PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien merupakan rujukan dari RS Fatma Medika, perawatan hari ke-2,
dx: DHF
Ibu pasien mengatakan, pasien mengalami demam sejak 5 hari
SMRS (mulai selasa malam). Demam dirasakan naik turun tidak menentu,
dan demam turun jika minum obat penurun demam. Keluhan juga disertai
dengan BAB cair sejak 2 hari ini, sebanyak 3x/hari, lendir (+), darah (-),
warna kehijauan. Terdapat bintik kemerahan di tungkai dan lengan pasien
sejak 3 hari yang lalu (hari ke 2 demam). Keluhan mual muntah disangkal,
BAK tidak ada keluhan. Tidak ada mimisan, gusi berdarah, maupun BAK
atau BAB darah. Menurut perujuk, pasien tadi pagi sempat akral dingin.
2
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os belum pernah mengalami ini sebelumnya
Kejang (-)
Riwayat Persalinan :Normal/premature/langsung
menangis/ BBL 1300g/ketuban
jernih
Riwayat Imunisasi : Terakhir DPT3
Riwayat Nutrisi : ASI sampai usia 5 bulan, susu
formula dari awal lahir- sekarang,
MPASI usia 6 bulan bubur susu
Riwayat Tumbang : Bisa angkat kepala dan tengkurap.
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga: -
Alergi :-
b. Primary Survey
A : Clear, Gargling -, Snoring -, Speak fluently +, Potensial obstruksi -
B : Spontan, RR 28 x/menit, Ves/Ves, Rh -/-, Wh -/-, SaO2 95%
C : Akral HKM, CRT < 2detik, N 136x/menit
D : GCS: 456, lateralisasi Kanan -, PBI 3mm/3mm, RC +/+
E : temp 37,7 °C
3
c. Secondary Survey
Kepala
GCS 456, Anemis -/ Icteric -/Cyanosis -/Dyspneu +
Oedema palpebral +/+
Thorax
I : simetris, retraksi substernal +
P : Sonor +/+, batas jantung kesan normal
P : Fremitus N/N
A : Cor : S1S2 Tunggal, murmur -, gallop -
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wz -/-
Abdomen
I : Flat
A: BU + N
P : Timpani
P : Soepel, nyeri tekan -, H/L ttb, NK CVA -/-
Ekstremitas
Akral HKM, CRT < 2, pitting oedema +/+, pteciae +/+
4
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
(No Doc : 1108882, Tanggal/Jam :11/09/2022: 10:15)
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
HGB (↓) 11.3 g/dL 13.0 - 18.0 g/dL
LEU (↓) 2.7 ribu/ uL 4.0 – 11.0 ribu/uL
HCT 36.1 % 35 - 47 %
ERIT 4.85 juta/uL 3.80 – 5.30 juta/Ul
TROM (↓) 33 ribu/uL 150 – 450 ribu/uL
MCV (↓) 74.40 fL 87 – 100 fL
DARAH MCH (↓) 23.30 pg 28.0 – 36.0 pg
RUTIN MCHC 31.30 g/dL 31.0 – 37.0 g/dL
BASO (↑) 2.6 % 0 – 1.0 %
NETRO 65.0 % 49.0 - 67 %
EOS (↑) 3.3 % 1.0 – 2.0 %
LYM (↓) 16.2 % 25 - 33 %
MONO (↑) 12.9 % 3–7%
5
NETRO 34.4 % 49.0 - 67 %
EOS 1.7 % 1.0 – 2.0 %
LYM 34.3 % 25 - 33 %
MONO (↑) 26.0 % 3–7%
6
(No Doc : 1109985, Tanggal/Jam :17/09/2022: 10:20:50)
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan
HGB (↓) 9.4 g/dL 13.0 - 18.0 g/dL
LEU (↑) 13.9 ribu/ uL 4.0 – 11.0 ribu/uL
HCT (↓) 28.0 % 35 - 47 %
ERIT (↓) 3.76 juta/uL 3.80 – 5.30 juta/Ul
TROM 193 ribu/uL 150 – 450 ribu/uL
MCV (↓) 74.50 fL 87 – 100 fL
DARAH MCH (↓) 25.00 pg 28.0 – 36.0 pg
RUTIN MCHC 33.60 g/dL 31.0 – 37.0 g/dL
BASO (↑) 3.0 % 0 – 1.0 %
NETRO 48.1 % 49.0 - 67 %
EOS (↑) 4.2 % 1.0 – 2.0 %
LYM (↓) 19.7 % 25 - 33 %
MONO (↑) 25.0 % 3–7%
7
RADIOLOGI
Foto Thorax AP / Lat ( 2 Posisi )
A. DIAGNOSA
Dengue Hemoragic Fever
B. DIAGNOSA BANDING
Malaria
Demam Thypoid
Hasil :
Kesimpulan :
Bronchopneumonia
8
Posisi RLD
Hasil :
Kesimpulan :
9
2.5 Diagosis
Diagnosa Utama
D H F ( A.91.\- )
Diagnosa Tambahan
- Dengue haemorrhagic fever with warning signs ( A.97.1 )
- Pleural effusion ( J.90.\- )
- Bronchopneumonia ( J.18.0\- )
2.6 PENATALAKSANAAN
Terapi Perujuk
- Loading Asering 200cc (15:30 10-09-2022)
- IVFD Asering 650cc/ 24 jam, RL 200 mulai jam 03:00
- Inj. Metronidazole 50mg iv
- Inj. Antrain 50mg iv
Akral dingin semalam Asering 650 cc/24 jam, IVFD HES 70 cc
dalam 1 jam ( 00:30)
- Inj. Ranitidin 7mg iv
10
- Liprolac 1x1 sach
Konsultasi Spesialis
dr. Bayu Sp.A → Cek DL, GDA, SE, infus maintenance nya -20%,
pump dobutamin 7.5 mcg/ menit
dr. Anas, Sp. An → Acc PICU
2.7 PROGNOSIS
Qua Ad Functionam : Dubia ad malam
Qua Ad Sanationam : Dubia ad malam
Qua Ad Vitam : Dubia ad malam
2.8 FOLLOW UP
11
( ASSESSMENT) Bubur halus 3x1 porsi
- DHF ( A.91.\-)
- Dengue Haemorrhagic Fever
with warning signs ( A.97.1 )
- Pleural effusiom ( J.90.\-)
12
13/09/2022 (SUBYEKTIF) : (PLAN) :
(10:13 WIB) Pasien menangis keras, minum BB : 7,4 kg
sufor kuat, panas (-) - O2 Nasal 1 lpm
- Inf Kaen 1B 590
(OBJECTIVE) : cc/24jam + Drip Cernevit
A : Clear, gargling-, snoring-, ½ vial dalam 24 jam
speak fluently+, potensial - Inj. Tamoliv 75mg prn
obstruksi- demam >38C
B : Spontan, RR 46x/menit, - Inj. Ranitidin 2x7mg
ves/ves, Rh-/-, wh-/-, SpO2 100% - Pump Dobutamin
on NC 1 lpm (1:5.000) 2,5
C : Akral HKM, CRT 3 detik, N mcg/kg/menit >>> STOP
140x/menit regular kuat angkat Oral
D : GCS 456, lateralisasi-, PBI - Sanmef pulv 3x1 prn
3mm/2mm, RC +/+ - Zamel drops 2x0,5 ml
E : Temp 37,0 C - Zincpro syrup 1xcth1
- Liprolac 1x1 sach
( ASSESSMENT)
- DHF ( A.91.\-) Bubur halus 3x1 porsi
- Dengue Haemorrhagic Fever Pro Pindah ruangan
with warning signs ( A.97.1 )
- Pleural effusiom ( J.90.\-)
13
obstruksi- - Inj. Ranitidin 2x7mg
B : Spontan, RR 40x/menit, - Inj. Lasix 5mg extra
ves/ves, Rh-/-, wh-/-, SpO2 - Pump Dobutamin
100% on NC 1 lpm (1:5.000) 2,5
C : Akral HKM, CRT 3 detik, N mcg/kg/menit >>> STOP
140x/menit regular kuat angkat Oral
D : GCS 456, lateralisasi-, PBI - Sanmef pulv 3x1 prn
3mm/2mm, RC +/+ - Zamel drops 2x0,5 ml
E : Temp 37,9 C - Zincpro syrup 1xcth1
- Liprolac 1x1 sach
( ASSESSMENT)
-DHF ( A.91.\-) Bubur halus 3x1 porsi
-Dengue Haemorrhagic Fever Pro Pindah ruangan
with warning signs ( A.97.1 )
-Pleural effusiom ( J.90.\-)
14
D : GCS 456, lateralisasi-, PBI Oral
3mm/2mm, RC +/+ - Lanpepsa syrup 3x1,5 ml
E : Temp 37,4 C - Sanmef pulv 3x1 prn
- Zamel drops 2x0,5 ml
( ASSESSMENT) - Zincpro syrup 1xcth1
-DHF ( A.91.\-) - Liprolac 1x1 sach
-Dengue Haemorrhagic Fever with
warning signs ( A.97.1 ) Bubur halus 3x1 porsi
-Pleural effusiom ( J.90.\-) Pro Pindah ruangan
15
( ASSESSMENT) UE :
-DHF ( A.91.\-) Dermanide zalf
-Dengue Haemorrhagic Fever with
warning signs ( A.97.1 ) Bubur halus 3x1 porsi
-Pleural effusiom ( J.90.\-)
16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.1
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus.2
B. Epidemiologi
Penyakit DBD masih menjadi masalah kesehatan dan ancaman
serius di sejumlah wilayah di Indonesia. Pasalnya penyakit ini tidak hanya
berdampak terhadap sektor kesehatan, namun juga sektor sosial dan ekonomi
masyarakat.
Peningkatan kasus DBD terus terjadi terutama saat musim hujan.
Kementerian Kesehatan mencatat di tahun 2022, jumlah kumulatif kasus
Dengue di Indonesia sampai dengan Minggu ke-22 dilaporkan 45.387 kasus.
Sementara jumlah kematian akibat DBD mencapai 432 kasus.
“Kasus dengue sudah dilaporkan di 449 kabupaten/kota yang tersebar
di 34 provinsi dengan kematian tersebar di 162 kabupaten/kota di 31
provinsi,” kata dr. Tiffany Tiara Pakasi, Plt. Direktur Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Menular dalam Temu Media Hari Demam Berdarah
Dengue ASEAN pada Selasa (15/6).
Dikatakan dr. Tiffany, temuan Insidence rate DBD (jumlah kasus
DBD per 100.000) tertinggi terjadi di 10 provinsi diantaranya Bali,
Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara
Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan
DI Yogyakarta.
17
“Provinsi yang terbanyak melaporkan yaitu provinsi Lampung Jawa
Barat, dan DI.Yogyakarta,” lanjutnya. Dalam mengatasi penyebaran DBD,
Kementerian Kesehatan telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan
pengendalian DBD terutama di daerah-daerah endemik. (12)
C. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam kelompok B Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang
sekarang di kenal sebagai genus Flavivirus, family Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotype.(3) Flavivirus merupakan virus dengan diameter
30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106.(1)
Adapun 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-4, DEN-3 dan DEN-4
yang semuanya dapat menyebabkan demam berdarah dengue. DEN-3 yang
terbanyak ditemukan di Indonesia dan merupakan serotype yang dominan dan
diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat.(4,6)
Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti
Yellow Fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus. Pada Artropoda
menunjukkan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes
(stegomyia) dan Toxorhynchites.1
Cara penularannya infeksi virus dengue ini ada tiga factor yang
memegang peranan, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue
ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk
aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia
yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur
berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation priod) sebelum
dapat menularkan kembali kepada manusia saat gigitan berikutnya. Virus
dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian
transmission), namun peranannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali
virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk
tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh
18
manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation
priod) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada
nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang
viremia, yaitu 2 hari sebelum demam sampai 5 hari setelah demam timbul.3
D. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah hingga saat ini masih
diperdebatkan. Dua teori yang banyak dianut pada DHF dan DSS adalah
Hipotesis immune enhancement dan hipotesis infeksi sekunder (teori
secondary hetelogous dengue infection).1,3
Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme Imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah
dengue dan sindrom renjatan dengue.1
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DHF adalah:
a) Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitotoksisitas yang dimediasi antibody. Sel target virus ini adalah sel
monosit terutama dan sel makrofag sebagai tempat replikasi.
b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. TH1 akan memproduksi
interferon gamma, IL-2 dan limfokin. Sedangkan TH2 memproduksi IL-4,
IL-5,IL-6,dan IL-10.
c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody.
Aktifasi komplemen oleh kompleks imun yang menyebabkan
terbentuknya C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 yang akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.(1,3)
Hipotesis ”the secondary heterologous infection” yang di rumuskan
oleh Suvatte,1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue
yang berlainan pada seorang pasien, respon antibody anamnestik yang akan
19
terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi
dengan menghasilkan titer tinggi antibody IgG anti dengue.(3)
20
E. Manifestasi Klinis.
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik
atau dapat berupa demam yang tidak khas. Pada umumnya pasien mengalami
demam dengan suhu tubuh 39-40oC, bersifat bifasik (menyerupai Pelana
kuda), fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis pada hari ke-
3 selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi
mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan tidak
adekuat.(1,3)
Fase Febris:
- Demam mendadak tinggi 2-7 hari
- Muka kemerahan, eritema kulit
- Sakit kepala
- Beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorokan,injeksi faring
dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
- Dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti petekie, perdarahan
mukosa, walau jarang terjadi dapat pula terjadi perdarahan pervaginam
dan gastrointestinal.
Fase Kritis:
- Terjadi pada hari 3-7 sakit.
- Ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan permeabilitas
kepiler dan timbul kebocoran plasma yang biasanya berlangsun 24-48
jam.
- Kebocoran plasma sering didahului lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit.
- Dapat terjadi syok.
Fase Pemulihan:
- Terjadi setelah fase kritis.
- Terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke intravaskuler secara
perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
21
- KU membaik, nafsu makan pulih, hemodinamik stabil, diuresis
membaik.
Menurut manifestasi kliniknya DHF sangat bervariasi, WHO (1997)
membagi menjadi 4 derajat : 7,8,9
Derajat I : Demam disertai uji tourniquet positif.
Derajat II : Demam + uji tourniquet positif disertai manifestasi
perdarahan (seperti : Epistaksis, perdarahan gusi )
Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menyempit (<20 mmhg), hipotensi,
sianosis, disekitar mulut, kulit dingin dan lembab, gelisah.
Derajat IV : Syok berat (profound syok), nadi tidak teraba, dan tekanan
darah tidak terukur.
F. Diagnosis
Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan Kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. 7
Kriteria klinis :
Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, atau riwayat demam
akut, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari, biasanya bifasik
(plana kuda).
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji torniquet positif.
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( epitaksis atatu perdarahan gusi )
- Hematemesis atau melena
Pembesaran hati
Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi,kaki dan tangan dingin,kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
22
Kriteria Laboratoris :
Trombositopenia ( jumlah trombosit <100.000/ul ).Terdapat minimal
satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut :
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
G. Pemeriksaan Penunjang
23
1. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.5
Ada 4 jenis pemeriksaan laboratorium yang digunakan yaitu :
Uji serologi: deteksi antibodi IgG dan IgM, uji HI
Isolasi virus
Deteksi RNA/DNA dengan tehnik Polymerase Chain Reaction (PCR).
Deteksi antigen (pemeriksaan NS-I) Lebih Spesifisitas 100% dan
sensitivitas 92.3%
Pemeriksaan Dengue NSl Antigen adalah pemeriksaan baru terhadap
antigen non struktural-I dengue (NSl) yang dapat mendeteksi infeksi virus
dengue dengan lebih awal bahkan pada hari pertama onset demam. 5
- Pemeriksaan NS-I perlu dilakukan pada pasien yang megalami gejala
Demam/klinis lain < 3 hari, dikarenakan Early detection sangatlah
penting untuk menentukan pengobatan (terapisupportif) yang tepat
(cegah Resistensi antibiotik), serta pemantauanpasien dengan segera.
- Tanpa meninggalkan pemeriksaan Dengue serologi karena pemeriksaaan
NS1 bersifat komplementer (saling menunjang), terkhususapabila
didapatkan hasil Ns1 (-) dan gejala infeksi tetap muncul.
- Penggunaan Dengue IgG / IgM juga diperlukan bagi dokter penganut
paham "infeksi sekunder dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat dan
memerlukan penanganan yang berbeda dengan infeksi primer"
- Dengan adanya Spesifisitas 100% dan sensitivitas 92.3%. Dengan
demikian pomakaian pemeriksaan ini akan dapat meningkatkan
sensitivitas dan spesifisitas untuk diagnosis infeksi dengue.(5)
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thorak didapati efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat. Pemeriksaan foto
24
rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan ( pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan ).(1)
H. Diagnosis Banding
Perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tipoid, influenza, idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP),
chikungunya dan leptospirosis. 1
1. Belum / tanpa renjatan :
a. Campak
b. Infeksi bakteri / virus lain (tonsilo faringitis, demam dari kelompok
penyakit exanthem, hepatitis, chikungunya)
2. Dengan renjatan
a. Demam tipoid
b. Renjatan septik oleh kuman gram negatif lain
3. Dengan perdarahan
a. Leukemia
b. ITP
c. Anemia Aplastik
4. Dengan kejang
a. Ensefalitis
b. Meningitis
I. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat
kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah
bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting yang
perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya
terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7
25
proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang
interstitial ke intravaskular.3
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol
ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut: 3,8,11
1. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DHF dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHF dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
26
Gambar 3. Penanganan tersangka DHF tanpa syok
27
Gambar 4. Pemberian cairan pada tersangka DHF dewasa di ruang rawat.
28
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada DHF
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DHF dewasa adalah :
perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali, perdarahan saluran cerna
(henatemesis dan melena atau hematokesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah
perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam.1,3
29
Gambar 6. Tatalaksana sindroma syok dengue
30
Kriteria memulangkan pasien, apabila memenuhi semua keadaan dibawah ini : 1
1. Tampak perbaikan secara klinis
2. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
3. Tidak dijumpai distress pernafasan (efusi pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cendrung naik > 50.000/nl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
J. Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DHF dengan maupun tanpa syok
2. Kelainan ginjal berupa gagal ginjal akut akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan 3
K. Prognosis
Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada
DHF/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di
Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perja-
lanan penyakit umumnya lebih ringan dari pada anak-anak.2
31
BAB IV
PEMBAHASAN
32
meningkatkan opsonisasi dan aktivasi komplemen. CD4+ juga mengaktivasi
Th-1 yang akan mengaktivasi CD8+ melalui presentasi oleh molekul MHC-1.
CD8+ ini bersifat sitotoksik dan menghancurkan peptida virus. Th-1 akan
melepaskan IFN-γ, IL-2, dan limfokin. Sedangkan Th-2 melepaskan IL-4, IL-
5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-γ akan merangsat monosit melepaskan
TNF-α, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin. Limfokin juga merangsang makrofag
melepas IL-1, IL-2 juga merupakan stimulan pelepasan IL-1, TNF-α, dan
IFN-γ. Pada Jalur komplemen, kompleks imun akan menyebabkan aktivasi
jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin) yang
meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir respon imun tersebut adalah
peningkatan IL-1,TNF-α, IFN-γ, IL-2, dan histamin.
IL-1,TNF-α, IFN-γ dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul
demam. IL-1 bekerja pada termoregulator sedangkan TNF-α dan IFN-γ
bekerja tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan
IL-1. Daerah spesifik IL-1 adalah pre-optik dan hipotalamus anterior dimana
terdapat corpus callosum lamina terminalis. Corpus callosum lamina
terminalis terletak di dinding rostral ventriculus III dan merupakan
sekelompok saraf termosensitif (cold and hot sensitive neurons). IL-1 masuk
ke dalam corpus callosum lamina terminalis melalui kapiler dan merangsang
sel memproduksi serta melepaskan PGE2, selain itu, IL-1 juga dapat
memfasilitasi perubahan asam arakhidonat menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2
yang terbentuk akan berdifusi ke dalam hipotalamus atau bereaksi dengan
cold sensitive neurons. Hasil akhir mekanisme tersebut adalah peningkatan
thermostatic set point yang menyebabkan aktivasi sistem saraf simpatis untuk
menahan panas (vasokonstriksi) dan memproduksi panas dengan menggigil.
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap
gejala lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan
penurunan sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan
merupakan akibat dari kerjasama IL-1 danTNF-α. Keduanya akan
meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam
33
sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipotalamus ventromedial yang
berakibat pada penurunan intake makanan.
IFN-γ sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang
poten, menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk
memproduksi antibody. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan
menimbulkan efek toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot,
nyeri kepala, muntah, dan somnolan.
Dalam keadaan normal, manusia mensekresi mukus di dalam saluran
pernafasan yang berfungsi sebagai pembersih berbagai macam kotoran seperti
debu yang tidak tersaring melalui silia hidung. Apabila terdapat debu yang
berlebihan, maka mukus yang disekeresikan akan semakin bertambah. Infeksi
atau iritasi pada saluran nafas juga menyebabkan hipersekresi mukus pada
saluran napas, kemudian, apabila terjadi hipersekresi mukus, terjadi hipertrofi
kelenjar submukosa pada trakea dan bronkus dan akhirnya mukus tertimbun
di dalam saluran napas. Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet
disaluran napas kecil, bronkus dan bronkiolus. Kondisi ini kemudian
merangsang membran mukosa untuk selanjutnya mengaktifkan rangsang
batuk dengan tujuan untuk mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi
saluran napas.
Dari pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan penurunan
kadar trombosit (trombositopenia), yaitu 24.500. Trombositopenia
padainfeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 1) supresi sumsum tulang, 2)
destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang
pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan
supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan
proses hematopoesis termasuk megakariopoesis. Kadar trombopoetin dalam
darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukan kenaikan, hal ini
menunjukan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi virus dengue,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi perifer.
34
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan
ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda
degranulasi trombosit.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yang paling utama adalah
terapi suportif. Pemberian IVFD RL : D5% 1:2 20 tpm dan gelafusal untuk
pengobatan dan pencegahan hipovolemia. Pemeliharaan volume cairan
sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting. Asupan cairan pasien
harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak
mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena
untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi. Diberikan ranitidin untuk
mengurangi produksi asam lambung, Psidii cap 3x1 tab untuk meningkatkan
jumlah trombosit dengan mekanisme menghambat replikasi virus dengue dan
meningkatkan jumlah GM-CSF yang menstimulasi pembentukan
megakariosit sebagai bahan awal trombosit, Clobazam 0-0-1/2 untuk
mengurangi perasaan gelisah, neurodex tab 1 x 1 sebagai multivitamin,
pencegahan anemia, dan penambah tenaga untuk masa penyembuhan,
Buavita 5 kotak/hr untuk membantu meningkatkan trombosit dan asupan
nutrisi.
Adapun prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam. Prognosis
penyakit ini baik dengan terapi suportif yang adekuat.
35
BAB V
KESIMPULAN
36
DAFTAR PUSTAKA
37
10. WHO, Dengue and Dengue Haemorragic Fever dalam:
http://w3.whosect.org/en/section10/section332/section1631.htm
12. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20220615/0240172/kasus
dbd-meningkat-kemenkes-galakkan-gerakan-1-rumah-1-jumantik-g1r1j/
38