Anda di halaman 1dari 14

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 300

TERHADAP RESIKO KERUSAKAN INTEGRITAS


KULIT PADA PASIEN STROKE di RUANG CERMAI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KLUNGKUNG 2020
Studi Dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung, Kecamatan
Klungkung, Kabupaten Klungkung

Oleh :

I GEDE ANGGA PUTRAWAN

NIM. 17.321.2666

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIRAMEDIKA BALI
DENPASAR
2020
1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat

mempengaruhi gaya hidup seluruh elemen masyarakat. Kemajuan ini sangat

berdampak pada perkembangan fisik dan mental masyarakat dan sangat berisiko

menimbulkan berbagai dampak negative yang salah satunya adalah munculnya

berbagai penyakit pada usia produktif. Penyakit stroke merupakan salah satu

penyakit yang sampai saat ini masing sering dijumpai pada usia produktif. Akibat

dari tidak disiplinnya pola hidup dan minimnya pengetahuan dan kesadaran

dalam menjaga kesehatan secara dini seperti halnya pola makan yang tidak sehat

dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji tinggi lemak dan kolesterol

tapi rendah serat, aktivitas fisik yang kurang yang akan menimbulkan penimbunan

kolesterol yang tinggi dalam tubuh yang dapat menyumbat pembuluh darah yang

pada akhirnya menyebabkan tekanan darah meninggi dan terjadi pecah pembuluh

darah yang disebut dengan stroke [CITATION Dou13 \l 1033 ].

Stroke atau gangguan vaskuler otak atau dikenal dengan cerebrovaskuler

disease (CVD) adalah suatu kondisi sistem susunan saraf pusat yang patologis

akibat adanya gangguan peredaran darah [CITATION Sat10 \l 1033 ]. Stroke

merupakan suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak

secara fokal atau global yang dapat menimbulkan kematian atau kelainan yang

menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vascular

[CITATION Mul07 \l 1033 ].

2
Stroke juga merupakan sebuah gangguan kondisi fisik yang menjadi

masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting. Sebanyak dua pertiga

pasien stroke saat ini terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Menurut

WHO setiap tahun, diperkirakan 15 juta orang tersebar diseluruh dunia menderita

stroke, dimana kurang lebih 5 juta orang meninggal dan 5 juta orang mengalami

cacat permanen [CITATION Sur08 \l 1033 ].

Data dari WHO (2018) juga melaporkan bahwa stroke dan penyakit

cerebrovaskuler lainnya menyebabkan 6,2 juta orang di dunia meninggal. Badan

kesehatan dunia juga memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat

kurang lebih 8 juta di tahun 2030. Kematian yang disebabkan oleh stroke

menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun. Hal ini berarti, bahwa stroke

merupakan masalah kesehatan yang serius di beberapa negara maju dan

berkembang serta menjadi penyebab utama kecacatan no.1 pada orang dewasa

[CITATION Tur11 \l 1033 ].

Indonesia merupakan Negara dengan angka stroke tertinggi dan di Asia

menempati urutan ketiga sebagai penyakit mematikan setelah penyakit jantung

dan kanker.Stroke juga menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di

beberapa rumah sakit di seluruh Indonesia [CITATION Mis07 \l 1033 ]. Jumlah

penderita stroke di Indonesia berdasarkan sensus kependudukan dan demografi

Indonesia (SKDI) tahun 2018 sebanyak 3.600.000 setiap tahun dengan prevalensi

8,3 per 1.000 penduduk[CITATION Buk13 \l 1033 ]. Hasil prevalensi stroke di

Indonesia menurut tenaga kesehatan meningkat dari tahun 2014 sampai dengan

3
tahun 2019 adalah 8,3% per mil orang menjadi 12,1% per mil orang (Rikesdas,

2017).

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali tahun 2019, Provinsi Bali

menduduki urutan kedua untuk pasien stroke terbanyak setelah Jakarta. Jumlah

penderita stroke di Bali pada tahun 2019 berjumlah 70% (pasien dari bulan

Januari sampai Desember 2019). Menurut Kabupaten/Kota prevalensi stroke

berkisar antara 2,7% - 13,0% dan Kabupaten Klungkung mempunyai prevalensi

lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya, baik berdasarkan diagnosis maupun

gejala. Kabupaten Tabanan menduduki peringkat kedua tertinggi di Provinsi Bali

untuk jumlah penderita stroke, yaitu sebesar 4,8% berdasarkan diagnosa Nakes

dan 7,5% berdasarkan diagnosis oleh Nakes atau dengan gejala (Riskesdas, 2017).

Pasien stroke akan mengalami gejala sisa yang sangat bervariasi, salah

satunya adalah risiko gangguan integritas kulit. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-

faktor seperti penurunan mobilitas, aktivitas yang kurang dan penurunan sensori

persepsi sebagai faktor dimensi tekan. Sedangkan dari dimensi toleransi jaringan

terdiri dari faktor intrinsik (rendahnya nutrisi, tekanan arteriolar yang rendah) dan

faktor ekstrinsik yaitu kelembaban yang tinggi dan gesekan (Sari, 2017).

Menurut Lewis (2017) penurunan mobilitas sering dijumpai pada pasien

dengan gangguan neurologis seperti stroke. Umumnya stroke dapat

mengakibatkan ketidak mampuan yaitu paralisis atau masalah dalam mengontrol

gerak dan defisit kemampuan jangka panjang motorik yang paling umum terjadi

karena stroke adalah hemiparesis dan hemiplegia. Hemiparesis dan hemiplegia

4
dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan mobilitas. Faktor risiko tersebut

yang paling signifikan menyebabkan risiko kerusakan intergritas kulit.

Kulit individu yang menderita penyakit kritis seperti penderita stroke

rentan mengalami cedera akibat dari penurunan aliran darah dan risiko ulkus tekan

sampai ruam yang terjadi akibat hipersensitivitas reaksi obat dan infeksi

oportunistik [CITATION Mor12 \l 1033 ]. Dalam proses keperawatan aspek utama

dalam pemberian asuhan pada pasien khususnya pasien stroke adalah

mempertahankan integritas kulit. Intervensi perawatan kulit yang tidak terencana

dan konsisten dapat mengakibatkan terjadinya gangguan integritas kulit [CITATION

Pot12 \l 1033 ]

Menurut Berman [CITATION Ber09 \n \t \l 1033 ] gangguan integritas kulit

bukan merupakan masalah yang sering terjadi pada sebagian besar orang sehat,

tetapi merupakan ancaman terjadinya kerusakan integritas kulit bagi pasien

dengan keterbatasan mobilitas seperti stroke atau pasien dengan penyakit kronis,

trauma dan mengalami prosedur invasif. Kerusakan integritas kulit dapat

disebabkan karena trauma pada kulit, tertekannya kulit dalam waktu yang lama,

sehingga menyebabkan lesi primer yang dapat memperburuk dengan cepat

menjadi lesi sekunder (Potter&Perry, 2018).

Menurut Kim (2018) kerusakan integritas kulit pada pasien stroke

menimbulkan sebuah ancaman dalam pelayanan kesehatan karena insidennya

semakin hari semakin bertambah. Kejadian luka tekan atau kerusakan integritas

kulit di Amerika, Kanada dan Ingris sebesar 5%-32%. Biaya yang dikeluarkan

5
oleh negara Amerika untuk perawatan luka tekan di rumah sakit meningkat 50%

dari anggaran sebelumnya.

Saat ini di Indonesia, pernah dilakukan survei di Rumah Sakit di

Yogyakarta tahun 2018. Dilaporkan bahwa dari 40 pasien yang tirah baring, 40%

menderita luka dekubitus (Setiawan, 2019). Melakukan survei di rumah sakit Dr.

Moewardi Surakarta, didapatkan 38.18% pasien mengalami luka tekan. Secara

keseluruhan di Indonesia, kejadian luka tekan di rumah sakit mencapai 33%

(Suriadi, 2017)

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah risiko terjadinya

kerusakan integritas kulit yaitu memberikan kasur anti dekubitus, bantal kecil

sebagai penyangga, akan tetapi penanganan tidak terlepas dari tindakan

keperawatan yaitu manajeman alih baring, salah satunya adalah dengan pemberian

posisi yang benar karena penentuan posisi yang benar sangatlah penting pada

pasien stroke dengan sasaran utama pemeliharaan integritas kulit yang dapat

mengurangi tekanan, membantu kesejajaran tubuh yang baik dan mencegah

neuropati kompresif (Smeltzer dan Bare, 2017).

Penatalaksanaan dalam pemberian posisi pada pasien stroke yaitu dengan

perubahan posisi lateral kanan, supinasi, kemudian lateral kiri. Ketika

menggunakan posisi lateral saja masih dimungkinkan terjadinya tekanan secara

langsung pada daerah-daerah tekanan, seperti: telinga, humerus bagian atas, siku,

trokanter mayor, paha, tungkai bawah, maleolus lateralis dan maleolus medialis,

serta tumit (Morison, 2016). Posisi lateral inklin 300 yaitu posisi lateral 300

diantara pinggul dan matrass yang disertai penggunaan bantal pada daerah-daerah

6
berikut: diantara lutut kanan dan lutut kiri, diantara mata kaki, dibelakang

punggung, serta dibawah kepala untuk mencegah terjadinya dekubitus [CITATION

Sar07 \l 1033 ].

Posisi tubuh lateral dengan sudut maximum 300 juga akan mencegah kulit

dari pergesekan (friction) dan perobekan jaringan (shear). Pergesekan akan

mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan epidermis kulit, sedangkan

perobekan jaringan bisa mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah, serta

kerusakan pada jaringan bagian dalam, seperti otot (Sanada, 2016). Berdasarkan

studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung

khususnya di ruang Cermai pada bulan November 2020, menunjukkan bahwa

pada tahun 2018 - 2019 total penderita rawat inap yang terdiagnosa stroke yaitu

sebanyak 322 pasien terdiri dari non hemoragik sebanyak 206 kasus dan stroke

hemoragik sebanyak 116 kasus. Dan dari keseluruhan penderita stroke pada tahun

2018 – 2019 terdapat 7 pasien (6,03%) yang mengalami luka dekubitus,

sedangkan pada bulan Juli sampai awal Desember 2019 total pasien stroke non

hemoragik sebanyak 13 kasus dan pasien terdiagnosa stroke hemoragik sebanyak

14 kasus dan dari keseluruhan terdapat 2 pasien (7,4%) diantaranya mengalami

kerusakan integritas kulit atau mengalami luka dekubitus. Rata-rata lama pasien

yang di rawat inap di ruang Cermai yaitu pada pasien stroke hemoragik selama 7-

14 hari dan pada pasien stroke non hemoragik 3-7 hari.

Terkait fenomena diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Pengaruh posisi lateral inklin 300 terhadap risiko kerusakan

7
integritas kulit pada pasien stroke di ruang Cermai Rumah Sakit Umum Daerah

Klungkung 2020”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Adakah pengaruh posisi lateral inklin 300 terhadap risiko

kerusakan integritas kulit pada pasien stroke di ruang Cermai Rumah Sakit Umum

Daerah Klungkung 2020 ?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui pengaruh posisi lateral inklin 300 terhadap risiko kerusakan

integritas kulit pada pasien stroke di ruang Cermai Rumah Sakit Umum Daerah

Klungkung.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik pasien stroke pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol.

2. Mengidentifikasi risiko kerusakan integritas kulit sebelum diberikan posisi

lateral inklin 300 pada pasien stroke kelompok intervensi dan kontrol di ruang

Cermai Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung.

8
3. Mengidentifikasi risiko kerusakan integritas kulit setelah diberikan posisi

lateral inklin 300 pada pasien stroke kelompok intervensi dan kontrol di ruang

Cermai Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung.

4. Menganalisis perbedaan risiko kerusakan integritas kulit sebelum dan setelah

diberikan posisi lateral inklin 300 pada pasien kelompok intervensi dan

kelompok kontrol di ruang Cermai Rumah Sakit Umum Daerah Klungkung.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Dapat dijadikan sebagai acuan bagian akademis/pendidikan untuk kegiatan

penelitian tentang pengaruh posisi lateral inklin 300 terhadap risiko kerusakan

integritas kulit pada pasien stroke di ruang Cermai Rumah Sakit Umum

Daerah Klungkung.

2. Sebagai referensi awal dalam menciptakan intervensi-intervensi keperawatan

mandiri yang pada akhirnya dapat dikembangkan lagi menjadi suatu evidence

based practice pada masa yang akan datang.

1.4.2 Manfaat praktis

1. Bagi Institusi Rumah Sakit

Memberikan masukan kepada manajemen Rumah Sakit Umum

Tabanantentangpengaruh posisi lateral inklin 300 terhadap risiko kerusakan

integritas kulit pada pasien stroke di ruang Cermai Rumah Sakit Umum Daerah

Klungkung dalam rangka meningkatkan optimalisasi pelayanan rumah sakit

kepada pasien sebagai pelanggan.

2. Bagi tenaga keperawatan

9
Meningkatkan mutu asuhan keperawatan dalam memberikan pelayanan

untuk menurunkan kecemasan pasien terutama pada pasien stroke.

1.5 Keaslian Penelitian

1. Dame Elysabeth Tuty Arna Uly Tarihon (2016) tentang “Penurunan Kejadian

Luka Tekan Grade I (Non Blanchable Erithema) Pada Klien Stroke Melalui

Posisi Miring 30 Derajat”. Desain yang digunakan adalah quasi experimental

dengan post test only with control group. Sampel yang diteliti yaitu 33 klien

stroke (17 intervensi dan 16 kontrol). Variabel independen pada penelitian ini

posisi miring 30 derajat. Sedangkan variabel dependennya yaitu penurunan

kejadian luka tekan grade I pada klien stroke. Instrument yang digunakan

adalah intervensi pencegahan luka tekan sesuai standar, menggunakan bantal

segitiga yang telah di desain untuk menjaga konsisten perlakuan pada setiap

klien. Hasilnya adalah ada pengaruh yang signifikan antara pengaturan posisi

dengan kejadian luka tekan grade I (non blanchable erithema)

(p=0,039,α=0,05) dengan nilai OR=9600. Perbedaan pada penelitian ini

adalah pada variabel dependen dimana pada penelitian sebelumnya adalah

penurunan kejadian luka tekan grade I pada klien stroke, sedangkan penelitian

yang akan dibuat ini adalah risiko kerusakan integritas kulit pada pasien

stroke, perbedaan yang lain adalah waktu dan tempat penelitian.

2. Bukit Bujang (2018) tentang “Pengaruh Alih Baring Terhadap Kejadian

Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang

10
Yudistira di RSUD Kota Semarang”. Desain yang digunakan adalah quasi

eksperimental. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 30 orang (15 kelompok

kontrol & 15 kelompok intervensi). Variabel independen dari penelitian ini

yaitu alih baring, sedangkan variabel dependennya adalah kejadian dekubitu

spada pasien stroke yang mengalami hemiparesis. Instrument yang digunakan

yaitu lembar observasi dan analisisnya adalah uji shapiro Wilk. Hasil yang di

dapat dari penelitian tersebut adalah pasien stroke yang mengalami

hemiparesis pada kelompok intervensi setelah diberikan perlakuan alih baring

di RSUD kota Semarang semuanya tidak mengalami kejadian dekubitus, yaitu

sejumlah 15 orang (100%). Kelompok kontrol di RSUD kota Semarang lebih

banyak yang mengalami kejadian dekubitus derajat I, yaitu sejumlah 8 orang

(53,3%), sedangkan yang tidak mengalami dekubitus sejumlah 7 orang orang

(46,7%). Berdasarkan uji Mann Whitney pasien stroke yang mengalami

hemiparesis yang tidak dilakukan alih baring mempunyai presentasi sebesar

53,3% dan tidak ada pasien stroke yang mengalami hemiparesis yang

dilakukan alih baring. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada variabel

dependen dimana pada penelitian sebelumnya adalah kejadian dekubitus pada

pasien stroke yang mengalami hemiparesis, sedangkan penelitian yang akan

dibuat ini adalah risiko kerusakan integritas kulit pada pasien stroke,

perbedaan yang lain adalah waktu dan tempat penelitian.

3. Sarwanto (2017) tentang “Perbedaan Efektivitas Posisi Miring 30 Derajat Dan

90 Derajat Dalam Menurunkan Risiko Dekubitus Pada Pasien Bedrest Total di

11
RSUD”. Desain yang digunakan adalah quasi eksperimental dengan two

group pretest and posttest only design dengan sudah dilakukan obserbvasi

pertama/prestest yang memungkinkan terjadi perubahan-perubahan yang

terjadi setelah adanya eksperimen atau intervensi. Metode pengambilan

sampel teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

accidental sampling. Populasi dalam penelitian ini 16 pasien dengan kondisi

yang belum terjadi dekubitus dan belum mengalami dekubitus. nilai rata-rata

peringkat intervensi posisi miring 30 derajat lebih tinggi (p=0,041). Hal ini

menunjukkan bahwa pemberian posisi miring 30 derajat merupakan

rekomendasi untuk menurunkan risiko dekubitus pada pasien bedrest total,

sedangkan penelitian yang akan dibuat ini adalah risiko kerusakan integritas

kulit pada pasien stroke, perbedaan yang lain adalah waktu dan tempat

penelitian.

12
DAFTAR PUSTAKA

Berman, A., 2015. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi 7. Jakarta: EGC.

Bujang Bukit, 2018. Pengaruh Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubitus Pada
Pasien Stroke. Sumatera.

Dinkesprov Bali, 2019. 10 Besar Penyakit Pada Pasien di Rumah Sakit Umum
Daerah dan Puskesmas Provinsi Bali. Denpasar.

Dourman Karel, 2016. Wasapada Stroke Usia Muda. Jakarta: EGC.

Kim, 2018. Kerusakan Integritas Kulit Pada Pasien Stroke. Jakarta: EGC.

Lewis, 2017. Penurunan Mobilitas Sering Dijumpai Pada Pasien Dengan


Gangguan Neurologis. Jakarta: Salemba Medika.

Misbach, 2017. Stroke Mengancam Usia Produktif. Yogyakarta: UGM

Morison, 2016. Penatalaksanaan Dalam Pemberian Posisi Pada Pasien Stroke.


Yogyakarta: UGM

Morton, 2018. Penatalaksanaan Penyakit Kritis. Jakarta: EGC.

Mulyatsih, 2017. Asuhan Keperawatan Pasien Stroke. Karanganyar: LPPM.

Potter&Perry, 2018. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan


Praktik. Jakarta: EGC.

RISKESDAS, 2017. Prevalensi Penyakit Stroke Menurut Provinsi, Indonesia.


BPPK.

13
Sanada, 2016. Posisi Tubuh Lateral Dengan Sudut Maximum 300 Dalam
Mencegah Kulit Dari Pergesekan (friction) dan Perobekan Jaringan
(shear). Jakarta: EGC.

Sari, 2017. Risiko Gangguan Integritas Kulit Pada PAsien Stroke. Jakarta:
Salemba Medika.

Sarwanto, 2017. Perbedaan Efektivitas Posisi Miring 30 Derajat Dan 90 Derajat


Dalam Menurunkan Risiko Dekubitus Pada Pasien Bedrest Total di
RSUD. Salatiga.

Satyanegara, 2015. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Gramedia Puspa Utama.

SDKI, 2018. Jumlah Penderita Stroke di Indonesia Berdasarkan Sensus


Kependudukan dan Demografi Indonesia. Jakarta: EGC.

Setiawan, 2019. Survei Penyakit Stroke di Rumah Sakit Indonesia. Jakarta: EGC.

Smeltzer dan Bare, 2017. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Suriadi, 2017. Melakukan Survei di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.


Jakarta: FKUI.

Suryani, 2017. Penatalaksanaan Pasien Stroke. Yogyakarta: UGM

Turana & Arini, 2017. Data Demograf Pasien Stroke di Indonesia. Jakarta: FKUI.

WHO, 2018. The Public Health Stroke, bulletin of The Publich Health Revier
WHO.

14

Anda mungkin juga menyukai