Anda di halaman 1dari 12

DESKRIPSI SINGKAT

GIZI LAHAN KERING KEPULAUAN DAN PARIWISATA

JUDUL:

FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP STATUS GIZI

OLEH KELOMPOK 3:

ANASTASIA D S. PATTY 1807010286


MIRNA A. TON 1807010071
MARIA D. DALO 1807010385
KANISIUS EGE 1807010246
YUFEN LORENS ATI 1807010431
JULIATRI P. D LEDO 1807010369

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2020
PEMBAHASAN

A. Pengaruh Faktor Pendapatan Terhadap Status Gizi


1. Faktor Pendapatan Terhadap Status Gizi
a) Pengertian Pendapatan
Pendapatan keluarga adalah jumlah pendapatan tetap dan juga
sampingan dari kepala keluarga, ibu dan anggota keluarga lainnya
dalam 1 bulan dibagi jumlah seluruh anggota keluarga yang
dinyatakan dalam rupiah per kapita per bulan ( Ernawati, 2006).
Sumber-sumber pendapatan keluarga didapatakan dari upah, gaji,
industri rumah tangga, imbalan, dan pertanian pangan/non pangan.
b) Hubungan Tingkat Pendapatan Dengan Status Gizi
Pendapatan keluarga mempengaruhi ketahanan pangan keluarga,
ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat
mengakibatkan gizi kurang. Oleh karena itu, setiap keluarga
diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh
anggota keluarganya. Umumnya, jika pendapatan naik jumlah dan juga
jenis makanan cenderung ikut membaik juga. Akan tetapi mutu
makanan tidak selalu membaik juga kalau diterapkan tanaman
perdagangan.
Tingkat penghasilan ikut menentukan jenis pangan apa yang akan
dibeli dengan adanya tambahan uang. Semakin tinggi penghasilan
semakin besar pula persentase dari penghasilan tersebut dipergunakan
untuk membeli buah, sayur, dan berbagai jenis pangan lainnya.
Rendahnya pendapatan merupakan rintangan lain yang menyebabkan
orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan.
Sehingga tinggi rendahnya pendapatan sangat mempengaruhi daya beli
keluarga terhadap bahan pangan yang akhirnya berpengaruh terhadap
status gizi seseorang terutama pada anak balita. Karena pada masa itu
diperlukan banyak zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Pendapata keluarga sangat berhubungan erat dengan status gizi.
Tingkat asupan zat gizi yang kurang dapat meningkatkan risiko
masalah gizi. Maka perlu diperhatiakn untuk melakukan peningkatan
asupan zat gizi untuk memperoleh status gizi yang baik dan normal.
Tingkat pendapatan keluarga merupakan faktor eksternal yang
mempengaruhi status gizi balita (Mulyana DW, 2013). Keluarga
dengan status ekonomi menengah kebawah, memungkinkan konsumsi
pangan dan gizi terutama pada balita rendah dan hal ini dapat
mempengaruhi status gizi pada anak balita ( Supariasa IDN, 2012).
Tingkat pendapatan keluarga adalah tinggi rendahnya pendapatan yang
diterima keluarga yang dinyatakan dalam bentuk uang dalam jangka
waktu tertentu ( Mulyanto, 2010).
Dalam kehidupan sehari hari dapat kita rasakan bahwa kebutuhan
hidup manusia sangat beraneka ragam. Namun dalam pencapaiannya,
tiap keluarga berlainan dalam satu sama lain. Hal ini tergantung pada
tinggi rendahnya tingkat pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat
pendapatan maka semakin tinggi pula posisi ekonoi keluarga tersebut
di dalam masyarakat (Putrato, 2012). Balita yang mempunyai orang
tua dengan tingkat pendapatan kurang memiliki risiko 4 kali lebih
besar menderita status gizi kurang dibanding dengan balita yang
memiliki orang tua dengan tingkat pendapatan yang cukup
( Persulessy, 2013).
Pendapatan keluarga adalah besarnya rata-rata penghasilan yang
diperoleh dan seluruh anggota keluarga. Pendapatan keluarga
tergantung pada jenis pekerjaan kepala keluarga dan anggota keluarga
lainnya. Jika pendapatan masih rendah maka kebutuhan pangan
cenderung lebih dominan daripada kebutuhan non pangan. Sebaliknya,
jika pendapatan meningkat maka pengeluaran untuk non pangan akan
semakin besar, mengingat kebutuhan pokok makanan sudah terpenuhi
(Husaini et al. 2004).
Tingkat pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan
terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Dengan
demikian, terdapat hubungan yang erat antara pendapatan dan keadaan
status gizi. Rendahnya pendapatan menyebabkan daya beli terhadap
makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan
berkurang. Kondisi ini akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan
status gizi keluarga (Suhardjo,2003).
Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan
keluarga. Orang miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar
pendapatannya untuk makanan. Rendahnya pendapatan merupakan
rintangan yang menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan
dalam jumlah yang cukup. Pendapatan Keluarga meliput:
a) Pekerjaan ( utama, misyalnya pekerjaan pertanian, dan pekerjaan
tambahan, misyalnya pekerjaan musiman)
b) Pendapatan keluarga misyalnya ( gaji, upah, imbalan, industri
rumah tangga, pertanian pangan/non pangan, dan hutang)
c) Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, mobil, motor
dan lain-lain.
d) Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makanan, pakaian,
listrik, pendidikan, transportasi.
e) Harga makanan yang tergantung pada dasar dan variasi musim
(supriasa,2012)

B. Pengaruh Faktor Pendidikan Terhadap Status Gizi


Menurut Notoatmodjo (2005), pendidikan yang baik akan memberikan
pengetahuan, sikap dan perilaku yang sejalan dengan pendidikan.
Kecenderungan yang terjadi adalah semakin tinggi pendidikan seseorang akan
memberikan status gizi yang baik, tetapi hal ini tidak berlaku jika tidak diikut
sertakan dengan perilaku dan sikap. Perilaku sendiri berdasarkan Notoatmodjo
(2005) dipengaruhi oleh pengetahuan. Pengetahuan yang baik akan
menciptakan sikap yang baik, yang selanjutnya apabila sikap tersebut dinilai
sesuai, maka akan muncul perilaku yang baik pula. Pengetahuan sendiri
didapatkan dari informasi baik yang didapatkan dari pendidikan formal
maupun dari media (non formal), seperti radio, TV, internet, koran, majalah,
dll. Tingkat pendidikan memengaruhi seseorang dalam menerima informasi.
orang dengan tingkat pendidikan yang lebih baik akan lebih mudah dalam
menerima informasi daripada orang dengan tingkat pendidikan yang kurang.
Informasi tersebut dijadikan sebagai bekal seseorang untuk memenuhi
kebutuhan kesehatannya salah satunya kebutuhan akan status gizi dalam
kehidupan sehari- hari. Namun ternyata tingkat pengetahuan yang tinggi tidak
selamanya menjamin memiliki seseorang dengan status gizi yang normal.
Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik diharapkan mampu
mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, perilaku selain dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan juga
dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya sosio ekonomi, sosio budaya, dan
lingkungan (Notoatmodjo, 2005).
C. Pengaruh Faktor Ketersediaan Pangan Terhadap Status Gizi
1) Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang
harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan
salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD
1945 maupun dalam Deklarasi Roma (1996). Pertimbangan tersebut
mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan
dasar dan salah satu hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran
yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa. Ketersediaan pangan
yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidak-
stabilan ekonomi. Berbagai gejolak sosial dan politik dapat juga terjadi
jika ketahanan pangan terganggu. Kondisi pangan yang kritis ini bahkan
dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Bagi Indonesia, pangan sering diidentikkan dengan beras karena
jenis pangan ini merupakan makanan pokok utama. Pengalaman telah
membuktikan kepada kita bahwa gangguan pada ketahanan pangan seperti
meroketnya kenaikan harga beras pada waktu krisis ekonomi 1997/1998,
yang berkembang menjadi krisis multidimensi, telah memicu kerawanan
sosial yang membahayakan stabilitas ekonomi dan stabilitas Nasional.
Nilai strategis beras juga disebabkan karena beras adalah makanan pokok
paling penting. Industri perberasan memiliki pengaruh yang besar dalam
bidang ekonomi (dalam hal penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan dan
dinamika ekonomi perdesaan, sebagai wage good), lingkungan (menjaga
tata guna air dan kebersihan udara) dan sosial politik (sebagai perekat
bangsa, mewujudkan ketertiban dan keamanan). Beras juga merupakan
sumber utama pemenuhan gizi yang meliputi kalori, protein, lemak dan
vitamin.
Dengan pertimbangan pentingnya beras tersebut, Pemerintah selalu
berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan terutama yang bersumber
dari peningkatan produksi dalam negeri. Pertimbangan tersebut menjadi
semakin penting bagi Indonesia karena jumlah penduduknya semakin
besar dengan sebaran populasi yang luas dan cakupan geografis yang
tersebar. Untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya, Indonesia
memerlukan ketersediaan pangan dalam jumlah mencukupi dan tersebar,
yang memenuhi kecukupan konsumsi maupun stok nasional yang cukup
sesuai persyaratan operasional logistik yang luas dan tersebar. Indonesia
harus menjaga ketahanan pangannya

2) Status Gizi
Status gizi adalah faktor yang terdapat dalam level individu, faktor
yang dipengaruhi langsung oleh jumlah dan jenis asupan makanan serta
kondisi infeksi. Diartikan juga sebagai keadaan fisik seseorang atau
sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi
ukuran-ukuran gizi tertentu.(Supariasa, et al, 2016).Status gizi berkaitan
dengan asupan makronutrien dan energi. Energi didapatkan terutama
melalui konsumsi makronutrien berupa karbohidrat, protein dan lemak.
Selama usia pertumbuhan dan perkembangan asupan nutrisi menjadi
sangat penting, bukan hanya untuk mempertahankan kehidupan melainkan
untuk proses tumbuh dan kembang.
Di Indonesia, prevalensi konsumsi energi di bawah kebutuhan
minimal secara nasional mencakup 33,9% untuk kelompok usia 4-6 tahun
dan 41,8% untuk usia 7-9 tahun. Prevalensi konsumsi protein di bawah
kebutuhan minimal secara nasional mencakup 25,1% untuk kelompok usia
4-6 tahun dan 30,8% untuk usia 7-12 tahun. Selain sebagai indikator
kesehatan masyarakat, status gizi secara individual juga berhubungan
dengan penentuan prestasi akademik. Status gizi yang baik sejalan dengan
prestasi akademik yang baik pula, meskipun beberapa penelitian gagal
menunjukkan hubungan tersebut.Kekurangan zat gizi secara
berkepanjangan menunjukkan efek jangka panjang terhadap pertumbuhan
(Ryadinency, 2012).
UU No 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyatakan bahwa
ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutu, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan sangat penting
karena mempengaruhi status gizi masyarakat itu sendiri. Jika ketahanan
pangan kurang maka status gizi otomatis menjadi kurang dan
menyebabkan turunnya derajat kesehatan. Status gizi sangat erat kaitannya
dengan ketahanan pangan. Penyebab langsung yaitu konsumsi makanan
dan penyakit infeksi. Anak yang mendapatkan makanan yang baik belum
tentu gizi nya cukup atau baik, karena apabila anak sering sakit contohnya
sakit diare atau demam maka akan dapat menurunkan daya tahan tubuh
anak sehingga dapat menderita kurang gizi. Adapun penyebab tidak
langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta
pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Faktor-faktor tersebut
sangat terkait dengan tingkat pendidikan,tingkat pengetahuan, serta
keterampilan keluarga dalam merawat anak. Kekurangan gizi disebabkan
karena kurangnya asupan makanan di tingkat rumah tangga, anak tidak
mau makan, cara pemberian makanan yang salah, serta dari segi faktor
psikososialnya.Konsumsi makanan adalah salah satu faktor terjadinya
kekurangan gizi. Rendahnya konsumsi terhadap pangan mengakibatkan
seseorang mudah terkena infeksi penyakit, daya tahan tubuh menurun,
turunnya kemampuan bekerja. Hal ini akan berdampak pada kualitas
sumber daya manusia. Apalagi anak-anak yang termasuk kelompok rawan
gizi, protein sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan serta perkembangan
otak. Salah satu sember protein yang berasal dari hewani adalah ikan yang
memiliki kandungan protein cukup tinggi.

D. Pengaruh Faktor Penggunaan Pangan Terhadap Status Gizi

1) Kebiasaan makan/ Pola Makan: erat kaitannya dengan nilai sosial budaya
yang dianut oleh masyarakat/keluarga tertentu, baik tentang makanan yang
diperbolehkan maupun yang dilarang pada keluarga tersebut. Atmarita
(2006) menjelaskan, kebiasaan makan dinilai berdasarkan perilaku
anggota rumah tangga mengkonsumsi makanan sehari-hari. Perilaku gizi
(makanan dan minuman menurut Notoatmodjo (2007) makanan dan
minuman dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang,
tetapi juga makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya
kesehatan seseorang.

2) Cara pemasakan : Pengolahan pangan dengan menggunakan pemanasan


dikenal dengan proses pemasakan yaitu proses pemanasan bahan pangan
dengan suhu 100° C atau lebih dengan tujuan utama adalah memperoleh
rasa yang lebih enak, aroma yang lebih baik, tekstur yang lebih lunak,
untuk membunuh mikroba dan menginaktifkan semua enzim. 7,8
Pengolahan panas merupakan salah satu cara yang paling penting untuk
dikembangkan. Pengolahan panas memiliki kelebihan diantaranya adalah
mengurangi kerusakan akibat mikroorganisme, mempertahankan masa
simpan dan meningkatkan cita rasa bahan pangan Bahan pangan yang
digoreng mengalami penurunan kadar protein lebih tinggi dari pada
pengolahan dengan cara direbus dan di kukus, dikarenakan pengolahan
dikukus menyebabkan penyerapan minyak lebih banyak dibandingkan
dengan pengolahan disangrai dan dioven yang menghilangkan kandungan
air didalam bahan pangan sehingga penyerapan minyak lebih sedikit.

3) Distribusi Makanan : Struktur kekuatan keluarga menggunakan pola dalam


keluarga, orang biasanya memegang kekuasaan paling besar dalam
keluarga, memberikan hak khusus untuk mendapatkan bagian makanan
yang terbaik. Inilah salah satu faktor pemicu timbulnya masalah status gizi
kurang pada balita dalam suatu keluarga. Status gizi pada balita dapat
tercermin dari distribusi makanan individu dalam satu hari keluarga. Oleh
karena itu, akan lebih efektif jika prioritas distribusi makanan individu
dalam keluarga adalah pada anak yang masih dalam proses tumbuh
kembang.

4) Jumlah Anggota Keluarga : Pengeluaran keluarga baik makanan maupun


non makanan dapat dijadikan sebagai gambaran tingkat pendapatan
keluarga. Pengeluaran keluarga dapat mempengaruhi konsumsi pangan
keluarga, dapat menentukan pola makan dan juga menentukan kualitas dan
kuantitas hidangan 8,9Jumlah anak yang banyak pada keluarga yang sosial
ekonominya cukup, akan mengakibatkan berkurangnya perhatian dan
kasih sayang yang diterima anak. Sedangkan pada keluarga dengan
keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan
mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak,
juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahan pun tidak
terpenuhi Banyaknya anak akan mengakibatkan besarnya beban anggota
keluarga Asupan zat gizi yang kurang dari makanan yang dikonsumsi
seseorang merupakan salah satu penyebab langsung dari timbulnya
masalah gizi. Energi dibutuhkan individu untuk memenuhi kebutuhan
energi basal, menunjang proses pertumbuhan dan untuk aktivitas sehari-
hari. Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada
di dalam bahan makanan. Balita yang kekurangan atau kehilangan protein
dalam jangka lama akan menyebabkan status gizi yang menurun dan
berlanjut menjadi gizi buruk.

5) keadaan kesehatan : Manusia membutuhkan energi dalam jumlah tertentu


guna untuk menunjang proses pertumbuhan dan melakukan aktifitas.
Energi dapat timbul karena adanya pembakaran yang diperoleh dari
karbohidrat, lemak dan protein dalam makanan yang di konsumsi oleh
tubuh, karena itu agar energi tercukupi perlu mengkonsumsi makanan
yang cukup dan seimbang. Status gizi adalah keadaan tubuh yang
merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke
dalam tubuh dan utilisasinya. Masa remaja (10-19 tahun) merupakan masa
yang sering rentan terhadap masalah gizi, dikarenakan pada masa ini
terjadi asupan gizi kurang dan asupan gizi lebih. Secara keseluruhan ada
hubungan antara status gizi seseorang dengan kinerja tubuh secara
keseluruhan. Orang yang berada dalam status gizi yang kurang baik dalam
arti asupan makanan dalam tubuh kurang dari normal maka akan lebih
mudah mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan, dan keadaan gizi
yang buruk, maka reaksi kekebalan tubuh akan melemah sehingga
kemampuan dalam mempertahankan diri terhadap infeksi menjadi
menurun.

6) Budaya dan Agama : Faktor budaya sebenarnya masalah yang


menyebabkan terjadinya kemiskinan yang tentunya berdampak pada
masalah gizi, mulai dari perilaku masyarakat kota dan desa di sertai
dengan budaya-budaya mereka sangat-sangat berbeda kebutuhan pangan
dan status sosial mereka. Dari perbedaan ini dapat diketahui bahwa
masyarakat kota tingkat pengetahuan mereka akan masalah gizi dan pola-
pola hidup yang mereka jalani lebih cenderung pada kemajuan
teknologi,ekonomi,pengetahuan status gizi mulai dari menu seimbang
untuk pola konsumsi mereka.sedangkan masyarakat pedesaan lebih dekat
pada masalah kemiskinan,artinya banyak kekurangan mulai dari
kurangnya pengetahuan akan maslah gizi, kurangnya ketersediaan
pangan,sampai kurangnya kualitas lingkungan yang baik. Tanah air kita
ini memiliki bermacam-macam budaya di dalamnya dari sabang sampai
merauke, dengan suku dan tata kehidupan sosial yang berbeda pula,hal ini
telah memberikan struktur sosial yang memenuhi menu makan maupun
pola makanya, kecenderungan muncul dari suatu budaya terhadap
makanan sangat bergantung pada potensi alamnya atau faktor pertanian
yang dominan. Sesungguhnya kebudayaan itu terjadi karena adanya
perilaku atau kebiasaan masyarakat dalam suatu tempat,kemudian
kebiasaan ini berkembang dari zaman ke zaman yang akan menurun pada
keturunan mereka kadang masyarakat itu menganggap ada kekuatan lebih
besar selain dari manusia,yakni tuhan. Pengaruh budaya terhadap gizi ada
pengaruh yang negatif dan ada pengaruh yang positif, dampak negatifnya
munculnya masalah kekurangan gizi di masyarakat sekitar karena
masyarakat sulit meninggalkan kebiasaan-kebiasaan mereka, mereka lebih
percaya pada hal-hal yang di anggap tabuh dalam budaya mereka sehingga
apa yang sebenarnya tubuh butuhkan tidak terpenuhi sehingga banyak
menimbulkan penyakit.

7) Status sosial : Status gizi anak secara tidak langsung berkaitan dengan
faktor sosial ekonomi keluarga. Jika status sosial ekonomi rendah maka
kebutuhan makanan keluarga akan kurang terpenuhi sehingga anak akan
memiliki status gizi kurang. Kemiskinan atau pendapatan keluarga yang
rendah sangat berpengaruh kepada kecukupan gizi keluarga.Kekurangan
gizi berhubungan dengan sindroma kemiskinan. Tanda-tanda sindroma
kemiskinan antara lain berupa: penghasilan yang sangat rendah sehingga
tidak dapat mencukupi kebutuhan, sandang, pangan, dan perumahan,
kuantitas dan kualitas gizi makanan yang rendah, sanitasi lingkungan yang
jelek dan sumber air bersih yang kurang, akses terhadap pelayanan yang
sangat terbatas, jumlah anggota keluarga yang banyak, dan tingkat
pendidikan yang rendah Masyarakat yang tergolong miskin dan
berpendidikan rendah merupakan kelompok yang paling rawan gizi. Hal
ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan untuk menjangkau pangan
yang baik secara fisik dan ekonomis Anak usia sekolah dengan kondisi
ekonomi keluarga baik yang bersekolah di pusat kota memungkinkan anak
memiliki status kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang
bersekolah dan tinggal di pinggiran kota. Pusat kota merupakan tempat
yang memiliki pusat pelayanan yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan,
seperti: fasilitas pertokoan, perbelanjaan, fasilitas untuk mengakses
informasi dan kesehatan. Sedangkan, anak yang bersekolah dan tinggal di
daerah pinggiran kota dengan segala fasilitas yang tersedia dan kondisi
sosial ekonomi keluarga yang terbatas memungkinkan anak mempunyai
status kesehatan dan gizi yang buruk dibandingkan dengan anak yang
tinggal di pusat kota.

Anda mungkin juga menyukai