PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Oksidimetri
2.3 Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan untuk mengukur
jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu
larutan lain yang konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini yang
menggunakan pengukuran volume larutan reaktan disebut analisis
volumetri. Pada suatu titrasi, salah satu larutan yang mengandung suatu
reaktan dimasukkan ke dalam buret, sebuah tabung panjang yang salah
satu ujungnya mempunyai kran dan diberi skala dalam mililiter dan
sepersepuluh mililiter.
Larutan dalam buret disebut penitrasi (titran) dan selama titrasi,
larutan ini diteteskan secara perlahan melalui kran ke dalam labu
Erlenmeyer yang mengandung larutan reaktan lain. Larutan penitrasi
ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan
berubahnya warna indikator, suatu zat yang umumnya ditambahkan ke
dalam larutan dalam bejana penerima dan yang mengalami perubahan
warna ketika reaksi berakhir. Perubahan warna ini menandakan telah
tercapainya titik akhir titrasi, diberi nama demikian karena pada titik ini,
penetesan larutan penitrasi dihentikan dan volumenya dicatat (Brady,
1987).
Iodin hanya larut sedikit dalam air (0,00134 mol/liter pada 25˚C)
namun larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iodin membentuk
kompleks triiodida dengan iodida,
I2 + I - I3-
Dengan konstanta kesetimbangan sekitar 710 pada 25˚C. kalium
iodida berlebih ditambahkan untuk meningkatkan kelarutan dan untuk
menurunkan keatsirian iodin (Fajrul ,2015).
Larutan-larutan iodin standar dapat dibuat melalui penimbangan
langsung iodin murni dan pengenceran dalam labu volumetrik. Iodin akan
dimurnikan oleh sublimasi dan ditambahkan ke dalam larutan KI yang
konsentrasinya diketahui yang ditimbang secara akurat sebelum dan
sesudah penambahan iodin. Namun demikian, biasanya larutan tersebut
distandarisasi terhadap larutan standar primer seperti As2O3. Kekuatan
reduksi dari HAsO2 tergantung pada pH, seperti yang ditunjukkan oleh
persamaan di bawah :
HAsO2 + I2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2I-
Nilai konstanta kesetimbangan untuk reaksi ini adalah 0,17; karena
itu reaksi ini tidak berjalan sampai selesai pada titik ekivalen. Namun
demikian, jika konsentrasi ion hidrogen diturunkan, reaksi dipaksa
bergeser ke kanan sehingga bisa digunakan untuk titrasi. Biasanya
larutannya disangga pada pH sedikit diatas 8 menggunakan natrium
bikarbonat (Underwood, 2002).
Kelemahan larutan iod adalah :
1. Larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah
menguap.
2. Dapat mengoksidasi karet, gabus dan zat-zat organik lainnya.
3. Dipengaruhi oleh udara dengan reaksi sebgai berikut :
4 I- + O2 + 4H+ 2I2 + 2H2O
4. Tidak dapat dilakukan pada suasana basa yakni pada Ph > 9 karena
akan terjadi reaksi :
I2 + OH- HOI + 2H2O
3HOI + 3OH- 2I- + IO3- + 3H2O
(Underwood, 2002)
2.7 Larutan Standar Natrium Tiosulfat
Larutan standar yang umum digunakan dalam proses iodometri
adalah natrium thiosulfat. Natrium tiosulfat biasanya dibeli sebagai
pentahidrat, Na2S2O3. 5H2O dan larutan-larutannya distandarisasi terhadap
sebuah larutan primer. Larutan-larutan tersebut tidak stabil dalam jangka
waktu lama, sehingga boraks atau natrium karbonat sering ditambahkan
sebagai bahan pengawet.
Iodin mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
Reaksinya berjalan cepat, sampai selesai dan tidak ada reaksi
sampingan. Berat ekivalen dari Na2S2O3. 5H2O adalah berat molekularnya,
248,17; karena satu elektron per satu molekul hilang. Jika pH dari larutan
diatas 9, tiosulfat teroksidasi secara parsial menjadi sulfat :
4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42- + 10H+
Dalam larutan yang netral atau sedikit alkalin, oksidasi menjadi
sulfat tidak muncul, terutama jika iodin digunakan sebagai titran. Banyak
agen pengoksidasi kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat, dan
garam serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya
tidak kuantitatif. (Underwood,2002).
2.8 Standarisasi Larutan Tiosulfat
2.8.1 Dengan iodin murni
Iodin murni adalah salah satu standar primer untuk larutan
tiosulfat namun jarang digunakan karena kesulitan dalam
penanganan dan penimbangannya dan yang lebih sering digunakan
adalah standar yang terbuat dari agen pengoksidasi kuat yang akan
membebaskan iodin dari iodida, sebuah proses iodometrik.
(Underwood, 2002)
2.8.2 Dengan Kalium Iodat dan Kalium bromat
Kedua garam ini mengoksidasi iodida secara kuantitatif
menjadi iodin dalam larutan asam :
IO3- + 5I + 6H+ 3I2 + 3H2O
BrO3- + 6I- + 6H+ 3I2 + Br- + 3H2O
Reaksi iodatnya berjalan cukup cepat, reaksi ini hanya
membutuhkan sedikit kelebihan ion hidrogen untuk menyelesaikan
reaksi. Reaksi bromat berjalan lebih lambat, namun kecepatannya
dapat ditingkatkan dengan menaikkan konsentrasi ion hidrogen.
Biasanya sejumlah kecil ammonium molibdat ditambahkan sebagai
katalis (Bassett, 1994).
Kerugian utama dari kedua garam ini sebagai standar
primer adalah berat ekivalnnya yang kecil. Dalam setiap kasus
berat ekivalen adalah seperenam dari berat molekular, dimana
berat ekivalen KIO3 adalah 35,67 dan KBrO3 adalah 27,84. Untuk
menghindari kesalahan yang besar dalam menimbang, petunjuk-
petunjuk biasa mensyaratkan penimbangan sebuah sampel yang
besar, pengenceran di dalam labu volumetrik dan menarik mundur
alikuot. Garam kalium asam iodat, KIO3.HIO3 dapat digunakan
sebagai standar primer namun berat ekivalnnya juga kecil,
seperduabelas dari berat molekularnya, 32,49. (Underwood, 2002)
Adapun cara standarisasi larutan tiosulfat dengan kalium
iodat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Timbang kurang
lebih 150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan pada suhu
120⁰ C secara seksama, larutkan dalam 25 ml air yang telah
dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang bebas iodat dan
5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer bertutup. Iodium yang
dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan
sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah
100 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna
biru tepat hilang (tidak berwarna).
Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut :
KIO₃ + 5KI + 6HCl → 3I₂ + 6KCl + 3H₂O
I₂ + 2Na₂S₂O₃ → 2NaI + Na₂S₄O₆
Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol
KIO₃ setara dengan 3 mol I₂, sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e.
Sehingga 1 mol KIO₃ setara dengan 6e akibatnya BE KIO₃ sama
dengan BM/6 (Bassett, 1994).
2.9 Indikator Kanji
Warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin
dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga
memberikan warna ungu atau violet yang intens untuk zat –zat pelarut
seperti karbon tetraklorida dan kloroform, dan terkadang kondisi ini
dipergunakan dalam mendeteksi titik akhir dari titrasi – titrasi. Namun
demikian, suatu larutan (penyebab kolosal) dari kanji lebih umum
dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin dari kanji
bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin. Mekanisme
pembentukan kompleks yang berwrna ini tidak diketahui, namun ada
pemikiran bahwa molekul – molekul iodin tertahan di permukaan β –
amylose, suatu konstituen dari kanji. Larutan – larutan kanji dengan
mudah didekomposisinya oleh bakteri, dan biasanya sebuah substansi,
seperti asam borat, ditambahkan sebagai bahan pengawet.
METODOLOGI PENELITIAN
2I- I2 + 2e-
2I- + Cl2 + 2e- 2Cl- + I2 + 2e-
BAB V
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Basset, J., dkk. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik
Edisi IV. Jakarta : EGC.
Brady, James E. 1987. Kimia Univeritas Asas dan Struktur. Tangerang : Binarupa
Aksara.
Fajrul,Baso.2015. IodometriIodimetri. https://www.academia.edu/7838841/Iodom
etri-Iodimetri.Diakses pada tanggal 1 Desember 2019
Keenan, Charles. W. 1992. Ilmu kimia untuk Universitas. Cetakan II. Jakarta:
Erlangga.
Svehla, G. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semikro.
Edisi 5, bagian 1. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta.
Tim Kimia Analitik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Analitik II. Surabaya:
Unesa University Press.