Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa
Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Soerojo Magelang
Disusun oleh :
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................................... 1
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR....................................................................................................... .2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN.........................................................................................6
II.1. Definisi........................................................................................................6
II.2. Etiologi........................................................................................................7
II.3. Faktor Resiko............................................................................................. .7
II.4. Patofisiologi................................................................................................8
II.5. Gambaran Klinis.........................................................................................8
II.6. Pemeriksaan Lab.........................................................................................8
II.7. Diagnosis.....................................................................................................9
II.8. Diagnosa Banding.......................................................................................11
II.9. Penatalaksanaan..........................................................................................12
II.10. Komplikasi..................................................................................................13
II.11. Prognosis.....................................................................................................13
II.12. Pencegahan.................................................................................................13
BAB III. KESIMPULAN...........................................................................................14
BAB IV. DAFTAR PUSTAKA.................................................................................15
2
BAB I
PENDAHULUAN
Psikosis adalah suatu gangguan jiwa dengan kehilangan rasa kenyataan (sense of
reality ). Kelainan seperti ini dapat diketahui berdasarkan gangguan-gangguan
pada perasaan, pikiran, kemauan, motorik, dst. sedemikian berat sehingga perilaku
penderita tidak sesuai lagi dengan kenyataan. Perilaku penderita psikosis tidak dapat
dimengerti oleh orang normal, sehingga orang awam menyebut penderita sebagai orang
gila. Efek samping obat anti-psikosis sangat penting kita ketahui, mengingat penggunaan
oabat ini kemungkinan diberikan dalam jangka panjang. efek samping dapat berupa :
sedasi dan Inhibisi Psikomotor (rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun), gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/parasimpatolitik :mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intreokuler yang tinggi, gangguan irama jantung),
gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisia, sindrom parkinson : tremor,
bradikinesia, rigiditas), gangguan Endokrin (amenorrhoe, gynaecomastia) metabolik
(jaundice), hematologik (agranulositosis), biasanya pada pemakaian panjang, syndrome
neuroleptik maligna.13
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat
komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Karekteristik dari SNM adalah
hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Morbiditas dan
mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari komplikasi kardio pulmo dan ginjal.1
3
dapat memblok dopamin dapat menyebabkan SNM juga, obat-obat tersebut adalah
metoclopramide (Reglan), amoxapine (Ascendin), and lithium 4. Deteksi awal dan
penegakan diagnosis yang cepat pada SNM penting karena komplikasi dari keadaan ini
adalah kematian.5 Kematian yang disebabkan oleh SNM mencapai 21%.3
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DEFINISI
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat
komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Karekteristik dari SNM adalah
hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Morbiditas dan
mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari komplikasi kardio pulmo dan ginjal.1
Obat neuroleptik dan obat lainnya yang berpengaruh pada dopamin biasanya
dipakai untuk terapi kondisi psikiatri dan non psikiatri seperti skizoprenia, gangguan afek
mayor (gangguan depresi, bipolar), delirium, gangguan tingkah laku karena dimensia,
nausea, disfungsi usus dan penyakit parkinson. Sindroma ini mengakibatkan disfungsi
sistem syaraf otonom. Sistem syaraf otonom adalah sistem syaraf yang bertanggung jawab
untuk aktivitas tubuh yang tidak dikendalikan secara sadar, seperti denyut jantung, tekanan
darah, pencernaan, berkeringat, suhu tubuh dan kesadaran juga terpengaruh.7
1. Semua kelas anti psikotik berhubungan dengan SNM termasuk neuroleptik potensi
rendah, neuroleptik potensi tinggi dan antipsikotik atipikal. SNM sering pada
pasien dengan pengobatan haloperidol dan chlorpromazine.
5
3. Faktor lain berhubungan dengan farmakoterapi. Penggunaan neuroleptik yang tidak
konsisten dan penggunaaan obat psikotropik lainnya, terutama lithium, dan juga
terapi kejang.
1. Faktor lingkungan dan psikologi yang menjadi predisposisi terhadap SNM adalah
kondisi panas dan lembab, agitasi, dehidrasi, kelelahan dan malnutrisi.
2. Faktor genetik, terdapat laporan kasus yang mempublikasikan bahwa SNM dapat
terjadi pada kembar identik.
3. Pasien dengan riwayat episode NMS sebelumnya berisiko untuk rekuren. Resiko
rekurensi tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode SNM dan
penggunaan antipsikotik. Apabila pasien diberikan anti psikotik dalam 2 minggu
episode SNM, 63 % akan rekurensi. Jika lebih dari 2 minggu, persentasenya hanya
30%.
2.4. PATOFISIOLOGI
6
limbik dapat menyebabkan perubahan kesadaran. Perubahan status mental disebabkan
karena blokade reseptor dopamin di sistem nigrostartial dan mesokortikal.7
Gejalanya yaitu:1
Rigiditas dan hipertermi pada SNM disebabkan karena kerusakan otot dan nekrosis.
Kerusakan otot dan nekrosis ini dapat menyebabkan3 :
7
3) Pemeriksaan laboratorium lain terdapat leukositosis (15. 000 – 30.000 x 103/
mm3), trombositosis dan dehidrasi. Protein serebrospinal dapat meningkat.
Konsentrasi serum besi dapat menurun.
2.7. DIAGNOSIS7
Konsensus untuk diagnosis sindrom neuroleptik maligna tidak ada. Salah satu
kriteria berasal dari DSM IV-TR. Kriteria tersebut mencakup hiperpireksia dan rigiditas
otot, dengan satu atau lebih tanda-tanda penting seperti ketidak stabilan otonom, perubahan
sensorik, peningkatan kadar CK dan myoglobinuria.
Kriteria A
1. Rigiditas otot
2. Demam
Kriteria B
1. Diaphoresis
2. Disfagia
3. Tremor
8
4. Inkontinensia
5. Perubahan kesadaran
6. Mutisme
7. Takikardi
9. Leukositosis
Kriteria C
Kriteria D
Diagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting sumber infeksi dari
demam harus di singkirkan. Pungsi lumbal harus dipertimbangkan untuk membedakan
SNM dengan encephalitis virus atau encephalomyelitis post infeksi.10 SNM harus
dibedakan dari sindrom yang disebabkan oleh pengobatan lain seperti sindrom serotonin
dan hipertermi maligna.
1. Heat Stroke
Pada heat stroke kulit menjadi kering dan lembek akibat hipertermi dan hipotensi.
2. Letal Kataton
Letal kataton terjadi pada orang skizoprenia atau episode manik. Neuroleptik dapat
memperbaiki atau memperburuk gejalanya. Membedakan SNM dan letal kataton sulit,
meskipun riwayat pasien menyatakan episode kataton pada saat pasien tidak meminum
9
neuroleptik. Letal kataton cenderung eksitasi dan agitasi pada prodomal sedangkan SNM
dimulai dengan rigiditas.
3. Sindrom Serotonin
2.9. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Suportif1
Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua anti psikotik dan
terapi suportif. Pada sebagian besar kasus, gejala akan mereda dalam 1-2 minggu. Sindrom
Neuroleptik Maligna yang dipercepat dengan depot injeksi anti psikotik long action dapat
bertahan selama sebulan.
Terapi suportif bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan memelihara
fungsi organ yaitu:
4. Skrening infeksi dengan cara melakukan CT scan kepala, thorak, analisis cairan
serebrospinal, kultur urin dan darah.
2. Terapi Farmakologi3
10
Terapi farmakologik masih dalam perdebatan. Agonis dopamin seperti
bromokriptin dan amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati Sindrom Neuroleptik
Maligna berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Dantrolene dipakai untuk mengurangi
rigiditas otot, metabolisme dan peningkatan panas. Peneliti lain melaporkan tidak ada
manfaat dan setelah diamati ternyata meningkatkan komplikasi dan pemanjangan gejala
karena pemakaian obat-obat tersebut.
2.10. KOMPLIKASI
2.11. PROGNOSIS1
Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis berat otot
yang menjadi rhabdomiolisis. Pasien dengan riwayat Sindrom Neuroleptik Maligna dapat
terjadi rekurensi. Resiko terjadi rekurensi berhubungan dengan jeda waktu antara Sindrom
Neuroleptik Maligna dan dimulainya kembali pengobatan antipsikotik.
2.12. PENCEGAHAN6
11
Neuroleptik Maligna dan komplikasinya.
12
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat
komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Yang memiliki karekteristik seperti
hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Faktor resiko dari SNM
antara lain : faktor lingkungan dan psikologi, faktor genetic, pasien dengan riwayat episode
NMS sebelumnya berisiko untuk rekuren, sindrom otak organik, gangguan mental non
skizoprenia, penggunaan lithium, riwayat ECT, penggunaan neuroleptik tidak teratur,
penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis neuroleptik di naikan
dengan cepat, penggunaan neuroleptik injeksi. Gejalanya yaitu: Gejala disregulasi otonom
mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan darah meningkat atau
labil. Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia
dan diskinesia. Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua anti
psikotik dan terapi suportif. Terapi farmakologik masih dalam perdebatan. Agonis dopamin
seperti bromokriptin dan amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati Sindrom
Neuroleptik Maligna berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Komplikasi yang paling
umum adalah rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus menerus dan akhirnya
terjadi kerusakan otot. Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan
nekrosis berat otot yang menjadi rhabdomiolisis.
13
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
14
14. Maslim, R., 2001, Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik . Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC. Pp:5-9
15