Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)


Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia No. Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat Yang Baik (CDOB), cara distribusi obat yang baik (CDOB) adalah
suatu peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). CDOB berisi tentang cara distribusi atau
penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
Pengaturan CDOB dalam peraturan ini, meliputi obat dan bahan obat. Selain
PBF dan PBF Cabang yang melakukan CDOB yaitu instalasi sediaan farmasi yang
menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan atau bahan
obat juga wajib menerapkan pedoman teknis CDOB (PerKa BPOM, 2012).

Secara umum distribusi obat dapat diartikan sebagai proses pemindahan barang dari
suatu tempat ke tempat lain seperti: 
1. Pemindahan dari supplier ke gudang pabrik (GP).
2. Pemindahan dari GP ke unit produksi atau pemakai.
3. Pemindahan produk dari unit produksi ke GP.
4. Pemindahan dari GP ke gudang cabang pabrik( GCP).
5. Pemindahan GP/GCP ke gudang distributor (GD).
6. Pemindahan GD ke gudang cabang distributor (GCD).
7. Pemindahan GD/GCD ke pengencer.
8. Pemindahan dari pengencer ke konsumen.

B. Prinsip-Prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)


1. Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk aspek
pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat dan atau
bahan obat dalam rantai distribusi.
2. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan atau bahan obat
bertanggung jawab untuk memastikan mutu obat dan atau bahan obat dalam
mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi.
3. Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding dan
obat uji klinis.
4. Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip
kehati-hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya
dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi
risiko.
5. Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai,
lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, fasilitas
distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan obat,
memastikan mutu dan keamanan obat serta mencegah paparan obat palsu
terhadap pasien (PerKa BPOM, 2012).
C. Aspek Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)
1. Manajemen Mutu
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang
mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait
dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan
bahwa mutu obat dan bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan
selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan
jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan
perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan.
Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu.
Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab
fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta
harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Sistem pengelolaan mutu
harus mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya, serta
kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa obat dan bahan obat yang
dikirim tidak tercemar selama penyimpanan dan transportasi.
Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu. Sistem
mutu harus mencakup ketentuan untuk memastikan bahwa pemegang izin edar
dan Badan POM segera diberitahu dalam kasus obat dan bahan obat palsu atau
dicurigai palsu. Obat dan bahan obat tersebut harus disimpan di tempat yang
aman/terkunci, terpisah dengan label yang jelas untuk mencegah penyaluran
lebih lanjut.
Fasilitas distribusi harus menetapkan dan mempertahankan prosedur
untuk identifikasi, pengumpulan, penomoran, pencarian, penyimpanan,
pemeliharaan, pemusnahan dan akses ke semua dokumen yang berlaku.
Sistem mutu harus diterapkan dengan cara yang sesuai dengan ruang lingkup
dan struktur organisasi fasilitas distribusi.

2. Organisasi, Manajemen, dan Personalia


Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta
distribusi obat atau bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil
yang menjalankannya. Harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk
melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi.
Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan
dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima
pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung
jawabnya.
Struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan
organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua
personil harus ditetapkan dengan jelas. Tugas dan tanggung jawab harus
didefinisikan secara jelas dan dipahami oleh personil yang bersangkutan serta
dijabarkan dalam uraian tugas. Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian
khusus, misalnya pengawasan kinerja, dilakukan sesuai dengan ketentuan dan
peraturan. Personil yang terlibat di rantai distribusi harus diberi penjelasan dan
pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung jawabnya.
Personil yang terkait dengan distribusi obat dan bahan obat harus
memakai pakaian yang sesuai untuk kegiatan yang dilakukan. Personil yang
menangani obat dan bahan obat berbahaya, termasuk yang mengandung bahan
yang sangat aktif (misalnya korosif, mudah meledak, mudah menyala, mudah
terbakar), beracun, dapat menginfeksi atau sensitisasi, harus dilengkapi dengan
pakaian pelindung sesuai dengan persyaratan kesehatan dan keselamatan kerja
(K3).

3. Bangunan dan Peralatan


Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk
menjamin perlindungan dan distribusi obat dan bahan obat.
a. Bangunan
Bangunan dan fasilitas penyimpanan harus bersih dan bebas dari
sampah dan debu. Harus tersedia prosedur tertulis, program pembersihan
dan dokumentasi pelaksanaan pembersihan. Peralatan pembersih yang
dipakai harus sesuai agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap obat
dan bahan obat.
Bangunan dan fasilitas harus dirancang dan dilengkapi, sehingga
memberikan perlindungan terhadap masuknya serangga, hewan pengerat
atau hewan lain. Program pencegahan dan pengendalian hama harus
tersedia. Ruang istirahat, toilet dan kantin untuk personil harus terpisah
dari area penyimpanan.
b. Peralatan
Semua peralatan untuk penyimpanan dan penyaluran obat dan bahan
obat harus didesain, diletakkan dan dipelihara sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Harus tersedia program perawatan untuk peralatan vital,
seperti termometer, genset, dan chiller.
Peralatan yang digunakan untuk mengendalikan atau memonitor
lingkungan penyimpanan obat dan bahan obat harus dikalibrasi, serta
kebenaran dan kesesuaian tujuan penggunaan diverifikasi secara berkala
dengan metodologi yang tepat. Kalibrasi peralatan harus mampu
tertelusur.

4. Operasional
Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat
memastikan bahwa identitas obat dan bahan obat tidak hilang dan
distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada
kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara
yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan bahan obat yang
diterima berasal dari industri farmasi dan fasilitas distribusi lain yang
mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan
risiko obat dan bahan obat palsu memasuki rantai distribusi resmi.
a. Pengambilan
Proses pengambilan obat dan bahan obat harus dilakukan dengan
tepat sesuai dengan dokumen yang tersedia untuk memastikan obat dan
bahan obat yang diambil benar. Obat dan bahan obat yang diambil harus
memiliki masa simpan yang cukup sebelum kedaluwarsa dan berdasarkan
FEFO. Nomor bets obat dan bahan obat harus dicatat. Pengecualian dapat
diizinkan jika ada kontrol yang memadai untuk mencegah pendistribusian
obat dan bahan obat kedaluwarsa.
b. Pengemasan
Obat dan bahan obat harus dikemas sedemikian rupa sehingga
kerusakan, kontaminasi dan pencurian dapat dihindari. Kemasan harus
memadai untuk mempertahankan kondisi penyimpanan obat dan bahan
obat selama transportasi. Kontainer obat dan bahan obat yang akan
dikirimkan harus disegel.
c. Pengiriman
Pengiriman obat dan bahan obat harus ditujukan kepada pelanggan
yang mempunyai izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk penyaluran obat dan bahan obat ke orang/pihak yang berwenang
atau berhak untuk keperluan khusus, seperti penelitian, special access dan
uji klinik, harus dilengkapi dengan dokumen yang mencakup tanggal,
nama obat dan bahan obat, bentuk sediaan, nomor bets, jumlah, nama dan
alamat pemasok, nama dan alamat pemesan/penerima. Proses pengiriman
dan kondisi penyimpanan harus sesuai dengan persyaratan obat dan bahan
obat dari industri farmasi. Dokumentasi harus disimpan dan mampu
tertelusur.

5. Inspeksi Diri
Inspeksi diri harus dilakukan dalam rangka memantau pelaksanaan dan
kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut langkah-
langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan
dalam jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur
tertulis. Inspeksi diri tidak hanya dilakukan pada bagian tertentu saja.
Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci
oleh personil yang kompeten dan ditunjuk oleh perusahaan. Audit eksternal
yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bisa
dijadikan sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap
penerapan CDOB. Audit terhadap kegiatan yang disubkontrakkan harus
menjadi bagian dari program inspeksi-diri.
Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi
semua pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut
harus disampaikan kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam
pengamatan ditemukan adanya penyimpangan dan kekurangan, maka
penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat CAPA. CAPA harus
didokumentasikan dan ditindaklanjuti.

6. Keluhan, Obat dan Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu, dan Penarikan
Kembali
Semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan bahan obat
berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji dan diselidiki sesuai dengan
prosedur tertulis. Obat dan bahan obat yang akan dijual kembali harus melalui
persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan
kewenangannya. Fasilitas distribusi harus segera melaporkan obat dan bahan
obat diduga palsu kepada instansi yang berwenang, industri farmasi dan
pemegang izin edar. Setiap obat dan bahan obat diduga palsu harus dikarantina
diruang terpisah, terkunci dan diberi label yang jelas. Untuk obat dan bahan
obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke
instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang.
Setelah ada pemastian bahwa obat dan bahan obat tersebut palsu, maka harus
segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang.
Perkembangan proses penarikan obat dan bahan obat harus
didokumentasikan dan dilaporkan, serta dibuat laporan akhir setelah selesai
penarikan, termasuk rekonsiliasi antara jumlah yang dikirim dan
dikembalikan. Pelaksanaan proses penarikan kembali harus dilakukan segera
setelah ada pemberitahuan.

7. Transportasi
Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang
memadai. Obat dan bahan obat harus diangkut dengan kondisi penyimpanan
sesuai dengan informasi pada kemasan. Obat dan bahan obat dalam
pengiriman harus ditangani sedemikian rupa sehingga identitas obat dan bahan
obat tidak hilang. Obat dan bahan obat tidak mencemari dan tidak tercemar
oleh produk lain. Obat dan bahan obat harus aman dan tidak terpengaruh oleh
cahaya, suhu, kelembaban, dan kondisi buruk lain yang tidak sesuai. Kondisi
penyimpanan harus dijaga sebaik mungkin selama proses pengiriman sampai
dengan tempat tujuan.
Obat dan bahan obat harus disimpan dan diangkut dalam kontainer
pengiriman yang tidak mempengaruhi mutu, dapat memberi perlindungan
memadai terhadap pengaruh eksternal, termasuk kontaminasi. Bahan
pengemas dan kontainer pengiriman harus didesain sedemikian rupa untuk
mencegah kerusakan obat dan bahan obat selama transportasi.

8. Fasilitas Distribusi Berdasar Kontrak


Cakupan kegiatan kontrak terutama yang terkait dengan keamanan,
khasiat dan mutu obat dan bahan obat. Kontrak antara fasilitas distribusi
dengan pihak penyedia jasa antara lain transportasi, pengendalian hama,
pergudangan, kebersihan dan sebagainya. Semua kegiatan kontrak harus
tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak serta setiap kegiatan
harus sesuai dengan persyaratan CDOB.
a. Pemberi Kontrak
Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk kegiatan yang
dikontrakkan. Pemberi kontrak bertanggung jawab untuk menilai
kompetensi yang diperlukan oleh penerima kontrak. Pemberi kontrak
harus melakukan pengawasan terhadap penerima kontrak dalam
melaksanakan tugas yang dikontrakkan sesuai dengan prinsip dan
pedoman CDOB. Pemberi kontrak harus memberikan informasi tertulis
yang harus dilaksanakan oleh penerima kontrak.
b. Penerima Kontrak
Penerima kontrak harus memiliki tempat, personil yang kompeten,
peralatan, pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan tugas yang
dikontrakkan oleh pemberi kontrak. Fasilitas distribusi yang ditunjuk oleh
fasilitas distribusi lain untuk melaksanakan kegiatan distribusi, harus
memenuhi persyaratan CDOB.
Penerima kontrak tidak diperbolehkan untuk mengalihkan
pekerjaan yang dipercayakan oleh pemberi kontrak kepada pihak ketiga
sebelum dilakukannya evaluasi, dan mendapatkan persetujuan dari
pemberi kontrak serta dilakukannya audit ke pihak ketiga tersebut.
Penerima kontrak harus menghindari aktivitas lain yang dapat
mempengaruhi mutu obat dan bahan obat. Penerima kontrak harus
melaporkan kejadian apapun yang dapat mempengaruhi mutu obat dan
bahan obat kepada pemberi kontrak sesuai dengan persyaratan kontrak.
c. Kontrak
Di dalam persyaratan kontrak harus mencakup, antara lain:
1) Penanganan kehilangan/kerusakan produk obat selama pengiriman
dan dalam kondisi tidak terduga (force major).
2) Kewajiban penerima kontrak untuk mengembalikan obat dan bahan
obat kepada pemberi kontrak jika terjadi kerusakan selama
pengiriman dengan menyertakan berita acara kerusakan.
3) Kehilangan selama pengiriman oleh penerima kontrak, penerima
kontrak wajib melaporkan kepada pihak kepolisian dan pemberi
kontrak.
4) Pemberi kontrak berhak melakukan audit terhadap penerima kontrak
setiap saat.

9. Dokumentasi
Dokumentasi yang baik merupakan bagian penting dari sistem
manajemen mutu. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk,
kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik.
Dokumentasi yang jelas dan rinci merupakan dasar untuk memastikan bahwa
setiap personil melaksanakan kegiatan, sesuai uraian tugas sehingga
memperkecil risiko kesalahan.
Setiap perubahan yang dibuat dalam dokumentasi harus ditandatangani,
diberi tanggal dan memungkinkan pembacaan informasi yang asli. Jika
diperlukan, alasan perubahan harus dicatat. Semua dokumentasi harus mudah
didapat kembali, disimpan dan dipelihara pada tempat yang aman untuk
mencegah dari perubahan yang tidak sah, kerusakan atau kehilangan dokumen.
Dokumen harus dikaji ulang secara berkala dan dijaga agar selalu up to
date. Jika suatu dokumen direvisi, harus dijalankan suatu sistem untuk
menghindarkan penggunaan dokumen yang sudah tidak berlaku. Dokumentasi
permanen, tertulis atau elektronik, untuk setiap obat atau bahan obat yang
disimpan harus menunjukkan kondisi penyimpanan yang direkomendasikan,
tindakan pencegahan dan tanggal uji ulang khusus untuk bahan obat (jika ada)
harus diperhatikan. Persyaratan farmakope dan peraturan nasional terkini
tentang label dan wadah harus dipatuhi. Dokumentasi distribusi harus
mencakup informasi berikut: tanggal, nama obat atau bahan obat; nomor bets;
tanggal kedaluwarsa; jumlah yang diterima/disalurkan; nama dan alamat
pemasok/pelanggan.

D. Jalur Distribusi Obat


1. Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 918 / Menkes / Per / X /
1993 yang telah diatur berdasarkan Permenkes Nomor: 1191 tahun 2002
tentang Pedagang Besar Farmasi memberikan ketentuan yang diatur dengan
pedagang besar farmasi adalah perusahaan badan hukum yang memiliki izin
untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jurnlah
besar sesuai ketentuan Perundang-undangan yang ada.
Dalam Permenkes tersebut juga memberikan batasan terhadap beberapa
hal yang berkaitan dengan kegiatan pedagang besar farmasi yaitu batasan
mengenai:
a. Perbekalan farmasi adalah perbekalan yang termasuk obat, bahan obat dan
alat kesehatan.
b. Sarana pelayanan kesehatan adalah apotek, rumah sakit atau unit
kesehatan lainnya yang ditetapkan Menteri Kesehatan, toko obat dan
pengecer lainnya.

Adapun Persyaratan Pedagang Besar Farmasi


Pedagang besar farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Dilakukan oleh perusahaan yang berbentuk badan hokum.
2. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
3. Memiliki Asisten Apoteker atau Apoteker yang bekerja penuh bagi PBF
penyalur obat jadi, sedangkan penyalur bahan baku obat harus apoteker.
4. Anggota direksi tidak pernah terlibat dalam ketentuan undang-undangan
di bidang Tarmasi.
5. Memiliki bangunan dan sarana untuk pengelolaan (pengadaan,
penyimpanan dan penyaluran perbekalan farmasi), termasuk sarana
penguji laboratorium khusus untuk PBF penyalur bahan baku obat.

Tata Cara Penyaluran Pedagang besar farmasi hanya dapat melaksanakan


penyaluran obat keras kepada:
1. Pedagang besar farmasi lainnya.
2. Apotek.
3. Institusi yang berasal dari Menteri Kesehatan.

Pedagang besar farmasi dilarang:


1. Menjual perbekalan farmasi secara eceran, baik ditempat kerja atau
ditempat lain.
2. Melayani resep dokter.
3. Melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran narkotika tanpa izin
khusus dari Menteri Kesehatan.

Pencabutan Izin Usaha PBF Izin usaha PBF beserta cabangnya dicabut dalam
hal:
a. Tidak memiliki Apoteker atau Asisten Apoteker Penanggung jawab
memiliki surat izin kerja atau
b. Tidak lagi aktif dalam penyaluran obat selama satu tahun atau
c. Tidak lagi memenuhi persyaratan usaha yang ditentukan dalam peraturan,
atau
d. Tidak lagi menyampaikan informasi Pedagang Besar Farmasi tiga kali
berturut - turut dan atau Tidak memenuhi ketentuan tata cara penyaluran
perbekalan farmasi yang ditetapkan.
2. Rumah Sakit
Sistem distribusi obat di rumah sakit, dibagi menjadi:
1) Sentralisasi dilakukan oleh IFRS ke semua tempat perawatan penderita di
rumah sakit tanpa adanya cabang dari IFRS di tempat perawatan.
a. Resep individu atau resep perseorangan yakni pesanan / resep ditulis
oleh dokter untuk tiap pasien. Obat yang diberikan sesuai dengan
resep. Keuntungannya: resep dikaji langsung oleh apoteker, lebih
dekat, penagihan biaya mudah. Kelemahannya: memerlukan waktu
lama, pasien mungkin membayar obat yang tidak digunakan.
b. Total stok lantai bangsal atau persediaan ruang lengkap, semua
perbekalan farmasi yang sering digunakan dan dibutuhkan pasien
yang tersedia dalam ruang penyimpanan. Hanya digunakan untuk
kebutuhan darurat dan bahan dasar habis pakai. Keuntungan:
pelayanan cepat dan mengurangi pesanan perbekalan farmasi.
Kelemahan: meningkatnya kesalahan pengobatan, perlu waktu
tambahan, kemungkinan tepat obat, kerugian karena kerusakan
perbekalan famasi.
c. Kombinasi dari resep individu dan persediaan ruang lengkap, obat
yang diperlukan pasien disediakan di ruangan, harganya murah dan
mencakup obat berupa resep atau obat bebas. Keuntungannya: dikaji
langsung oleh apoteker, obat yang diperlukan cepat tersedia, ada
interaksi anata apoteker dan pasien.

2) Desentralisasi dilakukan oleh beberapa depo / satelit IFRS di rumah sakit.


a. UDD: perbekalan farmasi dikandung dalam kemasan unit tunggal,
disispensing dalam bentuk siap konsumsi, tersedia pada ruang
perawatan pasien. Keuntungan, pasien hanya membayar obat yang
digunakan, mengurangi kesalahan pemberian obat. Kelemahan,
kebutuhan tenaga kerja dan biaya operasional meningkat.
b. One Daily Dose mirip resep indvidual namun diberikan untuk sehari
sesuai dengan dosisnya, Kelebihan: mengurangi biaya biaya obat.
Indikator penyimpanan yaitu:
a) Kecocokan dan kartu stok, indikator yang digunakan untuk
mengetahui ketelitian petugas gudang dan memudahkan dalam
pengecekan antara obat, membantu dalam perencanaan dan
pengadaan obat sehingga tidak menyebabkan terjadinya
akumulasi,obat dan kekosongan obat.
b) indikator ini digunakan untuk melihat kecepatan perputaran
obat, apa pun yang cepat dibeli, didistribusi, sampai memesan
kembali, dengan demikian nilai TOR akan berpengaruh pada
jumlah obat. TOR yang tinggi mempunyai persediaan yang baik,
demikian pula sebaliknya, sehingga penyimpanan penyimpanan
akan menjadi minimal.
c) Persentase obat yang sampai kadaluwarsa dan atau rusak,
indikator ini digunakan untuk menilai kerugian rumah sakit.
d) Sistem penataan gudang, indikator yang digunakan untuk menilai
sistem penataan gudang standar adalah FIFO dan FEFO.
e) Persentase stok mati merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjukkan item persediaan obat di gudang yang tidak
mengalami transaksi dalam waktu minimal 3 bulan
f) Persentase nilai stok akhir, nilai stok akhir adalah nilai yang
menunjukkan berapa besar proporsi jumlah barang yang tersisa
pada periode tertentu, nilai persentasi akhir berbanding terbalik
dengan nilai TOR.
3. Apotek

Menurut Peraturan Kesehatan RI Nomor 922 tahun 1993 tentang


ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang menurut Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor: 1332 tahun 2002. Beberapa pengertian:

Apotek : Suatu tempat tertentu, tempat melakukan pekerjaan kefarmasian dan


penyaluran sediaan farmasi , perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Apoteker : adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker mereka yang berdasarkan peraturan - undangan
pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Surat Izin Apotek : Surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada
apoteker atau Apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.
Apoteker Pengelola Apotek : Apoteker yang telah diberi Surat izin Apotek
(SIA)
Apoteker Pendamping : Apoteker yang bekerja di apotek disamping apoteker
pengelola apotek dan atau menggantikannya pada jam - jam tertentu pada hari
buka apotek.
Apoteker Pengganti : Apoteker yang menggantikan apoteker pengelola
apotek selama APA tersebut tidak berada lebih dari tiga bulan terus menerus,
telah memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai apotek lain.
Asisten Apoteker : Pengganti Mereka yang berdasarkan peraturan - undangan
yang berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker.
Sediaan Famasi : Obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
Perlengkapan apotek : Semua peralatan yang dipergunakan untuk
melaksanakan pengelolaan apotek.
Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980, tugas dan fungsi
apotek adalah
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.

b. sarana farmasi yang melakukan peracikan, pengubahan bentuk,


pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus ditentukan obat yang


diperlukan masyarakat secara luas dan merata.

Pengelolaan apotek meliputi


a) Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
Pembuatan, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.

b) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan


farmasi lainnya.

c) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi.

Pelayanan informasi yang dimaksud meliputi:


a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan famasi lainnya yang
diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun
kepada masyarakat.

Pelayanan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat serta
perbekalan farmasi lainnya..
4. Apotek Rakyat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor: 284 / Menkes /


Per / II1 / 2007 tentang Apotek Rakyat, antara lain menyebutkan:
Apotek Rakyat adalah sarana kesehatan tempat dilaksanakannnya pelayanan
kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat dan tidak melakukan
peracikan
Pengaturan Apotek Rakyat bertujuan untuk
1) Memberikan baru bagi toko obat yang ingin meningkatkan pelayanan dan
status usahanya menjadi apotek rakyat.
2) Pedoman bagi perorangan atau usaha kecil yang ingin menyiapkan apotek
rakyat.

3) Melindungi masyarakat untuk dapat memperoleh pelayanan kefarmasian


yang baik dan benar.

Setiap orang, badan usaha atau pedagang eceran obat yang ingin
menyiapkan apotek rakyat harus mengajukan ijin kepada Kepala Dinas
Kesehatan Tingkat-II / Kabupaten / Kota. Bagi pedagang eceran yang ingin
mengubah statusnya sebagai apotek rakyat dapat merupakan satu atau
gabungan dari empat padagang eceran obat. Dan pemohon tersebut terdiri dari
beberapa pedagang obat harus:

a. Mempunyai ikatan kerjasama dalam bentuk badan usaha atau bentuk


lainnya, dan

b. Letak lokasi pedangan eceran obat berdampingan, yang memungkinkan di


bawah satu pengelolaan.

Apoteker rakyat dilarang:


1) Menyediakan narkotika.

2) Menyediakan psikotropika.

3) Meracik obat.

4) Menyerahkan obat dalam jumlah besar.

Setiap apotek rakyat harus memiliki satu apoteker sebagai


penanggungjawab, dan dapat dibantu oleh Asisten Apoteker.

5. Pedagang Eceran Obat (PEO)

Menurut Permenkes RI Nomor 167 / Kab / B.VII / 1972, tanggal 28


September 1912 dan telah berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
1331 tahun 2002, yang dimaksud dengan Pedagang eceran obat adalah orang
atau badan hukum Indonesia yang memiliki izin untuk meyimpan obat-obat
bebas dan obat bebas terbatas (daftar "W) untuk dijual secara eceran di tempat-
tempat tertentu di dalam surat izin

Persyaratan Persyaratan PEO sebagai berikut:

1) PEO dapat diusahakan Perusahaan negara, perusahaan swasta atau


perorangan.

2) Penanggung jawab teknis farmasi terletak pada seorang asisten apoteker.

3) Untuk mengatur Pedagang Eceran Obat harus ada izin dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota setempat Setiap publikasi izin Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota harus menyampaikan tembusan kepada
Menteri kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dan Balai POM
setempat

4) Permohonan Izin PEO harus diajukan secara tertulis dengan disertai :

a) alamat dan denah tempat usaha

b) nama dan alamat pemohon

c) nama dan alamat asisten apoteker

d) salinan ijazah dan surat izin kerja asisten apoteker

e) surat pernyataan kesediaan bekerja asisten apoteker.

Jenis - jenis Obat yang dijual


a) Semua obat yang termasuk dalam obat bebas

b) Semua obat yang termasuk dalam daftar Obat Bebas Terbatas Kewajiban -
Kewajiban PEO PEO dalam pelaksanaan penjualan obat mempunyai
kewajiban sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai