PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui arti korupsi.
2. Mahasiswa mengetahui korupsi dari berbagai bidang.
3. Mahasiswa mengetahui cara penanggulangan korupsi.
1
BAB III
PEMBAHASAN
Birokrasi, baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok yang paling
rawan terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan, yang menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu, Transparency
International, lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti korupsi, secara
sederhana mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk
kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini dalam dua jenis,
yaitu korupsi administratif dan korupsi politik. Secara administratif, korupsi bisa dilakukan
‘sesuai dengan hukum’, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang
dilakukan, serta korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang
untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Pada kasus Indonesia, jenis korupsi pertama terwujud antara lain dalam bentuk uang
pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin
Mengemudi, Akta Lahir atau Paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal seharusnya, tanpa
uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat. Sementara jenis korupsi
Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan substansi. Negara-
negara demokrasi baru seperti Indonesia umumnya masih tergolong ke dalam demokrasi
prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait dengan pemilihan umum.
Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang dapat meminimalkan
korupsi. Para aktor yang korup dalam demokrasi prosedural dapat memanipulasi pemilihan
umum yang justru membuat mereka menjadi pemegang tampuk kekuasaan.
Banyak para pejabat melakukan korupsi berarti tanda dekatnya kiamat yaitu bila
risywah (praktek suap) merajalela, bila sifat amanah telah lenyap, bila para pemimpin dan
pembesar merupakan orang paling buruk.
Agama dan tokoh-tokohnya diharapkan sebagai agen “tukang cuci piring” setelah
koruptor berpesta. Padahal, belajar dari beberapa negara tetangga, misalnya Singapura dan
RRC, pemberantasan korupsi di sana tidak melibatkan tokoh dan lembaga agama, melainkan
ketegasan penegak hukum. Negara-negara sekuler tingkat korupsinya rendah, sedangkan
Indonesia yang memiliki organisasi keagamaan, majelis taklim, dan partai politik yang berciri
agama dalam jumlah banyak justru tingkat korupsinya tinggi.
2. Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para
pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang
lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit
secara keseluruhan.
3. Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga
menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang
sama. Karena itu, demi menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer,
mereka yang mendapatkan jabatan di perusahaan negara atau milik ABRI
memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di lapangan.
4. Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semangat
profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan
berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu,
sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal
kepentingan nasional dan untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh
bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih
menjadi pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah
ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan
terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara
perwira yang profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi
komersial.
4.1 Kesimpulan
Semua bentuk korupsi dicirkan tiga aspek. Pertama pengkhianatan terhadap
kepercayaan atau amanah yang diberikan, kedua penyalahgunaan wewenang, pengambilan
keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk korupsi yang
mencangkup penyapan pemersasn, penggelapan dan nepotisme
Kesemua jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan bentuk pelanggaran
terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan kerugian bagi badan-badan negara
danpublik.
4.2 Saran
Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat
memilih manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar
kita tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang
intelektual hususnya dalam mata kuliah anti korupsi”.
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari
Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme