Anda di halaman 1dari 21

Bacalah

teks berikut untuk menjawab soal nomor 1 – 4!

Mental maling sering mengotak-atik keteladanan. Keteladanan dalam budaya


Jawa sesungguhnya menjadi andalan. Kebudayaan maling ternyata sudah
sulit dibendung. Kita lama hidup dalam masyarakat maling. Sejak lama sudah
melakukan korupsi. Sudah lama, ada kurang lebih 20 kosakata terkait dengan
maling, misalnya maling arep meminjam tidak mengembalikan, maling timpuh
pembangun mencuri material, maling samun yaitu menemukan barang orang
lain tetapi tidak mengembalikan ke polisi. Dalam kebudayaan ada maling
aguna yang banyak mewarnai dunia pewayangan.

Tegasnya, budaya kita tidak turun dari langit. Budaya itu sedang “memenangi
zaman mencuri, di sana jadi maling, kalau tidak mencuri ya dicuri, hadap
utara jadi maling hadap selatan jadi maling, seberuntung-beruntungnya yang
tidak mencuri masih beruntung yang waspada”. Sekarang penyakit kita
adalah maling harus menangkap maling. Kita berada dalam suasana busuk.
Oleh sebab itu untuk menangkap maling, sama halnya harus menangkap diri
sendiri. Menangkap diri sendiri, menandai bahwa kita harus melakukan
revolusi mental maling menjadi mental seruling.

Seruling, adalah benda estetis sebagai perangkat seni gamelan atau yang
lain. Seruling berasal dari kata su(bagus) atau kesusu (tergesa-gesa) dan ling
(ingat:eling). Orang yang berjiwa maling itu sebenarnya sedang lupa diri. Oleh
sebab itu perlu direvolusi mentalnya menjadi mental seruling. Seruling
menjadi pengingat kita agar semakin jernih hidupnya. Jiwa kita secara tak
sadar dibelah, sementara waktu kita harus berkoar-koar teriak maling padahal
sesungguhnya kita maling juga. Kita hidup dalam dunia skezisopren, suasana
gila. Kita dulu dalam suasana budaya wenang misesa ing agawe, artinya
semua hal boleh dilakukan. Oleh sebab itu, kita harus melakukan (a) de-
kontektualisasi, membangun konteks baru, dan (b) rekontekstualisasi,
misalkan memakai asthabrata bagi anak muda.

Referensi:

Endraswara, Suwardi. (2015). Revolusi Mental dalam Budaya Jawa (hlm.


124-125). Yogyakarta: Narasi.

|Berdasarkan teks tersebut, apa yang menyebabkan seseorang memiliki


mental maling?

Karena banyak orang yang berada dalam suasana buruk.


Karena sulit untuk menangkap diri sendiri yang juga memiliki mental maling
seperti orang lain

Karena kita hidup di dalam dunia skezisopren, suasana gila.

Karena banyak yang melakukan tindakan korupsi.

Karena kita hidup di dalam “masyarakat maling”.

Jawaban: E. Karena kita hidup di dalam “masyarakat maling”.

Sebenarnya, teks tersebut tidak memberikan secara jelas atau tertulis


mengenai “Apa yang menyebabkan seseorang bisa menjadi maling?”, namun
teks tersebut memberikan beberapa pemaparan tentang apa yang sedang
terjadi dalam kehidupan di masyarakat sekarang. Namun, jika kita melihat
secara mendetail dan berpikir HOTS, jawaban E merupakan jawaban yang
paling mendekati karena di awal kalimat diberikan penjelasan bahwa kita
sudah lama hidup di dalam masyarakat maling yang akhirnya memberikan
dampak sesuai dengan yang dipaparkan pilihan A, B, C, dan D. Oleh karena
itu, jawaban yang paling tepat adalah E.

Bacalah teks berikut untuk menjawab soal nomor 1 – 4!

Mental maling sering mengotak-atik keteladanan. Keteladanan dalam budaya


Jawa sesungguhnya menjadi andalan. Kebudayaan maling ternyata sudah
sulit dibendung. Kita lama hidup dalam masyarakat maling. Sejak lama sudah
melakukan korupsi. Sudah lama, ada kurang lebih 20 kosakata terkait dengan
maling, misalnya maling arep meminjam tidak mengembalikan, maling timpuh
pembangun mencuri material, maling samun yaitu menemukan barang orang
lain tetapi tidak mengembalikan ke polisi. Dalam kebudayaan ada maling
aguna yang banyak mewarnai dunia pewayangan.

Tegasnya, budaya kita tidak turun dari langit. Budaya itu sedang “memenangi
zaman mencuri, di sana jadi maling, kalau tidak mencuri ya dicuri, hadap
utara jadi maling hadap selatan jadi maling, seberuntung-beruntungnya yang
tidak mencuri masih beruntung yang waspada”. Sekarang penyakit kita
adalah maling harus menangkap maling. Kita berada dalam suasana busuk.
Oleh sebab itu untuk menangkap maling, sama halnya harus menangkap diri
sendiri. Menangkap diri sendiri, menandai bahwa kita harus melakukan
revolusi mental maling menjadi mental seruling.

Seruling, adalah benda estetis sebagai perangkat seni gamelan atau yang
lain. Seruling berasal dari kata su(bagus) atau kesusu (tergesa-gesa) dan ling
(ingat:eling). Orang yang berjiwa maling itu sebenarnya sedang lupa diri. Oleh
sebab itu perlu direvolusi mentalnya menjadi mental seruling. Seruling
menjadi pengingat kita agar semakin jernih hidupnya. Jiwa kita secara tak
sadar dibelah, sementara waktu kita harus berkoar-koar teriak maling padahal
sesungguhnya kita maling juga. Kita hidup dalam dunia skezisopren, suasana
gila. Kita dulu dalam suasana budaya wenang misesa ing agawe, artinya
semua hal boleh dilakukan. Oleh sebab itu, kita harus melakukan (a) de-
kontektualisasi, membangun konteks baru, dan (b) rekontekstualisasi,
misalkan memakai asthabrata bagi anak muda.

Referensi:

Endraswara, Suwardi. (2015). Revolusi Mental dalam Budaya Jawa (hlm.


124-125). Yogyakarta: Narasi.

kedamaian akan muncul

kesejahteraan akan merata

akan muncul sikap menghormati; tanpa saling mencuri baik dari masyarakat
maupun pemerintah

akan muncul pandangan bahwa mencuri adalah tindakan yang tidak bermoral
dan hanya akan membuat manusia hidup dalam kesalahan atau dosa

keteladanan dalam budaya Jawa akan dihidupkan kembali seperti sebelum


adanya mental maling

Jawaban: B. kesejahteraan akan merata

Hal yang paling tidak mungkin jika mental maling dalam diri semua orang
menghilang adalah pilihan B karena orang yang hidupnya tentram dan tidak
pernah kemalingan belum tentu sejahtera mengingat bahwa indikator
sejahtera bukan hanya sekadar material, melainkan juga termasuk sikap
internal yang mudah puas atau tidak sehingga sekalipun dalam paradise
tanpa maling, belum tentu orang akan sejahtera, apalagi kesejahteraan yang
merata.
Oleh sebab itu untuk menangkap maling, sama halnya harus menangkap diri
sendiri. Menangkap diri sendiri, menandai bahwa kita harus melakukan
revolusi mental maling menjadi mental seruling.

Jiwa kita secara tak sadar dibelah, sementara waktu kita harus berkoar-koar
teriak maling padahal sesungguhnya kita maling juga.

Orang yang berjiwa maling itu sebenarnya sedang lupa diri.

Keteladanan dalam budaya Jawa sesungguhnya menjadi andalan.

Budaya itu sedang “memenangi zaman mencuri, di sana jadi maling, kalau
tidak mencuri ya dicuri, hadap utara jadi maling hadap selatan jadi maling,
seberuntung-beruntungnya yang tidak mencuri masih beruntung yang
waspada”.

Jawaban: D. Keteladanan dalam budaya Jawa sesungguhnya menjadi


andalan.

Pilihan D menunjukkan adanya keteladanan dalam budaya Jawa yang berarti


mengandung nilai budaya.

Pilihan A adalah nilai edukatif; pilihan B adalah nilai estetika; pilihan C


adalah nilai moral; pilihan E adalah nilai sosial karena menekankan pada apa
yang terjadi dengan keadaan di masyarakat.

Budaya itu sedang “memenangi zaman mencuri, di sana jadi maling, kalau
tidak mencuri ya dicuri, hadap utara jadi maling hadap selatan jadi maling,
seberuntung-beruntungnya yang tidak mencuri masih beruntung yang
waspada”.

Seruling, adalah benda estetis sebagai perangkat seni gamelan atau yang
lain.

Oleh sebab itu untuk menangkap maling, sama halnya harus menangkap diri
sendiri. Menangkap diri sendiri, menandai bahwa kita harus melakukan
revolusi mental maling menjadi mental seruling.
tidak ada

Jiwa kita secara tak sadar dibelah, sementara waktu kita harus berkoar-koar
teriak maling padahal sesungguhnya kita maling juga.

Jawaban: D. tidak ada

Apa saja indikator kalimat fakta?

- Benar-benar terjadi

- Bersifat objektif

- Memiliki data akurat

Berdasarkan indikator tersebut dan pilihan yang ada, maka jawaban yang
benar adalah tidak ada fakta alias pilihan D.

Pilihan A, C, dan E kurang tepat karena itu adalah opini, sedangkan B kurang
tepat karena pengertian seruling dalam teks tersebut bersifat opini dengan
menganggap suling sebagai “benda estetis” yang berarti tidak menilai
seruling sebagai objek.

Bacalah teks berikut untuk menjawab soal nomor 5 – 8!

Dalam ilmu sastra modern (yang disebut strukturalis-semiotik) peranan


konversi dalam perwujudan sastra dan karya sastra sangat ditekankan; bukan
sebagai sistem yang beku dan ketat, tetapi sistem yang luwes dan penuh
dinamika. Konvensi itu sangat berbeda-beda sifatnya; ada yang sangat
umum, ada pula yang sangat khas dan spesifik, dan terbatas pada jenis atau
golongan karya sastra tertentu. Misalnya ada konvensi umum mengenai
drama dan lirik, jadi konvensi yang cukup umum sifatnya; ada pula konvensi
pantun atau soneta, yang cukup spesifik. Dalam buku Culler (1975) dengan
panjang lebar dibicarakan masalah konvensi sebagai dasar pemahaman
karya sastra bagi seorang pembaca.

Karya sastra mempunyai struktur dan makna dalam kaitannya dengan suatu
perangkat konversi sastra, kompetensi kesastraan yang oleh karena kita tahu
apakah puisi itu dalam bahasa tertentu; oleh karena kita mempunyai
internalized grammar of poetry, tata puisi yang dicernakan oleh pembaca:
sajak ... adalah pengutaraan yang mendapati arti hanya dalam kaitannya
dengan sistem konvensi yang diakrabkan oleh pembaca. Sudah tentu
seorang penulis bebas (dalam batas tertentu!) untuk memberontak terhadap
sistem konvensi, untuk menyimpang daripadanya ataupun merombaknya,
tetapi hal itu tidak mengurangi pentingnya konvensi untuk pemahaman karya
sastra oleh pembaca.
Competence adalah sebuah perangkat konvensi untuk membaca teks sastra.
Dan ilmu sastra, puitik justru harus meneliti sistem itu, dengan kutipan dari
Roland Barhes: harus mengekspresikan sistem yang mendasari karya, yang
memungkinkan efek kesastraan. Melalui kemampuan sistem konvensi itu kita
merebut makna karya sastra yang disebut oleh Culler dan kawan-kawan
neutralization: mengembalikan yang aneh pada yang wajar, “masuk akal”.

Referensi:

Teeuw, A. (2015). Sastra dan Ilmu Sastra (hal. 80 -81). Bandung: Pustaka
Jaya.

Kita tahu apakah puisi itu dalam bahasa tertentu karena kita mempunyai
internalized grammar of poetry.

Melalui kemampuan sistem konvensi itu kita merebut makna karya sastra
yang disebut oleh Culler dan kawan-kawan neutralization: mengembalikan
yang aneh pada yang wajar, “masuk akal”.

Konvensi itu sangat berbeda-beda sifatnya; ada yang sangat umum


(subjektif), ada pula yang sangat khas dan spesifik (objektif).

Dalam ilmu sastra modern (strukturalis-semiotik), peranan konversi dalam


perwujudan sastra dan karya sastra sangat ditekankan.

Tata puisi yang dicernakan oleh pembaca: sajak ... adalah pengutaraan yang
mendapati arti hanya dalam kaitannya dengan sistem konvensi yang
diakrabkan oleh pembaca.

Jawaban: C. Konvensi itu sangat berbeda-beda sifatnya; ada yang sangat


umum (subjektif), ada pula yang sangat khas dan spesifik (objektif).

Pernyataan pada pilihan C tidak sesuai dengan isi teks tersebut karena
subjektif dan objektif tidak ada dalam teks dan tidak mendukung kalimat
sehingga kurang tepat.
Mengapa konvensi sastra menjadi unsur tidak penting dalam karya sastra?

Bagaimana konvensi dapat mempengaruhi penciptaan karya sastra?

Apa yang membuat karya sastra bisa dibaca secara unik?

Siapa yang paling terkenal dalam menciptakan konvensi karya sastra?

Kapan pertama kali konvensi sastra diciptakan atau dibuat atau dilakukan?

Jawaban: C. Apa yang membuat karya sastra memiliki keunikan khusus?

Pertanyaan C bisa dijawab oleh teks tersebut, yaitu karena adanya konversi
dalam perwujudan karya sastra yang membuat karya sastra

tidak ada penjelasan tipe-tipe orang yang akan membaca dengan konvensi

banyak kaidah kebahasaan yang masih kurang tepat

tidak dipaparkan secara jelas tentang konvensi menurut para ahli

pembahasan dalam teks tersebut terlalu mendalam

tidak ada penjelasan tentang berbagai jenis konvensi

Jawaban: B. banyak tanda baca yang masih kurang tepat

Teks tersebut masih memiliki beberapa tanda baca yang kurang tepat
mengingat buku tersebut diterbitkan pada tahun 1984. Tanpa mengurangi
rasa hormat, ada beberapa kaidah kebahasaan yang masih kurang tepat,
seperti:
- “... tentu seorang penulis bebas (dalam batas tertentu!) untuk ...” yang
seharusnya ... tentu seorang penulis bebas – dalam batas tertentu! – untuk ...

- “... yang dicernakan oleh pembaca: sajak ... adalah pengutaraan ...”
yang seharusnya ... yang dicernakan oleh pembaca: “sajak ... adalah
pengutaraan ...

- “Dan ilmu sastra, puitik justru harus ...” yang seharusnya Dan ilmu
sastra, puitik justru harus ...”

Diperlukan analisis yang mendalam untuk memahami berbagai konvensi


dalam pembacaan dan penulisan karya sastra.

Sistem konvensi yang dinamis bisa menciptakan pendekatan secara umum


dan secara khusus.

Kompetensi dalam memahami sistem karya sastra sangat diperlukan untuk


mengoreksi.

Peranan konvensi dalam penulisan dan pembacaan karya sastra sangat


penting.

Kita harus mengerti bahasa dan sastra Indonesia secara mendalam untuk
bisa membaca karya sastra.

Jawaban: D. Peranan konvensi dalam penulisan dan pembacaan karya


sastra sangat penting.

Jawaban yang sesuai dengan soal tersebut adalah pilihan D karena memang
benar bahwa peranan konvensi dalam pembuatan dan pembacaan karya
sastra sangat dibutuhkan untuk mengerti karya sastra.

Pilihan A kurang tepat karena sistem konvensi bukan sebagai sistem yang
beku dan ketat, tetapi sistem yang luwes dan penuh dinamika; pilihan B
kurang tepat karena bukan kesimpulan; pilihan C kurang tepat karena
seharusnya membaca, bukan mengoreksi ; pilihan E kurang tepat karena
semua orang bisa membaca karya sastra, namun untuk memahaminya perlu
pembelajaran sastra.

Bacalah teks berikut untuk menjawab soal nomor 9 – 12!


Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara dan
rajin, serta tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa
semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum
perempuan. Konsekuensinya, banyak kaum perempuan yang harus bekerja
keras dan lama untuk menjaga kebersihan dan kerapian rumah tangganya,
mulai dari membersihkan dan mengepel lantai, memasak, mencuci, mencari
air untuk mandi hingga memelihara anak. Di kalangan keluarga miskin, beban
yang sangat berat ini harus ditanggung oleh perempuan sendiri. Terlebih-
lebih jika si perempuan tersebut harus bekerja, maka ia akan memikul beban
kerja ganda.

Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali diperkuat


dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat
bahwa pekerjaan yang dianggap masyarakat sebagai jenis “pekerjaan
perempuan”, seperti semua pekerjaan domestik, dianggap dan dinilai lebih
rendah dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dianggap sebagai
“pekerjaan laki-laki”, serta dikategorikan sebagai “bukan produktif” sehingga
tidak diperhitungkan dalam statistik ekonomi negara. Sementara itu, kaum
perempuan karena anggapan gender ini, sejak dini telah disosialisasikan
untuk menekuni peran gender mereka. Di lain pihak, kaum laki-laki tidak
diwajibkan secara kultural untuk menekuni berbagai jenis pekerjaan domestik
itu.

Bagi kelas menengah dan golongan kaya, beban kerja itu kemudian
dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga (domestic workers).
Sesungguhnya, mereka ini telah menjadi korban dari bias gender di
masyarakat. Mereka bekerja lebih lama dan berat, tanpa perlindungan dan
kejelasan kebijakan negara. Selain belum adanya kemauan politik untuk
melindungi mereka, hubungan feodalistik dan bahkan bersifat perbudakan
tersebut memang belum bisa secara transparan dilihat oleh masyarakat luas.

Manifestasi ketidakadilan gender dalam bentuk marginalisasi ekonomi,


subordinasi, kekerasan, streotipe dan beban kerja tersebut terjadi di pelbagai
tingkatan. Pertama, manifestasi ketidakadilan gender tersebut terjadi di tingkat
negara, yang dimaksud di sini baik pada satu negara maupun organisasi
antarnegara seperti PBB. Banyak kebijakan dan hukum negara, perundang-
undangan serta program kegiatan yang masih mencerminkan sebagian dari
manifetasi ketidakadilan gender. Demikian juga banyak kebijakan PBB dan
pendekatan pembangunan yang dilakukan oleh PBB mencerminkan
manifestasi ketidakadilan gender.

Referensi:

Fakih, Mansour. (1997). Analisis Gender dan Transformasi Sosial (hal. 21-22).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat menyakiti, malas,


dan cocok untuk menjadi kepala rumah tangga mengakibatkan semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali diperkuat
dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat
tentang “pekerjaan perempuan” yang mengakibatkan kaum perempuan sejak
dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Beban kerja
yang dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga (domestic workers) juga
bentuk dari bias gender di masyarakat karena mereka bekerja lebih lama dan
berat, tanpa perlindungan dan kejelasan kebijakan negara. Manifestasi
ketidakadilan gender tersebut terjadi di pelbagai tingkatan, contohnya di
tingkat negara.

Adanya anggapan bahwa kaum laki-laki memiliki sifat memelihara, rajin, dan
tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga mengakibatkan semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum laki-laki.
Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali diperkuat
dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat
tentang “pekerjaan laki-laki” yang mengakibatkan kaum laki-laki sejak dini
telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Beban kerja
yang dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga (domestic workers) juga
bentuk dari bias gender di masyarakat karena mereka bekerja lebih lama dan
berat, tanpa perlindungan dan kejelasan kebijakan negara. Manifestasi
ketidakadilan gender tersebut terjadi di pelbagai tingkatan, contohnya di
tingkat negara.

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara, rajin,


dan tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga mengakibatkan semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Kesetaraan gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali
diperkuat dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di
masyarakat tentang “pekerjaan perempuan” yang mengakibatkan kaum
perempuan sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender
mereka. Beban kerja yang dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga
(domestic workers) juga bentuk dari kesetaraan gender di masyarakat karena
mereka bekerja lebih lama dan berat, tanpa perlindungan dan kejelasan
kebijakan negara. Manifestasi ketidakadilan gender tersebut terjadi di
pelbagai tingkatan, contohnya di tingkat negara.

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara, rajin,


dan tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga mengakibatkan semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali diperkuat
dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat
tentang “pekerjaan perempuan” yang mengakibatkan kaum perempuan sejak
dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Manifestasi
ketidakadilan gender tersebut terjadi di pelbagai tingkatan, contohnya di
tingkat negara.

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara, rajin,


dan tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga mengakibatkan semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali diperkuat
dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat
tentang “pekerjaan perempuan” yang mengakibatkan kaum perempuan sejak
dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Beban kerja
yang dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga (domestic workers) juga
bentuk dari bias gender di masyarakat karena mereka bekerja lebih lama dan
berat, tanpa perlindungan dan kejelasan kebijakan negara. Manifestasi
ketidakadilan gender tersebut terjadi di pelbagai tingkatan, contohnya di
tingkat negara.

Jawaban: E.

Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara, rajin,


dan tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga mengakibatkan semua
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum perempuan.
Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali diperkuat
dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat
tentang “pekerjaan perempuan” yang mengakibatkan kaum perempuan sejak
dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender mereka. Beban kerja
yang dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga (domestic workers) juga
bentuk dari bias gender di masyarakat karena mereka bekerja lebih lama dan
berat, tanpa perlindungan dan kejelasan kebijakan negara. Manifestasi
ketidakadilan gender tersebut terjadi di pelbagai tingkatan, contohnya di
tingkat negara.

Pilihan E adalah pilihan yang paling sesuai dengan teks.

Rangkuman yang baik dan benar harus mencakup dan mewakili seluruh isi
teks. Dalam teks tersebut, ada beberapa kalimat penting, seperti:

- “Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memiliki sifat memelihara,


rajin, dan tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga mengakibatkan
semua pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab kaum
perempuan.”

- “Bias gender yang mengakibatkan beban kerja tersebut seringkali


diperkuat dan disebabkan oleh adanya pandangan atau keyakinan di
masyarakat tentang “pekerjaan perempuan” yang mengakibatkan kaum
perempuan sejak dini telah disosialisasikan untuk menekuni peran gender
mereka.”

- “Beban kerja yang dilimpahkan kepada pembantu rumah tangga


(domestic workers) juga bentuk dari bias gender di masyarakat karena
mereka bekerja lebih lama dan berat, tanpa perlindungan dan kejelasan
kebijakan negara.”

- “Manifestasi ketidakadilan gender tersebut terjadi di pelbagai tingkatan,


contohnya di tingkat negara.”

Pilihan A kurang tepat karena sifat perempuan yang salah; pilihan B kurang
tepat karena korban bias gender adalah perempuan, bukan laki-laki; pilihan C
kurang tepat karena seharusnya adalah bias gender, bukan kesetaraan
gender; pilihan D kurang tepat karena tidak memuat informasi tentang
pembantu rumah tangga.
berhubungan dengan atau mengenai permasalahan dalam negeri

berhubungan dengan kebiasaan di daerah tertentu

mengenai rumah tangga

berhubungan dengan atau mengenai tempat tinggal

peliharaan

Jawaban: C. mengenai rumah tangga

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian domestik ada tiga, yaitu:

- pilihan A

- pilihan C

- pilihan E

, namun berdasarkan kalimat di paragraf tersebut, jawaban yang tepat dan


sesuai terdapat pada pilihan C.

Pengertian dari pilihan B adalah budaya dan pilihan D adalah domisili.

Manifestasi ketidakadilan gender itu juga terjadi di lingkungan rumah tangga.

Kedua, manifestasi tersebut juga terjadi di tempat kerja, organisasi, maupun


dunia pendidikan.

Dari ketidakadilan yang ada, yang paling sulit diubah adalah ketidakadilan
gender tersebut telah mengakar di dalam keyakinan dan menjadi ideologi
bagi kaum perempuan maupun laki-laki.
Dapat disimpulkan bahwa manifestasi ketidakadilan gender ini telah
mengakar mulai dalam keyakinan di masing-masing orang, keluarga, hingga
negara yang bersifat global.

Manifestasi ketidakadilan gender juga terjadi dalam adat istiadat masyarakat


di banyak kelompok etnik, dalam kultur suku-suku atau dalam tafsiran
keagamaan.

Jawaban: B. Kedua, manifestasi tersebut juga terjadi di tempat kerja,


organisasi, maupun dunia pendidikan.

Jawaban B paling tepat karena ada kata “pertama” dalam paragraf ke-4
kalimat ke-2 yang menunjukkan pasti ada kata selanjutnya setelah pertama,
yaitu kedua sehingga kalimat utama yang paling cocok untuk paragraf
selanjutnya adalah B.

Jika bias gender tidak dipandang sebagai masalah, gerakan feminisme tidak
akan muncul.

Perempuan adalah korban dari bias gender yang mendapatkan keuntungan


karena tidak harus memiliki beban yang berat seperti laki-laki.

Jika seseorang bekerja lebih lama, berat, tidak dilindungi, dan tidak ada
kejelasan hukum, orang tersebut adalah korban bias gender

Masalah ketidaksetaraan gender ini akan sukar untuk diselesaikan karena


bias gender muncul secara tidak disadari.

Bias gender muncul karena adanya ajaran agama yang menyarankan wanita
untuk menjaja rumah tangga dan mengasuh anak.

Jawaban: D. Masalah ketidaksetaraan gender ini akan sukar untuk


diselesaikan karena bias gender muncul secara tidak disadari.

Dalam membuat simpulan atau kesimpulan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
- “Apakah ini mungkin terjadi?”, atau

- “Apakah ini sesuai dengan yang disampaikan?”

Simpulan yang benar adalah simpulan yang memberikan hasil analisis yang
menjelaskan isi teks sesuai dengan teks tersebut. Pilihan D merupakan
simpulan yang paling tepat untuk menyimpulkan teks karena sesuai dengan
isi teks.

Pilihan A kurang tepat karena kurang berhubungan dengan isi teks dan tidak
cocok dijadikan sebagai simpulan untuk teks tersebut; pilihan B kurang tepat
karena tidak mendukung isi teks; pilihan C kurang tepat karena kurang
eksklusif (kuli – yang mayoritas laki-laki – bekerja lebih lama, berat, tidak
dilindungi, dan tidak ada hukum yang jelas daripada sekretaris – yang
mayoritas wanita – yang dalam konteks ini bukan korban bias gender);
pilihan E kurang tepat karena tidak sesuai dengan isi teks.

Questions 13-16 are based on the following text.

A new way of removing carbon dioxide from a stream of air could provide a
significant tool in the battle against climate change. The new system can work
on the gas at virtually any concentration level, even down to the roughly 400
parts per million currently found in the atmosphere.

Most methods of removing carbon dioxide from a stream of gas require higher
concentrations, such as those found in the flue (1)____ from fossil fuel-based
power plants. A few variations have been developed that can work with the
low concentrations found in air, but the new method is significantly less
energy-intensive and expensive, the researchers say.

The technique, based on passing air through a stack of charged


electrochemical plates, is described in a new paper in the journal Energy and
Environmental Science, by MIT postdoc Sahag Voskian, who developed the
work during his PhD, and T. Alan Hatton, the Ralph Landau Professor of
Chemical Engineering.

The device is essentially a large, specialized battery that absorbs carbon


dioxide from the air (or other gas (2)____) passing over its electrodes as it is
being charged up, and then releases the gas as it is being discharged. In
operation, the device would simply alternate between (3)____, with fresh air or
feed gas being blown through the system during the charging cycle, and then
the pure, concentrated carbon dioxide being blown out during the discharging.

Source: sciencedaily

emissions

suppressions
withholdings

concealments

radiations

Jawaban: A. emissions

Pembahasan:

Most methods of removing carbon dioxide from a stream of gas require higher
concentrations, such as those found in the flue (1)____ from fossil fuel-based
power plants.

Flue = cerobong asap

Kunci yang terdapat pada kalimat ini yaitu “from fossil fuel-based power
plants”, artinya yaitu ‘dari pembangkit listrik berbahan bakar fosil’. Pembangkit
tersebut biasanya menghasilkan gas sisa atau emisi dari cerobong asap.
Maka jawabannya adalah A.

pump

stream

channel

station

tube

Jawaban: B. stream

Pembahasan:
The device is essentially a large, specialized battery that absorbs carbon
dioxide from the air (or other gas (2)____) ...

Udara (air) adalah jenis gas. Sehingga yang dimaksud adalah jenis aliran gas
yang lain. Aliran dalam bahasa Inggris yaitu stream. Jawabannya adalah B.

oxygen and carbon dioxide absorption

air and gas release

liquid and gas release

pure and concentrated carbon dioxide

charging and discharging

Jawaban: E. charging and discharging

Pembahasan:

In operation, the device would simply alternate between (3)____, with fresh air
or feed gas being blown through the system during the charging cycle, and
then the pure, concentrated carbon dioxide being blown out during the
discharging.

Yang dimaksudkan pada kalimat ini adalah siklus charging dan discharging.
Jawabannya adalah E.

requires small concentrations

occurs when the device is not charging

uses a battery-based device

requires fossil-fuel
is an ineffective way to fight climate change

Jawaban: C. uses a battery-based device

Pembahasan:

The device is essentially a large, specialized battery that absorbs carbon


dioxide from the air … (Paragraph 4) Jawabannya adalah C.

Questions 17-20 are based on the following text.

Nobody will ever give you any grades for your level of self-discipline. There’s
no finish line and there’s no podium for the winners. The only purpose of
building self-discipline is to conquer yourself—your own urges, your own
weaknesses, and your own self-sabotaging behaviors.

It’s easy to forget this fact and assume that when you reach your goals,
you’re done. In fact, the moment you make your dreams come true isn’t the
most important moment. It’s important, no doubt, but without the process
leading to it, in itself it means little.

The most important moments are the moments of struggle, when you’re
striving to fight even when you can barely stand and the whole world is
spinning around you. It’s this very act that proves your mettle and showers
you with life-encompassing benefits, not the act of winning in itself.

Whenever you find yourself frustrated that you’re still a long way from
the finish line, remember that it’s right now, at this very moment, that you’re
collecting the biggest rewards. It’s the struggle in itself that improves you and
makes you a more successful person.

Meadows, Martin. 365 Days with Self-Discipline. 2017.

p.s. I know you’re all working hard. Pull out all the stops for your dream
university <3

|The author’s intention in writing the text is to ….

discourage people from reaching their goals

help people with frustration


advice people to calm down

motivate people on fighting well

encourage people to fight

Jawaban: D. motivate people on fighting well

Pembahasan:

Tujuan penulis adalah untuk memberikan semangat kepada pembacanya


agar berjuang dalam meraih tujuan. Jawabannya adalah D.

Questions 17-20 are based on the following text.

Nobody will ever give you any grades for your level of self-discipline. There’s
no finish line and there’s no podium for the winners. The only purpose of
building self-discipline is to conquer yourself—your own urges, your own
weaknesses, and your own self-sabotaging behaviors.

It’s easy to forget this fact and assume that when you reach your goals,
you’re done. In fact, the moment you make your dreams come true isn’t the
most important moment. It’s important, no doubt, but without the process
leading to it, in itself it means little.

The most important moments are the moments of struggle, when you’re
striving to fight even when you can barely stand and the whole world is
spinning around you. It’s this very act that proves your mettle and showers
you with life-encompassing benefits, not the act of winning in itself.

Whenever you find yourself frustrated that you’re still a long way from
the finish line, remember that it’s right now, at this very moment, that you’re
collecting the biggest rewards. It’s the struggle in itself that improves you and
makes you a more successful person.

Meadows, Martin. 365 Days with Self-Discipline. 2017.

p.s. I know you’re all working hard. Pull out all the stops for your dream
university <3
it is the process for reaching your dreams that matters the most

succeeding is the most important moment

people will judge your self-discipline

the earning process only means little

the moment of struggle is the act of winning

Jawaban: A. it is the process for reaching your dreams that matters the most

Pembahasan:

It’s easy to forget this fact and assume that when you reach your goals, you’re
done. In fact, the moment you make your dreams come true isn’t the most
important moment. It’s important, no doubt, but without the process leading to
it, in itself it means little. (Paragraph 2)

Pada paragraf ini, disebutkan bahwa ketika kita telah mewujudkan mimpi, itu
bukanlah momen yang terpenting, karena tanpa prosesnya, momen itu hanya
bernilai kecil. Secara implisit, artinya proses merupakan bagian terpenting
dalam meraih mimpi. Jawabannya adalah A.

None of the paragraphs


Jawaban: E. None of the paragraphs

Pembahasan:

Pada teks, penulis tidak membicarakan tentang small steps to progress.


Jawabannya adalah E.

determination

apathy

wrath

timidity

temper

Jawaban: A. determination

Pembahasan:

Terkait dengan kalimat sebelumnya,

The most important moments are the moments of struggle, when you’re
striving to fight even when you can barely stand and the whole world is
spinning around you.

Kalimat ini mendefinisikan sikap tekad yang kuat dalam meraih tujuan. Sikap
tersebut dalam bahasa Inggris juga dapat diartikan sebagai determination.
Jawabannya adalah A.


Yuk Daftar Tryout Selanjutnya!
Stay tune di instagram kita @edukasystem!

Anda mungkin juga menyukai