Anda di halaman 1dari 5

Nama : Luthfi Hidayat

NIM : 2018.01.01.1181

Kelas : IQT 4 C

UAS Ushul Tafsir Wa Qawaiduhu

1. Diantara kaidah-kaidah tafsir ada kaidah yang terkait dengan kebahasaan.


Menurut anda, seberapa penting kaidah-kaidah kebahasaan tersebut dalam
menghasilkan produk tafsir dinamis, up to date, dan shalihun li kulli al-
zaman wa al-makan/kontemporer?. Jelaskan secara argumentatif.

Kaidah-kaidah kebahasaan, baik dalam aspek mufradat (kosa kata), aspek


gramatika, maupun sastra dan yang lainnya sangat penting sekali dalam
memahami al-Qur’an. Salah satu alasannya, sebab Al-Qur’an yang diturunkan
oleh Allah banyak memiliki makna yang sulit dipahami jika seseorang tidak
memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahasa Al-Qur’an (bahasa
Arab). Menurut Quraish Shihab, hal ini menunjukan bahwa syarat mutlak
untuk menarik makna dari pesan-pesan Alquran adalah pengetahuan tentang
bahasa Arab.1 Seperti syaikh Muhammad Abduh dalam tafsir al-Manar, ia
menguraikan ayat Al-Qur’an dari segi redaksionalnya dengan teliti karena
ayat-ayatnya memiliki kandungan yang mendalam.2

Seringkali kita menemukan firman Allah yang dimulai dengan redaksi


”Hai orang-orang yang beriman...”. Redaksi seperti ini menunjukkan bahwa
ayat tersebut memberikan suatu isyarat bahwa apa yang diserukannya itu
memiiki suatu kebaikan dan begitu pula sebaliknya ia juga mengandung
berbagai ancaman jika diabaikan.3 Pendekatan dari segi kebahasaan
sebagaimana dipahami merupakan sebuah cara yang dapat mengantarkan
seseorang kepada pengetahuan tentang betapa tingginya derajat Al-Qur’an
yang mampu memberikan inspirasi kepada manusia untuk mengkaji segala
sesuatu yang terdapat di alam ini.
1
M. Qurasih Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 35.
2
M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar (Bandung : Pustaka Hidayah, 1994), 11.
3
Abd. Rahman Dahlan, Kaidah-kaidah Penafsiran Alquran (Bandung: Mizan, 1998) 57.

1
Selain itu, pentingnya menggunakan kaidah kebahasaan dalam memahami
ayat Al-Qur’an adalah karena ayat-ayat Al-Qur’an yang memiliki sejumlah
makna tidak mungkin hanya dipahami dalam suatu konteks pemahaman,
sebab tidak terbatas kemungkinan terdapat pengertian lain terhadap ayat-ayat
tersebut.4 Sehingga dari sini lah al-Qur’an bisa dikatakan dinamis dan
shalihun li kulli al-zaman wa al-makan.

Namun, bahwa kaidah kebahasaan merupakan salah satu pernagkat yang


harus dimiliki oleh seorang yang ingin memhami al-Qur’an, tetapi perangkat
ini tetap memerlukan peragkat pendukung lainnya, sebab kaidah bahasa
memiliki keterbatasan, karena itu disamping memperhatikan kaidah-kaidah
bahsa, perlu diperhatikan juga bahwa seseorang yang hendak menafsirkan al-
Qur’an tidak boleh memaksakan kehendak/pandangan pribadi.5

2. Menurut Usman al-Sabt, Wujuh al-Mukhatabat adalah nama lain dari


iltifat (pengalihan satu gaya bahasa ke gaya bahasa lain dalam sebuah
kalimat). Sebutkan dua jenis wujuh al-mukhatabat, di sertai contoh dari al-
Qur’an dan alasannya!

Jika dilihat dari segi bentuknya terdapat dua macam sebagaimana yang
dituturkan oleh Mannā’ Khalil al-Qattān dalam kitab Mabāhith fī Ulūmi al-Qur’an
bahwa Khiṭābāt dalam al-Qur’an terbagi dua macam,yaitu:

a. Khiṭāb ismi, yaitu Khiṭāb yang menunjukan ketetapan.


b. Khiṭāb fi’li, yaitu Khiṭāb yang menujukan sesuatu hal yang baru.

Di antara kedua bentuk Khiṭāb di atas, mempunyai tempat masing-masing


yang tidak bisa dicocokkan antara satu dengan yang lainnya. Mengenai Khiṭāb
ismi dalam al-Qur’an dicontohkan dalam surat al-Hujurāt ayat 15, yang berbunyi:

‫ين َآمنُوا بِاللَّ ِه َو َر ُسولِِه‬ ِ َّ ِ ‫ِمَّن‬


َ ‫إ َا الْ ُم ْؤمنُو َن الذ‬

4
Ibid., 61.
5
Al-Qordawi, Berinteraksi Dengan Al-Qur’an, terj. Abdul Hayyi (Jakarta:Gema Insani Press,
1999), 372.

2
Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang


percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya,...”6
Sedangkan untuk Khiṭāb fi’li dalam al-Qur’an, di antaranya terdapat dalam
surah al-Imrān ayat 134, yang berbunyi:

‫ب الْ ُم ْح ِسنِني‬
ُّ ِ‫َّاس ۗ َواللَّهُ حُي‬
ِ ‫ني َع ِن الن‬ِ ِِ ِ ِ َّ ‫الَّ ِذين يْن ِف ُقو َن يِف‬
َ ‫ظ َوالْ َعاف‬
َ ‫ني الْغَْي‬
َ ‫السَّراء َوالضََّّراء َوالْ َكاظم‬ َُ

Artinya:

“Mereka adalah orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu


lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebajikan.”7
Dalam surat al-Imrān di atas, kata nafaqah menunjukan sesuatu pekerjaan
yang bersifat baru. Berbeda dengan makna iman dalam surat al-Hujurāt ayat 15
sebelumnya yang mana iman adalah suatu yang bersifat selamanya atau sudah
terdahulu. Hal serupa terdapat pula dalam surah al-Dzariyat ayat 25 yang
berbunyi8:

‫إِ ْذ َد َخلُوا َعلَْي ِه َف َقالُوا َساَل ًما ۖ قَ َال َساَل ٌم َق ْو ٌم ُّمن َكُرو َن‬

Artinya:

“(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan:


"Salaamun". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang
tidak dikenal".9
Kata salaman yang pertama asalnya adalah naslamu alaika salaman, yakni
sadda musadda fi’li beda halnya dengan salamnya Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam.
yaitu mengucapkan salamun, salamun sendiri menjadi mubtada dan khabarnya
dibuang dengan mentakdirkan kata ‘alaikum salam. Hal itu menunjukan bahwa
salam Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam. lebih sejati dari pada malaikat. Peristiwa
6
Kemenag RI, Al-Qur`an Dan Terjemahannya, (Jakarta: Kemenag RI, 2017).
7
Ibid.
8
Mannā’ Khalil al-Qaṭṭān, Mabāhith fī Ulūm al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Wahbah, 2000 ),196.
9
Kemenag RI, Al-Qur`an Dan Terjemahannya, (Jakarta: Kemenag RI, 2017).

3
malaikat tersebut menunjukan suatu hal yang baru yaitu mengucapkan salam
kemudian Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam. menjawabnya dengan menetapkannya.10

Namun dalam al-Itqan, al-Suyuhi mengutip dari Ibnu al-Jauzi, wujuh


mukhatabat terdapat 15 bagian bahkan ada yang mengatakan tiga puluh bagian,
diantaranya adalah:

a. ‫وم‬11 ‫ه العم‬11 ‫اب اخلاص املراد ب‬11 ‫(خط‬menggunakan redaksi khusus yang dimaksud

umum). Seperti :

َّ ِ ٰٓ
َ ‫يَأَيُّ َها ٱلنَّىِب ُّ إ َذا طَل ْقتُ ُم ٱلن‬
َ‫ِّسٓاء‬

Artinya :

“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu….”

Khiṭābnya dimulai kepada Nabi Muhammad Ṣallā Allahu ‘Alaihi Wa Sallam.


tetapi yang dimaksud adalah semua orang yang memiliki hak untuk mentalak.

b. ‫وص‬11‫ه اخلص‬11‫ام املراد ب‬11‫اب الع‬11‫( خط‬menggunakan redaksi umum yang dimaksud
khusus).

Ulama berbeda pendapat tentang keberadaan jenis ini dalam al-Qur’an.


Menurut pendapat yang Ṣahih jenis ini itu terdapat dalam al-Qur’an, seperti surat
al-Baqarah ayat 13

ُّ ‫َّاس قَالُ ٓوا أَنُ ْؤ ِم ُن َك َمٓا ءَ َام َن‬


۟ ۟ ِ ِ ِ
ُ‫ٱلس َف َهٓاء‬ ُ ‫يل هَلُ ْم ءَامنُو ا َك َمٓا ءَ َام َن ٱلن‬
َ ‫َوإذَا ق‬

keumuman ayat ini yaitu menggunakan redaksi umum padahal ayat ini tertuju
kepada Abdillah bin Salam.11

3. Tuliskan lesson learnt (hikmah) yang anda pelajari atau dapatkan dari
kuliah dan diskusi kaidah-kaidah tafsir (hal baru yang anda dapatkan,

10
Mannā’ Khalil al-Qaṭṭān, Mabāhith fī Ulūm al-Qur’an (Beirut: Dar al-Wahbah, 2000,), 196.
11
Jalal al-Din al-Suyuthi, Al-Itqan Fi Ulum al-Qur’an (Beirut: al-Risalah, 2008), 488.

4
perubahan yang paling dirasakan pada persepsi maupun sikap anda, apa
yang akan dilakukan dan hambatan yang mungkin ada)!.

Dari mata kuliah ushul dan kaidah-kaidah tafsir beserta diskusinya, saya
mendapatkan pengetahuan lebih mengenai ilmu ushul tafsir dan kaidah-
kaidahnya, terlebih suatu penafsiran mengenai hukum dapat digali jika al-
Qur’an tidak menunjukkan hukum secara jelas. Perubahan yang saya rasakan
adalah tidak semua ulama dari kalangan di luar empat mazhab tidak bisa di
pelajari ilmunya, Pada ushul tafsir terdapat ulama dari kalangan yang tidak
bermadzhab empat, tetapi kita dapat mengikutinya, selain itu pengambilan
hukum dari al-Qur’an bisa saja berbeda karena penafsiran, sehingga al-Quran
memnag terbukti shalihun li kulli al-zaman wa al-makan. Dari hal ini, kita
ditunjukkan bahwa kita harus berpikir yang moderat sehingga tidak fanatik
terhadap ulama tertentu dan tergantung dengan teks yang ada, karena
permasalahan umat selalu berbeda setiap zaman, mungkin benar masa yang
akan datang kita akan dihadapkan dengan manusia yang liberal tetapi karena
ilmu ini dan diskusi ini kita bisa melek sehingga kita bisa menjawab
perlawanan dari mereka.

Anda mungkin juga menyukai