Anda di halaman 1dari 6

A.

Regulasi PBF

Ketentuan umum PBF berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi yaitu
(Kemenkes RI, 2011):
1. Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk
badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki pengakuan untuk melakukan
pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Cara Distribusi Obat yang Baik, yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu
sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
PBF juga memiliki landasan hukum dalam melaksanakan proses kegiatan CDOB,
berikut merupakan landasan hukum tentang PBF:
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar
Farmasi.
2. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 34 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar
Farmasi.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
4. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
5. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
6. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
B. Personalia

Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/ atau
bahan obat yang benar sangat bergantung pada personil yang menjalankannya. Harus ada
personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung
jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan
jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima
pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnyDi dalam
perusahaan harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi dengan bagan
organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang dan hubungan antar semua personil harus
ditetapkan dengan jelas. Manajemen puncak di fasilitas distribusi harus menunjuk seorang
penanggung jawab. Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi
dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Selain itu setiap personel lainnya harus
kompeten dan dalam jumlah yang memadai. Perlu dilakukan pelatihan terhadap personil
secara berkala untuk meningkatkan kompetensinya. Untuk mendukung kegiatan yang
dilakukan perlu diterapkan higiene personil. Harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan
higiene personil yang relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan pakaian
kerja.

C. Aspek Manajemen

a) Quality management Risk (QRM)

Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk menilai, mengendalikan,
mengkomunikasikan dan mengkaji risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat. Hal ini
dapat dilaksanakan baik secara proaktif maupun retrospektif. Fasilitas distribusi harus
melaksanakan penilaian risiko secara berkesinambungan untuk menilai risiko yang
mungkin terjadi terhadap mutu dan integritas obat dan/atau bahan obat. Sistem mutu harus
disusun dan diterapkan untuk menangani setiap potensi risiko yang teridentifikasi. Sistem
mutu harus ditinjau ulang dan direvisi secara berkala untuk menangani risiko baru yang
teridentifikasi pada saat pengkajian risiko. Manajemen risiko mutu harus memastikan
bahwa evaluasi risiko didasarkan pada pengetahuan ilmiah, pengalaman terhadap proses
yang dievaluasi dan berkaitan erat dengan perlindungan pasien. Usaha perbaikan,
formalitas dan dokumentasi pengkajian risiko mutu harus setara dengan tingkat risiko yang
ditimbulkan. Harus tersedia prosedur yang mengatur tentang pembuatan dan pengelolaan
dokumentasi yang terkait dengan informasi obat dan/atau bahan obat. Harus ada ketentuan
mengenai identifikasi visual terhadap obat dan/atau bahan obat yangberpotensi dipalsukan.
Prosedur tersebut harus mencakup ketentuan untuk melaporkan obat dan/atau bahan obat
diduga palsu ke pemegang izin edar dan/atau produsen dan badan regulator nasional
(misalnya Badan POM RI) (BPOM, 2012).
b) Quality Management System
Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yangmencakup tanggung jawab,
proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas
distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai
distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus
ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi
dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan. Sistem mutu harus
mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung
jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan
partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Dalam suatu
organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen. Harus ada kebijakan mutu
terdokumentasi yang menguraikan maksud keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi
yang berkaitan dengan mutu, sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh
manajemen. Sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi, prosedur, proses
dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa obat dan/atau
bahan obat yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan dan/atau transportasi.
Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu. Sistem mutu harus mencakup
ketentuan untuk memastikan bahwa pemegang izin edar dan Badan POM segera diberitahu
dalam kasus obat dan/atau bahan obat palsu atau dicurigai palsu. Obat dan/atau bahan obat
tersebut harus disimpan di tempat yang aman/terkunci, terpisah dengan label yang jelas
untuk mencegah penyaluran lebih lanjut. Fasilitas distribusi harus menetapkan dan
mempertahankan prosedur untuk identifikasi, pengumpulan, penomoran, pencarian,
penyimpanan, pemeliharaan, pemusnahan dan akses ke semua dokumen yang berlaku.
Sistem mutu harus memastikan bahwa:
a. Obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau diekspor
dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.
b. Tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.
c. Obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka waktu yang
sesuai.
d. Kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut dilakukan.
(BPOM, 2012).
c) Supply Chain Management
Supply chain dapat didefinisikan sebagai sekumpulan aktifitas (dalam
bentukentitas/fasilitas) yang terlibat dalam proses transformasi dan distribusi barang mulai
dari bahan baku paling awal dari alam sampai produk jadi pada konsumen akhir. Menyimak
dari definisi ini, maka suatu supply chain terdiri dari perusahaan yang mengangkut bahan
baku dari bumi/alam, perusahaan yang mentransformasikan bahan baku menjadi bahan
setengah jadi atau komponen, supplier bahan-bahan pendukung produk, perusahaan
perakitan, distributor, dan retailer yang menjual barang tersebut ke konsumen akhir.
Sedangkan Supply Chain Management (SCM) adalah merupakan aplikasi terpadu yang
memberikan dukungan sistem informasi kepada manajemen dalam hal pengadaan barang
dan jasa bagi perusahaan sekaligus mengelola hubungan diantara mitra untuk menjaga
tingkat kesediaan produk dan jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan secara optimal. SCM
mengintegrasikan mulai dari pengiriman order dan prosesnya, pengadaan bahan mentah,
order tracking, penyebaran seluruh supply chain (bukan hanya satu perusahaan),
mengurangi waktu, dan memusatkan kegiatan perencanaan dan distribusi. Manfaat SCM
antara lain:
a. Kepuasan pelanggan
Konsumen atau pengguna produk merupakan target utama dari aktivitas proses produksi
setiap produk yang dihasilkan perusahaan. Konsumen atau pengguna yang dimaksud
dalam konteks ini tentunya konsumen yang setia dalam jangka waktu yang panjang.
Untuk menjadikan konsumen setia, maka terlebih dahulu konsumen harus puas dengan
pelayanan yang disampaikan oleh perusahaan.
b. Meningkatkan pendapatan
Semakin banyak konsumen yang setia dan menjadi mitra perusahaan berarti akan turut
pula meningkatkan pendapatan perusahaan, sehingga produk-produk yang dihasilkan
perusahaan tidak akan ‘terbuang’ percuma, karena diminati konsumen
c. Menurunkan biaya
Pengintegrasian aliran produk dari perusahan kepada konsumen akhir berarti pula
mengurangi biaya-biaya pada jalur distribusi.
d. Pemanfaatan aset semakin tinggi
Aset terutama faktor manusia akan semakin terlatih dan terampil baik dari segi
pengetahuan maupun keterampilan. Tenaga manusia akan mampu memberdayakan
penggunaan teknologi tinggi sebagaimana yang dituntut dalam pelaksanaan SCM.
e. Peningkatan laba
Dengan semakin meningkatnya jumlah konsumen yang setia dan menjadi pengguna
produk, pada gilirannya akan meningkatkan laba perusahaan.
f. Perusahaan semakin besar
Perusahaan yang mendapat keuntungan dari segi proses distribusi produknya lambat laun
akan menjadi besar, dan tumbuh lebih kuat (Anwar, 2011).
Daftar Pustaka

Anwar, S.N., 2011, Manajemen Rantai Pemasok (Supply Chain Management):


Konsep dan Hakikat, http://www.unisbank.ac.id/ojs/index.php/fti2/article/
view/1315, diakses tanggal 18 Desember 2015.

Badan POM RI., 2012, Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta.

Kemenkes RI, 2011, Tentang Pedagang Besar farmasi, Jakarta : Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai