Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi

Sapi merupakan salah satu ternak ruminansia yang banyak dipelihara oleh manusia
sebagai sumber daging, susu, kulit dan tenaga kerja. Selain sebagai sumber bahan-bahan
diatas dengan memelihara sapi juga akan sangat menguntungkan karena dapat juga
menghasilkan pupuk kandang. Sebagai pengahasil daging, persentase karkas atau daging
cukup tinggi yaitu sekitar 45-55%, serat dagingnya halus dan berwarna cerah (Abbas, 1996).
Jenis-jenis sapi yang digemari oleh peternak di Indonesia adalah sebagai berikut:
a. Sapi Bali
Sapi Bali merupakan sapi lokal Indonesia dengan keunggulan cocok pada lingkungan
tropis sehingga dapat berkembang biak dengan baik dan mempunyai kualitas karkas yang
tinggi (Prastowo et al., 2017).
b. Simmental
Sapi Simmental yaitu sapi dengan badan berwarna merah bata, bentuk tubuh yang
kekar dan berotot, muka, kaki, perut dan brisket. Pada umumnya, berwarna putih.
Keunggulan pejantan Simmental yaitu pertumbuhan cepat, pertambahan berat badan
harian 0,9-1,2 kg, berat badan jantan umur 2 tahun mencapai 800-900 kg dan jantan
dewasa mencapai 1.000- 1.200 kg, karkas tinggi dengan sedikit lemak dan dual porpose
(daging dan susu) serta pejantan Simmental dapat berkembang dengan baik hampir
diseluruh Indonesia (Muada, 2017).
c. Limosin
sapi Limosin dengan ciri-ciri yaitu badan kompak dan padat berwarna seluruhnya
coklat muda, kuning agak kelabu (beige), kisaran merah gelap dan hitam. Cocok pada
daerah yang curah hujan tinggi, dan juga cocok di daerah dengan iklim sedang.
Keunggulan pejantan Limousin yaitu pertumbuhan cepat dengan pertambahan berat
badan harian (PBBH) 1,0-1,4 kg, sedangkan umur 2 tahun beratnya mencapai 800-900 kg
dan dewasa 1.000-1.100 kg, kualitas dagingnya baik dan dikenal serta disukai oleh
peternak (Muada, 2017).
2.2. Inseminasi Buatan (IB)
Inseminasi buatan adalah proses memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina
dengan tujuan untuk membuat betina jadi bunting tanpa perlu terjadi perkawinan alami.
Inseminasi buatan memiliki fungsi untuk memperbaiki mutu dari genetik suatu ternak,
mencegah penularan penyakit, menghemat dana pemeliharaan pejantan, meningkatkan
pemanfaatan penjantan unggul, serta memperpendek calving interval (Siahaan, 2012).
Inseminasi buatan dapat dikatakan berhasil apabila sapi induk yang diinseminasi menjadi
bunting pada masa periode kebuntingan sapi (gestation period) yaitu jangka waktu sejak
terjadi pembuahan sperma terhadap sel telur sampai anak dilahirkan (Hastuti, 2008).
Penerapan bioteknologi IB pada ternak ditentukan oleh empat faktor utama, yaitu semen
beku, ternak betina sebagai akseptor IB, keterampilan tenaga pelaksana (inseminator) dan
pengetahuan zooteknis peternak. Keempat faktor ini berhubungan satu dengan yang lain dan
bila salah satu nilainya rendah akan menyebabkan hasil IB juga akan rendah, dalam
pengertian efisiensi produksi dan reproduksi tidak optimal (Toelihere, 1993).

2.3. Semen dan spermatozoa

Semen berasal dari bahasa Yunani yang artinya biji, sedangkan dalam ilmu
reproduksi diartikan sebagai sekresi semen jantan yang secara normal diejakulasi kedalam
saluran betina saat kopulasi serta dapat ditampung untuk inseminasi buatan
(Partidihardjo,1982). Semen banyak mengandung spermatozoa yang berada dalam medium
cair adalah plasma semen.
Spermatozoa merupakan suatu sel kecil, kompak, tumbuh atau tidak membagi diri.
Spermatozoa memiliki kepala yang berfungsi untuk membawa materi herediter parental
dalam ekor yang menggantung sebagai penggerak. Ukuran dan bentuk spermatozoa
berbeda-beda berdasarkan jenis ternak, tetapi morfologinya tetap sama. Panjang dan lebar
kepala ± 0.8 - 10 mikron X 4.0 – 4.5 mikron. Badan dan bagian tengah spermatozoa
mempunyai panjang 1.5 - 2 kali panjang kepala, 10.0 -15.0 mikron dan diameter sekitar 1.0
pada semua spesies. Ekor sperma mempunyai panjang 35.0 – 45.0 dan diameter 0.4 - 0.8
mikron. Panjang keseluruhan sperma pada hewan mencapai 50 – 70 mikron (Feradis, 2010).
Proses spermatogenesis secara sempurna diawali setelah hewan mencapai dewasa kelamin
(pubertas) dan terdiri dari dua fase utama. Fase pertama meliputi pembelahan mitosis awal
sel spermatogonia kemudian diikuti pembelahan meiosis, yaitu terjadi perkembangan
jumlah kromosom diploid (2N) menjadi haploid (N) yang dilanjutkan pembelahan mitosis
dari jumlah sel menjadi dua kali. Fase pertama dari proses spermatogenesis disebut
spermatocytogenesis yang diakhiri dengan terjadinya pembentukan spermatid (Salisbury
dan Vandemark 1985). Fase kedua yaitu spermiogenesis. Pada fase ini spermatid akan
mengalami perubahan bentuk dan menghasilkan spermatozoa yang sempurna. Perubahan
yang terjadi adalah perubahan akrosom, kepala bagian tengah dan ekor spermatozoa serta
bagian dari berbagai materi seluler. Sel spermatozoa selama proses pendewasaannya akan
melekat pada sel sertoli yang terbentuk dari membran basal tubuli seminiferi dan menerima
makanan dari sel tersebut sampai spermatozoa siap dilepaskan dan masuk kedalam lumen
tubuli untuk dikeluarkan melalui saluran pengeluaran (Salisbury dan Vandemark 1985).

2.4. Kualitas Semen (Breed) Pejantan


Sapi pejantan merupakan ternak yang menghasilkan Semen yang berisikan Sperma
sebagai cikal bakal dari awal pembentukan individu baru ketika bertemu dengan sel telur
betina atau biasa juga dikenal dengan instilah Ovum. Keberhasilan pembuahan juga sangat
dipengaruhi oleh ras atau bangsa pejantan, ini sangat berkaitan dengan kualitas dari semen
dan juga fungsi dari ternak itu sendiri. Karena ternak memiliki performance reproduksi yang
berbeda sesuai dengan fungsinya. Hal ini disebabkan karena ternak sapi pejantan yang
digunakan berasal dari BIB Lembang. Berdasarkan karakteristik semen yang digunakan
termasuk tipe straw, volume 0,25 dan hasil Uji Mikroskopis Semen setelah thawing
diperoleh motil progresif 45-50% diisetiap kontainer distribusi yang ada di setiap kelompok
Inseminator.

Angka kebuntingan yang paling tinggi yang sudah dapat dikatakan baik yaitu Sapi
Bali karena angka kebuntingannya sudah masuk standar normal yaitu 63% pada Conception
Rate IB pertama. hal ini dikarenakan sapi bali mempunyai adaptasi yang lebih tinggi dengan
lingkungannya (Taiyeb, 2014).

2.5. Jenis Induk


Induk adalah merupakan tempat terjadinya pembentukan individu baru setelah
terjadinya pembuahan oleh sel kelamin pejantan kondisi ternak betina baik itu secara genetik
maupun bangsa hal ini bisa saja mempengaruhi produksi dari ternak berdasarkan jenis ras
atau keturunannya. Adapun klarifikasi induk ternak sapi meliputi sapi jenis bali, limousin,
simmental, angus, dan Brahman.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. D. 1996. Usaha Ternak Sapi. Penebar Sewadaya .Yogyakarta

Hastuti D. 2008. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Potong ditinjau Dari Angka
Konsepsi dan Service Per Conception. Mediagro. 4 (1): 12-20.

Partohardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit mutiara. Cetakan ketiga. Jakarta

Salisbury, G.W. dan N. L. Vandermak. 1985. Alih Bahasa Oleh R. Djanuar. Fisiologi
Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Siahaan E. A., 2012. Efektivitas Penambahan Berbagai Konsentrasi Β-Karoten Terhadap


Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Sapi Bali Post Thawing. Indonesia Medicus
Veterinus, Vol 1 (2): 239-251.

Taiyeb, 2014. The Efforts To Improve The Pregnancy Rate Of Cattles In Aplication Of Artificial
Insemination (Ai) At Polewali Mandar West Celebes.Tesis. Universitas Hasanuddin.

Tholihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Angkasa. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai