Anda di halaman 1dari 23

ISBN: 978-602-361-070-9

PERIZINAN SEBAGAI INSTRUMEN


PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PEREDARAN
KOSMETIKA YANG AMAN BAGI KESEHATAN
MASYARAKAT

Oleh:
Lilik Pudjiastuti
Fakultas Hukum Universitas Airlangga
pudjiastutililik@yahoo.com

Abstrak
Dewasa ini iklan dan peredaran kosmetika, baik melalui perdagangan
manual maupun on line banyak terjadi di masyarakat, hal ini
mengakibatkan banyaknya peredaran kosmetika di masyarakat
yangtidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu.
Saat ini sudah terdapat regulasi tentang pembuatan dan pengawasan
peredaran kosmetika, namun kenyataan di masyarakat terdapat
beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh pembuat, distributor dan/
atau pedagang kosmetika yang mengedarkan atau memperdagangan
kosmetika yang tidak aman, sehingga menimbulkan kerugian bagi
kesehatan masyarakat. Upaya pengendalian peredaran kosmetika
tidak hanya melalui insrumen peraturan perundang-undangan, tetapi
perizinan dan pengawasan. Sesuai dengan fungsi izin, maka perizinan
di bidang kosmetika merupakan salah satu instrumen yang digunakan
sebagai upaya preventif untuk mengendalikan pembuatan dan
peredaran kosmetika. Dalam upaya meningkatkan kepatuhan pelaku
usaha di bidang kosmetika untuk menaati peraturan perundang-
undangan dan perizinan diperlukan upaya penegakan hukum, berupa
pengawasan dengan penerapan sanksi.
Kata Kunci: Instrumen Kebijakan, Perizinan dan Penegakan Hukum

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan
ekonomis. Pembangunan kesehatan sebagaimana diamanatkan

Perizinan di Era Citizen Friendly 157


ISBN: 978-602-361-070-9

oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


dan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Nasional yang selanjutnya disingkat SKN
harus berpedoman pada SKN. SKN adalah bentuk dan cara
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan
berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu langkah, guna
menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam
kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat, sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun
1945.
SKN sebagai cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan
merupakan kumpulan elemen atau sub sistem yang mempunyai
fungsi masing-masing, sehingga untuk menjamin tercapainya
tujuan sistem tersebut sangat dipengaruhi oleh kinerja dari
subsistem yang ada, salah satu subsistem SKN berupa Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan.
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 UU Kesehatan, Sediaan
farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional,dan kosmetika.
Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk
digunakan pada bagian bagian luar tubuh manusia (epidermis,
rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi
dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan,
mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi
baik. Dengan demikian kosmetika sebagai salah satu dari sediaan
farmasi memiliki peran dalam mencapai tujuan pembangunan
kesehatan, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan
kesehatan harus disesuai dengan kondisi dan tantangan di bidang
kosmetika yang mempengaruhi pembangunan kesehatan.
Hampir setiap orang di seluruh dunia menginginkan
menjadi lebih cantik atau tampan, sehingga setiap orang
melakukan berbagai upaya untuk menjadi cantik atau tampan.
Salah satu upaya untuk membuat tampil cantik dengan
menggunakan kosmetik sebagai upaya untuk menutupi
kekurangan atau menunjukkan kelebihannya. Di Indonesia
peredaran kosmetik sangat beragam, mulai yang diproduksi dari
dalam negeri maupaun nerasal dari luar negeri demikian juga
dengan harga kosmetik yang murah sampai mahal tergantung
dari kemampuan masyarakat.
158 Perizinan di Era Citizen Friendly
ISBN: 978-602-361-070-9

Pemerintah sebagai instansi yang bertanggungjawab dalam


menjaga kesehatan warga negaranya telah melakukan berbagai
upaya, baik hukum maupun non hukum untuk melakukan
pengendalian, pengawasan dan penegakan hukum terhadap
peredaran kosmetik yang menggunakan bahan berbahaya dan
menimbulkan kerugian kesehatan masyarakat. Instansi yang
bertanggunjawab dalam pengendalian dan pengawasan terhadap
peredaran kosmetik di Indonesia adalah Badan Pengawasan
Obat dan Makanan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengawasan
peredaran kosmetik oleh BPOM terdapat ratusan kosmetik
yang mengandung bahan berbahaya, dimana dari hasil
pengawasan ini ditindak lanjuti dengan menerbitkan Public
Warning kepada masyarakat. Salah satu contoh public warning
adalah dengan diterbitkannya Surat Kepala BPOM Nomor
B-IN.05.03.1.43.12.16.4139 tanggla 6 Desember 2016 tentang
Kosmetik Mengandung Bahan Berbahaya, dimana terdapat
43 jenis Kosmetik berupa cat kuku, cream wajah dan pewarna
bibir yang mengandung bahan berbahaya terutama merkuri dan
pewarna merah, baik itu kosmetik produksi luar negeri maupun
produksi dalam negeri.
Penggunaan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya,
seperti Merkuri, Hidrokinon, Asam Retinoat/Tretinoin/Retionic
Acid, Timbal, Resolsinol, Bahan Pewarna dan Diethylene
Glycol (DEG)dapat menimbulkan dampak terhadap kerusakan
kulit, depresi sistem saraf pusat, keracunan pada hati dan gagal
ginjal, kerusakan permanen pada otak dan sistem syaraf dan
memicu problem dalam tingkah laku dan belajar, menurunkan
IQ dan pendengaran, menghambat pertumbuhan dan
menyebabkan anemia.
Dengan demikian diperlukan campur tangan pemerintah
dalam melakukan pengendalian peredaran kosmetika. Saat ini
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya hukum dalam
pengendalian kosmetika yang mengandung bahan berbahaya
melalui pembentukan peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan khususnya kosmetika, perizinan yaitu izin edar dan
izin usaha bagi perusahaan yang memproduksi kosmetik dan
izin usaha bagi perusahaan yang melakukan impor atau ekspor
kosmetik. Namun upaya hukum ini belum memberikan hasil
Perizinan di Era Citizen Friendly 159
ISBN: 978-602-361-070-9

yang optimal, karena sesuai hasil pengawasan yang dilakukan


terhadap peredaran kosmetika masih terdapat beberapa
kosmetika yang mengandung bahan berbahaya sehingga dapat
menimbulkan kerugian dan merusak kesehatan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas,
maka isu hukum yang diambil dalam pengabdian kepada
masyarakat adalah :
1. Apa instrumen kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah dalam mengendalikan dan
mengawasi peredaran kosmetika yang berbahaya?
2. Bagaimana penegakan hukum terhadap kosmetika yang
tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan
mutu?

C. Pembahasan
1. Perizinan di Bidang Kosmetika Sebagai Upaya
Pengendalian Peredaran Kosmetika
Dalam kenyataan di masyarakat terdapat berbagai
produk sediaan farmasi yang dapat membahayakan kesehatan
manusia, jika sediaan farmasi tersebut tidak memenuhi unsur
keamanan, kemanfaatan dan mutu. Salah satu jenis sediaan
farmasi yang banyak beredar dimana penggunaannya tanpa
diawasi oleh tenaga kesehatan adalah penggunaan kosmetika.
Terhadap kondisi tersebut penggunaan kosmetika sangat renta
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan masyarakat,
oleh karena itu dalam pembuatan dan peredaran kosmetika
perlu mendapat campur tangan dari pemerintah untuk
memberikan jaminan atas ketersediaan sediaan farmasi yang
aman, bermanfaat dan bermutu, khususnya kosmetika sebagai
bagian dari SKN. Alasan perlunya campur tangan pemerintah
dalam mengatur kegiatan di bidang farmasi dijabarkan juga oleh
Richard A. Abood bahwa: “As health professionals, pharmacists are
highly regulated because the slightest misstep in drug distribution or
pharmaceutical care could cost a life.1Sehingga diperlukan kebijakan

1 Richard Abood, Pharmacy Practice and The Law, Fifth Edition, Jones
and Bartlett Publishers, Canada, 2008, h. 1.
160 Perizinan di Era Citizen Friendly
ISBN: 978-602-361-070-9

pemerintah yang digunakan sebagai upaya meningkatkan


derajat kesehatan.
Tindakan pemerintah dalam melakukan pengendalian
produksi dan peredaran kosmetika yang aman, bermutu dan
bermanfaat guna memberikan jaminan kepada masyarakat atas
kualitas kosmetika dan perlindungan bagi masyarakat meliputi:
pembentukan peraturan perundang-undangan, perizinan dan
penegakan hukum. Izin dalam penyelenggaraan kegiatan dan/
atau usaha serta di bidang kosmetika memiliki kedudukan yang
sangat penting, karenakosmetika sebagai sedian farmasi dari
kegiatan kefarmasian yang dikonsumsi oleh masyarakat dapat
membawa dampak yang sangat penting bagi kualitas kesehatan
seseorang.2Berdasarkan Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan
bahwa : “Perlindungan, pemajuan, penegakan & pemenuhan
hak asasi manusia adalah tanggungjawab Negara, terutama
pemerintah”, sesuai dengan pasal tersebut, maka negara sebagai
regulator berwenang mengatur pelaksanaan hak seseorang agar
tidak menganggu hak orang lain melalui peraturan perundang-
undangan dan perizinan.
Dalam usaha kosmetika seseorang berhak melakukan
usaha untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi di lain pihak
setiap orang berhak untuk memperoleh hak atas kesehatan.
Pemerintah sebagai regulator bertugas untuk menyeimbangkan
hak setiap orang sebagai upaya pemenuhan hak asasi manusia.
Upaya pemerintah untuk memenuhi hak setiap orang dan
menyeimbangkan pelaksanaan hak dilakukan dengan
membentuk peraturan perundang-undangan dan perizinan.
Perizinan di bidang kosmetika berfungsi sebagai upaya untuk
melakukan seleksi dan pengendalian terhadap kegiatan
pembuatan dan peredaran produk kosmetika yang aman
dengan maksud untuk memberikan jaminan kualitas produk
kosmetika yang diperdagangkan agar memenuhi standar
keamanan, kemanfaatan dan mutu dan di sisi lain perizinan
ini memberikan kepastian hukum bagi pengusaha dalam
melakukan usahanya.

2 Lilik Pudjiastuti, Prinsip Hukum Pengaturan Perizinan Kefarmasian,


Disertasi, FH UNAIR, 2013, h. 132,
Perizinan di Era Citizen Friendly 161
ISBN: 978-602-361-070-9

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan perizinan


di bidang usaha kosmetika yang dimulai dari pembuatan dan
pendistribusian, perizinan di bidang kosmetika meliputi : Izin
Usaha, Izin Produksi, Izin Edar, Rekomendasi Impor, dan Surat
Izin Usaha Perdagangan. Berdasarkan legalitasnya perizinan di
bidang kosmetika memiliki dasar hukum, fungsi dan pemberi
izin yang berbeda-beda. Dengan banyaknya izin dan perbedaan
instansi yang menerbitkan izin membawa konsekuensi terjadinya
pelanggaran izin yang diakibatkan adanya ketidaktahuan
pengusaha, masyarakat dan menimbulkan beban ekonomi yang
lebih tinggi. Perbedaan masing-masing izin dapat dijabarkan
dalam tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Jenis Perizinan di bidang Kosmetika


Dasar Hukum Wewenang Fungsi
Izin Usaha Peraturan Kementerian
Legalitas
(IUI, TDI/ Pemerintah Perindustrian
pendirian
SIUP) Nomor 107 atau industri atau
Tahun 2015 Pemerintah
kegiatan usaha
tentang Izin Provinsi/Kota/
bidang produksi,
Usaha Industri Kabupaten
distributor atau
perdagangan
Izin Permenkes No. Dirjen Farmasi Untuk
Produksi 1175/VIII/2010 & Alat melakukan
tentang Izin kesehatan pengendalian
Produksi Kemenkes terhadap
Kosmetika produksi
kosmetika untuk
memenuhi CPKB

162 Perizinan di Era Citizen Friendly


ISBN: 978-602-361-070-9

Izin Edar Peraturan BPOM registrasi produk


Kepala BPOM kosmetik agar
Nomor produk
Hk.00.05.1.23. tersebut secara
3516 tentang sah dapat
Izin Edar diedarkan
Produk di wilayah
Obat, Obat Indonesia.
Tradisional,
Kosmetik,
Suplemen
Makanan
Persetujuan Permenkes Kementerian Izin yang
Impor No 14/2016 Perdagangan digunakan untuk
tentang menyeleksi dan
Rekomendasi mengendalikan
Persetujuan usaha yang
Impor Barang melakukan
Komplementer Impor barang
komplementer,
Barang untuk
keperluan
Tes Pasar dan
pelayanan purna
jual

Izin Usaha adalah persetujuan yang diberikan kepada setiap


oranguntuk melakukan kegiatan usaha, dimana nomenklatur
izin usaha diikuti dengan jenis usahanya, misalnya untuk
industri kosmetika disebut Izin Usaha Industri Kosmetika, untuk
perdagangan disebut Surat Izin Usaha Perdagangan. Tujuan
pemberian izin usaha di bidang kosmetika bagi pemerintah
merupakan sarana untuk mengendalikan usaha pelaku usaha
kosmetika agar tidak merugikan orang lain atau lingkungan,
sedangkan bagi pengusaha kosmetika, izin usaha berfungsi
sebagai legalitas dalam melakukan usaha.
Izin produksi merupakan persetujuan dari Kementerian
Kesehatan kepada pemilik pabrik kosmetika untuk melakukan
kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk

Perizinan di Era Citizen Friendly 163


ISBN: 978-602-361-070-9

mengendalikan industry kosmetika agar dalam pembuatan


kosmetika memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan
dan mutu dari kosmetika melalui penerapan Cara Pembuatan
Kosmetika Yang Baik (CPKB). Dalam pelaksanaannya Izin
produksi kosmetika dibagi 2 golongan, yaitu A dan B, perbedaan
masing-masing golongan sebagai berikut:

Golongan A Golongan B
Ruang izin produksi untuk izin produksi untuk
lingkup industri kosmetika industri kosmetika yang
yang dapat membuat dapat membuat bentuk
semua bentuk dan jenis sediaan
dan jenis sediaan kosmetika tertentu
kosmetika; dengan menggunakan
teknologi sederhana.
Persyaratan a memiliki a memiliki minimal
apoteker sebagai tenaga teknis
penanggung kefarmasian sebagai
jawab; penanggungjawab;
b memiliki fasilitas b memiliki fasilitas
produksi sesuai produksi dengan
dengan produk teknologi sederhana
yang akan dibuat; sesuai produk
c memiliki fasilitas yangakan dibuat; dan
laboratorium; dan c mampu menerapkan
d wajib menerapkan higiene sanitasi dan
CPKB. dokumentasi sesuai
CPKB.

Izin Edar merupakan registrasi bagi produk obat, obat


tradisional, kosmetik, suplemen makanan, dan makanan yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia berupa nomr notifikasi agar produk tersebut secara
sah dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Dalam Peraturan
Kepala BPOM tentang izin Edar Produk Obat, Kosmetika,
suplemen makanan dan makanan dicantumkan bahwa produk
yang mengandung bahan tertentu yang bersumber, atau
mengandung, atau berasal dari hewan atau makhluk hidup

164 Perizinan di Era Citizen Friendly


ISBN: 978-602-361-070-9

lainnya dalam bentuk tunggal atau campuran atau produk


olahannya atau turunannya tidak termasuk madu lebah atau
dalam proses bersinggungan dengan bahan tertentu, dapat diberi
Izin Edar sepanjang produk tersebut bersifat kedaruratan dan
telah dievaluasi keamanan, manfaat dan mutu dari TimLintas
Sektor Mengenai Kehalalan dan Kedaruratan dalam bentuk
rekomendasi, dimana Tim Lintas Sektor terdiri dari: Kementerian
Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Majelis Ulama
Indonesia, dan Kelompok dokter ahli terkait.Bahan tertentu
yang dimaksud tersebut meliputi: Babi, anjing dan anak yang
lahir dari perkawinan keduanya; Bangkai, termasuk binatang
mati tanpa disembelih menurut cara penyembelihan Islam,
kecuali ikan dan belalang; binatang yang dipandang dan dirasa
menjijikan menurut fitrah manusia untuk memakannya seperti
cacing, kutu, lintah, dan sebangsa itu; binatang yang mempunyai
taring, binatang yang memunyai kuku pencakar yang memakan
mangsanya secara menerkam atau menyambar; Binatang yang
dilarang oleh Islam membunuhnya, seperti lebah,burung Hud-
hud, kodok, dan semut;Daging yang dipotong dari binatang halal
padahal binatang tersebut masihhidup;binatang yang beracun
dan memudharatkan apabila dimakan;binatang yang hidup di
dua alam seperti kura-kura, buaya, biawak,dan sebagainya; dan
Darah, urin, feses, dan plasenta.
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Kepala BPOM
tentang Izin Edar Produk tersebut di atas dicantumkan bahwa:
Produk obat tradisional, kosmetik, dan suplemen makanan
secara umumtidak bersifat kedaruratan, sehingga untuk
produk kosmetika yang bersumber,mengandung, atau berasal
dari bahan tertentu tidak diberikan izin edar. Sedangkan
Produk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan
yangmengandung alkohol yang tidak termasuk bahan tertentu
harus mencantumkan kadar alkohol padakomposisi penandaan/
label.
Persetujuan impor adalah persetujuan yang digunakan
sebagai izin untuk melakukan impor barang komplementer,
Barang untuk keperluan tes pasar dan pelayanan purna jual yang
diterbitkan oleh Menteri Perdagangan. Dalam perdagangan
kosmetika yang berasal dari luar negeri dan diperdagangkan di
Indonesia dapat dilakukan oleh importir industri yang memiliki
Perizinan di Era Citizen Friendly 165
ISBN: 978-602-361-070-9

Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) dan telah mendapat


persetujuan impor, dimana perolehan persetujuan dari Menteri
Perdagangan harus didasarkan rekomendasi Menteri Kesehatan
atau Kepala BPOM untuk menyeleksi produk kosmetika yang
akan diimpor.
2. Penegakan Hukum Terhadap Pelayanan Kesehatan
Tradisional
a. Pengawasan
Penegakan hukum terhadap kegiatan pembuatan
dan perdagangan kosmetika dapat dilakukan melalui
penegakan hukum administrasi dan hukum pidana.
Penegakan hukum administrasi memiliki ruang lingkup
preventif dan represif. Pengawasan merupakan bagian dari
ruang lingkup penegakan hukum administrasi yang bersifat
preventif, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah
penegakan hukum yang bersifat represif, karena bertujuan
untuk menghentikan pelanggaran dan mengakhiri
pelanggaran yang telah dilakukan.
Pada hakekatnya kekuasaan pengawasan dalam
pembuatan dan perdagangan kosmetika adalah
mengendalikan keberadaan kosmetika yang digunakan oleh
masyarakat. Pengawasan dapat dilakukan secara optimal
jika melibatkan peran serta masyarakat baik selaku pasien,
organisasi profesi maupun sebagai pelaku usaha, hal ini
sangat penting untuk menciptakan kenyamanan berusaha
dan terpenuhinya hak-hak serta kepentingan kedua belah
pihak.3
Selama Tahun 2014 telah ditemukan 68 kosmetika
mengandung bahan berbahaya, baik produk impor
maupun lokal. Bahan berbahaya yang terkandung
dalam 68 kosmetika tersebut terdiri dari 18 kosmetika
mengandung timbal (Pb), 11 kosmetika mengadung
merkuri (Hg), 2 kosmetika mengandung arsen (As), 14
kosmetika mengandung pewarna merah K3, 6 kosmetika

3 Rudy Susanto, Faisal Abdullah dan Sabir Alwy, Pengawasan


Peredaran Obat Tradisional di Singkawang, Jurnal Penelitian Hukum,
Vol, 2, 4No. 2, 2013, Makassar, Univ. Hasanudin, hlm. 177.
166 Perizinan di Era Citizen Friendly
ISBN: 978-602-361-070-9

mengandung pewarna merah K10 (Rhodamin), 5 kosmetika


mengandung hidrokinon, 3 kosmetika mengandung
merkuri (Hg) dan asam retinoat, 2 kosmetika mengandung
hidrokinon dan asam retinoat, 2 kosmetika mengandung
mikonazol, 1 kosmetika mengandung klotrimazol dan
terbinafin, 1 kosmetika mengandung khlorpheniramin,
klotrimazol, mikonazol dan terbinafin, 1 kosmetika
mengandung cholecalciferol (Vitamin D3), 1 kosmetika
mengandung vitamin K, dan 1 kosmetika mengandung
steroid triamsinolon asetonida. Produk-produk tersebut
telah diumumkan lewat Public Warning dan ditarik dari
peredaran.4
Berdasarkan hasil pengawasan rutin BPOM di
seluruh Indonesia terhadap kosmetika yang beredar pada
Oktober 2014 sampai September 2015, ditemukan 30 jenis
kosmetika mengandung bahan berbahaya yang terdiri
dari 13 j enis kosmetika produksi luar negeri dan 17 jenis
kosmetika produksi dalam negeri dengan kandungan
bahan berbahaya yang meliputi: bahan pewarna Merah K3
dan Merah K10 (Rhodamin), Asam Retinoat, Merkuri dan
Hidrokinon. Sesuai hasil temuan tersebut Kepala BPOM
telah menerbitkan Surat BPOM RI tanggal 22 Desember
2015 Nomor IN.06.03.43.12.15.11457 tentang Public Warning
Kosmetika Yang Mengandung Bahan Berbahaya, lampiran
Public Warning tersebut sebagai berikut:

4 Biro hukum dan Humas Kementerian kesehatan RI, Public Warning


Hati-hati! Kosmetika Mengandung Bahan berbahaya, 19 Desember
2014.
Perizinan di Era Citizen Friendly 167
ISBN: 978-602-361-070-9

Kandungan
Nama No. Izin Edar/Notifikasi,
No Bahan
Kosmetika Nama Produsen/Importir
Berbahaya
1. MUKKA 12 NA 11141203709/ produksi: P e w a r n a
Colors Eye Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K 10
Shadow 02 Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
2. MUKKA NA 11141203728/ produksi: P e w a r n a
Blush On 02 Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K 10
Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
3 MUKKA NA 11141203729/ produksi: P e w a r n a
Blush On 03 Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K 10
Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
4 MUKKA 6 NA 11141203716/ produksi: P e w a r n a
Colors Eye Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K 10
Shadow 01 Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
5 MUKKA NA 11141203726/ produksi: P e w a r n a
Blush On 01 Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K 10
Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
6 MUKKA NA 11141203725/ produksi: P e w a r n a
Blush On 04 Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K 10
Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
7 MUKKA Lip NA 11141301753/ produksi: P e w a r n a
Gloss Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K 10
Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta

168 Perizinan di Era Citizen Friendly


ISBN: 978-602-361-070-9

8 MUKAA Lip NA 11141301755/ produksi: Pewarna


Gloss 09 Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K 10
Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
9 MUKKA NA 11141203935/ produksi: Pewarna
EyePalette Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K10
Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
10 MUKKA Lip NA 11141301746/ produksi: Pewarna
Gloss 10 Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K10
Ltd, China. Diimpor oleh
PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
11 MUKKA NA 11141203724/ produksi: Pewarna
6 colors Yiwu Yaqi Cosmetics Co. Merah K10
eyeshadow Ltd, China. Diimpor oleh
02 PT. Dargiss Inti Sejahtera,
Jakarta
12 BEAUVRYS NA 11121002737/ produksi: Pewarna
color cream Ciamen Dancoly Cosmetics Merah K10
5/5 Co.Ltd, China, diimpor oleh
CV. Indah Mulia Abadi,
Jakarta
13 DALTON NA 16141900030/ produksi: Hidrokinon
whitening Kallipareia Cosmetics
Care System International GmbH, Jerman
Essence Diimpor oleh PT. Radian
Concentre Elok Distriversa, Jakarta
14 SENSWELL NA 18140103458/ produksi: Hidrokinon
Summer PT. Citrasemesta Asrisejati,
Floral Body Tangerang untuk PT.
Lotion Sanswell International,
Tangerang

Perizinan di Era Citizen Friendly 169


ISBN: 978-602-361-070-9

15 RENY NA 18131302604/ produksi: Pewarna


Lipstick 02 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
16 RENY NA 18131302605/ produksi: Pewarna
Lipstick 03 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
17 RENY NA 18131302606/ produksi: Pewarna
Lipstick 04 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
18 RENY NA 18131302607/ produksi: Pewarna
Lipstick 05 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
19 RENY NA 18131302608/ produksi: Pewarna
Lipstick 06 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
20 RENY NA 18131302609/ produksi: Pewarna
Lipstick 07 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
21 RENY NA 18131302610/ produksi: Pewarna
Lipstick 08 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
22 RENY NA 18131302611/ produksi: Pewarna
Lipstick 09 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
23 RENY NA 18131302612/ produksi: Pewarna
Lipstick 10 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta

170 Perizinan di Era Citizen Friendly


ISBN: 978-602-361-070-9

24 RENY NA 18131302613/ produksi: Pewarna


Lipstick 11 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
25 RENY NA 18131302614/ produksi: Pewarna
Lipstick 12 PT. Era Variasi Intertika, Merah K3
Depok untuk CV. Artha
Bhoga, Jakarta
26 AVIONE Ls NA 18131303277/ produksi: Pewarna
Excelent 793 PT. Beauty Link, Tangerang Merah K3
Sun Kissed untuk PT. Avione Surya
Coral Cemerlang, Bandung
27 AVIONE NA 18131301148/ produksi: Pewarna
Lipstics Xp PT. Neo Kosmetika Industri, Merah K3
313 Bekasi untuk PT. Avione
Surya Cemerlang, Bandung
28 AVIONE NA 18121301205/ produksi: Pewarna
Glamour PT. Beauty Link, Tangerang Merah K3
Lipstics Red untuk PT. Avione Surya
River 202 Cemerlang, Bandung
29 DEST SKIN NA 18120101262/ produksi: Asam
Cream CV. Purbamas, Yogyakarta Retinoat
malam Gold
30 BEEN PINK NA 18130101800/ produksi: Merkuri
Whitening PT. Joya Hougan Lestari,
Night Cream Bogor untuk CV. Medcos
Abadi, Surabaya

Public warning yang diterbitkan oleh Kepala BPOM


sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan terhadap
kosmetika, dimanaPublic Warning tersebut disampaikan
kepada Dinas Kesehatan seluruh Indonesia, agar ditindak
lanjuti oleh daerah untuk menyampaikan kepada
masyarakat. Pada kenyataannya informasi Public Warning
ini banyak tidak diketahui oleh masyarakat umum, hal ini
menunjukkan bahwa system informasi kesehatan di tingkat
Kementerian Kesehatan pada dasarnya sudah berjalan
dengan baik yang ditandai dengan pemanfaatan IT melalui
Perizinan di Era Citizen Friendly 171
ISBN: 978-602-361-070-9

sistem e-planning, e-budgeting dan e-monev, belum diikuti


oleh pemerintah daerah.5Hal ini menunjukkan bahwa
sistem informasi kesehatan sebagai sub sistem dalam SKN
belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga
perlu ditingkatkan adanya keterlibatan dan pemberdayaan
masyarakat dalam sosialisasi peredaran kosmetika
berbahaya.
Pengawasan terhadap kosmetika juga harus dilakukan
terhadap iklan atau publikasi bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari iklan yang menyesatkan. Iklan merupakan
salah satu faktor penting dalam penjualan suat produk, hal
ini dikarenakan kefektifan program komunikasi marketing
akan tercapai bila ada sinergi antara pelaku usaha dengan
periklanan, sebab pada hakekatnya kekuatan pemasaran
merupakan dukungan bagi kegiatan periklanan6.
Pengawasan terhadap iklan kosmetika telah diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Teknis Pengawasan Iklan Kosmetika.
Dalam Peraturan BPOM tersebut dicantumkan bahwa
kosmetika yang boleh diiklankan adalah kosmetika yang
telah memiliki izin edar berupa notifikasi dari BPOM dan
iklan kosmetika harus memenuhi ketentuan obyektif,
tidak menyesatkan dan lengkap dengan mencantumkan
cara penggunaan dan peringatan. Iklan kosmetika adalah
setiap keterangan atau pernyataan mengenai kosmetika
dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk lain yang
dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan/
atau perdagangan Kosmetika. Sesuai dengan tugas dan
fungsinya pengawasan terhadap Iklan dilakukan oleh
Kepala BPOM yang dilakukan melalui pengawasan rutin,
pengawasan berdasarkan kasus; dan/atau pengawasan
berdasarkan pengaduan masyarakat. Dalam Tahun 2014

5 Kementerian Kesehatan RI, Rencana Strategi Kementerian Kesehatan


Tahun 2015-2019, 2015, h. 65.
6 Didik Hariyanto, Memenangkan Persaingan Bisnis Produksi Farmasi
Melalui Marketing Public Relation, Jurnal Manajemen Pemasaran,
Vol 4 No.1, April 2009, Surabaya, UK Petra, hlm. 42.
172 Perizinan di Era Citizen Friendly
ISBN: 978-602-361-070-9

pengawasan yang dilakukan BPOM melalui pengawasan


pre – review dan Pengawasan post – review. Hasil pengawasan
terhadap iklan OT sebagi berikut:7

Tabel 2
Pemeriksaan Iklan Tahun 2014 semester 1
Hasil pre – review Hasil post – review
Tidak
Sampel Setuju Revisi Sampel MK TMK Ket
setuju
110 77 18 15 969 547 422 Media
cetak,
TV,
radio,
leaflet
dll

Selama ini pengawasan terhadap iklan belum


maksimal, hal ini dapat dilihat dari hasil pengawasan yang
menunjukkan adanya iklan yang tidak memenuhi ketentuan
masih banyak. Dengan demikian perlu adanya kerjasama
yang dilakukan oleh BPOM dan Balai POM dengan Dinas
Kesehatan Provinsi maupun Kabupaten/Kota, Komisi
Penyiaran Indonesia (Pusat atau Daerah), Dewan Pers dan
PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) dalam
melakukan edukasi dan pengawasan terhadap industri obat
dan pedagang obat serta masyarakat.8
b. Penerapan Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi merupakan tindak lanjut dari
hasil pengawasan yang telah dilakukan, sehingga sanksi
administrasi merupakan bagian dari penegakan hukum
administrasi yang bersifat represif. Sanksi administrasi
sebagai bagian penting dalam aturan hukum, karena

7 Ibid, hlm. 15
8 Supardi Sudibyo, Kajian Perundang-undangan tentang Iklan Obat
dan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengawasan, Jurnal Kefarmasian
Indonesia, Vol. 1, No. 3, 2009, Jakarta, Litbang Kementerian
Kesehatan RI, hlm. 118
Perizinan di Era Citizen Friendly 173
ISBN: 978-602-361-070-9

tidak ada gunanya memasukkan kewajiban-kewajiban


atau larangan-larangan bagi warga di dalam peraturan
perundang-undangan tata usaha negara, manakala aturan-
aturan tingkah laku itu tidak dapat dipaksakan oleh tata
usaha negara.9 Terutama dalam sistem perizinan menurut
peraturan perundang-undangan memuat ketentuan penting
yang memberi kewajiban memiliki izin dan larangan
bertindak tanpa izin atau melanggar izin.
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor
Hk.00.05.1.23.3516 tentang Izin Edar Produk Obat, Obat
Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan, sanksi
administrasi yang dapat diterapkan oleh BPOM terhadap
pelanggaran pembuatan dan/atau perdagangan kosmetik
yang mengandung bahan berbahaya meliputi :
1) peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali;
2) penghentian sementara kegiatan produksi dan
distribusi;
3) pembekuan dan/atau pembatalan Surat Persetujuan;
4) penarikan produk dari peredaran dan pemusnahan.
Demikian halnya dengan penerapan sanksi administrasi
terhadap iklan kosmetika sesuai dengan Peraturan Kepala
BPOM Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang
Pedoman Teknis Pengawasan Iklan adalah BPOM yang
diberikan kepada Pemilik Nomor Notifikasi berupa:
1) Peringatan tertulis;
2) perintah penghentian tayang Iklan;
3) penarikan dan/atau pemusnahan media Iklan meliputi
poster atau selebaran, leaflet, stiker, buklet, pamflet,
spanduk, banner, sarung ban dan yang sejenisnya;
4) larangan mengiklankan produk;
5) penghentian sementara kegiatan produksi/ distribusi/
importasi produk yang melanggar Iklan; dan/atau
6) pembatalan notifikasi terhadap produk yang melanggar
Iklan.
Dalam praktek operasional kegiatan dan/atau usaha
pembuatan dan perdagangan kosmetika didasarkan pada

9 Lilik Pudjiastuti, op cit, h. 301.


174 Perizinan di Era Citizen Friendly
ISBN: 978-602-361-070-9

beberapa izin yang penerbitannya dilakukan oleh beberapa


instansi, baik di pemerintah maupun pemerintah daerah
(provinsi dan kabupaten/kota). Dengan demikian penerapan
sanksi administrasi yang bertujuan untuk menghentikan
pelanggaran dan/atau memulihkan keadaan semula belum
tercapai apabila pelanggar masih tetap melaksanakan
usahanya dengan didasarkan pada izin lainnya, oleh karena
itu penerapan sanksi administrasi harus berkoordinasi dan
bekerja sama dengan beberapa instansi yang menerbitkan
perizinan terkait, misalnya penarikan kosmetika yang tidak
ditaati dapat mengakibatkan ditariknya Izin Usahanya atau
SIUP.
c. Penegakan Hukum Kepidanaan
Keberlakuan aturan yang ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan untuk mencapai tujuannya, sehingga
perlu upaya pemaksaan hukum (law enforcement) melalui
pemberlakuan sanksi pidana terhadap pelanggaran
mengingat tujuan penerapan sanksi administrasi bersifat
repartoir. Dalam kegiatan dan/atau usaha pembuatan dan
peredaran kosmetik yang tidak mentaati persyaratan
keamanan, kemanfaatan dan mutu melalui cara pembuatan
kosmetika yang baik dapat mengakibatkan kerugian
seseorang akibat terganggunya kesehatan, sehingga
terhadap kesalahan dan/atau kelalaian serta pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
kosmetik selain dikenakan sanksi administrasi dapat diikuti
dengan sanksi pidana.
Sanksi pidana merupakan sanksi yang diterapkan
melalui prosedur peradilan dan diputus oleh lembaga
peradilan, sehingga memerlukan waktu yang cukup lama.
Sesuai alasan tersebut, maka pelanggaran peizinan selalu
dikedepankan sanksi administrasi yang bertujuan untuk
menghentikan pelanggaran dan mengembalikan pada
kondisi semula. Dalam praktek di masyarakat penerapan
sanksi administrasi seringkali belum mencapai tujuannya,
hal ini dikarenakan adanya peluang bagi masyarakat untuk
tidak mentaati sanksi yang dijatuhkan atau kurangnya
kemampuan perangkat daerah untuk melakukan

Perizinan di Era Citizen Friendly 175


ISBN: 978-602-361-070-9

pengawasan, sehingga untuk meningkatkan kepatuhan


masyarakatterhadap pelanggaran penerapan sanksi
administrasi dapat diikuti dengan sanksi pidana.
Dalam Pasal 7 ayat (2) Peraturan Kepala BPOM
Nomor Hk.00.05.1.23.3516 tentang Izin Edar Produk
Obat, Obat Tradisional, Kosmetik, Suplemen Makanan
“selain dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat pula dikenai sanksi pidana
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”, norma ini memberikan kepastian hukum bagi
penegak hukum bahwa perbuatan memproduksi dan
memperdagangkan kosmetika yang mengandung bahan
berbahaya dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan
peraturan perundang-undnagan yang berlaku, yaitu :
1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, khususnya:
a) Pasal 196 mengenai perbuatan yang dengan
sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2)
dan ayat (3) dipidana dengan pidanapenjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
b) Pasal 197Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi ataumengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yangtidak memiliki izin
edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal106
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15(lima belas) tahun dan denda paling
banyakRp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, yaitu :
a) Pasal 62, yaitu larangan untuk menawarkan,
mempromosikan atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan,

176 Perizinan di Era Citizen Friendly


ISBN: 978-602-361-070-9

dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara


menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa lain.
b) Pasal 62, yaitu mengenai larangan Pasal 17
tentang larangan untuk memproduksi iklan
yang mengelabui konsumen mengenai kualitas,
kuantitas, bahan, kegunaan dan harga, memuat
informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat
mengenai barang, tidak memuat informasi
mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa,
dan melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan
perundangundangan mengenai periklanan.
3) Pasal 386 ayat (1) KUHPdikatakan mengenai pemalsuan
obat adalah: “Barangsiapa menjual, menawarkan
atau menyerahkan barang makanan, minuman atau
obat-obatan yang diketahui bahwa itu dipalsu, dan
menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun”, dimana dengan
menggunakan analogi, maka yang dimaksud dengan
sediaan farmasi meliputi obat, obat tradisional,
kosmetika dan suplemen makanan sebagaimana diatur
dalam UU Kesehatan.

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Dalam pembuatan dan peredaran kosmetik perizinan
merupakan instrument preventif yang dilakukan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk melakukan
seleksi dan mengendalikan produksi kosmetika agar
memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan
dan mutu. Jenis perizinan yang berkaitan dalam
pembuatan dan peredaran kosmetika meliputi : Izin
Usaha (Industri Produksi, Industri Impor, Usaha
Perdagangan), Izin Produksi, Izin Edar (Notifikasi)
dan Persetujuan Impor yang diterbitkan oleh masing-
masing instansi yang memiliki tugas dan fungsi di
bidangnya, baik di pemerintah maupun di pemerintah
daerah.

Perizinan di Era Citizen Friendly 177


ISBN: 978-602-361-070-9

b. Dalam mengendalikan peredaran kosmetika yang


mengandung bahan berbahaya dan merugikan
kesehatan masyarakat, maka perizinan sebagai
instrument preventif harus diikuti dengan penegakan
hukum administrasi dan penegakan hukum pidana.
Penegakan hukum administrasi meliputi pengawasan
dan penerapan sanksi administrasi, dimana dalam
penegakan hukum administrasi di bidang kosmetika
dilakukan dengan penerbitan Public Warning dan
diikuti dengan penarikan kosmetika oleh BPOM,
sedangkan penegakan hukum pidana dilakukan
dengan melaporkan perbuatan pembuatan kosmetika
yang mengandung bahan berbahaya kepada
kepolisian yang kemudian ditindak lanjuti dengan
proses peradilan.
2. Saran
a.
Regulasi tentang pengaturan kosmetika cukup
memberikan legitimasi pengendalian, pembuatan dan
peredaran kosmetika di Indonesia, namun dalama
pelaksanaanya terdapat ketidaktahuan masyarakat
tentang peredaran kosmetika yang telah ditetapkan
sebagai kosmetika yang mengandung bahan
berbahaya, sehingga perlu penyempurnaan sistem
informasi kesehatan yang dapat diakses dan sampai
ke masyarakat yang membutuhkan. Penyempurnaan
system informasi sebagai sub system SKN harus
dikaitkan dengan keterlibatan dan pemberdayaan
masyarakat, agar informasi kesehatan yang
bersinggungan langsung dengan derajat kesehatan
masyarakat dapat diketahui dan mencapai tujuan
untuk mencegah turunnya derajat kesehatan.
b.
Peredaran kosmetik yang mengandung berbahan
berbahaya sering dilakukan metode pemasaran
langsung kepada konsumen atau melalui on line, hal ini
akan menjadi hambatan apabila pengawasan dilakukan
langsung oleh BPOM di daerah, maka pengawasan
terhadap peredaran kosmetika harus melibatkan
beberapa stake holder, seperti Dinas Kesehatan Provinsi,

178 Perizinan di Era Citizen Friendly


ISBN: 978-602-361-070-9

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Komisi Penyiaran


Informasi Daerah, Lembaga Perlindungan Konsumen,
dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Biro Hukum dan Humas Kementerian kesehatan RI, Public
Warning Hati-hati! Kosmetika Mengandung Bahan berbahaya,
19 Desember 2014.
BPOM, 2014, Laporan Kinerja Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) Tahun 2013 dan Triwulan I Tahun 2014, Jakarta,
Kemeterian Kesehatan RI.
Didik Hariyanto, Memenangkan Persaingan Bisnis Produksi
Farmasi Melalui Marketing Public Relation, Jurnal Manajemen
Pemasaran, Vol 4 No.1, April 2009. Surabaya, Univ. Petra.
Kementerian Kesehatan, Rencana Strageti Pembangunan Kesehatan
Tahun 2015–2019, Jakarta, 2015.
Lilik Pudjiastuti, Prinsip Hukum Pengaturan Perizinan Kefarmasian,
Disertasi, FH Universitas Airlangga, Surabaya, 2013.
Richard Abood, Pharmacy Practice and The Law, Fifth Edition,
Jones and Bartlett Publishers, Canada, 2008,
Rudy Susanto, Faisal Abdullah dan Sabir Alwy, Pengawasan
Peredaran Obat Tradisional di Singkawang, Jurnal Penelitian
Hukum, Vol. 2, No. 2 Tahun 2013. Makassar, Univ.
Hasanudin.
Supardi Sudibyo, Kajian Perundang-undangan tentang Iklan
Obat dan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengawasan, Jurnal
Kefarmasian Indonesia, Vol.1 No.3, Tahun 2009, Jakarta,
Litbang Kementerian Kesehatan RI

Perizinan di Era Citizen Friendly 179

Anda mungkin juga menyukai