dari 24 kali per menit merupakan

gejala yang signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas darah arteri untuk

mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan asidosis, berikan 100%

oksigen melalui non re-breath mask, auskulasi dada, untuk mengetahui

adanya infeksi di dada, periksa foto thorak.

3. Circulation : kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda

signifikan, monitoring tekanan darah, tekanan darah, periksa waktu

pengisian kapiler, pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar,

berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel, pasang kateter, lakukan

pemeriksaan darah lengkap, siapkan untuk pemeriksaan kultur, catat

temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau temperature kurang dari

36Oc, siapkan pemeriksaan urin dan sputum, berikan antibiotic spectrum

luas sesuai kebijakan setempat.

4. Disability: Bingung merupakan salah satu tanda pertama pada pasien sepsis

padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik). Kaji tingkat

kesadaran dengan menggunakan AVPU.

5. Exposure : Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan

tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

7
1. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit b.d penurunan perfusi jaringan,

odema, syok, hemoragia

2. Tidak efektifnya perfusi jaringan b/d vasodilatasi ,penurunan curah

jantung dan defisit volume cairan.

3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman

oksigen kedalam jaringan

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual,

muntah, metabolisme meningkat.

H. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Tidak efektifnya perfusi jaringan b/d vasodilatasi ,penurunan curah

jantung dan defisit volume cairan.

Tujuan: Perfusi jaringan adekuat.

Intervensi :

 Observasi status cardiovascuker :frekuensi denyut jantung ,irama.

 Observasi status hemodinamik : vital sigh,CVP.

 Pantau intake output dan balance cairan.

 Kaji warna kulit ,suhu,sianosis, capilary refill.

 Pantau asidosis dan koreksi ketidakseimbangan

 Kolaborasi medis : pemberian cairan dan obat-obatan.

8
2. Risiko terhadap kerusakan integritas kulit b.d penurunan perfusi jaringan,

odema, syok, hemoragia

Tujuan : Integritas kulit dapat dipertahankan

Intervensi :

 Lakukan personal hygiene : mandi, oral hygiene dll

 Cegah tekanan dengan kasur anti dekubitus

 Lakukan alih baring tiap 2 jam

 Masage area yang tertekan

 Hindari efek membekas dari linen

3. Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas b/d terganggunya pengiriman

oksigen kedalam jaringan

Tujuan :

Intervensi :

I: Pertahankan jalan nafas dengan posisi yang nyaman atau semi fowler

R : meningkatkan ekspansi paru-paru

I: Pantau frekuensi dan kedalaman jalan nafas

R :pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena hipoksemia, stress dan

sirkulasi endotoksin

I: Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, mengik

R : kesulitan bernafas dan munculnya bunyi adventisius merupakan

indikator dari kongesti pulmonal/ edema intersisial

9
I: Catat adanya sianosis sirkumoral

R : menunjukkna oksigen sistemik tidak adequate

I: Selidiki perubahan pada sensorium

R : fungsi serebral sangat sensitif terhadap penurunan oksigenisasi

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan mual,

muntah, metabolisme meningkat

Tujuan :

Intervensi :

 Kaji BB dalam hubungannya dengan usia gestasi dan ukuran.

Dokumentasikan pada grafik pertumbuhan. Timbang BB setiap

hari.

 Pertahankan lingkungna termonetral, termasuk penggunaan

incubator sesuai indikasi. Pantau suhu pemanas bayi dan

lingkungan dengan sering.

 Lakukan pemberian makan awal dan sering serta lanjutkan sesuai

toleransi.

 Kaji toleransi terhadap makanan. Perhatikan warna feses,

konsistensi dan frekwensi, adanya penurunan subtansi, lingkar

abdomen, muntah dan residu lambung.

 Pantau masukan dan haluaran. Hitung konsumsi kalori dan

elektrolit setiap hari.

10
 Kaji tingkat dehidrasi, perhatikan fontanel, turgor kulit, BJ urine,

kondisi membran mukosa dan fluktuasi BB.

 Pantau kadar Dextrosix segera setelah kelahiran dan secara rutin

sampai glukosa serum distabilkan.

 Kaji tanda-tanda hipoglikemia.

11
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Ediai 8.

Jakarta : EGC.

Doenges, Marilyn E.dkk. 2000. Rencana Perawatan. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2.

Jakarta : Media Aesculapius FK UI.

Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Ilmu Kesehatan. Jakarta : Info

Medika Jakarta.

Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem

Pernapasan : Salemba

12
LAPORAN PENDAHULUAN

MULTIPLE ORGAN DYSFUNCTION SYNDROME (MODS)

Oleh :

Nurfajri Ramdhoni

(181440129)

PRODI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG

TAHUN 2020

13
a. Definisi

Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) adalah perubahan fungsi


organ pada klien dengan penyakit akut seperti homeostasis yang tidak dapat
diatasa tanpa intervensi, disebut MODS jika organ yang mengalami kegagalan
dua atau lebih organ (Black & Hawks, 2014). Deskripsi MODS menunjukkan
bahwa terjadi infeksi laten atau tidak terkontrol (Hermato & Amin, 2009).

b. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab MODS meliputi jaringan yang mati, jaringan yang cedera, defisit
perfusi, dan sumber inflamasi yang persisten (Black & Hawks, 2014).
Sedangkan orang yang berisiko tinggi mengalami MODS adalah orang yang
memiliki respon imun yang rendah seperti lansia, klien dengan penyakit kronis,
klien dengan gizi buruk, klien dengan kanker, korban trauma berat dan klien
yang menderita sepsis (Black & Hawks, 2014). Menurut Balk R.A (2000 dalam
Herwanto & Amin, 2009) faktor risiko tinggi terjadinya MODS adalah
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), syok dan hipotensi
berkepanjangan, trauma berat, operasi besar, gagal hati stadium akhir, infark
usus, disfungsi hati, usia > 65 tahun.

c. Klasifikasi MODS

Terdapat dua jenis MODS, primer dan sekunder. MODS primer merupakan
kegagalan yang didapat langsung dari trauma/cedera itu sendiri. MODS
sekunder terjadi dari inflamasi sistemik yang meluas, terjadi setelah trauma,
dan menyebabkan disfungsi organ yang tidak terlibat dalam trauma awal
(Black & Hawks, 2014). Klien memasuki proses hipermetabolik pada hari ke
14-21 hari, kecuali proses ini tidak dapat dihentikan maka pasien akan
berujung pada kematian (Black & Hawks, 2014).

14
d. Patofisiologi

Mekanisme Kerusakan/Kematian Jaringan pada MODS


Kerusakan jaringan terjadi selama inflamasi dan merupakan suatu proses yang
pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi dan kegagalan organ. Sel endotel
vaskuler mengekspresikan molekul-molekul adhesi yang menarik leukosit dari
sirkulasi untuk migrasi ke jaringan. Akumulasi leukosit terjadi sebagai respons
terhadap dari chemokine, seperti IL-8. Kerusakan jaringan terjadi karena
degranulasi leukosit, menghasilkan elastase dan matrix metalloproteinase
(MMP) yang mendegradasi protein struktural. Leukosit yang teraktivasi juga
memproduksi spesies oksigen reaktif (ROS) dari NADPH oksidase membran
yang turut menyebabkan kerusakan jaringan. Dilatasi dan konstriksi lokal,
blokade pembuluh darah oleh agregasi neutrofil dan trombosit, kerusakan
endotel, dan edema interstisial semuanya berkontribusi dalam kejadian
hipoksia jaringan pada MODS. Kematian sel karena hipoksia akan memicu
respon inflamasi. Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan
TNF-a dan IL-8 yang mengakibatkan perubahan permeabilitas epitel. Hipoksia
juga menginduksi pelepasan IL-6, sitokin utama yang berperan menimbulkan
respon fase akut.

Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah ROS sebagai hasil
metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil
metabolisme AA. Jumlah ROS yang terbentuk melebihi kapasitas anti-oksidan
endogen sehingga terjadi dominasi oksidasi komponen seluler yang penting.
Selain itu terjadi produksi superoksida dismutase oleh neutrofil teraktivasi.
Kematian sel juga terjadi akibat influks kalsium ke dalam sel (calcium-
mediated cell damage). Respon inflamasi MODS terkait dengan perubahan
dinamika dan regulasi apoptosis dibandingkan dengan keadaan non-inflamasi.
Pada MODS terjadi keterlambatan apoptosis neutrofil serta peningkatan
apoptosis limfosit dan parenkim. Keterlambatan apoptosis neutrofil
memperpanjang fungsi neutrofil dalam proses inflamasi sekaligus memperlama

15
elaborasi metabolit toksik. Peningkatan apoptosis limfosit mengurangi efektor
inflamasi sekaligus menyebabkan imunosupresi. Apoptosis parenkim
mengurangi cadangan fungsional organ (Balk R.A, 2000 dalam Herwanto &
Amin, 2009).

e. Pengkajian
Manifestasi yang terlihat pada pasien MODS dapat menjadi kriteria yang
digunakan untuk mendiagnosis MODS. Salah satu kriteria yang digunakan
untuk mendiagnosis MODS adalah Apache II yang terdiri dari (Black &
Hawks, 2014):

» Kegagalan kardiovaskular (terdapat satu atau lebih hal berikut)


- Tekanan arteri rata-rata < 49 mmHg (tekanan sistolik < 60 mmHg)
- Terjadi takikardi ventrikel atau fibrilasi ventrikel
- pH serum kurang dari sama dengan 7,24 dengan PaCO2 kurang dari
sama dengan 40 mmHg
» Kegagalan Pernapasan (terdapat satu atau lebih hal berikut)
- RR kurang dari sama dengan 5 kali per menit atau lebih dari sama
dengan 49 kali permenit dengan PaCO2 lebih dari sama dengan 50
mmHg
- Bergantung pada ventilator pada hari kedua
» Kegagalan Ginjal (terdapat satu atau lebih hal berikut):
-Produksi urin kurang dari sama dengan 479 ml/24 jam atau kurang dari
sama dengan/8 jam
- BUN serum lebih dari sama dengan 100 mg/dl
- Kreatinin serum lebih dari 3,5 mg/dl
» Kegagalan Neurologis
Skor GCS kurang dari sama dengan 6
» Beragam Kegagalan Hepatik
- bilirubin serum lebih dari sama dengan 6 mg%

16
- masa protombin lebih dari sama dengan 4 detik tanpa adanya
antikoagulan sistemik
Urutan klasik akumulasi MODS adalah gagal respirasi (dalam 72 jam
pertama) mendahului gagal hati (5-7 hari) dan intestinal (10-15 hari),
diikuti gagal ginjal (11-17 hari) (Hermanto & Amin, 2009).

f. Diagnosa Keperawatan
Asuhan untuk klien dengan MODS beragam, menyeimbangkan kebutuhan satu
sistem dengan sitem yang laiinya sambil mencoba mempertahankan fungsi
optimal dari setiap sistem. Diagnosa keperawatan yang tepat untuk klien
dengan MODS ditentukan oleh sistem yang telibat dan manifestasi yang
identifikasikan (Black & Hawks, 2014).

Banyak organ yang terpengaruh oleh MODS. Paru-paru merupakan organ


pertama yang mengalami gangguan fungsi, hal ini dapat disebabkan karena
luasnya area permukaan epitel paru dikombinasikan dengan pajanan bakteri
dari aliran balik darah sistemik (Black & Hawks, 2014). Karena biasanya organ
yang pertama terkena adalah paru-paru, diagnosa yang dapat ditegakan
diagnosa yang berhubungan dengan gangguan paru seperti: gangguan
pertukaran gas, ketidakefektifan pola napas b.d menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura, ketidakefektifan
bersihan jalan nafas serta gangguan pertukaran gas (NANDA, 2014).

17
DAFTAR PUSTAKA

Black, J.C & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan medikal bedah edisi 8 buku 3.
Singapore: Elsheiver

Johnson, M.,et all. (2002). Nursing outcomes classification (NOC) Second


Edition, IOWA
NANDA. (2012). Diagnosis keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2012-2014.
(Made Sumarwati & Nike Budhi Subekti, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Herwanto, V. & Amin Z. (2009). Sindrom disfungsi organ multipel. Departemen


Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo: Jakarta

18

Anda mungkin juga menyukai