Anda di halaman 1dari 25

MODEL, PENDEKATAN SUPERVISI DAN PENGAWASAN

PENDIDIKAN
(Makalah ini disusun sebagai bahan diskusi mata kuliah Supervisi dan Pengawasan
Pendidikan, semester 5, kelas A)

Dosen Pengampu :
Dr. Salman Tumanggor, M. Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 3

Ervita Medina (11180182000039)


Mohamad Rikwan Hidayat (11180182000040)
Relo Pambudi (11180182000044)

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1442 H / 2020 M
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT., yang telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baiknya bentuk, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
secara tepat waktu. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Khairul
Anam, Nabi Muhammad SAW., yang telah mengajarkan manusia dengan
sempurna tentang bagaimana menjalani kehidupan yang bermartabat.
Atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyusun makalah ini dengan
sebaik-baiknya, yang berjudul “Model, Pendekatan Supervisi dan Pengawasan
Pendidikan”. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada pihak yang terlibat
dalam penyusunan makalah ini, diantaranya :
1. Bapak Dr. Salman Tumanggor, M. Pd., selaku dosen pengampu mata
kuliah Supervisi dan Pengawasan Pendidikan yang telah berkenan
memberikan petunjuk dan bimbingan, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
2. Rekan-rekan Manajemen Pendidikan yang telah membantu kelancaran
dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari, bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
bermanfaat, serta bersifat membangun demi perbaikan penyusunan makalah
ke depannya. Demikian, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi
penyusun dan umumnya untuk semua.

Sawangan, 22 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
C. Identifikasi Masalah ......................................................................................................... 2
D. Pembatasan Masalah ........................................................................................................ 2
E. Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 2
F. Sistematika Penulisan ...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................3
A. Model-model Supervisi dan Pengawasan Pendidikan .............................3
1. Definisi Model ............................................................................................................... 3
2. Macam-macam Model Supervisi dan Pengawasan Pendidikan ............. 3
B. Pendekatan-pendekatan Supervisi dan Pengawasan Pendidikan ..... 12
1. Definisi Pendekatan .................................................................................................. 12
2. Macam-macam Pendekatan Supervisi dan Pengawasan Pendidikan 12
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 20
A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 20
B. Saran ...................................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Supervisi merupakan kegiatan wajib dalam penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu. Adanya supervisi menjadi suatu sistem untuk
menjadikan sekolah ataupun lembaga menjadi semakin baik tata kelola
(manajemen) nya, sumber daya manusia nya, baik guru, ataupun para
staff lainnya. Istilah supervisi “tidak sama” dengan istilah controlling,
inspection (inspeksi), dan directing (mengarahkan).1 Hal ini menunjukkan
bahwa antara supervisi dan pengawasan walaupun tidak sama, namun
memiliki hubungan yang erat, atau dapat dikatakan supervisi merupakan
bagian dari kegiatan controlling (pengawasan), sedangkan supervisi
menitikberatkan pada aspek sumber daya manusia (SDM).
Menurut Kimball Wiles (dalam Sahertian, 2008) , supervisi adalah
bantuan yang diberikan untuk memperbaiki situasi belajar-mengajar
agar dapat menjadi lebih baik. Seorang supervisor yang baik sebaiknya
memiliki lima keterampilan, yaitu: Keterampilan dalam hubungan-
hubungan kemanusiaan, keterampilan dalam proses kelompok,
keterampilan dalam kepemimpinan pendidikan, keterampilan dalam
mengatur tenaga kependidikan, dan keterampilan dalam evaluasi.2
Konsep ini mengartikan bahwa supervisor harus kompeten dalam
bidangnya, agar dapat melakukan penilaian secara benar. Oleh sebab itu,
tidak hanya memerhatikan kondisi diri supervisor saja, tetapi perlu
adanya wawasan yang lebih terhadap kompetensi guru dan mampu
memetakan setiap permasalahan. Dibutuhkan dukungan yang dua arah
untuk dapat menciptakan hal tersebut.
Dalam mengawasi keterampilan guru, supervisor perlu mempelajari
konsep-konsep yang mampu membawa arah komunikasi dalam
melakukan supervisi. Serta perlu adanya pemahaman terkait prinsip-
prinsip yang harus dijalankan selama memberikan penilaian di sekolah.
Oleh karena itu, dalam hal ini akan dibahas mengenai Model, Pendekatan
Supervisi dan Pengawasan Pendidikan untuk bisa mengetahui bagaimana
konsep-konsep yang berkembang dan prinsip yang menjadi aturan dalam
melaksanakan supervisi di sekolah.

1
Muwahid Shulhan, Supervisi Pendidikan (Teori dan Praktek dalam
Mengembangkan SDM Guru), (Surabaya: Acima Publising, 2012), cet. 1, hal. 6.
2
Retno Djohar Juliani, Jurnal “Model, Pendekatan, dan Teknik Supervisi di
Perguruan Tinggi”, (Semarang: Universitas Pandanaran, 2012), vol. 10, no. 22, hal.
5.

1
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah penyusun dalam membatasi pembahasan
yang akan dibahas, maka rumusan masalah yang akan dibahas sebagai
berikut:
1. Apa definisi dari model secara umum?
2. Apa saja macam-macam model supervisi dan pengawasan
pendidikan?
3. Apa definisi dari pendekatan secara umum?
4. Apa saja macam-macam pendekatan supervisi dan pengawasan
pendidikan?

C. Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diidentifikasi
sejumlah permasalahan, sebagai berikut:
1. Definisi Model.
2. Macam-macam Model Supervisi dan Pengawasan Pendidikan.
3. Definisi Pendekatan.
4. Macam-macam Pendekatan Supervisi dan Pengawasan Pendidikan.

D. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, maka dalam makalah ini penyusun
membatasi pembahasan masalah hanya pada materi Model, Pendekatan
Supervisi dan Pengawasan Pendidikan.

E. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa itu model supervisi dan pengawasan
pendidikan.
2. Untuk mengetahui macam-macam model supervisi dan
pengawasan pendidikan.
3. Untuk mengetahui apa itu pendekatan supervisi dan pengawasan
pendidikan.
4. Untuk mengetahui macam-macam pendekatan supervisi dan
pengawasan pendidikan.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari :
BAB I : Pendahuluan, yang di dalamnya terdapat latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
sistematika penulisan.
BAB II : Pembahasan, terdiri dari materi seperti: Definisi Model,
Macam-macam Model Supervisi dan Pengawasan
Pendidikan, Definisi Model, dan Macam-macam
Pendekatan Supervisi dan Pengawasan Pendidikan.
BAB III : Penutup, berisi kesimpulan dan saran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model-model Supervisi dan Pengawasan Pendidikan


1. Definisi Model
Model berasal dari bahasa Inggris, yaitu Modle, yang bermakna
bentuk atau kerangka sebuah konsep, pola atau acuan dari
supervisi yang diterapkan. Memahami model-model supervisi
memiliki banyak keuntungan tersendiri bagi siapapun yang
berprofesi sebagai supervisor pendidikan.3 Harjanto (2006)
mengartikan model sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan suatu kegiatan.
Dalam pengertian lain, “model” juga diartikan sebagai barang atau
benda tiruan dari benda sesungguhnya, misalnya “globe” merupakan
bentuk dari bumi.
Dalam uraian selanjutnya, istilah “model” digunakan untuk
menunjukkan pengertian pertama sebagai kerangka proses
pemikiran. Sedangkan, “model dasar” dipakai untuk menunjukkan
model yang “generik”, yang berarti umum dan mendasar yang
dijadikan titik tolak pengembangan model lanjut dalam artian lebih
rumit dan dalam artian lebih baru.
Raulerson (dalam Harjanto, 2006) mengartikan model sebagai
“A set of parts united by some form of interaction”, (artinya: suatu
perangkat dari bagian-bagian yang diikat atau dipersatukan oleh
beberapa bentuk hubungan saling mempengaruhi). Contohnya
sistem tata surya, sistem pencernaan, sistem kekerabatan. Khusus
dalam bahasan ini adalah model yang berkaitan dengan supervisi,
lebih tepat menggunakan istilah acuan yang dipakai dalam
melaksanakan supervisi. Jadi, yang dimaksud dengan model adalah
suatu kerangka pemikiran atau acuan dalam melaksanakan suatu
kegiatan dan di dalam konsep tersebut terdapat sistem untuk
melaksanakan kegiatan tertentu.
2. Macam-macam Model Supervisi dan Pengawasan Pendidikan
Sahertian (2000) membagi model supervisi menjadi empat
bentuk, yakni:4
a. Model Konvensional (Tradisional)
Model ini tidak lain dari refleksi dari kondisi masyarakat
pada suatu saat. Pada saat kekuasaan yang otoriter dan feodal,
akan berpengaruh pada sikap pemimpin yang otokrat dan
korektif. Pemimpin cenderung untuk mencari-cari kesalahan.
Perilaku supervisi ialah mengadakan inspeksi untuk mencari
kesalahan dan menemukan kesalahan. Perilaku seperti ini

3
Piet A. Sahertian, Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hal.
34.
4
Retno Djohar Juliani, Jurnal Op. Cit., hal. 5.

3
disebut snooper vision (memata-matai). Sering disebut supervisi
yang korektif. Memang sangat mudah untuk mengoreksi
kesalahan orang lain, tetapi lebih sulit lagi “untuk melihat
segi-segi positif dalam hubungan dengan hal-hal yang baik”.
Pekerjaan seorang supervisor yang bermaksud hanya
untuk mencari kesalahan adalah suatu permulaan yang tidak
berhasil. Mencari-cari kesalahan dalam membimbing sangat
bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi pendidikan.
Akibatnya, yang disupervisi merasa tidak puas. Ada dua sikap
yang tampak dalam kinerja yang disupervisi, yaitu acuh tak
acuh (masa bodo) dan menantang (agresif). Praktek mencari-
cari kesalahan dan menekan bawahan ini masih tampak
sampai saat ini. Para pengawas datang ke sekolah dan
menanyakan mana satuan pelajaran. Ini salah dan seharusnya
begini. Praktek-praktek supervisi seperti ini adalah cara
memberi supervisi yang konvensional. Ini bukan berarti
bahwa tidak boleh menunjukkan kesalahan. Masalahnya ialah
bagaimana cara kita mengkomunikasikan apa yang
dimaksudkan sehingga yang disupervisi menyadari bahwa dia
harus memperbaiki kesalahan. Yang disupervisi akan dengan
senang hati melihat dan menerima bahwa ada yang harus
diperbaiki. Caranya harus secara taktis pedagogis atau dengan
perkataan lain, memakai bahasa penerimaan bukan bahasa
penolakan.5
Jika diamati secara mendasar, model supervisi
konvesional ini lebih bersifat kontradiktif dengan makna dan
tujuan supervisi, yaitu membimbing kepala sekolah dan guru
guna memperbaiki serta meningkatkan kinerja profesionalitas
mereka dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
pemimpin dan pendidik di sekolah. Untuk itu, model supervisi
konvesional dalam supervisi pendidikan di era reformasi
seperti sekarang ini seharusnya tidak dipakai lagi oleh
supervisor. Model supervisi ini sebaiknya ditinggalkan dan
tidak dipaksakan untuk diterapkan supervisor dalam
melaksanakan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya.
Karenanya, tugas supervisor saat ini dan ke depan semakin
berat. Tugas yang semakin berat ini mustahil bisa dikerjakan
tanpa kolaborasi, menjalin kerja sama dan berhubungan secara
harmonis, dan ber-partner dengan pihak-pihak terkait seperti
kepala sekolah, guru, staff sekolah, peserta didik, dan semua
unsur pimpinan di sekolah.6 Oleh karena itu, model supervisi
konvensional ini dapat menjadi wawasan bagi para supervisor,

5
Ibid., hal. 6.
6
Syaiful Mustofa Jasmani, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz,
2013), hal. 91.

4
supaya tidak menggunakan model ini lagi dalam zaman
modern ini, karena tidak sesuai dengan kebutuhan sekolah
yang kian maju dalam berbagai aspek.
b. Model Supervisi Ilmiah
Model supervisi ilmiah yang didasarkan pada cara kerja
sains ini sebagai salah satu model yang modern dibandingkan
model konvesional. Model supervisi ilmiah digunakan oleh
supervisor untuk menjaring informasi atau data dalam menilai
kinerja kepala sekolah dan guru dengan cara menyebarkan
angket.
Dengan menggunakan merit rating, skala penilaian atau
checklist lalu para siswa atau mahasiswa menilai proses
kegiatan belajar mengajar guru atau dosen di kelas. Hasil
penelitian diberikan kepada guru-guru sebagai balikan
terhadap penampilan guru pada semester yang lalu. Data ini
tidak berbicara kepada guru yang mengadakan perbaikan.
Penggunaan alat perekam ini berhubungan erat dengan
penelitian. Walaupun demikian, hasil perekam data secara
ilmiah belum merupakan jaminan untuk melaksanakan
supervisi yang lebih manusiawi. Supervisi yang bersifat ilmiah
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Dilaksanakan secara berencana dan kontinu.
2) Sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik
tertentu.
3) Menggunakan teknik pengumpulan data.
4) Ada data yang objektif yang diperoleh dari keadaan yang
riil.7
Penggunaan angket dalam menilai metode pembelajaran
yang diterapkan guru di kelas menjadi efektif apabila siswa
dapat menilai dengan riil (objektif), yang nantinya penilaian
yang dihasilkan akurat sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya.
c. Model Supervisi Klinis
Supervisi klinis adalah bentuk supervisi yang difokuskan
pada peningkatan mengajar dengan melalui siklus yang
sistematik, dalam perencanaan, pengamatan, serta analisis
yang intensif dan cermat tentang penampilan mengajar yang
nyata, serta bertujuan mengadakan perubahan dengan cara
yang rasional. Supervisi klinis adalah proses membantu dosen
memperkecil kesenjangan antara tingkah laku rnengajar yang
nyata dengan tingkah laku mengajar yang ideal.8
Ada beberapa ciri supervisi klinis, diantaranya:

7
Luk Luk Nur Mufida, Supervisi Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.
29.
8
Retno Djohar Juliani, Op. Cit., hal. 7.

5
1) Dalam supervisi klinis, bantuan yang diberikan bukan
bersifat intruksi atau memerintah. Tetapi tercipta
hubungan manusiawi, sehingga guru-guru memiliki rasa
aman. Dengan timbulnya rasa aman diharapkan adanya
kesediaan untuk menerima perbaikan.
2) Apa yang akan disupervisi itu timbul dari harapan dan
dorongan dari guru sendiri karena dia memang
membutuhkan bantuan itu.
3) Satuan tingkah laku mengajar yang dimiliki guru
merupakan satuan yang terintegrasi. Harus dianalisis
sehingga terlihat kemampuan apa yang spesifik yang
harus diperbaiki.
4) Suasana dalam pemberian supervisi adalah yang penuh
kehangatan, kedekatan, dan keterbukaan.
5) Supervisi yang diberikan tidak saja pada keterampilan
mengajar tapi juga mengenai aspek-aspek kepribadian
guru, misalnya motivasi terhadap gairah mengajar.
6) Instrument yang digunakan untuk observasi disusun atas
dasar kesepakatan antara supervisor dan guru.
7) Timbal balik yang diberikan harus secepat mungkin dan
sifatnya objektif.
Ciri-ciri tersebut harusnya diperhatikan oleh seorang
supervisor. Oleh karena itu, setiap supervisor harus menguasai
prinsip-prinsip supervisi berikut ini.
1) Supervisi klinis yang dilaksanakan harus berdasarkan
inisiatif dari para guru lebih dahulu. Perilaku supervisor
harus sedemikian taktis sehingga guru-guru terdorong
untuk berusaha meminta bantuan dari supervisor.
2) Ciptakan hubungan manusiawi yang bersifat interaktif
dan rasa kesejawatan.
3) Ciptakan suasana bebas dimana setiap orang bebas
mengemukakan apa yang dialaminya. Supervisor
berusaha untuk apa yang diharapkan guru.
4) Objek kajian adalah kebutuhan profesional guru yang riil
dan bahkan mereka sungguh alami.
5) Perhatian dipusatkan pada unsur-unsur spesifik yang
harus diangkat untuk diperbaiki.9
Secara umum, supervisi klinis bertujuan untuk
memperbaiki dan meningkatkan keterampilan mengajar guru
di kelas. Sehubungan ini, supervisi klinis merupakan kunci
untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Secara
khusus supervisi klinis bertujuan untuk menyediakan suatu

9
Ali Imron, Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2010), hal. 13.

6
balikan yang objektif dalam kegiatan mengajar yang dilakukan
guru dengan berfokus terhadap:
1) Kesadaran dan kepercayaan diri dalam mengajar,
2) Keterampilan-keterampilan dasar mengajar yang
diperlukan,
3) Mendiagnosis dan membantu memecahkan
masalah-masalah pembelajaran,
4) Membantu guru mengembangkan keterampilan dalam
menggunakan strategi-strategi pembelajaran,
5) Membantu guru mengembangkan diri secara terus
menerus dalam karir dan profesi mereka secara mandiri.
Dalam supervisi klinis terdapat sejumlah prinsip umum
yang menjadi landasan praktek, antara lain, kolegial,
interaktif, bersifat demokratis, terpusat pada kebutuhan dan
aspirasi guru, dilakukan berdasarkan data observasi,
mengambil prakarsa untuk mengembangkan dirinya. Prosedur
supervisi klinis perencanaan perempuan, observasi, pertemuan
berikutnya, refleksi kolaborasi.10 Dalam hal ini, supervisi klinis
secara rasional memang perlu adanya pendekatan terhadap
guru yang menjadi objek supervisi, karena itu, perlu
diperhatikan beberapa aspek di atas agar keterampilan guru
dalam mengajar dan mendidik implementasinya dapat terus
meningkat kompetensinya.
d. Model Supervisi Artistik
Mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge),
mengajar itu suatu keterampilan (skill), tapi mengajar juga
suatu kiat (art). Sejalan dengan tugas mengajar, supervisi juga
merupakan kegiatan mendidik sehingga dapat dikatakan
bahwa supervisi adalah suatu pengetahuan, suatu
keterampilan dan juga suatu kiat.
Supervisi itu menyangkut bekerja untuk orang lain
(working for the others), bekerja dengan orang lain (working with
the others), bekerja melalui orang lain (working through the others).
Dalam hubungan bekerja dengan orang lain maka suatu rantai
hubungan kemanusiaan adalah unsur utama. Hubungan
antarmanusia dapat tercipta bila ada kerelaan untuk
menerima orang lain sebagaimana adanya. Hubungan itu dapat
tercipta bila ada unsur kepercayaan. Saling percaya, saling
mengerti, saling menghormati, saling mengakui, saling

10
Zulbakti, Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan “Penerapan Supervisi Klinis untuk
Meningkatkan Mutu Proses Pembelajaran SDN 06 Koto Gadang Guguk Kecamatan
Gunung Talang Kabupaten Solok”, (Padang: Universitas Negeri Padang, 2015), vol.
15, no. 2, hal. 28.

7
menerima seseorang sebagaimana adanya.11
Supervisor yang mengembangkan model artistik akan
menampak dirinya dalam relasi dengan guru-guru yang
dibimbing sedemikian baiknya sehingga para guru merasa
diterima. Adanya sikap seperti mau belajar mendengarkan
perasaan orang lain, mengerti orang lain dengan problema-
problema yang dikemukakan, menerima orang lain sebagaimana
adanya, sehingga menjadi dirinya sendiri. Itulah supervisi
artistik.
Menurut Segiovanni dalam Sahertian (2000), ciri khas
model artistik adalah:
1) Memerlukan perhatian, lebih banyak mendengarkan dari
pada berbicara;
2) Memerlukan keahlian keahlian khusus untuk memahami
apa yang dibutuhkan;
3) Mengutamakan sumbangan yang unik dari guru-guru
dalam rangka mengembangkan pendidikan bagi generasi
muda;
4) Menuntut memberi perhatian lebih banyak terhadap
proses kehidupan kelas dan proses itu diobservasi;
5) Memerlukan laporan yang menunjukkan dialog antara
supervisor dan yang disupervisi dilaksanakan atas dasar
kepemimpinan yang dilakukan oleh kedua belah pihak;
6) Memerlukan suatu kemampuan berbahasa dalam cara
mengungkapkan apa yang dimiliki terhadap orang lain
yang dapat membuat orang lain dapat menangkap
dengan jelas ciri ekspresi yang diungkapkan itu;
7) Memerlukan kemampuan untuk menafsir makna dari
peristiwa yang diungkapkan;
8) Menunjukkan fakta bahwa supervisi bersifat individual
dengan kekhasannya, sensitivitas dan pengalaman
merupakan instrument utama yang digunakan dimana
situasi pendidikan itu diterima dan bermakna bagi orang
yang disupervisi.12
Dalam pengajaran, guru dibedakan melalui gaya dan
kekuatan khususnya. Supervisi dengan orientasi artistik akan
mengenali gaya guru tersebut dan mencoba membantu guru
untuk mengeksploitasi dan menguatkan arah posittif yang
telah diambilnya. Bahkan terjadi, beberapa guru yang tidak
pernah cemerlang dalam memimpin diskusi kelompok
kecilnya tetapi mungkin menjadi penceramah kelas atas.
Dengan kata lain, baik kompetensi pengajaran secara umum
maupun karakteristik unik dari tampilan harus dipersepsikan

11
Retno Djohar Juliani, Loc. Cit., hal. 7.
12
Syaiful Mustofa dan Jasmani, Op. Cit., hal. 95.

8
dan dihargai.
Kemampuan mengapresiasi kualitas seperti tersebut di
atas menuntut akses terhadap proses. Dalam konser musik,
pelatih dan pemain duduk bersama untuk memberikan
komentar pada apa yang didengar. Bila latihan berulang-ulang,
maka secara bersama-sama mereka dapat membuat
perbandingan apa yang sedang didengar dan apa yang telah
didengar. Hal ini memberikan kontribusi dalam memberikan
parameter yang masuk akal bagi kritik yang diberikan
sekarang dan tentunya sangat berpengaruh terhadap
kecepatan ke arah perubahan.
Pemikiran dan hal yang dialami pemusik seperti itu amat
relevan dengan supervisi pengajaran. Pada kunjungan pertama
selama empat puluh menit tentunya akan menghambat apa
yang harus dilakukan oleh seorang supervisor selain untuk
menciptakan keakraban hubungan. Aspek pengajaran yang
perlu dimodifikasi belum terungkap. Aspek pengajaran ini
biasanya dipengaruhi oleh kebiasaan dan kebutuhan yang
hanya bisa diungkap melalui umpan balik. Oleh karenanya,
dibutuhkan percakapan singkat dengan supervisor.
Pada sisi apresiasif, pendekatan artistik untuk supervisi
berfungsi ganda, yaitu mencari apresiasi terhadap keseluruhan
kualitas penampilan termasuk kualitas-kualitas bagian-bagian
penyusunnya dan mencoba mengapresiasi karakter
penampilan yang berbeda. Pendekatan ini bertujuan unutuk
mengetahui keunikan dan perbedaan dari tiap-tiap guru.
Setelah ditemukan nilai-nilai khusus maka supervisor harus
dapat menguatkan nilai-nilai tersebut agar meningkatkan
kualitas pendidikan.
Sebuah pendekatan artistik untuk supervisi akan
memperhatikan karakter ekspresif dari apa yang dilakukan
guru dan siswa, pesan-pesan yang berisi tindakan-tindakan
eksplisit yang mereka lakukan. Hal tersebut dapat dimengerti
dari pengalaman yang dimiliki para siswa dan guru, dan tidak
mudah untuk menjelaskan dan merincikan tindakan-tindakan
yang mereka lakukan. Sebuah kondisi memiliki arti bagi
orang-orang yang terlibat di dalamnya dan bagaimana
tindakan-tindakan dalam suatu situasi tercipta atau memberi
suatu arti. Hal ini tentunya merupakan fenomena yang
menarik yang dapat diamati melalui pendekatan artistik
supervisi. Tentunya akan menjadi lebih hebat lagi jika
supervisor juga membangun situasi secara artistik.
Sisi apresiasif dari supervisi yang dimaksud sebagai hal
yang berkaitan dengan pendidikan adalah separuh bagian.
Apresiasi dapat dilakukan sendiri, dan tentunya tidak perlu
dibagi lagi agar dapat dilakukan secara utuh. Meskipun

9
demikian, suka dan duka pribadi, walaupun signifikan bagi
yang mengalami, perlu dipublikasikan agar berguna bagi yang
lain. Bagian lain dari sisi apresiasif ini disebut kritik
pendidikan. Kritik yang dimaksud disini adalah penampilan
dalam bahasa artistik yang dialami seseorang sehingga dapat
membantu guru dan orrang-orang yang peduli dengan sekolah.
Fungsi kritik yang dikeluarkan oleh supervisor adalah untuk
membantu orang lain menghargai apa yang biasa terjadi. Para
supervisor dapat melakukan hal ini dengan mengembangkan
level yang lebih tinggi dalam pendidikan sejak dalam proses
supervisi terdapat bahan kritik yang dikemas dalam bahasa
ekspresif dan artistik.
Kemampuan untuk melihat situasi adalah penting untuk
supervisi. Salah satu aturan dari supervisor adalah untuk
mengkondisikan orang-orang memegang aspek-aspek dari
situasi yang mungkin mendapat penghargaan. Kebiasaan yang
mungkin membuat respon otomatis dan menambah tindakan
yang efisien, dan pada saat yang sama sepertinya mengaburkan
sesuatu yang karakteristiknya penting. Banyak guru yang
telah mengajar 10 atau 20 tahun tetapi tidak melihat ke dalam
kelas yang mereka miliki. Melihat ke dalam kelas sama
pentingnya dengan kemampuan menggambarkan dan
mengartikan apa yang telah dilihat dan dihargai oleh nilai-nilai
pendidikan.
Aspek penghargaan dan evaluasi pada kritik pendidikan
menjadi tujuan penting dalam penggambaran dan
kebermaknaan pendidikan. Pendidikan yang telah signifikan
dalam prakteknya tidak dapat dibatasi melalui tes statistik
seperti tes-tes yang berupa pertanyaan yang berhubungan
dengan bobot dari pertanyaan-pertanyaan. Pengkritik
pendidikan dan supervisor yang menggunakan pendekatan
artistik dalam supervisi diwajibkan untuk memberi nilai dari
apa yang telah dilihat dengan menerapkannya pada
pendidikan. Hal ini tentunya bukanlah sesuatu yang mudah
dan sederhana. Melakukan hal ini secara lengkap, pengkritik
membutuhkan kesadaran bermacam-macam cara dimana sifat-
sifat pendidikan dapat diperlihatkan sehingga penghargaan
yang diberikan benar-benar patut dan layak diberikan.
Seseorang butuh mengenali kualitas unik dari pembelajaran
dan cara-cara khusus dimana kelas sangat mempengaruhi
perkembangan pendidikan siswa.
Ada delapan ciri yang muncul dari pendekatan artistik
untuk supervisi yaitu sebagai berikut.
1) Pendekatan artistik untuk supervisi membutuhkan
perhatian untuk karakter dari kejadian yang ekspresif,
tidak mudah untuk makna harfiah.

10
2) Pendekatan artistik pada supervisi membutuhkan level
pendidikan yang tinggi, kemampuan untuk melihat
apakah sudah signifikan.
3) Pendekatan artistik pada supervisi menghargai
kontribusi unik dari guru untuk perkembangan
pendidikan dimana kontribusi-kontribusi para guru
adalah sama antara satu dengan yang lain.
4) Pendekatan artistik pada supervisi meminta perhatian
dari proses kehidupan kelas dan proses ini dibservasi
pada suatu waktu sehingga kejadian yang signifikan
ditempatkan dalam konteks sementara.
5) Pendekatan artistik pada supervisi membutuhkan
hubungan yang dibangun antara supervisor dan yang
diawasi sehingga dapat dibangun dialog dan
ditumbuhkan kepercayaan di antara keduanya.
6) Pendekatan artistik pada supervisi membutuhkan
kemampuan untuk menggunakan bahasa dan
memanfaatkan potensinya untuk membuat publik
berkarakter ekspresif terhadap apa yang dilihat.
7) Pendekatan artistik pada supervisi membutuhkan
kemampuan untuk mengartikan makna dari kejadian-
kejadian yang terjadi pada orang yang berpengalaman
dan mampu menghargai pentingnya pendidikan.
8) Pendekatan artistik pada supervisi menerima kenyataan
bahwa supervisor sebagai individu dengan kekuatannya,
sensitivitasnya dan pengalamannya adalah “alat” penting
untuk menafsirkan dan mengartikan situasi pendidikan.13
Keempat model tersebut dapat menjadi acuan supervisor
dalam melaksanakan kegiatan penilaian dan pemberian masukan
terhadap kinerja para guru dan staff. Pedoman ini menjadi penting
untuk mengetahui berbagai situasi yang berada dalam lingkungan
pendidikan masing-masing sekolah dan mampu untuk masuk ke
dalam berbagai lingkungan yang memiliki masalah yang berbeda-
beda dan dengan penanganan yang berbeda pula. Maka dari itu,
diharapkan para supervisor agar dapat menerapkan model sesuai
dengan kebutuhan lingkungan pendidikan yang sedang dinilai.
Agar menjadi lebih terarah, perlu diperhatikan pula prinsip-prinsip
yang ada di dalam model-model di atas.

13
Meilani Hartono, Artikel “Supervisi dengan Pendekatan Artistik pada
Pembelajaran”, (Jakarta: Universitas Bina Nusantara, 2016).

11
B. Pendekatan-pendekatan Supervisi dan Pengawasan Pendidikan
1. Definisi Pendekatan
Pendekatan secara umum menurut KBBI V mempunyai arti
sebagai proses, cara, perbuatan mendekati. Secara antropologi
mempunyai arti sebagai usaha dalam rangka aktivitas penelitian
untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, metode
untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian. Sedangkan,
arti dari Supervisi adalah segala bantuan dari para pemimpin
sekolah, yang bertujuan kepada perkembangan kepemimpinan
guru-guru dan personel sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan-
tujuan pendidikan. Ia berupa dorongan, bimbingan, dan
kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru,
seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-
pembaharuan dalam pendidikan dan pengajaran, pemilihan alat-alat
pelajaran dan metode-metode mengajar yang lebih baik, cara-cara
penilaian yang sistematis terhadap fase seluruh proses pengajaran,
dan sebagainya.14 Jadi, pendekatan supervisi adalah sebuah usaha
atau bantuan dari supervisor kepada para guru dengan
menggunakan pendekatan-pendekatan yang dapat membentuk
kompetensi guru, mengajarkan keterampilan, dan lain sebagainya
guna tercapainya sasaran pembelajaran yang diinginkan.
2. Macam-macam Pendekatan Supervisi dan Pengawasan
Pendidikan
Pendekatan yang digunakan guru dalam menerapkan supervisi
pendidikan sering didasarkan pada prinsip-prinsip atau aliran-
aliran dari psikologi. Seorang guru yang mendapat layanan supervisi
akan mengalami proses belajar. Ia akan melakukan dari pengalaman
mengajarnya dan dengan bantuan supervisor berusaha untuk
memperbaiki perilaku mengajarnya. Dengan demikian, perlu adanya
pendekatan dalam supervisi yang didasarkan atas aliran-aliran
psikologi yang menjelaskan tentang proses belajar, seperti yang
disebutkan bawah ini.
a. Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanistik timbul dari keyakinan bahwa
guru tidak dapat diperlakukan sebagai alat semata-mata
untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar. Guru
mengalami perkembangan secara terus-menerus dan program
supervisi harus dirancang untuk mengikuti pola
perkembangan itu. Belajar harus dilakukan melalui
pemahaman tentang pengalaman nyata yang diambil secara
langsung.
Teknik supervisi yang digunakan oleh para supervisor
yang menggunakan humanistik tidak mempunyai format yang

14
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2014), cet. 22, hal . 76.

12
standar, tetapi tergantung pada kebutuhan guru. Mungkin ia
hanya mendengar tanpa membuat obsevasi atau mengatur
penaatan dengan atau tanpa memberi sumber dan bahan
belajar yang diminta guru. Jika tahapan supervisi dibagi
menjadi tiga bagian (pembicaraan awal), observasi, analisis,
dan interpretasi serta pembicaraan akhir, maka supervisi
sebagai berikut:
1) Pembicaraan Awal
Dalam pembicaraan awal, supervisor memancing
apakah dalam mengajar guru menemukan kesulitan.
Pembicaraan ini dilakukan secara informal. Jika dalam
pembicaraan ini guru tidak minta dibantu, maka proses
supervisi akan berhenti. Ini disebut dengan titik lanjutan
atau berhenti (go-or-no-point).
2) Observasi
Jika guru perlu bantuan, supervisor mengadakan
observasi kelas. Dalam observasi kelas, supervisor masuk
kelas dan duduk di belakang tanpa mengambil catatan. Ia
mengamati kegiatan kelas.
3) Analisis dan Interpretasi
Sesudah melakukan observasi, supervisor kembali
ke kantor memikirkan kemungkinan kekeliruan guru
dalam melaksanakan proses belajar-mengajar. Jika
menurut supervisor, guru telah menemukan jawaban
maka supervisor tidak akan memberikan nasihat kalau
tidak diminta. Apabila diminta nasihat oleh guru,
supervisor hanya melukiskan keadaan kelas tanpa
memberikan penilaian. Kemudian menanyakan, apakah
yang dapat dilakukan oleh guru tersebut untuk
memperbaiki situasi itu. Kalau diminta sarannya
supervisor akan memberikan kesempatan kepada guru
untuk mencoba cara lain yang kiranya tepat dalam upaya
mengawasi.
4) Pembicaraan Akhir
Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode ini
guru dan supervisor mengadakan pembicaraan akhir.
Dalam pembicaraan akhir ini, supervisor berusaha
membicarakan apa yang sudah dicapai oleh guru dan
menjawab apabila ada pertanyaan, serta menanyakan
jikalau guru perlu bantuan kembali.
5) Laporan
Laporan disampaikan secara deskriptif dengan
interpretasi berdasarkan judgment supervisor. Laporan ini
ditulis untuk guru, kepala sekolah atau atas nama kepala
sekolah, untuk bahan perbaikan selanjutnya.

13
b. Pendekatan Kompetensi
Pendekatan ini mempunyai makna, bahwa guru harus
mempunyai kompetensi tertentu untuk melaksanakan
tugasnya. Pendekatan kompetensi didasarkan atas asumsi
bahwa tujuan supervisi adalah membentuk kompetensi
minimal yang harus dikuasai guru. Guru tidak memenuhi
kompetensi itu dianggap tidak akan produktif. Tugas
supervisor adalah menciptakan lingkungan yang sangat
terstruktur sehingga secara bertahap guru dapat menguasai
kompetensi yang dituntut dalam mengajar.
Situasi yang terstruktur ini antara lain, meliputi adanya:
1) Definisi tentang tujuan kegiatan supervisi yang
dilaksanakan untuk tiap kegiatan,
2) Penilaian kemampuan awal guru dengan segala
pirantinya,
3) Program supervisi yang dilakukan dengan segala rencana
terinci dengan pelaksanaannya, dan
4) Monitoring kemampuan guru dan penilaian untuk
mengetahui apakah program itu berhasil atau tidak.
Instrument supervisi yang digunakan dalam pendekatan
ini adalah format-format yang berisi:
1) Tujuan supervisi,
2) Target yang akan dicapai,
3) Tugas supervisor dan guru untuk memperbaiki unjuk
kerja guru,
4) Kriteria pencapaian target,
5) Pengumpulan data monitoring,
6) Evaluasi dan tindak lanjut.
Analisis dilakukan secara bersama-sama (kolaboratif)
antara supervisor dan guru, sehingga dicapai kesepakatan
tentang status kompetensi guru setelah pelaksanaan supervisi.
Kesempatan ini dilakukan melalui pembicaraan akhir.15 Maka
dari itu, setiap instrument perlu dipertimbangkan secara
matang agar pelaksanaannya baik hingga pada tahap evaluasi
nantinya bisa sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
c. Pendekatan Klinis
Pendekatan ini dilaksanakan secara sistematik, analitik,
dan fokus pada keterperincian, seperti halnya dilaksanakan
dalam proses klinis. Supervisi klinis dikembangkan di
Amerika tahun 1950 dan diadopsi dalam beberapa program
pelatihan. Tujuan supervisi klinis adalah meningkatkan
pengajaran sebagai bentuk dari perilaku manusia yang

15
Daryanto dan Tutik Rachmawati, Supervisi Pembelajaran: Controlling,
Correcting, Judging, Directing, Demonstration, (Yogyakarta: Gava Media, 2015), cet.
1, hal. 50-53.

14
mempunyai struktur tertentu sehingga dapat dikontrol.
Hubungan guru dan supervisor dipandang sebagai hubungan
timbal balik dalam kerangka menghormati otonomi individu,
memberikan peluang inkuiri mandiri, analisis, pengujian dan
evaluasi.16
Dalam konteks peningkatan kemampuan instruksional
guru, supervisi klinis berorientasi pada bimbingan atau
bantuan terhadap guru dalam memecahkan masalah dalam
pengajaran baik secara individual maupun kelompok.17 Asumsi
dasar pendekatan ini adalah proses belajar guru untuk
berkembang dalam jabatannya tidak dapat dipisahkan dari
proses belajar yang dilakukan guru tersebut. Belajar bersifat
individual. Oleh karena itu, proses sosialisasi harus dilakukan
dengan membantu guru secara tatap muka dan individual.
Pendekatan ini mengkombinasikan target yang terstruktur
dan pengembangan pribadi.
Sasaran supervisi klinis adalah perbaikan pengajaran dan
bukan perbaikan kepribadian guru. Untuk ini supervisor
diharapkan untuk mengajarkan berbagai keterampilan pada
guru yang meliputi, antara lain:
1) Keterampilan mengamati dan memahami (mempersepsi)
proses pengajaran secara analitis,
2) Keterampilan menganalisis proses pengajaran proses
pengajaran secara rasional berdasarkan bukti-bukti
pengamatan yang jelas dan tepat,
3) Keterampilan dalam pembaharuan kurikulum,
pelaksanaan, serta percobaan, dan
4) Keterampilan dalam mengajar.
Dalam supervisi klinis, supervisor dan guru merupakan
teman sejawat dalam memecahkan masalah pengajaran di
kelas. Sasaran supervisi klinis seringkali dipusatkan pada:
1) Kesadaran dan kepercayaan diri dalam melaksanakan
tugas mengajar,
2) Keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam
mengajar (generic skill) yang meliputi: keterampilan dalam
menggunakan variasi dalam mengajar dan menggunakan
stimulasi, keterampilan melibatkan peserta didik dalam
proses belajar, serta keterampilan dalam mengelola kelas
dan disiplin kelas.
Terdapat lima langkah dalam melaksanakan supervisi
klinis yaitu:

16
E. Stones, Supervision in Teacher Education: A Counselling and Pedagogical
Approach, (London: Methuen & Co. Ltd., 2003), hal. 33.
17
Asep Sudarsyah, Supervisi Berbasis Sekolah: dalam Membangun Komunitas
Belajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), cet. 1, hal. 32.

15
1) Pembicaraan pra-observasi,
2) Melaksanakan observasi,
3) Melakukan analisis dan penentu strategi,
4) Melakukan pembicaraan tentang hasil supervisi, serta
5) Melakukan analisis setelah pembicaraan.
Kelima langkah tersebut perlu diperhatikan matang-
matang agar dari segi perencanaan supervisi hingga tahap
pengevaluasian dapat diimplementasikan secara benar dan
terukur secara tepat.
d. Pendekatan Profesional
Menunjuk pada fungsi utama guru yang melaksanakan
pengajaran secara profesional. Asumsi dasar pendekatan ini
adalah, bahwa karena tugas utama profesi guru itu adalah
mengajar maka sasaran supervisi juga harus mengarahkan
pada hal-hal yang menyangkut tugas mengajar itu dan bukan
tugas guru yang bersifat administratif.18 Namun, realitanya
jarang sekali ditemukan supervisor yang langsung melihat apa
yang terjadi di kelas, seperti bagaimana sebenarnya guru
mengajar di kelas, metode seperti apa yang ditawarkan guru
untuk membangun kelas yang interaktif dan menyenangkan.
Oleh karena itu, dalam pendekatan profesional ini, supervisor
pun perlu untuk mendatangi kelas agar secara langsung
melihat kondisi belajar yang terjadi.
Adapun pendekatan dalam supervisi secara teoritis, terdapat
beberapa pendekatan yang dapat digunakan supervisor dalam
melakukan supervisi pendidikan sebagai berikut:
a. Pendekatan Langsung (Direct Approach)
Pendekatan langsung adalah cara pendekatan terhadap
permasalahan yang bersifat langsung. Supervisor memberikan
arahan secara langsung kepada kepala sekolah dan guru-guru
yang disupervisi sehingga perilaku supervisor lebih dominan.
Pendekatan langsung (direct) ini berdasarkan pada pemahaman
terhadap psikologi behaviorisme yang pada prinsipnya
menyatakan, bahwa segala perbuatan berasal dari refleks,
yaitu respons terhadap rangsangan atau stimulus. Oleh karena
itu, guru yang mengalami kekurangan, perlu diberi rangsangan
agar dia dapat bereaksi. Seorang supervisor dapat
menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman
(punishment).
Perilaku supervisor dalam pendekatan langsung (direct)
adalah sebagai berikut: menjelaskan, menyajikan,
mengarahkan, memberi contoh, menetapkan tolok ukur, dan
memberi penguatan. Perilaku supervisor dilakukan secara

18
Daryanto dan Tutik Rachmawati, Op. Cit., hal. 56.

16
bertahap, mulai dari percakapan awal sampai dengan
percakapan akhir setelah ditemukan permasalahan yang
diperoleh melalui observasi dan interview dengan kepala
sekolah dan guru.
b. Pendekatan Tidak Langsung (Non-Direct Approach)
Pendekatan non-direktif adalah cara pendekatan
terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung.
Supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan,
tapi ia terlebih dahulu mendengarkan secara aktif apa yang
dikemukakan kepala sekolah dan para guru. Supervisor
memberikan kesempatan yang sebanyak mungkin kepada
kepala sekolah dan para guru untuk mengemukakan
permasalahan yang mereka alami.
Pendekatan non-direktif ini berdasarkan pada
pemahaman psikologi humanistic yang dalam prinsipnya
menyatakan bahwa orang yang akan dibantu itu sangat
dihargai. Oleh karena itu, pribadi kepala sekolah dan guru
yang akan dibina begitu dihormati sehingga supervisor lebih
banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi oleh
kepala sekolah dan guru dan supervisor mencoba
mendengarkan serta memahami apa yang dialami kepala
sekolah dan para guru.
Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif
sebagai berikut: mendengarkan, memberikan penguatan,
menjelaskan, menyajikan, dan memecahkan permasalahan.
Perilaku supervisor dilakukan secara berkesinambungan,
mulai dari permasalahan yang dialami oleh kepala sekolah dan
para guru di lapangan dan kemudian dicari pemecahan
masalahnya (problem solving).
c. Pendekatan Kolaboratif (Collaborative Approach)
Pendekatan kolaboratif adalah pendekatan yang
memadukan cara pendekatan direktif dengan pendekatan
non-direktif menjadi cara pendekatan baru. Pada pendekatan
ini, supervisor dan kepala sekolah, guru, dan staff sekolah
bersama-sama dan bersepakat untuk menetapkan struktur,
proses, dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan
terhadap masalah yang dihadapi.
Pendekatan kolaboratif didasarkan pada psikologi
kognitif yang pada prinsipnya menyatakan bahwa belajar
adalah hasil paduan antara kegiatan individu dengan
lingkungan, yang pada gilirannya nanti akan berpengaruh
dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian,
pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah, yaitu
dari arah atas ke bawah (top down) dan dari arah bawah ke atas
(bottom up).

17
Perilaku supervisor dalam pendekatan kolaboratif
sebagai berikut: menyajikan, menjelaskan, mendengarkan,
memecahkan permasalahan, dan negosisasi. Perilaku
supervisor dilakukan secara bertahap, mulai dari pertanyaan
awal dengan mengemukakan permasalahan yang kemudian
dinegosiasi bersama-sama dan dicari pemecahan
permasalahannya.19
Di dalam lingkungan sekolah yang pada intinya adanya
proses kegiatan belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru
kepada para peserta didiknya. Dalam hal ini seorang guru
merupakan faktor yang utama dalam proses peningkatan dan
perbaikan pengaiaran. Untuk meningkatkan perbaikan dan
kualitas kepala sekolah disinilah seorang supervisor harus bisa
melakukan pendekatan dan teknik secara manusiawi karena
setiap kepala sekolah mempunyai karakteristik yang berbeda
sehingga supervisor harus bisa menempatkan pendekatan dan
teknik dalam meningkatkan kinerja kepala sekolah harus
sesuai dengan situasi dan kondisi. Mempelajari berbagai
pendekatan dalam supervisi memungkinkan kepala sekolah
untuk mempunyai wawasan yang luas tentang pekerjaan
supervisor.
Dalam proses pembinaan, kepala sekolah mengalami
pertumbuhan secara terus-menerus. Tugas supervisi adalah
membimbing sehingga makin lama kepala sekolah makin
dapat berdiri sendiri dan bertumbuh dalam jabatannya usaha
sendiri. Belajar harus dilakukan melalui pengamatan dan
pemahaman dengan pengalaman yang nyata. Melalui
pendekatan-pendekatan di atas ini, supervisor percaya, bahwa
kepala sekolah dan guru melakukan analisis dan memecahkan
masalah yang dihadapinya dalam mengelola lembaga
pendidikan di tingkat persekolahan.
Kepala Sekolah merasakan adanya kebutuhan, bahwa ia
harus berkembang dan mengalami perubahan, selanjutnya ia
bersedia mengambil tanggung jawab terjadinya perubahan.
Jika kondisi seperti ini ada, maka perbaikan pengajaran itu
dapat terjadi. Jadi, supervisor berfungsi sebagai fasilitator
dengan menggunakan struktur formal sesedikit mungkin.
Pada kebanyakan kasus di lapangan, supervisor
diidentikkan dengan tugas-tugas yang terkesan membebankan
guru, kepala sekolah, serta sekolah itu sendiri, sehingga kesan
ini muncul tentu tidak dengan sendirinya, oleh sebab itu,
langkah yang harus dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta
pengawas hendaknya duduk bersama dan merumuskan
kepentingan bersama yang berorientasi pada kepentingan

19
Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa, Op. Cit., hal. 68-70.

18
kelembagaan pendidikan secara menyeluruh.20 Duduk
bersama diartikan sebagai membangun komunikasi dan
interaksi yang kooperatif. Dalam hal ini tentu kedua belah
pihak sama-sama mengetahui maksud dan tujuan ada
supervisi di sekolah. Oleh karena itu, perlu adanya
keterbukaan dengan membangun komunikasi yang memiliki
feedback (umpan balik). Nantinya akan memudahkan keduanya
untuk bisa membangun sistem sekolah yang lebih efektif dan
efisien.
Dengan demikian, dapat dikatakan, bahwa pendekatan dalam
supervisi secara teoritis ini hampir sama dengan pendekatan
supervisi yang berdasarkan dari aliran-aliran psikologi, karena
pendekatan-pendekatan yang sudah disebutkan dalam supervisi
secara teoritis itu sama-sama melibatkan pemahaman yang
berdasarkan dari psikologi dan dengan prinsip pendekatan di atas,
maka jelaslah masing-masing tugas, peran serta fungsinya, dan yang
lebih penting masing-masing dapat mengukur efektifitas kinerja
terkait baik di lingkungan guru, kepala sekolah, ataupun pengawas
pendidikan.

20
Muwahid Shulhan, Op. Cit., hal. 62-63.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan Model, Pendekatan
Supervisi dan Pengawasan Pendidikan, adalah sebagai berikut. Model adalah
suatu kerangka pemikiran atau acuan dalam melaksanakan suatu
kegiatan dan di dalam konsep tersebut terdapat sistem untuk
melaksanakan kegiatan tertentu. Terdapat empat bentuk model dalam
supervisi dan pengawasan pendidikan yang bisa menjadi suatu konsep
untuk digunakan, diantaranya ada model konvensional (tradisional),
model supervisi ilmiah, model supervisi klinis, dan model supervisi
artistik. Serta lebih lanjut, di dalam keempat model tersebut memiliki
berbagai prinsip-prinsip yang menjadi pegangan kendali keempat model.
Pendekatan supervisi adalah sebuah usaha atau bantuan dari
supervisor kepada para guru dengan menggunakan pendekatan-
pendekatan yang dapat membentuk kompetensi guru, mengajarkan
keterampilan, dan lain sebagainya guna tercapainya sasaran
pembelajaran yang diinginkan. Adapun dalam supervisi dan pengawasan
pendidikan, terdapat dua kelompok pembagian pendekatan, yaitu yang
didasarkan atas aliran-aliran psikologi yang menjelaskan tentang proses
belajar dan berdasarkan teoritis. Beberapa pendekatan berdasarkan
aliran-aliran psikologi, diantaranya pendekatan humanistik, pendekatan
kompetensi, pendekatan klinis, pendekatan profesional, pendekatan
kolaboratif. Sedangkan, berdasarkan konsep teoritis, dibagi ke dalam
pendekatan langsung (direct approach), pendekatan tak langsung (non-
direct approach), dan pendekatan kolaboratif (collaborative approach). Pada
konsep pendekatan-pendekatan di atas sebenarnya mengandung makna
yang sama. Pendekatan yang digunakan guru dalam menerapkan
supervisi pendidikan sering didasarkan pada prinsip-prinsip atau aliran-
aliran dari psikologi. Seorang guru yang mendapat layanan supervisi
akan mengalami proses belajar. Ia akan melakukan dari pengalaman
mengajarnya dan dengan bantuan supervisor berusaha untuk
memperbaiki perilaku mengajarnya.
Baik dari model maupun pendekatan, menjadi suatu sistem yang
saling mendukung. Bahwasanya model merupakan sebuah konsep yang
di dalamnya terdapat pendekatan untuk melaksanakan prinsip-prinsip
di dalamnya. Oleh karena itu, dalam supervisi pendidikan, supervisor
harus cerdas dalam melihat situasi dan kondisi di sekolah dan
memberikan penilaian secara objektif yang didukung oleh pihak sekolah
yang memberikan dukungan secara rasional dan akuntabel (dapat
dipertanggungjawabkan). Semua ini bertujuan untuk mendapatkan
solusi bagi setiap sekolah untuk mengembangkan metode pembelajaran,
memerhatikan keterampilan atau kompetensi guru agar segala
sesuatunya sesuai dengan apa yang dibutuhkan sekolah. Yang paling
penting adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan.

20
B. Saran
Adapun beberapa masukan untuk setiap sekolah pada umumnya,
bahwasanya adanya model dan pendekatan ini memudahkan supervisor
dan para stakeholders sekolah untuk bisa berkolaborasi dan kooperatif
dengan adanya supervisi dan pengawasan. Supervisor harus memetakan
keadaan sekolah sebelum ia melaksanakan supervisi, karena untuk
memudahkan dalam pengkomunikasian kepada pihak yang disupervisi.
Supervisor ketika ingin menilai suatu objek di sekolah, harus benar-
benar menelaah kondisi nya secara riil, dengan data yang ada. Apabila
ingin menilai guru, maka temuilah guru di kelas, lihatlah cara guru
tersebut dalam melakukan proses belajar mengajar. Setelah itu,
komunikasikan kepada guru tersebut tentang apa saja yang perlu
diperbaiki dan ditingkatkan. Selain itu, pihak sekolah juga tidak
diizinkan untuk menutup-nutupi kondisi riil sekolah, karena akan
berakibat fatal apabila terdapat penilaian yang tidak sesuai. Kepala
sekolah pun dalam hal ini perlu memberikan perhatian terhadap guru-
guru agar bisa mengkomunikasikan secara baik dan benar kepada
supervisor. Saran lainnya, yaitu agar setiap dari kita yang nantinya
mempunyai minat untuk menjadi seorang supervisor, diharapkan untuk
menganalisis setiap permasalahan yang ada di berbagai sekolah. Dan
berlatih menjadi orang yang berwawasan luas, objektif, dan rasional, agar
nantinya siap untuk mendapatkan tantangan-tantangan dalam
membantu menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di sekolah.

21
DAFTAR PUSTAKA

Asf, Jasmani dan Syaiful Mustofa. 2013. Supervisi Pendidikan: Trobosan Baru dalam
Kinerja Peningkatan Kerja Pengawas Sekolah dan Guru. Cet. 1. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Daryanto dan Tutik Rachmawati. 2015. Supervisi Pembelajaran: Controlling,
Correcting, Judging, Directing, Demonstration. Cet. 1. Yogyakarta: Gava Media.
Hartono, Meilani. 2016. Artikel “Supervisi dengan Pendekatan Artistik pada
Pembelajaran”. Jakarta: Universitas Bina Nusantara. Sumber:
https://pgsd.binus.ac.id/2016/12/26/supervisi-dengan-pendekatan-
artistik-pada-pembelajaran/. (Dilansir pada Senin, 14 September 2020).
Imron, Ali. 2010. Supervisi Pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Sinar
Grafika.
Juliani, Retno Djohar. 2012. Jurnal “Model, Pendekatan, dan Teknik Supervisi di
Perguruan Tinggi”. Vol. 10. No. 22. Semarang: Universitas Pandanaran.
Sumber: https://jurnal.unpand.ac.id/index.php/dinsain/article/view/107.
(Dilansir pada Senin, 14 September 2020).
Mufida, Luk Luk Nur. 2009. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Teras.
Purwanto, M. Ngalim. 2014. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Cet. 22.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sahertian, Piet A. 1990. Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Shulhan, Muwahid. 2012. Supervisi Pendidikan: Teori dan Terapan dalam
Mengembangkan SDM Guru. Cet. 1. Surabaya: Acima Publishing.
Stones, E. 2003. Supervision in Teacher Education: A Counselling and Pedagogical
Approach. London: Methuen & Co. Ltd.
Sudarsyah, Asep. 2017. Supervisi Berbasis Sekolah: dalam Membangun Komunitas
Belajar. Cet. 1. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Zulbakti. 2015. Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan “Penerapan Supervisi Klinis untuk
Meningkatkan Mutu Proses Pembelajaran SDN 06 Koto Gadang Guguk Kecamatan
Gunung Talang Kabupaten Solok”. Vol. XV. No. 2. Padang: Universitas Negeri
Padang. Sumber:
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/pedagogi/article/download/5826/455
5. (Dilansir pada Senin, 14 September 2020).

22

Anda mungkin juga menyukai