Disusun Oleh:
Pembimbing:
Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga refarat ini dapat diselesaikan pada waktunya sebagai salah satu syarat yang
harus dipenuhi dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF bagian Ilmu
Neurologi RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai. Refarat ini menyajikan suatu pembahasan yang
diuraikan secara singkat mengenai “Carpal Tunnel Syndrome (CTS)”
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing yaitu
dr. Julia E Ginting, Sp.S atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di SMF bagian Neurologi RSUD Dr. RM. Djoelham Binjai. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
tugas ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini memiliki banyak kekurangan dari
kelengkapan teori maupun penuturan bahasa, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik
dan saran dari semua pihak. Harapan penulis semoga refarat ini bermanfaat bagi kita semua.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal adalah salah
satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi penyempitan pada terowongan
karpal, baik akibat edema fasia pada terowongan tersebut maupun akibat kelainan
pada tulang-tulang kecil tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus
di pergelangan tangan. Carpal tunnel syndrome diartikan sebagai kelemahan pada
tangan yang disertai nyeri pada daerah distribusi nervus medianus.
Carpal tunnel syndrome merupakan neuropati tekanan terhadap nervus
medianus terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian yang paling
sering, bersifat kronik dan ditandai dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesi
jari-jari yang mendapat inervasi dari saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar.
Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparasthesia, median thenar
neuritis atau partialthenar atrophy.
Terowongan karpal terdapat di bagian depan dari pergelangan tangan dimana
tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh
beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan
sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor
retinakulum yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap
perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan penekanan
terhadap struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindroma ini juga dulu dikenal sebagai acroparesthesia, median thenar neuritis,
atau partial thenar atrophy. Diagnosis carpal tunnel syndrome berupa adanya nyeri,
mati rasa dan kesemutan yang dapat menjalar hingga pundak dan leher, gangguan ini
sering terjadi di malam hari saat tidur dengan posisi tidur berbaring ke satu sisi. Untuk
mencegah terjadinya carpal tunnel syndrome akibat aktivitas repetitif yang
menimbulkan mati rasa dan nyeri, perlu dilakukan gerakan pergelangan tangan, tangan
dan jari tangan.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Tendon yang menekuk jari-jari dan ibu jari juga berjalan melalui terowongan
karpal, tendon ini disebut tendon fleksor Nervus dan tendon memberikan fungsi,
sensibilitas dan pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot flexor pada
pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berinsersi pada tulang-tulang
metaphalangeal, interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk
jari tangan dan jempol.
Terowongan ini dilewati oleh n.medianus bersama dengan tendon otot- otot
fleksor dari jari-jari. Otot-otot tersebut yaitu m.flexor digitorum superficialis, m.flexor
digitorum profundus, m.flexor carpi radialis, dan m.flexor pollicis longus.
Gambar 2.2. Anatomi Otot-otot Pergelangan Tangan
Nervus medianus adalah salah satu saraf lengan bawah yang merupakan saraf
utama kompartemen anterior. Saraf ini berasal dari dua radix yaitu radix lateralis dan
radix medialis. Radix lateralis adalah lanjutan dari fasciculus lateralis yang menerima
serabut dari C6 dan C7 sedangkan radix medialis adalah lanjutan dari fasciculus
medialis yang menerima serabut dari C8 dan T1. Radix lateralis dan radix medialis
bergabung membentuk nervus medianus di sebelah lateral arteri axillaris..
Fisiologi Tangan
a. Pergerakan sendi pergelangan tangan (articulation radiocarpalis)
Pergerakan yang mungkin dilakukan pada sendi pergelakan tangan adalah
fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan sirkumduksi.Fleksi dilakukan oleh musculus
flexor carpi radialis, musculus flexor carpi ulnaris, dan musculus Palmaris
longus.Ekstensi dilakukan oleh m. extensor carpi radialis longus, m. extensor carpi
radialis brevis, dan m. extensor carpi ulnaris. Abduksi dilakukan oleh m. flexor carpi
radialis. Adduksi dilakukan oleh msculi flexor dan extensor carpi ulnaris.
b. Posisi tangan
Posisi istirahat adalah posisi tangan sewaktu jari istirahat dan tangan relaksasi.
Lengan bawah semi pronasi, sendi region karpalis sedikit ekstensi, jari kedua, ketiga,
keempat, kelima sedikit fleksi, dan permukaan kuku pollex pada posisi tegak lurus
dengan bidang jari lainnya.
Posisi fungsional adalah posisi tangan dengan sikap memegang berada diantara
pollex dan index. Gerakan halus dapat dilakukan oleh tangan bila posisi tangan dalam
posisi istirahat ketika membrane interossea tegang. Pada saat articulation
radiocarpalis sedikit extensi, tendo-tendo flexor dan extensor telapak tangan
berfungsi sebagai fiksator pada articulation radiocarpalis untuk menjaga agar
gerakan jari stabil.
c. Pergerakan tangan
1) Menggenggam kuat. Gerakan ini menunjukkan gerakan paksa jari yang bekerja
melawan telapak tangan. Menggenggam kuat melibat musculus flexor longus
sampai jari, otot instrinsik pada telapak tangan, dan extensor pergelangan tangan.
Extensor pergelangan tangan meningkatkan jarak kerja flexor jari. Sebaliknya,
sering meningkatnya flexi pada tangan, genggaman menjadi lemah dan kurang
kuat.
2) Genggaman kait. Gerakan ini membutuhkan energi yang lebih sedikit, terutama
melibatkan flexor longus yang difleksikan sampai beberapa derajat.
3) Menjepit. Menunjukkan kompresi sesuatu di antara ibu jari dan jari telunjuk.
C. EPIDEMILOGI
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prefalensi
carpal tunnel syndrome yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah
sebesar 1.55% (2.6 juta). Kejadian CTS pada populasi diperkirakan 3% pada wanita dan
2% pada laki-laki dengan prevalensi tertinggi pada wanita usia >55 tahun, biasanya
antara 40-60 tahun.
Angka kejadian Carpal Tunnel Syndrome di Amerika Serikat telah
diperkirakan sekitar 1-3 kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan revalensi sekitar
50 kasus dari 1.000 orang pada populasi umum. Orang tua setengah baya lebih
mungkin beresiko dibandingkan orang yang lebih muda, dan wanita tiga kali lebih
sering daripada pria.
D. KLASIFIKASI
Carpal tunnel syndrome biasanya dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat:
a. Level 1/ringan/mild
CTS ringan memiliki keluhan sensorik saja pada pengujian elektrofisiologis, rasa
perih / rasa tersengat dan nyeri atau gejala CTS yang terjadi dapat berkurang dengan
istirahat atau pijat.
b. Level 2/sedang/moderate
CTS sedang memiliki gejala sensorik dan motorik. Gejala lebih intensif, tes
orthopedic dan neurologic mengindikasikan adanya kerusakan saraf.
c. Level 3/berat/severe
Gejala lebih parah, mengalami penurunan sensorik dan rasa nyeri konstan. Dokter
menyarankan imobilisasi total dan pembedahan.
• Diabetes Militus
Carpal tunnel syndrom ini juga sering terjadi berkaitan dengan
kelainan yang menimbulkan demielinasi atau kelainan saraf
iskemik seperti diabetes militus. Timbulnya neuropati pada
penderita diabetes tidak tergantung pada kadar gula darah, tetapi
pada lamanya si penderita mengidap diabetes. Semakin lama
menderita diabetes maka semakin tinggi pula rasa kesemutan itu
muncul. Jadi bisa saja seorang penderita merasakan kesemutan
meskipun diabetesnya sendiri terkontrol dengan baik.
Penderita diabetes, berpotensi mengalami CTS karena diabetes
meningkatkan risiko neuropati syaraf tepi, salah satunya dapat
terjadi pada nervus medianus.
• Gout
Pada penderita gout atau asam urat, penumpukan Kristal uric
acid pada daerah pergelangan tangan dapat menimbulkan
tekanan pada nervus medianus sehingga dapat menyebabkan
CTS.
• Hipotiroid
Hipotiroid menyebabkan jaringan di terowongan carpal
mengalami pembengkakan sehingga menekan nervus medianus
hal ini dapat menimbulkan CTS.
- Status Gizi
Kenaikan berat badan berpotensi menumbulkan CTS karena pada keadaan
tubuh mengalami kegemukan, jaringan yang membesar terjadi di seluruh tubuh
teremasuk di pergelangan tangan, kompresi yang terjadi pada nervus medianus
dapat menimbulkan keluhan CTS.
- Neuropati herediter
Neuropati herediter merupakan keadaan bawaan yang
mengakibatkan terjadinya neuropati sehingga dapat merusak sistem syaraf,
salah satunya menimbulkan CTS.
- Adanya infeksi dan peradangan
Infeksi menyebabkan adanya peradangan, dengan adanya
peradangan di sekitar nervus median meningkatkan volume jaringan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya tekanan pada syaraf tersebut.
- Pecandu Alkohol
Konsumsi alkohol terus menerus meningkatkan risiko neuropati,
neuropati adalah kerusakan fungsi syaraf, kerusakan ini dapat pula terjadi
pada syaraf tepi salah satunya nervus medianus, sehingga dapat
menyebabkan Carpal Tunnel Syndrome.
- Kelebihan vitamin atau kekurangan vitamin
Kelebihan vitamin B6 dapat menimbulkan iritasi pada syaraf, hal ini
juga dapat terjadi pada Nervus Medianus. Kekurangan vitamin B6
menimbulkan efek kesemutan karena Vitamin B6 berkerja atau berfungsi
untuk metabolisme protein serta memelihara manfaat dan fungsi normal
saraf- saraf.
- Kehamilan
Pada saat mengalami kehamilan hormon-hormon pertumbuhan
muncul pada ibu, hormon ini difungsikan untuk merangsang pertumbuhan
janin, namun tubuh kita tidak memiliki kontrol untuk mengarahkan hormon
ini untuk pertumbuhan rahim dan janin, namun juga pertumbuhan organ
lain termasuk tangan, dan daerah pergelangan tangan. Pada keadaan ini
jaringan akan menekan syaraf sehingga terjadilah kompresi yang dapat
menyebabkan rungsi syaraf terganggu.
F. PATOFISIOLOGI
G. GEJALA KLINIS
Gejala awal berupa kesemutan (parestesia), mati rasa (numbness), dan rasa
terbakar atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan
setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus. Sensasi rasa
tersebut dapat menjalar sampai ke daerah lengan dan bahu. Apabila berlangsung
lama maka keluhan mati rasa akan bertambah hebat, dan kemampuan untuk
membedakan panas dan dingin, serta daya genggam tangan menurun. Gejala
klinis umumnya bersifat progresif dalam kurun waktu minggu, bulan ataupun
tahun dan keluhan seringkali muncul di waktu malam hari saat pasien beristirahat.
Pembengkakan dan kekakuan pada jari tangan dan pergelangan tangan dapat
terjadi pula pada waktu pagi hari.
Tanda dan gejala CTS dapat dikategorikan menjadi 3 antara lain:
- Pada tahap ke 1, Pasien merasakan sensasi seperti bengkak pada malam
hari, selain itu pasien biasanya mengeluh mengalami nyeri dari
pergelangan tangan hingga ke bahu, dan mati rasa pada jari. Gejala ini
biasanya hilang pada saat pagi hari.
- Pada tahap ke 2, pasien merasakan gejala CTS sepanjang hari, kadang
kala benda yang mereka sentuh akan terjatuh karena mereka sudah
tidak bisa merasakan jari-jarinya lagi.
- Pada tahap ke 3, keluhan ini di sertai dengan adanya pembengkakan, pada
tahap ini nervus median mengalami kerusakan yang parah sehingga
memerlukan pembedahan, syaraf ini sudah tidak berfungsi lagi karena
tertekan oleh jaringan yang membengkak di sekitar nervus median.
H. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
a. Anamnesa
Anamnesa sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Nyeri dan
paraesthesia terjadi dalam distribusi nervus medianus. Setiap malam pasien
terbangun dengan nyeri terbakar, tingling, dan numbness. Tangan di atas
tempat tidur, atau menggoyangkan tangan dapat mengurangi nyeri. Pada
kasus lanjut terdapat clumsiness dan weakness, biasanya jika melakukan
pekerjaan yang memerlukan ketepatan. Discomfort atau numbness atau
keduanya dapat terjadi oleh aktivitas pergelangan tangan pada posisi fleksi
untuk periode tertentu seperti memegang steering wheel, menerima telepon,
buku, atau koran. Discomfort dan nyeri menjalar dari tangan ke lengan atas
atau leher.
American Academy of Neurology telah menggambarkan kriteria
diagnostik yang mengandalkan pada kombinasi gejala dan temuan
pemeriksaan fisik, serta kriteria diagnostik lainnya termasuk hasil dari
penelitian elektrofisiologi. Sedangkan diagnosa kejadian CTS sebagai akibat
pekerjaan menurut National Institute for Ocupational Safety and Health
(NIOSH) pada tahun 1989 berupa:
1. Terdapatnya salah satu atau lebih gejala parastesia, hipoanastesia, sakit /
baal/ mati rasa pada tangan yang berlangsung sedikitnya 1 minggu atau
bila tidak terjadi secara terus menerus, sering terjadi pada berbagai
kesempatan.
2. Secara objektif dijumpai hasil tes Tinel’s atau tes phalen positif atau
berkurang sampai hilangnya rasa sakit pada kulit telapak dan jari
tangan. Diagnosa dapat pula ditegakkan melalui pemeriksaan
elektrodiagnostik antara lain dengan pemeriksaan elektromiografi.
3. Adanya riwayat pekerjaan seperti melakukan pekerjaan berulang atau
repetitive, pekerjaan yang disertai kekuatan tangan, fleksi ekstensi, dan
deviasi gerakan pergelangan dan jari tangan, menggunakan alat dengan
getaran tinggi serta terjadi tekanan pada pergelangan tangan atau
telapak tangan.
Menurut NIOSH kriteria diagnosis klinis CTS harus dicurigai bila ada :
- Terdapatnya Keluhan gejala nyeri/baal/kesemutan pada daerah
persarafan nervus medianus.
- Terdapatnya salah satu atau dua tanda-tanda pemeriksaan fisik di bawah
ini:
b. Pemeriksaan Fisik
1) Phalen’s test : pada pemeriksaan ini, penderita diminta melakukan
gerakan fleksi tangan secara maksimal. Test ini dilakukan selama 60
detik, apabila timbul gejala seperti CTS, tes ini dapat mendukung
diagnosa CTS.
g. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari CTS antara lain :
1. Cervical radiculopathy
Biasanya keluhannya berkurang bila leher diistirahatkan dan
bertambah hila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai
dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome
Dijumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar.
Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnarisdari tangan dan lengan
bawah.
3. Pronator teres syndrome
Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeridi telapak tangan
daripada CTS karena cabang nervus medianus kekulit telapak tangan
tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome
Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor pollicis longus dan
ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakantangan yang
repetitif.
Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan padapergelangan tangan
di dekat ibu jari, KHS normal. Finkelstein's test : palpasi otot
abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri
bertambah.
Gambar Nukleus Pulposus
J. Epidemiologi
Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari populasi. HNP lumbalis paling sering
(90%) mengenai diskus intervetebralis L5-S1, L4-L5. Biasanya nyeri pinggang bawah
(NPB) oleh karena HNP lumbalis akan membaik dalam waktu kira-kira 6 minggu.
HNP paling sering terjadi pada pria dewasa, dengan insiden puncak pada
dekade ke-4 dan ke-5. HNP lebih banyak terjadi pada individu dengan pekerjaan yang
banyak membungkuk dan mengangkat. Karena ligamentum longitudinalis posterior
pada daerah lumbal lebih kuat pada bagian tengahnya, maka protrusi discus
cenderung terjadi ke arah postero lateral, dengan kompresi radiks saraf.
K. Etiologi
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
a. Degenerasi diskus intervertebralis
b. Trauma minor pada pasien tua dengan degenerasi
c. Trauma berat atau terjatuh
d. Mengangkat atau menarik benda berat
Faktor resiko
1. Faktor Resiko yang tidak dapat dirubah yakni umur, jenis kelamin, dan
riwayat trauma sebelumnya
2. Faktor resiko yang dapat diubah diantaranya pekerjaan dan aktivitas, postur
tubuh yang salah, olah raga tidak teratur, latihan berat dalam jangka waktu yang lama,
merokok, berat badan berlebih.
L. Patofisiologi
a. Proses Degenaratif
b. Proses Traumatik
Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya
berbagai mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada
sistem saraf.
M. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang timbul tergantung lokasi lumbal yang terkena. HNP
dapat terjadi kesegala arah, tetapi kenyataannya lebih sering hanya pada 2 arah, yang
pertama ke arah postero lateral yang menyebabkan nyeri pinggang, sciatica, dan
gejala dan tanda tanda sesuai dengan radiks dan saraf mana yang terkena. Berikutnya
ke arah postero sentral menyebabkan nyeri pinggang dan sindroma kauda equina.
Kedua saraf sciatic (N. Ischiadicus) adalah saraf terbesar dan terpanjang pada
tubuh. masing-masing hampir sebesar jari. Pada setiap sisi tubuh, saraf sciatic
menjalar dari tulang punggung bawah ,di belakang persendian pinggul, turun ke
bokong dan dibelakang lutut. Di sana saraf sciatic terbagi dalam beberapa cabang dan
terus menuju kaki.
Ketika saraf sciatic terjepit, meradang, atau rusak, nyeri sciatica bisa
menyebar sepanjang panjang saraf sciatic menuju kaki. Sciatica terjadi sekitar 5%
pada orang Ischialgia, yaitu suatu kondisi dimana saraf Ischiadikus yang
mempersarafi daerah bokong sampai kaki terjepit. Penyebab terjepitnya saraf ini ada
beberapa faktor, yaitu antara lain kontraksi atau radang otot-otot daerah bokong,
adanya perkapuran tulang belakang atau adanya Herniasi Nukleus Pulposus (HNP),
dan lain sebagainya.
Sciatica merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan nervus ischiadicus
sampai ke tungkai, biasanya mengenai hanya salah satu sisi. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk jarum, sakit nagging, atau nyeri seperti ditembak. Kekakuan kemungkinan
dirasakan pada kaki. Berjalan, berlari, menaiki tangga, dan meluruskan kaki
memperburuk nyeri tersebut, yang diringankan dengan menekuk punggung atau
duduk.
Gejala yang sering ditimbulkan akibat ischialgia adalah :
a. Nyeri punggung bawah.
b. Nyeri daerah bokong.
c. Rasa kaku/ tertarik pada punggung bawah.
d. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu
sampai beberapa tahun).
e. Nyeri yang menjalar atau seperti rasa kesetrum dan dapat disertai baal,
yang dirasakan dari bokong menjalar ke daerah paha, betis bahkan
sampai kaki, tergantung bagian saraf mana yang terjepit.
f. Rasa nyeri sering ditimbulkan setelah melakukan aktifitas yang berlebihan,
terutama banyak membungkukkan badan atau banyak berdiri dan
berjalan.
g. Rasa nyeri juga sering diprovokasi karena mengangkat barang yang berat,
batuk, bersin akibat bertambahnya tekanan intratekal.
h. Jika dibiarkan maka lama kelamaan akan mengakibatkan kelemahan
anggota badan bawah/ tungkai bawah yang disertai dengan mengecilnya
otot-otot tungkai bawah dan hilangnya refleks tendon patella (KPR) dan
achilles (APR).
i. Bila mengenai konus atau kauda ekuina dapat terjadi gangguan defekasi,
miksi dan fungsi seksual. Keadaan ini merupakan kegawatan neurologis
yang memerlukan tindakan pembedahan untuk mencegah kerusakan
fungsi permanen.
j. Kebiasaan penderita perlu diamati, bila duduk maka lebih nyaman duduk
pada sisi yang sehat.
N. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
i. Awitan
Penyebab mekanis NPB menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah
posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi robekan otot, peregangan
fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan karena penyebab lain timbul
bertahap.
ii. Lama dan frekuensi serangan
NBP akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan.
Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari sampai resolusinya.
Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak nyaman kronik dengan
eksaserbasi selama 2-4 minggu.
iii. Lokasi dan penyebaran
Kebanyakan NPB akibat gangguan mekanis atau medis terutama terjadi di
daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai bawah atau hanya di
tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri yang menyebar ke tungkai
juga dapat disebabkan peradangan sendi sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak
mempunyai pola penyebaran yang tetap.
iv. Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah saat
aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat nyeri.
Batuk, bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada penderita
tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring.
v. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat
membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara NPB
dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan intensitas dari masing-
masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri radikuler. Nyeri pada
tungkai yang lebih banyak dari pada NPB dengan rasio 80-20% menunjukkan
adanya radikulopati dan mungkin memerlukan suatu tindakan operasi. Bila
nyeri NPB lebih banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan
adanya suatu kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan
operatif. Gejala NPB yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh periode
tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang terjadinya secara
mekanis.
Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa menyebabkan
bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai mobil dan nyeri
biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap gerakan yang bisa
menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal akan dapat menambah
nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu defekasi.
b. Pemeriksaan Motoris
i. Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai
yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul dan lutut, serta kaki
yang berjingkat.
ii. Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
c. Pemeriksaan Sensorik
i. Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
ii. Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat
sementara.
d. Tes-tes Khusus
i. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
Tes untuk mengetaui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur dalam
posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan
lutut dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri
pada saat mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari akar
saraf lumbar.
ii. Lasegue Menyilang
Caranya sama dengan percobaan lasegue, tetapi disini secara otomatis timbul
pula rasa nyeri ditungkai yang tidak diangkat. Hal ini menunjukkan bahwa
radiks yang kontralateral juga turut tersangkut.
e. Pemeriksaan Penunjang
i. X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat.
Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat
mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-
Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
ii. Mylogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam
columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray
dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis.
Myelogram mungkin disarankan untuk menjelaskan ukuran dan lokasi
dari hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram dilakukan untuk
menentukan tingkat protrusi diskus.
iii. MRI
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur
columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi.
iv. Elektromyografi
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi
kerusakan nervus. EMG : untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati
perifer.
O. Penatalaksanaan
a. Terapi Konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi
fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara
keseluruhan. Perawatan utama untuk diskus hernia adalah diawali dengan istirahat
dengan obat-obatan untuk nyeri dan anti inflamasi, diikuti dengan terapi fisik.
Dengan cara ini, lebih dari 95 % penderita akan sembuh dan kembali pada
aktivitas normalnya. Beberapa persen dari penderita butuh untuk terus mendapat
perawatan lebih lanjut yang meliputi injeksi steroid atau pembedahan.
Terapi konservatif meliputi:
i. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan
intradiskal, lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama
akan menyebabkan otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk
kembali ke aktifitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan
punggung, lutut dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan
dari vertebra lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan
memisahkan aproksimasi jaringan yang meradang.
ii. Medikamentosa
1. Analgetik dan NSAID
obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol,
Aspirin Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenac.
2. Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot bermanfaat bila
penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak sekuat
NSAID, seringkali di kombinasi dengan NSAID. Sekitar 30%
memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone
dan Carisoprodol
3. Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian
jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan
4. Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun
dapat dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi
inflamasi.
5. Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan
mekanisme nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya :
amitriptilin, Karbamasepin, Gabapentin.
6. suntikan pada titik picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi
lokal dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu
disekitar tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang
dipakai antara lain lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon
dan triamsinolon
b. Terapi Operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi saraf sehingga
nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif HNP harus berdasarkan
alasan yang kuat yaitu berupa:
i. Defisit neurologik memburuk.
ii. Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
iii. Paresis otot tungkai bawah.
iv. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
v. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang
tersisa, atau ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif
diberikan selama 6 sampai 12 minggu.
vi. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun
terapi
konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala
dan memperbaiki fungsi dari pasien.
vii. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan
diberikan adalah:
1. Distectomy
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk
mengurangi tekanan terhadap nervus. Discectomy dilakukan untuk
memindahkan bagian yang menonjol dengan general anesthesia. Hanya
sekitar 2 – 3 hari tinggal di rumah sakit. Akan diajurkan untuk berjalan
pada hari pertama setelah operasi untuk mengurangi resiko
pengumpulan darah. Untuk sembuh total memakan waktu beberapa
minggu. Jika lebih dari satu diskus yang harus ditangani jika ada
masalah lain selain herniasi diskus. Operasi yang lebih ekstensif
mungkin diperlukan dan mungkin memerlukan waktu yang lebih lama
untuk sembuh (recovery).
2. Percutaneous distectomy :Pengambilan sebagian diskus intervertabralis
dengan menggunakan jarum secara aspirasi.
3. Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy
Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa bagian
dari vertebra baik parsial maupun total. Laminectomy, yaitu tindakan
operatif membuang lamina vertebralis, dapat dilakukan sebagai
dekompresi terhadap radix spinalis yang tertekan atau terjepit oleh
protrusi nukleus pulposus.
4. Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion
Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang rigid
diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas
P. Prognosis
a. Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi konservatif.
b. Sebagian kecil akan berkembang menjadi kronik meskipun sudah diterapi.
c. Pada pasien yang dioperasi : 90% akan membaik terutama nyeri tungkai,
kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%
Beberapa larangan yang harus dilakukan untuk mencegah kekambuhan yaitu:
peregangan yang mendadak pada punggung, jangan sekali-kali mengangkat benda
atau sesuatu dengan tubuh dalam keadaan fleksi atau dalam keadaan membungkuk,
hindari kerja dan aktifitas fisik yang berat untuk mengurangi kambuhnya gejala
setelah episode awal.
BAB III
KESIMPULAN
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan lunak
diantara ruas-ruas tulang belakang (soft gel disc atau Nukleus Pulposus) mengalami tekanan
dan pecah, sehingga terjadi penyempitan dan terjepitnya urat-urat saraf yang melalui tulang
belakang kita. Saraf terjepit lainnya di sebabkan oleh keluarnya nukleus pulposus dari diskus
melalui robekan annulus fibrosus keluar menekan medullas pinalis atau mengarah ke
dorsolateral menekan saraf spinalis sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat.
Untuk mendiagnosis HNP butuh pemeriksaan radiologi. MRI merupakan pilihan dari
berbagai pemeriksaan radiologi karena memiliki spesitifitas dan sensitivitas yang tinggi.
Tidak seperti pada pemeriksaan foto polos yang hanya dapat melihat komponen tulang
vertebre saja tetapi dari pemeriksaan foto polos dapat mencurigai kearah HNP dapat
dilakukan sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut seperti myelografi, MRI.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukelus
Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Indonesia. 2012. Hal 749-
751.
2. Kumala, poppy. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. Edisi Bahasa
Indonesia. 1998. hal 505
3. Company Saunder. B. W. Classification, diagnostic imaging, and imaging
characterization of a lumbar. Volume 38. 2000
4. Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis Ouluensis D
Medica. 2006. Hal 1-31
5. Meli Lucas, Suryami antradi. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148
6. Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep-konsep prose penyakit.
Jakarta : 1995. EGC. Hal 1023-1026.
7. Rasad, Sjahriar. Radiologi Doagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FK Universitas
Indonesia. Jakarta.2005. Hal 337
8. S.M Lumbantobing. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI. Jakarta Badan
Penerbit FK UI. Hal 18-19