Anda di halaman 1dari 15

Isolasi dan Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Aktif Ekstrak Etil Asetat Kulit Kayu Balam

Merah (Palaquium gutta (Hook.f.)Baill) Isolation and Antioxidant Activity Test of Active
Coumpounds from Ethyl Acetate Extract of Red Balam Bark (Palaquium gutta (Hook.f.)Baill)

Nur Atiqah
Laboratorium Penelitian Dan Tugas Akhir Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Jambi
ABSTRAK

Telah dilakukan isolasi dan uji aktivitas antioksidan senyawa triterpenoid dari
ekstrak etil asetat kulit kayu balam merah (Palaquium gutta (Hook.f.) Baill). Hasil
identifikasi menggunakan spektrofotometer UV- Vis dengan pelarut n-heksan
menghasilkan serapan cahaya maksimum pada panjang gelombang 286 nm serta
karakterisasi menggunakan spektrofotometer FT-IR yang menunjukkan pada isolat
terdapat gugus - OH, ikatan C-O, ikatan rangkap terisolasi, ikatan C-H serta gugus
gem dimetil yang mengindikasikan adanya gugus CH3 dan CH2, diduga merupakan
senyawa turunan triterpenoid amirin yaitu α-Amirin. Dari hasil pengujian aktivitas
antioksidan terhadap ekstrak etil asetat kulit kayu balam merah memiliki nilai IC 50
yaitu sebesar 374,375 ppm, dan isolat kulit kayu balam merah memiliki nilai IC 50
149,14 ppm dengan asam askorbat sebagai pembanding sebesar 9,50 ppm.

Kata Kunci: Balam Merah (Palaquium gutta (Hook.f.) Baill), triterpenoid, amirin,
ekstrak etil asetat, antioksidan.

ABSTRACT

Isolation and Test of antioxidant activity of triterpenoid compounds from


ethyl acetate extract of balam red bark (Palaquium gutta (Hook.f.) Baill) have been
done. The results of identification using a UV-Vis spectrophotometer with n-
hexane solvents produce maximum light absorption at a wavelength of 286 nm
and characterization using FT-IR spectrophotometer which shows the isolate - OH
groups, CO bonds, isolated double bonds, CH bonds and dimethyl gem groups
which indicates the presence of CH3 and CH2 groups, is thought to be an amirin
triterpenoid derivative, α-Amirin. From the results of test of antioxidant activity of
ethyl acetate extract of red balam bark has an IC50 value of 374,375 ppm, and red
balam bark isolate has an IC50 value of 149.14 ppm with ascorbic acid as a
comparison of 9.50 ppm.

Keywords: Red Balam (Palaquium gutta (Hook.f.) Baill), triterpenoids, amirin,


ethyl acetate extract, antioxidants.
I. PENDAHULUAN merah yang biasa dijumpai memliki
warna kulit kayu yang khas dan getah
Tumbuhan jenis palaquium bisa
berwarna putih. Masyarakat Jambi
ditemukan di Provinsi Jambi. Kayu balam
khususnya di wilayah Merangin pada jenis palaquium lain telah diteliti
memanfaatkan kayu balam untuk oleh Rumouw (2017) Mengenai
konstruksi rumah dan menyadap getah kandungan fitokimia yang terdapat di
kayu balam merah untuk dijual. Jenis bagian kulit kayu pada tanaman Nyatoh
palaquium yang ada di provinsi Jambi (Palaquium. Sp) yang mengandung
salah satunya adalah kayu balam merah metabolit sekunder berupa Alkaloid,
(Palaqium sp) dan merupakan tumbuhan Flavonoid, Saponin dan Tanin.
endemik Provinsi Jambi. Tanaman Beberapa potensi kandungan
Palaquium ini banyak digunakan sebagai bioaktif dan uji aktivitas seperti aktivitas
obat tradisional di masyarakat (Rahayu et antibakteri dan antijamur dari jenis kayu
al., 2007). Hal ini ditegaskan Rumouw ini sudah pernah dilakukan penelitian.
(2017), tanaman palaquium di Melihat dari penelitian sebelumnya,
masyarakat digunakan sebagai obat diketahui bahwa beberapa jenis
miskram, tumor dan kencing berdarah. palaquium memiliki aktivitas antibakteri
Bagian tanaman yang digunakan adalah yang bersifat menghambat pertumbuhan
kulit kayu dengan cara dipotong-potong bakteri yang membuat jenis palaquium ini
sampai 7 penggal kemudian dicuci, juga mempunyai potensi sebagai
direbus dengan air lalu diminum.
antioksidan. Sehingga pada penelitian ini
Berdasarkan penelitian Lense ditujukan untuk mengeksplorasi metabolit
(2011) Bahwa ekstrak kulit kayu sekunder pada balam merah
Palaquium sp. mengandung senyawa dan uji aktivitasnya terhadap
alkaloid yang mampu menghambat antioksidan.
pertumbuhan bakteri. Penelitian lain
II. METODE KERJA
oleh Suprati (2010) mengenai kandungan
bioaktif jenis kayu ini dan uji aktivitasnya 2.1 Bahan dan Alat
juga telah dilakukan seperti fraksi ekstrak 2.1.1 Bahan
etil eter pada konsentrasi 25% kayu teras Bahan yang digunakan adalah
(Palaquium gutta Ball). Mengenai serbuk kulit batang kayu balam merah
kandungan metaboit sekunder (Palaquium Gutta (Hook.f.) Baill).
Bahan-bahan kimia yang digunakan
adalah metanol, n-heksan, etil-asetat,
kloroform, aseton, aquadest, beberapa
reagen seperti pereaksi Liebermann-
Buchard, FeCl3 1%, Dragendorff, dan
Wagner. Bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas antioksidan adalah

1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH), Serbuk kulit kayu balam merah


1,10-fenantrolin (ortofenantrolin), dimaserasi beberapa kali menggunakan
FeCl2, asam askorbat (Vitamin C) pelarut n-heksana hingga maserat yang
sebagai senyawa antioksidan
pembanding.

2.1.2 Alat
Alat-alat yang digunakan pada
penelitian ini diantaranya peralatan
untuk proses ekstraksi dan identifikasi
yaitu neraca analitik, bejana maserasi,
evaporator, corong Buchner, Kolom
Kromatografi Gravitasi (KKG),
peralatan gelas seperti gelas ukur, labu
ukur, gelas piala, erlenmeyer, plat tetes,
pipa kapiler, botol vial dan batang
pengaduk.

2.2 Cara Kerja


2.2.1 Preparasi Sampel
Pengambilan sampel dari
kawasan hutan alam Desa Muara Siau,
Kecamatan Muara Siau, Kabupaten
Merangin, Provinsi Jambi dikarenakan
jumlah persebaran kayu balam merah
yang masih banyak ditemukan di
wilayah Merangin.
Sampel kulit kayu balam yang
diperoleh dillakukan pencucian
selanjutnya sampel dirajang kecil-kecil
dan dikeringkan diudara terbuka tetapi
tidak terkena sinar matahari langsung.

2.2.2 Maserasi dan Ekstraksi


diperoleh tidak berwarna lagi. Maserat tiga pereaksi alkaloid yaitu pereaksi
dikumpulkan dan pelarutnya yang Dragendorff, pereaksi Meyer dan
selanjutnya diuapkan menggunakan alat pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan

rotary evaporator hingga diperoleh positif bila dengan pereaksi

ekstrak kental n-heksana. Residu Dragendorff terbentuk endapan merah


hingga jingga, dengan pereaksi Meyer
dikeringkan sampai pelarut n-heksan
terbentuk endapan putih kekuningan
menguap dan kemudian maserasi dengan
dan dengan pereaksi Wagner terbentuk
etil asetat. Maserat dikumpulkan dan
endapan coklat (Harbone, 1987).
pelarutnya diuapkan dengan
Uji Flavonoid. Sejumlah
menggunakan alat rotary evaporator
sampel ditambahkan beberapa tetes HCl
hingga diperoleh ekstrak kental etil asetat.
pekat lalu dimasukkan serbuk Mg. Hasil
Hal yang sama juga dilakukan untuk
positif dari pereaksi HCl dan serbuk Mg
memperoleh ekstrak metanol.
ini ditunjukkan dengan terbentuknya
2.2.3 Skrining Fitokimia buih dan perubahan warna larutan
Uji Alkaloid. Sebanyak 1 mL menjadi jingga (Harbone, 1987).
sampel dilarutkan dalam beberapa tetes Uji Saponin. Saponin dapat
asam sulfat 2N, kemudian diuji dengan dideteksi dengan uji busa dalam air
panas. Busa yang stabil yang dapat menandakan adanya steroid. Apabila
bertahan lama dan tidak hilang pada terbentuk warna ungu atau jingga
penambahan 1 tetes HCl 2N menandakan adanya triterpenoid
menunjukkan adanya saponin (Harbone, (Harbone, 1987).
1987). 2.2.4 Pemisahan Senyawa
Uji Tanin. Sejumlah sampel Dilakukan kromatografi kolom
ditambahkan FeCl3 kemudian campuran vakum cair (KVC) menggunakan fase
dihomogenkan. Reaksi positif diam silika gel dengan perbandingan
ditunjukkan dengan terbentuknya warna sampel:silika gel (1:20). Ekstrak sampel
hitam kehijauan pada campuran diimpregnasi menggunakan silika gel,
(Harbone, 1987). kemudian ditambahkan ke dalam kolom
Uji Steroid dan Triterpenoid. yang telah berisi fase diam. Sedangkan
Sejumlah sampel ditambahkan dengan fase gerak yang digunakan yaitu n-
asam asetat anhidrat dan asam sulfat heksana:etil asetat dan etil
pekat (pereaksi Liebermann-Burchad). asetat:metanol dengan variasi
Apabila terbentuk warna biru atau hijau perbandingan (10:0; 9:1; 8:2; 7:3; 6:4;
5:5; 4:6; 3:7; 2:8; 1:9 dan 0:10). Fraksi tiap pita yang didapat lalu kemudian
yang diperoleh ditampung dalam botol diuapkan.
vial, eluat yang ditampung berdasarkan Hasil dari kromatografi kolom
dilakukan KLT kembali. Eluat yang
memiliki pola noda identik digabungkan
berdasarkan nilai Rf pada kromatogram.
Fraksi yang masih memiliki banyak spot
noda maka dilanjutkan pemisahan lagi
menggunakan kromatografi kolom
gravitasi (KKG). Eluat yang memiliki
satu spot noda kemudian diuji
menggunakan 3 eluen berbeda, dimana
jika hasil KLT tetap satu spot noda maka
didapatkan isolat. Isolat dimurnikan
dengan rekristalisasi menggunakan
pelarut n-heksana, etil asetat dan etanol.
Selanjutnya dilakukan uji fitokimia,
karakterisasi dan uji aktivitas
antioksidan lalu dikarkaterisasi
menggunakan spektrofotometer UV-Vis
dan spektrofotometer FT-IR.
2.2.5 Uji Aktivitas Antioksidan
Metode DPPH. Pengujian
aktivitas antioksidan pada hasil isolasi
sampel kulit kayu balam (Blois (1958) ;
Pasaribu dan Setyawati, 2011).
Sebanyak 10 mg ekstrak ditimbang
kemudian dilarutkan dalam 10 metanol
p.a kemudian dikocok sampai homogen
dan dibuat dengan konsentrasi
(0,100,200,300,400 dan 500 ppm) dan
sebanyak 0,01 gr isolat dilarutkan dalam
10 ml metanol p.a kemudian kocok
sampai homogen dan dibuat konsentrasi (0, 50, 100, 150, 200 dan 250 ppm).

Masing-masing dimasukkan kedalam Penapisan fitokimia dilakukan


tabung reaksi. Kedalam tiap tabung untuk mengidentifikasi kandungan
reaksi ditambahkan 500 μl larutan DPPH mentabolit sekunder pada tanaman kulit
1mM dalam metanol. Volume batang balam merah. Hasil fitokimia

dicukupkan sampai 5 ml, kemudian menunjukkan ekstrak etil asetat positif

diinkubasi pada suhu 37 C selama 30 mengandung flavonoid, triterpenoid


dan
menit, selanjutnya serapan diukur
kuinon. Selanjutnya dilakukan
dengan spektrofotometer UV-Vis pada
pemisahan senyawa dengan
panjang gelombang 517 nm. Sebagai
menggunakan metode kromatografi
kontrol positif digunakan vitamin C
yaitu menggunakan kromatografi
(konsentrasi 0, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm).
kolom.
Untuk mengihitung daya antioksidan
Pemilihan untuk menggunakan
digunakan persamaan berikut :
ekstrak etil asetat dikarenakan aktivitas
Perhitungan IC50 : y = bx + a antioksidan yang dimiliki oleh ekstrak
etil asetat lebih kuat dibandingkan
Keterangan: y = absorbansi
dengan ekstrak n-heksan dan ekstrak
x = Konsentrasi metanol berdasarkan uji aktivitas secara
(ppm) kualitatif dengan menyemprotkan
cairan DPPH pada plat KLT ekstrak
Nilai a dan b didapatkan dari kurva
masing-masing pelarut yang
yang dibuat berdasarkan konsentrasi
ditunjukkan pada gambar berikut:
sampel dan %inhibisi yang didapat.
Dan untuk menghitung persen hambat
(inhibisi) dengan cara :

berurutan. Setelah itu di rotary vacum


epavorator didapat ekstrak etil asetat
sebesar 65 gram dengan rendemen sebesar
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3,421%.
Sebanyak 1,9 kg kulit batang
balam merah dimaserasi menggunakan
n-heksan, etil asetat dan metanol secara
Ekstrak Ekstrak etil Ekstrak
metanol asetat n-heksan

Gambar. 1 Uji kualitatif antioksidan ekstrak


Selain uji kualitatif terhadap Proses isolasi menggunakan
ekstrak, dilakukan juga uji kuantitaif kromatografi kolom dilakukan dengan
untuk melihat tingkat kekuatan menggunakan gradien pelarut yang dimulai
antioksidan ekstrak etil asetat. dengan pelarut non polar yaitu n-heksan,
Pengujian dilakukan dengan semi polar yaitu etil asetat dan polar yaitu
menggunakan metode DPPH : metanol. Kromoatografi kolom vakum cair
yang digunakan mempunyai ukuran 5 cm
80
Inhibisi

20 y = 0,16x - 9,9
60
40

R² = 0,9905
%

0
0 200 400 600
Konsentrasi (mg/L)

Gambar.2 Kurva regresi linier ekstrak


etil asetat kulit kayu balam merah

Dari hasil pengujian secara


kuantitatif pada ekstrak etil asetat
menggunakan metode DPPH didapatkan
nilai IC50 sebesar 374,375 ppm. Menurut
Praditasari (2017) nilai 250-500 ppm
menunjukkan intensitas kekuatan aktivitas
antioksidan yang lemah dan masih
mempunyai potensi sebagai antioksidan.
Maka ekstrak etil asetat dilanjutkan
proses pemisahan dengan menggunakan
kromatografi kolom, sampel diimpregnasi
dengan silika gel gravitasi menggunakan
perbandingan 1:2. Sampel yang digunakan
sebanyak 15,23 gr dengan silika sebanyak
7,5 gr.
dengan penggunaan silika gel sebanyak 60
Gambar. 3 Uji aktivitas fraksi hasil
gr. Dari proses isolasi yang dilakukan
KVC antioksidan secara kualitatif
diperoleh 25 vial yang ditampung
berdasarkan warna pita yang dihasilkan.
Dari uji KLT didapatkan pola noda
Selanjutnya dilakukan uji Kromatografi
tunggal pada vial 5, senyawa pada vial 5
Lapis Tipis (KLT) dengan mengamati pola
yang diperoleh berbentuk kristal yaitu
noda yang sama dari setiap vial untuk
berupa jarum-jarum kecil berwarna putih
mengidentifikasi fraksi gabungan dan
pada dinding vial. Kemudian dilakukan uji
didapatkan empat fraksi yang bisa dilihat
kemurnian dengan KLT tiga eluen yang
pada gambar :
didapatkan :

Gambar. 4 KLT Sistem 3 eluen isolat

(a)Heksan : Kloroform (1:9) (b) DCM :


F1 F2 F4 F3
Kloroform ( 6:4) (c) DCM : Heksan (1:9)
Karakterisasi

menggunakan
spektrofotometer UV-Vis untuk
Gambar. 5. Spektrum UV isolat
mengetahui adanya gugus kromofor
yang terdapat pada suatu senyawa
Pada gambar menunjukkan Serapan
organik. Berikut adalah hasil
maksimum pada panjang gelombang 286 nm
pengukuran panjang
(Abs= 1,5078 A). Serapan pada panjang
gelombang isolat menggunakan
gelombang 286 nm menunjukkan puncak
spektrofotometer UV-Vis :
serapan khas untuk senyawa terpenoid yang

286 memiliki kromofor berupa ikatan rangkap C=C


yang tidak terkonjugasi dan serapan pada
panjang gelombang 286 nm merupakan transisi
elektron dari π→π* ikatan rangkap. Senyawa
α-amirin menunjukkan serapan pada λmaks
274 nm (Hossain dan Ismail, 2010) dan 272
nm (Zetra dan Prasetya, 2007). Serapan C=C terisolasi. Adanya gugus auksokrom
maksimum pada 286 nm menunjukkan (substituen seperti –OH) akan
adanya transisi elektron π→π* yang memperlebar sistem kromofor dan
mengindikasikan adanya gugus kromofor menggeser absorpsi maksimum ke arah
yang khas untuk sistem ikatan rangkap panjang gelombang yang lebih panjang
(Roth dan Blaschke, 1985). Senyawa α-
amirin memiliki substituen -OH yang
menyebabkan serapan maksimum ikatan
rangkap C=C nya bergeser ke arah yang
lebih panjang yaitu 286 nm. Keberadaan
senyawa triterpenoid ini telah dibuktikan
melalui uji kualitatif dengan pereaksi
Lieberman-Burchard yang
mengindikasikan bahwa isolat merupakan
golongan senyawa triterpenoid.
Untuk melihat gugus-gugus
fungsi pada senyawa yang berhasil
diisolasi maka dilakukan karakterisasi
menggunakan spektrofotmeter FT- IR
dengan hasil sebagai berikut:

%T
110

105

100

95

90

85
2363,87

80

75
1688,75

70
3225,12

2797,87

1098,51

65

60
2835,48

1445,71

970,24
1468,86

55

50

45
2955,07

2941,57
2870,20

40

35

30

25

20

4500 4200 3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1800 1500 1200 900 750 450

ETIL BALAM 1/cm

Gambar. 6. Spektrum FT-IR Isolat


Pada spektrum FT-IR Isolat serapan pada bilangan gelombang
menunjukkan serapan pada -1
1098,51 cm sebagai vibrasi ulur ikatan
-1
bilangan gelombang 3225,12 cm C-O. Serapan pada bilangan gelombang
yang melebar sebagai gugus 1688,75 cm
-1

hidroksil (-OH) dan didukung oleh


menunjukkan adanya ikatan rangkap 2007). Berdasarkan uraian diatas maka
terisolasi. Munculnya serapan pada isolat dapat disarankan sebagai senyawa α-
-1 Amirin. Berikut adalah dugaan struktur
bilangan gelombang 2870,20 cm dan
-1 senyawa α-Amirin.
2955,07 cm menunjukkan adanya
vibrasi ulur ikatan C-H (alkana) alifatik
yang mengindikasikan adanya gugus
metil (CH3) dan metilena (CH2) yang
diperkuat dengan adanya gugus gem
dimetil pada bilangan gelombang
-1 -1
1468,86 cm dan 1445,71 cm . Serapan
gem dimetil biasanya pecah menjadi dua
puncak dengan intensitas yang sama, tapi
kedua puncak ini tidak selalu tampak
pada semua spektra, kadang-kadang
hanya satu puncak tunggal (Fessenden
dan Fessenden, 1982).

Keberadaan gugus gem dimetil


yang merupakan ciri khas dari senyawa
triterpenoid menegaskan bahwa isolat
merupakan senyawa golongan
triterpenoid. Data spektrum FTIR isolat
memiliki kemiripan dengan data
spektrum FTIR senyawa triterpenoid.
Data ini khas untuk senyawa triterpenoid
pentasiklik dengan satu gugus gem
dimetil. Kerangka dasar senyawa
triterpenoid memiliki 8 gugus metil
dengan satu gugus gem dimetil yang
tersubstitusi pada C4 (Zetra dan Prasetya,
Gambar. 8. Kurva regresi
linier isolat kulit kayu balam
merah

Inhibisi
60
y = 5,4435x - 1,731
40
Gambar. 7. Struktur senyawa 20
triterpenoid α-Amirin (Zetra dan R² = 0,9656

%
Prasetya, 2007).
0
Hasil uji aktivitas antioksidan 0 5 10 15
dari Konsentrasi (ppm)
menggunakan
Gambar. 9. Kurva regresi linier
isolat DPPH serta asam asam askorbat
adala
askorbat sebagai pembanding h
Berdasarkan rentang nilai
sebagai berikut :
kekuatan antioksidan nilai IC50 sebesar

100
9,50 ppm merupakan intensitas yang
Inhibisi

80 sangat kuat yaitu kurang dari 50 ppm.


40

60 Sedangkan zat uji dari isolat didaptkan

y = 0,2713x + 9,539
nilai IC50 149,14 ppm yang termasuk
20
%

R² = dalam intensitas sedang


0,9859
yaitu 100-250 ppm. Sehingga dapat
0
0 100 200 300 disimpulkan bahwa senyawa mempunyai
Konsentrasi (ppm) aktivitas antioksidan yang tergolong
sedang dan masih mempunyai potensi turunan senyawa triterpenoid α-
sebagai antioksidan. Amirin.
3. Ekstrak etil asetat kulit kayu balam
IV. KESIMPULAN
merah memiliki aktivitas
1. Golongan senyawa yang terdapat
antioksidan dengan nilai IC50
pada ekstrak etil asetat kulit kayu balam
374,375. Senyawa isolat dari
merah yaitu flavonoid, terpenoid dan
ekstrak etil asetat kulit kayu balam
kuinon. Senyawa yang diperoleh pada
merah memiliki nilai IC50 sebesar
isolat adalah golongan triterpenoid.
149,14. Dari nilai IC50 yang
2. Karkterisasi menggunakan UV-Vis
diperoleh baik pada ekstrak
dan spektrofotometer FT-IR
maupun isolat dapat disimpulkan
menunjukkan bahwa isolat diduga
bahwa senyawa tersebut memiliki Ketiga, Jilid 1, 237-239,
aktivitas antioksidan. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia
V. DAFTAR PUSTAKA Penuntun Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan.
Blois, M.S. 1958. Antioxidant Bandung: Institut Teknologi
Bandung Press.
Determinations by the Use of A
Stable Free Radical. Nature. Hossain, M.A dan Z. Ismail.2010. Isolation
and characterization of
Vol 181: 1199-1200. triterpenes from the leaves of
Orthosiphon stamineus.
Fessenden, R.J. and Fessenden, J.S., Arabian Journal of Chemistry:
1982, Kimia Organik, 295-298.
diterjemahkan oleh
Pudjaatmakan, A. H., Edisi Lense, O. 2011. Biological screening of
selected traditional medicial
plants species utilized by
local people of Manokwari,
West Papua Province.
Bioscience. Vol 3(3). 145-
150.
Pasaribu, G dan T. Setyawati. 2011.
Aktivitas Antioksidan dan
Toksisitas Ekstrak Kulit
Kayu Raru (Cotylelobium
Sp.). Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. Vol 29(4):
322-330.
Praditasari, Arni. 2017. Review: Uji
Aktivitas Antioksidan
Secara In Vitro Pada Ekstrak
Tanaman. Jurnal
Universitas Padjajaran.
Rahayu, M., S. Susiarti., dan Y.
Purwanto. 2007. Kajian
Pemanfaatan Tumbuhan
Hutan Non Kayu oleh
Masyarakat Lokal di
Kawasan Konservasi PT.
Wira Karya Sakti Sungai
Tapa – Jambi. Biodiversitas.
Vol 8(1): 73-78.
Roth, J.H dan G. Blaschke. 1985.
Analisis Farmasi. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Rumouw, D. 2017. Identifikasi Dan
Analisis Kandungan
Fitokimia Tumbuhan Alam
Berkhasiat Obat Yang
Dimanfaatkan Masyarakat
Sekitar Kawasan Hutan
Lindung Sahedaruman.
Jurnal LPPM Bidang Sains
dan Teknologi Vol 4(2): 53-
66.
Suprapti, S. 2010. Decay Resistance of 84
Indonesia Wood Species Againt
Fungi. Journal of TropicaI
Forest Science. 22(1): 81-87.
Zetra, Y dan P. Prasetya. 2007. Isolasi
senyawa a-amirin Dari
Tumbuhan Beilschmiedia
Roxburghiana (Medang) Dan
Uji Bioaktivitasnya. Akta Kimia
Indonesia. Vol 3 No 1:27-32.

Anda mungkin juga menyukai