Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA RINGAN

S T I K E S

KELOMPOK III

1. Norhasanah, S.Kep
2. Ni Made Diantari, S.Kep
3. Fitria Ermawati, S.Kep
4. Widya Noviana, S.Kep
5. Narulita Sari Dewi, S.Kep
6. Rahayu Widayanti, S.Kep
7. Ida Norhayati, S.Kep
8. Nurul Hidayah, S.Kep
9. Sri Sulasih, S.Kep
10. M. Hasan As’ari, S.Kep
11. Marta Panjaitan, S.Kep

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES CAHAYA BANGSA BANJARMASIN
TAHUN 2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
CIDERA KEPALA RINGAN

S T I K E S

KELOMPOK III
1. Norhasanah, S.Kep
2. Ni Made Diantari, S.Kep
3. Fitria Ermawati, S.Kep
4. Widya Noviana, S.Kep
5. Narulita Sari Dewi, S.Kep
6. Rahayu Widayanti, S.Kep
7. Ida Norhayati, S.Kep
8. Nurul Hidayah, S.Kep
9. Sri Sulasih, S.Kep
10. M. Hasan As’ari, S.Kep
11. Marta Panjaitan, S.Kep
Tanah bumbu, September 2019

Mengetahui,
Preseptor Klinik

(Ella Rivana, S.Kep.,Ns)

Preseptor Akademik Preseptor Akademik

(Fadhil Al Mahdi, S.Kep.,Ns,MM) (Ria Anggara Hamba,S.Kep.,Ns.,MM)


A. DEFINISI
Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan
(decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan
peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu
pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada
tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Kasan (2000) mengatakan cidera kepala adalah
suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan
interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai
daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara
langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera
kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit kepala tulang
tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang
trauma tumpul maupun trauma tembus.

B. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat dilasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Mekanisme
a. Trauma Tumpul
Trauma tumpul adalah trauma yang terjadi akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, kecelakaan saat olahraga, kecelakaan saat bekerja, jatuh, maupun
cedera akibat kekerasaan (pukulan).
b. Trauma Tembus
Trauma yang terjadi karena tembakan maupun tusukan benda-benda
tajam/runcing.

2.   Berdasarkan Beratnya Cidera


Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera didasarkan pada penilaian Glasgow
Scala Coma (GCS) dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Cedera kepala ringan
GCS 13 - 15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
Tidak ada fraktur tengkorak, kontusio serebral dan hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 - 12
Saturasi oksigen > 90 %
Tekanan darah systole > 100 mmHg
Lama kejadian < 8 jam
Kehilangan kesedaran dan atau amnesia > 30 menit tetapi < 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
c. Cedera kepala berat
GCS  3 – 8
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >24 jam
Meliputi hematoma serebral, kontusio serebral
Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena
aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema
berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka
mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun
dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.

3. Berdasarkan Morfologi
a.   Cedera kulit kepala
Cedera yang hanya mengenai kulit kepala. Cedera kulit kepala dapat
menjadi pintu masuk infeksi intrakranial.
b.   Fraktur Tengkorak
Fraktur yang terjadi pada tulang tengkorak. Fraktur basis cranii secara
anatomis ada perbedaan struktur didaerah basis cranii dan kalvaria yang
meliputi pada basis caranii tulangnya lebih tipis dibandingkan daerah
kalvaria, durameter daerah basis lebih tipis dibandingkan daerah kalvaria,
durameter daerah basis lebih melekat erat pada tulang dibandingkan daerah
kalvaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah basis mengakibatkan robekan
durameter klinis ditandai denganbloody otorrhea, bloody rhinorrhea,
liquorrhea, brill hematom, batle’s sign, lesi nervus cranialis yang paling
sering n i, nvii dan nviii (Kasan, 2000).
Sedangkan penanganan dari fraktur basis cranii meliputi :
1.  Cegah peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak, misal cegah
batuk, mengejan, makanan yang tidak menyebabkan sembelit.
2.  Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan lubang telinga, jika perlu
dilakukan tampon steril (consul ahli tht) pada bloody
otorrhea/otoliquorrhea.
3.  Pada penderita dengan tanda-tanda bloody otorrhea/otoliquorrhea
penderita tidur dengan posisi terlentang dan kepala miring keposisi yang
sehat (Kasan : 2000).
c. Cedera Otak
1)  Commotio Cerebri (Gegar Otak)
Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan karena
terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana terjadi pingsan < 10
menit. Dapat terjadi gangguan yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat
berupa sakit kepala, mual, muntah, dan pusing. Pada waktu sadar
kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia
antegrad), tetapi biasanya korban/pasien tidak diingatnya pula sebelum
dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad).
Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah
syaraf, gegar otak terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam.
Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin
terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan.
2)  Contusio Cerebri (Memar Otak)
Merupakan perdarahan kecil jaringan akibat pecahnya pembuluh
darah kapiler. Hal ini terjadi bersama-sama dengan rusaknya jaringan
saraf/otak di daerah sekitarnya. Di antara yang paling sering terjadi
adalah kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, gangguan bicara,
yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala.
Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan
gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom
gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan,
gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan bradikardia,
kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat
profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan
(decebracio rigiditas).
3)  Perdarahan Intrakranial
a) Epiduralis haematoma
adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter
akibat robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya.
Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti pada
frontal, parietal, occipital dan fossa posterior.
b) Subduralis haematoma
Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara
durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil vena pecah
atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena
tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat
tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks.
Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan
dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial).
c)   Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak,
yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling
sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada
permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna
(pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak.
a) Intracerebralis Haematoma
Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan
subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau
arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks.
Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter
bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma.

4.  Berdasarkan Patofisiologi
a.  Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi
rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera
primer dapat terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan laserasi.
b.  Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti hipotensi
sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi pernapasan,
dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.

C. ETIOLOGI
1. Menurut Hudak dan Gallo (1996: 108) mendiskripsikan bahwa penyebab
cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor
yaitu:
a. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
b. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
2. Trauma akibat persalinan
3. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.
4. Jatuh
5. Cedera akibat kekerasan.

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2.  Kebingungan
3.  Iritabel
4.  Pucat
5.  Mual dan muntah
6.  Pusing
7.  Nyeri kepala hebat
8.  Terdapat hematoma
9.  Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
E. PATOFISIOLOGI
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
2. MRI
3. Cerebral Angiography
4. EEG (Elektroencepalograf)
5. X-Ray
6. BAER
7. PET
8. CSF, Lumbal Pungsi
9. ABGs
10. Kadar Elektrolit
11. Screen Toxicologi

G. PENATALAKSANAAN
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan infus
dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2
- 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Terapi obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau
glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami
penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit
maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8
jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga.
Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui
nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
f. Pembedahan bila ada indikasi.

H. KOMPLIKASI
1. Hemorrhagie
2. Infeksi
3. Edema serebral dan herniasi

ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah, pendidikan
terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat
b. Identitas Penanggung jawab
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan
terakhir, pekerjaan, alamat.
c. Riwayat kesehatan :
Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan
sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.
d. Pengkajian persistem
1).    Keadaan umum
2).    Tingkat kesedaran : composmetis, apatis, somnolen, sopor, koma
3).    TTV
4).    Sistem Pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas bunyi
ronchi.
5).    Sistem Kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut nadi
bradikardi kemudian takikardi.
6).    Sistem Perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
7).    Sistem Gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami perubahan
selera
8).    SistemMuskuloskeletal
Kelemahan otot, deformasi
9).    Sistem Persarafan
Gejala    : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan .
Tanda    : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi sebagian
tubuh.
a. Nervus cranial
N.I               : Penurunan daya penciuman
N.II             : Pada trauma frontalis terjadi penurunan    penglihatan
N.III, N.IV, N.VI    : penurunan lapang pandang, refleks cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mta tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
N.V                     : gangguan mengunyah
N.VII, N.XII      : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa
pada 2/3 anterior lidah
N.VIII                 : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
N.IX , N.X , N.XI : jarang ditemukan
b. Skala Koma glasgow (GCS)
N KOMPONEN NILAI HASIL
O
1 VERBAL 1 Tidak berespon
2 Suara tidak dapat dimengerti, rintihan
3 Bicara kacau/kata-kata tidak tepat/tidak
nyambung dengan pertanyaan
4 Bicara membingungkan, jawaban tidak tepat
5 Orientasi baik
2 MOTORIK 1 Tidak berespon
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Menarik area nyeri
5 Melokalisasi nyeri
6 Dengan perintah
3 Reaksi membuka 1 Tidak berespon
mata (EYE) 2 Rangsang nyeri
3 Dengan perintah (rangsang suara/sentuh)
4 Spontan

c.     Fungsi motorik
Setiap  ekstremitas  diperiksa dan dinilai dengan skala berikut yang
digunakan  secara internasional :
RESPON SKALA
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang 4
Kelemahan berat (antigravity) 3
Kelemahan berat (not antigravity) 2
Gerakan trace 1
Tak ada gerakan 0

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.       Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi cairan
b.      Pola napas tidak efektif b.d kerusakan pusat pernapasan di medula oblongata
c.       Perubahan perfusi jaringan serebral b.d hiposksia
d.      Perubahan persepsi sensori b.d defisit neorologis.
e.       Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
f.       Kerusakan mobilitas fisik b.d imobilitas.

Anda mungkin juga menyukai