0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan9 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen kesehatan lingkungan dalam bencana, yang mencakup area prioritas intervensi seperti wilayah dengan risiko kesehatan tinggi dan kerusakan parah, layanan kesehatan lingkungan prioritas seperti air bersih dan sanitasi, serta keamanan makanan dan sanitasi dasar yang perlu diperhatikan pascabencana.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen kesehatan lingkungan dalam bencana, yang mencakup area prioritas intervensi seperti wilayah dengan risiko kesehatan tinggi dan kerusakan parah, layanan kesehatan lingkungan prioritas seperti air bersih dan sanitasi, serta keamanan makanan dan sanitasi dasar yang perlu diperhatikan pascabencana.
Dokumen tersebut membahas tentang manajemen kesehatan lingkungan dalam bencana, yang mencakup area prioritas intervensi seperti wilayah dengan risiko kesehatan tinggi dan kerusakan parah, layanan kesehatan lingkungan prioritas seperti air bersih dan sanitasi, serta keamanan makanan dan sanitasi dasar yang perlu diperhatikan pascabencana.
Area Prioritas adalah suatu area atau tempat (Unit) yang akan diutamakan atau didahulukan untuk meningkatkan mutu dan keselamatan korban bencana yang sangat membutuhkan suatu intervensi penanganan. Tujuan dari penetapan area prioritas ini adalah untuk menjadikan fokus area yang akan dilakukan monitoring dan evaluasi sehingga diharapkan mampu memberikan upaya perbaikan terdadap kerusakan. Setelah terjadinya serangan bencana alam perlu adanya intervensi kepada kelangsungan dan rehabilitasi yang segera dari layanan kesehatan lingkungan yang efektif merupakan prioritas utama dalam manajemen kesehatan darurat. Intervensi penentuan area prioritas ini perlu memperhatikan pertimbangan berikut: pertimbangan pertama harus diberikan ke wilayah yang risiko kesehatannya meningkat, wilayah semacam ini memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan pelayanan terhadap bencana alam yang mengalami kerusakan parah. Area prioritas kedua adalah wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi sementara tingkat kerusakannya menengah, atau wilayah dengan kepadatan menengah dan tingkat kerusakan parah. Prioritas ketiga harus diberikan pada daerah yang kepadatan penduduknya rendah dan tingkat kerusakan layanannya rendah. Daerah dengan kepadatan penduduk tinggi misalnya adalah wilayah kota dan pinggiran kota, camp untuk pengungsi dan penduduk yang pindah, dan penampungan sementara. Rumah sakit dan klinik kesehatan termasuk di antara fasilitas yang membutuhkan prioritas layanan kesehatan lingkungan. Layanan Kesehatan Lingkungan Prioritas Dalam memberikan pelayanan kesehatan lingkungan juga perlu diperhatikan pertimbangan-pertimbanagan misalnya pertimbangan pertama harus diberikan kepada layanan esensial untuk melindungi dan menjamin kesejahteraan penduduk di daerah yang berisiko tinggi, dengan penekanan pada upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular. Upaya kesehatan lingkungan pascabencana dapat dibagi dalam dua prioritas, yaitu: 1. Memastikan bahwa lingkungan yang mengalami bencana alam tersebut terdapat kecukupan jumlah air minum yang aman; memiliki kecukupan fasilitas sanitasi dasar; pembuangan sementara, limbah cair, dan limbah padat dan penampungan yang cukup. 2. Melaksanakan upaya perlindungan makanan, membentuk atau melanjutkan upaya pengendalian vektor dan mempromosikan personal hygiene kepada masyarakat yang terdampak bencana. Berikut tindakan yang direkomendasikan untuk mempercepat pembangunan kembali layanan dan kondisi kesehatan lingkungan: 1. Peroleh informasi tentang pergerakan penduduk di dalam atau di dekat daerah serangan dan buat lokasi camp untuk pengungsi dan orang berpindah, daerah yang sebagian dan/atau seluruhnya dievakuasi, penampungan tenaga bantuan, dan RS serta fasilitas medis lain. Informasi ini akan membantu penentuan lokasi yang membutuhkan perhatian utama. 2. Lakukan pengkajian cepat untuk menentukan tingkat kerusakan sistem persediaan air masyarakat dan SPAL serta produksi, tempat penyimpanan, dan jaringan distribusi makanan. 3. Penentuan kapasitas operasional yang tersisa untuk melaksanakan layanan dasar kesehatan lingkungan ini 4. melakukan inventarisasi sumber daya yang masih tersedia, termasuk persediaan makanan yang tidak rusak, SDM, serta peralatan, materi, dan persediaan siap pakai. 5. Menentukan seberapa besar kebutuhan penduduk akan air, sanitasi dasar, perumahan dan makanan. 6. Penuhi kebutuhan fasilitas esensial secepat mungkin setelah kebutuhan konsumsi dasar manusia terpenuhi. RS dan fasilitas kesehatan lain mungkin membutuhkan peningkatan pasokan air jika jumlah korban bencana sangat banyak. 7. Memastikan bahwa pengungsi dan orang berpindah telah mendapat penampungan yang tepat dan bahwa penampungan sementara itu dan daerah berisiko tinggi lainnya memiliki layanan kesehatan lingkungan dasar. 2. Persediaan Air Pada persediaan air perlu dilaksanalan survei terhadap semua persediaan air masyarakat dimana pelaksanaan ini dimulai pada sistem distribusi dan berlanjut pada sumber air. Pada persediaan air sangat penting untuk menentukan keutuhan fisik komponen sistem, kapasitas yang tersisa, mutu bakteriologi serta kimia dari air yang disediakan. Mutu air dapat dilihat dari aspek keamanan umum yang utama yaitu apakah air tersebut mengalami/ terkontaminasi bakeri. Jika air tersebut melewati nilai ambang batas maka memiliki mutuh tidak layak konsumsi oleh masyarakat. Prioritas pertama untuk memastikan mutu air dalam situasi darurat adalah dengan metode klorinasi. Rekomendasi yang diberikan dalam aktivitas pemulihan adalah peningkatan kadar residu klorin dan peningkatan tekanan. Tekanan air yang rendah akan memperbesar kemungkinan masuknya polutan dalam pipa air. Pipa, reservoir, dan unit lainnya yang telah diperbaiki memerlukan pembersihan dan desinfeksi. Kadar minimum yang direkomendasikan dalam situasi darurat untuk kadar residu klorin bebas adalah 0,7 mg/l. Kontaminasi kimia dan toksisitas merupakan prioritas kedua dalam mutu air dan kontaminan kimia potensial harus diidentifikasi dan dianalisis. Sumber air alternative Berdasarkan urutan pilihan yang umum, pertimbangan harus diberikan pada sumber air alternatif berikut 1) air tanah dalam 2) air tanah dangkal/mata air 3) air hujan 4) air permukaan Sumber air yang ada dan yang baru memerlukan langkah-langkah perlindungan berikut: 1. Batasi akses untuk manusia dan hewan. 2. Pastikan sumber pencemaran Jaraknya cukup aman dari sumber air 3. Tetapkan larangan mandi, mencuci, dll di daerah hulu sebelum lokasi pengambilan sediaan air baik di sungai maupun anak sungai. 4. Perbaiki konstruksi sumur untuk memastikan keterlindungannya dari kontaminasi. 5. Estimasi volume maksimum air sumur. Dalam situasi darurat, air diangkut dengan truk ke daerah atau kamp yang terkena bencana. Semua truk harus menjalani inspeksi untuk memastikan kekuatannya dan harus dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan untuk mengangkut air. 3. Keamanan Makanan Agar makanan dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan berbagai syarat agar memenuhi kriteria seperti yang diharapkan. Selain makanan harus mangandung zat gizi (lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin), makanan harus baik dan tidak kalah pentingnya yang untuk diperhatikan adalah bahwa makan harus aman untuk dikonsumsi. Setelah ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan “Sehat”. Higiene yang buruk merupakan penyebab utama foodborne diseases dalam situasi bencana. Jika program pemberian makanan memang berlangsung di lokasi atau kamp penampungan, sanitasi dapur menjadi prioritas yang paling penting. Peralatan makan harus dicuci dalam air mendidih atau air bersih, higiene personal harus dipantau terutama terhadap mereka yang terlibat dalam penyiapan makanan. Penyimpanan makanan harus dapat mencegah kontaminasi. Keamanan pangan merupakan hal yang penting dari ilmu sanitasi. Banyaknya lingkungan kita yang secara langsung maupun tidak tidak langsung berhubungan dengan suplay makanan manusia. Hal ini disadari sejak awal sejarah kahidupan manusia dimana usaha pengawetan makanan telah dilakukan, sepeti: penggaraman, pengawetan dengan penambahan gula, pengasapan dan sebagainya. Berdasarkan laporan WHO (1991), sekitar 70 % kasus diare yang terjadi di negara-negara berkembang diakibatkan oleh makanan yang merupakan ancaman serius terhadap anak- anak balita juga terhadap orang dewasa. Penyakit bawaan makanan atau keracunann makanan yang ditimbulkan akibat adanya kontaminasi makanan dan minuman oleh mikroba perlu mendapat perhatian secara seksama, karena penderita kasus ini dapat mengalami gangguan pencernaan dan gangguan penyarapan zat-zat gizi, dan yang lebih memprihatinkan lagi kadang-kadang berakhir dengan kematian. 4. Sanitasi Dasar dan hygenie Perorangan Banyak penyakit menular menyebar melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi feses. Dengan demikian, harus dilakukan upaya untuk memastikan pembuangan ekskreta yang saniter. Jamban darurat harus disediakan bagi mereka yang dipindahkan, pengungsi, tenaga relawan, dan penduduk sekitar yang fasilitas toiletnya hancur. Hygiene personal cenderung menurun setelah bencana alam, khususnya di daerah yang penduduknya padat dan tempat-tempat yang kekurangan air. Upaya- upaya berikut direkomendasikan: 1. Menyediakan fasilitas dasar cuci tangan 2. Menyediakan fasilitas MCK 3. Memastikan ketersediaan air yang memadai 4. Menghindari overcrowding di area tidur 5. Menyelenggarakan promosi kesehatan Jamban sehat: Pembuatan jamban dalam situasi darurat umumnya menggunakan terpal plastik. Dalam situasi keadaan darurat yang ekstrem, bisa jadi lokasi untuk buang air besar berupa lapangan. Dalam situasi-situasi yang lebih mapan, mestinya bisa dibangun jamban untuk keluarga. Ingat perempuan, anak-anak, penyandang cacat dan orang sakit memiliki kebutuhan yang berbeda dari laki-laki. Mungkin diperlukan jamban dengan desain khusus untuk mereka. Pengelolaan Limbah Padat Pengelolaan limbah padat kerap menimbulkan satu masalah khusus dalam situasi darurat. Selama periode pascabencana masalah yang sering muncul adalah puing-puing bangunan, pohon, bangkai dan sampah lainnya. Pembersihan awal reruntuhan secara cepat sangat penting untuk upaya rehabilitasi. Pembuangan barang bekas dll yang saniter merupakan cara yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit bawaan vector. Pengumpulan sampah harus sesegera mungkin dilaksanakan kembali di daerah yang terserang bencana. Hindari pembuangan sampah di tempat terbuka. Cermati pembuangan limbah B3. 5. Pengendalian Vektor Program pengendalian untuk penyakit bawaan vektor harus digencarkan selama periode darurat dan rehabilitasi, khususnya di wilayah yang endemic. Prioritas dilakukan untuk daerah endemik leptospirosis, DBD, malaria, tifus, dan pes. Berikut ini adalah langkah-langkah darurat penting untuk pengendalian vektor: 1. Pulihkan aktivitas pengumpulan dan pembuangan sampah yang saniter sesegera mungkin. 2. Selenggarakan promosi kesehatan untuk memusnahkan tempat perkembangbiakan vektor dan tentang upaya untuk mencegah infeksi, termasuk hygiene personal. 3. Lakukan survei pada kamp dan wilayah berpenduduk padat untuk mengidentifikasi lokasi perkembangbiakan potensial nyamuk, hewan pengerat, dan vektor lainnya. 4. Musnahkan tempat perkembangbiakan vektor dengan mengeringkan dan/atau menimbun kolam, empang, dan rawa-rawa, melakukan gerakan 3M, dll. 5. Lakukan pengendalian kimia jika perlu. 6. Simpan makanan dalam tempat tertutup dan terlindung. 6. Pemakaman Jenasah Korban yang telah teridentifikasi sedapat mungkin dilakukan perawatan jenazah yang meliptui: 1) Perbaikan atau rekonstruksi tubuh jenazah 2) Pengawetan jenazah (bila memungkinkan) 3) Perawatan sesuai agama korban 4) Memasukkan dalam peti jenazah Setelah itu jenazah diserahkan kepada keluarga oleh petugas khusus dari Komisi Identifikasi. Surat-surat yang diperlukan pencatatan yang penting pada proses serah terima jenazah, antara lain: 1) Tanggal dan jamnya 2) Nomor registrasi jenazah 3) Diserahkan kepada siapa, alamat lengkap penerima, hubungan keluarga dengan korban. 4) Dibawa kemana atau dimakamkan dimana Perawatan jenazah setelah teridentifikasi dilaksanakan oleh unsur Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dinas Sosial dan Dinas Pemakaman yang dibantu oleh keluarga korban. Sangat penting untuk tetap memperhatikan file record dan segala informasi yang telah dibuat untuk dikelompokkan dan disimpan dengan baik. Dokumentasi berkas yang baik juga berkepentingan agar pihak lain (Interpol misalnya) dapat melihat, mereview kasusnya, sehingga menunjukkan bahwa proses identifikasi ini dikerjakan dengan baik dan penuh perhatian. Identifikasi pada korban bencana massal adalah suatu hal yang sangat sulit mengingat berapa hal di bawah ini: a) Jumlah korban banyak dan kondisi buruk b) Lokasi kejadian sulit dicapai. c) Memerlukan sumber daya pelaksanaan dan dana yang cukup besar. d) Bersifat lintas sektoral sehingga memerlukan koordinasi yang baik. Sehingga penting pada pelaksanaan tugas identifikasi massal ini adalah koordinasi yang baik antara instansi dan dukungan peralatan komunikasi dan transportasi. Pada prinsipnya, tim identifikasi pada korban massal tetap berada di bawah koordinasi Badan Penanggulangan Bencana. Khusus tim identifikasi di lapangan berada di bawah tim investigasi (Penyidik Polri/PPNS) yang melakukan peyelidikan dan penyidikan sebab dan akibat dari bencana massal tersebut, karena hasil identifikasi korban banyak membantu dalam proses penyelidikan sebab dan akibat, selain tentunya pengeluaran surat-surat legalitas harus melalui tim investigasi. Bencana dapat terjadi karena alam, atau ulah manusia berupa kecelakaan, kelalaian ataupun kesengajaan (teroris bom). Masih diperdebatkan mengenai jumlah korban untuk dimasukkan dalam kriteria korban massal.