Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya
dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia
merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang di maksud dengan korupsi ?
2. Korupsi mencakup bidang apa saja ?
3. Bagaimana cara penanggulangan korupsi ?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui arti korupsi.
2. Mahasiswa mengetahui korupsi dari berbagai bidang.
3. Mahasiswa mengetahui cara penanggulangan korupsi.

1
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 definisi korupsi


Pengertian /definisi KORUPSI dari berbagai sudut pandang
Korupsi adalah sebuah kata yang memiliki banyak arti negatif, beberapa definisi Korupsi jika
ditinjau secara Etimologi dan linguistik kebahasaan, secara Politis, secara ekonomi dan
secara Sosial kemasyarakatan

2.2 Gejala Korupsi


Kartini Kartono menjelaskan perbuatan korupsi meliputi antara lain: Pengelapan,
penyogokan, penyuapan, kecerobohan administrasi dengan intensi mencuri kekayaan negara,
pemerasan, penggunaan kekuatan hukum dan atau kekuatan bersenjata untuk imbalan dan
upah-upah materil, barter kekuasaan politik dengan sejumlah uang, penekanan kontrak-
kontrak oleh kawan “sepermainan” untuk mendapatkan komisi besar bagi diri sendiri dan
kelompok dalam; penjualan ”pengampunan” pada oknum-oknum yang melakukan tindak
pidana agar tidak dituntut oleh yang berwajib dengan imbalan uang suap; eksploitasi dan
pemerasan formal oleh pegawai dan pejabat resmi, dan lain-lain.
Adapun ciri-ciri korupsi sebagai berikut:
a. Melibatkan lebih dari satu orang,
b.  Korupsi tidak hanya berlaku di kalangan pegawai negeri atau anggota 
birokrasi negara, korupsi juga terjadi di organisasi usaha swasta.
c.  Korupsi dapat mengambil bentuk menerima sogok, uang kopi, salam 
tempel, uang semir, uang pelancar, baik dalam bentuk uang tunai atau 
benda atau pun wanita.
d. Umumnya serba rahasia, kecuali sudah membudaya.
e. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang tidak 
selalu berupa uang.
f.  Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan, biasanya pada badan 
publik atau masyarakat umum.
g.  Setiap perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan 
pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.

[Type text] Page 2


h.  Di bidang swasta, korupsi dapat berbentuk menerima pembayaran uang 
dan sebagainya, untuk membuka rahasia perusahaan tempat seseorang 
bekerja, mengambil komisi yang seharusnya hak perusahaan.
Menurut Ilmu Gunawan faktor-faktor penyebab korupsi adalah:
a. Pengawasan melekat kurang berfungsi karena: pemimpin kurang menguasai masalah,
kurangnya waktu pimpinan melakukan pengawasan, pimpinan kurang tegas, kolusi atas
bawahan, belum adanya sanksi.
b.  Krisis misi pengabdian pegawai.
c.   Interest/kepentingan keluarga.
d.  Pengaruh sistem sosial/budaya.
e. Gaya hidup konsumerisme.
f.    Penyalahgunaan kekuasaan 
Penyebab penyebab tersebut ada yang bersifat kelembagaan, ekonomi, sosial dan
individual serta ada yang bersifat mandiri dan yang bersifat kausal, namun demikian hal yang
dapat dicatat adalah bahwa menghilangkan penyebab secara parsial akan suit untuk menjamin
korupsi akan hilang, paling tidak hanya mengurangi tingkat kemerajalealaannya dalam
kehidupan bangsa.
Ada beberapa pandangan tentang Masalah korupsi, yang masing – masing memiliki
perspektif tersendiri yaitu sebagai berikut :
2.3 Dampak Korupsi Terhadap Ekonomi
·         Korupsi mengurangi kemampuan pemerintah untuk melakukan perbaikan dalam bentuk
peraturan dan kontrol akibat kegagalan pasar (market failure). Ketika kebijakan dilakukan
dalam pengaruh korupsi yang kuat maka pengenaan peraturan dan kebijakan, misalnya, pada
perbankan, pendidikan, distribusi makanan dan sebagainya, malah akan mendorong
terjadinya inefisiensi.
·         Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang
produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya
menyumbangkan negatif value added. Korupsi menjadi bagian dari welfare cost
memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh
konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada
kesejahteraan masyarakat yang turun.
·         Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan
pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal
ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.

[Type text] Page 3


·         Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses
demokrasi. Kasus seperti ini sangat terlihat pada negara yang sedang mengalami masa
transisi, baik dari tipe perekonomian yang sentralistik ke perekonomian yang lebih terbuka
atau pemerintahan otoriter ke pemerintahan yang lebih demokratis, sebagaimana terjadi
dalam kasus Indonesia.
·         Korupsi memperbesar angka kemiskinan. ini sangat wajar. Selain dikarenakan program-
program pemerintah sebagaimana disebut di atas tidak mencapai sasaran, korupsi juga
mengurangi potensi pendapatan yang mungkin diterima oleh si miskin. Menurut Tanzi
(2002), perusahaan perusahaan kecil adalah pihak yang paling sering menjadi sasaran korupsi
dalam bentuk pungutan tak resmi (pungutan liar). Bahkan, pungutan tak resmi ini bisa
mencapai hampir dua puluh persen dari total biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan
ini amat mengkhawatirkan, dikarenakan pada negara negara berkembang seperti Indonesia,
perusahaan kecil (UKM adalah mesin pertumbuhan karena perannya yang banyak menycrap
tenaga kerja).

2.4 Dampak Korupsi Terhadap Sosial dan Kemiskinan


Ada beberapa dampak buruk yang akan diterima oleh kaum miskin akibat korupsi,
diantaranya. Pertama, Membuat mereka (kaum miskin) cenderung menerima pelayanan sosial
lebih sedikit. Instansi akan lebih mudah ketika melayani para pejabat dan konglemerat
dengan harapan akan memiliki gengsi sendiri dan imbalam materi tentunya, peristiwa seperti
ini masih sering kita temui ditengah–tengah masyarakat. Kedua, Investasi dalam prasarana
cenderung mengabaikan proyek–proyek yang menolong kaum miskin, yang sering terjadi
biasanya para penguasa akan membangun prasarana yang mercusuar namun minim
manfaatnya untuk masyarakat, atau kalau toh ada biasanya momen menjelang kampanye
dengan niat mendapatkan simpatik dan dukungan dari masyarakat. Ketiga, orang yang miskin
dapat terkena pajak yang regresif, hal ini dikarenakan mereka tidak memiliki wawasan dan
pengetahuan tentang soal pajak sehingga gampang dikelabuhi oleh oknum. Keempat, kaum
miskin akan menghadapi kesulitan dalam menjual hasil pertanian karena terhambat dengan
tingginya biaya baik yang legal maupun yang tidak legal, sudah menjadi rahasia umum ketika
seseorang harus berurusan dengan instansi pemerintah maka dia menyediakan uang, hal ini
dilakukan agar proses dokumentasi tidak menjadi berbelit–belit bahkan ada sebuah pepatah
“kalau bias dipersulit kenapa dipermudah”.

[Type text] Page 4


Korupsi, tentu saja berdampak sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat
miskin di desa dan kota. Awal mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan
Belanja Nasional kurang jumlahnya. Untuk mencukupkan anggaran pembangunan,
pemerintah pusat menaikkan pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan
harga BBM. Pemerintah sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan
BBM tersebut harga-harga kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi biaya pendidikan
semakin mahal, dan pengangguran bertambah. Tanpa disadari, masyarakat miskin telah
menyetor 2 kali kepada para koruptor. Pertama, masyarakat miskin membayar kewajibannya
kepada negara lewat pajak dan retribusi, misalnya pajak tanah dan retribusi puskesmas.
Namun oleh negara hak mereka tidak diperhatikan, karena “duitnya rakyat miskin” tersebut
telah dikuras untuk kepentingan pejabat. Kedua, upaya menaikkan pendapatan negara melalui
kenaikan BBM, masyarakat miskin kembali “menyetor” negara untuk kepentingan para
koruptor, meskipun dengan dalih untuk subsidi rakyat miskin. Padahal seharusnya negara
meminta kepada koruptor untuk mengembalikan uang rakyat yang mereka korupsi, bukan
sebaliknya, malah menambah beban rakyat miskin

2.5 Dampak Korupsi Teradap Birokrasi Pemerintahan

Birokrasi, baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok yang paling
rawan terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan, yang menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu, Transparency
International, lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti korupsi, secara
sederhana mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan publik untuk
kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini dalam dua jenis,
yaitu korupsi administratif dan korupsi politik. Secara administratif, korupsi bisa dilakukan
‘sesuai dengan hukum’, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang
dilakukan, serta korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu meminta imbalan uang
untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Pada kasus Indonesia, jenis korupsi pertama terwujud antara lain dalam bentuk uang
pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin
Mengemudi, Akta Lahir atau Paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal seharusnya, tanpa
uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat. Sementara jenis korupsi

[Type text] Page 5


yang kedua, muncul antara lain dalam bentuk ‘uang damai’ dalam kasus pelanggaran lalu
lintas, agar si pelanggar terhindar dari jerat hukum.
Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan,
muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan
bersenjata serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum militer
yang seringkali berlindung di balik institusi militer.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria
Samego mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:
 Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan
bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi
nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI memang
sangat peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya ABRI memiliki
sumber dana lain di luar APBN.
 Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para pengusaha
keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak
mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit secara
keseluruhan.
 Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga menimbulkan
rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang sama. Karena itu,
demi menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer, mereka yang mendapatkan
jabatan di perusahaan negara atau milik ABRI memberikan sumbangsihnya pada mereka
yang ada di lapangan.
 Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semanagat
profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan
berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu, sifat
dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal
kepentingan nasional dan untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa
Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi
pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan
kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula
dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang
profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi komersial.

[Type text] Page 6


2.6 Dampak Korupsi Terhadap Politik dan Demokrasi
Dalam bidang politik maka korupsi erat kaitannya dengan Kekuasaan dan penyalahgunaan
wewenang yang dilakukan oleh Pemerintah dan bisa berkaitan pula dengan kepentingan-
kepentingan yang berhubungan dengan Partai Politik tertentu.
Dalam data Indeks Persepsi Korupsi Transparansi Internasional 2012, India
menempati peringkat ke-94 dengan skor 36, di bawah Thailand, Maroko, dan Zambia.
Meskipun India adalah negara demokrasi, korupsi tetap jadi penyakit yang terus melanda.
Sebaliknya, di Singapura, penyelenggaraan pemerintahan yang bersih telah menjadi praktik
yang lama berlangsung. Padahal, Singapura bukanlah tergolong negara demokrasi. Skor
indeks persepsi korupsi Singapura adalah 87, menempati peringkat ke-5, di atas Swiss,
Kanada, dan Belanda. Dalam kasus India dan Singapura, demokrasi tak tampak berkorelasi
dengan berkurangnya korupsi.

Di negara-negara demokrasi baru, demokrasi juga seperti tak berpengaruh terhadap


pengurangan korupsi. Sebagai contoh, Indonesia telah menjadi negara demokrasi sejak tahun
1998. Menurut Freedom House, lembaga pemeringkat demokrasi dunia, Indonesia sudah
tergolong negara bebas sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004. Namun, Indeks Persepsi Korupsi
2012 menempatkan Indonesia di peringkat ke-118 dengan skor 32. Artinya, masyarakat
merasakan bahwa korupsi masih merajalela di negeri ini.

Mengapa di sejumlah negara, terutama negara-negara demokrasi baru, demokrasi


tampak tidak menihilkan korupsi? Jawabannya terkait dengan kualitas demokrasi di suatu
negara.

Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan substansi. Negara-
negara demokrasi baru seperti Indonesia umumnya masih tergolong ke dalam demokrasi
prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait dengan pemilihan umum.

Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang dapat meminimalkan
korupsi. Para aktor yang korup dalam demokrasi prosedural dapat memanipulasi pemilihan
umum yang justru membuat mereka menjadi pemegang tampuk kekuasaan.

3.1 Dampak Korupsi Terhadap Penegakan Hukum


Sejak lahirnya UU No. 24/PrP/1960 berlaku sampai 1971, setelah diungkapkannya
Undang-undang pengganti yakni UU No. 3 pada tanggal 29 Maret 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Baik pada waktu berlakunya kedua undang-undang

[Type text] Page 7


tersebut dinilai tidak mampu berbuat banyak dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Hal
ini disebabkan karena undang-undang yang dibuat dianggap tidak sempurna yaitu sesuai
dengan perkembangan zaman, padahal undang-undang seharusnya dibuat dengan tingkat
prediktibilitas yang tinggi. Namun pada saat membuat peraturan perundang-undangan
ditingkat legislatif terjadi sebuah tindak pidana korupsi baik dari segi waktu maupun
keuangan. Dimana legislatif hanya memakan gaji semu yang diperoleh mereka ketika
melakukan rapat. Sehingga apa yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan itu
hanya melindungi kaum pejabat saja dan mengabaikan masyarakat.
Menyikapi hal seperti itu pada tahun 1999 dinyatakan undang-undang yang dianggap
lebih baik, yaitu UU No.31 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU No. 20 tahun 2001
sebagai pengganti UU No. 3 tahun 1971. kemudian pada tanggal 27 Desember telah
dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu sebuah
lembaga negara independen yang berperan besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Hal ini berarti dengan dikeluarkannya undang-undang dianggap lebih sempurna, maka
diharapkan aparat penegak hukum dapat menegakkan atau menjalankan hukum tersebut
dengan sempurna. Akan tetapi yang terjadi pada kenyataannya adalah budaya suap telah
menggerogoti kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan penegakkan hukum sebagai
pelaksanaan produk hukum di Indonesia. Secara tegas terjadi ketidaksesuaian antara undang-
undang yang dibuat dengan aparat penegak hukum, hal ini dikarenakan sebagai kekuatan
politik yang melindungi pejabat-pejabat negara. Sejak dikeluarkannya undang-undang tahun
1960, gagalnya pemberantasan korupsi disebabkan karena pejabat atau penyelenggara negara
terlalu turut campur dalam pemberantasan urusan penegakkan hukum yang mempengaruhi
dan mengatur proses jalannya peradilan. Dengan hal yang demikian berarti penegakan hukum
tindak pidana di Indonesia telah terjadi feodalisme hukum secara sistematis oleh pejabat-
pejabat negara. Sampai sekarang ini banyak penegak hukum dibuat tidak berdaya untuk
mengadili pejabat tinggi yang melakukan korupsi. Dalam domen logos, pejabat tinggi yang
korup mendapat dan menikmati privilege karena mendapat perlakuan yang istimewa, dan
pada domen teknologos, hukum pidana korupsi tidak diterapkan adanya pretrial sehingga
banyak koruptor yang diseret ke pengadilan dibebaskan dengan alasan tidak cukup bukti.

[Type text] Page 8


.     3.2korupsi menurut  Pandang Islam
Allah swt berfirman dalam al-Qur`an: 
............
“Dan janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan cara yang batil”. (al-Baqoroh 188,
dan An-Nisa`: 29).
Rasulullah SAW bersabda....“Siapa saja yang mengambil harta saudaranya (tanpa
izin) dengan tangan kanannya (kekuasaan), ia akan dimasukkan ke dalam neraka, dan
diharamkan masuk surga.” Seorang sahabat bertanya,“Wahai Rasul, bagaimana kalau hanya
sedikit saja?’ Rasulullah saw. menjawab, “Walaupun sekecil kayu siwak” (HR Muslim, an-
Nasai, dan Imam Malik dalam al-Muwwatha).[13]

Banyak para pejabat melakukan korupsi berarti tanda dekatnya kiamat yaitu bila
risywah (praktek suap) merajalela, bila sifat amanah telah lenyap, bila para pemimpin dan
pembesar merupakan orang paling buruk.
Agama dan tokoh-tokohnya diharapkan sebagai agen “tukang cuci piring” setelah
koruptor berpesta. Padahal, belajar dari beberapa negara tetangga, misalnya Singapura dan
RRC, pemberantasan korupsi di sana tidak melibatkan tokoh dan lembaga agama, melainkan
ketegasan penegak hukum. Negara-negara sekuler tingkat korupsinya rendah, sedangkan
Indonesia yang memiliki organisasi keagamaan, majelis taklim, dan partai politik yang berciri
agama dalam jumlah banyak justru tingkat korupsinya tinggi.

3.3 Dampak Korupsi Terhadap Pertahanan Keamanan


Korupsi di Bidang Pertahanan dan Keamanan belum dapat disentuh oleh agen-agen
pemberantas kosupsi.
Dalam bidang Pertahanan dan Keamanan, peluang korupsi, baik uang maupun
kekuasaan, muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh
angkatan bersenjata dan kepolisian serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus
berhadapan dengan oknum TNI/Polri yang seringkali berlindung di balik institusi Pertahanan
dan Keamanan.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr. Indria
Samego (1998) mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:

1. Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan


bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi

[Type text] Page 9


nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI
memang sangat peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya
ABRI memiliki sumber dana lain di luar APBN

2. Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para
pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang
lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit
secara keseluruhan.

3. Orientasi komersial pada sebagian perwira militer ini pada gilirannya juga
menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang
sama. Karena itu, demi menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer,
mereka yang mendapatkan jabatan di perusahaan negara atau milik ABRI
memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di lapangan.

4. Suka atau tidak suka, orientasi komersial akan semakin melunturkan semangat
profesionalisme militer pada sebagaian perwira militer yang mengenyam kenikmatan
berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun atas nama pribadi. Selain itu,
sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya Angkatan Darat, sebagai pengawal
kepentingan nasional dan untuk mengadakan pembangunan ekonomi bagi seluruh
bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan ABRI dinilai masyarakat telah beralih
menjadi pengawal bagi kepentingan golongan elite birokrat sipil, perwira menengah
ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca: keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan
terjadi pula dikotomi, tidak saja antara masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara
perwira yang profesional dan Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi
komersial.

3.4 Dampak Korupsi Terhadap Kerusakan Lingkungan 


Kebanyakan manusia menempatkan lingkungan hidup hanya sebagai bahan
eksploitasi untuk tujuan jangka pendek. Kondisi ini tentu sangat medesak untuk segera
dikendalikan. Perlu diadakan suatu sistem yang konkrit untuk melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup secara berkelanjutan. Jika tidak, kerusakan lingkungan hidup
sudah pasti akan menjadi ancaman besar bagi peradaban masyarakat dunia. Paradigma yang
menempatkan lingkungan sebagai obyek eksploitasi telah membawa kerusakan lingkungan
fatal yang berujung kepada berbagai bencana alam yang sangat merugikan. Hal ini pun
dikuatkan oleh Emil Salim yang menyimpulkan bahwa ada lima tantangan besar yang harus
dihadapi gerakan penyelamatan lingkungan hidup, diantaranya : pertama adalah

[Type text] Page 10


penyelematan air dari eksploitasi secara berlebihan dan pecemaran yang kian meningkat, baik
air tanah, sungai, danau, rawa, maupun air laut. Kedua, merosotnya kualitas tanah dan hutan
akibat tekanan penduduk dan eksploitasi besar-besaran untuk keperluan pembangunan.
Ketiga, menciutnya keanekaan hayati akibat rusaknya habitat lingkungan berbagai tumbuh-
tumbuhan dan hewan. Keempat, perubahan iklim, dan yang terakhir adalah meningkatnya
jumlah kota-kota berpenduduk banyak.
Melihat kerusakan lingkungan hutan yang begitu parah seharusnya sudah membuat
negara ini menindak dengan keras terhadap pelaku-pelaku kejahatan kerusakan lingkungan,
terutama yang disertai praktik KKN. Dalam praktik KKN di ranah lingkungan hidup yang
patut diwaspadai adalah para pelaku perusak lingkungan yang datang dari kalangan pemodal
besar seperti perusahaan-perusahaan besar yang terlibat di sektor kehutanan maupun
pertambangan. Hal ini ditegaskan oleh mantan wakil ketua KPK Chandra Hamzah dalam
sebuah worksop investigasi kasus lingkungan di Jakarta, dimana menurutnya, perusahaan-
perusahaan yang melakukan kerusakan terhadap alam umumnya sulit ditindak karena mereka
mengantongi izin usaha yang cukup. Karena itu menurutnya, yang perlu diwaspadai adalah
proses kontrol administrasi dalam pemberian izin sebelum perusahaan-perusahaan tersebut
beroperasi. Baik itu izin usaha baik dari pemerintah daerah maupun dari pemerintah pusat.
Lalu menurut beliau, perusahaan-perusahaan kecil yang bergerak di bidang kehutanan namun
pada RKAT tahun berikutnya tercatat memiliki jumlah keuntungan yang sangat besar, maka
patut dicurigai perusahan tersebut mendapatkan hasil bukan dari pohon-pohon yang mereka
tanam melainkan dari hutan-hutan alam yang seharusnya tidak boleh ditebang.
Permasalahan yang terjadi, masyarakat kita kurang peduli akan kerugian ekologis ini,
seringkali pelaku-pelaku usaha yang menyebabkan kerusakan lingkungan hanya terfokus
mengenai ganti rugi terhadap penduduk setempat.  Memang benar ganti rugi itu perlu bahkan
itu kewajiban mereka, namun ganti kerugian oleh para pelaku usaha jangan hanya sebatas
ganti rugi materi kepada manusia, namun juga kepada alam. Alam yang rusak tidak bisa
diperbaiki hanya dengan semalam perlu waktu berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin saja
kerusakan tersebut tidak akan bisa diperbaiki.

3.5 Penanggulangan korupsi


1. penanggulangan korupsi, ada beberapa hal yang menurut pendapat saya adalah

Kontrol sosial dari masyarakat, yang menyadari bahwa perbuatan korupsi


merugikan semua orang, dan korupsi uang negara adalah perbuatan jahat yang

[Type text] Page 11


direncanakan dan menyengsarakan rakyat. Bahwa koruptor itu berjuta kali
lebih jahat dan kejam dari segala perbuatan kriminal lainnya. Dan perbuatan
korupsi adalah perbuatan manusia bejat serta tidak bermoral.
2. Sistem hukum yang berlaku, seharusnya dalam pelaksanaan sistem hukum
negara kita jangan ada perbedaan perlakuan dalam bentuk apapun dan
terhadap siapapun, kalau maling ayam ketangkap masuk tahanan, sang pejabat
yang ada bukti awal korupsi juga seharusnya segera dimasukkan dalam
tahanan. Pelaku kriminal lainnya hanya boleh dibesuk pada jam dan waktu
yang telah ditentukan, sang koruptor harusnya juga diperlakukan sama.
Seringkali pihak aparat penegak hukumnya seolah – olah kalah wibawa
dengan sang koruptor, jelas ini masalah moral dan mental yang perlu segera
dibenahi.
3. Undang – undang korupsi, yang berlaku saat ini, terlampau banyak celah dan
kelemahan yang dapat dimanfaatkan oleh koruptor. Berlakukan undang –
undang korupsi pembuktian terbalik dengan tambahan bahwa yang dapat
dijerat dengan undang – undang ini termasuk keluarga sang pejabat.
4. Perbaikan Sistem pendidikan, mungkin dapat dirancang untuk dimasukkan
dalam kurikulum pendidikan mulai setingkat SLTP, yang menanamkan
kepada anak didik tentang hak dan kewajiban warga negara atas negaranya,
juga menanamkan rasa memiliki negara ini,
5. Menanamkan Perilaku yang baik, lewat kegiatan – kegiatan keagamaan.
6. Tekankan etos kerja, yang jujur.
7. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
8. Hukuman cambuk didepan umum / mati bagi para koruptor. Dengan hukuman
ini akan memberikan dampak psikologis yang sangat besar bagi pelaku
korupsi.

[Type text] Page 12


BAB III
PENUTUP
 

4.1 Kesimpulan
Semua bentuk korupsi dicirkan tiga aspek. Pertama pengkhianatan terhadap
kepercayaan atau amanah yang diberikan, kedua penyalahgunaan wewenang, pengambilan
keuntungan material ciri-ciri tersebut dapat ditemukan dalam bentuk-bentuk korupsi yang
mencangkup penyapan pemersasn, penggelapan dan nepotisme
Kesemua jenis ini apapun alasannya dan motivasinya merupakan bentuk pelanggaran
terhadap norma-norma tanggung jawab dan menyebabkan kerugian bagi badan-badan negara
danpublik.
4.2 Saran
Dengan penulis makalah ini, penulis mengharapkan kepada pembaca agar dapat
memilih manfaat yang tersirat didalamnya dan dapat dijadikan sebagai kegiatan motivasi agar
kita tidak terjerumus oleh hal-hal korupsi dan dapat menambah wawasan dan pemikiran yang
intelektual hususnya dalam mata kuliah anti korupsi”.

[Type text] Page 13


DAFTAR PUSTAKA

MM.Khan. 2000. Political And Administrative Corruption Annota Ted Bibliography.

Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih Dan Bebas Dari
Kolusi, Korupsi Dan Nepotisme

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi

[Type text] Page 14

Anda mungkin juga menyukai