Anda di halaman 1dari 25

EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI RUMAH POTONG HEWAN

MODERN
Tugas Mata Kuliah Desain Proses Pengolahan Hasil Ternak
Diampu oleh: Dr. Ir. Purwadi, MS.

Disusun oleh:

Safitri (206050100011007)
Amelia Arum Ramadhani (206050101111002)
Sofiyan Yohardikarim (206050101111014)

PROGRAM MAGISTER ILMU TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
DAFTAR ISI

Isi Halaman
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Rumah Potong Hewan (RPH)....................................................................1
1.1.1 Pengertian Rumah Potong Hewan (RPH) .....................................1
1.1.2 Perencanaan Sistem Rumah Potong Hewan (RPH) Efektif dan
Efisien............................................................................................1
1.1.3 Tujuan Sistem Rumah Potong Hewan (RPH) Efektif dan
Efisien.............................................................................................1

BAB II PROSES RUMAH POTONG HEWAN (RPH)


2.1 Pengertian Rumah Potong Hewan (RPH)..................................................3
2.1.1 RPH Tradisonal..............................................................................4
2.1.2 RPH Modern..................................................................................4
2.2 Proses Rumah Potong Hewan (RPH) ........................................................4
2.2.1 RPH Tradisonal..............................................................................4
2.1.3 RPH Modern..................................................................................4
2.3 Perbandingan Efektifitas dan Efisiensi RPH Tradisional dan Modern......4

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Rumah Potong Hewan (RPH)


1.1.1 Pengertian Rumah Potong Hewan (RPH)
Rumah Potong Hewan merupakan suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan
disain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi
konsumsi masyarakat luas. Keberadaan Rumah Potong Hewan sangat diperlukan, agar
dalam pelaksanaan pemotongan hewan dapat terjaga dan terkendali dengan baik (Khasrad
dkk., 2012). Lebih lanjut disampaikan oleh Nurfifi dkk. (2017) bahwa Rumah Potong
Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan desain dan konstruksi
khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta digunakan sebagai
tempat pemotongan hewan.
Subadyo (2017) menyatakan bahwa Rumah Potong Hewan (RPH) dan/atau Rumah
Pemotongan Unggas (RPU) merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan
daging yang aman, sehat dan utuh serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan:
1. Pemotongan hewan secara benar.
2. Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante mortem) dan pemeriksaan
karkas dan jeroan (post mortem) untuk mencegah penularan penyakit zoonotik ke
manusia.
3. Pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada
pemeriksaan ante mortum dan post mortum guna pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan
Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
13/Permentan/OT.140/1/2010 rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH
adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang
digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum. Berdasarkan
beberapa pengertian mengenai Rumah Potong Hewan (RPH), maka dapat disimpulkan
bahwa RPH adalah bangunan yang memiliki desain serta konstruksi khusus yang ditujukan
sebagai tempat pemotongan hewan untuk menghasilkan daging yang aman, sehat, utuh dan
halal (ASUH).

1.1.2 Perencanaan Sistem Rumah Potong Hewan (RPH) Efektif dan Efisien
1.1.3.1 Input
a. Lokasi
Lokasi RPH harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1. Tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu dan
kontaminan lainnya;
2. Tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan;
3. Letaknya lebih rendah dari pemukiman;
4. Mempunyai akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan
pemotongan hewan dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi;
5. Tidak berada dekat industri logam dan kimia;
6. Mempunyai lahan yang cukup untuk pengembangan RPH;
7. Terpisah secara fisik dari lokasi kompleks RPH Babi atau dibatasi
dengan pagar tembok dengan tinggi minimal 3 (tiga) meter untuk
mencegah lalu lintas orang, alat dan produk antar rumah potong
b. Tata Letak, Disain dan Konstruksi
Bangunan dan tata letak dalam kompleks RPH paling kurang meliputi:
1. Bangunan Utama
Bangunan utama harus memiliki daerah kotor yang terpisah secara
fisik dari daerah bersih. Daerah kotor meliputi:
 Area pemingsanan atau perebahan hewan, area pemotongan dan
area pengeluaran darah
 Area penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala,
keempat kaki sampai metatarsus dan metacarpus, pengulitan,
pengeluaran isi dada da nisi perut)
 Ruang untuk jeroan hijau
 Ruang untuk jeroan merah
 Ruang untuk kepala dan kaki
 Ruang untuk kulit
 Pengeluaran (loading) jeroan
Daerah bersih meliputi area untuk:
 Pemeriksaan post-mortem
 Penimbangan karkas
 Pengeluaran (loading) karkas/daging
2. Area penurunan hewan (unloading sapi) dan kandang
penampungan/kandang istirahat hewan
Area penurunan (unloading) ruminansia harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
 Dilengkapi dengan fasilitas untuk menurunkan ternak (unloading)
dari atas kendaraan angkut ternak yang didisain sedemikian rupa
sehingga ternak tidak cedera akibat melompat atau tergelincir;
 Ketinggian tempat penurunan/penaikan sapi harus disesuaikan
dengan ketinggian kendaraan angkut hewan;
 Lantai sejak dari tempat penurunan hewan sampai kandang
penampungan harus tidak licin dan dapat meminimalisasi
terjadinya kecelakaan;
 Harus memenuhi aspek kesejahteraan hewan.
3. Kandang penampungan dan istirahat hewan
 Bangunan kandang penampungan sementara atau kandang istirahat
paling kurang berjarak 10 meter dari bangunan utama;
 Memiliki daya tampung 1,5 kali dari rata-rata jumlah pemotongan
hewan setiap hari;
 Ventilasi (pertukaran udara) dan penerangan harus baik;
 Tersedia tempat air minum untuk hewan potong yang didisain
landai ke arah saluran pembuangan sehingga mudah dibersihkan;
 Lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap benturan
keras), kedap air, tidak licin dan landai ke arah saluran
pembuangan serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi;
 Saluran pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat
mengalir lancar;
 Atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat
melindungi hewan dengan baik dari panas dan hujan;
 Terdapat jalur penggiringan hewan (gang way) dari kandang
menuju tempat penyembelihan, dilengkapi dengan pagar yang kuat
di kedua sisinya dan lebarnya hanya cukup untuk satu ekor
sehingga hewan tidak dapat kembali ke kandang;
 Jalur penggiringan hewan yang berhubungan langsung dengan
bangunan utama didisain sehingga tidak terjadi kontras warna dan
cahaya yang dapat menyebabkan hewan yang akan dipotong
menjadi stres dan takut.
4. Kandang isolasi
Kandang isolasi harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai
berikut:
 Terletak pada jarak terjauh dari kandang penampung dan bangunan
utama, serta dibangun di bagian yang lebih rendah dari bangunan
lain;
 Memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
 Dilengkapi dengan tempat air minum yang didisain landai ke arah
saluran pembuangan sehingga mudah dibersihkan;
 Lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap benturan
keras), kedap air, tidak licin dan landai ke arah saluran
pembuangan serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi;
 Saluran pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat
mengalir lancar;
 Atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat
melindungi hewan dengan baik dari panas dan hujan
5. Ruang pelayuan berpendingin (chilling room)
Ruang pendingin/pelayuan (chilling room) harus memenuhi
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
 Ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih;
 Besarnya ruang disesuaikan dengan jumlah karkas yang dihasilkan
dengan mempertimbangkan jarak antar karkas paling kurang 10
cm, jarak antara karkas dengan dinding paling kurang 30 cm, jarak
antara karkas dengan lantai paling kurang 50 cm, dan jarak antar
baris paling kurang 1 meter;
 Konstruksi bangunan harus memenuhi persyaratan:
1. Tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan
karkas minimal 3 meter;
2. Dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang
kedap air, memiliki insulasi yang baik, tidak mudah korosif,
tidak toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas;
3. Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif,
tidak toksik, tahan terhadap benturan keras, mudah dibersihkan
dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas;
4. Lantai tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan;
5. Sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk
lengkung dengan jari-jari sekitar 75 mm;
6. Sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk
lengkung dengan jari-jari sekitar 25 mm;
7. Langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang
kedap air, memiliki insulasi yang baik, tidak mudah
mengelupas, kuat, mudah dibersihkan;
8. Intensitas cahaya dalam ruang 220 luks.
 Bangunan dan tata letak pendingin/pelayuan harus mengikuti
persyaratan seperti bangunan utama;
 Ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair
lainnya dari ruang lain yang masuk ke dalam ruang
pendingin/pelayuan;
 Ruang dilengkapi dengan alat penggantung karkas yang
didisain agar karkas tidak menyentuh lantai dan dinding; g.
ruang mempunyai fasilitas pendingin dengan suhu ruang –
4ºC sampai +4ºC, kelembaban relatif 85-90% dengan
kecepatan udara 1 sampai 4 meter per detik;
 Suhu ruang dapat menjamin agarsuhu bagian dalam daging
maksimum ±8ºC;
 Suhu ruang dapat menjamin agarsuhu bagian dalam jeroan
maksimum ±4ºC.
9. Area pemuatan (loading) karkas/daging
Area pemuatan (loading) karkas dan/atau daging ke dalam kendaraan
angkut karkas dan/atau daging harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
 Dapat meminimalisasi terjadinya kontaminasi silang pada karkas
dan/atau daging;
 Ketinggian lantai harus disesuaikan dengan ketinggian kendaraan
angkut karkas dan/atau daging;
 Dilengkapi dengan fasilitas pengendalian serangga, seperti
pemasangan lem serangga;
 Memiliki fasilitas pencucian tangan
10. Kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan
Kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan harus memenuhi
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
 Memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
 Luas kantor administrasi disesuaikan dengan jumlah karyawan,
didisain untuk keselamatan dan kenyamanan kerja, serta dilengkapi
dengan ruang pertemuan;
 Kantor Dokter Hewan harus terpisah dengan kantor administrasi.
11. Kantin dan Mushola
Kantin dan mushola harus memenuhi persyaratan paling kurang
sebagai berikut:
 Memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
 Luas ruang disesuaikan dengan jumlah karyawan;
 Kantin didisain agar mudah dibersihkan, dirawat dan memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan.
12. Ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi
(locker)/ruang ganti pakaian
Ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang
pribadi/ruang ganti pakaian (locker) harus memenuhi persyaratan:
 Memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
 Terletak di bagian masuk karyawan atau pengunjung;
 Tempat istirahat karyawan harus dilengkapi dengan lemari untuk
setiap karyawan yang dilengkapi kunci untuk menyimpan barang-
barang pribadi;
 Locker untuk pekerja ruang kotor harus terpisah dari locker pekerja
bersih
13. Kamar mandi dan WC
Kamar mandi dan WC harus memenuhi persyaratan paling kurang
sebagai berikut:
 Memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
 Masing-masing daerah kotor dan daerah bersih memiliki paling
kurang satu unit kamar mandi dan WC;
 Saluran pembuangan dari kamar mandi dan WC dibuat khusus ke
arah “septic tank”, terpisah dari saluran pembuangan limbah proses
pemotongan;
 Dinding bagian dalam dan lantai harus terbuat dari bahan yang
kedap air, tidak mudah korosif, mudah dirawat serta mudah
dibersihkan dan didesinfeksi;
 Jumlah kamar mandi dan WC disesuaikan dengan jumlah
karyawan, minimal 1 unit untuk 25 karyawan.
14. Fasilitas pemusnahan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat
dimanfaatkan atau insinerator
Fasilitas pemusnahan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat
dimanfaatkan atau insinerator harus memenuhi persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
 Dibangun dekat dengan kandang isolasi;
 Dapat memusnahkan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat
dimanfaatkan secara efektif tanpa menimbulkan pencemaran
lingkungan;
 Didisain agar mudah diawasi dan mudah dirawat serta memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan.
15. Saranan penanganan limbah
Sarana penanganan limbah harus memenuhi persyaratan:
 Memiliki kapasitas sesuai dengan volume limbah yang dihasilkan;
 Didisain agar mudah diawasi, mudah dirawat, tidak menimbulkan
bau dan memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan;
 Sesuai dengan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan (UKL)
dari Dinas yang membidangi fungsi kesehatan lingkungan.
16. Rumah jaga
Rumah jaga harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai
berikut:
 Dibangun masing-masing di pintu masuk dan di pintu keluar
kompleks RPH;
 Memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
 Atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat
melindungi petugas dari panas dan hujan; d. didisain agar
memenuhi persyaratan keamananan dan keselamatan kerja, serta
memungkinkan petugas jaga dapat mengawasi dengan leluasa
keadaan di sekitar RPH dari dalam rumah jaga.

 Proses

Pemingsanan
Pemotongan
Tanpa Pemingsanan

Pengeluaran Darah

Pengulitan

Pengeluaran Jeroan

Pembelahan Karkas
Didistribusikan ke Pasar
Tradisonal
Karkas Hangat
Pelayuan

Bonning

Packaging
Gambar -. Proses di RPH

1.1.3.2 Output
a. Pemeriksaan post-mortem
 Teknik Pemeriksaan Karkas, Kepala dan Organ Tubuh (Jeroan)
Pemeriksaan kesehatan post-mortem adalah pemeriksaan hewan setelah
dipotong atau disembelih. Selain untuk memastikan bahwa daging dan
jeroan yang dihasilkan aman dan sehat, pemeriksaan post-mortem ini juga
dapat memberikan informasi penelusuran penyakit serta mencegah
beredarnya bagian/jaringan hewan yang terdeteksi mengandung agen
penyakit ke masyarakat luas. Pemeriksaan post-mortem meliputi
pemeriksaan secara inspeksi terhadap warna dan bentuk organ tubuh sapi,
secara palpasi untuk mengetahui konsistensi organ tubuh sapi, dan secara
incisi yaitu melakukan irisan pada limfoglandula yang mengalami tanda-
tanda penyakit khususnya penyakit zoonozis atau penyakit menular
lainnya dan mengiris tempat-tempat predileksi dari parasit. Selain itu jika
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratoris untuk mendeteksi
agen penyakit dan memperkuat diagnosis. Beberapa kelainan/penyakit
yang mungkin ditemukan pada organ tubuh sapi, misalnya pada hati
(hepatitis, fascioliasis, sirosis hepatis, tumor hati, hepato-megali,
sistiserkosis), jantung (miokarditis, hipertropi, hiperplasia jantung), paru-
paru (bronchopneumoni, pneumoni, hemoragi pulmonum, aspirasi
pneumoni, tuberkulosis) (Swacita, 2017).
Tabel 1. Teknik Pemeriksaan Organ secara Inspeksi, Palpasi dan Incisi
Inspeksi Palpasi Incisi
Jantun  Warna  Konsistensi  Mengiris
g coklat : kenyal, jantung dari
sampai elastis atrium sampai
sawo ventrikel
matang yang
 Kelainan menyilang
yang septum
timbul pada jantung
organ
Hati  Warna  Konsistensi  Mengiris
organ : padat, kelenjar
coklat elastis getang bening
sampai  Mengiris
sawo saluran dan
matang, kantong
warna empedu
empedu
hijau
kehitaman
Paru-  Warna Konsistensi:  Mengiris dari
paru merah Seperti bunga trachea
muda karang/spons sampai
 Bentuk albeoli dan
berlobus kelenjar getah
 Kelainan bening
yang
timbul pada
organ
Ginjal  Warna Konsistensi:  Mengupas
coklat kenyal elastis selaput ginjal,
sampai jika mudah
sawo dikupas
matang berarti sehat
 Bentuk:  Mengiris
kedua ginjal utuk
ujungnya melihat
bulat adanya cacing
 Kelainan (Stepahanuru
yang s dentatus)
timbul pada dan batu ginal
organ (kalkuli)
Limpa  Warna abu- Konsistensi:  Mengiris
abu lembut elastis permukaan
kebiruan limpa. Jika
 Bentuk bidang irisan
pipih terlihat
memanjang kehing,
, tepian- menunjukkan
tepian limpa sehat
tajam
 Kelainan
yang
timbul pada
organ
 Pemeriksaan Kepala
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya abnormalitas,
pembengkakan, abses, kelainan kongenital, umur sapi (dengan melihat
tanduk dan gigi) serta kelainan lainnya. Pemeriksaannya yaitu: mengamati
keadaan umum kepala apakah sapi jantan/betina, amati adanya cacing pada
mata sapi, amati lingkar tanduknya (untuk betina), periksa gigi-geliginya,
dilakukan irisan terhadap musculus masseter, periksa limfoglandula
parotidea, mandibularis, iris terlebih dahulu musculus myohyoideus,
genioglosus dan geniohyoideus untuk melihat limfoglandula supra
pharyngeal dan retropharyngeal (apakah terjadi peradangan atau tidak,
dll) (Swacita, 2017).
Gambar -. Pemeriksaan adanya Cacing pada Mata
 Pemeriksaan Karkas
Pemeriksaan dilakukan secara umum terhadap permukaan luar karkas,
selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap musculus intercostae dan
diafragma untuk melihat kemungkinan adanya larva dari cacing pita
(Cysticercus bovis). Diperiksa juga limfoglandula prescapularis,
femoralis, Inguinalis superficialis (jantan) dan limfoglandula
supramamaria (betina) untuk melihat kemungkinan adanya peradangan
pada karkas (Swacita, 2017)..
 Pemeriksaan Organ Dalam
Pemeriksaan terhadap organ dalam dilakukan secara insoeksi terhadap
bentuknya, warnanya, secara palpasi terhadap konsistensinya serta incici
untuk melihat adanya peradangan/infeksi, cacing, sisa darah dan lain-lain
yang meliputi (Swacita, 2017).:
1. Hati
Diperiksa warna dan bentuknya (N : coklat sampai sawo matang),
dipalpasi konsistensinya (N: padat elastis), diiris saluran empedu dan
kantong empedu (lihat adanya Fascioliasis oleh Fasciola gigantica
serta amati limfoglandula portalis (apakah terjadi peradangan atau
tidak).

Gambar -. Hari Sehat (A) dan Hati Terinfeksi Cacing Hati (B)
2. Jantung
Diperiksa warna dan bentuknya (N: coklat sampai sawo matang),
dipalpasi konsistensinya (N: sangat kenyal), keluarkan darahnya dari
atrium dan ventrikel dengan mengiris septumnya secara tegak lurus,
periksa pericardium, epicardium, endocardium serta amati
kemungkinan adanya cacing jantung
3. Paru-paru
Diperiksa warna dan bentuknya (N: pink, berlobus), dipalpasi
konsistensinya (N: seperti bunga karang/spon), diiris dari trachea
sampai alveoli, diamati limfoglandula bronchialis dan limfoglandula
mediastinalis

Gambar -. Paru Sehat dan Paru Meradang (B)

Gambar -. Paru yang Mengalami Pendarahan


4. Limpa
Diperiksa warna dan bentuknya (N: abu-abu kebiruan sampai sawo
matang), dipalpasi konsistensinya (N: lembut elastis), diiris bagian
tengahnya secara memanjang (N: bidang irisan kering).

Gambar -. Limpa Sehat (A) dan Limpa Abnormal (B)


5. Ginjal
Diperiksa warna dan bentuknya (N: cokelat sampai sawo matang),
dipalpasi konsistensinya (N: kenyal elastis), ginjal dibelah menjadi
dua bentuk untuk melihat adanya batu/cacing, diiris limfoglandula
renalis.
Gambar -. Ginjal Sehat (A) dan Ginjal Abnormal (B)
 Keputusan Hasil Pemeriksaan Kesehatan Ternak Setelah dipotong
(Post-mortem)
Keputusan akhir pemeriksaan post-mortem pada karkas dan bagian-
bagiannya didasarkan atas hasil seluruh pengamatan (Inspkesi, palpasi, dan
pengirisan, membaui, tanda-tanda ante-mortem, dan pemeriksaan
laboratorium bila diperlukan. Bila tidak ditemukan adanya kelainan pada
karkas dan jeroannya yang disebabkan oleh penyakit atau ketidaknormalan
lainnya, berarti bahwa karkas tersebut lulus uji dan dianggap layak untuk
dikonsumsi dan diberi cap/stempel. Pada kelainan yang dianggap lokal,
karkas diijinkan untuk dikonsumsi jika kelainan tersebut telah dihilangkan.
Secara singkat, keputusan hasil pemeriksaan post-mortem sebagai berikut
(Swacita, 2017):
1. Bagian karkas dan organ dalam yang sehat bisa diteruskan untuk
dikonsumsi masyarakat,
2. Bagian karkas dan organ dalam yang mengalami kelainan, harus
mendapat pemeriksaan final
3. Bagian karkas dan organ dalam yang mengalami kelainan yang
bersifat lokal bisa diteruskan dan dijual kepada konsumen setelah
bagian yang mengalami kelainan diafkir, dan sisanya boleh
dikonsumsi.
4. Bagian karkas dan organ dalam yang mengalami kelainan secara
menyeluruh, harus diafkir dan dibakar/dikubur.
5. Bagian karkas dan organ dalam yang sehat, sebelum dipasarkan
harus diberi cap/setempel
Menurut Dirkesmavet (2005), konklusi akhir dari hasil pemeriksaan
kesehatan post-mortem dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.
Keputusan berdasarkan hasil pemeriksaan post-mortem.

Tabel 2. Keputusan berdasarkan hasil pemeriksaan post-mortem


1.1.3 Tujuan Sistem Rumah Potong Hewan (RPH) Efektif dan Efisien
Mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
t13/Permentan/OT.140/1/2010 tentang rumah Potong Hewan, disebutkan bahwa RPH
merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan
halal, berfungsi serta memiliki tujuan sebagai sarana untuk melaksanakan:
a. Pemotongan hewan secara benar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat
veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama);
b. Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection) dan
pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah
penularan penyakit zoonotik ke manusia;
c. Pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada
pemeriksaan ante-mortem dan pemeriksaan post-mortem guna pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah
asal hewan.
Sistem RPH yang efektif berhubungan dengan perencanaan, penjadwalan dan juga
pengeksekusian keputusan yang tepat. Yang mana cangkupan bahasan tersebut sudah
dipaparkan di 1.1.3. Suatu pekerjaan bisa dikatakan efektif jika tujuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya berhasil dicapai. Sistem RPH yang efisien berhubungan dengan penyelesaian
suatu pekerjaan dengan hemat, cepat, selamat dam juga tepat waktu dimana juga
mengharuskan seseorang bekerja dengan maksimal tanpa harus mengeluarkan banyak biaya.
Kombinasi efektif dan efisien dalam RPH dapat dilihat dengan penggunaan stunning dalam
proses penyembelihan. Di Barat, metode penyembelihan konvensional dengan menggorok
leher hewan (slaugthering) dianggap menyakiti hewan. Oleh karenanya, seiring kemajuan
teknologi, orang-orang Eropa mengembangkan teknik stunning atau pemingsanan sebelum
melakukan penyembelihan. Dengan pemingsanan, hewan belum mati, tapi pingsan lalu
disembelih. Tujuan pemingsanan sebenarnya bukan sekadar belas kasihan terhadap hewan,
namun efisiensi waktu penyembelihan. Jumlah kebutuhan daging di Eropa sangat tinggi.
Ribuan ternak harus disembelih tiap harinya. Penyembelihan manual akan memakan waktu
yang lama, khususnya bagi rumah pemotongan hewan yang besar. Sementara dengan
stunning, hewan lebih mudah ditenangkan lalu disembelih. Lebih efisien secara waktu dan
terkesan lebih berbelas kasihan kepada hewan
BAB II
PROSES RUMAH POTONG HEWAN (RPH)
2.1 Pengertian Rumah Potong Hewan (RPH)
2.1.1 RPH Tradisional
Pada RPH tradisional, penyembelihan hewan dilakukan tanpa pemingsanan.
Penyembelihan dengan cara ini ternak direbahkan secara paksa dengan menggunakan tali
temali yang diikatkan pada kaki-kaki ternak yang dihubungkan dengan ring-ring besi yang
tertanam pada lantai Rumah Potong, dengan menarik tali-tali ini ternak akan rebah. Pada
penyembelihan dengan sistem ini diperlukan waktu kurang lebih 3 menit untuk mengikat
dan merobohkan ternak. Pada saat ternak roboh akan menimbulkan rasa sakit karena ternak
masih dalam keadaan sadar.
Hampir sebagian besar RPH masih menggunakan metode konvensional dalam proses
penyembelihan, yaitu dengan cara sapi diikat dan ditarik dengan kuat sehingga sapi roboh ke
lantai baru kemudian disembelih. Perlakuan yang kasar dalam penanganan pemotongan
hewan akan menyebabkan stres pada hewan dan menghasilkan kualitas daging yang rendah.
Penanganan hewan saat pemotongan harus diatur dengan baik untuk mempertahankan
standar karena kesejahteraan hewan merupakan bagian dari kualitas daging. Untuk
meminimalkan stres dan rasa sakit pada hewan potong, khususnya pada sapi, di beberapa
RPH dilakukan pemingsanan sebelum hewan disembelih (Pisestyani dkk., 2015).
Usaha pemotongan hewan, berdasarkan kelengkapan fasilitas proses pelayuan (aging)
karkas, dibedakan menjadi 2 (dua) ketegori yaitu kategori I tanpa fasilitas pelayuan karkas,
untuk menghasilkan karkas hangat dan kategori II dengan fasilitas pelayuaan karkas, untuk
menghasilkan karkas dingin (chilled) dan/atau beku (frozen) (Nomor
13/Permentan/OT.140/1/2010). Pada RPH kategori I atau bisa disebut RPH tradisional
dalam proses pasca pemotongan ternak tidak dilakukan pelayuan, daging atau karkas
langsung dibawa oleh pedagang dan dijual dalam keadaan panas (hot meat). Keadaan ini
dilakukan karena konsumen lebih menyukai daging panas dari pada daging dingin (chill
meat atau frozen meat).

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi di RPH (Juhari dkk., 2017)


2.1.2 RPH Modern
Di Rumah Potong Hewan yang besar dan modern, sebelum ternak dipotong terlebih
dahulu dilakukan "pemingsanan", maksudnya agar ternak tidak menderita dan aman bagi
yang memotong. Pemotongan dengan pemingsanan bertujuan agar sapi mendapatkan
perlakuan sesuai dengan kesejahteraan hewan, sehingga meminimalkan kejadian stres pada
sapi (Pisestyani dkk., 2015).
Metode pemingsanan sebelum di sembelih telah diterapkan di negara-negara maju
seperti Belanda, Australia dan negara-negara barat, metode ini lahir karena kebutuhan
daging yang terus meningkat sehingga cara ini dinilai sangat membantu dalam proses
penyembelihan. Metode stunning telah diterapkan di banyak negara seperti Amerika, Eropa,
Australia, termasuk juga di Indonesia. Adapun tujuan dilakukannya stunning adalah untuk
menghilangkan kesadaran dan perasaan dari hewan yang akan disembelih, sehingga ketika
disembelih hewan tersebut tidak merasakan sakit dan mempermudah kerja produksi,
diamana penyembelihan tidak perlu waktu lama untuk proses penyembelihannya. Apabila
penyembelih tidak menggunakan stunning maka produksi yang dihasilkan akan sangat
sedikit.

2.2 Proses Rumah Potong Hewan (RPH)


2.2.1 RPH Tradisional
Adapun proses pemotongan ternak pada RPH tradisional adalah sebagai berikut:
1. Tanpa Pemingsanan
Praktik pemotongan sapi tanpa dipingsan-kan telah dilakukan sejak lama di
Indonesia. Hampir sebagian besar RPH masih menggunakan metode konvensional
dalam proses penyembelihan, yaitu dengan cara sapi di-ikat dan ditarik dengan kuat
sehingga sapi roboh ke lantai baru kemudian disembelih (Pisestyani dkk., 2015).
2. Pengeluaran Darah
Agar darah cepat keluar dan banyak, setelah ternak disembelih, kedua kaki
belakang pada sendi tarsus dikait dengan suatu kaitan dan dikerek ke atas sehingga
bagian leher ada di bawah. Keadaan seperti ini memungkinkan darah yang ada pada
tubuh ternak akan mengalir menuju ke bagian bawah yang akhirnya keluar dari tubuh.
3. Pengulitan
Setelah tetesan darah tidak mengalir, selanjutnya dilakukan pengulitan. Pengulitan
dilakukan dengan menggunkan pisau yang benuknya khas agar pada saat pengulitan
tidak banyak kulit ataupun daging yang rusak
4. Pengeluaran Jeroan
Setelah pengulitan selesai dilakukan, organ dalam yaitu isi ringga dada dan rongga
perut dikeluarkan. Pada saat pengeluaran isi rongga perut harus dijaga agar isis saluran
pencernaan dan knatong kemih tidak mencemari karkas. Selanjutnya isi rongga dada
dan rongga perut ini dibawa ketempat terpisah dan dibersihkan
5. Pembelahan Karkas
Setelah isi rongga dada dan rongga perut dikeluarkan, karkas dibagi menjadi dua
bagian yaitu belahan kanan dan kiri. Pembelahan dilakukan disepanjang tilang
belakang dengan menggunakan kapak yang tajam.
6. Karkas Hangat (hot meat)
RPH tradisional hampir tidak pernah melakukan pelayuan, daging atau karkas
langsung dibawa oleh pedagang dan dijual dalam keadaan panas (hot meat). Keadaan
ini dilakukan karena konsumen lebih menyukai daging panas dari pada daging dingin
(chill meat atau frozen meat) (Juhari dkk., 2017).
7. Pendistribusian
Setelah dilakukan pemotongan, daging atau karkas langsung didistribusikan ke
pasar tradisonal tanpa dilakukan proses pelayuan (aging) dan pembagian potongan
karkas (wholesale cuts). Sehingga proses endistribusian daging atau karkas hanya
sampai pada karkas panas, kemudian dijual di pasar tradisional dengan harga yang
hampir seragam (Juhari dkk., 2017).

Pemotongan: Tanpa
Pemingsanan

Pengeluaran Darah

Pengulitan

Pengeluaran Jeroan

Pembelahan Karkas

Karkas hangat (hot meat)

Didistribusikan ke pasar
tradisional

Gambar .- Diagram Alir RPH Tradisional


2.2.2 RPH Modern
Proses Parameter Standart / Referensi Dokumen

Supply Sapi Kualitas Sapi – Farm Discharge - Berat per ekor (range Berat Hidup) Rencana Boning/Boning Breakdown
- Range ADG
- Rekomendasi umur berdasarkan Dentition (gigi)
0-4
Transportasi ke RPH Dokumen pengirimanL SKKH
Delivery Order/Surat Jalan

Penerimaan dan Kondisi Sapi - SOP Penerimaan Ternak - Form Penerimaan Ternak
Penanganan - SOP Pengistirahatan ternak (Pakan: 10 kg - Form Antemortem
rumput per ekor
- Ad libitum air
- Antemortem per 24 jam
- Minimum holding time 24 jam
-Biaya penanganan bedding ditanggung oleh
Elders
Penyembelihan Sapi Karkas / Dressing Percentage - SOP Pemingsanan - Berat hot karkas (HCSW)
- SOP Penyembelihan - Sertifikat Juru Sembelih Halal
- SOP Pengikatan Esofagus - Form Inspeksi Karkas (100%)
- SOP Pemisahan kepala dan kaki - Scoring Karkas untuk kontaminasi
- SOP Pengulitan fisik (setiap 50-90 ekor diambil 20
- SOP Pengeluaran viscera Karkas sampel
- SOP Pemeriksaan Post Mortem - Form Postmortem
- SOP Pembelahan karkas - Form Checklist peralatan berkala
- SOP Penimbangan mesin utility (Informasi untuk
- SOP Pemeriksaan Karkas warna lemak punggung, warna
- SOP Penyimpanan daging dan persentase karkas
- SOP Perawatan Mesin dan Utility
Aging Chilling Shrinkage/Susut - Suhu Chiller 0 derajat celcius (pengecheckan - Form Pemantauan suhu ruang
Carcass/Pelayuan Pelayuan per jam) produksi
Karkas - Temperatur karkas ≤ 20 derajat celcius (Deep Form Pemantauan Suhu Karkas
Butt)
- Sampel diambil dari suhu karkas paling terakhir
masuk ke chiller
-Suhu Subcutan ≤ 7 derajat
By Product - Yield Lemak dan - SOP Penanganan by product (- Spesifikasi By
- Offal / Jeroan, Tulang Product
Kaki, Kepala - Berat Kulit d. By Product Agreement
- Hides / Kulit
- Fat Bones /
Lemak dan
Tulang

Meat Boning – - Meat Shrinkage/ - SOP Boning - Form QC


Pengemasan Susut Daging - SOP Pengendalian product tidak memenuhi - Form Hygiene Personal
- Penampilan syarat (QC Karkas, QC Produk, QC Finish - Form Kegagalan Product
potongan Good Final Checking) - NCR
- Sistem pengemasan - SOP Pengujian lab - Hasil lab untuk test mikrobiologi
- Bar code di lakukan - SOP Packaging (setiab bulan untuk 5 jenis
oleh pihak GGL - SOP Shrinking mikroba, sesai standard SNI)
- SOP Hygiene Personal - Hasil Swab test (fasilitas produksi,
- Standard Packaging (primer : cryovac; alat produksi, tangan pekerja,
sekunder: plastic linier, tersier: karton) Karkas)
- Meat Cut Specification
- Barcoding System
- Qty, Production date, Qty item

Pergudangan - Suhu Ruang Chiller - SOP penyimpanan produk di chiller karton - Catatan temperature/suhu
- Penanganan produk - SOP Prosedur management gudang Stock Update/Inventory Update
- Update Stock
Pengiriman/Distribusi - Temperatur truk - SOP Pengiriman -Form pemantauan product akhir
ke gudang - Rute transportasi - Standard temperature -10 derajat celcius dan loading
- Catatan Penanganan - Kapasitas truk -Document kalibrasi truk
Produk -Document kalibrasi chiller
- Stock Update -Document tally sheet (via email
- Tidak ada kesalahan saat hari distribusi)
produk saat -Document tally sheet (hard copy)
pengiriman - GPS and temperature tracking web
- Delivery order (Surat Jalan)

Penerimaan di Temperatur Produk - Standart Suhu/Temperature Proof Of Delivery/Bukti Pengiriman


Customer Kondisi Fisik Produk Barang
Temperatur Truk
Product Komplain / Detail Complaint berdasarkan - SOP – Penanganan Komplaint - Ringkasan komplain setiap
Klaim Kode Batch bulan
( Penyebab : Proses/ - Traceability Record
Penyimpanan/ - Official report (Berita
Pengiriman) Acara)
- Karakter Daging
- Kerusakan
kemasan
- Suhu penerimaan
- Tidak sesuai spek
dikarenakan
pengiriman,
penyimpanan dan
penanganan
produk

- Material asing
- Vacuum Lepas
- Terdapat banyak
gelembung
- Spek tidak sesuai
standard karena
proses boning
- Spek tidak sesuai
standard karena
proses pengiriman
dari RPH dan
penyimpanan di
RPH
2.3 Perbandingan Efektifitas dan Efisiensi RPH Tradisional dan Modern
1. Penyembelihan
Di rumah potong hewan yang besar dan modern, sebelum ternak dipotong terlebih dahulu
dilakukan pemingsanan.
Metode penyembelihan konvensional dengan menggorok leher hewan (slaugthering)
dianggap menyakiti hewan. Oleh karenanya, seiring kemajuan teknologi, orang-orang Eropa
mengembangkan teknik stunning atau pemingsanan sebelum melakukan penyembelihan.
Dengan pemingsanan, hewan belum mati, tapi pingsan lalu disembelih. Tujuan pemingsanan
sebenarnya bukan sekadar belas kasihan terhadap hewan, namun efisiensi waktu
penyembelihan. Jumlah kebutuhan daging di Eropa sangat tinggi. Ribuan ternak harus
disembelih tiap harinya. Sedangkan pada RPH tradisional, dilakukan penyembelihan secara
manual sehingga akan memakan waktu yang lama, khususnya bagi rumah pemotongan
hewan yang besar. Sementara dengan stunning, hewan lebih mudah ditenangkan lalu
disembelih.
2. Potongan Karkas
Pada RPH modern terjadi proses pelayuan (aging) dan pembagian potongan karkas
(wholesale cuts). Potongan karkas (wholesale cuts) sangat berpengaruh pada keuntungan,
karena setiap bagian memiliki harga yang bervariasi dan memiliki pasar yang lebih luas,
sedangkan pada RPH tradisional proses penanganan sapi setelah dipotong hanya sampai
karkas panas, kemudian dijual dengan harga seragam
3. Distribusi
Pada RPH modern rantai pasok daging sapi lebih panjang dibandingkan RPH tradisional.
Produk yang dihasilkan oleh RPH modern didistribusikan ke pedagang besar, pedagan kecil,
pedagang pengecer dan kemudian sampai kepada konsumen, sedangkan pada RPH
tradisional daging atau karkas langsung dibawa oleh pedagang dan dijual dalam keadaan
panas (hot meat).
DAFTAR PUSTAKA

Juhari, F., H. Nuraini dan L. Cryilla. 2017. Analisis Nilai Tambah Produk Rumah Potong Hewan
(Studi Kasusu RPH Kategori I dan RPH Kategori II). Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi
Hasil Peternakan. 5(2): 49-55.

Khasrad, J. Hellyward dan A. D. Yuni. 2012. Kondisi Tempat Pemotongan Hewan Bandar Buat
Sebagai Penyangga Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Kota Padang. Jurnal Peternakan
Indonesia. 14(2): 373-378.

Nurfifi, S., Jafriati dan R. T. Ardiansyah. 2017. Analisis Pengelolaan Limbah UPTD Rumah
Pemotongan Hewan (RPH) dan Dampaknya terhadap Masyarakat Sekitar Kelurahan
Anggoeya Kecamatan Poasia Kota Kendari. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan
Masyarakat. 2(6): 1-8.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 13 Tahun 2010 tentang Persyaratan Rumah
Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant).

Pisestyani, H., N. N. Dannar, K. Santoso dan H. Latif. 2015. Kesempurnaan Kematian Sapi
setelah Penyembelihan dengan dan tanpa Pemingsanan berdasarkan Parameter Watu Hent
Darah Memancar. Acta Veterinaria Indonesiana. 3(2): 58-63.

Subadyo, T. A. 2017. Pengelolaan Dampak Pembangunan Rumah Potong Hewan Ruminansia di


Kota Batu. Jurnal ABDIMAS Unmer Malang. 2(2): 15-20.

Swacita, I. B. N. 2017. Pemeriksaan Kesehatan Ternak Setelah di Potong. Laboratorium


Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai