Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH KETERAMPILAN DASAR KONSEP KEBIDANAN

BAB PRINSIP PEMBERIAN OBAT

DISUSUN OLEH :
1. Dyah Ayu Khoriandari (P07124119011)
2. Anugraheni Dwi Agustina (P07124119012)
3. Aulia Afni (P07124119013)
4. Maria Densia Yofriana Rada (P07124119014)
5. Azizah Zahro (P07124119015)
6. Rizka Dewi Irmawati (P07124119016)
7. Octaviani (P07124119017)
8. Clarisa Diva Isdayanti (P07124119018)
9. Galih Yuliana Putri (P07124119019)
10. Riska Putri Elfariani (P07124119020)

POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA


PROGRAM STUDI DII KEBIDANAN
ANGKATAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat dibuat dan disampaikan tepat pada
waktunya.

Adapun penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KDKK
dan makalah ini berjudul Makalah Prinsip PemberianObat.

Selain itu kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini. Kami juga berharap dengan adanya makalah ini
dapat menjadi salah satu sumber literatur atau sumber informasi pengetahuan bagi pembaca.

Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan dan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan ini lebih sempurna.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 20 Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2


BAB I ................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 4
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................ 4
B. TUJUAN .................................................................................................................... 4
BAB II .................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................. 5
A. PENGERTIAN OBAT...................................................................................................... 5
B. JENIS OBAT .................................................................................................................. 11
1. OBAT KRIM ........................................................................................................ 14
2. OBAT BUSA (FOAM) .......................................................................................... 14
3. OBAT GEL ........................................................................................................... 14
4. OBAT LOSION .................................................................................................... 15
5. OBAT SALEP ....................................................................................................... 15
C. HAL-HAL YANG PERLU DISIAPKAN SEBELUM MEMBERIKAN OBAT .............. 16
D. PEMBERIAN OBAT ..................................................................................................... 20
E. EVALUASI PEMBERIAN OBAT .................................................................................. 33
F. CONTOH OBAT DAN KASUS DARI MASING-MASING CARA PEMBERIAN OBAT
………………………………………………………………………………………………..35
G. PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM KETEPATAN PEMBERIAN OBAT ........ 39
BAB III .............................................................................................................................. 45
PENUTUPAN .................................................................................................................... 45
A. KESIMPULAN .............................................................................................................. 45
B. SARAN .......................................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 47

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, meredakan
atau menghilangkan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh. Obat merupakan
bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan fisik dan psikis pada manusia atau hewan. Salah
satu tugas terpenting seorang tenaga kesehatan adalah memberikan obat yang aman dan
akurat kepada klien. Obat merupakan alat utama terapi untuk mengobati klien yang
memiliki masalah. Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Walaupun
obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek
samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya apabila kita
memberikan obat tersebut tidak sesuai dengan anjuran yang sebenarnya.
Seorang tenaga kesehatan juga memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan
efek samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan
tepat, memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar
dan berdasarkan pengetahuan.

B. TUJUAN
A. Untuk mengetahui pengertian obat dan jenis obat
B. Untuk mengetahui hal yang perlu diperhatikan atau disiapkan sebelum pemberian obat
C. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan pemberian obat
D. Untuk mengetahui evaluasi setelah pemberian obat
E. Untuk mengetahui contoh obat dan kasus dari masing-masing cara pemberian obat
F. Untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam ketepatan pemberian obat

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MACAM-MACAM PEMBERIAN OBAT
1. OBAT ORAL
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini
merupakan cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai
bentuk obat dapat di berikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau
puyer. Untuk membantu absorbsi , maka pemberian obat per oral dapat di sertai dengan
pemberian setengah gelas air atau cairan yang lain. Beberapa jenis obat dapat
mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah (mislanya garam besi dan
Salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat di persiapkan dalam bentuk kapsul yang
diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi menjadi hancur pada
suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul
tidak boleh di buka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien di beritahu untuk tidak
minum antasaid atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah minum obat. Apabila
obat dikemas dalam bentuk sirup, maka pemberian harus di lakukan dengan cara yang
paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit atau rasanya tidak enak. Pasien dapat
di beri minuman dingin (es) sebelum minum sirup tersebut. Sesudah minum sirup
pasien dapat di beri minum, pencuci mulut atau kembang gula.

2. OBAT SUBLINGUAL
Pemberian obat melalui sublingual adalah pemberian obat yang ditaruh di bawah
lidah. Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa segera karena pembuluh darah
di bawah lidah merupakan pusat dari sakit. Kelebihan dari cara pemberian obat dengan
sublingual adalah efek obat akan terasa lebih cepat dan kerusakan obat pada saluran
cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari. Contoh yang banyak
ditemui dalam masyarakat adalah pasien yang mempunyai penyakit jantung,
seringkali memakai obat ini yang dinamakan ISDN / Isosorbid Dinitrat.

3. OBAT TOPIKAL
Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan cara
mengoleskan atau menetskan obat pada permukaan kulit tergantung dimana letak
penyakit itu terjadi.

5
a. Obat Melalui Kulit
Obat yang biasa digunakan untuk pemberian obat topikal pada kulit adalah
obat yang berbentuk krim, lotion, sprei atau salep. Hal ini dilakukan dengan tujuan
melakukan perawatan kulit atau luka, atau menurunkan gejala gangguan kulit yang
terjadi (contoh : lotion). Krim, dapat mengandung zat anti fungal (jamur),
kortikosteorid, atau antibiotic yang dioleskan pada kulit dengan menggunakan kapas
lidi steril.
Krim dengan antibiotic sering digunakan pada luka bakar atau ulkus dekubitus.
Krim adalah produk berbasis air dengan efek mendinginkan dan emolien. Mereka
mengandung bahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur,
tetapi bahan pengawet tertentu dapat menyebabkan sensitisasi dan dermatitis kontak
alergi.Krim kurang berminyak dibandingkan salep dan secara kosmetik lebih baik
ditoleransi.
Sedangkan salep, dapat digunakan untuk melindungi kulit dari iritasi atau
laserasi kulit akibat kelembaban kulit pada kasus inkontenansia urin atau
fekal. Salep tidak mengandung air, mereka adalah produk berbasis minyak yang
dapat membentuk lapisan penutup diatas permukaan kulit yang membantu kulit
untuk mempertahankan air. Salep nenghidrasi kulit yang kering dan bersisik serta
meningkatkan penyerapan zat aktif, dan karena itu berguna dalam kondisi kulit
kering kronis. Salep tidak mengandung bahan pengawet.
Losion adalah suspensi berair yang dapat digunakan pada permukaan tubuh
yang luas dan pada daerah berbulu.Losion memiliki efek mengeringkan dan
mendinginkan.Obat transdermal adalah obat yang dirancang untuk larut kedalam
kulit untuk mendapatkan efek sistemik.Tersedia dalam bentuk lembaran.Lembaran
obat tersebut dibuat dengan membran khusus yang membuat zat obat menyerap
perlahan kedalam kulit. Lembaran ini juga dapat sekaligus mengontrol frekuensi
penggunaan obat selama 24 ± 72 jam. Tujuan pemberian pada kulit, yaitu :
1) Untuk mempertahankan hidrasi
2) Melindungi permukaan kulit
3) Mengurangi iritasi kulit
4) Mengatasi infeksi

6
b. Obat Salep Mata
Sediaan salep mata adalah suatu sediaan yang steril, semi solid, dan homogen.
Sediaan ini membutuhkan zat non-akuos yang tidak mengiritasi mata. Salep mata
memiliki empat jenis yang berbeda, Oleaginous base yang mempunyai dasar
minyak, absorption base yang digunakan sebagai pelunak dan mengandung
lanolin, water soluble base yang hanya mengandung zat yang larut air dan mempunyai
berat molekul yang tinggi, dan water removable base yang merupakan minyak didalam
emulsi. Sediaan salep mata mengurangi kecepatan eliminasi obat oleh air mata dan
meningkatkan waktu tinggal obat di permukaan kornea. Penggunaan sediaan ini
disarankan pada malam hari karena menyebabkan pandangan kabur.

c. Obat Tetes Mata


Mata adalah organ yang berperan dalam proses penglihatan. Lapisan luar mola
mata disebut sclera. Cornea adalah bagian sclera transparan di bagian depan bola mata.
Sclera merupakan kumpulan serat yang kuat, sedangkan cornea mudah rusak oleh
trauma. Oleh sebab itu, pemakaian obat jarang diarahkan langsung ke bola mata.
Kelenjar lacrimae yang menghasilkan airmata terletak di salah satu sisi tulang depan
hidung. Kelenjar tersebut mengalirkan sekresinya menuj saluran membuka di kantong
conjungtiva. Saluran tersebut meneruskan limpahan cairan ke hidung dibawah injerior
concha. Karena pemakaian langsung tak dapat dilakukan ke cornea yang sensitive,
pemberian obat secara instilasi pada mata dapat dilakukan pada bagian conjungtiva
bagian bawah.
Obat tetes mata digunakan untuk memperoleh pengaruh local, seperti
pembersihan atau kontraksi pupil untuk pemeriksaan dan mengobati infeksi. Tipe
larutan tetes tergantung pada tujuan instilasi.
Kelopak mata dilap bersih sebelum instilasi agar steril. Buka kantung conjungtiva
bagian bawah kemudian lakukan instilasi. Pemberian obat secara instilasi tidak boleh
dilakukan pada kornea karena dapat berisiko merusak cornea. Pasien diminta menutup
kelopak mata dan menggerakkan matanya untuk meratakan cairan yang telah diteteskan.

d. Mengirigasi Hidung
Obat tetes pada hidung umumnya diberikan pada pasien yang mengalami
keradangan hidung (rhinitis). Untuk melakukan instilasi hidung, pasien dibantu duduk
dengan kepala ditarik kebelakang atau berbaring dengan kepala miring ke belakang

7
dibantu dengan bantal sebagai pengganjal. Posisi ini memungkinkan larutan yang akan
kelura mengalir kembali kedalam rongga hidung. Setelah itu lakukan instilasi sesuai
dosis obat. Pasien diinstruksikan tetap menjaga posisinya selama beberapa menit dan
menjaga larutan agar tetap didalam rongga hidung setelah proses instilasi untuk
mencegah tumpahnya cairan obat kedalam oropharynx.
Pemberian obat pada hidung dilakukan dengan cara memberikan tetes hidung
yang dapat dilakukan pada seseorang dengan keradangan hidung (rhinitis) atau
nasofaring. Efek samping sistemik hampir tidak ada, kecuali pada bayi/anak dan usia
lanjut yang lebih peka terhadap efek sistemik. Namun ada efek samping lain akibat
vasokonstriksi lokal secara cepat yaitu, jika pemberian obat tetes hidung ini dihentikan,
dapat terjadi sumbatan hidung yang lebih berat. Sumbatan sekunder in dapat
menyebabkan kerusakan jaringan setempat dan mengganggu bulu hidung.

e. Mengirigasi Telinga
Pemberian obat pada telinga dilakukan dengan cara memberikan tetes telinga
atau salep. Obat tetes telinga ini pada umumnya diberikan pada gangguan infeksi
telinga, khususnya pada telinga tengah (otitis eksternal) dan dapat berupa obat
antibiotik. Obat yang berupa cairan diteteskan pada liang telinga untuk memperoleh
pengaruh local seperti melembutkan lilin telinga, mengurangi rasa sakit,
mengefektifkan anastesi local, membunuh organisme yang mengganggu pada organ
telinga. Liang telinga pasien yang akan di instilasi diluruskan, dan obat tetes
dijatuhkan pada bagian sisi liang telinga. Pasien diposisikan berbaring pada posisi
miring dengan telinga yang akan di instilasi berada di bagian atas. Pasien tetap
berbaring beberapa menit setelah instilasi guna mencegah tumpahnya obat dari liang
telinga.

4. OBAT MELALUI REKTAL


Pemberian obat melalui rektal adalah obat yang cara pemberiannya melalui dubur
atau anus. Maksudnya adalah mempercepat kerja obat serta bersifat lokal dan sistematik.
Biasanya adalah obat pencahar atau obat agar bisa buang air besar. Biasanya dalam
lingkup Rumah Sakit pada pasien yang akan Operasi Besar ataupun sudah lama tidak
bisa buang air besar. Dan pemberian obat yang benar juga harus diperhatikan.

8
5. OBAT MELALUI PARENTERAL
Pemberian obat melalui parenteral adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa
melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung melalui pembuluh
darah. Contohnya adalah sediaan injeksi atau suntikan. Tujuan pemberian obat dengan
melalui parenteral ini adalah agar dapat langsung menuju sasaran dan efeknya lebih
cepat. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak
kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara ini kurang aman karena jika
sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan.
Maka sebagai perawat biasanya dalam memberikan ini benar-benar memperhatikan
etiket obat serta nama obat dan cara pemberiannya. Macam-macam injeksi :
a. Injeksi Intrakutan
Injeksi intradermal / intrakutan adalah injeksi yang ditusukkan pada lapisan
dermis dibawah epidermis atau dibawah permukaan kulit.Pemberian obat melalui
jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum
dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral. Tempat suntikan harus bebas
dari luka dan relatif tidak berbulu.Digunakan pada tes tuberkulin, tes alergi,
vaksinasi dan kadang-kadang untuk anestesi lokal.Menggunakan spuit
tuberkulin/spuit hipodermik kecil, sudut insersi adalah 5 sampai 15 derajat Jika
digunakan untuk uji alergi maka amati bulatan kecil pada permukaan kulit seperti
gigitan nyamuk, apabila bulatan tidak muncul/jika tempat injeksi mengeluarkan
darah setelah jarum ditarik kemungkinan obat masuk ke jaringan subkutan hasil uji
kulit tidak valid. Kekurangannya pada injeksi ini adalah hanya sejumlah kecil obat
yang dapat dimasukkan, Absorpsi obat lambat karena suplai darah lebih sedikit

b. Injeksi Subkutan
Injeksi subkutan merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah
kulit. Area penyuntikan dapat dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar
atau sepertiga bagian dari bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus
(abdomen), area scapula, ventrogluteal dan dorsogluteal. Tempat injeksi harus bebas
infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang dan otot atau saraf besar
dibawahnya, tidak pada area yang nyeri, merah, pruritus dan edema.
Tempat injeksi tidak boleh digunakan lebih dari setiap enam sampai tujuh
minggu, jika untuk pemakaian jangka lama maka penyutikan di rotasi pada area yang
berbeda. Contohnya : untuk penyuntikan Vaksin, obat-obatan pre operasi, narkotik,

9
insulin dan heparin. Penderita diabetes yang melakukan injeksi insulin secara
mandiri maka disarankan untuk secara teratur merotasi tempat injeksi setiap hari
agar tidak terjadi hipertrofi kulit (penebalan kulit) dan lipodistrofi (atrofi
jaringan).Injeksi subkutan digunakan untuk obat dengan dosis kecil (0,5 sampai 1
ml). Kumpulan obat dalam jaringan subkutan menimbulkan abses steril yang tampak
seperti gumpalan yang mengeras dan nyeri dibawah kulit.Tempat injeksi subkutan
yang paling baik untuk klien yang kurus adalah abdomen. Pada klien yang berukuran
normal maka jarum insersi sudut 45 derajat., sedangkan untuk Klien gemuk : cubit
jaringan, gunakan jarum yang cukup panjang untuk diinsersikan dengan sudut 45
derajat sampai 90 derajat sehingga melewati jaringan lemak pada dasar lipatan kulit

c. Injeksi Intara Muskuler


Injeksi intramuskular merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan
otot. Lokasi penyuntikan dapat dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan
posisi ventrogluteal (posisi berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan
atas (deltoid). Terdapat lima lokasi penyuntikan intramuscular yang sudah terbukti
bahwa obatnya akan diabsorbsi dengan baik oleh tubuh.
Kekurangan injeksi intamuskular : Obat yang diberikan dengan cara ini akan
diabsorpsi relatif kurang cepat. Obat yang sukar larut dalam air dapat mengendap di
tempat suntikan, sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak
teratur. Contohnya : Vaksin : DPT, Hepatitis B, DT, Suntikan KB : Depo Provera,
cyclofem, Androgen sintetik : Deca Durobulin

6. OBAT MELALUI INHALASI


Pemberian obat melalui inhalasi adalah obat yang cara pemberiannya melalui
saluran pernafasan. Kelebihan dari pemberian obat dengan cara inhalasi adalah absorpsi
terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas
pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus / saluran nafas. Untuk obat yang
diberikan dengan cara inhalasi dalam bentuk gas atau uap yang akan diabsorpsi dengan
cepat melalui alveoli paru-paru serta membran mukosa pada saluran pernapasan.
Biasanya diberikan pada pasien-pasien yang mengidap penyakit paru seperti asma.

10
7. OBAT MELALUI INTRAVAGINA
Pemberian obat memalui intravagina adalah cara pemberian obat yang melalui
vagina. Untuk bentuk tidak jauh beda dengan pemberian secara rektal. Dan biasanya
diberikan pada pasien-pasien yang hamil dan mengalami pecah ketuban dan diberikan
agar merangsang kontraksi.
Vagina merupakan kanal selaput berotot yang memanjang dari bagian luar tubuh
pada vulva sampai cervix utari. Dalam keadaan sehat, vagina sedikit sekali
mengandung pathogen tetapi banyak mengandung organisme non-pathogen. Organisme
non-pathogen tersebut penting karena melindungi vagina dari serangan pathogen.
Penggunaan obat pada vagina bertujuan untuk mendapatkan efek terapi serta
mengobati saluran vagina dan serviks. Obat ini tersedia dalam bentuk krim dan
supositoria. Yang digunakan untuk mengobati infeksi local. Anjurkan pasien tidur
dalam posisi dorsal recumbent. Bersihkan alat kelamin pasien, kemudian renggangkan
labia minora dengan tangan kiri. Kemudian obat sepanjang sepanjang dinding kanal
vaginal posterior sampai 7,5-10 cm. Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar
orifisum dan labia.Anjurkan pasien tetap dalam posisi selama beberapa saat agar obat
bereaksi.

B. JENIS OBAT
i. OBAT ORAL

1. PIL

Merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung bahan obat dan
dimaksudkan untuk pemakaian oral. Saat ini sudah jarang ditemukan karena tergusur
tablet dan kapsul. Masih banyak ditemukan pada seduhan jamu

2. TABLET

Merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler kedua permukaan rata atau cembung mengandung satu jenis obat
atau lebih dengan atau tanpa bahan tambahan.

11
a. Tablet kempa

Paling banyak digunakan, ukuran dapat bervariasi, bentuk serta penandaannya


tergantung desain cetakan.

b. Tablet cetak

Dibuat dengan memberikan tekanan rendah pada massa lembab dalam lubang
cetakan

c. Tablet trikurat

Tablet kempa atau cetak bentuk kecil umumnya silindris. Sudah jarang ditemukan

d. Tablet hipodermik

Dibuat dari bahan yang mudah larut atau melarut sempurna dalam air. Dulu untuk
membuat sediaan injeksi hipodermik, sekarang diberikan secara oral.

e. Tablet sublingual

Dikehendaki efek cepat (tidak lewat hati). Digunakan dengan meletakan tablet di
bawah lidah.

f. Tablet bukal

Digunakan dengan meletakan diantara pipi dan gusi

g. Tablet effervescent

Tablet larut dalam air. Harus dikemas dalam wadah tertutup rapat atau kemasan
tahan lembab. Pada etiket tertulis "Tidak untuk langsung ditelan"

h. Tablet kunyah

Cara penggunaannya dikunyah. Meninggalkan sisa rasa enak dirongga mulut, mudah
ditelan, tidak meninggalkan rasa pahit atau tidak enak.

3. PULVIS (SERBUK)

Merupakan campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, ditujukan
untuk pemakaian luar.

12
4. PULVERES
Merupakan serbuk yang dibagi bobot yang kurang lebih sama, dibungkus menggunakan
bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.Contohnya adalah puyer.

5. DRASE

6. KAPSUL (CAPSULE)

Merupakan sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang
dapat larut. keuntungan/tujuan sediaan kapsul adalah :

a. Menutupi bau dan rasa yang tidak enak

b. menghindari kontak langsung dengan udara dan sinar matahari

c. Lebih enak dipandang (memperbaiki penampilan)

d. Dapat untuk 2 sediaan yang tidak tercampur secara fisis (income fisis), dengan
pemisahan antara lain menggunakan kapsul lain yang lebih kecil kemudian
dimasukan bersama serbuk lain ke dalam kapsul yang lebih besar.

e. Mudah ditelan

7. LARUTAN (SOLUTIONES)

Merupakan sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut,
biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya,cara peracikan, atau
penggunaannya,tidak dimasukan dalam golongan produk lainnya. Dapat juga dikatakan
sedian cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang larut, misalnya terdispersi
secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling
bercampur.

8. KAPLET (KAPSUL TABLET)

Merupakan sedian padat kompak dibuat secara kempa cetak, bentuknya oval seperti
kapsul.

13
ii. OBAT TOPIKAL

1. OBAT KRIM

Krim topikal umumnya digunakan untuk mengatasi masalah kulit berlingkup luas,
mulai dari gigitan serangga, eksim, dermatitis, ruam, hingga rasa gatal pada organ
intim. Obat ini pun bisa digunakan untuk mengurangi bengkak dan kemerahan
akibat gejala alergi. Bahan-bahan dalam krim topikal dapat berupa kortikosteroid
(hidrokortison), asam salisilat, atau retinoid.

Krim topikal hanya boleh dioleskan pada kulit badan, tapi tidak pada wajah, ketiak,
dan kulit kepala. Kecuali obat sudah dikhususkan untuk area tersebut atau dokter
menyarankan demikian.

2. OBAT BUSA (FOAM)

Masalah kulit yang ditangani dengan krim topikal biasanya juga dapat diatasi
dengan obat topikal dari jenis busa.Selain itu, obat topikal berbentuk busa pun
ditemukan pada produk pembasmi jerawat serta bius lokal. Bius biasanya diberikan
sebelum seseorang menjalani prosedur seperti endoskopi.

Jika Anda menggunakan obat busa untuk mengatasi jerawat, obat bisa dioleskan
langsung pada jerawat yang muncul. Sementara itu, obat busa yang diperuntukkan
sebagai bius harus digunakan oleh tenaga medis dengan mengikuti dosis yang
dianjurkan.

3. OBAT GEL

Gel topikal umumnya digunakan untuk mengatasi nyeri otot dan sendi, terutama
pada penderita radang sendi, sakit punggung, dan cedera otot.Kandungan mentol dan
metil salisilat di dalamnya bekerja dengan memberikan sensasi dingin, lalu disusul
dengan rasa hangat sehingga Anda teralihkan dari nyeri.

Seperti jenis obat topikal lainnya, gel topikal juga hanya boleh digunakan pada kulit.
Jangan mengoleskannya pada kulit yang terluka atau mengalami iritasi.

14
Efek samping berupa kemerahan dan rasa panas mungkin muncul, tapi hentikan
pemakaian jika efek ini bertambah parah.

4. OBAT LOSION

Tergantung fungsinya, losion topikal dapat mengandung asam salisilat, vitamin D,


atau pelembap. Obat ini digunakan untuk mengatasi gatal, kemerahan, dan
pembengkakan akibat penyakit kulit. Beberapa jenis losion topikal
juga mengandung antibiotik untuk menghentikan pertumbuhan bakteri penyebab
jerawat.

Losion topikal memiliki keunggulan dibandingkan obat topikal lainnya, yakni


memerangkap air sehingga kelembapan kulit tetap terjaga. Oleh sebab itu, losion
juga sering digunakan untuk mengendalikan gejala peradangan pada kulit dan area
sekitarnya.

5. OBAT SALEP

Salep adalah obat topikal berbasis minyak atau lemak yang mengandung bahan aktif
sesuai fungsi utamanya, mulai dari asam salisilat, pelembap, antibiotik, hingga
vitamin D. Semua bahan ini dicampur menggunakan sejenis minyak sehingga salep
cenderung meninggalkan bekas lengket.

Untuk menggunakannya, bersihkan kulit dengan air dan keringkan. Oleskan tipis-
tipis, lalu pijat sedikit hingga salep menyerap. Beberapa obat mata terkadang juga
berbentuk salep. Salep mata dapat langsung dioleskan pada bagian dalam kelopak
mata dengan cara yang sama.
iii. OBAT SUPPOSITORIA

Merupakan sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal,
vagina atau uretra,umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh.

15
iv. SUNTIKAN (PARENTERAL)

Terdapat beberapa cara pemberian obat menggunakan suntikan. Biasanya, cara ini
dibedakan dari lokasi suntiknya. Beberapa di antaranya:

1. Subkutan. Obat ini disuntikkan ke jaringan lemak tepat di bawah kulit. Obat ini
kemudian masuk ke pembuluh darah kecil (kapiler) menuju alirah darah untuk
diedarkan ke seluruh tubuh. Insulin adalah salah satu yang paling sering
menggunakan cara pemberian obat yang satu ini.
2. Intramuskular. Metode ini ditujukan untuk pasien yang membutuhkan obat dengan
dosis yang lebih besar. Obat disuntikkan langsung ke jaringan otot lengan atas, paha,
atau pantat menggunakan jarum berukuran besar.
3. Intravena. Sering disebut sebagai infus, cara pemberian obat
melalui intravena dilakukan dengan menyuntikkan cairan mengandung obat
langsung ke pembuluh vena. Obat dapat diberikan dalam satu dosis atau
berkelanjutan.
4. Intratekal. Cara ini ditujukan untuk mengobat penyakit pada otak, tulang belakang,
serta lapisan pelindungnya. Obat disuntikkan melalui jarum yang dimasukkan ke
celah antara dua tulang belakang bagian pinggang.

C. HAL-HAL YANG PERLU DISIAPKAN SEBELUM MEMBERIKAN OBAT

Pemberian obat kepada pasien harus melalui prosedur yang baik dan konsisten. Setiap
langkah dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab untuk menjamin tidak terjadi
kesalahan. Sasaran dari pemberian obat adalah menjamin agar pasien yang tepat menerima
obat yang sesuai dengan dosis dan bentuk sediaan obat yang benar.

1) Penerimaan dan Validasi Resep

Pada saat petugas menerima resep dia harus meneliti resep untuk melihat keabsahan
resep, meliputi :

a. Nama, nomor izin, alamat dokter.


b. Tempat dan tanggal resep dibuat.

16
c. Nama, umur pasien.
d. Nama, kekuatan, jumlah obat.
e. Instruksi pemberian obat.
f. Tanda tangan/paraf dokter.

Petugas meneliti resep sehingga tidak ada kekeliruan yang terjadi, pasien yang benar
menerima obat yang tepat.

2) Analisis dan Interpretasi Resep

Petugas menganalisis dan mengartikan resep sebagai berikut :

a. Membaca dan mengartikan nama obat, baik nama generik maupun nama dagang.
b. Membaca dan mengartikan singkatan-singkatan dalam resep.
c. Melakukan perhitungan-perhitungan terhadap obat yang diresepkan.
d. Memastikan bahwa dosis yang ditulis sesuai dengan keadaaan/kondisi pasien (jenis
kelamin, umur, berat badan).
e. Meneliti kemungkinan interaksi diantara obat yang diresepkan.
f. Menghubungi dokter bila ada instruksi dalam resep yang tidak jelas.

Resep biasanya berbentuk permintaan tertulis. Dalam keadaan tertentu atau darurat
dokter bisa mengajukan permintaan secara lisan, tapi permintaan ini harus diulangi lagi
oleh dispenser didepan dokter untuk memastikan kesesuaian. Resep tertulis harus
secepatnya dibuat oleh dokter.

Perhitungan-perhitungan terhadap obat yang diresepkan harus dicek ulang oleh


dispenser atau dicek oleh petugas yang lain. Kesalahan dalam perhitungan dapat
berakibat fatal bagi pasien.

Apabila Petugas kurang jelas membaca resep dokter, dia harus menghubungi dokter
yang menulis resep tersebut untuk memperoleh klarifikasi. Petugas tidak boleh
menduga-duga resep tersebut karena akan membahayakan nyawa pasien akibat salah
memberikan obat.

17
3) Penyiapan Obat

Penyiapan obat merupakan kegiatan pokok dalam pemberian obat kepada pasien.
Pekerjaan ini dilaksanakan setelah resep diteliti dan perhitungan obat (jumlah, dan lain-
lain) dilakukan. Penulisan etiket dan label sebaiknya dikerjakan pada saat ini, hal ini
sekaligus untuk melakukan cek ulang dari penyiapan resep

Pada waktu pengambilan obat dari tempat penyimpanan/ rak obat, Petugas memilih
obat dengan membaca label/ nama obat pada wadah dicocokkan dengan yang tercantum
pada resep. Pembacaan ini diulangi sekurang-kurangnya 2 (dua) kali. Petugas sebaiknya
setiap kali mengambil obat hanya 1 (satu) jenis, untuk menghindari kekeliruan.

Didahulukan pengeluaran obat yang diterima lebih dahulu (stok lama) atau yang masa
kadaluarsanya lebih cepat (sistem FIFO/ FEFO).

Hindari membuka beberapa wadah obat sekaligus serta membiarkan wadah terbuka
untuk waktu lama, karena udara akan menyebabkan obat cepat rusak.

Buka wadah obat dan segera tutup setelah pengambilan obat.

Pada saat pengambilan dan penghitungan obat (jumlah, dan lain-lain) dari wadah pada
saat mengambil obat, baik cairan maupun padat (tablet/kapsul), etiket obat harus
menghadap ke Petugas. Dengan cara ini nama dan kekuatan obat secara otomatis dibaca
lagi.

Obat cair harus dituang kedalam wadah bersih, dengan etiket disebelah atas, sehingga
etiket tidak terkena cairan.

Tablet atau kapsul dapat dihitung tanpa alat bantu hitung, tapi tidak boleh langsung
dengan tangan telanjang, karena secara higienik tidak baik dan dapat merusak kualitas
obat.
Penghitungan obat dilakukan dengan mempergunakan secarik kertas atau piring kecil
dan spatula bersih.

18
4) Pengemasan dan pemberian etiket

Tablet atau kapsul dikemas dalam wadah bersih dan kering, berupa kantong plastik atau
kertas, botol atau pot plastik.

Cairan dikemas dalam botol bersih dengan tutup yang baik, untuk mencegah bocor.

Pada etiket obat tercantum :

a. Nama pasien,
b. Nama dan alamat institusi (Rumah Sakit, Apotik, dan lain-lain)
c. Tanggal obat diserahkan/ dibuat,
d. Nama obat (generik atau dagang),
e. Kekuatan obat dan
f. Dosis serta jumlah obat
g. Cara pemakaian.

Pada wadah dapat disertai label antara lain :

a. Kocok dahulu
b. Obat Keras.
c. Tidak dapat diulang tanpa resep baru dokter, dsb.

Keterangan pada etiket sebaiknya berupa tulisan, bukan angka.

Contoh : “Sehari diminum dua kali, pagi dan malam dengan segelas air “
Obat yang sudah selesai disiapkan, diperiksa sekali lagi sebelum diserahkan kepada
pasien.

5) Penyerahan Obat dan Pemberian Penjelasan

Obat yang telah siap, diperiksa lagi secara menyeluruh, dicocokkan dengan resep dokter.
Langkah-langkah penyiapan obat ini sebaiknya direkam dalam bentuk catatan dibalik
resep, dimana setiap tindakan diparaf oleh Petugas yang mengerjakan. Pada waktu
menyerahkan obat, Petugas memanggil pasien dan mengklarifikasi sekali lagi identitas
pasien sesuai resep. Petugas menjelaskan kepada pasien tentang obat dan cara
penggunaannya serta keterangan lainnya bila ada.

19
Pemberian informasi diutamakan pada beberapa hal, antara lain

a) Kapan obat digunakan

1. Sebelum makan : ½ - 1 jam sebelum makan


2. Sesudah makan : ½ - 1 jam sesudah makan
3. Penggunaan bersama obat lain
4. Dsb

b) Bagaimana obat digunakan

1. Cara penggunaan obat tetes mata


2. Cara penggunaan obat tetes telinga
3. Cara penggunaan suppositoria
4. Tablet kunyah
5. Dsb

c) Bagaimana penyimpanan dan penanganan obat

A. Harus disimpan jauh dari jangkauan anak-anak


B. Harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya
C. Dsb

Pasien diminta untuk mengulangi sekali lagi penjelasan tersebut, untuk mengetahui
apakah dia telah mengerti.

Bila perlu, disiapkan informasi tertulis untuk kasus-kasus tertentu. Perhatian khusus
diberikan untuk kasus-kasus seperti wanita hamil, usia lanjut, anak balita, dan pasien
yang mendapat beberapa macam obat.

D. PEMBERIAN OBAT
i. ORAL

1. Periapan alat dan bahan :

a) Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.

20
b) Obat dan tempatnya.

c) Air minum dan tempatnya.

2. Prosedur Kerja :

a) Cuci tangan.

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

c) Baca obat, dengan berprinsip tepat obat, tepat pasien, tepat dosis, tepat waktu,
dan tepat tempat.

d) Bantu dengan cara untuk meminumkan nya dengan cara, apabila memberikan
obat berbentuk tablet atau kapsul dari botol, maka tuangkan jumlah yang
dibutuhkan ke dalam tutup botol dan pindahkan ke tempat obat. Jangan sentuh
obat dengan tangan. Untuk obat berupa kapsul jangan di lepaskan
pembungkusnya.

e) Kaji kesulitan menelan. Bila ada, jadikan tablet dan bentuk bubuk dan campur
dengan minuman.

f) Kaji denyut nadi dengan tekanan darah sebelum pemberian obat yang
membutuhkan pengkajian.

g) Catat perubahan dan reaksi terhadap pemberian. Evaluasi respons terhadap obat
dengan mencatat hasil pemberian obat.

h) Cuci tangan.

ii. JARINGAN INTRAKUTAN (IC)

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.

b) Obat dan tempatnya.

c) Spuit 1 cc/spuit insulin.

d) Kapas alcohol dalam tempatnya.

21
e) Cairan pelarut.

f) Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit).

g) Bengkok.

h) Perlak dan alasnya.

2. Prosedur kerja :

a) Cuci tangan.

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

c) Bebaskan daerah yang akan disuntik. Bila menggunakan baju lengan panjang
buka dank e atasan.

d) Pasang perlak / pengalas di bawah bagian yang disuntik.

e) Ambil obat untuk tes alergi, kemudian larutan/encerkan dengan akuades (cairan
pelarut). Selanjutnya, ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai -+ 1cc, lalu siapkan
pada bak injeksi atau steril.

f) Desinfeksi dengan kapas alcohol pada daerah yang akan disuntik.

g) Tegangkan daerah yang akan disuntik dengan tangan kiri.

h) Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas yang sudutnya 20 derajat


terhadap permukaan kulit.

i) Semprotkan obat hingga terjadi gelembung

j) Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan massege.

k) Cuci tangan.

l) Catat reaksi pemberian, hasil pemberian obat/tes obat,tanggal,waktu, dan jenis


obat.

iii. JARINGAN SUBKUTAN (SC)

1. Persiapan alat dan bahan :

22
a) Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat

b) Obat dalam tempatnya

c) Spuit insulin

d) Kapas alcohol dalam tempatnya

e) Cairan pelarut

f) Bak injeksi

g) Bengkok

h) Perlak dan alasnya

2. Prosedur Kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) Bebaskan daerah yang disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan baju, maka dibuka atau dikeataskan

d) Ambil obat dalam tempatnya sesuai dengan dosis yang akan diberikan. Setelah
itu, tempatkan pada bak injeksi

e) Desinfeksi dengan kapas alcohol

f) Tegangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).

g) Lakukan penusukan dengan lubang menghadap keatas, yang sudut 45 0 dengan


permukaan kulit.

h) Lakukan aspirasi. Bila tidak ada darah, semprotkan obat perlahan-lahan hingga
habis

i) Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol. Masuk kan spuit yang telah dipakai
kedalam bengkok

j) Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis / dosis obat.

23
k) Cuci tangan.

iv. MELALU WADAH INTRAVENA (SECARA TIDAK LANGSUNG)

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran

b) Obat dalam tempatnya

c) Wadah cairan( kantong / botol)

d) Kapas alcohol

2. Prosedur Kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan kedalam spuit.

d) Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong.

e) Lakukan disenfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran

f) Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus


bagian tengah dan masukkan obat perlahan –lahan ke dalam kantong / wadah
cairan

g) Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantong
cairan secara perlahan – lahan dari satu ujung ke ujung lainnya.

h) Perikasa kecepatan infuse.

i) Cuci tangan

j) Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat

v. Melalui Selang IntraVena

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran

24
b) Obat dalam tempatnya

c) Selang intravena

d) Kapas alcohol

2. Prosedur Kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke dalam spuit

d) Cari tempat penyuntikan obat pada daerah selang intavena

e) Lakukan disinfeksi dengan kapas alcohol dan stop aliran

f) Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus


bagian tengah dan masukkan obat secara perlahan – lahan ke dalam selang
intravena.

g) Setelah selesai, tarik spuit

h) Periksa kecepatan infuse dan observasi reaksi obat

i) Cuci tangan

j) Catat obat yang telah diberikan dan dosisnya.

vi. MELALUI INTRAMUSCULAR(IM)

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.

b) Obat dalam tempatnya.

c) Spuit dan jarum yang sesuai dengan ukuran: untuk orang dewasa, panjangnya
2.5 – 3,75 cm,sedangkan untuk anak, panjangnya 1,25-2,5 cm.

d) Kapas alcohol dalam tempatnya

25
e) Cairan pelarut

f) Bak injeksi

g) Bengkok

2. Prosedur kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) Ambil obat kemudian masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosis. Setelah itu,
letakkan pada bak injeksi

d) Periksa pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan

e) Disinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan penyuntikan

f) Lakukan penyuntikan

1) Dorsogluteal, dengan menganjurkan pasien untuk tengkurap dan lutup nya


diputar kearah dalam/miring. Pleksikan lutut bagian atas dan pinggul, serta
letakkan di depan tungkai bawah.

2) Ventrogluteal, dengan menganjurkan pasien untuk miring, tengkurap, atau


terlentang. Lutut dan pinggul pada posisi yang akan dilakukan penyuntikan
dalam keadaan fleksi.

3) Vastus lateralis (paha), dengan menganjurkan pasien untuk berbaring


terlentang dengan lutut sedikit fleksi.

4) Deltoid (Lengan Atas), dengan menganjurkan pasien untuk duduk


/berbaring mendatar dan lengan atas fleksi.

g) Lakukan penusukan menggunakan jarum dengan posisi tegak lurus

h) Setelah jarum masuk,lakukan aspirasi spuit. Bila tidak ada darah, seprotkan obat
secara perlahan – lahan hingga habis.

26
i) Setelah selesai, ambil spuit dengan menariknya.tekan daerah penyuntikan
dengan kapas alcohol, kemudian letakkan spuit yang telah digunakan pada
bengkok.

j) Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.

k) Cuci tangan.

l)

vii. MELALUI REKTUM

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Obat supositoria dalam tempatnya

b) Sarung tangan

c) Kain kasa

d) Vaselin / pelican/ pelumas

e) Kertas tisu

2. Prosedur kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) Gunakan sarung tangan

d) Buka pembukus obat dengan kain kassa

e) Oleskan pelican pada ujung obat supositoria

f) Regangkan glutea dengan tangan kiri. Kemudian masukkan supositoria secara


perlahan.melalui anus, sfingter anal internal, serta mengenai dinding rectal 10
cm pada orang dewasa, 5cm pada bayi/anak.

g) Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan tisu

27
h) Anjurkan pasien untuk tetap berbaring / terletang selama 5 menit. Setelah selesai
lepaskan sarung tangan ke dalam bengkok.

i) Cuci tangan

j) Catat obat, jumlah dosis, dan cara pemberian.

viii. PER VAGINA

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Obat dalam tempatnya

b) Sarung tangan

c) Kain kasa

d) Kertas tisu

e) Kapas sublimat dalam tempatnya

f) Pengalas

g) Korentang dalam tempatnya

2. Prosedur kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) Gunakan sarung tangan

d) Buka pembukus obat dan pegang dengan kain kasa

e) Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat.

f) Anjurkan pasien tidur dengan posisi dorsal recumber

g) Apabila jenis obat supositoria, maka buka pembukus dan berikan pekumas pada
obat

h) Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang
dinding kanan vagina posterior sampai 7,5 – 10 cm

28
i) Setelah obat masuk bersihkan daerah sekitar orifisium dengan labia dengan tisu

j) Anjurkan untuk tetap dalam posisi selama 10 menit agar obat bereaksi.

k) Cuci tangan

l) Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian

ix. PADA KULIT

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Obat dalam tempatnya ( seperti krim, lotion, aerosol, dan spray)

b) Pinset anatomi

c) Kain kasa

d) Kertas tisu

e) Balutan

f) Pengalas

g) Air sabun, air hangat

h) Sarung tangan

2. Prosedur Kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) Pasang pengalas di bawah daerah yang akan dilakukan tindakan.

d) Gunakan sarung tangan

e) Bersihkan daerah yang akan diberi obat dengan air hangat (apabila terdapat kulit
mengeras ) dan gunakan pinset anatomi

f) Berikan obat sesuai dengan indikasi dan cara pemakaian seperti mengoleskan
dan mengompres

29
g) Kalau perlu, tutup dengan kain kasa atau balutan pada daerah yang diobati

h) Cuci tangan

x. PADA MATA
1. Persiapan alat dan bahan :

a) Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa salep

b) Pipet

c) Pinset anatomi dan tempatnya

d) Korentang dalam tempatnya

e) Plester

f) Kain kasa

g) Kertas tisu

h) Balutan

i) Sarung tangan

j) Air hangat/ kapas pelembab

2. Prosedur Kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) atur posisi pasien dengan kepala menengadah dengan posisi perawat


disamping kanan.

d) Gunakan sarung tangan.

e) Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut mata
kea rah hidung.abila sangat kotor, basuh dengan air hangat

f) Buka mata dengan menekan perlahan – lahan bagian bawah dengan ibu jari,
jari telunjuk diatas tulang orbital

30
g) Teteskan obat mata di atas sakus konjungtiva. Setelah tetasan selesai sesuai
dengan dosis, anjurkan pasien untuk menutup mata dengan perlahan – lahan,
apabila menggunakan obat penetes mata.

h) Apabila obat mata jenis salep pegang aplikator salep diatas pinggir kelopak
mata. Kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan obat pada
kelopak mata bawah.setelah itu anjurkan pasien untuk melihat kebawah, secara
bergantian dan berikan obat pada kelopak mata bagian atas. Biarkan pasien
untuk memejamkan mata dan menggerakan kelopak mata.

i) Tutup mata dengan kasa bila perlu

j) Cuci tangan

k) Catat obat, jumlah, waktu dan tempat pemberian.

xi. PADA TELINGA

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Obat dalam tempatnya

b) Penetes

c) Speculum telinga

d) Pinset anatomi dalam tempatnya

e) Korentang dalam tempatnya

f) Plester

g) Kain kasa

h) Kapas tisu

i) Balutan

2. Prosedur kerja :

a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

31
c) Atur posisi pasien dengan kepala miring ke kanan / ke kiri sesuai dengan daerah
yang akan di obati. Usahakan agar lobang telinga pasien ke atas.

d) Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas atau ke belakang
pada orang dewasa dan bawah pada anak.

e) Apabila berupa obat tetes, maka teteskan dengan jumlah sesuai dosis pada
dinding saluran untuk mencegah terhalang oleh gelembung udara.

f) Apabila berupa salep maka ambil kapas lidi dan masukkan atau oleskan salep
pada liang telinga.

g) Pertahankan posisi kepala 2- 3 menit

h) Tutup telinga dengan pembalut dan plester jika perlu

i) Cuci tangan

j) Catat jumlah, tanggal, dan dosis pemberian.

xii. PADA HIDUNG

1. Persiapan alat dan bahan :

a) Obat dalam tempatnya

b) Penetes

c) Speculum hidung

d) Pinset anatomi dalam tempatnya

e) Korentang dalam tempatnya

f) Plester

g) Kain kasa

h) Kapas tisu

i) Balutan

2. Prosedur Kerja :

32
a) Cuci tangan

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c) Atur posisi pasien dengan cara :

1) Duduk di kursi dengan kepala menengadah ke belakang.

2) Berbaring dengan kepala ekstensi pada tepi tempat tidur

3) Berbaring dengan bantal di bawah bahu dan kepala tengadah ke belakang.

d) Berikan tetesan obat sesuai dengan dosis pada tiap lubang hidung

e) Pertahankan posisi kepala tetap tengadah ke belakang selama 5 menit

f) Cuci tangan.

g) Catat cara, tanggal, dosis pemberian obat.

E. EVALUASI PEMBERIAN OBAT

Evaluasi merupakan bagian yang penting setelah pemberian obat. Sebelum obat
berpindah pada tangan pasien perlu memberikan informasi yang tepat, seperti informasi
berkaitan obat: kebenaran, instruksi yang lengkap termasuk berapa banyak, kapan, berapa
lama penggunaan obatnya dan bagaimana jika obat lupa diminum. Informasi tentang
penyakit, kapan dan bagaimana pemakaian obat akan berguna. Informasi tentang efek
samping.

Tujuan pemberian obat yaitu memberikan obat sesuai dengan prosedur agar
mendapatkan efek obat yang diinginkan dan bisa memberikan efek penyembuhan terhadap
suatu penyakit ataupun keluhan yang dirasakan oleh seseorang.

Selain itu juga peran perawat sangat berperan penting dikarenakan perawatlah yang
bertanggung jawab terhadap pemberian obat secara langsung kepada pasien. Oleh sebab
itu dalam pemberian obat oleh perawat sering menggunakan konsep enam benar.

1. Benar Pasien

33
Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus diperiksa (papan identitas di
tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung kepada pasien atau
keluarganya. Jika pasien tidak sanggup berespon secara verbal, respon nonverbal dapat
dipakai, misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri
akibat gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti
menanyakan langsung kepada keluarganya. Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang
identitasnya.

2. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama
dagang yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya,
bila perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat.
Sebelum memberi obat kepada pasien, label pada botol atau kemasannya harus
diperiksa tiga kali. Pertama saat membaca permintaan obat dan botolnya diambil dari
rak obat, kedua label botol dibandingkan dengan obat yang diminta, ketiga saat
dikembalikan ke rak obat. Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan
harus dikembalikan ke bagian farmasi.
Jika pasien meragukan obatnya, perawat harus memeriksanya lagi. Saat
memberi obat perawat harus ingat untuk apa obat itu diberikan. Ini membantu
mengingat nama obat dan kerjanya.

3. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat
harus berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker sebelum
dilanjutkan ke pasien. Jika pasien meragukan dosisnya perawat harus memeriksanya
lagi. Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap
ampul atau tabletnya. Misalnya ondansentron 1 amp, dosisnya berapa? Ini penting,
karena 1 amp ondansentron dosisnya ada 4 mg, ada juga 8 mg. ada antibiotik 1 vial
dosisnya 1 gr, ada juga 1 vial 500 mg. jadi Anda harus tetap hati-hati dan teliti!

4. Benar Cara/Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan

34
respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang
diinginkan. Obat dapat diberikan peroral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.

5. Benar Waktu
Ini sangat penting, khususnya bagi obat yang efektivitasnya tergantung untuk
mencapai atau mempertahankan kadar darah yang memadai. Jika obat harus diminum
sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan, harus diberi satu jam
sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak boleh diberikan bersama
susu karena susu dapat mengikat sebagian besar obat itu sebelum dapat diserap. Ada
obat yang harus diminum setelah makan, untuk menghindari iritasi yang berlebihan
pada lambung misalnya asam mefenamat.

6. Benar Dokumentasi
Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan
oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu
tidak dapat diminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Patient Safety Dalam Pemberian Obat Menurut


penelitian Virawan (2012) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
keselamatan pasien antara lain faktor kegagalan komunikasi, faktor kurangnya
pengetahuan/sosialiasi pada SDM, faktor kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat,
dan faktor kondisi lingkungan. Semua faktor tersebut menjadi faktor penentu terjadinya
banyak kesalahan pemberian obat.

F. CONTOH OBAT DAN KASUS DARI MASING-MASING CARA PEMBERIAN


OBAT
i. CONTOH OBAT
1. Diminum (oral): Banyak obat dapat diberikan secara oral dalam bentuk tablet,
cairan (sirup, emulsi), kapsul, atau tablet kunyah.
2. Diberikan melalui suntikan ke pembuluh darah (intravena), ke dalam otot
(intramuskular), ke dalam ruang di sekitar sumsum tulang belakang (intratekal),

35
3. Di bawah kulit (subkutan): (seperti progestin yang digunakan untuk pengendalian
kelahiran hormonal) dapat diberikan dengan memasukkan kapsul plastik di bawah
kulit (implantasi).
4. Ditempatkan di bawah lidah (sublingual) atau antara gusi dan pipi (bukal)
5. Dimasukkan ke dalam rektum (dubur) atau vagina (vagina): Obat-obatan yang
dapat diberikan secara rektal termasuk asetaminofen atau parasetamol (untuk
demam), diazepam (untuk kejang), dan obat pencahar (konstipasi).
6. Ditempatkan di mata (rute okular): Obat yang digunakan untuk mengobati
glaukoma, seperti asetazolamid dan betaksolol, dan yang digunakan untuk
melebarkan pupil, seperti fenilefrin dan tropikamid) menghasilkan efek lokal
(beraksi langsung pada mata) setelah obat diserap melalui kornea dan konjungtiva.
7. Di tempatkan telinga (rute otic): Obat-obatan yang dapat diberikan melalui rute otic
termasuk hidrokortison (untuk meredakan peradangan), siprofloksasin (untuk
mengobati infeksi), dan benzokain (untuk memati-rasakan telinga).
8. Disemprotkan ke hidung dan diserap melalui membran hidung (nasal): Obat-obatan
yang dapat diberikan melalui rute hidung termasuk nikotin (untuk berhenti
merokok), kalsitonin (osteoporosis), sumatriptan (untuk sakit kepala migrain), dan
kortikosteroid (untuk alergi).
9. Terhirup masuk ke dalam paru-paru, biasanya melalui mulut (inhalasi): pemberian
obat yang bekerja secara khusus pada paru-paru, seperti obat antiasma aerosol
dalam wadah dosis terukur (disebut inhaler), dan untuk pemberian gas yang
digunakan untuk anestesi umum.hidung (dengan nebulisasi): obat-obat yang
diberikan melalaui rute ini misalnya tobramisin (untuk cystic fibrosis), pentamidin
(pneumonia Pneumocystis jirovecii), dan albuterol atau salbutamol (untuk serangan
asma).
10. Diterapkan pada kulit (kutanea) untuk efek lokal (topikal) atau seluruh tubuh
(sistemik): berupa salep, krim, losion, larutan, bubuk, atau gel. Hanya obat yang
akan diberikan dalam dosis harian yang relatif kecil dapat diberikan melalui patch.
Contoh obat tersebut termasuk nitrogliserin (untuk nyeri dada), skopolamin (untuk
mabuk perjalanan), nikotin (untuk berhenti merokok), klonidin (untuk tekanan
darah tinggi), dan fentanil (untuk menghilangkan rasa sakit).

36
ii. CONTOH KASUS
1. Kasus nyonya S

Nyonya S yang baru saja melahirkan, mengalami koma selama dua hari, setelah
diadakan pemeriksaan ternyata pasien tersebut salah mengkonsumsi obat.
Seharusnya pasien mendapatkan obat methylergotamin yang salah satu fungsinya
yaitu untuk mengontrol pendarahan pada melahirkan atau persalinan dan
mempercepat kembalinya kandungan (uterus) ke keadaan normal, sedangkan obat
yang diberikan oleh apotek yaitu obat yang mengandung glibenclamide sebagai
antidibetik yaitu menurunkan kadar gula darah.Pasien mengalami koma karena
tubuh pasien tidak dapat mengatasi dengan cara mengeluarkan hormon yang
menaikan gula darah karena pasien bukan penderita diabetes

2. Kasus bapak KY

Bapak KY 58 tahun merupakan seorang pasien di Puskesmas mengeluhkan mata


perih dan merah karena terkena butiran pasir saat menggunakan motor pada tanggal
2 Mei 2017 lalu datang kedokter dan diberikan resep.Saat berada dirumah pasien
baru membaca bahwa obat tetes yang diberikan tertulis merupakan chlorampenicol 3%
obat tetes telinga namun pasien beranggapan mungkin obat tersebut bisa digunakan
untuk tetes mata dan tetes telinga saat digunakan mata pasien terasa semakin perih.

Pasiennya kemudian datang kembali ke dokter dipuskesmas dan mengeluhkan obat


yang diberikan, dokter pun mengganti resep namun ternyata saat sampai dirumah
membaca kembali obat tersebut merupakan tetes telinga lagi pasien pun masih
beranggapan bisa digunakan untuk tetes mata dan telinga namun saat diteteskan mata
pasien malah lebih perih dan sakit serta pusing hingganya pasien pergi ke dokter
spesialis mata dengan keluarganya, setelah diperiksa mata pasien masih normal tapi
tidak dapat dipastikan untuk kedepannya dan hal ini sangat membuat pasien tidak
nyaman dan akhirnya melakukan protes terhadap Puskesmas agar tidak terjadi
kejadian serupa.

3. Kasus bayi dari ibu M

37
Pada bulan Desember 2013 di Aceh, ibu M membawa bayi L yang baru berusia 34
hari ke salah satu RSUD atas rujukan seorang dokter. Bayi mengalami diare dan
dokter menyarankan untuk di infus namun seorang perawat yang masih praktek
lapangan di Rumah Sakit tersebut melakukan kesalahan dengan memberikan obat
ranitidin dan norages kepada bayi tersebut yang seharusnya diberikan kepada bayi
lain yang sama dirawat di RSUD tersebut.

Akibatnya bayi dari ibu M mengalami muntah – muntah dan lemas serta perut
kembung semua tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk keselamatan pasien baik
itu dokter yang meresepkan dan mendiagnosa, apoteker yang menyiapkan dan
memberikan obat serta perawat yang memberikan kepada pasien maka perlu
dilakukan kerja sama dari semua tenaga kesehatan agar tidak terjadi lagi hal seperti
kasus tersebut.

4. Kasus keracunan lithium

Seorang pasien wanita usia 51 tahun dengan gangguan mental, gangguan bipolar,
hipotiroid dan Parkinson. Kemudian diberikan resep lihium karbonat 150 mg/ kapsul
namun terjadi kesalahan pasien diberikan lithum karbonat dengan dosis yang lebih
tinggi yaitu 300 mg/ kapsul.

Selain itu, dokter tidak mengevaluasi perubahan yang terjadi pada pasien yaitu
pasien mengalami diare selama 3 hari namun setelah pemeriksaan selanjutnya pasien
sudah tidak diare. Dokter mencatat symptom pasien sudah membaik dan mencatat
keluhan pasien yaitu peningkatan kontraksi otot dan kekauan otot dan memburuk
sehingga mengalam ketidakstabilan dan sangat lemah.

Dokter menyuruh pasien untuk tes darah namun tidak memperhatikan kadar lithium
sebulan setelah pemberian lihium akhirnya pasien diperiksa ke rumah sakit dan
kadar lithium dalam darah pasien yaitu 6,8 mEq/L keadaan pasien semakin
memburuk pasien mengalami dehidrasi berat persisten dan hipotensi serta gagal
ginjal akut akibat toksisitas lithium dan akhirnya meninggal dunia.

5. Kasus Bapak IU (65 th)

38
Awalnya Tn IU merasakan mata kiri perih karena terkena sabun kemudian
membasuh mata dengan air namun tidak membaik, lalu pasien membeli tetes mata
insto, namun tidak memberikan efek pasien pun berinisiatif untuk pergi ke apotek
membeli obat mata yang termasuk obat keras dan harus menggunakan resep dokter
namun pasien tetap meminta obat tersebut hingga akhirnya diberikan pasien pun
tidak membaca aturan pakai yang seharusnya hanya 3 tetes setiap 6 jam sehingga
setelah menggunakan obat tersebut mata pasien malah semakin perih, dan saat obat
diteteskan terasa panas. Akhirnya pasien pergi ke Puskesmas dan memberitahukan
kepada dokter mengenai obat yang digunakan hasilnya kornea mata pasien
mengalami kerusakan.

G. PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM KETEPATAN PEMBERIAN OBAT

Hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kesalahan dalam pemberian obat oleh
tenaga kesehatan yaitu:

1. Mempunyai good knowledge, harus mengetahui obatnya, kapan harus diberikan, dan
efek sampingnya dari obat tersebut,

2. Menjadi tenaga kesehatan yang terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar
memberikan pil untuk diminum (oral) atau injeksi obat melalui pembuluh darah
(parenteral), namun juga mengobservasi respon klien terhadap pemberian obat tersebut,

3. Membangun sistem yang baik, jangan sampai terjadi medication error, ada alert
system/warning system jika obat salah diberikan kepada pasien,

4. Komunikasi konseling, menyampaikan secara tepat kepada pasien. Membantu pasien


dalam membangun pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan
mengkonsultasikan setiap obat yang dipesankan,

5. Sebagai tenaga kesehatan yang memiliki peran utama dalam meningkatkan dan
mempertahankan kesehatan pasien dengan mendorong pasien lebih proaktif jika
membutuhkan pengobatan, dan

6. Turut serta bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan tentang pengobatan


bersama dengan tenaga kesehatan yang lain.

39
Prinsip 12 Benar Dalam Pemberian Obat :

1. Benar klien

a. Selalu pastikan dengan memeriksa identitas pasien dengan memeriksa gelang


identifikasi dan meminta menyebutkan namanya sendiri.

b. Klien berhak untuk mengetahui alasan obat.

c. Klien berhak untuk menolak penggunaan sebuah obat.

d. Membedakan klien dengan dua nama yang sama.

2. Benar Obat

a. Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan

b. Tenaga kesehatan bertanggungjawab untuk mengikuti perintah yang tepat

c. Tenaga kesehatan harus menghindari kesalahan, yaitu dengan membaca label obat
minimal tiga kali:

1) Pada saat melihat botol atau kemasan obat

2) Sebelum menuang atau menghisap obat

3) Setelah menuang atau menghisap obat

d. Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah

e. Mengetahui alasan mengapa klien menerima obat tersebut

f. Memberikan obat-obatan tanda: nama obat, tanggal kadaluarsa

3. Benar Dosis Obat

a. Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi klien

b. Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang
bersangkutan.

40
c. Tenaga kesehatan harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah dosis yang
akan diberikan, dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Tersedianya obat dan dosis yang diresepkan atau diminta

2) Pertimbangan berat badan klien (mg/kgBB/hari)

3) Jika ragu-ragu dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain

d. Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tertentu.

4. Benar Waktu Pemberian

a. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

b. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari. Misalnya seperti dua
kali sehari, tiga kali sehari, empat kali sehari, dan enam kali sehari sehingga kadar
obat dalam plasma tubuh dapat dipertimbangkan.

c. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat

d. Obat yang mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat
yang memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu
tertentu.

e. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan atau
bersama makanan

f. Memberikan obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi mukosa
lambung bersama-sama dengan makanan

g. Menjadi tanggungjawab tenaga kesehatan untuk memeriksa apakah klien telah


dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang merupakan
kontraindikasi pemeriksaan obat.

5. Benar Cara Pemberian (Rute)

a. Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat dan memadai.

41
b. Memperhatikan kemampuan klien dalam menelan sebelum memberikan obat-obat
peroral.

c. Menggunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat melalui rute parenteral.

d. Memberikan obat pada tempat yang sesuai dan tetap bersama dengan klien sampai
obat oral telah ditelan.

e. Rute yang lebih sering dari absorpsi:

1) Oral

Rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai karena ekonomis,
paling nyaman, dan aman. Obat juga diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual
atau bukal) seperti tablet ISDN.

2) Parenteral

Berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi
parenteral berarti diluar usus, atau tidak melalui saluran cerna, yaitu melalui vena
(perset/perinfus)

3) Topikal

Pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, lotion, krim,
spray, tetes mata.

4) Rektal

Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek
lokal seperti konstipasi (dulkolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak
sadar/krjang (stesolid supp).

5) Inhalasi

Pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk
absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara

42
lokal pada salurannya, misalnya salbutamol (ventolin), combivent, berotek untuk
asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen

6. Benar Dokumentasi

a. Pemberian obat sesuai dengan standar prosedur yang berlaku di rumah sakit, selalu
mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan serta respon
klien terhadap pengobatan.

b. Setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu dan oleh siapa
obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya, atau obat itu tidak dapat
diminum, harus dicatat.

7. Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Klien

a. Tenaga kesehatan mempunyai tanggungjawab dalam melakukan pendidikan


kesehatan pada pasien, keluarga, dan masyarakat luas terutama yang berkaitan
dengan obat.

b. Seperti manfaat obat secara umum, pengunaan obat yang baik dan benar, alasan
terapi obat, hasil yang diharapkan setelah pemberian obat, efek samping dan reaksi
yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat dan obat dengan makanan,
perubahan yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari selama sakit.

8. Hak Klien Untuk Menolak

Klien berhak untuk menolak dalam pemberian obat. Tenaga kesehatan harus
memberikan inform consent dalam pemberian obat.

9. Benar Pengkajian TTV

Tanda-tanda vital diperiksa sebelum pemberian obat.

10. Benar Evaluasi

Tenaga kesehatan selalu melihat atau memantau efek kerja dari obat setelah
pemberiannya.

11. Benar Reaksi Terhadap Makanan

43
Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu yang tepat. Jika obat itu harus
diminum sebelum makan untuk memperoleh kadar yang diperlukan harus diberi satu
jam sebelum makan misalnya tetrasiklin, dan sebaiknya ada obat yang harus diminum
setelah makan misalnya indometasin.

12. Benar Reaksi Dengan Obat Lain

Pada penggunaan obat seperti chloramphenicol diberikan dengan omeprazol


penggunaan pada penyakit kronis.

Implikasi Pengobatan

1. Berikan obat pada saat yang khusus. Obat-obat dapat diberikan setengah jam sebelum
atau sesudah waktu yang tertulis dalam resep.

2. Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan seperti captopril, sebelum makan.

3. Berikan obat-obat, seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi perut (mukosa
lambung) bersama-sama dengan makanan.

4. Tanggungjawab tenaga kesehatan untuk memeriksa apakah klien telah dijadwalkan


untuk pemeriksaan diagnostik, seperti endoskopi, tes darah puasa, yang merupakan
kontraindikasi pemberian obat.

5. Periksa tanggal kadaluarsa. Jika telah melewati tanggalnya, buang atau kembalikan ke
apotik (tergantung peraturan).

6. Antibiotika harus diberikan dalam selang waktu yang sama sepanjang 24 jam
(misalnya setiap 8 jam bila di resep tertulis) untuk menjaga kadar darah terapeutik.

7. Nilai kemampuan klien untuk menelan obat sebelum memberikan obat-obat per oral.

8. Penggunaan teknik aseptik sewaktu memberikan obat.

9. Teknik steril dibutuhkan dalam rute parenteral.

10. Berikan obat-obat pada tempat yang sesuai.

11. Tetaplah bersama klien sampai obat oral telah ditelan.

44
BAB III

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

Obat adalah benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit, meredakan atau
menghilangkan gejala, atau mengubah proses kimia dalam tubuh.

Seorang tenaga kesehatan memiliki tanggung jawab dalam memahami kerja obat dan efek
samping yang ditimbulkan oleh obat yang telah diberikan, memberikan obat dengan tepat,
memantau respon klien, dan membantu klien untuk menggunakannya dengan benar dan
berdasarkan pengetahuan.
Pemberian obat per oral merupakan cara yang paling banyak dipakai karena ini merupakan
cara yang paling mudah, murah, aman, dan nyaman bagi pasien. Berbagai bentuk obat
dapat di berikan secara oral baik dalam bentuk tablet, sirup, kapsul atau puyer. Untuk
membantu absorbsi , maka pemberian obat per oral dapat di sertai dengan pemberian
setengah gelas air atau cairan yang lain.
Pemberian obat melalui sublingual adalah pemberian obat yang ditaruh di bawah lidah.
Tujuannya adalah agar efek yang ditimbulkan bisa segera karena pembuluh darah di
bawah lidah merupakan pusat dari sakit

Pemberian obat secara topikal adalah pemberian obat secara lokal dengan cara
mengoleskan atau menetskan obat pada permukaan kulit tergantung dimana letak penyakit
itu terjadi. Contohnya seperti Obat kulit, salep mata, tetes ata, megirigasi hidung,dll.

Terdapat bentuk-bentuk obat seperti pil, tablet, sirup, dan lain sebagainya disertai prosedur
pemberian obat yang harus diperhatikan. Tenaga Kesehatan harus memperhatikan hal-hal
sebelum pemberian obat dan sesudahnya, seperti menerapkan “Prinsip 12 Benar “ dalam
pemberian obat yakni :

1. Benar Klien
2. Benar Obat
3. Benar Dosis Obat
4. Benar Waktu Pemberian

45
5. Benar Rute/Cara Pemberian
6. Benar Dokumentasi

7. Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Klien

8. Hak Klien Untuk Menolak

9. Benar Pengkajian TTV

10. Benar Evaluasi

11. Benar Reaksi Terhadap Makanan

12. Benar Reaksi Terhadap Obat lain

B. SARAN

Demikian makalah kami susun sebaik-baiknya agar pembaca dapat memahami tentang
pemberian obat yang benar pada mata kuliah Keterampilan Dasar Konsep Kebidanan. Jika
ada suatu kesalahan kami mohon maaf dan meminta pembaca untuk mengisi beberapa
kritik dan saran.
Kritik :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….....
Saran:
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

46
………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………….....

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/12010210/Pemberian_obat_oral_dan_topikal
http://kumpulanartikelfarmasi.com/2018/03/pemberian-obat-secara-parenteral/
https://honey72.wordpress.com/2010/01/19/teknik-pemberian-obat-secara-parenteral/
https://www.cicendoeyehospital.org/index.php/component/content/article/713-
pemberianjenis-obat-pada-mata.html
https://dinkes.bantulkab.go.id/berita/463-macam-macam-obat-dan-tujuan-penggunaannya
https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/macam-cara-pemberian-obat/
https://vivahealth.co.id/article/detail/8091/cara-penggunaan-obat-sediaan-suppositoria-anal,-
enema-dan-ovula
https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/jenis-obat-topikal/
https://www.dictio.id/t/bagaimana-proses-pemberian-obat-yang-baik/13854
https://www.academia.edu/11805547/Pemberian_Obat
https://www.kompasiana.com/niakurniasih/54f94dd8a333112d3c8b50db/yang-harus-
diperhatikan-dalam-pemberian-obat
https://www.kompasiana.com/nia.kurniasih/54f94d32a333112d3c8b50d3/prinsip-dalam
pemberian-obat
https://www.academia.edu/10062914/Nama_Sri_Pelayanan_Kefarmasian
file:///C:/Users/Lenovo/Downloads/Documents/166-Article%20Text-391-1-10-20181001.pdf
https://farmasetika.com/2017/11/01/beberapa-kasus-kesalahan-pemberian-obat-yang-
berakibat-fatal/
https://id.wikibooks.org/wiki/Farmakologi/Rute_Pemberian_Obat
https://farmasiterapan.blogspot.com/2018/09/cara-cara-pemberian-obat.html
https://fk.ugm.ac.id/peran-perawat-dalam-farmakologi/ (dilansir pada Rabu, 18 Maret 2020)
https://www.slideshare.net/CahyaZTC64/peran-perawat-dalam-pengobatan (dilansir pada
Rabu, 18 Maret 2020)
https://id.wikipedia.org/wiki/Obat (dilansir pada Rabu, 18 Maret 2020)

47

Anda mungkin juga menyukai