Anda di halaman 1dari 28

TUGAS UJIAN KASUS

PREEKLAPSIA BERAT

Disusun oleh:

Jibril Ali Syariati A 115170064

Penguji :

dr. Deni Wirhana S, Sp.OG. (K).

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT


KANDUNGAN

RSUD WALED KABUPATEN CIREBON

2020
BAB I

STATUS PASIEN

1. IDENTITAS
Nama : Ny. C
Umur : 41 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan Terakhir : Tidak Sekolah
Alamat : Desa Ciuyah, Cirebon
Tanggal masuk : 27 Juli 2020
Jam Masuk : 09.00 WIB

Nama Suami : Tn. R


Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SD
Alamat : Desa Ciuyah, Cirebon

2. ANAMNESIS
a. Keluhan utama :
Tekanan darah tinggi
b. Riwayat penyakit sekarang:
Seorang perempuan, berusia 41 tahun dengan G3P2A0 parturiaen
aterem datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 27 Juli
2020 pukul 09.00 WIB rujukan dari bidan Puskesmas Cibogo dengan
keluhan tekanan darah tinggi. Keluhan tekanan darah tinggi diketahui
pasien ketika sedang kontrol kehamilan di bidan Puskesmas Cibogo
pada bulan Mei 2020. riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan
sebelumnya disangkal. Keluhan nyeri kepala, pandangan kabur, nyeri
ulu hati, mual, muntah, dan kejang disangkal. Pasien mengeluhkan
kaki bengkak sejak 8 hari SMRS. Keluhan Mulas-mulas dirasakan
sejak tanggal 27 Juli jam 05.00 WIB, pasien juga mengeluh keluhan
keluar air-air sejak jam 05.00 WIB, keluar darah disangkal oleh pasien.
Pasien mengatakan bahwa gerakan janin masih dirasakan aktif. BAB
dan BAK tidak ada keluhan.
Di Puskesmas Cibogo, telah dilakukan pemeriksaan tekanan darah
pasien dengan hasil 160/100 mmHg. Di Puskesmas Cibogo telah
diberikan protap PEB berupa MgSO4 Loading dose secara bolus (10
cc MgSO4 dilarutkan dengan 10 cc Aquabidest), terpasang infus RL,
terpasang folley catheter urine, juga diberikan Dopamet 250 mg/oral.
c. Riwayat penyakit ibu
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : Disangkal
- Riwayat alergi obat/makanan : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
d. Riwayat penyakit keluarga
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal
- Riwayat HT : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Alergi : Disangkal
e. Riwayat operasi
Pasien belum pernah melakukan operasi apapun
f. Riwayat menstruasi
- Menarche : 12 tahun
- Siklus haid : Teratur
- Panjang siklus : 28 hari
- Lama Haid : 5-6 hari
- Disminorhea : Tidak ada
- Banyak : 1-2 pembalut
- HPHT : 19-10-2019
- Taksiran Persalinan : 26-07-2020
g. Riwayat obstetri
- Riwayat Abortus : disangkal
- Riwayat Infeksi Nifas : disangkal
- Riwayat Penyulit Kehamilan : disangkal
h. Riwayat ANC
- Kontrol kehamilan di bidan hanya 1 kali
- Riwayat imunisasi TT 1 kali
- Pasien mengaku belum pernah USG selama kehamilan nya
i. Riwayat pernikahan
Pasien mengaku menikah pada usia 18 tahun, lama perkawinan 16
tahun dan merupakan pernikahan yang pertama, lalu pasien cerai dan
mempunyai suami yang kedua pada usia 37 tahun dengan lama
perkawinan 4 tahun
j. Riwayat kontrasepsi
Pasien mengaku menikuti program KB pil 1 tahun
k. Riwayat ginekologi
Riwayat penyakit kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan
pervaginam diluar menstruasi disangkal pasien.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Composmentis
c. Vital sign :
i. Tekanan darah : 150/100 mmHg
ii. Nadi : 92x/menit
iii. Respirasi : 21 x/menit
iv. Suhu : 36,4 °C
d. Berat badan : 65kg
e. Tinggi badan : 154cm
f. Status generalis :
- Kepala : Normocephal, rambut berwarna hitam dan tidak
mudah rontok
- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
- Hidung : Deviasi (-), sekret (-), darah (-)
- Telinga : Darah (-), sekret (-)
- Mulut : Sianosis bibir (-), gusi berdarah (-), karies gigi (-)
- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan
JVP (-)
- Thoraks
Inspeksi : Datar, simetris, retraksi ICS (-), otot bantu
pernapasan (-), ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Nyeri tekan (-), fremitus taktil (+)
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru, batas kanan jantung di
ICS II linea parasternalis dextra, batas pinggang
jantung di ICS III linea parasternalis sinistra, apeks
jantung di ICS IV linea axilaris anterior
- Auskultasi
Cor : bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : VBS (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Abdomen : cembung gravida, striae (-), jejas (-), bising usus
(+), nyeri tekan (-)
- Ekstremitas : Refleks patella (+/+), Edema pada ektremitas
bawah dextra et sinistra sejak 8 hari SMRS
g. Pemeriksaan obstetri :
Pemeriksaan fisik luar :
- TFU : 37 cm
- DJJ : 138 x/menit, reguler
- His : 4x/10/45’’
- Palpasi :
▪ Leopold I : teraba bagian bulat lunak, TFU : 37 cm
▪ Leopold II : teraba bagian kecil, bentuk tidak jelas dan
menonjol di kiri dan teraba bagian jelas, rata dan
cembung di kanan.
▪ Leopold III : teraba bagian bulat keras
▪ Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk PAP
(divergen)

Pemeriksaan fisik dalam :

V/V : tidak ada kelainan

VT : Vulva vagina tidak ada kelainan, portio : tipis lunak posisi


anterior, pembukaan 10 cm, kepala di hodge 2, ketuban (-).

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan


Hematologi
Darah rutin
Hemoglobin 10,2 12,5-15.5 gr%
Hematokrit 31 36-48 %
Trombosit 276 150-400 mm
Leukosit 17,6 4-10 mm
MCV 75,9 82-98 Mikro m
MCH 24,5 >= 27 pg
MCHC 32,3 32-36 g/dl
Eritrosit 4,14 3,8-5,4 mm
Basofil 0 0-1 %
Eosinofil 0 2-4 %
Neutrofil batang 1 3-5 %
Neutrofil segmen 91 50-80 %
Limfosit 6 25-40 %
Monosit 2 2-8 %
Gol darah + Rh O (+)
Imunologi
HbsAg Rapid Non reactive
HIV Rapid Non reactive

Protein urine dipstick : +1.

5. RESUME
Seorang perempuan, berusia 41 tahun dengan G3P2A0 parturien
aterm datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled pada tanggal 27 Juli 2020
pukul 09.00 WIB rujukan dari bidan Puskesmas Cibogo dengan keluhan
tekanan darah tinggi. Keluhan tekanan darah tinggi diketahui pasien ketika
sedang kontrol kehamilan di bidan Puskesmas Cibogo pada bulan Mei
2020. riwayat tekanan darah tinggi pada kehamilan sebelumnya disangkal.
Keluhan nyeri kepala, pandangan kabur, nyeri ulu hati, mual, muntah, dan
kejang disangkal. Pasien mengeluhkan kaki bengkak sejak 8 hari SMRS.
Keluhan Mulas-mulas dirasakan sejak tanggal 27 Juli jam 05.00 WIB,
pasien juga mengeluh keluhan keluar air-air sejak jam 05.00 WIB, keluar
darah disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa gerakan janin
masih dirasakan aktif. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Di puskesmas Cibogo, telah dilakukan pemeriksaan tekanan darah
pasien dengan hasil 160/100 mmHg. Di Puskesmas Cibogo telah diberikan
protap PEB berupa MgSO4 Loading dose secara bolus (10 cc MgSO4
dilarutkan dengan 10 cc Aquabidest), terpasang infus RL, terpasang folley
catheter urine, juga diberikan Dopamet 250 mg/oral.
Riwayat penyakit dalam keluarga di sangkal, riwayat operasi di
sangkal. Pasien mengaku bahwa menstruasinya lancar dan pertama kali
mendapatkannya yaitu usia 12 tahun dengan siklus yg teratur selama 5-6
hari dan mengganti pembalut 1-2 kali dalam sehari. Riwayat ANC
dilakukannya di bidan puskesmas setempat hanya satu kali selama
kehamilan, imunisasi TT 1 kali, pasien belum melakukan USG selama
kehamilannya. Pasien mengaku menikah pada usia 18 tahun, lama
perkawinan 16 tahun dan merupakan pernikahan yang pertama, lalu
pasien cerai dan mempunyai suami yang kedua pada usia 37 tahun.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran composmentis, tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 92 x/menit,
respirasi 21 x/menit, suhu 36,4 °C, berat badan 65kg, Tinggi
badan154 cm. Status generalis dalam batas normal. Edem pada ekstremitas
bawah dextra et sinistra. Pada status obstetri, pemeriksaan fisik luar TFU
47 cm, DJJ 138 x/menit, reguler, His : 4x/10/45’’. Pada Leopold I teraba
bagian bulat lunak, TFU : 37 cm. Leopold II teraba bagian kecil, bentuk
tidak jelas dan menonjol di kiri dan teraba bagian jelas, rata dan cembung
di kanan. Leopold III teraba bagian bulat keras, Leopold IV bagian
terbawah janin sudah masuk PAP (divergen). Pada Pemeriksaan fisik
dalam, V/V tidak ada kelainan. VT : Vulva vagina tidak ada kelainan,
portio : tipis lunak posisi anterior, pembukaan 10 cm, kepala di hodge II,
ketuban (-). Pada hasil pemeriksaan penunjang, protein urine dipstick +1.

6. DIAGNOSIS
Ny. C usia 41 tahun G3P2A0 parturien aterm kala II dengan PEB

7. PENATALAKSANAAN
a) Umum :
 Rawat
 Observasi KU, TTV, His, dan DJJ
 Pantau urine output
 Konsul dokter Sp.OG
b) Khusus :
 Maintenance dose dengan MgSO4
15 cc MgSO4 dalam 500 cc cairan RL, diberikan 20 tetes
permenit
 Dopamet 3x500 mg p.o
 Asam mefenamat 3x500 mg p.o
 Cefadroxil 2x1 p.o

8. PROGNOSIS
- Ad vitam : Ad Bonam
- Ad functionam : Ad Bonam
- Ad Sanationam : Ad Bonam

9. Usulan pemeriksaan
- Pemeriksaan urin lengkap
- NST
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi Dalam Kehamilan


2.1.1 Definisi
Menurut American College Obstetric and Gynaecologist
(ACOG). Hipertensi adalah suatu keadaan dengan tekanan darah
diastolik minimal 90 mmHg atau tekanan sistolik minimal 140 mmHg.1
Beberapa definisi yang berhubungan dengan hipertensi dalam
kehamilan adalah sebagai berikut : 2
a) Preeklampsia adalah suatu keadaan hipertensi yang disertai
proteinuria, edema, atau keduanya (trias) yang terjadi akibat
kehamilan di atas 20 minggu dan paling sering mendekati aterm dan
dapat timbul sebelum kehamilan 20 minggu bila terjadi penyakit
trofoblas.
b) Eklampsia adalah keadaan terjadinya kejang-kejang pada wanita
dengan kriteria klinis preeklampsia yang bukan disebabkan penyakit
neurologi seperti epilepsi.
c) Superimposed preeklampsia adalah suatu keadaan preeklampsia-
eklampsia yang terjadi pada wanita yang sebelumnya telah menderita
hipertensi vaskuler kronis atau penyakit ginjal.
d) Hipertensi kronis adalah keadaan hipertensi yang menetap dengan
penyebab apapun yang sudah diderita sebelum konsepsi atau
sebelum kehamilan 20 minggu atau menetap selama 6 minggu post
partum.
e) Transient hipertensi yaitu timbulnya hipertensi dalam kehamilan
sesudah trimester II atau dalam 24 jam pertama post partum tanpa
ada tanda-tanda hipertensi kronis atau preeklampsia-eklampsia dan
gejala ini akan hilang setelah 10 hari post partum.1,2

2.1.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan


Terdapat 5 klasifikasi hipertensi dalam kehamilan menurut The
American College of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) terdiri
atas :1
1. Hipertensi kronik :
 Tekanan darah sistolik >140 atau tekanan darah diastolik ≥ 90
mm/Hg sebelum hamil atau didiagnosa sebelum usia gestasi 20
minggu , atau bila terdapat hipertensi didiagnosa setelah usia
gestasi 20 minggu dan persisten 12 minggu setelah melahirkan.
 Tidak terdapat proteinuria
2. Hipertensi gestasional :
 Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90 mmHg ditemukan pertama kali sewaktu hamil
 Tidak terdapat proteinuria
 Tekanan darah kembali ke normal sebelum 12 minggu
pascapartum
3. Sindrom preeklampsia dan eklamsia :
Kriterua minimum :
 Tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 90
 Proteinuria ≥ 300mg/24 jam atau ≥ 1+ pada pemeriksaan carik
celup (dipstick)
Kemungkinan preeklampsia meningkat :
 Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 110
 Proteinuria 2,0g/24jam atau ≥ 2+ pada pemeriksaan carik celup
(dipstick)
 trombosit < 100.000 / microliter
 Hemolisis mikroangiopatik yang akan mengakibatkan
peningkatan kadar LDH
 Peningkatan kadar transaminase serum (ALT atau AST)
 Nyeri kepala yang persisten atau gangguan serebral atau visual
lainnya
 Nyeri epigastrik yang persisten
4. Eklamsia
Kejang yang tidak disebabkan oleh penyebab lain pada perempuan
dengan preeklampsia
5. Sindrom preeklampsia yang bertumpang tindih pada hipertensi
kronis :
 Proteinuria awitan baru ≥ 300mg/24 jam pada perempuan
hipertensif, tetapi tidak ditemukan proteinuria sebelum
kehamilan 20 minggu
 Peningkatan mendadak proteinuria atau tekanan darah atau
hitung trombosit < 100.000 / microliter pada perempuan yang
mengalami hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20
minggu.

2.2 Preeklampsi
2.2.1 Definisi
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ.
Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan
dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeklampsia tersebut.3,4
1. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan
lengan yang sama
2. Protein urin : Protein urin melebihi 300mg dalam 24 jam atau tes urin
dipstick > positif 1 (+1)
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu :
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio kanan atas
abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya
absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).2,3

2.2.2 Epidemiologi
Angka kejadian preeklampsia – eklampsia berkisar antara 2% dan
10% dari kehamilan di seluruh dunia. Kejadian preeklampsia
merupakan penanda awal dari kejadian eklampsia, dan diperkirakan
kejadian preeklampsia menjadi lebih tinggi di negara berkembang.
Angka kejadian preeklampsia di negara berkembang, seperti di negara
Amerika Utara dan Eropa adalah sama dan diperkirakan sekitar 5-7
kasus per 10.000 kelahiran. Disisi lain kejadian eklampsia di negara
berkembang bervariasi secara luas. Mulai dari satu kasus per 100
kehamilan untuk 1 kasus per 1700 kehamilan. Rentang angka kejadian
preeklampsia-eklampsia di negara berkembang seperti negara Afrika
seperti Afrika selatan, Mesir, Tanzania, dan Ethiopia bervariasi dari
1,8% sampai 7,1%. Di Nigeria angka kejadiannya berkisar antara 2%
sampai 16,7% dan juga preeklampsia ini juga dipengaruhi oleh ibu
nullipara, karena ibu nullipara memiliki resiko 4-5 kali lebih tinggi dari
pada ibu multipara.
Angka kejadian dari preeklampsia di Indonesia sekitar 7-10%, ini
merupakan bukti bahwa preeklampsia merupakan penyebab kematian
nomor dua di Indonesia bagi ibu hamil, sedangkan no.1 penyebab
kematian ibu di Indonesia adalah akibat perdarahan.5
2.2.3 Etiologi
Setiap teori yang memuaskan mengenai etiologi dan pathogenesis
preeklampsia harus dapat menjelaskan hasil pengamatan bahwa penyakit
hipertensi dalam kehamilan lebih mungkin timbul pada perempuan yang :6
1. Terpajan vili korionik untuk pertama kalinya
2. Terpajan vili korionik dalam jumlah yang berlebihan, seperti pada
kehamilan ganda atau mola hidatidosa
3. Telah memiliki penyakit ginjal atau kardiovaskular
4. Secara genetis beresiko untuk mengalami hipertensi dalam
kehamilan.
Faktor-faktor yang saat ini dianggap penting mencakup :1,6,7
1. Implantasi Plasenta Disertai Invasi Trofoblastik Abnormal pada
Pembuluh darah Uterus
Pada implantasi normal, arteriola spiralis uteri mengalami
remodelling ekstensif karena diinvasi oleh trofoblas endovaskular.
Sel-sel ini menggantikan lapisan otot dan endotel untuk memperlebar
diameter pembuluh darah. Vena-vena hanya diinvasi secara
superfisial. Namun,pada preeklampsia, mungkin terjadi invasi
trofoblastik inkomplet. Bila terjadi invasi yang dangkal seperti ini,
pembuluh desidua, dan bukan pembuluh myometrium, akan dilapisi
oleh trofoblas endovaskular. Selain itu, semakin banyak jumlah
trofoblast semakin besar kemungkinan terjadinya preeklampsia. Ini
terlihat pada kehamilan Gemeli dan Mola hidatidosa. Teori ini
didukung pula dengan adanya kenyataan bahwa keadaan
preeklampsia membaik setelah plasenta lahir.1,6
2. Aktivasi Sel Endotel
Telah diajukan suatu teori bahwa disfungsi sel endotel
disebabkan oleh keadaan leukosit teraktivasi dalam sirkulasi ibu.
Secara singkat, sitokin seperti faktor nekrosis tumor (TNF-α) dan
interleukin (IL) mungkin berperan dalam timbulnya stress oksidatif
terkait preeklampsia. Stres oksidatif ini ditandai dengan terdapatnya
oksigen reaktif dan radikal bebas yang menyebabkan terbentuknya
peroksida lipid. Hal ini kemudian akan membentuk radikal yang
amat toksik yang akan mencederai sel endotel, mengubah produksi
nitrat oksida, dan mengganggu keseimbangan prostaglandin. Akibat
lain stres oksidatif mencakup produksi sel busa makrofag yang
penuh lipid yang tampak aterosis. Sehingga, menyebabkan lumen
arteriola sprilaris terlalu sempit sehingga akan mengganggu aliran
darah plasenta, aktivasi mikrovaskular, yang bermanifestasi sebagai
trombositopenia dan peningkatan permeabilitas kapiler yang ditandai
dengan edema dan proteinuria.1,6
3. Toleransi Imunologis yang Bersifat maladaptif diantara Jaringan
Maternal, Paternal (plasental), dan Fetal
Terdapat pula data empiris yang menunjukan kemungkinan
gangguan yang diperantai system imun pada preeklampsia.
Misalnya, risiko preeklampsia meningkat secara nyata pada kondisi
terganggunya pembentukan antibodi penyekat situs antigenik
plasenta (blocking antibodies). Pada kondisi ini, kehamilan pertama
akan memiliki risiko yang lebih tinggi.1,6
Pada awal kehamilan yang ditakdirkan untuk mengalami
komplikasi preeklampsia, trofoblas ekstravilus mengekspresikan
antigen leukosit manusia (HLA-G) yang bersifat imunosupresif
dalam jumlah yang berkurang. Ekspresi yang rendah ini mungkin
berperan dalam kecacatan vaskularisasi plasenta.1,6
Selama kehamilan normal, dihasilkan limfosit T-penolong (Th).
Sel-sel Th2 memacu imunitas humoral, sedangkan sel Th1
merangsang sekresi sitokin peradangan yang merupakan salah satu
faktor penyebab jejas endotel.1,6
4. Faktor – Faktor Genetik
Preeklampsia merupakan kelainan multifaktorial dan poligenik.
Oleh sebab itu, tidak ada satupun kandidat gen tunggal yang
bertanggung jawab terhadap kejadiannya. Sudah ditemukan lebih
dari 70 kandidat gen yang terkait preeklampsia, tetapi hanya 7 gen
yang paling banyak diteliti, yaitu gen MTHFR FS (Leiden), AGT
(M235T), HLA, NOS3 (Glu 298 Asp), F2 (G20210A) dan ACE.
Variasi genetic lainnya, termasuk faktor lingkungan dan epigenetik
juga sangat berpengaruh terhadap ekspresi genotype dan fenotipe
sindrom preeklampsia.1,6,8,9
5. Ketidakseimbangan Protein Angiogenik dan Antiangiogenik
Pembentukan vaskularisasi plasenta sudah tampak sejak 21 hari
pasca konsepsi. Terdapat daftar yang terus bertambah mengenai
substansi proangiogenik dan antiangiogenik yang terlibat dalam
perkembangan substansi plasenta. Kelompok faktor pertumbuhan
endotel plasenta (VEGF) merupakan yang paling banyak yang
diteliti.1,6
Istilah ketidakseimbangan angiogenik digunakan untuk
menggambarkan jumlah berlebihan faktor antiangiogenik yang
diduga dirangsang oleh hipoksia yang memburuk pada permukaan
kontak uteroplasenta. Jaringan trofoblastik perempuan yang
ditakdirkan untuk mengalami preeklampsia menghasilkan sedikitnya
dua peptida antiangiogenik secara berlebihan, yang selanjutnya
memasuki sirkulasi maternal yaitu :1,6
1) Soluble Fms-like-tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan varian
reseptor Flt-1 untuk faktor pertumbuhan plasenta (PIGF) dan
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF). Peningkatan
kadar sFlt-1 pada sirkulasi ibu akan menginaktifkan dan
menurunkan kadar PIGF dan VEGF bebas dalam sirkulasi
sehingga terjadi disfungsi endotel.10
2) Soluble endoglin (sEng) akan menyebabkan penurunan
vasodilatasi yang bergantung nitrat oksida endotelial.10
2.2.4 Patogenesis
Meskipun penyebab preeklampsia belum diketahui, hampir semua ahli
sepakat bahwa vasospasme merupakan awal preeklampsia. Vasospasme
dapat merupakan akibat kegagalan invasi trofolas ke dalam lapisan otot
polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini
akan menyeabkan kerusakan atau jejas endotel, yang kemudian akan
menimbulkan ketidakseimbangan antara vasokonstriktor (endotelin,
tromboksan, dan angiotensin) dan vasodilator (nitrit oksida dan
protaksiklin) serta gangguan sistem pembekuan darah.1,6,11
a) Tahap 1 disebut juga tahap preklinik, tahap ini disebabkan oleh
kegagalan invasi trofolas sehingga terjadi gangguan remodelling
arteri spiralis atau arteri uterina yang menyebabkan vasospasme
dan hipoksia
b) Tahap 2 disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh stres
oksidatif dan pelepasan faktor plasenta kedalam sirkulasi darah ibu
yang mencetuskan respons inflamasi sistemik dan aktivasi endotel.
Disfungsi endotel ditandai dengan peningkatan zat vasokonstriktor,
penurunan zat vasodilator, peningkatan permeabilitas kapiler dan
gangguan sistem pembekuan darah yang merupakan stadium klinik
sindrom preeklampsia. Tahap 2 sangat dipengaruhi oleh faktor penyakit
ibu, seperti penyakit jantung atau ginjal, DM, kegemukan atau penyakit
keturunan.
Teori ini dapat menjelaskasn patogenesis penderita preeklampsia
awitan dini. Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan berbagai
macam di dalam berbagai organ atau sistem antara lain :6
1) Kardiovaskular :
a) Hipertensi
b) Penurunan curah jantung
c) Trombositopenia
d) Gangguan pembekuan darah
e) Perdarahan
f) DIC (Disseminated intravascular coagulation)
g) Pengurangan volume plasma
h) Peningkatan permeabilitas pemuluh darah
i) Edema
j) Nekrosis.
2) Plasenta :
a) Hambatan pertumbuhan janin
b) Gawat janin
c) Solusio plasenta.
3) Ginjal
a) Endoteliosis kapiler ginjal
b) Penurunan bersihan asam urat
c) Penurunan laju filtrasi glomerulus.
d) Oliguria
e) Proteinuria
f) Gagal ginjal
4) Otak
a) Hipoksia
b) Kejang
c) Gangguan pembuluh darah otak.
5) Hepar :
a) Gangguan fungsi hati
b) Peningkatan kadar enzim hepar
c) Edema
d) Regangan kapsula di hepar
e) Perdarahan.
6) Mata
a) Edema papil
b) Iskemia
c) Perdarahan
d) Ablasio retina.
7) Paru-paru :
a) Edema
b) Iskemia
c) Nekrosis
d) Gangguan pernapasan hingga apneu.

2.2.5 Kriteria Diagnosis


Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi
spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem
organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia,
sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuria
yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi
disertai gangguan multi sistem lain yang menunjukkan adanya kondisi
berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami
proteinuria. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria
diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan
kehamilan normal.4,6,12
1. Kriteria diagnosis preeklampsia
a. Tekanan darah ≥ 140 mmHg untuk sistolik atau ≥ 90 mmHg untuk
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
b. Protein urin melebihi 300mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick >
positif 1 (+1).
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya
proteinurin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu : 4,6
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / microliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi
dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio
kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan
visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya
Absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

2. Kriteria diagnosis preeklampsia berat4,6


a. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama.
b. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
c. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau
didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisidimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya
d. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2
kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau regio
kanan atas abdomen
e. Edema Paru
f. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
g. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan
Absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga
kondisi protein urin masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari
kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria terbaru
tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan, dikarenakan
setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.5,7

2.2.6 Penatalaksanaan
1. Medikamentosa4
a. Infus larutan ringer laktat
b. Pemberian obat :
Pemberian melalui intravena secara kontinyu
1) MgSO4
a) Dosis awal: 4 gram MgSO4 (10cc MgSO4 40%)
dilarutkan ke
dalam 100cc ringer laktat, diberikan selama 15-20
menit.
b) Dosis pemeliharaan: 10gram dalam 500cc cairan RL,
diberikan
dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit)
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :4
a) Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium
glukonas 10% (1gram dalam 10cc) diberikan i.v dalam
waktu 3-5 menit
b) Refleks patella (+) kuat
c) Frekuensi pernapasan ≥16 kali per menit
d) Produksi urin ≥ 30cc dalam 1 jam sebelumnya.
MgSO4 dihentikan apabila :4
a) Adanya tanda-tanda intoksikasi
b) Setelah 24 jam pascasalin
c) Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi perbaikan tekanan
darah.
2) Antihipertensi :13
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia
dengan hipertensi berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160
mmHg atau diastolik ≥ 110 mmHg
a) Nifedipin
Nifedipin merupakan salah satu calcium channel
blocker yang sudah digunakan sejak dekade terakhir
untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan
sebagai antihipertensi.
Regimen yang direkomendasikan adalah 10 mg
kapsul oral, diulang tiap 15 – 30 menit. Selanjutnya
diberikan dosis rumatan 3x10mg dengan dosis
maksimum 30 mg.
b) Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di
sistem saraf pusat, adalah obat antihipertensi yang
paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan
hipertensi kronis.
Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500
mg per oral 2 atau 3 kali sehari, dengan dosis
maksimum 3 g per hari. Alternatif lain penggunaan
metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam
sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis
hipertensi.
c) Nikardipine
Diberikan apabila tekanan darah ≥ 180/110
mmHg atau hipertensi emergensi dengan dosis 1
ampul 10 mg dalam larutan 50cc per jam atau 2 ampul
10 mg dalam larutan 100cc tetes per menit mikro drip.
2. Manajemen Konservatif4–6
a) Indikasi manajemen konservatif
Kehamilan preterm (<34 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
b) Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif.
Hanya dosis awal MgSO4 diberikan i.m saja yaitu MgSO4 40%
8gram i.m. Atau bila menggunakan cara intravena secara kontinyu
diberikan dosis pemeliharaan yaitu, 10gram dalam 500cc cairan
RL diberikan dengan kecepatan 1-2gram/jam (20-30 tetes per
menit). Pemberian MgSO4 dihentikan apabila sudah mencapai
tanda-tanda preeklampsia, selambat-lambatnya dalam waktu 24
jam.
c) Pengelolaan obstetrik
Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan NST dan USG
untuk memantau kesejahteraan janin.
Apabila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka
keadaan dianggap sebagai kegagalan pengobatan medisinal dan
harus diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif:
konsultasi dengan disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit
Dalam, Departemen Syaraf, dan Departemen Mata).
3. Pengelolaan Aktif4,6
a) Indikasi
Apabila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini :
1) Ibu :
 Kehamilan > 34 minggu (dengan kortikosteroid selama
2 hari telah diberikan, dan memberi tahu bagian
perinatogi sebelum pengakhiran kehamilan)
 Adanya gejala impending eklampsia
 Gagal perawatan konservatif.

2) Janin :
 Adanya tanda-tanda gawat janin
 Adanya tanda-tanda IUGR.
3) Laboratorik :
Adanya HELLP Syndrome.
b) Pengelolaan Obstetri
1) Belum inpartu
a. Dilakukan induksi persalinan apabila bishop score ≥ 6.
Bila perlu dilakukan pematangan serviks dengan
misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai
kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi
persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan
seksio sesarea.
b. Indikasi dilakukan seksio sesarea yaitu :
 Syarat persalinan pervaginam tidak terpenuhi
 Terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam
 Induksi persalinan gagal
 Kelainan letak
 Apabila umur kehamilan <34 minggu.
2) Sudah inpartu
a. Perjalanan persalinan normal diikuti dengan partograph
WHO
b. Kala II diselesaikan dengan partus buatan. Amniotomy
dan tetes oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 15
menit setelah pengobatan medisinal.
c. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan
ibu dan gawat janin
d. Bila bishop score ≤6 direkomendasikan tindakan seksio
sesarea.

3) Konsultasi :
Disiplin ilmu terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
Departemen Syaraf, dan Departemen Mata).
DAFTAR PUSTAKA

1. Hypertension G. Clinical Management Guidelines for Obstetrician –


Gynecologists Gestational Hypertension and. 2019;133(1):1–25.
2. Robert J. Hypertension In Pragnancy. Washington DC: American College
of Obstetrician and Gynecologist; 2013.
3. American College of Obstetricians and Gynecologists. Task Force on
Hypertension in Pregnancy. Women’s Health. 2013.
4. POGI. PNPK Diagnosis dan Tatalaksana Preeklampsia. 2016;1–48.
5. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan edisi keempat. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta. 2014;
6. Cunningham G. Obstetric and Gynecology. 24th ed. New York:
McGrawHill; 2015.
7. El-Sayed AAF. Preeclampsia: A review of the pathogenesis and possible
management strategies based on its pathophysiological derangements.
Taiwan J Obstet Gynecol [Internet]. 2017;56(5):593–8. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.tjog.2017.08.004
8. Løset M, Johnson MP, Melton PE, Ang W, Huang RC, Mori TA, et al.
Preeclampsia and cardiovascular disease share genetic risk factors on
chromosome 2q22. Pregnancy Hypertens. 2014;4(2):178–85.
9. Chelbi ST, Vaiman D. Genetic and epigenetic factors contribute to the
onset of preeclampsia. Mol Cell Endocrinol. 2008;282(1–2):120–9.
10. Ma’ayeh M, Costantine MM. Prevention of preeclampsia. Semin Fetal
Neonatal Med [Internet]. 2020;(xxxx):101123. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.siny.2020.101123
11. Gathiram P, Moodley J. Pre-eclampsia: Its pathogenesis and
pathophysiolgy. Cardiovasc J Afr. 2016;27(2):71–8.
12. Magee LA, Pels A, Helewa M, Rey E, Von Dadelszen P. Diagnosis,
evaluation, and management of the hypertensive disorders of pregnancy.
Pregnancy Hypertension. 2014.
13. Peres G, Mariana M, Cairrão E. Pre-Eclampsia and Eclampsia: An Update
on the Pharmacological Treatment Applied in Portugal. J Cardiovasc Dev
Dis. 2018;5(1):3.

Anda mungkin juga menyukai