Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HENTI JANTUNG


DI RUANG ICCU DI RUMAH SAKIT
dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:

Irba Tartila Amtiyaz, S.Kep.


NIM 192311101144

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2020
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Review anatomi fisiologi

Jantung adalah sebuah organ berotot dengan empat buah ruang yang
terletak di rongga dada, di bawah perlindungan tulang iga, sedikit ke sebelah
kiri sternum. Ruang jantung terdiri atas dua ruang yang berdinding tipis
disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding tebal disebut
ventrikel (bilik) (Muttaqin, 2009).

Jantung memiliki berat sekitar 300 gr, meskipun berat dan ukurannya
dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya aktifitas fisik, dll.
Jantung dewasa normal berdetak sekitar 60 sampai 80 kali per menit,
menyemburkan sekitar 70 ml darah dari kedua ventrikel per detakan, dan
keluaran totalnya sekitar 5 L/ menit (Smeltzer dan Bare, 2002).

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga dada (thoraks),


diantara kedua paru. Selaput yang mengitari jantung disebut pericardium,
yang terdiri atas 2 lapisan, yauitu pericardium parietalis, merupakan lapisan
luar yang melekat pada tulang dada dan selaput paru. dan pericardium
viseralis, yaitu lapisan permukaan dari jantung itu sendiri, yang juga disebut
epikardium.
Di dalam lapisan jantung tersebut terdapat cairan pericardium, yang
berfungsi untuk mengurangi gesekan yang timbul akibat gerak jantung saat
memompa.

Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan, yaitu lapisan luar yang disebut
pericardium, lapisan tengah atau miokardium merupakan lapisan berotot, dan
lapisan dalam disebut endokardium. Organ jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu
2 ruang yang berdinding tipis, disebut atrium, dan 2 ruang yang berdinding
tebal disebut ventrikel.

a. Atrium
- Atrium kanan, berfungsi sebagai tempat penampungan darah yang
rendah oksigen dari seluruh tubuh. Darah tersebut mengalir melalui
vena cava superior, vena cava inferior, serta sinus koronarius yang
berasal dari jantung sendiri. Kemudian darah dipompakan ke ventrikel
kanan dan selanjutnya ke paru.
- Atrium kiri, berfungsi sebagai penerima darah yang kaya oksigen dari
kedua paru melalui 4 buah vena pulmonalis. Kemudian darah mengalir
ke ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh tubuh melalui aorta.
b. Ventrikel
Permukaan dalam ventrikel memperlihatkan alur-alur otot yang
disebut trabekula. Beberapa alur tampak menonjol, yang disebut muskulus
papilaris. Ujung muskulus papilaris dihubungkan dengan tepi daun katup
atrioventrikuler oleh serat-serat yang disebut korda tendinae. dengan tepi
daun katup atrioventrikuler oleh serat-serat yang disebut korda tendinae.
- Ventrikel kanan, menerima darah dari atrium kanan dan
dipompakan ke paru-paru melalui arteri pulmonalis.
- Ventrikel kiri, menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan ke
seluruh tubuh melalui aorta.
Kedua ventrikel ini dipisahkan oleh sekat yang disebut septum ventrikel.

Untuk menghubungkan antara ruang satu dengan yang lain, jantung


dilengkapi dengan katup-katup, diantaranya :

a. Katup atrioventrikuler.
Oleh karena letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup
atrio-ventrikuler, yaitu katup trikuspidalis yang merupakan katup yang
terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, serta mempunyai 3
buah daun katup. Katup mitral/ atau bikuspidalis. Merupakan katup yang
terletak di antara atrium kiri danventrikel kiri, serta mempunyai 2 buah
katup. Selain itu katup atrioventrikuler berfungsi untuk memungkinkan
darah mengalir dari masing-masing atrium ke ventrikel pada fase diastole
ventrikel, dan mencegah aliran balik pada saat sistole ventrikel (kontraksi).
b. Katup semilunar.
- Katup pulmonal.
Terletak pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari
ventrikel kanan.
- Katup aorta.
Terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Kedua katup semilunar ini
mempunyai bentuk yang sama, yakni terdiri dari 3 daun katup yang
simetris disertai penonjolan menyerupai corong yang dikaitkan dengan
sebuah cincin serabut. Adapun katup semilunar memungkinkan darah
mengalir dari masingmasing ventrikel ke arteri pulmonalis atau aorta
selama sistole ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole
ventrikel. (Ulfah dan Tulandi, 2001)

B. Definisi

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak,
bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung
ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat
cepat begitu gejala dan tanda tampak (American Heart Association,2015).
Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian
sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti
jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak
untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen
ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi
secara efektif

Henti jantung adalah terhentinya kontraksi jantung yang efektif ditandai


dengan pasien tidak sadar, tidak bernafas, tidak ada denyut nadi. Pada keadaan
seperti ini kesepakatan diagnostis harus ditegakkan dalam 3 – 4 menit.
Keterlambatan diagnosis akan menimbulkan kerusakan otak. Harus dilakukan
resusitasi jantung – paru. Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara
tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa
dengan penyakit jantung ataupun tidak (American Heart Association, 2010).

Jameson, dkk (2005), menyatakan bahwa cardiac arrest adalah penghentian


sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti
jantung atau cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak
untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen
ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi
secara efektif.

C. Etiologi

Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai


risiko tinggi untuk terkena cardiac arrest dengan kondisi:

a. Adanya jejas di jantung


Karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain,jantung yang
terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung
untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. Enam bulan
pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode
risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit
jantung atherosclerosis
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy)
Karena berbagai sebab (umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan
katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest.
c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung
Karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung
(anti aritmia) justru merangsang timbulnya aritmia ventrikel dan berakibat
cardiac arrest.Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect. Pemakaian
obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan
magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat
menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d. Kelistrikan yang tidak normal
Beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal seperti Wolff-Parkinson-
White-Syndrome dan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa
menyebabkan cardiac arrest pada anak dan dewasa muda.
e. Pembuluh darah yang tidak normal
Jarang dijumpai (khususnya di arteri koronari dan aorta) sering
menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan
adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat,
bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrest apabila dijumpai kelainan
tadi.
f. Penyalahgunaan obat
Merupakan faktor utama terjadinya cardiac arrest pada penderita yang
sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung.

Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulnya aritmia (Diklat


Ambulans Gawat Darurat 118, 2010) :

a. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian
mendadak,pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi
kontraksinya,jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan
yang harus segera dilakukan adalah CPR dan DC shock atau defibrilasi.
b. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena
adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat
adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan
fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisian darah
keventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT
dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika
mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik
sampai terjadi henti jantung (VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi
dengan menggunakan DC shock dan CPR adalah pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity (PEA)
Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat
sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba. Pada
kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.
d. Asistole
Keadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada
jantung, dan pada monitor irama yang terbentuk adalah seperti garis lurus.
Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR.
D. Manifestasi klinis

Manifestasi yang menonjol pada cardiac arrest adalah berdebar-debar, dizzy


sampai synkope, gangguan hemodinamik, sesak nafas, angina pektoris, kelemahan
umum, nafsu makan menurun.

Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010)
yaitu:

1. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara,


tepukan di pundak ataupun cubitan.
2. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika
jalan pernafasan dibuka.Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis,
femoralis, radialis).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG (elektrokardiografi)
Elektrokardiogram menunjukkan irama sinus, hipertrofi ventrikel kiri,
dengan perubahan gelombang ST/T lateral. Bila terdapat kardiomiopati
dilatasi maka dijumpai QRS yang melebar.17
2. X-foto Thorax
Radiogram dada menunjukkan kongesti vena paru-paru yang berkembang
menjadi edema interstisial atau alveolar pada gagal jantung yang lebih
berat, resdistribusi vaskuler pada lobus atas paru-paru, dan kardiomegali.
Tetapi x-foto thorax bukan merupakan pemeriksaan rutin pada kasus ini

F. Penatalaksanaan

Pada penanganan korban cardiac arrest dikenal istilah rantai untuk bertahan hidup
(chin of survival); cara untuk menggambarkan penanganan ideal yang harus
diberikan ketika ada kejadian cardiac arrest. Jika salah satu dari rangkaian ini
terputus, maka kesempatan korban untuk bertahan hidup menjadi berkurang,
sebaliknya jika rangkaian ini kuat maka korban mempunyai kesempatan besar
untuk bisa bertahan hidup.

Menurut (Thygerson,2006), dia berpendapat bahwa chin of survival terdiri dari 4


rangkaian: early acces, early CPR, early defibrillator,dan early advance care.
1. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan
tanda awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS.
2. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan
otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang.
3. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera ke
jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
4. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan
peralatan bantuan pernafasan.

Ketika jantung seseorang berhenti berdenyut, maka dia memerlukan tindakan


CPR segera. CPR adalah suatu tindakan untuk memberikan oksigen ke paru-paru
dan mengalirkan darah ke jantung dan otak dengan cara kompresi dada.
Pemberian CPR hampir sama antara bayi (0-1 tahun), anak(1-8 tahun), dan
dewasa (8 tahun/lebih), hanya dengan sedikit variasi (Thygerson,2006).

Sebelum pelaksanaan prosedur, nilai kondisi pasien secara berturut-turut: pastikan


pasien tidak sadar, pastikan tidak bernafas, pastikan nadi tidak berdenyut, dan
interaksi yang konstan dengan pasien (Krisanty. dkk,2009).

Prosedur CPR menurut (Nettina,2006;Thygerson,2006), adalah terdiri dari airway,


breathing dan circulation:

1. Menentukan ketiadaan respon/Kebersihan Jalan Nafas (airway)


a. Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan
menepuk atau menggoyangkan pasien sambil bersuara keras
“Apakah anda baik-baik saja?” Rasionalisasi: hal ini akan
mencegah timbulnya injury pada korban yang sebenarnya masih
dalam keadaan sadar.
b. Apabila pasien tidak berespon, minta seseorang yang saat itu
bersama kita untuk minta tolong (telp:118). Apabila kita sendirian,
korbannya dewasa dan di tempat itu tersedia telepon, panggil 118.
Apabila kita sendiri, dan korbannya bayi/anakanak, lakukan CPR
untuk 5 siklus (2 menit), kemudian panggil 118.
c. Posisikan pasien supine pada alas yang datar dan keras, ambil
posisi sejajar dengan bahu pasien. Jika pasien mempunyai trauma
leher dan kepala, jangan gerakkan pasien, kecuali bila sangat perlu
saja. Rasionalisasi: posisi ini memungkinkan pemberi bantuan
dapat memberikan bantuan nafas dan kompresi dada tanpa berubah
posisi.
d. Buka jalan nafas
- Head-tilt/chin-lift maneuver: letakkan salah satu tangan di
kening pasien, tekan kening ke arah belakang dengan
- menggunakan telapak tangan untuk mendongakkan kepala
pasien. Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang lainnya di
dagu korban pada bagian yang bertulang, dan angkat rahang ke
depan sampai gigi mengatub. Rasionalisasi: tindakan ini akan
membebaskan jalan nafas dari sumbatan oleh lidah.
- Jaw-thrust maneuver: pegang sudut dari rahang bawah pasien
pada masing-masing sisinya dengan kedua tangan, angkat
mandibula ke atas sehingga kepala mendongak. Rasionalisasi:
teknik ini adalah metode yang paling aman untuk membuka
jalan nafas pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher.
2. Pernafasan (Breathing)
a. Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara pandangan
kita arahkan ke dada pasien, perhatikan apakah ada pergerakan naik
turun dada dan rasakan adanya udara yang berhembus selama expirasi.
(Lakukan 5-10 detik). Jika pasien bernafas, posisikan korban ke posisi
recovery(posisi tengkurap, kepala menoleh ke samping). Rasionalisasi:
untuk memastikan ada atau tidaknya pernafasan spontan.
b. Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasan mouth to mouth
atau dengan menggunakan amfubag. Selama memberikan bantuan
pernafasan pastikan jalan nafas pasien terbuka dan tidak ada udara
yang terbuang keluar. Berikan bantuan pernafasan sebanyak dua kali
(masing-masing selama 2-4 detik). Rasionalisasi: pemberian bantuan
pernafasan yang adekuat diindikasikan dengan dada terlihat
mengembang dan mengempis, terasa adanya udara yang keluar dari
jalan nafas dan terdengar adanya udara yang keluar saat expirasi.
3. Circulation

Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementara tetap mempertahankan


terbukanya jalan nafas dengan head tilt-chin lift yaitu satu tangan pada dahi
pasien, tangan yang lain meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoral
selama 5 sampai 10 detik. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai dengan
kompresi dada.

a. Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian


pangkal dari salah satu tangan pada daerah tengah bawah dari sternum
(2 jari ke arah cranial dari procecus xyphoideus). Jarijari bisa saling
menjalin atau dikeataskan menjauhi dada. Rasionalisasi: tumpuan
tangan penolong harus berada di sternum, sehingga tekanan yang
diberikan akan terpusat di sternum, yang mana akan mengurangi
resiko patah tulang rusuk.
b. Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak
berada tegak lurus dengan kedua tangan, dengan cepat dan bertenaga
tekan bagian tengah bawah dari sternum pasien ke bawah, 1 - 1,5 inch
(3,8 - 5 cm)
c. Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal.
Lamanya pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya pemberian
tekanan. Tangan jangan diangkat dari dada pasien atau berubah posisi.
Rasionalisasi: pelepasan tekanan ke dada akan memberikan
kesempatan darah mengalir ke jantung.
d. Lakukan CPR dengan dua kali nafas buatan dan 30 kali kompresi dada.
Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali(2 menit). Kemudian periksa nadi dan
pernafasan pasien. Pemberian kompresi dada dihentikan jika: a).telah
tersedia AED (Automated External Defibrillator). b). korban
menunjukkan tanda kehidupan. c). tugas diambil alih oleh tenaga
terlatih. d). penolong terlalu lelah untuk melanjutkan pemberian
kompresi.Rasionalisasi: bantuan nafas harus dikombinasi dengan
kompresi dada. Periksa nadi di arteri carotis, jika belum teraba
lanjutkan pemberian bantuan nafas dan kompresi dada.
e. Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga menyiapkan
perlengkapan khusus resusitasi untuk memberikan
f. perawatan definitive. Rasionalisasi; perawatan definitive yaitu
termasuk di dalamnya pemberian defibrilasi, terapi obat-obatan, cairan
untuk mengembalikan keseimbangan asam-basa, monitoring dan
perawatan oleh tenaga terlatih di ICU.
g. Siapkan defibrillator atau AED (Automated External defibrillator)
segera.
G. Klasifikasi

.
H. Clinical Pathway

Faktor risiko henti jantung :


Usia
Jenis kelamin
Riwayat penyakit jantung
Gaya hidup
Penyalahgunaan obat

Plak pada dinding Penurunan kemampuan Penurunan


arteri pompa jantung curah jantung

Obstruksi arteri
koroner

Suplai O2 ke paru Suplai O2 ke Penurunan suplai


menurun jantung menurun O2 ke otak

Infark miokard Perubahan status Gangguan


Dipsnea metabolisme
kesehatan
Impuls dihantarkan
ke otak
Henti jantung
Gangguan Otot-otot tubuh Peningkatan asam
pertukaran lemah laktat
gas Nyeri pada
pembuluh darah Ancaman kematian
Risiko perfusi
Risiko Cedera
serebral tidak
efektif
Nyeri akut Ansietas
I. Penjelasan Patofisiologi

Faktor faktor risiko terjadinya henti jantung terdiri dari:

a. Faktor yang tidak dapat diubah seperti: usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit jantung
b. Faktor yang dapat diubah seperti: gaya hidup (merokok, gangguan
toleransi gula, diet tinggi lemak jenuh), serta penyalahgunaan obat.

Faktor-faktor tersebut berkontribusi terhadap proses terjadinya henti jantung


dimana terdapat pembentukan plak di dinding arteri yang kemudian
menyebabkan kemampuan pompa jantung menurun yang akan menyebabkan
penurunan curah jantung.

Plak yang terbentuk di dinding arteri kemudian akan menyebabkan obstruksi


arteri coroner akan menurunkan suplai oksigen pada jantung, paru-paru serta
otak. Penurunan suplai pada paru-paru akan menganggu kerja dari paru-paru
sehingga gangguan pertukaran gas terjadi.

Penurunan suplai O2 ke jantung dapat mengarah pada terjadinya infark


miokard. Pada saat serangan terjadi, implus yang dikirim ke otak kemudian
akan mengintepretasikannya sebagai nyeri akut. Selain itu diagnose penyakit
jantung juga dapat menimbulkan ansietas pasien mengenai kondisinya.
Penurunan suplai O2 ke jantung juga menyebabkan perubahan status
Kesehatan dimana otot-otot mungkin menurun akibat kurangnya suplai yang
dibutuhkan untuk melakukan metabolism sehingga dapat timbul diagnose
risiko cedera.

Penurunan suplai O2 ke otak akan menyebabkan gangguan metabolisme


dimana otak tidak mendapatkan suplai yang cukup sehingga timbul risiko
perfusi serebral tidak efektif.

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kemampuaan pompa jantung ditandai dengan perubahan irama jantung
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan penurunan suplai oksigen ke
paru-paru ditandai dengan dypsnea.
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penurunan
suplai oksigen ke otak
4. Nyeri akut berhubungan dengan impuls nyeri yang dikirim ke otak
yang ditandai dengan keluhan nyeri.
5. Ansietas berhubungan dengan diagnose pernyakit kronis yang ditandai
dengan ungkapan verbal kecemasan.
K. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 Penurunan curah jantung Tujuan: Setelah dilakukan PERAWATAN JANTUNG (I.02075)
tindakan keperawatan 1 x 24 Observasi
jam curah jantung membaik. - Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah jantung (meliputi
Kriteria hasil: dispenea, kelelahan, adema ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea,
- Kekuatan nadi perifer peningkatan CPV)
meningkat - Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
- Edema (menurun) peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi vena jugularis,
- Oliguria (menurun) palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
- Tekanan darah - Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
(membaik) - Monitor intake dan output cairan
- Pengisian kapiler - Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
(membaik) - Monitor saturasi oksigen
- Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
presivitasi yang mengurangi nyeri)
- Monitor EKG 12 sadapoan
- Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)
- Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung,
BNP, Ntpro-BNP)
- Monitor fungsi alat pacu jantung
- Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan sesudah
aktifitas
- Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum pemberian obat
(mis. Betablocker, ACEinhibitor, calcium channel blocker, digoksin)
Terapeutik
- Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki kebawah atau
posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein, natrium,
kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
- Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi
- Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen >94%
Edukasi
- Anjurkan berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program rehabilitasi jantung
2 Gangguan pertukaran gas Tujuan: Setelah dilakukan PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
tindakan keperawatan 1 x 8 Observasi
jam gangguan pertukaran gas - Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
membaik. - Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kriteria hasil: Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
- Dispnea (menurun) - Monitor kemampuan batuk efektif
- Bunyi nafas tambahan - Monitor adanya produksi sputum
(menurun) - Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Nafas cuping hidung - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
(menurun) - Auskultasi bunyi napas
- PCO2 (membaik) - Monitor saturasi oksigen
- PO2 (membaik) - Monitor nilai AGD
- pH arteri (membaik) - Monitor hasil x-ray toraks
- Pola nafas (membaik) Terapeutik
- Sianosis (membaik) - Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Tingkat kesadaran - Dokumentasikan hasil pemantauan
(meningkat) TERAPI OKSIGEN (I.01026)
Observasi
- Monitor kecepatan aliran oksigen
- Monitor posisi alat terapi oksigen
- Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
- Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah ),
jika perlu
- Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
- Monitor tanda-tanda hipoventilasi
- Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
- Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
- Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
- Bersihkan secret pada mulut, hidung dan trachea, jika perlu
- Pertahankan kepatenan jalan nafas
- Berikan oksigen tambahan, jika perlu
- Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
- Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengat tingkat mobilisasi
pasien
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
4 Nyeri akut Setelah dilakukan Tindakan MANAJEMEN NYERI (I. 08238)
keperawatan 1 x 3 jam nyeri Observasi
menurun dengan kriteria hasil: - lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
- Meringis menurun - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Gelisah menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Kesulitan tidur - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
menurun - Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Ketegangan otot - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
menurun - Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Frekuensi nadi Terapeutik
membaik - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Tekanan darah - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
membaik meredakan nyeri
- Pola nafas membaik Edukasi
- Melaporkan nyeri - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
terkontrol meningkat Kolaborasi
- Kemampuan - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
menggunakan B. PEMBERIAN ANALGETIK (I.08243)
- Teknik non Observasi
farmakologis - Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
meningkat intensitas, frekuensi, durasi)
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika,
atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
- Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
- Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon
pasien
- Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
5 Ansietas Tujuan: Setelah dilakukan REDUKSI ANSIETAS (I.09314)
tindakan keperawatan 2 x 24 Observasi
jam tingkat ansietas menurun. - Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu,
Kriteria hasil : stressor)
- Verbalisasi khawatir - Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
menurun - Monitor tanda ansietas (verbal dan non verbal)
- TTV normal Terapeutik
- Pola tidur membaik - Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan
- Pahami situasi yang membuat ansietas
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
Edukasi
- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan
prognosis
- Latih teknik relaksasi
DAFTAR PUSTAKA

AHA, 2017. About Cardiac Arrest. Diakses pada tanggal 03 Oktober 2020.
Tersediadalam:http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/More/Cardi
acArrest/About-Cardiac-
Arrest_UCM_307905_Article.jsp#.WNIGUN_RXwt.

Henry, Mark C. dan Edward R. 2010. EMT : PrehospitalCare. Stapleton. 4th


Edition. Massachusetts : Jones &Bartlett Publisher.

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical


Thinking for Collaborative Care. USA: ElsevierSaunders

Kingsnorth, Andrew dan Douglas Bowley. 2011. Fundamental of Surgical


Practice. 3rd Edition. UK : Cambridge University Press.

Oman, K.S.2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC

Saunders Elsevier. 2006. Emergency Care. London : Elsevier Limited.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal – Bedah Brunner and


Suddarth Ed. 8 Vol. 3. Jakarta: EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai