DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
Nama : Indah Kartika Sari
Feno suci .W
Fety Susanti
Meirani Kinanti
A. Latar belakang
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada
awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan
memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan
kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal
kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi
selama lebih dari 15 menit.
Berdasarkan hal tersebut kelompok tertarik untuk membahas tentang penyakit kejang
demam dan dapat mengaplikasikan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya
kepada anak.
B. Tujuan penulisan
2. Tujuan khusus
BAB II
TINJAUAN TEORI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal lebih dari 380 C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Arif Mansjoer.
2000)
Kejang demam (febrile convulsion) ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Taslim. 1989)
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam (Walley and Wong’s edisi III,1996).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami
demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak.
Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi
untuk pertama kalinya pada usia <> 3 tahun. (Nurul Itqiyah, 2008)
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang
yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun.Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah
infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997;
229).
2. Gangguan metabolik
3. Penyakit infeksi diluar susunan saraf misalnya tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4. Keracunan obat
5. Faktor herediter
6. Idiopatik.
Kejang demam sederhana : Kejang demam yang berlangsung singkat. Yang digolongkan
kejang demma sederhana adalah
a. kejang umum
b. waktunya singkat
e. EEG normal
Sedangkan menurut subbagian saraf anak FKUI, memodifikasi criteria livingston untuk
membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu :
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal tidak menunjukkan
kelainan.
(Taslim. 1989)
E. Manifestasi klinis
Gejala berupa
5. Gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekauan atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal.
2. Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat
unilateral
3. Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)
G. Pemeriksaan laboratorium
1. EEG
Untuk membuktikan jenis kejang fokal / gangguan difusi otak akibat lesi organik, melalui
pengukuran EEG ini dilakukan 1 minggu atau kurang setelah kejang.
2. CT SCAN
Untuk mengidentifikasi lesi serebral, mis: infark, hematoma, edema serebral, dan Abses.
3. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal
tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis
4. Laboratorium
Darah tepi, lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) mengetahui sejak dini apabila ada
komplikasi dan penyakit kejang demam.
H. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah
aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjami. Perhatikan
keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu
tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejangadalah diazepam yang diberikan intravena atau
intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit
dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan
penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam
intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg
(BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-
lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan
Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung
setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke
atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat.
Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari
berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik,
obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total
tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan
depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-
8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis terus
menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam
secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam.
Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg)
setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang
dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy
dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-
40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan
dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2)
yaitu :
1. sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan
(misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan
menetap.
3. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4. bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka
berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau
rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.
( Arif Mansyoer,2000)
A. Pengkajian
b. Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan
tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine / fekal ).
e. Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat trauma
kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
f. Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
g. Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat, peningkatan
sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.
B. Pemeriksaan diagnostik
2. EEG
3. Lumbal punksi
4. CT-SCAN
C. Diagnosa keperawatan
3. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh
4. Resiko tinggi kejang berulang b.d riwayat kejang
5. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
D. Intervensi keperawatan
Kriteria hasil :
- TTV stabil
Intervensi :
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil :
- tak kejang
Intervensi :
3. Dx. 3 Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d peningkatan suhu tubuh
5. Dx. 5 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat.
1. Tingkatkan intake makanan dengan menjaga privasi klien, mengurangi gangguan seperti
bising/berisik, menjaga kebersihan ruangan.
R/ : Mengurangi regurtasi.
E. Evaluasi
1. Kekurangan volume cairan tidak terjadi
F.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 2, hal 847. Cetakan ke 9. 2000 bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
khaidirmuhaj (http://khaidirmuhaj.blogspot.com/2009/02/askep-anak-kejang-demam.html)
http://www.kuliah-keperawatan.co.cc/2009/04/kejang-demam.html