Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA


PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

OLEH :
NI KADEK SWANDEWI UTAMI
P07120017192
TINGKAT 3.5 SEMESTER V

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI D III JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI

Konsep Dasar Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama melalui ikatan
perkawinan dan kedekatan emosi yang masing-masing mengidentifikasi diri sebagai
bagian dari keluarga (Ekasari, 2008).
Menurut Duval, 1997 (dalam Friedman, 2010) mengemukakan bahwa keluarga adalah
sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang
bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial setiap anggota.
Bailon, 1978 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga sebagai dua atau
lebih individu yang berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan atau adopsi,
hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam peranannya dan
menciptakan serta mempertahankan budaya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang
dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah, hidup dalam satu rumah
tangga, memiliki kedekatan emosional, dan berinteraksi satu sama lain yang saling
ketergantungan untuk menciptakan atau mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota dalam rangka
mencapai tujuan bersama.

2. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga


Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Friedman (2010), ada 8 tahap
tumbuh kembang keluarga, yaitu :
a. Tahap I : Keluarga Pemula
Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan yang saling
memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis,
merencanakan keluarga berencana.
b. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur 30
bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga muda
sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan,
memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan peran
orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga
besar masing-masing pasangan.
c. Tahap III: Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan anggota
keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang baru sementara
tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan norma kehidupan,
mulai mengenalkan kultur keluarga, menanamkan keyakinan beragama,
memenuhi kebutuhan bermain anak.
d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak termasuk
meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, memenuhi
kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga, membiasakan belajar teratur,
memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolah.
e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan kebebasan
dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan
kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara orang tua
dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam batasan
tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
f. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak
pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas
perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari hasil pernikahan anak-
anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan menyelesaikan kembali
hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari
suami dan istri.
g. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika
orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun.
Tugas perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat,
mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia dan
anak-anak, memperoleh hubungna perkawinan yang kokoh.
h. Tahap VIII: Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun terutama
berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir dengan pasangan
lain meninggal. Tugas perkembangan keluarga adalah mempertahankan
pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap pendapatan yang
menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan keluarga antara generasi.

3. Tipe Keluarga
Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga, yaitu :
a. Keluarga Tradisional
1) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang
hidup dalam rumah tangga yang sama.
2) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang hanya dengan satu
orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah, atau ditinggalkan.
3) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau tidak ada
anak yang tinggal bersama mereka.
4) Bujang dewasa yang tinggal sendiri
5) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah, istri
tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau bekerja.
6) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau anggota
yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah geografis.
b. Keluarga non tradisional
1. Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah
(biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).
2. Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak
3. Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama hidup
bersama sebagai pasangan yang menikah
4. Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu pasangan
monogamy dengan anak-anak, secara bersama menggunakan fasilitas, sumber
dan mempunyai pengalaman yang sama.

Menurut Allender dan Spradley (2005)


a. Keluarga tradisional
1) Keluarga Inti (Nuclear Family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri,
dan anak kandung atau anak angkat
2) Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek,
paman, dan bibi
3) Keluarga dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak
4) Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak
kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena perceraian atau kematian.
5) Single adult yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dariseorang dewasa saja
6) Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang
berusia lanjut.
b. Keluarga non tradisional
1) Commune family yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah hidup
serumah
2) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah
3) Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama dalam
satu rumah tangga
Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988) dalam Setiawati dan Darmawan (2008)
a. Keluarga berantai (sereal family) yaitu keluarga yang terdiri dari wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
b. Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami dan hidup
secara bersama-sama.
c. Keluarga kabitas yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan
4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga atau
sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya. Fungsi keluarga menurut
Friedman (1998) dalam Setiawati dan Darmawan (2008), yaitu:
a. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.
b. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan perilaku
yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya anak.
c. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin
pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental, dan spiritual, dengan cara
memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap
anggota keluarga.
d. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang, pangan,
dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber daya keluarga.
e. Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujukan untuk meneruskn keturunan tetapi untuk
memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.
f. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying dan rasa
aman/ memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina pendewasaan
kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
g. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan,
keterampilan membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk kehidupan
dewasa mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
5. Tugas Keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah kesehatan. Asuhan
keperawatan keluarga mencantumkan lima tugas keluarga sebagai paparan etiologi/
penyebab masalah dan biasanya dikaji pada saat penjajagan tahap II bila ditemui data
malaadapti pada keluarga. Lima tugas keluarga yang diaksud adalah:
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana persepsi
keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala, factor
penyebab dan persepsi keluarga terhadap masalah yang dialami keluarga.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh mana keluarga
mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, bagaimana masalah dirasakan
keluarga, bagaimana keluarga menanggapi masalah yang dihadapi, adakah rasa
takut terhadap akibat atau adakah sifat negative dari keluarga terhadap masalah
kesehatan, bagaimana system pengambilan keputusan yag dilakukan keluarga
terhadap anggota keluarga yang sakit.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, seperti
bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan perkembangan
perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga serta sikap
keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti pentingnya hygiene
sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan penyakit yang dilakukan keluarga.
Upaya pemeliharaan lingkungan yang dilakukan keluarga, kekompakan anggota
keluarga dalam menata lingkungan dalam dan lingkungan luar rumah yang
berdampak terhadap kesehatan keluarga.
e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan, seperti
kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan yang ada, keuntungan keluarga terhadap
penggunaan fasilitas kesehatan, apakah pelayanan kesehatan terjangkau oleh
keluarga, adakah pengalaman yang kurang baik yang dipersepsikan keluarga.
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA
PASIEN DENGAN HIPERTENSI

A. Konsep Dasar Penyakit Hipertensi


1. Pengertian
Hipertensi berasal dari dua kata yaitu hiper yang berarti tinggi dan tensi yang
artinya tekanan darah. Menurut American Society of Hypertension (ASH), pengertian
hipertensi adalah suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif,
sebagai akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan (Sani, 2008).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik sama dengan atau lebih dari 140mmHg
dan tekanan diastolik sama dengan atau lebih dari 90mmHg (WHO, 1999). Pada
populasi manula hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan
tekanan diastolik 90 mmHg. (Mansjoer Arief, 2001).

2. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder. (Mansjoer, Arif
dkk, 2001)
a. Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya disebut
juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas susunan saraf simpatis,
sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca
interseluler, dan faktor-faktor yang risiko seperti obesitas, alkohol, merokok.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal, penyebab spesifiknya diketahui seperti
penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hipertensi
aldosteronisme primer, dan sindrom chusing, feokromositoma, koarkfasio aorta,
hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.

3. Klasifikasi
Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat individu. Namun
disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah yang lebih besar dari 140/90
mmHg adalah hipertensi (WHO, 1999 dan JNC, 2007). Tabel pengklasifikasian
hipertensi dapat dilihat dibawah ini :
Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

Tabel 2 Klasifikasi Hipertensi menurut JNC7 (Joint National Committee 7)


Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

4. Tanda dan Gejala


Tanda serta gejala hipertensi dapat dibedakan menjadi :
a. Tidak ada gejala yang begitu spesifik yang dapat dihubungkan dengan adanya
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh tenaga
kesehatan  yang memeriksa tekanan darahnya.  Ini menunjukan bahwa hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa atau di tentukan  apabila tekanan arteri
tidak dikur.
b. Gejala yg lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yg menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala & kelelahan. Dalam kenyataannya ini adalah gejala terlazim
yg berkaitan kebanyakan pasien yg mencari bantuan medis.

Adapun tanda-tanda gejala hipertensi, yaitu :


a. Gelisah
b. Nadi Cepat
c. Sukar Tidur
d. Sesak Nafas
e. Sakit Kepala
f. Lemah dan Lelah
g. Rasa Pegal di bahu
h. Jantung berdebar-debar
i. Pandangan menjadi kabur
j. Mata berkunang-kunang

5. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,
hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer (Smeltzer,
2002).

Pathway Hipertensi

Umur Jenis Kelamin Gaya hidup Obesitas


Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokontriksi

Gangguan Sirkulasi

Otak Pembuluh darah Kurangnya informasi

Resistensi Pembuluh darah otak Vasokontriksi Tidak tahu


masalah kesehatan
Nyeri akut
Afterload
(kepala)
Defisit
Intoleransi pengetahuan
aktivitas

Tidak mengetahui cara


merawat anggota
keluarga

Risiko terjadinya
komplikasi hipertensi

6. Faktor Resiko Hipertensi


Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan
a. Umur
Tekanan darah akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Ini
disebabkan karena dengan bertambahnya umur, dinding pembuluh darah
mengalami perubahan struktur. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan
mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan
otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi
kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pem-buluh darah besar
yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan
tekanan darah diastolik meningkat sam-pai dekade kelima dan keenam kemudian
menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan
beberapa peruba-han fisiologis. Pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi
perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu refleks baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang. Sedangkan peran ginjal juga
sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
b. Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan hipertensi daripada wanita. Hipertensi
berdasarkan kelompok ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada
wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat
badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pria lebih
berhubungan dengan kurang nyaman dengan pekerjaan dan pengangguran.
c. Genetik (Keturunan)
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menye-babkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium.
Individu yang memiliki orang tua dengan hipertensi berisiko dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi.

Faktor risiko yang dapat dikendalikan


a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah. Adapun
hubungan merokok dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil
dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembuluh darah hingga ke otak. Otak akan
bereaksi terhadap niko-tin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan
pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan
yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida dalam asap rokok menggantikan
oksigen dalam darah. Hal ini akan mengakibatkan tekanan darah karena jantung
dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan
jaringan tubuh (Astawan, 2002).
b. Garam Dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam
patogenesis hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi
terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah
(Basha, 2004). Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi
natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormal-kannya cairan
intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya
volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi. Garam
mempunyai sifat menahan air. Mengonsumsi garam lebih atau makan makanan
yang diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah. Hindari
pemakaian garam yang berlebih atau makanan yang diasinkan. Hal ini tidak
berarti menghentikan pemakaian garam sama sekali dalan makanan, sebaliknya
dengan membatasi jumlah garam yang dikonsumsi (Wijayakusuma, 2000).
c. Obesitas
Kelebihan berat badan dan obesitas merupakan faktor risiko dari beberapa
penyakit degenerasi dan metabolit. Lemak tubuh, khususnya lemak pada perut
berhubungan erat dengan hipertensi. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Semakin besar massa tubuh maka semakin
banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan
tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi
meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri.
Obesitas juga merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner dan
merupakan faktor risiko independen yang artinya tidak dapat dipengaruhi oleh
faktor risiko lain.
d. Kurang Olahraga
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada
hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah maka akan memu-
dahkan terjadinya hipertensi.
e. Stres Emosional
Stres akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah
jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Meskipun dapat
dikatakan bahwa stres emosional benar-benar meninggikan tekanan darah untuk
jangka waktu yang sing-kat, reaksi tersebut lenyap kembali seiring dengan
menghilangnya penyebab stres. Yang menjadi masalah adalah jika stres bersifat
permanen, maka seseorang akan mengalami hipertensi terus-menerus sehingga
stres menjadi suatu resiko. Kemarahan yang ditekan dapat meningkatkan tekanan
darah karena ada pelepasan adrenalin tambahan oleh kelenjar adrenal yang terus-
menerus dirangsang.

7. Bahaya Hipertensi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, naik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Kerusakan organ target yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah:
a. Penyakit ginjal kronis
b. Jantung
- Hipertrofi ventrikel kiri
- Angina atau infark miokardium
- Gagal jantung
c. Otak
- Stroke
- Transient Ischemic Attack (TIA)
d. Penyakit arteri perifer
e. Retinopati
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada organ,
atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor
ATI angiotensin II, stress oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric oxide
synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi garam
dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan organ
target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi
transforming growth factor-β (TGF-β) (Yogiantoro, 2006).

8. Cara Pencegahan
Pencegahan Hipertensi dapat dilakukan sendiri dengan :
a. Hindari Obesitas
b. Hindari merokok
c. Usahakan pikiran selalu tenang dan santai
d. Berolahraga secara teratur
e. Sering memakan buah-buahandansayuran
f. Kurangi minuman yang mengandung kafein (Kopi)
g. Hindari minuman beralkohol
h. Kurangi makanan yang banyak mengandung garam (Asin)
i. Rutin Kontrol ke tenaga kesehatan terdekat jika memang mempunyai riwayat
hipertensi

9. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera seperti :
1. Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel
terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko
seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
2. Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi /
fungsi ginjal.
3. Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
4. Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
5. Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan
hipertensi
6. Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskuler)
7. Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi
8. Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer
(penyebab)
9. Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada
DM.
10. Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
11. Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
12. EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan,
dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit
jantung hipertensi.
13. Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan
terlaksana) untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama) :
1. IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim
ginjal, batu ginjal / ureter.
2. CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
3. IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
4. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi: Spinal tab, CAT
scan.
5. (USG) untuk melihat struktur gunjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien

10. Penatalaksanaan medis


Pengobatan hipertensi dengan cara garis besar dibagi jadi 2 type adalah :
a. Pengobatan non obat (non farmakologis)
Pengobatan non farmakologis kadang-kadang bisa mengontrol tekanan darah
maka pengobatan farmakologis jadi tak digunakan atau sekurang-kurangnya
ditunda. Sedangkan pada kondisi di mana obat anti hipertensi diperlukan,
pengobatan non farmakologis akan dimanfaatkan sebagai pelengkap utk
mendapati efek pengobatan yg tambah baik. Pengobatan non farmakologis
diantaranya yakni :
a) Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh
b) Mengurangi asupan garam ke dalam badan. Nasehat pengurangan garam,
mesti memperhatikan rutinitas makan penderita. Pengurangan asupan garam
dengan cara drastis dapat susah dilaksanakan. Trik pengobatan ini hendaknya
tidak dipakai yang merupakan pengobatan tunggal, namun lebih baik dipakai
juga sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
c) Ciptakan kondisi rileks Bermacam Macam trick relaksasi seperti meditasi,
yoga atau hipnosis sanggup mengontrol system saraf yg hasilnya mampu
menurunkan tekanan darah.
d) Melaksanakan olah raga seperti senam aerobik atau jalan serentak selama 30-
45 menit jumlahnya 3-4 kali seminggu.
e) Berhenti merokok & mengurangi mengonsumsi alkohol
b. Pengobatan dgn obat-obatan (farmakologis)
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) antaralain:
a. Diuretik
Obat-obatan type diuretik bekerja secara mengeluarkan cairan tubuh(melalui
kencing) maka volume cairan ditubuh menyusut yg mengakibatkan daya
pompa jantung jadi lebih ringan.
b. Penghambat Simpatetik.
Golongan obat ini bekerja dgn menghambat gerakan saraf simpatis (saraf
yg bekerja pada disaat kita beraktivitas).
c. Betabloker
Prosedur kerja anti-hipertensi obat ini ialah lewat penurunan daya pompa
jantung. Type betabloker tak dianjurkan kepada penderita yg sudah didapati
mengidap kesukaran pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obatnya yakni :
Metoprolol, Propranolol & Atenolol. Terhadap penderita diabetes melitus
mesti hati-hati, dikarenakan akan menutupi gejala hipoglikemia (keadaan di
mana kadar gula dalam darah turun jadi teramat rendah yg dapat berakibat
bahaya bagi penderitanya). Kepada orang yang terdapat gejala bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) maka pemberian obat mesti hati-hati.
d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja cepat terhadap pembuluh darah dgn relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yg termasuk juga dalam golongan ini yakni :
Prasosin, Hidralasin. Efek samping yg mungkin saja bakal terjadi dari
pemberian obat ini merupakan : sakit kepala & pusing.
e. Penghambat ensim konversi Angiotensin
Trick kerja obat golongan ini merupakan menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yg bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah). Efek
samping yg bisa jadi timbul ialah : batuk kering, pusing, sakit kepala & lemas.
f. Antagonis kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung secara menghambat
kontraksi jantung (kontraktilitas). Efek samping yg bisa jadi timbul
merupakan: sembelit, pusing, sakit kepala & muntah.
g. Penghambat Reseptor Angiotensin II
Kiat kerja obat ini yaitu dgn menghalangi penempelan zat Angiotensin II
kepada reseptornya yg mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Efek
samping yg bisa saja timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas & mual.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistimatis untuk
mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,melaksanakan
asuhan keperawatan ,serta implementasi keperawatan terhadap keluarga sesuai rencana
yang telah direncanakan /dibuat serta mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan .
1. Pengkajian
a. Penjajakan pertama
Tujuan penjajakan tahap pertama adalah untuk mengetahui masalah yang
dihadapi oleh keluarga.
1) Pengumpulan data
Merupakan informasi yang diperlukan untuk mengukur masalah kesehatan
,status kesehatan, kesanggupan keluarga dalam memberikan perawatan pada
anggota keluarga .
a) Struktur dan sifat anggota keluarga
(1) Anggota –anggota keluarga dan hubungan dengan kepala keluarga.
(2) Data demografi : umur,jenis kelamin, kedudukan dalam keluarga.
(3) Tempat tinggal masing-masing anggota keluarga,
(4) Macam struktur anggota keluarga apakah matrikat,patrikat berkumpul
atau menyebar.
(5) Anggota keluarga yang menonjol dalam pengambilan keputusan.
(6) Hubungan dengan anggota keluarga termasuk dalam perselisihan yang
nyata ataupun tidak nyata.
(7) Kegiatan dalam hidup sehari-hari,kebiasaan tidur,kebiasaan makan dan
penggunaan waktu senggang
b) Faktor sosial budaya dan ekonomi
(1) Pekerjaan
(2) Penghasilan
(3) Kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan primer
(4) Jam kerja ayah dan ibu
(5) Siapa yng menentukan keuangan dan penggunaannya
c) Faktor lingkungan
(1) Perumahan
(a) Luas rumah
(b) Pengaturan dalam rumah
(c) Persediaan sumber air
(d) Adanya bahan kecelakaan
(e) Pembuangan sampah
(2) Macam lingkungan / daerah rumah
(3) Fasilitas social dan lingkungan
(4) Fasilitas transportasi dan kesehatan
d) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan dari tiap anggota keluarga
(2) Upaya pencegahan terhadap penyakit
(3) Sumber pelayanan kesehatan
(4) Perasepsi keluarga terhadap peran pelayanan dari petugas
kesehatan.
(5) Pengalaman yang lalu dari petugas kesehatan.
e) Cara pengumpulan data
i. Oservasi langsung : dapat mengetahui keadaan secara langsung.
1. Keadaan fisik dari tiap anggota keluarga.
2. Komunikasi dari tiap anggota keluarga
3. Peran dari tiap anggota keluarga
4. Keadaan rumah dan lingkungan
ii. Wawancara
Dapat mengetahui hal-hal :
1. Aspek fisik
2. Aspek mental
3. Sosial budaya
4. Ekonomi
5. Kebiasaan
6. Lingkungan
iii. Studi dokumentasi antara lain
1. Perkembangan kesehatan anak
2. Kartu keluarga
3. Catatan kesehatan lainnya
iv. Dilakukan terhadap angota keluarga yang mengalami masalah
kesehatan dan keperawatan antara lain :
1. Tanda-tanda penyakit
2. Kelainan organ tubuh
2. Analisa data
Analisa data bertujuan untuk mengetahui masalah kesehatan yang dialami oleh
keluarga. Dalam menganalisis data dapat menggunakan Typologi masalah dalam
family healt care.
Permasalahan dapat dikategorikan sebagai berikut :
a) Ancaman kesehatan adalah : keadaan yang dapat
memungkinkan terjadinya penyakit,kecelakaan atau kegagalan dalam mencapai
potensi kesehatan.
Contoh :
(1) Riwayat penyakit keturunan dari keluarga seperti
hipertensi
(2) Masalah nutrisi terutama dalam pengaturan diet
b) Kurang atau tidak sehat adalah : kegagalan dalam
memantapkan kesehatan.
Contoh:
(1) Adakah didalam keluarga yang menderita penyakit hipertensi
(2) Siapakah yang menderita penyakit hipertensi
c) Krisis adalah : saat- saat keadaan menuntut terlampau banyak
dari indivdu atau keluarga dalam hal penyesuaian maupun sumber daya mereka.
Contoh :
Adakah anggota keluarga yang meninggal akibat hipertensi.
3. Penentuan prioritas masalah
Didalam menentukan prioritas masalah kesehatan keluarga menggunakan
sistim scoring berdasarkan tipologi masalah dengan pedoman sebagai berikut
No Kriteria Skala Bobot Skoring Rasional
1 Sifat Masalah 1
- Aktual 3
- Resiko 2
- Potensial/ weliness 1
2 Kemungkinan 2
Masalah dapat diubah
- Mudah 2
- Sebagian 1
- Tidak dapat 0
3 Potensial Masalah 1
untuk dicegah
- Tinggi 3
- Cukup 2
- Rendah 1
4 Menonjolnya Masalah 1
- Segera 2
- Tidak perlu segera 1
- Tidak dirasakan 0
Total
Skoring :
1. Tentukan skor untuk tiap criteria
2. Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot
skor
× bobot =¿
angka tertinggi
3. Jumlahkanlah skor untuk semua criteria ,skor tertinggi 5 sama dengan seluruh
bobot

b. Penjajakan pada tahap kedua


Tahap ini menggambarkan sampai dimana keluarga dapat melaksanakan tugas-
tugas kesehatan yang berhubungan dengan ancaman kesehatan,kurang /tidak
sehat dan krisis yamg dialami oleh keluarga yang didapat pada penjajakan tahap
pertama.
Pada tahap kedua menggambarkan ketidak mampuan keluarga untuk
melaklasanakan tugas-tugas kesehatan serta cara pemecahan masalah yang
dihadapi .
Karena ketidakmampuan keluarga dalam melaksanakan tugas-tugas kesehatan
dan keperawatan,maka dapat dirumuskan diagnosa keperawatan secara umum
pada keluarga yang menderita penyakit hipertensi antara lain :
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah penyakit
hipertensi berhubungan dengan ketidaktahuan tentang gejala hipertensi
2) Ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan
dalam melaksanakan tindakan yang tepat untuk segera berobat kesarana
kesehatan bila terkena hipertensi berhubungan dengan kurang pengetahuan
klien/keluarga tentang manfaat berobat kesarana kesehatan
3) Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit hipertensi
,cara perawatan dan sifat penykit hipertensi .
4) Keitdakmampuan memelihara lingkungan rumah yang
dapat mempengaruhi kesehatan keluarga berhubungan dengan tidak dapat
melihat keuntungan dan manfaat pemeliharaan lingkungan serta
kitidaktahuan tentang usaha pencegahan penyakit hipertensi.
5) Ketidakmampuan menggunakan sumber yang ada di
masyarakat guna memelihara kesehatan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan klien dan keluarga tersedianya fasilitas kesehatan seperti
JPS.,dana sehat dan tidak memahami manfaatnya.
Adapun diagnosa keperawatan yang berhubungan pengaturan diet pada klien
hipertensi adalah :
1) Ketidaktahuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu
penyebab terjadinya hipertensi adalah berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan cara pengaturaan diet yang benar.
2) Ketidak sanggupan keluarga memilih tindakan yang tepat dalam
pengaturan diet bagi penderita hipertensi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang cara pengaturan diet yang benar.
3) Ketidakmampuan untuk penyediaan diet khusus bagi klien
hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga tentang
cara pengolahan makanan dalam jumlah yang tepat.
4) Ketidakmampuan meenyediakan makanan rendah garam bagi
penderita hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan dan
kebiasaan sehari-hari yang mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung garam
5) Ketidaktahuan menggunakan manfaat tanaman obat keluarga
berhubungan dengan kurangnya pengetahan tentang manfaat tanaman obat
tersebut.

4. Perencanaan
Rencana keperawatan keluarga adalah sekumpulan tindakan keperawatan yang
ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan dalam memecahkan masalah kesehatan
dan keperawatan yang telah diidentifikasi (Nasrul Effendi,1998 : 54 )
Rencana tindakan dari masing –masing diagnosa keperawatan khusus diet pada klien
hipertensi adalah :
a. Ketidakmampuan mengenal masalah nutrisi sebagai salah satu
penyebab terjadinya hipertensi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang cara pengaturan diet yang benar.
1) Tujuan
Keluarga mampu mengenal cara pengaturan diet bagi anggota keluarga yang
menderita penyakit hipertensi.
2) Kriteria hasil
a) Keluarga mampu menyebutkan secara sederhana batas pengaturan diet
bagi anggota kelurga yng menderita hipertensi.
b) Keluarga dapat memahami danmampu mengambil tindakan sesuai anjuran.
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan kepada keluarga cara pengaturan diet yang benar bagi
penderita hipertensi.
b) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga ,bagaiman caranya
menyediakan makan-makanan rendah garam bagi penderita hipertensi.
4) Rasional
a) Dengan diberikan penjelasan diharapkan keluarga menimbulkan peresepsi
yang negatip sehingga dapat dijadikan motivasi untuk mengenal masalah
khususnya nutrisi untuk klieh hiperetensi
b) Dengan diberikan penjelasan keluarga mampu menyajikan makanan yang
rendah garam.
b. Ketidakmampuan dalam mengambil keputusan untuk mengatur diet terhadap
anggota keluarga yang menderita hipertensi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan keluarga tentang manfaat dari pengaturan diet
1) Tujuan
Keluarga dapat memahami tentang manfaat pengaturan diet untuk klien
hipertensi
2) Kriteria hasil
a) Keluarga mampu menjelaskan tentang manfaat pengaturan diet bagi klien
hiperetensi
b) Keluarga dapat menyediakan makanan khusus untuk klien hipertensi
3) Rencana tindakan
a. Beri penjelasan kepada keluarga tentang manfaat pengaturan diet untuk
klien hipertensi.
b. Beri penjelasan kepada keluarga jenis untuk klien hipertensi.
4) Rasionalisasi
a) Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mampu melaksanakan cara
pengaturan diet untuk klien hipertensi
b) Keluarga diharapkan mengetahui jenis makanan untuk penderita
hipertensi.
c. Ketidakmampuan keluarga untuk menyediakan diet khusus bagi penderita
hipertensi berhubungan kurangnya pengetahuan tentang cara pengolahan makanan
dalam jumlah yang benar .
1) Tujuan
Keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk penderita hipertensi.
2) Kriteria hasil
a) Kilen dan keluarga mampu menyediakan diet khusus untuk
penderita hipertensi.
b) Keluarga mampu menyajikan makanan dalam jumlah yang
tepat bagi klien hipertensi.
3) Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga cara pengolahan
makanan untuki klien hipertensi.
b) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jumlah makanan
yang dikonsumsi oleh klien hipertensi.
c) Beri contoh sederhana kepada klien dan keluarga untuk
memnbuat makanan dengan jumlah yang tepat.
4) Rasionalisasi.
a) Dengan diberikan penjelasan diharapkanklien dan keluarga dapat cara
pengolahan makanan untuk klien hipertensi.
b)Diharapkan klien dapat mengkonsumsi makanan sesuai yang dianjurkan.
c) Dengan diberikan contoh sederhana caara membuat makanan dalam
jumlah yang tepat kilen dan keluarga mampu menjalankan
/melaksanakaannya sendiri.
d. Ketidakmampuan menyediakan makanan rendah garam bagi penderita hipertensi
berhubungan dengan kurang pengetahuan dan kebiasaan sehari-hari yang
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam.
1) Tujuan
Seluruh anggota keluarga membiasakan diri setiap hari mengkonsumsi
makanan yang rendah garam.
2) Kriteria Hasil
a) Klien dan keluarga dapat menjelaskan manfaat makanan yang rendah
garam
b) Klien dan keluarga dapat menjelaskan jenis makanan yang banyak
mengandung garam.
c) Klien dan keluarga mau berubah kebiasaan dari mengkonsumsi makanan
yang banyak mengandung garam.
3) Rencana Tindakan
a) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga tentang pengaruh garan
terhadap klien hipertensi.
b) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga jenis makana yang banyak
mengandung garam.
c) Beri motivasi kepada klien dan keluarga bahwamereka mampu untuk
merubah kebiasaan yang kurang baik tersebut yang didasari padea niat dan
keinginan untuk merubah.
4) Rasional
a) Diharapkan klien dan keluarga memahami dan mengerti tentang pengaruh
garam terhadap klien hipertensi
b) Diharapkan klien dan keluarga dapat menghindari makanan yang banyak
mengandung garam.
c) Dengan diberi motivasi diharapkan klien dan kelarga mau merubah
sikapnya dari yang tidak sehat menjadi sehat
e. Ketidakmampuan menggunakan sumber pemanfaatan tanaman obat keluarga
berhubungan dengan kurang pengetahuan guna dari tanaman obat keluarga.
1) Tujuan
Diharapkan klien dan keluarga mampu memanfaatkan sumber tanaman obat
keluarga.
2) Kriteria hasil
Klien dan keluarga dapat menyebutkan tanaman obat yang dapat membantu
untuk pengobatan hipertensi
3) Rencana tindakan
a) Beri penjelasan kepada klien dan keluarga manfaat Toga.
b) Beri penjelasan kepada klien keluarga macam dan jenis
tumbuhan /tanaman yang dapat membantu menurunkan tekanan darah
c) Anjurkan kepada kepada klien dan keluarga agar berusaha
memiliki tanaman obat keluarga .
4) Rasional
a) Agar klien dan keluarga dapat memahami manfaat Toga.
b) Klien dan keluarga dapat mengetahui jenis tanaman yang dapat
menurunkan tekanan darah.
c) Dengan memiliki Toga sendiri klien dapat mengkonsumsi tanaman obat
tersebut kapan saja diperlukan.
5) Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan pada anggota keluarga yang
menderita hipertensi sesuai rencana yang telah disusun.
Pada peleksanaan asuhan keperawatan keluarga dapat dilaksanakan antara lain:
a) Deteksi dini kasus baru.
b) Kerja sama lintas program dan lontas sektoral
c) Melakukan rujukan
d) Bimbingan dan penyuluhan.

5. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Diagnosa keperawatan menurut SDKI 2017 :
a. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload, perubahan
frekuensi jantung, perubahan irama jantung.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
d. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita pasien
6. Rencana Keperawatan

RENCANA KEPERAWATAN

DIANGOSA
NO TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1 Resiko penurunan curah SLKI : SIKI :
Setelah dilakukan Perawatan jantung
jantung berhubungan
asuhan keperawatan 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan
dengan perubahan selama .....x...... jam, curah jantung (meliputi dyspnea, kelelahan,
afterload, perubahan diharapkan masalah edema, ortopnea, paeoxysmal nocturnal
frekuensi jantung, defisit nutrisi dapat
dyspnea, peningkatan CVP )
teratasi dengan
perubahan irama jantung, 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
Kriteria hasil:
perubahan kontraktilitas, curah jantung (meliputi peningkatan berat
- curah jantung
perubahan prelod. a. Kekuatan nadi badan, hepatomegali, distensi vena jugularis,
perifer meningkat palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit
(5) pucat)
b. Tekanan darah
membaik (5) 3. Monitor tekanan darah
c. Palpitasi menurun 4. Monitor intake dan output cairan
(5) 5. Monitor berat badan setiap hari pada waktu
d. Lelah menurun (5)
yang sama
e. Dispnea menurun
(5) 6. Monitor saturasi oksigen
f. Bradikardi 7. Monitor keluhan nyeri dada
menurun
8. Monitor EKG 12 sadapan
g. Takikardia
menurun (5) 9. Monitor aritmia ( kelainan irama dan
h. Gambaran EKG frekuensi)
aritma menurun
(5) 10. Monitor nilai laboratorium jantung
i. Edema menurun 11. Monitoring alat pacu jantung
(5)
12. Periksa tekanan darah dan frekuensi
j. Distensi vena
jugularis menurun jantung sebelum dan sesudah aktifitas
(5) 13. Periksa tekanan darah dan frekuensi
k. Oliguria menurun jantung sebelum pemberian obat
(5)
l. Pucat/sianosis 14. Posisikan pasien semi-fowler atau
menurun (5) fowler dengan kaki kebawah atau posisi
m. Paroxysmal nyaman
nocturnal dyspnea
15. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
menurun (5) modifikasi gaya hidup sehat
n. Ortopnea menurun 16. Anjurkan beraktivitas fisik secara
(5)
bertahap
o. Batuk menurun (5)
17. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika
perlu
 
2 Intoleransi SLKI : SIKI :
aktivitas berhubungan Setelah dilakukan Manajemen energi
dengan kelemahan,
asuhan keperawatan 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
ketidakseimbangan
antara suplai dan selama .....x...... jam, 2. Monitor pola dan jam tidur
kebutuhan oksigen 3. Lakukan latihan rentang gerak pasif dana tau
diharapkan masalah
aktif
defisit nutrisi dapat
4. Berikan aktivitas distraksi yang
teratasi dengan
menenangkan
Kriteria hasil:
5. Anjurkan melakukan aktivitas secara
a. Keluhan lelah
bertahap
menurun (5)
6. Kolaborasi pada ahli gizi tentang cara
b. Dyspnea saat
meningkatkan asupan makanan
beraktivitas
Terapi aktivitas
menurun (5)
1. Tentukan titik akupresur sesuai dengan hasil
c. Dyspnea setelah
yang ingin dicapai
beraktivitas
2. Lakukan penekanan pada titik akupoint ST
menurun (5)
36 ( zu san li) terletak di 3 cun di bawah
d. Tekanan darah
tulang lutut, sisi luar otot tibialis anterior
membaik (5)
untuk menyembuhkan hipertensi dan pusing
Tingkat keletihan
3. Lakukan penekanan pada titik akupoint LR 2
a. Kemampuan
(xing jian) terletak dibatas distal lekukan
melakukan
antara ibu jari dan jari kedua kaki untuk
aktivitas rutin
menyembuhkan nyeri kepala, hipertensi dan
meningkat (5)
insomnia.
 
4. Lakukan penekanan pada titik akupoint GB
20 (feng ci) terletak 1 cun dari batas rambut
belakang dalam untuk menyembuhkan nyeri
kepala, vertigo, hipertensi dan insomnia
5. Lakukan penekanan pada titik akupoint ST 9
(ren ying) dibelakang jakun depan arteri
karotis untuk menghilangkan nyeri pada
tenggorokan dan pusing
6. Lakukan penekanan pada titik akupoint LI 4
(he gu ) terletak di pertengahan sisi radial
tulang metacarpal II dan bagian atas manus
untuk menyembuhkan sakit kepala
7. Lakukan penekanan pada titik akupoint PC 6
(nei guan) terletak 2 cun di bawah
pergelangan tangan untuk menenangkan
jantung dan pikiran, meredakan nyeri

3 Nyeri akut berhubungan SLKI : SIKI :


Setelah dilakukan
dengan agen pencedera Manajemen nyeri
asuhan keperawatan
fisiologis 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
selama .....x......jam,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
diharapkan nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
yang dirasakan
3. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
pasien berkurang
mengurangi rasa nyeri (TENS,
dengan kriteria
hypnosis, akupresur, terapi music,
hasil :
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Tingkat nyeri
kompres hangat/dingin)
a. Keluhan nyeri
4. Jelaskan penyebab, periode, dan
menurun (4)
pemicu nyeri
b. Kesulitan tidur
5. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun (5)
6. Anjurkan memonitor nyeri secara andiri
c. Gelisah menurun
7. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
(5)
mengurangi nyeri
d. Perineum terasa
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
tertekan menurun
(4)
e. Frekuensi nadi
membaik (5)
  
4 Ansietas berhubungan SLKI : SIKI :
dengan krisis situasional Setelah dilakukan Reduksi ansietas

sekunder adanya tindakan 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk

hipertensi yang diderita keperawatan menumbuhkan kepercayaan

pasien selama .....x.... jam 2. Temani pasien untuk mengurangi

diharapakan kecemasan

kecemasan menurun 3. Pahami situasi yang membuat ansietas

atau pasien dapat 4. Dengarkan dengan penuh perhatian

tenang dengan 5. Informasikan secara factual mengenai

Kriteria Hasil : diagnosis, pengobatan, dan prognosis

Tingkat ansietas 6. Anjurkan keluarga untuk tetap

a. Verbalisasi bersama pasien

khawatir akibat 7. Latih teknik relaksasi

kondisi yang 8. Kolaborasi pemberian antiansietas,

dihadapi menurun jika perlu

(5).
b. Perilaku gelisah
menurun (5)
c. Pola tidur
membaik (5)

DAFTAR PUSTAKA
Achjar, H.A., Komang. 2010. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta : Sagung Seto.
Allender & Spradley. 2005. Community Health Nursing : Concept and Practice (5th ed).
Philadelhia: Lippincott.
Aulia Sani; Harmani Kalim. 2008. Diagnosis dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta : Medya
Crea.
Ekasari, F.M. 2008. Keperawatan Komunitas. Jakarta : Trans Info Medika.
Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga : Riset, Teori, dan Praktik Edisi Ke-5.
Jakarta : EGC.
Setiawati & Darmawan. 2008. Proses Pembelajaran Dalam Pendidikan Kesehatan. Jakarta :
Trans Info Medika.
Smeltzer, S. C., Bare, B.G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2, Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Yogiantoro, M. 2006. Hipertensi Esensial dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV.
Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai