Anda di halaman 1dari 23

Tugas Akhir

KESEHATAN KERJA PADA PERTANIAN


Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna mengikuti ujian akhir
kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

Disusun oleh :
Fitri Suci Lestari 04054822022100
Retno Putri Nusantari 04054822022176
Muhammad Gerry Arvin 04054822022159

Pembimbing :
dr. Tri Hari Irfani, MPH

BAGIAN IKM IKK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Akhir
KESEHATAN KERJA PADA PERTANIAN
Oleh:
Fitri Suci Lestari 04054822022100
Retno Putri Nusantari 04054822022176
Muhammad Gerry Arvin 04054822022159

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitera
an Klinik di Bagian IKM-IKK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode
28 Juni – 31 Juli 2021

Palembang, 30 Juli 2021

dr. Tri Hari Irfani, MPH


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan YME atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul
“Kesehatan Kerja pada Pertanian” untuk memenuhi tugas sebagai bagian dari
sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya Bagian IKM-I
KK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Tr
i Hari Irfani, MPH, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama
penulisan dan penyusunan tugas akhir ini. Tak lupa ucapan terima kasih kepada re
kan-rekan dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaik
an tugas akhir ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas akhir
ini yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan demi
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat
dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, 30 Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................2
2.1 Definisi...........................................................................................2
2.2 Penyebab Kecelakaan kerja .......................................................2
2.3 Kesehatan kerja di lingkungan pertanian ................................3
2.4 Penyakit di bidang kerja pertanian ...........................................4
2.5 Kapasias dan Beban Kerja........................................................11
2.6 Pentingnya keselamatan kerja di lingkungan pertanian........13
2.7 Penerapan keselamatan kerja di bidang pertanian................15
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................19
BAB I
PENDAHULUAN

Sejak pada awal kehidupan manusia, untuk memenuhi kebutuhan hidupny


a manusia bekerja. Pada saat bekerja mereka rentan mengalami kecelakaan dalam
bentuk cidera atau luka. Dengan akal pikirannya mereka berusaha mencegah terul
angnya kecelakaan serupa dan ia dapat mencegah kecelakaan secara preventif. Sel
ama pekerjaan masih dikerjakan secara perseorangan atau dalam kelompok maka
usaha pencegahan tidaklah terlalu sulit, sifat demikian segera berubah, tatkala rev
olusi industri dimulai yakni sewaktu umat manusia dapat memanfaatkan hukum al
am dan dipelajari sehingga menjadi ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan secara
praktis. Penerapan ilmu pengetahuan tersebut dimulai pada abad 18 dengan munc
ulnya industri tenun, penemuan ketel uap untuk keperluan industri.
Bernardine Ramazzini (1633-1714) dari Universitas Modena di Italia, dian
ggap sebagai bapak kesehatan kerja. Beliau yang pertama menguraikan hubungan
berbagai macam penyakit dengan jenis pekerjaannya. Ramazzini menganjurkan ag
ar seorang dokter dalam memeriksa pasien, selain menanyakan riwayat penyakitn
ya, juga harus menanyakan pekerjaan pasien dimaksud. Ramazzini menulis menge
nai kaitan antara penyakit yang diderita seorang pasien dengan pekerjaannya. Men
gamati bahwa para dokter pada waktu itu jarang mempunyai perhatian terhadap h
ubungan antara pekerjaan dan penyakit. Oleh Ramazzini mulai mengembangkan il
mu kedokteran dari sudut pandang ilmu sosial (Socio medicine). Ia juga menemuk
an bahwa terdapat dua kelompok besar penyebab penyakit akibat kerja yaitu baha
ya yang terkandung di dalam bahan yang digunakan kertika bekerja dan adanya ge
rakan janggal yang dilakukan oleh pekerja ketika bekerja (ergonomi factor).
Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecend
erungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian masih
berjumlah 42 juta orang atau sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah kab
upaten Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai su
mber penghasilan daerah.
Dalam perspektif kesehatan dan keselamatan kerja penerapan teknologi pe
rtanian adalah health risk. Oleh karena itu ketika terjadi sebuah pemilihan sebuah t
eknologi, secara implicit akan terjadi perubahan factor resiko kesehatan. Teknolog
i mencangkul kini digantikan dengan traktor, hal ini jelas mengubah factor resiko
kesehatan dan keselamatan kerja yang dihadapi oleh petani.
Penerapan teknologi baru di pertanian memerlukan adaptasi sekaligus kete
rampilan. Demikian pula dengan penggunaan pestisida , seperti indikasi hama, tak
aran, teknik penyemprotan, dan lain-lain. Ironisnya teknologi baru ini memiliki po
tensi bahaya khususnya pada saat kritis pencampuran. Akibatnya, korban berjatuh
an tanpa intervensi program pencegahan dampak kesehatan yang seyogianya dilak
ukan Dinas Kesehatan tingkat local maupun tingkat pusat.
Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat tertutup, sehingga usa
ha-usaha kesehatanpun harus disesuaikan dengan sifat-sifat masyarakat demikian,
dalam arti menyelenggarakan sendiri dan untuk kebutuhan sendiri. Dalam hal ini s
esuai pula dengan luas lahan pertanian atau perkebunan yang sudah sepatutnya ad
a usaha-usaha meliputi bidang preventif dan kuratif, baik mengenai peyakit umum
kecelakaan kerja, dan penyakit akibat kerja. Sudah dapat diduga bahwa pekerja-p
ekerja pertanian dan perkebunan penyakit-penyakit oleh sanitasi buruk adalah hal
yang terpenting. Dari itu kesehatan dan kebersihan lingkungan serta sangatlah perl
u.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental
dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan
melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan
dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar ya
ng sehat tetap sehat dan bukan sekadar mengobati, merawat, atau menyembuhkan
gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama di bidang kes
ehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya peny
akit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang
menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut.
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokter


an beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja beserta me
mperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupu
n sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gan
gguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkung
an kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa
ini semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada sektor industri” saja melaink
an juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan p
ekerjaannya (total health of all at work).
Menurut Mondy (2008) keselamatan kerja adalah perlindungan karyawan
dari luka-luka yang disebabkan oleh kecelakaan yang terkait dengan pekerjaan.
Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo,
patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan kesehatan kerja menurut Mondy (2008) adalah kebebasan dari
kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan
kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang
dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.

Beberapa pendapat mengenai pengertian keselamatan dan kesehatan kerja


antara lain:
Menurut Mangkunegara (2002) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (2001), keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha
untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan
yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Menurut Simanjuntak (1994), Keselamatan kerja adalah kondisi
keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja
yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan,
dan kondisi pekerja .
Mathis dan Jackson (2002), menyatakan bahwa Keselamatan adalah
merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik seseorang terhadap
cedera yang terkait dengan pekerjaan. Kesehatan adalah merujuk pada kondisi
umum fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum.
Menurut Ridley, John (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000),
mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam
pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun
bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.
Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja
menunjukkan kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja
yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.
Kesehatan pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun karena
kecelakaan. Program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja
secara material, selain itu mereka dapat bekerja dalam lingkungan yang lebih
nyaman, sehingga secara keseluruhan para pekerja akan dapat bekerja secara lebih
produktif

2.2. Penyebab Kecelakaan kerja


Menurut Sumamur (1967), bahaya adalah sesuatu yang berpotensi menyeba
bkan cedera atau luka, sedangkan risiko adalah kemungkinan kecelakaan akan terj
adi dan dapat mengakibatkan kerusakan. Pencegahan kecelakaan bertujuan untuk
mengurangi peluang terjadinya kecelakaan hingga mutlak minimum, mengurangi
bahaya, serta risiko yang dihasilkan dalam suatu kegiatan pekerjaan.
Kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan kecelaka
an tidak langsung. Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi kejadian kecela
kaan sesungguhnya dan juga kejadian nyaris celaka/hampir celaka. Nyaris celaka
adalah sebuah kejadian yang hampir menyebabkan terjadinya cedera atau kerusak
an dan hanya memiliki selang perbedaan waktu yang sangat singkat. Nyaris celak
a tidak mengakibatkan kerusakan, sedangkan kecelakaan pasti mengakibatkan ker
usakan (Ridley, 2008).
Menurut Mangkunegara faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja,
yaitu:
1. Keadaan Tempat Lingkungan Kerja
a. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya kurang
diperhitungkan keamanannya.
b. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak.
c. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

2. Pengaturan Udara
a. Pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja yang kotor,
berdebu, dan berbau tidak enak).
b. Suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya.
3. Pengaturan Penerangan
a. Pengaturan dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat.
b. Ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.
4. Pemakaian Peralatan Kerja
a. Pengamanan peralatan kerja yang sudah usang atau rusak.
b. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengamanan yang baik.
5. Kondisi Fisik dan Mental Pegawai
a. Stamina pegawai yang tidak stabil.
b. Emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang rapuh, cara
berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja rendah,
sikap pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan
dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang membawa
risiko bahaya.
Sedangkan menurut Ridley (2008), contoh penyebab kecelakaan untuk masi
ng-masing faktor tersebut adalah:
1. Situasi kerja
a. Pengendalian manajemen yang kurang.
b. Standar kerja yang minim.
c. Tidak memenuhi standar.
d. Perlengkapan yang tidak aman.
e. Tempat kerja yang tidak mendukung keamanan seperti getaran, tekanan
udara, ventilasi, penerangan dan kebisingan yang tidak aman.
f. Peralatan/bahan baku yang tidak aman.
2. Kesalahan orang
a. Keterampilan dan pengetahuan minim.
b. Masalah fisik atau mental.
c. Motivasi yang minim atau salah penempatan.
d. Perhatian yang kurang.
3. Tindakan tidak aman
a. Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui.
b. Mengambil jalan pintas.
c. Tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja selama bekerja.
d. Bekerja dengan kecepatan berbahaya.
Berikut ini adalah penyebab tindakan tidak aman.
4. Kecelakaan
a. Kejadian yang tidak terduga.
b. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya.
c. Terjatuh.
d. Terhantam mesin atau material yang jatuh dan sebagainya.
5. Cedera atau kerusakan
a. Sakit dan penderitaan (pada pekerja).
b. Kehilangan pendapatan (pada pekerja).
c. Kehilangan kualitas hidup (pada pekerja).
d. Pabrik (pada perusahaan).
e. Pembayaran kompensasi (pada perusahaan).
f. Kerugian produksi (pada perusahaan).
g. Kemungkinan proses pengadilan (pada perusahaan).

2.3. Kesehatan kerja dibidang pertanian


Di negara berkembang seperti Indonesia, kebanyakan kecelakaan dan
penyakit akibat kerja terjadi di bidang pertanian, perikanan, perkayuan,
pertambangan dan konstruksi. Terlebih lagi kelima sektor industri ini memberikan
konstribusi yang sangat penting bagi perekonomian. Berdasarkan data yang
diperoleh dari database ASEAN OSHANET dan ILO, kecelakaan kerja di
Indonesia yang terjadi di industri pertanian menduduki tempat kedua atau ketiga
terbesar dibanding industri lain. Pada tahun 1999, dari 1.476 kasus kematian
yang terjadi, 280 kasus diantaranya menimpa pekerja pertanian.
Penggunaan mesin-mesin dan alat-alat berat seperti traktor, mesin
pemanen, alat tanam dan sebagainya di sektor pertanian merupakan sumber
bahaya yang dapat mengakibatkan cedera dan kecelakaan kerja fatal. Selain
itu, penggunaan pestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit yang
serius, serta debu binatang dan tumbuhan hasil bumi dapat mengakibatkan
alergi dan penyakit pernafasan. Karena Indonesia merupakan negara tropis, maka
pekerja di bidang pertanian beresiko terkena sengatan matahari dan hawa panas.
Situasi akan semakin buruk jika air bersih untuk diminum tidak ada atau kurang
tersedia dan sanitasi yang tidak memadai sehingga dapat menimbulkan
penyakit menular. Bahaya lain meliputi semua jenis nyeri otot akibat
keseleo/terkilir akibat mengangkat atau membawa beban, melakukan peker-jaan
yang sama berulang-ulang dan bekerja dengan postur tubuh yang salah, dan
berbagai masalah psiko-sosial. Risiko terkena tanaman beracun atau
berbahaya, serangan binatang buas, gigitan serangga dan ular juga merupakan
risiko yang sudah umum diketahui.
Faktor lain yang memicu terjadinya kecelakaan di bidang pertanian adalah
terbatasnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang
diakibatkan oleh batasan iklim. Hal ini mengakibatkan terburu-burunya pekerja di
dalam menyelesaikan pekerjaan, yang berujung pada ketidakacuhan terhadap
keselamatan dirinya. Selain itu penggunaan alat dan mesin pertanian yang
didesain untuk melaksanakan beberapa pekerjaan sekaligus, mengakibatkan
dituntutnya operator untuk memiliki tingkat keterampilan dan konsentrasi yang tinggi
yang dapat mengakibatkan kelelahan yang berujung pada kecelakaan.
Terjadinya kecelakaan ini tentu saja merugikan secara ekonomi dan
terhadap kondisi kesehatan pekerja. Khusus untuk bidang pertanian, pemerintah
dan Asosiasi pengusaha Indonesia (APINDO) telah membicarakan cara-cara
mengajarkan K3 kepada petani dengan cara yang sederhana dan efektif .

2.4. Penyakit akibat kerja dibidang pertanian


Petani Indonesia pada umumnya tidak memerlukan transportasi menuju tem
pat pekerjaannya, namun bagi petani perkebunan apalagi yang tinggal diperkotaan
yang memerlukan waktu lama menuju tempat kerjanya maka kualitas dan kapasita
s kerjanya akan berkurang. Terlebih lagi bagi petani yang menggunakan sepeda m
otor yang harus exposed terhadap pencemaran udara dan kebisingan jalan raya. Te
ntu akan menimbulkan beban yang lebih berat.
Mengacu pada teori kesehatan kerja maka resiko kesehatan petani yang dite
mui di tempat kerjanya adalah sebagai berikut :

Mikroba
Faktor risiko yang memberikan konstribusi terhadap kejadian penyakit inf
eksi, parasit, kecacingan, maupun malaria. Penyakit kecacingan dan malaria selain
merupakan ancaman kesehatan juga merupakan factor risiko pekerjaan petani kare
t, perkebunan lada, dan lain-lain. Berbagai faktor risiko yang menyertai leptospiro
sis, gigitan serangga, dan binatang berbisa.

Faktor lingkungan kerja fisik


Sinar ultraviolet, suhu panas, suhu dingin, cuaca, hujan, angin, dan lainnya

Ergonomi
Kesesuaian alat dengan kondisi fisik petani seperti cangkul, traktor, dan al
at-alat pertanian lainnya. Risiko yang mungkin terjadi adalah terpeleset, frekuensi
terjadinya terpeleset sering dialami oleh para petani. Pada saat penyemprotan ini j
uga para petani dapat mengalami risiko ergonomi yang menyebabkan low back pa
in, akibat terlalu lama mengangkut atau menggendong tangki sprayer.

Bahan kimia toksik


Agrokimia seperti pupuk, herbisida, akarisida, dan pestisida. Pajanan
pestisida bisa berbahaya bagi tubuh petani seperti keracunan kronis yang terjadi
melalui inhalasi dikarenakan petani tidak sadar menghirup pestisida tersebut.
Dapat juga pajanan melalui dermal seperti daerah punggung dan juga kulit lainnya
dikarenakan paparan pestisida yang menumpuk pada kulit petani yang
mengakibatkan iritasi dan gatal-gatal. Dampak dari keracunan pestisida dapat men
imbulkan gejala muntah, diare, dyspnea, penglihatan kabur, paresthesia, bicara ca
del, dan nyeri dada.
Faktor biologi
Malaria
Petani Indonesia umumnya bekerja di daerah endemic malaria , habitat uta
ma di persawahan dan perkebunan. Parasit malaria akan menyerang dan berkemba
ng biak dalam butir darah merah sehingga seseorang yang terkena malaria akan m
enderita demam dan anemia sedang hingga berat. Anemia dan kekurangan hemogl
obin dapat mengganggu kesehatan tubuh serta stamina petani. Seseorang yang me
nderita anemia akan memiliki stamina yang rendah, loyo, cepat lelah, dan tentu saj
a tidak produktif.

Tubekulosis
Penyakit yang sering diderita oleh angkatan kerja Indonesia termasuk peta
ni adalah tuberculosis (TBC). Kelompok yang terkena resiko penyakit TBC adala
h golongan ekonomi lemah khususnya petani dengan kondisi ekonomi lemah terse
but. TBC diperburuk dengan kondisi perumahan yang buruk, rumah tanpa ventilas
i dengan lantai tanah akan menyebabkan kondisi lembab, pengap, yang akan mem
perpanjang masa viabilitas atau daya tahan kuman TBC dalam lingkungan. Pender
ita TBC akan mengalami penurunan penghasilan 20-30%, kinerja dan produktivita
s rendah, dan akan membebani keluarga.

Kecacingan dan Gizi Kerja


Untuk melakukan aktivitas kerja membutuhkan tenaga yang diperoleh dari
pasokan makanan. Namun makanan yang diperoleh dengan susah payah dan serin
gkali tidak mencukupi masih digerogoti oleh berbagai penyakit menular dan kecac
ingan. Masalah lain yang dihadapi ankgatan kerja petani adalah kekurangan gizi.
Kekurangan gizi dapat berupa kekurangan kalori untuk tenaga maupun zat mikron
utrien lainnya, akibat dari tingkat pengetahuan yang rendah dan kemiskinan.
Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar merupakan salah satu factor risiko utama timbulnya penyaki
t-penyakit infeksi baik yang akut seperti kolera, hepatitis A, disentri, Infeksi Bakte
ri Coli maupun penyakit kronik lainnya. Tidak mungkin petani bekerja dengan bai
k kalau sedang menderita malaria kronik atau diare kronik. apalagi TBC. Untuk m
eningkatkan produktivitas, seorang petani harus senantiasa mengikuti pengemban
gan diri. Lalu tidak mungkin mengikuti pelatihan dengan baik kalau tidak sehat.
Untuk itu diperlukan khusus kesehatan dan keselamatan kerja petani sebagai mod
al awal seseorang atau kelompok tani agar bisa bekerja dengan baik dan lebih pro
duktif.

2.5. Kapasitas dan Beban kerja di pertanian


Kapasitas kerja dan beban kerja merupakan dua komponen utama dalam k
esehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara kedua komponen ters
ebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan optimal. Kapasitas kerja y
ang baik, seperti status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta kemampuan
fisik yang prima, diperlukan agar seseorang pekerja dapat melakukan pekerjaanny
a secara baik.
Beban kerja meliputi beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja
yang terlalu berat atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan
seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja.
Kondisi lingkungan kerja (misalnya panas, bising, debu, zat kimia, dan lainnya) d
apat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secar
a sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penya
kit.

Kapasitas kerja
Kualitas petani, langsung maupun tidak, berhubungan dengan indeks perke
mbangan manusia (IPM) . dalam IPM kesehatan petani harus dilihat dalam dua as
pek. Yakni, kesehatan sebagai modal kerja dan aspek penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan, khususnya factor risiko akibat penggunaan teknologi baru dan a
grokimia.
Bekerja sebagai petani memerlukan modal awal. Selain stamina, kondisi fi
sik harus mendukung pekerjaan tersebut. Seorang petani jangan sampai sakit-sakit
an. Kemudian tingkat pendidikan dan kesehatan awal. Kesehatan petani diperluka
n utnuk mendukung produktivitas. Secara teoretis apabila seseorang bekerja, ada t
iga variable pokok yang saling berinteraksi. Yakni, kualitas tenaga kerja, jenis ata
u beban pekerjaan dan lingkungan pekerjaannya. Akibat hubungan interaktif berb
agai factor risiko sudah berusia lanjut dan itu dapat mempengaruhi kapasitas dala
m bekerja.

Beban kerja
Kerja dapat juga diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesu
atu. Manusia menggunakan otot mereka hampir untuk seluruh jenis kegiatan atau
pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. J
umlah energi yang dibutuhkan manusia untuk melakukan kerja tergantung dari tin
gkat pekerjaan yang dikerjakan. Beban kerja fisik dapat dilihat ketika pekerja mel
akukan pekerjaannya. Semakin besar beban kerja dalam melakukan suatu pekerjaa
n ditandai dengan kebutuhan energi yang semakin besar pula, dengan demikian sis
tem pernafasan bergerak lebih cepat, kebutuhan oksigen meningkat, denyut jantun
g semakin cepat dan terjadi peningkatan panas pada seluruh tubuh.
Pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan pengukuran fisiologi
s dan psikologis. Jika ditinjau dari pengukuran fisiologis maka bisa dilihat tiga par
ameter yaitu kimiawi, elektrik, dan fisik. Pengukuran dengan parameter kimiawi d
apat berupa pengukuran kandungan urin dan konsumsi oksigen, sedangkan jika m
enggunakan parameter elektrik bisa berupa pengukuran dengan
elektrokardiograf dan elektromiograf. Kalau dilihat dari segi parameter fisik maka
bisa digunakan berbagai jenis parameter seperti denyut jantung, tekanan darah, su
hu tubuh, dan laju pernapasan. Jika ditinjau dari pengukuran psikologis maka dap
at digunakan parameter aktivitas dan sikap. Pengukuran beban kerja fisik dengan
menggunakan parameter denyut jantung lebih mudah untuk diterapkan di
lapangan. Hal ini karena pengukuran tenaga dengan teknik denyut jantung memili
ki beberapa kelebihan seperti data dapat disimpan dalam memori, interval penguk
uran dapat diatur, pengamatan dapat dilakukan dari jarak jauh, serta akurasi yang
diperoleh cukup baik

2.6. Pentingnya Keselamatan Kerja di bidang Pertanian


Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan penting, mengingat lebih
dari 40% angkatan kerjanya menggantungkan hidup di sektor ini. Berdasarkan dat
a International Labour Organization (ILO), sekitar 1,3 juta orang bekerja di bidan
g pertanian di seluruh dunia. Dari angka tersebut, 60% diantaranya bekerja di neg
ara berkembang (Forastieri V, 1999). Tingkat kecelakaan fatal di Negara berkemb
ang empat kali lebih besar dari negara industri yang kebanyakan terjadi Pengguna
an mesin
Penggunaan mesin-mesin dan alat-alat berat seperti traktor, mesin permane
n, alat tanam dan sebagainya di sektor pertanian merupakan sumber bahaya yang
dapat mengakibatkan cedera dan kecelakaan kerja yang fatal. Selain itu, pengguna
an pestisida dapat menyebabkan keracunan atau penyakit yang serius, serta debu 1
1 binatang dan tumbuhan yang mengakibatkan alergi dan penyakit pernafasan.
Faktor lain yang memicu terjadinya kecelakaan kerja di bidang pertanian a
dalah terbatasnya waktu yang tersedia untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang
diakibatkan oleh batasan iklim sehingga petani cenderung bekerja terburu-buru ta
npa memperhatikan keselamatan dirinya. Hal yang mempengaruhi tingginya kecel
akaan kerja di negara berkembang (termasuk Indonesia) adalah perspektif masyar
akat terhadap pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan kerja. Di negara ma
ju, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan keselamatan kerja sangat
tinggi, hal ini diakibatkan oleh adanya perangkat sistem dan hukum yang memada
i dan diterapkan hukum secara tegas.
Pemerintah Indonesia telah berupaya membuat perangkat hokum keselama
tan dan kesehatan kerja (K3) yang cukup lengkap, namun perangkat hukum yang
spesifik pada bidang pertanian kurang memadai. Kondisi ini diperparah dengan le
mahnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran, perilaku dan sikap untuk me
nerapkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Keterbatasan mengenai perangkat hukum mengenai keselamatan dan kese
hatan kerja di Indonesia terlihat dengan terbatasnya hukum yang hanya mengatur
mengenai penggunaan pestisida saja, yaitu PP. No. 7 tahun 1973 tentang pengawa
san distribusi, penyimpanan dan penggunaan pestisida (Republik Indonesia, 2001)
dan Peraturan Menteri No. 3 tahun 1986 tentang pemakaian 12 pestisida di tempat
kerja (Republik Indonesia, 1986). Mengingat Indonesia merupakan negara agraris
dengan sekitar 70% wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, maka
konvensi ILO No. 184 tahun 2001 (ILO, 2001) tentang K3 di bidang pertanian dia
nggap sebagai perangkat kebijakan yang bermanfaat, namun kendalanya adalah In
donesia dianggap belum siap meratifikasi konvensi ini karena tingkat kesadaran a
kan K3 oleh masyarakat masih rendah.

2.7. Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bidang Pertanian


Penggunaan alat-alat berat pada lahan pertanian di Indonesia berupa
penggunaan traktor, alat penyiang gulma, alat pemanen, dan sebagainya. Dalam
penggunaan alat-alat berat ini, resiko timbulnya kecelakaan dapat terjadi.
Selain itu, resiko lain yang mengandung bahan kimia pada kegiatan pertanian
yang umum dilakukan adalah penggunaan pestisida.
Pemerintah Indonesia telah mengatur perangkat hukum K3 untuk
bidang pertanian, namun perangkat hukum ini hanya terbatas pada penggunaan
pestisida saja, yaitu PP. No. 7 tahun 1973 tentang pengawasan distribusi,
penyimpanan, dan penggunaan pestisida dan Peraturan Menteri No. 3 tahun
1986 tentang pemakaian pestisida di tempat kerja.
Mengingat Indonesia merupakan Negara agraris dengan sekitar 70%
wilayahnya terdiri dari daerah pedesaan dan pertanian, maka konvensi ILO No.
184 tahun 2001 tentang keselamatan dan kesehatan kerja di bidang pertanian
dianggap sebagai perangkat kebijakan yang bermanfaat. Tetapi secara luas,
Indonesia dianggap tidak siap meratifikasi konvensi ini karena rendahnya
tingkat kesadaran K3 diantara pekerja pertanian.
Di Indonesia, penegaan hukum masi terlalu lemah sehingga pekerja dan
pemilik usaha untuk mematuhi peraturan masih rendah dan juga inspeksi K3 oleh
pemerintah juga perlu diperhatikan. Faktor kendala penerapan kesehatan dan
keselamatan yaitu kurangnya kesadaran tentang pentingnya menerapkan K3
dalam bekerja.
BAB III
KESIMPULAN

Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia menggantungkan hidupnya


pada sektor pertanian maka perlunya perhatian khusus pada kesehatan dan
keselamatan kerja dibidang pertanian. Secara umum penerapan ini kurang berjalan
baik di negara Indonesia.
Untuk membangun kualitas kesehatan dan produktivitas petani diperlukan
kemampuan atau kapasitas pengelolaan program. Kemampuan pemerintah dalam
mengelolah tenaga kerja khususnya petani perlu melibatkan kemampuan
profesionalisme tenaga ahli seperi dokter, perawat, dan petugas kesehatan
masyarakat. Pencapaian tingkat kecelakaan kerja yang rendah hanya akan dicapai
jika semua pihak terlibat, seperti pemerintah, asosiasi, pekerja dan pemilik usaha
untuk memberikan perhatian yang serius dan memprioritaskan penerapan
kesehatan dan keselamatan dibidang pekerjaan.
Aspek Keselamatan dan kesehatan kerja (K3), juga harus menjadi perhatian
yang utama, di sektor Pertanian dalam arti luas, yang mencakup usaha pertanian
tanaman pangan, peternakan, perkebunan, perikanan dan kehutanan, serta
pertanian dalam arti sempit mencakup hanya usaha tanaman pangan dan sayuran.
Hal ini disebabkan banyak perusahaan pertanian yang terpuruk, karena ketidak
mampuannya dalam mengelola suumber daya manusia termauk dalam aspek
perlindungan keselamatan tenaga kerjanya dan memberikan fasilitas kesehatan
yang memadai, yang mana hal tersebut merupakan bagian dari implementasi Hak
Azasi Manusia (HAM)
Untuk itu, pelatihan dan pemahaman terhadap masalah kesehatan sebagai
modal awal maupun kesehatan yang berkenaan dengan pekerjaan harus dikelola
secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cascio, W.F. 1998. Managing Human Resources – Productivity Quality of


Work Life, Profits. Edisi ke-5. McGraw Hill, Amerika Serikat.
2. Darmanto, R. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
3. Santoso, G. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prestasi P
ustaka, Jakarta.
4. Suardi, R. 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Pen
erbit PPM, Jakarta.
5. Sugeng, A.M., dkk. 2005. Bunga Rampai Hiperkes & KK Edisi Kedua. Bad
an Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
6. Jung DY, Kim HC, Leem JH, Park SG, Lee DH, Lee SJ dan Kim GW, 2
011.Estimatedoccupational injury rate and work related factors based on dat
a from the fourth Korea National Health and Nutrition Examination Survey.
Korean Journal Occupational Environment Medicine, 23(2):149–163.
7. Chae H, Kyungdoo M, Youn K, Jinwoo P3, Kyungran K1, Hyocher K1 and
Kyungsuk L, 2014.Estimated rate of agricultural injury: the Korean Farmer
s’ Occupational Disease and Injury Survey Chae et al. Annals of Occupation
al and Environmental Medicine , 26:8
8. Ridley, John. 2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Ikhtisar. Jakarta: Pen
erbit Erlangga
9. Su’mamur. 1967. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta, Indonesi
a. PT. Toko Gunung Agung.
10. Kementrian Kesehatan RI. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta:
Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 29 Juli 2021 dari http://bppsdmk.kemke
s.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/uploads/2017/08/Kesehatan-dan-Keselamata
n-Kerja Komprehensif.pdf
11. ASEAN OHS Network. Indonesia page [internet]. 2010 [didownload pada
4 Januari 2010]. Berasal dari: www.asean-oshner.net/imdonesia.
12. ILO. ILO Jakarta page [internet]. 2010 [didownload 6 Januari 2010]. Berasal
dari: www.ilo.org.
13. Myers M. ILO Encyclopedia of Occupational Health and Safety, Edisi
keempat,Vol. III. Jene-wa: ILO; 1998
14. Kuye R., Donham K., Marquez S., Sanderson W., Fuortes L.,
Rautiainen R., Jones M., dan Culp K. Agricultural Health in the Gambia II:
A Sistematic Survey of Safety and Injuries in Pro-duction Agriculture.
Ann Agric Environ Med (AAEM) journal. 2006; 13: 119-128.
15. Markkanen P. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia, Kertas Kerja
9 ILO. Jakarta: ILO; 2004
16. Republik Indonesia. PP No. 7 tahun 1973. Ja-karta: Pemerintah RI;1973.
17. Republik Indonesia. Peraturan Menteri no. 3 tahun 1986. Jakarta:
Pemerintah RI; 1986.
18. ILO. Konvensi ILO No. 184 tahun 2001 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Bidang Pertanian. Jeneva: ILO; 2001.
19. Yuantari, M. G. C., Widianarko, B. dan Sunoko, H. R. 2015. Analisis Risiko
Pajanan Pestisida Terhadap Kesehatan Petani, Jurnal Kesehatan Masyarakat,
10(2), pp. 239 – 245. doi: 10.15294/kemas.v10i2.3387.
20. Pamungkas, O. S. 2016. Bahaya Paparan Pestisida terhadap Kesehatan
Manusia, Bioedukasi, 14(1), pp. 27–31. Diakses
darihttps://jurnal.unej.ac.id/index.php/ BIOED/article/view/4532
21. Kim, J. H. et al. 2013. Work-related risk factors by severity for acute
pesticide poisoning among male farmers in South Korea, International journal
of environmental research and public health, (1100–1112). doi:
10.3390/ijerph10031100.
22. Tualeka, E. D. dan A. R. 2013. Risk Assesment dan Pengendalian Risiko
pada Sektor Pertanian (Studi Kasus di Pertanian Bawang Merah Desa
Kendalrejo, Kecamatan Bagor, Kabupaten Nganjuk), The Indonesian Journal
of Occupational Safety and Health, 2(2), pp. 154 – 161.
23. Akbar, F. K. Dan Mulyono. 2019. Analisis Risiko K3 Pemberantasan Hama
Pekerjaan Pertanian Jeruk Di Kabupaten Banyuwangi. FKM. Universitas
Airlangga.
24. Widiyastuti, N. et. Al. 2020. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jawa Barat :
penerbit Goresan Pena.

Anda mungkin juga menyukai