NAMA KELOMPOK 4
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Senior Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara dan meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai trauma
abdomen.
1.3 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai trauma abdomen yang berlandaskan Advanced Trauma Life Support
(ATLS) sehingga dapat diterapkan dalam menangani kasus-kasus trauma
abdomen di klinik sesuai kompetensi dokter umum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2) Trauma Tajam
Setiap luka di bawah garis yang ditarik melintang antara puting harus
diperlakukan sebagai memiliki potensi untuk lintasan intra-abdominal. Seperti
disebutkan sebelumnya, cairan intravena harus digunakan dengan bijaksana dalam
manajemen pra-rumah sakit. Sebelum tiba di Departemen Kegawatdaruratan,
pasien dapat diberikan cairan yang cukup untuk mempertahankan tekanan darah
sistolik 90 mmHg, bukan resusitasi multiliter. Jika luka tembus hadir, dimulai
terapi antibiotik dan mengelola booster tetanus awal pengobatan.
a) Luka tembak
Diamanatkan bahwa semua luka tembak dengan lintasan intra-abdomen
diperlukan laparotomi eksplorasi. Beberapa penulis telah menggambarkan
pendekatan yang kurang agresif untuk subset yang dipilih dengan cermat pasien
dengan trauma tembus ke perut termasuk beberapa luka tembak kecepatan rendah.
Manajemen nonoperative luka tembak yang menembus peritoneum yang
kontroversial. Pasien dengan hipotensi meskipun diberi resusitasi kristaloid akan
memerlukan laparotomi segera eksplorasi, antibiotik untuk menutupi flora pada
abdomen, dan booster tetanus. Untuk pasien hemodinamik stabil, invasi
intraperitoneal telah dikesampingkan, manajemen konservatif luka yang dangkal
dan tangensial ke abdomen dapat digunakan.
b) Luka Tusukan
Pasien dengan luka tusukan memerlukan resusitasi serta booster tetanus dan
antibiotik jika kemungkinan keterlibatan intraperitoneal diduga. DPL, CT scan,
dan laparoskopi dapat digunakan. Jika kemungkinan keterlibatan peritoneal telah
dikesampingkan, pasien dapat dengan aman diarahkan kepada instruksi perawatan
luka lokal. Jika peritoneum telah terkena, diperlukan laparotomi eksplorasi.
Serupa dengan pengelolaan luka tembak kecepatan rendah seperti yang disebutkan
di atas, beberapa ahli bedah telah mulai mengamati subset yang dipilih dengan
cermat pada pasien dengan tidak ada tanda cedera intraperitoneal pada
pemeriksaan fisik atau diidentifikasi oleh modalitas pencitraan seperti CT scan.
Kerusakan akibat dari cedera senjata api terutama disebabkan oleh dampak
kecepatan proyektil. Senjata dengan kecepatan moncong lebih besar dari 2000 ft /
detik dianggap berkecepatan tinggi , menyebabkan luka parah, dan memiliki
angka kematian 50%. Kebanyakan pistol memiliki kecepatan moncong kurang
dari 1000 ft / detik dan berkecepatan rendah. Dua pertiga dari cedera senjata api
kecepatan rendah memiliki peluru yang tersisa dalam tubuh. Organ yang terluka
oleh dampak langsung dari proyektil dan oleh efek concussive menghamburkan
energi kinetik. Proyektil primer bisa menyerang tulang, memproduksi proyektil
sekunder, dan menimbulkan kerusakan jaringan tanpa penetrasi organ langsung.
Jalur luka proyektil bukan merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk
menentukan cedera organ.
Manajemen trauma darurat berfokus pada golden hour , 60 menit pertama
setelah cedera apapun, ketika dampak terbesar pada morbiditas dan mortalitas
dapat diwujudkan. Hal ini terutama berlaku dalam trauma abdomen. Kematian
dini seringkali merupakan hasil dari perdarahan yang tidak terkontrol dari organ
padat atau cedera pembuluh darah, sehingga stabilisasi dini, diagnosis, dan
intervensi operatif dapat menyelamatkan nyawa. Penyebab kematian akhir
termasuk sepsis, perdarahan yang belum diakui, cedera okultisme (misalnya,
ruptur diafragma dengan herniasi isi perut), cedera organ berongga (usus, kandung
empedu, dan kandung kemih), dan pankreas atau cedera ginjal.
B. Auskultasi
Di ruang IGD yang ramai sulit untuk mendengarkan bising usus, yang
penting adalah ada atau tidaknya bising usus tersebut. Darah bebas di
retroperitoneum ataupun gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus, yang
mengakibatkan hilangnya bising usus. Pada luka tembak atau luka tusuk
dengan isi perut yang keluar, tentunya tidak perlu diusahakan untuk
memperoleh tanda-tanda rangsangan peritoneum atau hilangnya bising
usus. Pada keaadan ini laparotomi eksplorasi harus segera dilakukan. Pada
trauma tumpul perut, pemeriksaan fisik sangat menentukan untuk tindakan
selanjutnya. Cedera struktur lain yang berdekatan seperti iga, vertebra,
maupun pelvis bisa juga mengakibatkan ileus walaupun tidak ada cedera
intraabdominal. Karena itu hilangnya bising usus tidak diagnostik untuk
trauma intraabdominal.
C. Perkusi
Manuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum dan mencetuskan
tanda peritonitis. Dengan perkusi bisa kita ketahui adanya nada timpani
karena dilatasi lambung akut di kwadran kiri atas ataupun adanya perkusi
redup bila ada hemoperitoneum. Adanya darah dalam rongga perut dapat
ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan udara bebas ditentukan
dengan pekak hati yang beranjak atau menghilang.
D. Palpasi
Adanya kekakuan dinding perut yang volunter (disengaja oleh pasien)
mengakibatkan pemeriksaan abdomen ini menjadi kurang bermakna.
Sebaliknya, kekakuan perut yang involunter merupakan tanda yang
bermakna untuk rangsang peritoneal. Tujuan palpasi adalah untuk
mendapatkan adanya nyeri lepas yang kadang-kadang dalam. Nyeri lepas
sesudah tangan yang menekan kita lepaskan dengan cepat menunjukkan
peritonitis, yang bisanya oleh kontaminasi isi usus, maupun
hemoperitoneum tahap awal.
B. Breathing
Kontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen yang airway
terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada
gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal. Setiap penderita
trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya diberikan dengan
face mask. Pemakaian pulse oximeter baik untuk menilai saturasi O2 yang
adekuat.
C. Circulation
Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai segera setelah
tiba. Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl atau Ringer Laktat dapat
digunakan untuk resusitasi kristaloid. Rute akses intravena adalah penting,
pasang kateter intravena perifer berukuran besar (minimal 2) di
ekstremitas atas untuk resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan
hipotensi sudah berada di kelas III syok (30-40% volume darah yang
hilang) dan harus menerima produk darah sesegera mungkin, hal yang
sama berlaku pada pasien dengan perdarahan yang signifikan jelas. Upaya
yang harus dilakukan untuk mencegah hipotermia, termasuk menggunakan
selimut hangat dan cairan prewarmed.
D. Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai
disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
E. Exposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara menggunting
untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan lengkap dan visualisasi
head-to-toe pasien adalah wajib pada pasien dengan trauma abdomen
penetrasi. Ini termasuk bagian bokong, bagian posterior dari kaki, kulit
kepala, bagian belakang leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka
penting penderita diselimuti agar penderita tidak kedinginan.
Secondary Survey
Survei Sekunder hanya dilakukan bila ABC pasien sudah stabil. Bila
sewaktu survei sekunder kondisi pasien memburuk maka kita harus kembali
mengulangi PRIMARY SURVEY. Semua prosedur yang dilakukan harus dicatat
dengan baik. Pemeriksaan dari kepala sampai ke jari kaki (head-to-toe
examination) dilakukan dengan perhatian utama:
1. Pemeriksaan kepala
• Kelainan kulit kepala dan bola mata
• Telinga bagian luar dan membrana timpani
• Cedera jaringan lunak periorbital
2. Pemeriksaan leher
• Luka tembus leher
• Emfisema subkutan
• Deviasi trachea
• Vena leher yang mengembang
3. Pemeriksaan neurologis
• Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
• Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
• Penilaian rasa raba / sensasi dan reflex
4. Pemeriksaan dada
• Clavicula dan semua tulang iga
• Suara napas dan jantung
• Pemantauan ECG (bila tersedia)