Anda di halaman 1dari 4

Toksikologi Bahan Kimia

By HSP,

Kita pasti sudah sering mendengar kata toksik atau dalam bahasa yang
umum adalah beracun, sementara toksikologi adalah studi mengenai efek
yang tidak diinginkan dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup.
Klasifikasi bahan toksik dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung
dari minat dan tujuan pengelompokkannya.  Sebagai contoh
pengklasifikasian dapat dilakukan berdasarkan:
 Organ targetnya : Hati, Ginjal, Sistem hermatopotik, dll.
 Penggunaanya: Pestisida, Pelarut, Aditif, dll.
 Sumbernya: Toksik tumbuhan dan binatang.
 Efeknya: Kanker, Mutasi, Kerusakkan hati, dll.
 Fisiknya: Gas, Debu, Cair, Aerosol.
 Sifatnya: Mudah meledak, Korosif, Iritasi, dll
 Kandungan kimianya: Amina aromatik, Hydrokarbon, Halogen, dll.

Efek toksik dalam sistem biologis tidak akan terjadi jika bahan kimia
tersebut tidak mencapai tempat yang sesuai didalam tubuh pada konsentrasi
dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Terjadi
tidaknya respons toksik tergantung pada sifat kimia dan fisik dari bahan
tersebut, situasi paparan, dan kerentanan sistem biologis dari subjek. Oleh
karena itu untuk mengetahui karakteristik lengkap tentang bahaya potensial
dan toksisitas dari suatu bahan kimia tertentu, maka perlu diketahui tidak
hanya efek-efek dan dosis yang diperlukan untuk mengahsilkan efek
tersebut, tetapi juga informasi mengenai sifat bahan kimianya sendiri,
pemaparannya, dan subjeknya. Faktor utama yang mempengaruhi toksisitas
yang berhubungan dengan situasi pemaparan terhadap bahan kimia tertentu
adalah jalur masuk (route of entry) kedalam tubuh, jangka waktu dan
frekuensi pemaparan.

Ada 3 jalur utama bahan toksik masuk kedalam tubuh manusia yaitu melalui
saluran pencernaan atau makanan (gastro intestinal), jalur pernapasan
(inhalasi) dan melalui kulit (topikal). Bahan toksik masuk kedalam saluran
pencernaan umunya melalui makanan atau minuman dan kemudian diserap
didalam lambung. Bahan toksik yang masuk melalui saluran pernapasan
menuju paru-paru akan diserap oleh alveoli paru-paru. Pada umumnya kulit
lebih impermeabel dan karenanya merupakan barier (penghalang) yang baik
bagi bahan toksik masuk kedalam tubuh. Namun beberapa bahan kimia
dapat diserap oleh kulit dalam jumlah yang cukup banyak sehingga
menimbulkan efek sistemik. Suatu zat kimia dapat diserap lewat folikel
rambut atau lewat sel-sel kelenjar keringat. Setelah bahan toksik tersebut
diserap dan masuk kedalam darah, kemudian didistribusikan keseluruh
tubuh dengan cepat. Namun demikian sebagian bahan toksik dapat
dikeluarkan oleh mekanisme tubuh secara alami melalui urine, empedu dan
paru-paru. Dan sebagian lagi bisa mengalam biotransformasi dan
bioaktivasi. Yang lebih berbahaya adalah jika terjadi proses bioaktivasi
dimana bahan toksik diubah menjadi bahan yang lebih toksik oleh
metabolisme tubuh.

Karakteristik pemaparan dan spectrum efek secara bersamaan membentuk


hubungan korelasi yang dikenal sebagai hubungan dosis-respons. Respons
timbul karena adanya bahan kimia yang diberikan dan respons berhubungan
dengan dosis. Dalam penggunaan dosis-respon harus ada metode kuantitatif
untuk mengukur secara tepat toksisitas dari suatu bahan kimia. Dosis-
respons dinyatakan dengan suatu indek Lethal Dosis (LD50) dan Lethal
Concentration (LC50). LD50 adalah dosis tunggal dari suatu zat yang secara
statistik diharapkan dapat menyebabkan kematian sebanyak 50% dari
binatang percobaan selama 14 hari paparan. Sebagai contoh LD50 dari
Acrylamid adalah 124 ppm, artinya pada konsentrasi 124 ppm 50% dari
binatang percobaan mati selama masa percobaan 14 hari. Secara lebih
spesifik OSHA mendefiniskan LD50 dan LC50 sebagai berikut:
 LD50 means lethal dose expressed in mg/kg body mass, which is
likely to cause death within 14 days for 50% of the tested
animals,administrated by mouth or bare skin.
 LC50 means the lethal concentration expressed in mg/L or mL/m3,
which is likely to cause death within 14 days for 50% of the tested animals,
administrated by inhalation of dusts or mists or vapour.

Efek dari keracunan bisa bersifat akut dan kronik. Efek akut adalah efek
yang segera muncul pada saat terpapar atau terkena bahan toksit, dan akan
hilang setelah paparan bahan kimia beracun tersebut dihilangkan. Contoh
bahan kimia yang dapat menimbulkan efek akut adalah Ammonia, apabila
terhirup uap ammonia maka sekita kita akan merasa mual dan pusing, akan
tetapi pada konsentrasi tinggi dapat merusak paru-paru. Bahan kimia yang
bersifat kronik misalnya adalah asbestos, paparan terhadap debu asbes tidak
segera menyebabkan kerusakan pada paru-paru, akan tetapi apabila terpapar
dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kanker paru-paru.
Karbon monoksida (CO) dapat mengakibatkan efek akut dan kronis, apabila
terhirup gas CO maka kepala akan pusing dan terasa mual, namun dalam
jangka panjang dapat menyebabkan kerusakkan pada paru-paru. Efek toksik
juga bisa bersifat reversible atau ireversibel. Efek reversible artinya efek
yang dapat hilang dengan sendirinya. Efek irreversible adalah efek yang
akan menetap atau bertambah. Efek irreversible diantaranya adalah
karsinoma, mutasi, kerusakan syaraf dan sirosis hati. Efek reversible terjadi
apabila terpapar dengan konsentrasi yang rendah atau jangka waktu tidak
lama, efek ireversibel bisa terjadi apabila terpapar dengan konsentrasi yang
tinggi dan waktu yang lama.

Untuk menghindari agar tidak keracunan adalah dengan tidak menggunakan


bahan beracun atau tidak kontak dengan bahan beracun. Namun dalam dunia
industri tentu saja hal itu sulit dilakukan, karena kita memerlukan bahan-
bahan kimia didalam proses produksi sehari-hari, artinya hampir setiap hari
kita bergelut dengan bahan kimia yang sebagian besar beracun. Dalam
situasi seperti ini, dimana kita tidak bisa menghindari menggunakan bahan-
bahan kimia beracun, maka yang harus kita lakukan adalah:

1. Mengenal bahan kimia yang kita gunakan dengan baik. Kenalilah


sifat-sifat kimia terutama sifat toksik dari bahan yang kita gunakan sehingga
kita tahu efek yang dapat ditimbulkannya.
2. Mengetahui cara penanganan dan penggunaanya secara baik untuk
menghindari paparan yang tidak perlu.
3. Usahakan seminimal mungkin untuk kontak atau terpapar terhadap
bahan kimia beracun tersebut. Hati-hati jika pada bahan kimia cair yang
mudah menguap, jangan berasumsi bahwa semua cairan tidak mengguap,
salah satu indikator bahwa bahan kimia cair menguap adalah adanya bau
yang ditimbulkan, namun tidak semua uap kimia berbau.
4. Gunakan alat pelindung diri (APD) yang tepat dalam menangani
bahan kimia beracun. Jika bekerja dengan bahan kimia cair maka gunakan
safety glove yang sesuai dan safety glases jika diperlukan. Jika bekerja
dengan bahan kimia berupa gas atau uap maka gunakan respirator yang
dapat melindungi dari uap atau gas kimia.
5. Kenali cara penanganan jika terjadi tumpahan atau kebocoran bahan
kimia beracun tersebut.
6. Pelajari tindakan pertolongan pertama (first aids) jika terjadi
kecelakaan keracunan pada saat bekerja.
7. Konsultasikan kesehatan anda dengan Dokter jika ada gejala-gejala
keracunan yang anda rasakan.
Anda bisa mendapatkan semua informasi tersebut didalam Material Safety
Data Sheet (MSDS) dari bahan kimia yang anda gunakan. Oleh sebab itu
pastikan bahwa semua bahan kimia yang anda gunakan memiliki MSDS dan
dikomunikasikan kepada semua pekerja yang menggunakan bahan kimia
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai