ANALISIS Perhitungan
ANALISIS Perhitungan
PADA TUGAS PERHITUNGAN
Oleh: Wiwik Nurwijayanti
Pengantar
Seorang pelajar muda, Freddy, duduk dibangkunya untuk menghitung akar kuadrat
dari 2704. apa yang terjadi? Kita dapat melihat bagaimana dia memulai: dengan mengambil
selembar kertas dan pensil, melaksanakan tugas untuk menemukan akar kuadrat. Freddy
akan menghasilkan sebuah jawaban baik salah maupun benar, sehingga kita juga dapat
melihat ketika jawaban tersebut sudah tercatat di kertasnya. Jawaban ini akan menjadi bukti
kita bahwa beberapa jenis pemrosesan yang terjadi memindahkan angka tertentu kedalam
angka lain yang memenuhi ketentuan tugas. Kira-kira pemrosesan ini terdiri dari apa saja?
Proses perhitungan sendiri akan membangkitkan informasi tambahan dari ingatan,
seperti fakta angka khusus, pembentukan konvensi, perkiraan teknik, dan penggunaan
prosedur. Sejauh ini, kita telah menebak bahwa tugas memerlukan persepsi, ingatan, dan
strategi pemecahan masalah. Jika semua berjalan dengan baik, usaha pemrosesan Freddy
menghasilkan jawaban yang benar.
Jika membandingkan Freddy dengan sebuah mesin penghitung, mungkin kita
mengatakan dia memasukkan informasi tertentu, memproses informasi tersebut, dan
memproduksi hasil; kita dapat melihat input dan output. Yang tidak bisa kita lihat adalah
pemrosesan yang sebenarnya, yaitu, apa yang dilakukan Freddy selama memecahkan
masalah matematik, baik yang sederhana dan algoritmatik atau kompleks dan heurarkis.
Bagaimana seseorang memperoleh informasi tentang pemrosesan informasi
manusia ketika aspek kegiatan kognitif tidak dapat dilihat? Sebenarnya, ada banyak hal
yang harus dipelajari dengan memeriksa manifestasi pemikiran keluar.
Kewajiban para peneliti pendidikan dan psikilogii untuk meneliti tingkah laku
manusia dan atas dasar untukmengembangkan model umum performa yang dapat
digunakan untuk membandingkan performa perorangan. Para psikolog telah
mengembangkan metode percobaan yangs secara khusus diarahkan pada penafsiran
perilaku yang dapat diamati dalam hal pemrosesan mentalnya.
Pembelajaran yang kita gambarkan pada bab ini menganalisa tingkah laku anak-
anak dan dalam beberapa hal, termasuk orang dewasa pada tugas-tugas perhitungan.
Untuk menyelidiki pengelompokkan lebih jauh lagi, Nekwith dan Restle (1966)
memberikan murid kumpulan untuk menghitung diposisi mana obyek sepenuhnya acak,
tetapi dimana petunjuk warna dan bentuk terkadang berfungsi sebagai bantuan untuk
pengelompokkan perceptual. Misalnya, pengelompokkan perceptual diisyaratkan secara
kuat ketika empat warna dan empat bentuk disusun sehingga dalam satu bagian halaman
ada persegi yang seluruhnya berwarna biru. Pada halaman lain berupa lingkaran yang
seluruhnya berwarna merah, dan sebagainya. Disisi lain, pengelompokkan tidak ada atau
lemah saat warna dan bentuk terpencar sendiri-sendiri dan secara acak pada suatu bidang.
Seperti yang diharapkan, semakin baik isyarat warna dan bentuk untuk pengelompokkan
perceptual, semakin cepat perhitunga. S chaeffer, Eggleston, dan Scott (1974) menemukan
fasilitas yang sama untuk anak-anak berumur 4 tahun.
Membandingkan dua model hitungan
Menghitung adalah hal yang dominan tetapi bukan satu-satunya cara. Hal ini dapat
dibuktikan melalui demonstrasi sederhana berikut: (gambar4.1) adalah gambar susunan
beberapa titik.
Gambar 4.1
Model penambahan yang kedua sedikit lebih canggih, mengingat bilangan dalam
kepala, tetapi tidak di setel pada nol, seperti dalam model sebelumnya, tetapi pada
berapapun angka pertama yang ada dalam persamaan. Sehingga, untuk persamaan 3 + 4 ,
bilangan disusun untuk memulai perhitungan dari angka 3. angka ini kemudian bertambah
empat kali, maka akan menghasilkan 7. ini merupakan prosedur yang lebih canggih karena
orang yang melakukan ini mengakui bahwa angka 3 selalu mewakili jumlah yang sama.
Jumlah tiga tidak perlu dibuktikan tiap kali dengan hitungan samapi 3.
Cara ketiga, melakukan penambahan bahkan yang lebih rumit dari pada yang kedua.
Menurut model ini, bilangannya disetel dulu untuk dua angka manapun yang lebih besaqr;
kemudian prosedur penaikan di gunakan untuk angka lain. Jadi soal 3 + 4 dipecahkan
dengan menyetel bilangan pada 4 dan menaikkan 3 kali. Hal ini menghemat waktu karena
selalu ada jumlah minimum yang harus dilakukan. Di samping menjadi lebih efisien
daripada model-model lainnya, prosedur ini menunjukkan tingkat pemahaman yang lebih
tinggi. Orang yang menggunakan operasi pada model ini, memahami bahwa jawaban akhir
3 + 4 selalu sama dengan 4 + 3. Hal ini tidak membuat perbedaaan urutan mana yang
ditambah. Secara umum, ini merupakan hokum komutatif menurut ahli matematika.
Prosedurnya juga sedikit lebih kompleks karena memerlukan keputusan mana angka yang
lebih besar, jadi dari mana seharusnya memulai perhitungan.
Jika kita meletakkan tiga model penambahan ini dalam konteks waktu yang nyata,
masing-masing memiliki durasi waktu yang berbeda untuk mengerjakan tugas. Pada setiap
kasus, kita menganggap bahwa keadaan awal bilangan memerlukan jumlah waktu yang
tetap. Jadi tiak ada bedanya apakah disetel pada 0, atau 3 atau 7; waktu yang diperlukan
sama. Ini berarti dalam mengevaluasi ketiga model ini, kita perlu membandingkan waktu
yang diperlukan saja untuk menaikkan bilangan. Dalam model pertama, pengertian tugas
akan memerlukan waktu untuk menandai angka dan bilangan (misalnya, dalam soal 2 + 7,
waktu yang diperlukan untuk mengitung 9). Dalam model yang sama, bilangan akan disetel
dalam angka 2, dari pengerjaannya akan memerlukan waktu selama di perlukan untuk
menghitung sisa 7. dalam model ketiga, diperlukan sedikit sekali waktu untuk mengambil
angka besar dan menyetel bilangan untuk dimulai pada angka 7, plus waktu yang
diperlukan untuk menghitung sisa 2.
Aspek menarik data ini adalah bahwa anak-anak kelas dua memerlukan 400
milidetik per kenaikan terlepas dari model apa yang digunakan. Hal ini tercermin dalam
lereng grafik, yang sama dengan panel (a) dan (b). Lereng untuk kelas empat lebih
dangkal,mengesankan waktu kenaikan yang hanya 250 milidetik . Tetapi anak-anak kelas
empat mungkin sebenarnya telah menghitung tiap item dengan lebih cepat. Daripada,
mereka telah memperoleh pasangan pengurangan yang diingat sebagian, dengan
menggunakan rutinitas menghitung hanya ketika tidak dapat mengingat jawaban secara
langsung atau ingin memeriksa ingatan mereka. Bila kasusnya seperti ini, tiap soal akan
memerlukan waktu kurang dari rata-rata. Jadi, lereng yang lebih dangkal akan muncul,
bahkan bila setiap mereka menghitung, mereka bekerja pada kecepatan 400 milidetik yang
sama sebagai anak kelas dua. Data dari percobaan ini tidak memungkinkan kita untuk
memilih antara kedua penjelasan ini, tingkat kenaikan yang lebih cepat atau pengingatan
sebagian; tetapi data memperkuat bahwa kapanpun anak-anak kelas empat memecahkan
soal dengan menghitung, mereka menggunakan model C.
Penelitian penambahan dan pengurangan yang telah dijelaskan seajuh ini keduanya
menggunakan subyek-subyek yang telah diajarkan disekolah . Peneliti menebak,
berdasarkan praktek sekolah umumnya, bahwa anak-anak ini belum diajarkan rutinitas
yang diamati.untuk menguji secara langsung ide bahwa anak-anak ini menemukan rutinitas
perhitungan yang lebih efisien daripada yang diajarkan., sebuah studi penelitian lebih lanjut
(Groen dan Resnik, 1977) dilakukan, pelaku penelitian ini mengendalikan apa yang
diajarkan pada anak-anak dengan mengajarkannya secara langsung. Supaya yakin bahwa
anak-anak tidak mendapat paparan pengajaran sebelum disekolah, anak-anak prasekolah
digunakan sebagai subyek.
Membantu Perkembangan Transisi Dalam Kompetensi
Pengajaran itu sendiri penting untuk secara eksplisit mengajarkan rutinitas dan prosedur-
prosedur yang membuat seseorang menjadi penyaji tugas-tugas matematika yang terampil.
Atau, hal ini dapat beruasaha menciptakan situasi-situasi dimana kesempatan muncul tanpa
pengajaran langsung mungkin lebih umum dalam pengembangan pendidikan anak-anak
daripada yang telah kita ajarkan sampai saat ini. Analisis-analisis tugas empiris yang baru
saja dideskripsikan mengungkapkan perbedaan-perbedaan antara prosedur yang diajarkan