Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

UJI DIFUSI PADA PERSEDIAAN TOPIKAL

DISUSUN OLEH
1. AGUS SUTRISNA
2. IQBAL FIKRIANSYAH
3. IRIANA WAMBRAUW
4. PUTRI KOMALA DEWI
5. FAUZAH NUR AZMI

JURUSAN S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI FARMASI YPIB CIREBON

Jln Perjuangan – Majasem Cirebon


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari


bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Untuk mendapatkan
konsentrasi suatu zat yang diinginkan, maka harus dilakukan suatu tindakan difusi.

Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan suatu obat
sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut sebelum
diserap ke dalam tubuh. Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus
memiliki daya larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang
relatif tidak dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna,
atau tidak menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum.

Daya larut yang ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan
menyiapkan lebih banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik
seperti mikronisasi obat atau kompleksasi. Teknologi difusi merupakan tahapan yang
membatasi atau mengontrol laju diabsorbsi obat-obat yang mempunyai kelarutan yang
rendah, Karena tahapan yang ada dalam perlepasan obat ari bentuk sediaanya dan
perjalanannya ke dalam sirkulasi sistemik.

Dalam dunia kefarmasian para apoteker dan pakar-pakar kimia senantiasa


merancang sediaan obat supaya mampu menrancang terobosan baru dalam menciptakan
suatu produk yang berkualitas, baik dari segi kesetabilan obat maupun efek yang
ditimbulkan.

Kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut dalam air telah lama menjadi
masalah pada industri farmasi. Obat-obat tersebutumumnya mengalami proses disolusi
yang lambat demikian pula laju absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat terlarut akan
diabsorpsi pada laju rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian
absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna
B. RUMUSAN MASALAH
1. Definisi difusi
2. Cara pembuatan difusi pengadaan topikal

C. TUJUAN
Untuk mengetahui prinsip dan cara pengujian difusi suatu zat dari sediaan transdermal
atau topikal

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari
bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Perbedaan
konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi. Difusi akan terus
terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai
keadaan kesetimbangan di mana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak ada
perbedaan konsentrasi. Contoh yang sederhana adalah pemberian gula pada cairan teh
tawar.

Difusi pasif merupakan proses perpindahan masa dari tempat yang berkonsentrasi
tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Kecepatan penetrasi obat dikulit melalui
mekanisme difusi sehingga terjadi sesuai dengan hokum fick.

J= fluks per satuan luas

K= koefisien partisi obat dalam membrane dan pembawa

h = tebal membrane

D = koefisien difusi obat

Cs = konsentrasi obat dalam pembawa\

C = konsentrasi obat dalam medium reseptor

Factor yang mempengaruhi difusi zat adalah:

1. Sifat fisiko kimia dari zat aktif (bobot molekul, kelarutan, koefisien partisi)
2. Karakteristik sediaan
3. Karakteristik basis
4. Zat-zat tambahan dalam sediaan
5. Zat tambahan yang perlu ditambahkan adalah zat untuk meningkatkan

Penembusan zat aktif (penetrant enhancer), contohnya golongan sulfoksid


(DMSO), alcohol, asam lemak dan surfaktan.
Mekanisme peningkatan penetrasi tersebut dapat melalui beberapa jalur.
Kemungkinan pertama adalah melalui interaksi antara kepala polar lipid. Enhancer yang
bersifat hidrofilik akan menimbulkan gangguan pada kepala polar lipid dan menginduksi
gangguan susunan lipid, kemudian pada akhirnya menyebabkan fasilitasi transpor obat
hidrofilik. Gangguan kepala polar lipid tersebut juga menimbulkan pengaruh terhadap
bagian hidrofobik lipid dan menyebabkan penataan ulang pada susunan lipid bilayer. Hal
inilah yang menyebabkan peningkatan penetrasi untuk obat lipofilik.

Kemungkinan lain adalah interaksi antara enhancer lipofilik dengan rantai


hidrokarbon lipid bilayer. Gangguan pada hidrokarbon lipid tersebut menyebabkan
terjadinya fluidisasi rantai hidrokarbon dan memfasilitasi penetrasi obat lipofilik.
Perubahan tersebut juga mempengaruhi susunan kepala polar sehingga juga dapat
meningkatkan penetrasi obat-obat hidrofilik.

Spektrofotometri merupakan salah satu cabang analisis instrumental yang


mempelajari interaksi anatara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik.
Interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik dapat berupa
hamburan (scattering), absorpsi (absorption), emisi (emission). Interaksi antara radiasi
elektromagnetik dengan atom atau molekul yang berupa absorbsi melahirkan
spektrofotometri absorpsi antara lain spektrofotometri ultraviolet (UV), spektrofotometri
sinar tampak (VIS), spektofotometri infra merah (IR).

Prinsip dari spektrofotometri adalah electron-elektron pada ikatan di dalam


molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati keadaan kuantum yang lebih tinggi dan
dalam proses menyerap sejumlah energy yang melewati larutan tersebut. Semakin
longgar electron tersebut ditahan di dalam ikatan molekul, semakin panjang panjang
gelombang (energy lebih rendah) radiasi yang diserap (Watson, 2005. Hal 105)

Spektrofotometri uv-vis mengacu pada hukum Lambert-Beer. Apabila cahaya


monokromatik melalui suatu media (larutan), maka sebagian cahaya tersebut akan
diserap, sebagian dipantulkan dan sebagian lagi akan dipancarkan. (Watson, 2005. Hal
110)

Penerapan dalam analisis farmasi: (Watson, 2005. Hal 105-106)


1. Metode yang kuat dan terandalkan untuk kuantifikasi obat-obat dalam formulasi
yang tidak ada interferensi dari eksipien.
2. Penentuan nilai pKa beberapa obat
3. Penentu koefisien partisi dalam kelarutan obat.
4. Digunakan untuk menentukan pelepasan obat dari formulasi seiiring waktu,
misalnya dalam uji disolusi.
5. Dapat digunakan untuk memantau kinetika reaksi penguraian obat.
6. Spectrum UV suatu obat sering digunkan sebgai salah satu dari sejumlah
pemeriksaan identitas pada farmakope.

Kelebihan metode: (Watson, 2005. Hal 106)

1. Metode yang mudah digunakan, murah, dan terandalkan memberikan presisi yang
baik untuk melakukan pengukuran kuantitatif obat-obat dalam formulasi.
2. Metode rutin untik menentukan beberapa sifat fisikokimia obat, yang harus
diketahui untuk tujuan formulasi.
3. Beberapa masalah pada metode dasar dapat dipecahkan dengan penggunaan
spectrum derivative.

Kekurangan: (Watson, 2005. Hal 106)

1. Selektivitasnya sedang. Selektivitas metode ini tergantung pada kromofor masing-


masing obat, misalnya suatu obat yang diwarnai dengan kromofor yang
diperpanjang lebih khas daripada obat dengan kromofor cincin benzene
sederhana.
2. Tidak mudah diterapkan pada analisis campuran.

Kurva kalibrasi digunakan untuk: (Watson, 2005. Hal 112)


1. Untuk mengurangi atau menghilangkan kesalahan akibat dari galat alat (noise)
2. Digunakan senyawa murni pada beberapa konsentrasi
3. Rentang konsentrasi melingkupi konsentrasi sampel.
4. Berdasar pada persamaan Regresi Linier

B. ALAT DAN BAHAN


1. Alat yang perlu dipersiapkan adalah :
a. Spektrofotometer UV
b. Jam / pengukur waktu
c. Neraca analitik
d. Kalkulator
e. Spatula
f. Gelas kimia
g. Alat uji difusi
h. Spuit
i. Spin bar / stirring bar

2. Bahan bahan yang perlu disapkan adalah:


a. Gel piroksikam
b. Aquadest
c. Larutan piroksikam/ ketoprofen 5 ppm
d. Dapar fosfat pH 7,4
e. Membran (kulit ular)
f. Larutan piroksikam/ ketoprofen 2 – 14 ppm

C. PROSEDUR
1. Pembuatan dapar fosfat pH 7,4
a. Diambil KH2PO4 sebanyak 50 ml
b. Diambil NaOH sebanyak 39, 1 ml
c. Dicampurkan keduanya
d. Ditambahkan aquadest sampai 200 ml
e. Dicek pH dapar sampai 7,4

2. Pengujian difusi in vitro


a. Ditentukan panjang gelombang maksimum piroksikam/ ketoprofen dengan
dibuat larutan piroksikam/ ketoprofen dengan konsentrasi 5 ppm dalam dapar
fosfat pH 7,4
b. Dibuat kurva kalibrasi piroksikam/ ketoprofen dengan dibuat larutan dengan
konsentrasi 2 – 14 ppm. Diukur serapannya pada panjang gelombang maksimum
yang telah ditentukan sebelumnya
c. Dimasukkan aquadest ke alat uji difusi melalui pipa yang kecil
d. Dimasukkan dapar fosfat pH 7,4 sebanyak 13 ml ke alat uji difusi melalui pipa
yang besar
e. Dimasukkan stirring bar ke alat uji difusi
f. Dipotong kulit ular 1x1 cm2
g. Direndam dan dicuci membran (kulit ular) dalam larutan dapar fosfat pH 7,4
h. Setelah direndam dan dicuci, membran (kulit ular) dikeluarkan
i. Dipanaskan alat uji difusi pada suhu 60ºC di atas penangas air
j. Diukur suhu aquadest pada alat uji difusi sampai 37ºC
k. Setelah 37ºC, maka diturunkan suhu penangas air menjadi 45ºC
l. Ditimbang 2 gram sediaan gel piroksikam
m. Dioleskan secara merata ke permukaan kulit ular sebanyak 2 gram sediaan gel
piroksikam
n. Dijepit kulit ular di alat uji difusi
o. Dilakukan pengujian selama 2 jam (120 menit)
p. Cuplikan diambil dengan digunakan spuit 2ml dan setiap pengambilan selalu
diganti dengan dapar fosfat pH 7,4
q. Cuplikan diambil dengan selang waktu 15 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit,
dan 120 menit
r. Sampel diukur serapannya dengan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang maksimum
s. Ditentukan kadar zat terdifusi setiap interval waktu pengujian
t. Dilakukan perhitungan faktor koreksi
u. Dibuat grafik difusi piroksikam/ ketoprofen gel yang menghubungkan antara
berat piroksikam/ ketoprofen terdifusi per luas membran (mg/ cm2) dengan
waktu

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari
bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Perbedaan
konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut gradien konsentrasi. Difusi akan terus
terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata atau mencapai
keadaan kesetimbangan di mana perpindahan molekul tetap terjadi walaupun tidak
ada perbedaan konsentrasi.
Untuk menentukan difusi yang akan didapatkan, diperlukan beberapa alat dan
bahan yang perlu disiapkan dan harus melalui beberapa tahap proses agar
mendapatkan hasil difusi yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes G, Darijanto S.T. 1993. Teknologi Farmasi Likuida dan Semi Solida. Pusat
Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati ITB. Bandung.
Agoes, G,et.al. 1986. Penelitian Difusi Asam Salisilat dan Kloramfenikol dari Sediaan
Semisolida dengan Pembawa Vaselin, Campuran Vaselin Propilenglikol dan Vaselin
Lemak Bulu Domba secara In vitro. Acta Pharmaceutica IX(3). Bandung. ITB.

Mutschler, E. 1991. Dinamika Obat. ITB. Bandung.

Shargel, Andrew. 1988. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi Kedua.


Penerbit : Airlangga University-Press. Surabaya.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardjan.2007.Obat-obat Penting. Penerbit PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.

Underwood, A. L. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Penerbit


Erlangga. Jakarta.

Watson, David.G . 2009. Analisis Farmasi edisi 2. EGC. Jakarta.

Weller P.J., Rowe R.C. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Fourth


Edition. London : The Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai