Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

MANJEMEN PRODUKSI TERNAK RUMINANSIA


KOMODITI TERNAK POTONG

Oleh:

Alviya Warda 165050107111081 (A7)

Diovani Hasyemi R 165050107111110 (A7 )

Sofiyan Yohardikarim 165050107111113 (A7)

Muhammad Akbar F 165050107111124 (A7)

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
meskipun ada beberapa kekurangan di dalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan yang dapat menguntungkan bagi peternak maupun masyarakat. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan masukan demi perbaikan
makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Malang, 2 April 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1................................................................................................................................Latar
Belakang................................................................................................................
1.2................................................................................................................................Rumu
san Masalah...........................................................................................................
1.3................................................................................................................................Tujua
n.............................................................................................................................
1.4................................................................................................................................Manfa
at............................................................................................................................
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1................................................................................................................................Manaj
emen Pemilihan Bibit dan Pemeliharaan..............................................................
2.2................................................................................................................................Manaj
emen Pakan...........................................................................................................
2.3................................................................................................................................Manaj
emen Kandang.......................................................................................................
2.4................................................................................................................................Manaj
emen Sanitasi dan Biosecurity..............................................................................
2.5................................................................................................................................Judgin
g.............................................................................................................................
2.6................................................................................................................................BCS
...............................................................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................
LAMPIRAN.....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat
sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi yang seimbang,
pertambahan penduduk dan meningkatnya daya beli masyarakat. Prinsip yang perlu dianut
adalah azas kelestarian sumberdaya ternak nasional (populasi), azas keseimbangan
(suplaidemand), dan azas kemandirian (mengurangi impor). Pemerintah menetapkan
beberapa kebijakan melalui pengembangan kelembagaan petani peternak, optimalisasi
pemanfaatan sumberdaya alam lokal, dan pengembangan teknologi tepat guna (Sodiq dan
Budiono, 2014).
Banyak terdapat usaha penggemukan ternak, seperti usaha penggemukan calon induk
sapi perah, calon induk sapi potong, bakalan kereman sapi, pejantan ekstrim dan lain
sebagainya. Mulijanti, Tedy,dan Nurnayetti (2014) menyatakan bahwa Usaha penggemukan
ternak dilakukan dengan 2 pola pemeliharaan, yaitu sistem kereman dan diangon.
Pemeliharaan ternak sistem kereman umumnya dilakukan karena keterbatasan lahan dan
kurangnya lahan pengangonan sehingga pemberian pakan rumput lapang dengan cara cut and
carry.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana manajemen bibit dan pemeliharaan ternak?
2. Bagaimana manajemen pakan ternak?
3. Bagaimana manajemen perkandangan ternak?
4. Bagaimana manajemen sanitasi dan bioscurity ternak?
5. Bagaimana judging ternak?
6. Bagaimana BCS ternak
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana manajemen bibit dan pemeliharaan ternak
2. Untuk mengetahui bagaimana manajemen pakan ternak
3. Untuk mengetahui manajemen perkandangan ternak
4. Untuk mengetahui bagaimana sanitasi dan bioscurity ternak
5. Untuk mengetahui bagaimana judging ternak
6. Untuk mengetahui bagaimana BCS ternak
1.4 Manfaat
Diharapkan dengan adanya makalah ini, maka dapat bermanfaat bagi pembaca dan
peternak agar dapat mengetahui cara-cara manajemen ternak dengan baik dan benar.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengamatan field trip, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
2.1 Pemilihan Bibit dan Pemeliharaan Ternak
Melihat rendahnya angka populasi sapi betina yang ada di Indonesia, pemerintah
melalui Kementrian Pertanian meluncurkan sebuah program bernama ubsus siwab, yaitu
Upaya Khusus Sapi Induk Wajib Bunting Nomor 48/Permentan/PK210/10/2016 (Menteri
Pertanian, 2016). Program ini tentunya juga harus di dukung oleh para peternak sapi potong
itu sendiri. Di tempat kami mencari data, yaitu di peternak pak Haryanto, sapi-sapi betina
yang ia miliki masih terbilang relative kurang produktif dalam hal melahirkan pedet yang
berkualitas. Hal ini terlihat dari bobot pedet yang dilahirkan masih cukup kurus dan kecil.
Menurut pengamatan kami, hal ini diakibatkan oleh pakan yang diberikan berkualitas rendah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan milik Sutiyono, Dawud, dan Alam (2017), yang
menyatakan bahwa pemeliharaan sapi secara tradisional sangat rawan terjadi kegagalan
reproduksi yang disebabkan karena bibit tidak dipilih secara baik, dan pakan yang diberikan
berkualitas rendah.
Pada suatu peternakan sapi, baik itu sapi potong maupun sapi perah, regenerasi dan
pemilihan bibit sapi yang berkualitas sudah merupakan suatu kewajiban untuk dimengerti
bagi para peternak, karena hal ini sangat berdampak padak keberlangsungan usaha
peternakan mereka. Maka dari itu, produktifitas induk sapi dalam hal reproduksi harus dapat
di jaga. Banyak hal yang dapat mengurangi efisiensi reproduksi induk sapi. Seperti yang
dinyatakan oleh Rasyid, Januhari, dan Mariyono (2012) dalam bukunya menyatakan bahwa
kegagalan dan rendahnya efisiensi reproduksi sapi induk dapat disebabkan oleh faktor
internal dari ternak itu sendiri (seperti penyakit dan kelainan alat kelamin) dan faktor
eksternal yaitu kurang pakan, defisiensi mineral, dan kurang tepat dalam penanganan
perkawinan termasuk aplikasi teknologi IB.
Ketika awal kelahiran, bobot pedet menjadi salah satu indicator apakah suatu pedet
akan berhasil di masa post-partus atau tidak. Bobot lahir merupakan hal yang sangat penting
sebagai pertumbuhan pedet sapi. Sapi dengan bobot badan lebih besar dan dilahirkan secara
normal akan lebih mampu mempertahankan kehidupannya. Hal ini juga disetujui oleh Aprily,
Sambodho, Harjanti (2016) dalam jurnalnya menyatakan bahwa bobot lahir pedet adalah
salah satu yang dapat mempengaruhi penampilan pedet menjadi informasi pertama terhadap
potensi perkembangan sapi terhadap produktivitasnya
Dalam pemeliharaan sapi potong, peran kandang sangat penting, mengingat
banyaknya fungsi kandang. Selain sebagai tempat ternak berteduh, kandang juga dijadikan
sebagai pengontrol agar peternak bisa mengetahui apa saja yang dikonsumsi dan lain
sebagainya. Pentingnya peran kendang juga di sesuai pernyataan Rusnan, Kaunang, dan
Yohanis (2015) yang menyatakan bahwa keberadaan kendang sangat diperlukan dalam sistim
pemeliharaan sapi potong, pada pengembalaan dengan sistim pasture fattening kandang
difungsikan sebagai tempat berteduh dimalam hari atau pada waktu sedang panas agar
produktivitas ternak dapat tercapai.
2.2 Manajemen Pakan
Pada pemeliharaan ternak khususnya sapi, ternak rutin diberi pakan hijauan berupa
rumput gajah, tebon jagung, ataupun jerami padi. Selain pakan hijauan, ternak juga diberi
konsentrat tambahan untuk memaksimalkan pertumbuhan badan maupun untuk
memaksimalkan produktivitas. Konsentrat tambahan bisa berupa konsentrat pabrikan, dedak,
ampas tahu, maupun ampas ketela. Pakan dan konsentrat tersebut diberikan 2 (dua) kali
sehari pada saat pagi hari dan sore hari. Pernyataan tersebut sama halnya dengan Mulijanti,
Tedy, dan Nurnayetti (2014) yang menyatakan bahwa pemberian pakan dilakukan sehari 2
kali, pada pagi hari diberi konsentrat atau dedak padi, sedangkan jerami fermentasi atau
jerami segar sebanyak 8-9 kg/ekor/hari diberikan 2 kali pagi dan sore. Pemberian konsentrat
atau dedak 2-3 kg/ekor/hari dilakukan pagi hari 2 jam sebelum pemberian jerami fermentasi.
Pemeliharaan ternak di Indonesia pada umumnya adalah dilakukan dengan cara
tertutup atau dikandangkan, bukan di gembalakan. Pakan ternak yang dikandangkan juga
harus selalu tercukupi karena ternak tidak bisa mencari sendiri. Ternak harus diberi pakan
hijauan dan konsentrat pada saat pagi hari dan sore hari. Air minum diberikan secara ad-
libitum. Valente, Paulino, Detmann, Filho, Cardenas, dan Dias (2013) menjelaskan bahwa
Sistem produksi sapi di padang rumput adalah ditandai oleh karakteristik multifaktorial dan
interaktif yang tidak hanya mempengaruhi asupan dan pemanfaatan makanan tetapi juga
menentukan persyaratan gizi. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi permintaan nutrisi
adalah ketersediaan dan kualitas hijauan, tingkat persediaan, suplementasi, ukuran paddock,
kemiringan, dan cuaca. Di bawah kondisi merumput ekstrim kebutuhan energi untuk
pemeliharaan dapat ditingkatkan sekitar 50%.
Pada pemeliharaan ternak, peternak harus bisa memenuhi kebutuhan hidup ternak
yang meliputi pakan utama berupa pakan hujauan (rumput gajah, tebon jagung, dsb),
konsentrat (ampas tahu, bekatul, atau pakan jadi), dan air minum. Selain kebutuhan utama
tersebut, ternak juga membutuhkan feed suplemen berupa vitamin, mineral mix, calsium dan
lain sebagainya untuk menunjang kehidupan ternak tersebut. Pernyataan tersebut sama halnya
dengan Yulianto (2011) yang menyatakan bahwa sebagai upaya untuk mengefisienkan
pemberian pakan sesuai dengan sistem pencernaan sapi maka pemilihan pakan sapi dapat
dicari yang efektif. Bahan pakan tersebut antara lain bisa berupa jerami padi, jagung, pucuk
tebu, atau limbah pertanian lainnya yang telah dkeringkan atau diolah untuk meningkatkan
nilai digestivanya. Untuk memacu pertumbuhan dan kesehatan sapi, selain diberi pakan dan
minum yang cukup, ada baiknya sapi juga diberikan pakan suplemen seperti mikronutrient
dan vitamin B kompleks. Selain untuk men ungkatkan nafsu makan, pemberian suplemen
juga ditujukan untuk memacu proses penyusunan protein di dalam tubuh sapi.
Gambar 1.1 pemberian pakan sapi potong
2.3 Perkandangan
Dari beberapa penjelasan di atas, salah satu yang menjadi tolak ukur atau penilaian
dalam membuat konstruksi kandang adalah pemilihan bahan baku untuk kandang mulai dari
lantai sampai atap yang digunakan. Pemilihan bahan kandang hendaknya disesuaikan dengan
tujuan usaha yang dipertimbangkan untuk jangka panjang, menengah atau untuk usaha jangka
pendek. Pemilihan bahan kandang sebaiknya diperkirakan dan didesain sedemikian rupa
untuk minimal memiliki daya tahan 5-10 tahun dan disarankan lebih mengutamakan
pemanfaatan bahan-bahan lokal yang tersedia. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam
pembuatan kandang peternakan tidak mengeluarkan biaya yang cukup besar karena bahan
berasal dari lokal. Prajat (2017) juga menjelaskan bahwa kerangka kandang dapat terbuat dari
bahan besi, beton, kayu dan bambu disesuaikan dengan bahan yang tersedia di lokasi
peternakan dan pertimbangan ekonomi tanpa mengabaikan daya tahan bahan-bahan tersebut.
Salah satu contohnya adalah pemilihan dinding dan sekat kandang. Dinding dan sekat
kandang dapat dibuat dari tembok, kayu, bambu, pipa besi atau bahan lainnya dan dibangun
lebih tinggi dari dada sapi ketika berdiri. Untuk daerah dataran rendah, yang suhu udaranya
lebih panas dan tidak ada angin kencang, bentuk dinding kandang terbuka, atau cukup
menggunakan kayu, bambu atau pipa besi yang berfungsi sebagai pagar kandang agar sapi
tidak mudah keluar. Dinding atau sekat kandang dari kayu, bambu atau pipa besi hendaknya
mempunyai jarak antar sekat 40-50cm. untuk daerah dataran tinggi yang temperature
udaranya relative dingin atau daerah pinggir pantai yang anginnya cukup kencang, disarankan
agar dinding kandang lebih tertutup.

Tatalaksana perkandangan merupakan salah satu faktor produksi yang belum


mendapat perhatian dalam usaha peternakan sapi potong khususnya peternakan rakyat.
Konstruksi kandang yang belum sesuai dengan persyaratan teknis akan mengganggu
produktivitas ternak, kurang efisien dalam penggunaan tenaga kerja dan berdampak terhadap
lingkungan sekitarnya. Hal itu alh yang dipaparkan oleh Budiraharjo (2011) dimana masih
banyak peternak yang menjadikan konstruksi kandang sebagai bahan manajemen
pemeliharaan sapi potongnya yang tidak terlalu penting. Padahal, jika ditelusuri lebih
mendalam konstruksi kandang memiliki peranan yang sangat penting sama halnya seperti
manajemen pada pakan sapi potong
Dalam pembuatan konstruksi kandang, hendaknya konstruksi kandang harus kuat,
mudah dibersihkan, mempunyai sirkulasi udara yang baik, tidak lembab, mempunyai tempat
penampungan kotoran serta saluran drainasenya baik dan lancar. Bangunan kandang harus
mampu menahan beban benturan dan dorongan yang kuat dari ternak sekaligus dapat
menjaga keamanan ternak dari tindakan pencurian. Selain itu, dalam mendesain konstruksi
kandang hendakya memperhatikan agroekosistem wilayah setempat, tujuan pemeliharaan dan
status fisiologis sapi. Menurut buku yang ditulis Chauhan (2008) dijelaskan bahwa model
kandang sapi potong di dataran tinggi, diupayakan lebih tertutup untuk melindungi ternak
dari cuaca yang dingin, sedangkan di dataran rendah, bentuk kandang lebih terbuka agar
sirkulasi udara lebih lancar sehingga kondisi di dalam kandang tidak panas.

Gambar 1.2 kandag sapi potong tipe tertutup


2.4 Manajemen Sanitasi dan Biosecurity
2.4.1 Sanitasi
Erni Gustianan (2011) menyatakan banhwa Memperbaiki sanitasi terutama
lingkungan, merupakan salah satu solusi terbaik dalam mengantisipasi cemaran mikroba.
Sanitasi yang buruk yang menyebabkan air tercemar tinja yang mengandung kuman penyakit,
menyebabkan terjadinya waterborne disease. Penerapan biosekuriti pada seluruh sektor
peternakan, baik di industri Peternakan akan mengurangi risiko penyebaran mikroorganisme
penyebab penyakit yang mengancam sektor tersebut. Meskipun biosekuriti bukan satu-
satunya upaya pencegahan terhadap serangan penyakit, namun biosekuriti merupakan garis
pertahanan pertama terhadap penyakit. Kandang merupakan bagian penting yang harus ada
dalam suatu peternakan sapi potong Kandang adalah bangunan sebagai tempat tinggal
ternak, yang ditujukan untuk melindungi ternak terhadap gangguan dari luar yang merugikan
seperti terik matahari, hujan, angin, gangguan binatang buas, serta memudahkan dalam
pengelolaan. Menurut Erni Gustianan (2011) bahwa perlu diterapkan praktek beternak yang
baik (good farming practices, GFP), meliputi sanitasi kandang dan lingkungan sekitar
kandang dan pemberian pakan ternak yang bebas jamur atau aflatoksin.

Dari hasil field trip bahwa Cara beternak sapi potong pada umumnya masih bersifat
tradisional sehingga peternak perlu dibekali pengetahuan tentang sanitasi peralatan penunjang
pemeliharaan dan air untuk menekan pencemaran mikroorganisme. Menurut A. Vijaya
Kumar et al (2012), bahwa disinfeksi teat adalah bagian penting dalam pencegahan infeksi
ambing dengan mengurangi jumlah bakteri pada puting susu dan harus dilakukan sebelum
dan sesudah memerah susu. Menyeka dot sebelum memerah susu sangat penting untuk
menyelesaikan proses pembersihan. Pra desinfeksi dot milking tidak hanya mengurangi
bakteri lingkungan pada dot sebelum memerah susu tetapi juga menurunkan risiko infeksi
baru yang disebabkan oleh bakteri tersebut, yang sering berkembang menjadi mastitis klinis.
Ada bukti kuat bahwa di antara semua prosedur pra-pemerahan, perawatan pembersihan
basah, diikuti dengan pengeringan manual handuk kertas akan menghasilkan jumlah bakteri
terendah. Namun, rutin kebersihan premilking yang baik dapat menurunkan sapi rasio infeksi
dengan tidak hanya mengurangi kontaminasi bakteri ambing dari lingkungan, tetapi juga
mengurangi kontaminasi bakteri dari hewan yang terinfeksi lainnya.

Kartika Budi Utami, Lilik Eka Radiati, dan Puguh Surjowardojo (2016) menyatakan
bahwa Semakin sering peternak membersihkan lantai kandang, maka kontaminasi bakteri
yang berasal dari lantai kandang yang kotor dan ambing sapi yang terinfeksi mastitis dapat
ditekan. Pemerahan susu harus dilakukan di bawah kondisi bersih dengan menjaga
kebersihan tempat pemerahan dan lingkungan di sekitarnya. Kandang dan lingkungannya
harus selalu bersih, karena pada pemeliharaan sapi potong upaya menjaga sanitasi kandang
dan lingkungan mutlak diperlukan. Tujuan membersihkan sapi adalah mempersiapkan sapi
agar pemerahandapat dilakukan di bawah kondisi bersih. Serta menghindari terjadinya
kontaminasi berupa kotoran yang masih menempel pada kulit sapi. (Kartika Budi Utami dkk,
2016)

Chandra Sunarko, Bambang Sutrasno, Apsari Kumalajati, Heri Supriadi, Akhmad


Marsudi, dan Budiningsi (2009) menyatakan bahwa dibandingkan dengan ternak lain, sapi
perah memerlukan tingkat kebersihan dan sanitasi yang tinggi, karena air susu mudah untuk
menyerap bau, disamping itu juga merupakan sarana yang baik untuk perkebnagan bakteri
yang dapat menyebabkan penyakit. Kontaminasi mikroorganisme dapat terjadi pada semua
titik dalam proses produksi. Oleh karenanya sanitasi harus diterapkan pada semua proses
produksi ternak dan penanganan pasca panen. Resiko terjadinya penyakit pada ternak dan
juga manusia dipengaruhi oleh interaksi antara 3 komponen yaitu ternak, lingkungan dan
mikroorganisme.

2.4.2 Biosecurity
Adam E. I. Mohammed1 and Ibtisam E. M. El Zubeir (2015) menyatakan bahwa
Peternakan sapi perah yang mempertimbangkan ekspansi harus menghormati langkah-
langkah biosekuriti yang baik untuk memelihara kawanan bebas penyakit dan
mempertahankan produksi maksimum. Penyakit menular dapat memasuki kawanan melalui
tambahan yang dibeli atau dibawa ke peternakan oleh spesies hewan lain termasuk manusia.
Oleh karena itu, prosedur karantina yang ketat, sanitasi yang lebih menyeluruh, peningkatan
pengujian untuk patogen dan kurangnya kontak antara hewan adalah penting. Dengan
mengidentifikasi beberapa penyakit yang cenderung menjadi risiko terbesar, pencegahan dan
tindakan pengendalian dapat dikembangkan dan diimplementasikan untuk fokus pada orang-
orang yang paling mungkin menciptakan masalah. Biosekuriti ini adalah garda terdepan
untuk mengamankan ternak dari penyakit. Peternakan yang menerapkan program biosekuriti
akan bisa menekan biaya kesehatan ternak menjadi lebih murah dibanding peternakan yang
tidak menerapkan biosekuriti. Karena penanganan penyakit jika sudah terjadi outbreak dalam
sebuah peternakan tentu akan mengahabiskan banyak biaya. Dengan pertimbangan itulah,
penerapan biosekuriti dalam sebuah peternakan menjadi sebuah keharusan guna mencapai
keuntungan yang lebih di dalam usaha peternakan, disamping juga untuk mencegah
terjadinya outbreak penyakit dalam sebuah wilayah

Secara  keseluruhan, system biosecurity meliputi tiga hal, yaitu biosecurity


konseptual, biosecurity structural, dan biosecurty oprerasional. Ketiganya harus berjalan
sinergis agar memperoleh hasil yang optimal. Menajemen pemeliharaan ini mencakup
manajemen pakan, kesehatan ternak dan perkandangan. Wardani dkk (2015), menyatakan
bahwa terkait kesehatan ternak, peternak perlu memiliki keterampilan dalam mencegah
penyakit sedini mungkin melalui penerapan sistem biosecurity.

Gezahegn Alemayehu dan Samson Leta (2014) menyatakan bahwa biosekuriti adalah
penerapan langkah-langkah yang mengurangi risiko pengenalan dan penyebaran agen
penyakit; itu membutuhkan adopsi seperangkat sikap dan perilaku oleh orang-orang untuk
mengurangi risiko dalam semua kegiatan yang melibatkan domestic. Persyaratan biosekuriti
yang paling ketat terkonsentrasi pada orang-orang dalam kategori berisiko tinggi, seperti
mereka yang memiliki kontak langsung dengan hewan atau pupuk kandang di pertanian, serta
peternakan lainnya. Biosekuriti merupakan benteng pertama dalam usaha pencegahan
penyakit. Menjaga pertumbuhan ternak agar tetap baik dengan rasio konversi pakan yang
baik pula. .Menekan biaya kesehatan ternak menjadi lebih murah. Karena jika ternak sudah
terserang penyakit, maka biaya untuk pengobatan akan lebih besar, belum lagi kerugian yang
harus ditanggung peternak misalnya karena peternak harus memperpanjang masa istirahatnya
untuk memutus rantai penyakit. Memperoleh hasil/produk yang bagus, karena biosekuriti
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi ternak untuk berproduksi

2.5 Judging

Judging adalah penilaian tingkatan ternak dengan beberapa karakteristik penting


untuk tujuan tertentu secara subjektif. Judging terdiri atas tiga langkah yaitu, penilaian
melalui kecermatan pandangan (visual), penilaian melalui kecermatan perabaan (palpasi), dan
penilaian melalui pengukuran tubuh. Menurut Bolton et al (2015) Penilaian ternak terdiri dari
kegitan membuat analisis yang cermat terhadap hewan dan mengukurnya dengan standar
yang umum diterima sebagai yang ideal. Ideal dalam hal ini disebut sebagai tipe untuk setiap
spesies ternak. Tujuan dari penilaian ternak adalah untuk mengevaluasi ternak secara kritis
untuk menghasilkan perbaikan bagi keturunan masa depan. Dalam penilaian harus
mempertimbangkan berbagai faktor untuk menentukan peringkat ternak dengan benar.
Dalam jugding terdapat variabel-variabel penilaian yang digunakan untuk menilai
sapi potong. Menurut Nugraha dkk (2015) Variabel yang diamati yaitu mengukur statistik
vital meliputi: 1.) Lingkar dada (LD) diukur secara melingkar di belakang gumba atau di
belakang Os scapula dengan menggunakan pita ukur melingkardinyatakan dalam cm. 2.)
Panjang badan (PB) diukur secara lurus dari Tuber humerus sampai benjolan tulang tapis
(tuber ischii) diukur dengan menggunakan alat berupa mistar dinyatakan dalam cm. 3.)
Tinggi badan (TB) diukur jarak tegak lurus dari punggung atau belakang gumba sampai
ketanah atau lantai diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam cm. 4.)
Tinggi pinggul (TP) diukur jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum pertama
sampai ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam cm. 5.) Bobot
badan (BB) diukur menggunakan timbangan analitik khusus sapi dengan merk Ruddweigh
dinyatakan dalam kg.

2.6 BCS (Body Condition Score)


Body Condition Score (BCS) merupakan salah satu acuan untuk melihat bagaimana
kondisi tubuh ternak terutama sapi. Nilai BCS sangat berkaitan dengan manajemen
pemberian pakan. Dan juga BCS dapat dijadikan penilaian terhaadap produksi daging yang
akan dihasilkan (sapi potong). Sesuai dengan pernyataan Sunarko dkk ( 2009 ) BCS adalah
metode pengukuran kritis terhadap keefektifan sistem pemberian pakan pada sapi yang
bertujuan untuk mengetahui pencapaian standar kecukupan cadangan lemak dalam tubuh
yang akan mempengaruhi dalam penampilan produksi daging, efisiensi reproduksi dan herd
longevity. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Budiawan dkk (2015) BCS digunakan untuk
mengevaluasi manajemen pemberian pakan, menilai status kesehatan individu ternak dan
membangun kondisi ternak pada waktu manajemen ternak yang rutin. BCS telah terbukti
menjadi alat praktis yang penting dalam menilai kondisi tubuh ternak karena BCS adalah
indikator sederhana terbaik dari cadangan lemak yang tersedia yang dapat digunakan oleh
ternak dalam periode apapun

Dalam menilai ternak BCS diperlukan untuk mengetahui kriteria sapi yang baik jika
dijadikan bibit. Menurut Sales et al (2011) hal –hal yang termasuk dalam penilaian calon
bibit sapi antara lain adalah Bondy Conditon Score, Manajemen Pengobatan, Pakan dan
Pemeliharaan.

Gambar 2.3 BCS sapi tampak belakang Gambar 2.3 BCS sapi tampak samping
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
- Bobot lahir pedet adalah salah satu yang dapat mempengaruhi penampilan pedet
menjadi informasi pertama terhadap potensi perkembangan sapi terhadap
produktivitasnya.
- Penilaian calon bibit sapi antara lain adalah Body Conditon Score, Manajemen
Pengobatan, Pakan dan Pemeliharaan.
- Penilaian ternak terdiri dari kegitan membuat analisis yang cermat terhadap hewan
dan mengukurnya dengan standar yang umum diterima sebagai yang ideal. Ideal
dalam hal ini disebut sebagai tipe untuk setiap spesies ternak. Tujuan dari penilaian
ternak adalah untuk mengevaluasi ternak secara kritis untuk menghasilkan
perbaikan bagi keturunan masa depan.

3.2 Saran
Alangkah baiknya jika kita sebagai mahasiswa peternakan memberikan sosialisasi dan
edukasi kepada peternak berkaitan dengan manajemen pemeliharaan dan pemilihan bibit
yang baik agar peternak dapat memajukan sektor peternakan terutama pada usaha
penggemukan sapi potong sehingga kuota daging dapat terpenuhi dan swasembada daging
dapat segera tecapai.
DAFTAR PUSTAKA

Adam E. I. Mohammed dan Ibtisam E. M. El Zubeir. 2015. Some of biosecurity


measurements in different dairy farms in Khartoum State, Sudan. Journal of
Veterinary Medicine and Animal Health. 7(3):93.
Alemayehu, Gezahegn dan Samson Leta.2014. Biosecurity practices in Central Ethiopian
cattle feedlots: Its implication for live cattle export. International Journal of
Livestock Production. 5(11):187.
Aprily, N.U., P. Sambodho, dan D. W. Harjanti. (2016). Calving Evaluation of Dairy Cattle
in Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak Baturraden.
Jurnal Peternakan Indonesia. 18(1):37.
Bolton, Sarah., D.W Duncan., N. E Fuhrman., F. Flanders. 2015. Self-Perceived Career and
Interpersonal Skills Gained from Participation on a Collegiate Livestock
Judging Team. Journal Of Leadership Education 14(11):173.
Budiawan, A., M.N Ikhsan., dan S. Wahjuningsih. 2015. Hubungan Body Condition Score
terhadap Service Per Conception dan Calving Interval Sapi Potong Peranakan
Ongole di Kecamatan babat Kabupaten Lamongan. J. Ternak Tropika. 16(1): 40
Budiraharjo, K., M. Handayani dan G.Sanyoto. 2011. Analisis Profitabilitas Usaha
Penggemukan Sapi Potong Di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang.
MEDIAGRO. 7(1):9.
Chauhan, D.2008. Analysis and Design Of Bamboo Based Cowshed. Delhi : Indian Institute
Of Technology
Gustianan, Erni. 2011. Pengendalian Cemaran Mikroba Pada Bahan Pangan Asal Ternak
(Daging Dan Susu) Mulai Dari Peternakan Sampal Dihidangkan. Lembang: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat. 28(3):100
Kumar, A. Vijaya, L. Venkateswara Rao, M. Kishan Kumar, B. Srinu dan T. Madhava Rao.
2012. Efficacy of udder disinfectants on reduction of bacterial load and certain
pathogens of public health significance. J. Microbiol. Biotech. Res. 2 (1): 151.
Mulijanti,S.L.; Tedy dan Nurnayetti. 2014. Pemanfaatan Dedak Padi dan Jerami Fermentasi
pada Usaha Penggemukan Sapi Poton di Jawa Barat. Jurnal Peternakan Indonesia.
16 (3):187.
Nugraha, Chairdin., S. Maylinda., dan Moch. Nasich. 2015. Karakteristik Sapi Sonok dan
Sapi Kerapan Pada Umur Yang Berbeda di Kabupaten Pamekasan Pulau Madura.
J. Ternak Tropika 16(1):60.
Prajat, C.B., Suraj B, Shubhan, et al. 2017. Analysis and Design Of Cowshed by Using
Bamboo Materials. International Journal Of Research In Science & Engineering.
3(2):7.
Rasyid Ainur, Jauhari Efendi, Mariyono. 2012. Sistem Pembibitan Sapi Potong Dengan
Kandang Kelompok “Model LITBANG”. Jakarta. IAARD Press.
Rusnan H., Ch. L. Kaunang, dan Yohanis L. R. T. 2015. Analisis Potensi dan Strategi
Pengembangan Sapi Potong Dengan Pola Integrasi Kelapa-Sapi di Kabupaten
Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara. Jurnal Zootek. 35 (2):190.
Sales, J.N.S., K.A.L. Nevesa, A.H. Souzaa, G.A. Crepaldia, R.V. Salaa, M. Fosadob, E.P.
Campos Filhob, M. de Fariac, M.F. Sá Filhoa, P.S. Barusellio. 2011. Timing of
Insemination and Fertility in Dairy and Beef Cattle Receiving Time Artificial
Insemination Using Sex-sorted Sperm. Journal Therionology 7(6):435
Sutiyono, Daud S. dan Alam S. 2017. Identifikasi Gangguan Reproduksi Sapi Betina di
Peternakan Rakyat. Jurnal veteriner. 18 (4): 581.
Sodiq, Akhmad dan Budiono. 2012. Produktivitas Sapi Potong pada Kelompok Tani Ternak
di Pedesaan. Agripet. Volume 12(1):33.
Sunarko,Chandra, Bambang Sutrasno, Apsari Kumalajati, Heri Supriadi, Akhmad Marsudi,
dan Budiningsi. 2009. Petunjuk pemeliharaan Bibit Sapi Perah. Puwerkerto:
BBPTU Sapi Perah Baturraden.
Utami, Kartika Budi, Lilik Eka Radiati, dan Puguh Surjowardojo. 2016. Kajian kualitas susu
sapi perah PFH (studi kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di
Kecamatan Jabung Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan
24(2):66
Valente, Eriton Egidio Lisboa; Paulino; Detmann; Filho; Cardenas dan Dias. 2013.
Requirement Of Energy And Protein Of Beef Cattle On Tropical Pasture. Maringá.
35(4):424.
Yulianto, Purnawan dan Saparinto.2011. Penggemukan Sapi Potong Hari Per Hari. Bogor.
Penerbit: Penebar Swadaya.
Wardani, Aristiyana Nur Tri, Agustono, dan Wiwit Rahayu. 2015. Strategi Pengembangan
Komoditas Subsektor Peternakan Unggulan Di Kabupaten Batang (Analisis
Location Quotient Dan Soar). AGRISTA. 3(3):250.

Anda mungkin juga menyukai