Anda di halaman 1dari 25

BIOMONITORING DALAM KESEHATAN KERJA

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja A
Semester Genap Tahun Ajaran 2019/2020)

Dosen Pengampu :

Dr. Anita Dewi P.S.,S.KM.,M.Sc.

Oleh :

Kelompok 2

Indo Guna Santy (172110101016)

Debi Maulida P. Putri (172110101035)

Lutfiah Nur Mufidah (172110101095)

Maulid Diaturrochma (172110101089)

M. Iqbal Hidayatullah (172110101141)

KEILMUAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS JEMBER

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul
“Biomonitoring dalam Kesehatan Kerja” Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja dalam menempuh
Pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

Makalah ini tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya kerja sama dan
dukungan dari semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
terimakasih kepada:

1. Dr. Anita Dewi P.S.,S.KM.,M.Sc selaku dosen mata kuliah Kesehatan


Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang yang telah memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis dalam menyusun makalah ini.

2. Rekan-rekan Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja Kelas A Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Jember yang telah memberikan saran,
kritik dan masukan yang membangun, serta semua pihak yang terlibat
dalam proses penyempurnaan makalah ini yang tidak dapat disebutan satu
per satu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan


dalam dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya
penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jember, 8 Maret 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................I

DAFTAR ISI..........................................................................................................II

DAFTAR TABEL................................................................................................III

BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1. Latar Belakang..................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................2

1.3. Tujuan...............................................................................................................2

1.4. Manfaat.............................................................................................................2

BAB 2. PEMBAHASAN........................................................................................4

2.1. Definisi Biomonitoring.....................................................................................4

2.2. Tujuan dan Manfaat Biomonitoring..................................................................5

2.3. Kelebihan dan Kekurangan Biomonitoring......................................................6

2.4. Macam-macam Biomonitoring.........................................................................7

2.5. Evaluasi Pemajanan Biomonitoring................................................................10

2.6. Indeks Pemajanan Biomonitoring...................................................................14

BAB 3. PENUTUP................................................................................................18

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................18

3.2. Saran................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20
DAFTAR TABEL

Tabel 1 . Indikator Pajanan Biologi Bahan Kimia.........................................11

Tabel 2 . Kriteria Waktu Sampling Pemantauan Biologi...............................12

Tabel 3 . Indeks Pemajanan Biologi...............................................................15


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lingkungan kerja baik dalam perusahaan formal maupun non formal selalu
memiliki risiko bahaya yang dapat berdampak baik bagi pekerja maupun
lingkungan itu sendiri. Salah satu risiko bahaya yang ada di lingkungan perkerjaan
bisa disebabkan oleh pajanan biologi sehingga dalam pengendaliannya dapat
dilakukan pendekatan pemantauan biologi dan pemantauan ambient. Pemantauan
ini bisa dinilai dengan cara perbandingan antara hasil perhitungan lapang dengan
nilai perkiraan maksimum yang diperbolehkan atau biasa yang dikenal dengan
istilah nilai ambang batas (Yulianto dan Amaloyah, 2017). Upaya yang dapat
dilakukan oleh sebuah perusahaan yakni dengan melakukan biomonitoring dan
pemantauan kesehatan.

Biomonitoring merupakan pengujian sampel dari manusia, misalnya dari


darah dan urin untuk mengetahui hasil metabolisme kimiawi. Sehingga dapat
mempelajari kandungan bahan kimia pada tubuh manusia dan efek biologis dari
bahan tersebut melalui biomonitoring [ CITATION Yul17 \l 1057 ] . Tujuan akhir dari
biomonitoring ini yaitu sebagai upaya pencegahan paparan kimia yang
menganggu kesehatan sehingga didapatkan produktivitas para pekerja dalam
perusahaan bisa memadai.

Untuk menciptakan kualitas lingkungan kerja industri yang sehat dalam


rangka menciptakan pekerja yang sehat dan produktif suatu perusahaan
membutuhkan upaya biomonitoring agar dapat mencegah timbulnya gangguan
kesehatan, penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja serta mencegah timbulnya
pencemaran lingkungan akibat kegiatan industri (Morgan, 1997). Makalah ini
akan mengupas mengenai konsep biomonitoring, kelebihan dan kekurangan dari
biomonitoring, peran indeks pemajanan biologi dalam kesehatan kerja serta
karakteristik dari Indeks Pemajanan biologi yang diharapkan dalam suatu
perusahaan agar dapat meningkatkan produktivitas secara maksimal.

Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai landasan media


pembelajaran terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang membahas

1
mengenai biomonitoring pada perusahaan. Namun dalam kelanjutan materi
diperlukan perkembangan lebih lanjut pada kajian ilmu terkait agar dapat
menambah khasanah pengetahuan ilmiah, sehingga semakin luas wawasan yang
didapat oleh para pembaca dan penulis pada khususnya.

1.2. Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan Biomonitoring?
b. Apa saja kekurangan dan kelebihan dari Biomonitoring?
c. Bagaimana peran Indeks Pemajanan Biologi dalam kesehatan kerja?
d. Bagaimana karakteristik Indeks Pemajanan Biologi yang diharapkan?
1.3. Tujuan
a. Mengetahui definisi dan fungsi dari biomonitoring
b. Mengetahui berbagai macam kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh
biomonitoring
c. Mengetahui peran Indeks Pemajanan Biologi dalam kesehatan kerja
d. Mengetahui karakteristik dari Indeks Pajanan Biologi yang diharapkan
dari perusahaan
1.4. Manfaat
1.4.1. Manfaat Teoritis
Hasil kajian dalam makalah ini dibuat sebagai landasan media pembelajaran
terkait Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang membahas mengenai
biomonitoring pada perusahaan. Namun dalam kelanjutan materi diperlukan
perkembangan lebih lanjut pada kajian ilmu terkait agar dapat menambah
khasanah pengetahuan ilmiah, sehingga semakin luas wawasan yang didapat oleh
para pembaca dan penulis pada khususnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa, dapat memberikan informasi dan pengetahuan terkait


pelaksanaan biomonitoring dan evaluasi pajanan biologi di tempat kerja
perusahaan.

b. Bagi dosen, sebagai referensi sumber bahan kajian yang perlu diulas lebih
dalam rangka meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan terkait Kesehatan

2
dan Keselamatan Kerja (K3) terutama mengenai biomonitoring dan indeks
pajanan biologi.

c. Bagi institusi, menambah khazanah keilmuan di bidang Kesehatan dan


Keselamatan Kerja (K3) terkait biomonitoring dan evaluasi pajanan biologi
di tempat kerja.

3
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Definisi Biomonitoring


Menurut definisi yang diberikan oleh ILO [CITATION ILO11 \n \t \l 1057 ],
biomonitoring adalah pengukuran dan penilaian agen atau proses metabolitnya
baik dalam jaringan, sekreta, ekskreta, udara atau kombinasi dari semuanya untuk
mengevaluasi paparan dan risiko kesehatan dibandingkan dengan batas aman yang
telah ditentukan.
WHO [CITATION WHO11 \n \t \l 1057 ] mendefinisikan biomonitoring
sebagai pengukuran langsung paparan pada orang terhadap zat beracun di
lingkungan dengan mengukur zat atau metabolitnya dalam spesimen manusia,
seperti darah atau urin.
Biomonitoring merupakan cara yang penting untuk pencegahan penyakit,
yang mana apabila dikombinasikan dengen usaha penelusuran penyakit, maka
biomonitoring memungkinkan dokter atau petugas kesehatan untuk mengerti lebih
baik tentang apa, dimana, dan kapan paparan terjadi. Hal tersebutlah yang
dikaitkan dengan faktor-faktor lingkungan, khususnya di lingkungan kerja.
[ CITATION Com06 \l 1057 ]
Menurut Ladeira [CITATION Car16 \n \t \l 1057 ] , pemantauan biologis atau
biomonitoring didefinisikan sebagai pengukuran bahan kimia atau biokimia yang
terkontrol dan berulang dalam cairan, jaringan atau sampel lain yang diambil dari
subjek yang terpapar (atau terpapar di masa lalu, atau terpapar) terhadap faktor
risiko kimia, fisik, atau biologis di tempat kerja dan / atau lingkungan umum.
Biomonitoring merupakan pengujian sampel dari manusia, misalnya dari
darah dan urin untuk mengetahui hasil metabolisme kimiawi. Sehingga dapat
mempelajari kandungan bahan kimia pada tubuh manusia dan efek biologis dari
bahan tersebut melalui biomonitoring. Dengan biomonitoring, diagnosis dan
pengobatan terhadap paparan bahan kimia dapat dipercepat dan diperjelas
hasilnya. [ CITATION Yul17 \l 1057 ]
Ganzleben et al. [CITATION Cat17 \n \t \l 1057 ] mendefinisikan
biomonitoring adalah pengukuran bahan kimia lingkungan dan metabolitnya
dalam tubuh manusia, biasanya melalui analisis darah, urin, rambut, ASI atau
jaringan yang memberikan gambaran tingkat paparan bahan kimia melalui jalur
paparan yang berbeda. Dengan demikian, biomonitoring adalah alat penting untuk
menilai paparan populasi manusia terhadap bahan kimia, dan dalam kasus bahan
kimia berbahaya, memperkirakan potensi risiko kesehatan yang terkait dengan
paparan.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa
biomonitoring merupakan pengukuran kadar bahan kimia pada manusia melalui
cairan, jaringan, atau sampel lain yang diambil untuk melihat paparan bahan kimia
yang ada di lingkungan ataupun tempat kerja yang akan dibandingan dengan
standar yang ada, yang bertujuan untuk melihat adanya resiko kesehatan akibat
paparan toksikan pada lingkungan.
2.2. Tujuan dan Manfaat Biomonitoring
Umumnya, tujuan dari biomonitoring adalah sama dengan pemantauan
ambien yakni mencegah terjadinya paparan bahan kimia yang mengganggu
kesehatan baik secara akut maupun kronis.
Banyak manfaat dari biomonitoring, diantaranya menyediakan
pengukuran pajanan yang bila digunakan dengan data epidemiologis, toksikologis,
dan farmakokinetik yang tersedia, dapat digunakan untuk memperkirakan berapa
banyak bahan kimia yang telah diserap ke dalam tubuh dan untuk memberikan
indikator potensi risiko kesehatan. Dalam kedokteran kerja dan klinis,
biomonitoring dapat digunakan sebagai alat pengawasan untuk membantu
menafsirkan masalah klinis atau untuk memantau tren paparan. Biomonitoring,
singkatnya, adalah cara serbaguna untuk menilai paparan. [ CITATION Com06 \l
1057 ]
Menurut Yulianto [CITATION Yul17 \n \t \l 1057 ] , biomonitoring atau
monitoring biologi (MB) yakni untuk memonitor populasi yang terpapar oleh
polutan atau bahan kimia di lingkungan maupun di tempat kerja. Kegiatan
monitoring tersebut dipakai untuk menilai dan mengevaluasi resiko kesehatan
yang berhubungan dengan bahan polutan atau bahan kimia di lingkungan kerja.
Berdasarkan tujuannya, terdapat 3 jenis monitoring :
1. Monitoring Ambien
Monitoring ambien untuk menilai resiko kesehatan. Monitoring ini digunakan
untuk memantau atau memonitor paparan eksternal dari polutan maupun bahan
kimia untuk mengetahui berapa kadar bahan kimia di dalam air, makanan, dan
udara. Resiko kesehatan yang dapat diprediksi berdasarkan batas paparan
lingkungan misalnya Treshold Limit Value (TLV) dan Time Weighted Averange
(TWA) dari suatu paparan
2. Monitoring Biologi Paparan
Monitoring biologi paparan yakni pemantauan dari suatu bahan yang masuk
kedalam tubuh dengan efek sistemik yang membahayakan. Monitoring biologi
paparan dapat digunakan untuk mengevaluasi risiko kesehatan. Monitoring
tersebut dilaksanakan dengan memonitor dosis internal dari bahan kimia yakni
dosis yang diserap oleh organisme. Risiko kesehatan diprediksi dengan cara
membandingkan nilai observasi dari parameter biologi dengan Biological Limit
Value (BLV) maupun Biological Exposure Index (BEI)
3. Monitoring Biologi dari Efek Toksikan (Health Surveilance)
Tujuan biomonitoring ini adalah memprediksi dosis internal yang akan
digunakan untuk menilai hubungannya dengan risiko kesehatan, mengevaluasi
status kesehatan dari individu yang terpapar, dan mengidentifikasi efek negatif
akibat suatu paparan, misalnya kelainan fungsi paru.

2.3. Kelebihan dan Kekurangan Biomonitoring


a.Kelebihan Biomonitoring

1)Terkaitnya bahan kimia secara sistematik yang dapat dipakai untuk


memperkirakan risiko yang terjadi secara sederhana dan ringkas.
2)Kesamaan prediksi paparan bahan kimia pada manusia dan efek biologi yang
terjadi sehingga mudah dalam melakukan pencegahan gangguan kesehatan
baik secara akut maupun kronis.
b.Kekurangan Biomonitoring

1)Analisa mengenai lingkungan dibatasi oleh ruang dan waktu, sehingga


konsentrasi yang diketahui hanya untuk sejumlah tempat pada suatu waktu.

2)Perilaku manusia berubah-ubah, dan ini menambah ketidakpastian dalam


perhitungan secara signifikan.

Berdasarkan keterbatasan ini, susah untuk mengetahui seberapa efektif


penilaian secara tidak langsung yang menunjukkan paparan manusia.
2.4. Macam-macam Biomonitoring
2.4.1 Biomonitoring Logam
Logam berat merupakan salah satu bahan pencemar yang dapat
mengurangi kualitas perairan. Untuk itu maka diperlukan metode untuk
mengevaluasi dan memantau kualitas perairan sebagai kepentingan universal
manusia. Biomonitoring logam dapat dilakukan dengan pemeriksaan suatu media
untuk menentukan bahan logam. Media yang dipakai antara darah/urine, jaringan
tubuh, ikan, binatang invertebrata, dan tanaman perairan.
a. Logam yang dapat ditemukan pada darah/urine: Cadmium, Zat besi,
Manganese, Tembaga, Merkuri, Zink . Contoh batas kandungan merkuri
pada ikan Ikan atau jenis makanan apapun dengan kandungan > 0,5 ppm
Hg harus dilarang dipasarkan dan termasuk air dengan kandungan < 1 mg
Hg/dm3.
b. Logam berat di atmosfer yang ditemukan pada jaringan burung: partikel
timbal, Cadmium, Arsen, Merkuri. Logam berat tersebut berasal dari
pabrik pengelasan logam dan secara tidak langsung burung memakan
serangga dengan yang terkontaminasi oleh logam berat. Tempat akumulasi
logam berat di dalam tubuh burung terletak pada jaringan dan bulu burung.
c. Logam berat di perairan yang ditemukan pada ikan: Chromium, Tembaga,
Timbal, Zink. Logam tersebut akan meningkat kadarnya, apabila ada
peningkatan BOD di perairan.
d. Logam berat di perairan yang ditemukan pada binatang invertebrata:
Chromium, Cadmium, tembaga, timbal, cobalt, nikel. Adanya logam berat
tersebut pada tubuh invertebrata merupakan indikator tercemarnya
lingkungan.
e. Tanaman perairan dan tanaman darat dapat dipakai sebagai bio indikator
lingkungan yang terkontaminasi oleh logam berat. Pabrik pengecoran besi
yang mengeluarkan bahan pencemar udara logam berat dapat dideteksi
pada tanaman dengan analisis Neutron Activation Analysis.
2.4.2 Biomonitoring Zat Organik
Akumulasi zat organik pada beberapa spesies mamalia merupakan bio
indikator yang potensial untuk mendeteksi pencemaran lingkungan. Beberapa zat
organik yang dipakai indikator antara lain:
a. Perubahan non protein sulfhidril pada sel liver dari tikus sebagai
indikator terpapar oleh pestisida.
b. Meningkatnya bilirubin pada tikus, menunjukkan adanya paparan
oleh Tri Nitro Toluen (TNT).
c. Terdapatnya hubungan antara pencemaran lingkungan dengan Poly
Chlorinated Bifenil (PCB), dioxin, dan furan pada manusia.
d. Terdapatnya dioxin, furan, PCB, DDE, dan lindane pada telur
burung sebagai indikator tercemarnya lingkungan oleh zat organik
e. Terakumulasinya PCB, pestisida, dan bahan antropogenik pada
tubuh ikan sebagai indikator tercemarnya ekosistem perairan
f. Meningkatnya aktifitas Mixed Function Oxidase (MFO) pada ikan
di sungai yang tercemar oleh bahan organik, PAH, Dioxin, dan
PCB.
g. Aktivitas Xenobiotik – DNA adduct, Cytochrome P 450 induksi
dan oryl hidrokarbon hidroksilase pada ikan dipakai sebagai
biomarker pencemaran pantai oleh PCB dan DDT.
h. Mengurangnya komunitas phytoplankton dapat dipakai sebagai
biomonitoring pencemaran pestisida dalam perairan.
2.4.3 Biomonitoring Limbah Cair
Ada beberapa studi toksisitas yang dipakai untuk menilai buangan limbah
cair antara lain pemakaian bakteri dan pemakaian invertebrata. Limbah pabrik
kertas yang mengandung bahan kimia pemutih dilakukan studi memakai biota air
misalnya ikan.
2.4.4 Biomonitoring Pencemar Udara
Perubahan ambien atmosfer oleh adanya bahan pencemar udara akan
dapat mempengaruhi kehidupan tanaman. Daun pinus jarum dapat dipakai sebagai
indikator pencemaran alifatik hidrokarbon. Dengan pemeriksaan gas kromatografi
ditemukan bahwa kadar hidrokarbon lebih tinggi pada daun pohon pinus yang
berumur tua.
Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan
troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang
dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur
lingkungan hidup lainnya.
Indikator yang tersedia tentang pencemaran udara pada kota-kota besar di
Indonesia menunjukkan bahwa kondisi sekarang ini melebihi baku mutu ambien
nasional untuk beberapa bahan pencemar setidak-tidaknya dalam waktu tertentu
termasuk debu/jelaga (suspended particulate matter) pada daerah tertentu yang
padat lalu lintasnya, timbal (plumbum), belerang (sulfur) dioksida, dan nitrogen
oksida.
Pencemaran udara akan berdampak pada bidang ekonomi, kesehatan, dan
lingkungan sehingga merupakan masalah lingkungan yang mendesak untuk
ditangani dan diperlukan pemantauan tingkat pencemaran udara untuk mencegah
terjadinya pencemaran udara lebih jauh.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan
mengoperasikan jaringan pemantau kontinu otomatis. Namun, terdapat kendala
yaitu jumlah alat pemantau dan dana yang terbatas serta pengamatan terfokus
pada jalan raya saja sehingga sampel tidak mewakili lingkungan secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan cara lain yang tidak mahal dan lebih
sederhana namun tetap efektif serta akurat. Salah satu di antaranya adalah dengan
biomonitoring.
Sistem pemantauan dengan biomonitoring tidak memerlukan biaya besar
karena menggunakan organisme yang telah tersedia di alam. Lumut kerak
(lichenes) sangat sensitif terhadap pencemaran udara sehingga dapat dijadikan
bioindikator pencemaran udara. Penggunaan lumut kerak sebagai bioindikator
telah digunakan sejak lama dengan cara membuat peta penyebaran lumut kerak.
2.4.5 Biomonitoring Asidifikasi
Perairan yang mempunyai pH rendah akan bersifat asam. Keasaman
perairan dapat dideteksi dengan memakai biomarker biota yang hidup dalam
perairan tersebut. Dalam keadaan pH rendah (pH=3), maka logam besi dan
manganese akan terdeteksi dalam perairan. Efek perairan dengan pH rendah,
logam yang toksis dan Dissolve Organic Carbon (DOC) terhadap hewan amfibi
akan menyebabkan terlambatnya metamorfosa, menurunnya daya tahan dan
menurunnya berat badan hewan amfibi.
Biomonitoring asididifikasi bertujuan untuk mengetahui hubungan bahan
kimia terhadap keasaman pada perairan yang dapat menyebabkan dampak pada
binatang yang berada pada lingkungan tersebut dan mencegah pencemaran
lingkungan perairan akibat reaksi bahan kimia karena berikatan dengan
lingkungan yang bersifat asam.
2.4.6 Biomonitoring Kesehatan Manusia
Biomonitoring kesehatan manusia berkaitan dengan semua macam
biomonitoring baik udara, air limbah dan lainnya, karena akhir dari biomonitoring
adalah untuk mencegah kesakitan pada manusia. Contoh Pb dan Cd pada wanita
yang melahirkan, dilakukan dengan pemeriksaan ASI dan darah. Karyawan
industri petrokimia yang terpapar dengan PAH pada pemeriksaan urine ditemukan
biomarker hidroksipyrene.
2.5. Evaluasi Pemajanan Biomonitoring
Risiko kesehatan yang ada di lingkungan perkerjaan bisa disebabkan oleh
paparan biologi sehingga dalam pengendaliannya dapat dilakukan pendekatan
pemantauan biologi dan pemantauan ambient. Pemanatuan ini bisa dinilai dengan
cara perbandingan antara hasil perhitungan lapang dengan nilai perkiraan
maksimum yang diperbolehkan atau biasa yang dikenal dengan istilah nilai
ambang batas (Yulianto dan Amaloyah, 2017).

Pemantauan ini dilakukan dengan mengukur bahan kimia atau metabolic


yang membutuhkan media biologi. Media biologi yang bisa dipakai adalah urin,
darah, udara pada alveolus, ASI, lemak, air liur, rambut, kuku, gigi dan plasenta.
Dari berbagai media biologi, yang sering digunakan yakni urin, darah dan udara
alveolus. Urin biasanya digunakan untuk mengukur bahan kimia anorganik dan
organic yang larut air. Darah digunakan untuk mengukur bahan kimia organic dan
anorganik yang sulit dilakukan biotransformasi, sedangkan udara dalam alveolus

biasanya digunakan untuk mengukur bahan yang mudah menguap (Yulianto dan
Amaloyah, 2017).

Di bawah ini adalah indikator penilaian paparan beberapa bahan kimia:

Keterangan:

Ns = Non Spesifik (determinan ini bersifat tidak spesifik karena juga bisa diakibat
oleh pajanan bahan kimia yang lain)

Sk = Semi Kuantitatif (Determinan yang memiliki interpretasi kuantitatif yang


masih diragukan. Apabila tes kuantitatifnya tidak praktis, sebaiknya
digunakan untuk tes skrining. Apabila tes kuantitatifnya tidak spesifik dan
sumber determinannya masih dipertanyakan, determinan ini bisa digunakan
sebagai tes konfirmasi)

B = Background (determinan yang bisa ditemukan pada sampel spesimen dari


pekerja yang tidak terpajan di tempat kerja pada konsentrasi yang mampu
mempengaruhi interpretasi hasil. Nilai Indikator Paparan Biologi telah
mencakup konsentrasi background)
Dalam pemantauan biologi, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industri memiliki rekomendasi beberapa bagian waktu yang

bisa digunakan untuk pengambilan sampel. Waktu tersebut seperti pada tabel di
bawah ini:

Pedoman Penggunaan Indikator Pajanan Biologi (IPB)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industri, bahan kimia yang berada di udara
lingkungan kerja mampu masuk ke tubuh pekerja melalui kulit,
membran mukosa, mata, dan saluran pencernaan. Bahan kimia yang
masuk dalam tubuh akan mengalami proses penyerapan, distribusi,
metabolisme dan sampai tahap ekskresi yang akan keluarkan dari
tubuh. Pada kegiatan pemantaun, konsentrasi bahan kimia yang
terabsorpsi dan hasil metabolisme (metabolit) bahan kimia yang
terabsorpsi akan diukur pada spesimen yang diambil dari salah satu
media biologi .
Pemantauan pajanan biologi ini dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan yang sudah memperoleh pendidikan dan/atau pelatihan
mengenai indikator pajanan biologi atau yang disebut biomarker.
Indikator pada pemantauan ini ditetapkan sebagai nilai acuan
konsentrasi bahan kimia yang terabsorpsi, hasil metabolisme
(metabolit), atau efek yang ditimbulkan oleh bahan kimia tersebut
sehingga penilain ini bisa membantu dalam mengevaluasi pajanan
biologi dan potensi risiko kesehatan pekerja (Morgan, 1997).

Tujuan pemantauan IPB adalah :

(1) mendeteksi dan menentukan penyerapan yang melalui kulit, sistem


pencernaan, maupun sistem pernafasan

(2) menilai total pajanan yang masuk dalam tubuh

(3) memperkirakan pajanan yang tidak ternilai sebelumnya

(4) mendeteksi pajanan di luar pekerjaan

(5) menguji efektifitas APD dan pengendalian engineering

(6)melakukan pemantauan mengenai cara/praktik kerja. Oleh karena itu,


pemantauan biologi tersebut tidak digunakan dalam menentukan efek
kesehatan atau menentukan diagnosis penyakit akibat kerja. Namun, hasil
pemantauan biologi ini bisa ditindaklanjuti guna menelusuri kemungkinan
adanya penyakit akibat kerja.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 70 Tahun 2016 Tentang Standar dan Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Industri, nilai indikator pajanan biologi (IPB)
adalah nilai acuan yang digunakan untuk mengevaluasi pajanan dan
potensi risiko kesehatan pekerja. Interpretasi nilai IPB bisa
dilaksanakan oleh ahli higiene industri dan tenaga kesehatan yang
berkompeten di bidang kesehatan kerja baik dokter maupun non
dokter. Sedangkan interpretasi terkait aspek medis harus dilakukan
oleh dokter yang mempunyai kompetensi di bidang penyakit akibat
kerja. Perancangan, pelaksanaan dan interpretasi pemantauan biologi
serta penerapan nilai IPB harus dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang kompeten di bidang kesehatan kerja dan mengacu pada
dokumen standar IPB edisi terbaru.

Analisis pemantauan biologi menurut Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang
Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri
merujuk pada metode :

(1) NMAM (NIOSH Manual Analytical Method),

(2) WHO (World Health Organization),

(3) ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygienist) dan

(4) MDHS (Methods for the Determination of Hazardous Substances) dari


HSE UK.

2.6. Indeks Pemajanan Biomonitoring


Indeks pemajanan biologis merupakan indeks bahan kimia yang ada dalam
cairan biologis atau udara setelah terpapar oleh bahan kimia di tempat kerja
(Lowry, 1987).  Komite dalam menentukan indeks pajanan biologi dibentuk pada
tahun 1983 dan terdapat lima anggota ditambah dua konsultan dari industri
swasta. Kelompok ini mengembangkan deskripsi tertulis mengenai pengertian dan
interpretasi dari nilai referensi Pada tahun 1984, ada enam bahan kimia yang
direkomendasikan nilai-nilainya yakni karbon monoksida, etil benzena, stirena,
toluena, trikloretilen, dan xilena isomer. Pada tahun 1986, Indeks pemajanan
biologis pertama dibuat dan tahun berikutnya dikembangkan untuk 29 bahan
kimia tambahan, serta ada pembaharuan pada 7 indeks pajanan biologi karena ada
data baru dalam literatur ilmiah yang muncul. Indeks pemajanan biologi
ditunjukkan dengan tabel di bawah ini (Morgan, 1997):
Tabel 1. Indeks Pemajanan Biologi
2.6.1. Peran Indeks Pemajanan Biologis dalam Kesehatan Kerja
Indeks ini sebagai bioindikator bagi paparan, efek, dan kerentanan guna
menetapkan nilai referensi dalam pemantauan biologis. Perlu pembatasan untuk
mencegah penyakit akibat kerja. Pada perkembangannya, paparan di lingkungan
mampu menimbulkan penyakit klinis yang mana akan terjadi proses
toksikokinetik yang memengaruhi dosis internal sampai konsentrasi zat dalam
media biologis dan dosis efektif biologis pada jaringan atau sel target. Proses
biologis selanjutnya memunculkan efek biologis awal yang sudah berkaitan
dengan mekanisme penyakit yang disertai perubahan struktur atau fungsi secara
klinis (Morgan, 1997).

Penerapan Nilai referensi pada BEI sudah membatasi dosis internal, dosis
efektif biologis, dan dalam beberapa kasus, efek biologis awal. Jenis pemantauan
seperti ini merupakan bagian dari strategi guna mencegah paparan yang mungkin
mengarah pada penyakit akibat kerja. Indeks ini tidak sesuai digunakan untuk
mengidentifikasi individu yang rentan atau guna menunjukkan adanya penyakit
praklinis atau klinis (Morgan, 1997).

2.6.2. Karakteristik Indeks Pajanan Biologis yang Diharapkan (1997)


a. Korelasi dengan Dosis jaringan Sasaran

Jaringan target yang sebenarnya jarang dapat diakses untuk pengambilan


sampel sehingga cairan harus diganti guna melakukan pemantauan biologis.
Sampel yang sering digunakan adalah darah terpi, urin yang kosong, dan udara
yang dihembuskan. Pengambilan sampel tergantung pada jaringan target
karena sampel ini akan mencerminkan akurasi variabel efektif biologis.

b. Keadaan yang Berbalik.

Tujuan adanya indeks pemajanan biologis ini adalah pencegahan, jadi ahli
kesehatan industri akan lebih tertarik pada indikator biologis yang menyatakan
efektivitasnya langkah-langkah pengendalian yang diadopsi setelah penilaian
berbahaya telah dilakukan. Jika indikatornya tidak dapat dibalikkan,
keadaannya akan mengingatkan ahli kesehatan terhadap situasi yang berpotensi
berbahaya.

c. Pengaruh Perancu dan Faktor-Faktor yang Memodifikasi Ditandai dengan


Baik.

Untuk memperkirakan hasil pemantauan biologis dengan benar, adanya


pengaruh faktor pengubah dan perancu harus dipahami. Faktor ini termasuk
efek paparan non okupasional terhadap agen yang terpapar, paparan atau
simultan sebelumnya terhadap agen lain, host yang memodifikasi respons, dan
pengaruh umum pada variasi dalam respons lingkungan dan individu.

d. Cocok untuk Aplikasi dalam Populasi Kerja

Pengambilan sampel jaringan adiposa, hati, atau sumsum tulang adalah


contoh dari tipe sebelumnya yang tidak disetujui oleh pekerja untuk dilakukan
dengan berbagai alasan. Setiap penerapan pemantauan biologis yang ingin
berhasil maka perlu kerja sama dengan pekerja. Disini, pekerja memiliki
tanggung jawab utama dalam pencapaian pengambilan sampel yang valid.
Setiap tahapan yang dirasakan tidak menyenangkan oleh pekerja maka tidak
perlu dilakukan.
BAB 3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Biomonitoring merupakan suatu metode untuk mengetahui suatu dampak
pencemaran lingkungan, atau dikenal dengan istilah monitoring biologi
(Biological Monitoring). Selain itu biomonitoring juga diartikan sebagai
pengujian sampel dari manusia. Secara umum tujuan dari biomonitoring yaitu
mencegah terjadinya paparan bahan kimia yang mengganggu kesehatan secara
akut maupun kronis. Berdasarkan tujuannya, terdapat 3 jenis biomonitoring
diantaranya monitoring ambien, monitoring biologi paparan, dan monitoring
biologi dari efek toksikan (health surveillance). Dalam menggunakan metode
biomonitoring, terdapat beberapa kelebihan dan juga kekurangan yang penting
untuk diketahui. Selain itu terdapat beberapa macam metode biomonitoring,
diantaranya biomonitoring logam, biomonitoring zat organik, biomonitoring
limbah cair, biomonitoring pencemar udara, biomonitoring asidifikasi, dan
biomonitoring kesehatan manusia.

Paparan biologi dapat menjadi salah satu risiko kesehatan yang ada di
lingkungan kerja. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian dengan
pemantauan biologi atau pemantauan ambien yang dilakukan dengan melakukan
pengukuran bahan kimia atau metabolic yang membutuhkan media biologi seperti
urin, darah dan lain-lain. Dalam biomonitoring juga perlu dipahami terkait indeks
pemajanan biologi. Indeks pemajanan biologi merupakan indeks bahan kimia
yang ada dalam cairan biologis atau udara setelah terpapar oleh bahan kimia di
tempat kerja. Indeks pemajanan biologi dalam kesehatan kerja berperan sebagai
bioindikator bagi paparan efek kerentanan guna menetapkan nilai referensi dalam
pemantauan biologis. Indeks pemajanan biologi juga memiliki beberapa
karakteristik yang diharapkan, diantaranya korelasi dengan dosis jaringan sasaran,
keadaan yang berbalik, pengaruh perancu dan faktor-faktor yang memodifikasi
ditandai dengan baik, dan cocok untuk aplikasi dalam populasi kerja.
3.2. Saran
a. Perlu adanya upaya biomonitoring yang baik di tempat kerja, sehingga dapat
dilakukan upaya pengendalian sesuai dengan risiko kesehatan yang ada.
b. Upaya pengendalian sangat penting untuk dilakukan berdasarkan hasil
penilaian biomonitoring agar tercipta lingkungan kerja yang sehat dan
aman bagi pekerja
c. Perlu adanya peningkatan kapasitas bagi pekerja baik melalui pelatihan
ataupun penyuluhan untuk memahami terkait risiko paparan bahaya di
tempat kerja, sehingga muncul kewaspadaan untuk selalu menjaga
kesehatan dan keselamatan pekerja
DAFTAR PUSTAKA

Catherine Ganzleben, e. a. (2017). Human biomonitoring as a tool to support


chemicals regulation in the European Union. International Journal of
Hygiene and Environmental Health, 4.

Committee on Human Biomonitoring for Environmental. (2006). Human


Biomonitoring for Environmental Chemicals. Washington DC: The
National Academic Press.

ILO. (2011, Februari 28). Biological Monitoring. Dipetik Maret 18, 2020, dari
Encyclopaedia of Occupational Health & Safety:
https://www.iloencyclopaedia.org/contents/part-iv-66769/biological-
monitoring-65407

Ladeira, C. (2016). Human Biomonitoring – An overview on biomarkers and their


application in Occupational and Environmental Health. The Gruyter, 15-
24.

Lowry, L. K. (1987). The Biological Exposure Index: Its Use In Assessing Chemical


Exposures In The Workplace. Toxicology. 47(1-2): 55–69.

Morgan, M S. (1997). The Biological Exposure Indices: A Key Component in


Protecting Workers from Toxic Chemicals. Environmental Health
Perspectives. 105: 105-115.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2016 Tentang


Standar dan Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri.

WHO. (2011, Oktober). Dipetik Maret 18, 2020, dari


https://www.who.int/ceh/capacity/biomarkers.pdf.

Yulianto, N. A. (2017). Bahan Ajar Toksikologi Lingkungan. Jakarta: Pusat


Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Badan Pengembangan dan
Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai